Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
1
9. Bagaimana pencegahan dari TBC ?
10. Bagaimana pengobatan dari TBC ?
11. Bagaimana strategi kebijakan pemerintah untuk membrantas TBC di
Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui isu tentang TBC yang berkembang di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengertian TBC.
3. Untuk mengetahui perkembangan dan pravalensi penyakit TBC.
4. Untuk mengetahui etiologic dari TBC.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari TBC.
6. Untuk mengetahui penularan dan siklus hidup dari TBC.
7. Untuk mengetahui factor-faktor risiko dari TBC.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari TBC.
9. Untuk mengetahui pencegahan dari TBC.
10. Untuk mengetahui pengobatan dari TBC.
11. Untuk mengetahui strategi kebijakan pemerintah untuk membrantas TBC
di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Meskipun benar bahwa tuberkulosis dapat menginfeksi anggota keluarga
yang sama karena kemungkinan besar tertular melalui udara.
3. Tuberkulosis adalah penyakit kelas sosial rendah
TB adalah penyakit yang menular melalui udara dan dapat dengan
mudah ditularkan oleh siapa saja, kaya atau miskin. Namun, kurangnya
ventilasi, lingkungan kumuh padat penduduk, buruknya akses dan
perawatan kesehatan serta kekurangan gizi membuat orang lebih mudah
terjangkit TB.
Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014 oleh Kemenkes RI
menggambarkan sakit akibat TB menurut kuintil indeks kepemilikan
menunjukkan tidak ada perbedaan antara kelompok terbawah sampai
dengan menengah atas. Ini artinya, risiko TBC dapat terjadi pada hampir
semua tingkatan sosial ekonomi.
4. TB dapat ditularkan melalui peralatan makan
Meski menular dari udara, mengasingkan para pengidap TB dari
lingkungan masyarakat bukanlah hal yang tepat. Penting diketahui,
tuberkulosis tidak akan menular dengan kontak fisik seperti bersalaman
dan berpegangan tangan, berbagi makanan dan minuman, dan
menggunakan alat makan yang sama dengan pengidap.
Jika penderita menggunakan gelas atau sendok dan tidak batuk disekitar
alat makan tersebut, maka bakteri tidak akan menyebar ke peralatan
makan. Sebab, untuk penyakit yang menjangkiti paru-paru, maka bakteri
hanya akan menjangkiti paru-paru dan hanya bisa ditularkan oleh lendir
yang berasal dari paru-paru melalui batuk. (Penjelasan oleh dr. Sepriani
Timurtini Limbong, dokter umum lulusan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia).
5. Tuberkulosis tidak bisa disembuhkan
Pasien TB bisa sembuh asalkan patuh! Pakar Paru Indonesia Dr dr
Erlina Burhan, SpP(K) mengatakan TB bisa disembuhkan secara total.
Syaratnya, pengobatan rutin dilakukan selama 6 bulan berturut-turut sesuai
dengan hasil diagnosis dokter.
4
Pola konsumsi obat yang berlanjut ini adalah satu-satunya kunci
menyembuhkan TB sebab jika konsumsi obat terputus karena penderita
sering lupa minum atau sengaja berhenti karena sudah merasa sehat ini
akan membahayakan si pengidap TB. Karena saat berhenti minum obat,
bakteri menjadi resisten atau kebal terhadap obat yang sebelumnya
sehingga bakteri terus berkembang biak di dalam tubuh dan penyakit jadi
semakin parah.
2.2 Pengertian
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang menyerang
terutama parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh basil Micobakterium tuberculosis yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar
basil tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon
(Hood Alsagaff, 1995 : 73).
Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bewarna yang
dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai
dari glottis kearah distal, batuk darah akan ebrhenti sendiri jika asal robekan
pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi
(Hood Alsagaff, 1995, hal 301).
5
terinfeksi TBC mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang hidupnya
sebesar 10%. Epidemic pernah dilaporkan pada tempat orang-orang
berkumpul seperti rumah perawatan, penampungan tuna wisma, rumah sakit,
sekolah, dan penjara. Dari tahun 1989-1992 terjadi KLB multidrug resistance
(MDR) minimal terhadap INH (isoniazid) dan rifampisin di daerah tempat
penderita HIV berkumpul. KLB (kejadian luar biasa) tersebut berhubungan
dengan tingginya angka kematian dan tingginya penularan TBC pada petugas
kesehatan.
Menurut hasil SKRT (survey kesehatan rumah tangga) tahun 1986,
penyakit tuberculosis diindonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan
menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat.
WHO memperkirakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di
seluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta
orang pertahun. Dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi dinegara
berkembang, sebanyak 75% dari penderita berusia 15-50 tahun (usia
produktif). WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3
terbesar di dunia setelah cina dan india. Prevelensi TBC secara pasti belum
diketahui. Asumsi prevelensi BTA (+) di Indonesia adalah 130 per 100.000
penduduk. Estimasi WHO tentang gambaran jumlah kasus tuberculosis di
seluruh dunia.
WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi didunia
50%.nya berasal dari Negara-negara afrika dan asia serta amerika ((brasil).
Hamper semua Negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara tersebut
kecuali singapura dan Malaysia. Dari seluruh dunia, india menyumbang 30%,
China 15% dan Indonesia 10%.
Penyakit ini menyerang semua golongan usia dan jenis kelamin, serta
mulai merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja.
Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan presentasi penderita
TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun
(20,46%), 15-24 (18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%),
lebih dari 65 tahun (6,68%), dan yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%).
6
Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai
70,03 % dari 85% yang ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan di
sebabkan oleh beberapa factor, yaitu penderita (perilaku, karakteristik, social
ekonomi), petugas ( perilaku, keterampilan), ketersediaan obat, lingkungan
(geografis), PMO ( pengawas minum obat), serta virulensi dan jumlah kuman.
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri mycobacterium
tuberculosis dan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran
0,5-4 mikronx 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak
bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai
lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid ( terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil
tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman
tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan
aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit
atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95%
selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan sampai 1-2 jam diudara terutama di
tempat yang lembab dan gelap ( bisa berbulan-bulan) namun tidak tahan
terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa
untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan
40 kali pertukaran udara per jam.
7
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi dua golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukkan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia, dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.
8
c. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun
jarang dapat timbul menyerupai gejala pneumonia.
Tuberkulosis paru termasuk insidious. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan BB,
berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya
mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang kea rah pembentukkan
sputum mukopurulen dengan hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti
perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anorexia, dan
penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan
dorman.
9
1. Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara. Individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa,
atau bernyanyi, melepaskan droplet. Droplet yang besar menetap,
sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh
individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi untuk tertular
tuberculosis adalah :
2. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif.
3. Individu imunosupresif ( termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi
HIV).
4. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik.
5. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma,
tahanan, etnik, dan ras minoritas, terutama anak-anak dibawah 15
tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 tahun sampai 44
tahun).
6. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (
misalnya : diabetes, gagal ginjal kronik, silicosis, penyimpangan gizi,
bypass gastrektomi tau yeyunoileal).
7. Imigran dari Negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara,
Afrika, Amerika, Latin, Karibia).
8. Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya : fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara).
9. Petugas kesehatan.
10. Risiko untuk tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme
yang terdapat di udara.
10
yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya
mahal dan hasilnya lama.
2.9 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
11
bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan,
dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-
2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti
pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal. Selain pemberian
imunisasi BCG, pencegahan primer juga dapat didukung dengan
konsumsi gizi yang baik.
2. Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan sekunder pada penyakit tuberkulosis paru perlu
dilakukan dengan skrining (screaning), yaitu pemeriksaan menggunakan
sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor <
5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5–10
mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah
pengobatan pencegahan selesai (Depkes, 2006).
12
spesifik, sensitive dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium
(Depkes RI, 2007).
3. Pencegahan Tertier
13
untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan
lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh
sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan
menjadi kecil (WHO, 2003).
2.10 Pengobatan
14
Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @ 500 mg
Etambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @ 250 mg
15
ganti ke kategori
II
II Akhir intensif Negatif Teruskan ke tahap
lanjutan
Positif Terapkan sisipan
selama 1 bulan.
Jika hasil
pemeriksaan
dahak masih (+)
maka diteruskan
ke tahap lanjutan
Sebulan sebelum 2 kali pemeriksaan Sembuh
akhir/ akhir negative
pengobatan Positif Pengobatan gagal,
pasien kronis
dirujuk ke
spesialis atau
mengonsumsi INH
seumur hidup
III Akhir intensif Negatif Teruskan ke tahap
lanjutan
Positif Pengobatan
diganti dengan
kategori II
16
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan
dana.
2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam
dahak.
3. Terjaminnya persediaan obat antituberculosis (OAT).
4. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh pengawas minum obat (PMO).
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi
program penanggulangan TBC.
a. Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan khusus :
17
Penemuan penderita (case finding) secara lintas program dan lintas
sector secara aktif (misalnya kontak survey) dan pasif.
Pengobatan penderita (case holding)
o Pengawasan minum obat, terutama pada tahap intensif oleh
puskesmas.
o Perencanaan termasuk jadwal minum obat, kunjungan rumah,
pencegahan DO (drop out), dan sebagainya.
o Pengamatan efek samping :
Tubuh melemah.
Nafsu makan menurun.
Gatal-gatal.
Sesak nafas.
Mual dan muntah.
Berkeringat dingin dan menggigil.
Gangguan pendengaran dan pengelohatan (biru dan merah).
Efek samping obat :
o INH : Neuropati perifer (dapat dikurangi dengan memberikan
vitamin 𝐵6), hepatotoksik/ hepatitis.
o Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik.
o Prazinamid : Hiperurisemia, hepatotoksik.
o Etambutol : Neuritis optic, nefrotoksik, ruam kulit.
o Streptomisin : Nefrotoksik, gangguan N. VIII
Rujukan :
o Pemeriksaan uji silang (cross check) semua slide (+) dan 10% slide
(-) ke laboratorium rujukan.
o Pasien dengan efek samping berat.
Kriteria kesembuhan :
o Pemeriksaan dahak (3x dalam seminggu) dengan hasil negative.
o Jumlah obat yang diminum minimal 90% dari paket pengobatan.
o Masa pengobatan intensif dan intermitten maksimal 9 bulan.
18
e. Indikator dan monitoring evaluasi
Cakupan penemuan kasus baru BTA (+) = (130/100.000) x jumlah
penduduk.
Cakupan penemuan kasus tersangka TBC diantara pengunjung
puskesmas = 10% penderita baru.
Angka konversi >80%.
Tingkat kesalahan uji silang <5%.
Angka kesembuhan >85%.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21