Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI SKILL LBM 2

ANALISIS STUDI KASUS PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1 :

1. Ainul Malikhah : 33101600418


2. Alina Nur Rofi : 33101600420
3. Bella Novita Sari : 33101600427
4. Dewi Ulyana : 33101600429
5. Fadhila Hiswatunida : 33101600435
6. Ike Dewi Retnosari : 33101600444
7. Meiya Indriyani : 33101600453
8. Nur Afifah : 33101600462
9. Riza Ariska Yuliana : 33101600469
10. Yuliana Khusnul Q : 33101600485

PRODI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2019
SKILL LAB LBM 1

PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH

I. TUJUAN
1. Agar mahasiswa dapat memahami penyakit ISK sehingga dapat menganalisis
kesesuaian rancangan terapi obat.
2. Agar mahasiswa dapat mempertimbangkan pemilihan obat berdasarkan 4T1W dan
dengan metode SOAP.
3. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah terkait obat dan memberikan
alternatif solusinya.
II. LANDASAN TEORI
A. DEFINISI PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria
maupun wanita dari berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis dan episode.
ISK sering menyebabkan morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi
mortalitas. Walaupun saluran kemih normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri,
bakteri yang umumnya naik dari rektum dapat menyebabkan terjadinya ISK.
Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang menurun, adanya inokulasi
bakteri dan kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi.
(saputra, kurnia. 2015)
B. ETIOLOGI INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
Mikroorganisme bisa mencapai saluran kemih dengan penyebaran secara
hematogen atau limfatik, tetapi terdapat banyak bukti klinis dan eksperimental
yang menunjukkan bahwa naiknya mikroorganisme dari uretra adalah jalur yang
paling umum mengarah pada ISK, khususnya organisme yang berasal dari enterik
(misal., E. coli dan Enterobacteriaceae lain). Hal ini memberikan sebuah
penjelasan logis terhadap frekuensi ISK yang lebih besar pada wanita
dibandingkan pada pria, dan peningkatan resiko infeksi setelah kateterisasi atau
instrumentasi kandung kemih. Konsep virulensi atau patogenisitas bakteri dalam
saluran kemih diduga bahwa tidak semua spesies bakteri bersama-sama mampu
dalam menginduksi infeksi. Semakin baik mekanisme pertahanan alami tubuh
semakin kecil virulensi dari strain bakteri manapun untuk menginduksi infeksi.
( Saputra,kurnia.2015)
C. FAKTOR RESIKO INFEKSI SALURAN KEMIH
1. Jenis kelamin dan aktifitas seksual
Secara anatomi,uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm
danterletak di dekat anus.Hal ini menjadikannya lebih rentan untuk
terkenakolonisasi bakteri basil gram negatif.Karenanya, perempuan lebih
rentanterkena ISK.Pada wanita yang aktif seksual,risiko infeksi juga
meningkat.Ketika terjadi koitus, sejumlah besar bakteridapat terdorong masuk
ke vesika urinaria dan berhubungan dengan onsetsistitis.Semakin tinggi
frekuensi berhubungan, makin tinggi risiko sistitis.Oleh karena itu, dikenal
istilahhoneymoon cystitis. Penggunaan spermisida atau kontrasepsi lain
seperti diafragma dankondom yang diberi spermisida juga dapat
meningkatkan risiko infeksisaluran kemih karena mengganggu keberadaan
flora normal introital danberhubungan dengan peningkatan kolonisasi
E.colidivagina.
2. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula.
Bakteriuriameningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia
80tahun. Pada usia tua, seseorang akam mengalami penurunan sistem
imun,hal ini akan memudahkan timbulnya ISK.
3. Obstruksi
Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu
tumor,striktur, batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran urin
dapatmenyebabkan hidronefrosis, pengosongan vesika urinaria yang
tidaksempurna, sehingga meningkatkan risiko ISK.
4. Disfungsi neurogenic vesicalurinaria
Gangguan padainervasi vesika urinaria dapat berhubungan dengan
infeksisaluran kemih.Infeksi dapat diawali akibat penggunaan kateter
ataukeberadaan urin di dalam vesika urinaria yang terlalu lama.
5. Factor genetic
Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK.Jumlah dan
tipereseptor pada sel uroepitel tempat menempelnya bakteri ditentukan
secaragenetik.
(Saputra,kurnia.2015)
D. GEJALA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
a). Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi(39,5
40,5°C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinisPNA inisering
didahului gejala ISK bawah (sistitis).
b). ISK bawah (sistisis) nyerisuprapubic, nokturia, polakiuria, dysuria dan
stanguria.
c). Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakandengan
sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 tahun.
Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan seringkencing) disertai
cfu/ml urin <105: sering disebut sistitis bakterialis.
Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:
a. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E.coli
dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar periuretral atau
uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik
standar sepertiampsilin.
b. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pandang tinggi dan kultur
urin steril.Kultur khusus ditemukan chlamydia trachomali satau bakteri
anaerobik.
c. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril
E. TERAPI
1. Farmakologi
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotic yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisas
iurin
a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotik tunggal seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg.
b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari.
c. Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanp alekositoria. Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
d. Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti
koreksi faktor resiko.
e. Tanpa faktor predisposisi. Asupan cairan banyak. Cuci setelah
melakukansenggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal
trimetroprim 200 mg). Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

2. Non Farmakologi
a. Minum air putih dengan jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga
meningkat (merangsang diuresis).
b. Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing
agar bakteri tidak mudah berkembang baik.
c. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, misalnya buah-buahan,
daging tanpa lemak dan kacang-kacangan.
d. Mengkonsumsi jus anggur atau cran berry untuk mencegah infeksi saluran
kemih berulang.
e. Tidak menahan bilaingin berkemih. (Sukandar.2009)

III. URAIAN KASUS


Ny.JJJ umur 29 th masuk RS pada tanggal 11 Maret dengan diagnose Infeksi
Saluran Kencing. Ny JJJ melakukan rawat inap sesuai arahan dokter. Keluhan pada
awal masuk RS yaitu demam, pusing, rasa perih, nyeri dan terbakar ketika BAK.
Ny JJJ di ketahui hamil 1 bulan. Ny JJJ baru pertama kali mengidap ISK kali ini.
Selama opname pasien tidak bersedia dilakukan kultur bakteri karena alasan biaya.
Berikut data klinis dan data pemakaian obat selama opname.
Pada tanggal 17 maret malam hari ketika dokter dan apoteker melakukan visite,
diketahui kulit pasien berubah menjadi agak kekuningan, warna kuning sangat jelas
pada lengan pasien. Dokter rmenyebut bahwa pasien mengalamai jaundice. Dokter
dana poteker segera berdiskusi untuk melakukan tindakan solusi terkait
permasalahan yang ada.
Pertanyaan :
1. Identifikasi dan analisis menggunakan metode SOAP !
2. Berdasarkan monitoring evaluasi penggunaan obat, analisa menggunakan
metode Naranjo !

IV. PENYELESAIAN KASUS


a. Subjektif
 Identitas pasien : Ny JJJ umur 29 th
 Keluhan :demam, pusing, rasa perih, nyeri dan terbakar ketika BAK.
 Riwayat pengobatan : -
 Sedang hamil 1 bulan.
b. Objektif

Data laboratorium menunjukan Normal


c. Assesment
 Problem Medik : Infeksi Saluran Kemih (ISK)
 Obat yang di peroleh :
11 12 13 14 15 16 17
Ceftriaxone
2x1 gr inj
KAEN 3B
20 tpm
Ranitidine
50 mg 2x1
inj
Na
diklofenak
2x1 PO
As.
Mefenamat
3x1 PO
Paracetamol
3x1 PO
Imunos
tablet 2x1

d. DRP
e. Plan
4T + 1W

1. Amoksisillin
- Tepat indikasi :Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, infeksi pada mulut.
- Tepat obat : Menghambat sintesis dinding sel
- Tepat pasien : Hipersensitivitas terhadap penisilin, infeksi mononukleus
- Tepat dosis : 250mg – 500mg setiap 8 jam
- Waspada efek samping : mual, muntah, diare, ruam, reaksi alergi
2. Paracetamol
- Tepat indikasi : Nyeri ringan hingga sedang, demam
- Tepat obat : Mengatur suhu tubuh di hypothalamus untuk menurunkan suhu tubuh
(antipiretik)
- Tepat pasien : Hipersensitivitas, gangguan hati dan ginjal
- Tepat dosis : 500mg – 1000mg diberikan selama 4-6 jam
- Waspada efek samping : Alergi, ruam kulit, kelainan darah, hipotensi, kerusakan
hati

KIE

 Apoteker menjelaskan aturan pakai obat dan menyarankan pasien untuk


teratur mengkonsumsi minum obat
 Apoteker menjelaskan terapi non farmakologi untuk menunjang pengobatan
pasien
 Apoteker menyampaikan ES yang mungkin terjadi pada pasien dan jika ES
tidak dapat ditoleransi maka pasien disarankan konsultasi pada Dokter

Monitoring

 Monitoring keefektifan obat


 Monitoring efek samping yang mungkin terjadi
 Monitoring eaktu penggunaan obat
 Pasien memahami regimen obat yang diberikan
V. PEMBAHASAN
Pada skill kali ini dilakukan analisis studi kasus mengenai infeksi saluran
kemih. Pasien Ny. JJJ 29 tahun sedang hamil 1 bulan mengalami infeksi saluran kemih
dan dilakukan rawat inap. Pasien mendapatkan terapi ceftriaxon 2x1 gr inj, KAEN 3B
20 tpm, Ranitidine 50 mg 2x1 inj, Na Diklofenak 2x1 PO, Asam Mefenamat 3x1 PO
dan Imunos tablet 2x1. Perubahan saluran kemih pada wanita hamil cenderung terjadi
karena peningkatan insiden bakteriuria dan selanjutnya terjadi ISK. Perubahan ini
termasuk perubahan asam amino dan konsentrasi nutrisi lainnya dalam urin dengan
perubahan fisiologis seperti penurunan tonus kandung kemih dan pelebaran pelvis
ginjal dan ureter.
(Dipiro, et al. 2016)
Pada kasus tersebut terapi yang digunakan yaitu amoksisilin untuk terapi
infeksi saluran kemihnya. Hal tersebut sesuai dengan literatur dimana pada literatur
menyatakan bahwa untuk menangani infeksi saluran kemih pada ibu hamil dapat
diberikan sulfonamid, amoksisilin, asam clavulanic, sefalaksin atau nitrofurantoin.
Amoksisilin diberikan dengan dosis 250mg – 500mg setiap 8 jam. Pada pasien hamil
dengan infeksi saluran kemih tetrasiklin dan fluoroquinolon harus dihindari karena
resiko teratogenitas dan kemampuan menghambat tulang dan perkembangan tulang.
(Dipiro, et al. 2016)
Pada kasus tersebut pasien diberikan ceftriaxon 2x1 gr inj. Akan tetapi pada
tanggal 17 maret pasien mengalami perubahan warna kulit menjadi kekuningan.
Dokter mendiagnosa pasien mengalami jaundice. Jaundice tersebut merupakan efek
samping dari penggunaan ceftriaxon sehingga pada kasus tersebut penggunaan
ceftriaxon dihentikan. Menurut literatur ceftriaxone menyebabkan kerusakan parsial
pada hati, peningkatan AST, ALT, bilirubin total, kolesterol, trigliserida (TG) dan low
density lipoprotein (LDL) serta penurunan albumin dan konsentrasi high density
lipoprotein (HDL).
(Khaled, A, dkk. 2014)

Untuk terapi nyeri, pasien diberikan Na Diklofenak 2x1 PO, Asam


Mefenamat 3x1 PO, dan Paracetamol 3x1. Akan tetapi, pemberian ketiga analgesic
merupakan polifarmasi sehingga perlu adanya pengurangan obat. Pada literature
dinyatakan pemberian Na Diklofenac dan Asam Mefenamat bila diberikan bersama
akan meningkatkan kadar natrium dalam serum, sehingga sebaiknya tidak perlu
diberikan keduanya. Selain itu, Na Diclofenac dan Asam Mefenamat memiliki
kategori C untuk pregnancy yang dapat meningkatkan kemungkinan bayi lahir
prematur. Untuk pereda nyeri dapat diberikan Paracetamol yang lebih aman dengan
kategori B untuk ibu hamil dan tanpa interaksi dengan obat lain. Pemberian
Paracetamol hanya pada saat pasien mengalami nyeri atau bila perlu.

(Medscape, 2019)

Pemberian Imunos 2x1 tetap digunakan pada pasien sebagai terapi


tambahan berupa suplemen makanan yang berisi kombinasi dari vitamin dan mineral
untuk meningkatkan system kekebalan tubuh dan menstimulasi system imun yang
melemah akibat dari infeksi.

(Saputra Kurnia, 2015)

VI. KESIMPULAN
Dari kasus Ny. JJJ yang mengalami ISK dilakukan penggantian terapi cefrtriaxon
menjadi amoxicillin yang digunakan terapi ISK karena ceftriaxone memberikan efek
samping jaundice dengan meningkatkan nilai SGOT. Terapi nyeri yang diberikan pada
pasien yaitu Paracetamol 500mg bila perlu, dipilih paracetamol karena memiliki
kategori pregnancy B yang aman bagi ibu hamil. Terapi tambahan yang diberikan yaitu
imunos 2x1 sebagai suplemen makanan untuk meningkatkan system imun.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, et al. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth Edition.
Khaled, A, dkk. 2014. Protective Effects Of Ursodeoxycholic Acid On Ceftriaxone
Induced Hepatic Injury In Rats. Cairo University, Department of
Pharmacology and Toxicology, Faculty of Pharmacy, Kasr El-Eini
Street, Cairo, Egypt.
Saputra kurnia. 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia
Pria .Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

Sukandar. 2009. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Penerbit IPD FK UI :


Jakarta
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai