Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pentingnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi fokus utama yang wajib

diperhatikan oleh berbagai penyelenggara kesehatan. Kepuasan pelanggan atau pengguna

layanan kesehatan menjadi hal yang utama yang diperhatikan dalam memberikan layanan.

Sebagai wujud peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, BPJS Kesehatan terus

melakukan berbagai inovasi. Guna memfasilitasi tingginya antusiasme masyarakat menjadi

peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan telah membuka pendaftaran

online melalui website bpjskesehatan.go.id. Selain prosesnya lebih singkat dan praktis,

masyarakat juga dapat mencetak kartu BPJS Kesehatan-nya sendiri (e-ID), yang mana sama

sahnya dan sama validnya dengan Kartu BPJS Kesehatan pada umumnya.

Salah satu terobosan terbaru yang diluncurkan BPJS Kesehatan adalah layanan finger

print yang berguna mempermudah proses pendaftaran pelayanan di rumah sakit. Untuk

melakukan pendaftaran di rumah sakit, kini peserta BPJS Kesehatan dapat menggunakan e-

KTP yang divalidasi dengan finger print. Keberadaan finger print tidak lepas dari kerjasama

yang telah dibangun dengan Kementerian Dalam Negeri. Selain untuk menghindari

penyalahgunaan kartu, tujuan layanan finger print juga diharapkan dapat membantu program

pemerintah dalam percepatan kepemilikan NIK dan e-KTP.

Banyaknya jumlah masyarakat yang mendaftar sebagai peserta BPJS tidak menutup

kemungkinan banyaknya peserta yang menggunkan kartu atau e-ID yang bukan hak atau

kepunyaan pribadi. Hal ini tentunya melanggar KUHP pasal 55, 56, 263 ayat (1), 378 dan 381

dengan ancaman pidana 6 tahun penjara. Salah satu tujuan diberlakukan finger print untuk

mengurangi terjadinya penyalah gunaan e-ID peserta.


Berdasarkan hal diatas, kelompok tertarik untuk membahas kebijakan penggunaan

sistem finger print pada pasien BPJS dan efektifitas penggunaan sistem finger print di rumah

sakit atau layanan kesehatan.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Kebijakan

2.1.1. Pengertian

Kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang

konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara

bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu (Suharto,

2008).

Kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau

sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi

(Winarno, Budi, 2002).

2.1.2. Tahap-tahap Pembuatan Kebijakan

1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan

publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah

publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.

2. Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat

kebijakan. Masalah-masalah didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang

terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan

yang ada.
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika

tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara

akan mengikuti arahan pemerintah.

4. Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah diambil, dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi

sumber daya finansial dan manusia.

5. Penilaian / Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau

penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini,

evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak

hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses

kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-

masalah kebijakan program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah

kebijakan

2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-

individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan

pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Implementasi

kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam proses kebijakan.
2.2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

2.2.1. Pengertian

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang

bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan

kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat

6 bulan di Indonesia (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang

dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai

beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan Kesehatan adalan jaminan berupa

perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang

yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

2.2.2. Dasar Hukum

Dasar hukum dalam penyelenggaraan program BPJS ini adalah:

a. Undang-Undang

1. UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN

2. UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

b. Peraturan Pemerintah

1. PP No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan PP 28/2003 tentang subsidi dan iuran

pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima

pensiun.

2. PP No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara setiap Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial.
3. PP No. 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi

kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan

penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial.

4. PP No. 87 Tahun 2013 tentang tatacara pengelolaan aset jaminan soaial kesehatan.

5. Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang perubahan atas perpres no. 12 Tahun 2013 tentang

jaminan kesehatan.

6. Perpres No. 109 Tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan program jaminan sosial.

7. Perpres No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan program

jaminan sosial.

8. Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan

kegiatan operasional kementerian pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.

9. Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.

2.2.3. Fungsi BPJS

Dalam pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS adalah :

1. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

2. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja, program

jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hati tua

2.2.4. Tujuan dan Manfaat

Tujuan serta manfaat dari jaminan kesehatan bagi masyarakat adalah:

1. Memberi kemudahan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas

jaminan kesehatan masyarakat.

2. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak

berlebihan sehingga nantinya terkendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan.


3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

2.2.5. Penyalahgunaan kartu JKN-KIS

Salah satu yang mendorong adanya kebijakan finger print adalah adanya

penyalahgunaan kartu JKN-KIS yang tidak tepat. Oleh karena itu pelanggaran berupa

penyalahgunaan kartu JKN-KIS melanggar KUHP pasal 55, 56, 263 ayat (1), 378 dan

381 dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun.

2.3. Finger Print

2.3.1. Pengertian

Finger printi adalah sebuah hardware sensor untuk membaca sidik jari yang unik dari

seseorang yang berguna untuk memverifikasi identitas seseorang. Sensor ini dapat digunakan

sebagai password untuk membuka telepon, membuka konten atau layanan tertentu atau

mengkonfirmasi transaksi keuangan. Beberapa hardware sensor sidik jari terdiri dari strip tipis.

Jenis lain dari sensor ada yang lebih besar dan mampu membaca seluruh sidik jari sekaligus.

2.3.2. Kegunaan Layanan Finger Print pada BPJS

1. Mempermudah proses pendaftaran pelayanan di rumah sakit.

Untuk melakukan pendaftaran di rumah sakit, kini peserta BPJS Kesehatan dapat

menggunakan e-KTP yang divalidasi dengan finger print.

2. Lebih efektif, prakits dan efisien

3. Sistem ini akan mencegah kesempatan praktik curang atas pemalsuan kartu BPJS

Kesehatan
2.3.3. Kelebihan Penggunaan Finger Print

Beberapa kelebihan penggunaan finger print yaitu

1. Memudahkan dan mempercepat proses administrasi pasien di loket pendaftaran rumah

sakit yang tersedia.

Pasien peserta BPJS finger print ini nantinya tak perlu lagi membawa kartu peserta saat

ingin berobat. Pasien cukup menempelkan sidik jari pada alat tersebut dan secara otomatis

data pasien akan tertera di dalam komputer. Sebagai keterangan informasi, bahwa layanan

finger print akan terkoneksi secara otomatis dengan data identitas peserta BPJS. Untuk itu,

BPJS bekerja sama dengan Kemendagri untuk mengoneksikan e-KTP dan aplikasi finger

print.

2. Mengurangi antrian panjang yang sering terjadi di loket rumah sakit, khususnya bagi yang

ingin berobat.

Diharapkan masyarakat segera membuat e-ktp untuk melakukan proses registrasi dan

pendaftaran finger print. Sistem itu diharapkan dapat meningkatkan kecepatan dalam

proses pengelolaan klaim, piutang dan verifikasi.

2.3.4. Praktiskan Peserta BPJS Kesehatan Lewat Finger Print

Sebagai wujud peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, BPJS Kesehatan

terus melakukan berbagai inovasi. Guna memfasilitasi tingginya antusiasme masyarakat

menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), selain di kantor cabang, BPJS Kesehatan

juga telah membuka pendaftaran online melalui website bpjs-kesehatan.go.id. Selain prosesnya

lebih singkat dan praktis, masyarakat juga dapat mencetak kartu BPJS Kesehatan-nya sendiri

(e-ID), yang mana sama sahnya dan sama validnya dengan Kartu BPJS Kesehatan pada

umumnya.
Selain dalam hal pendaftaran, BPJS Kesehatan juga berkomitmen meningkatkan

kemudahan dan kecepatan peserta BPJS Kesehatan dalam memperoleh pelayanan di fasilitas

kesehatan. Hal itu dibuktikan dengan diluncurkannya Surat Eligibilitas Peserta (SEP) Mandiri

pada Juni lalu. Kini pasien peserta BPJS Kesehatan dapat mencetak SEP sendiri, sehingga tak

perlu berlama-lama mengantri di loket BPJS Kesehatan Center sebelum mendapat penanganan

dari tenaga medis di rumah sakit.


BAB III

TINJAUAN KASUS

BPJS merupakan salah satu lembaga non pemerintahan yang membantu masyarakat

Indonesia dalam kesejahteraan di bidang kesehatan yang menjamin pembiayaan masyarakat

Indonesia dalam kesehatan. Dalam penerapan BPJS terdapat berbagai masalah yang terjadi.

Salah satunya peyalahgunaan kartu BPJS. Berdasarkan hasil audit Mutu BPJS didapatkan

banyaknya pemakaian kartu BPJS yang tidak tepat sasaran dan banyaknya rumah sakit

menagihkan klaim pada pasien yang sebenarnya tidak ada atau phantom billing yaitu Rumah

Sakit membuat suatu tagihan ke BPJS kesehatan dari suatu tagihan yang tidak ada

pelayanannya.

Berdasarkan kasus diatas, maka pihak BPJS membuat suatu kebijakan untuk

meminimalkan terjadinya pelaku kecurangan dalam penggunaan BPJS yaitu dengan kebijakan

“infinity one”. Infinity one ini kebijakan yang dilakukan oleh BPJS dengan menggunakan alat

finger print dan kamera.

Pelaksanaan Kebijakan Infinity Satu ini dimulai dengan pihak BPJS memberikan surat

edaran ke rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Untuk memberlakukan infinity one ini

kepada setiap pengguna BPJS baik rawat jalan, maupun rawat inap termasuk pelayanan di IGD,

pelayanan Hemodialisa dan pelayanan one day care.

Pelaksanaan kebijakan ini awalnya mendapat respon negatif dari pengguna BPJS.

Pengguna BPJS menganggap kebijakan ini suatu kebijakan yang mempersulit pelayanan BPJS,

karena pengguna yang terdaftar harus datang langsung untuk melakukan pendataan finger print

dan foto wajah, tanpa bisa diwakilkan oleh orang lain.

Pada awal kebijakan, banyak pengguna BPJS yang tidak mau dianjurkan untuk

melakukan pendaftaran finger print sehingga awal kebijakan ini tidak berjalan dengan baik.
Finger print ini sulit diterapkan pada pasien kritis dan pasien yang ingin mendapat pelayanan

di gawat darurat karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk melakukan finger print

sedangkan pada pasien rawat jalan pendaftaran finger print dapat dilakukan karena kondisi

pasien yang stabil.

Disamping permasalahan yang timbul terkait pengguna kartu BPJS, ada beberapa

rumah sakit yang merasa dirugikan karena tidak dapat lagi membuat phantom billing karena

data yang terekam melalui finger print adalah data pasien yang mendapat pelayanan seperti

kasus jumlah pasien yang mendapat pelayanan di unit hemodialisa tidak sebanding dengan

tagihan yang disampaiakan ke BPJS.


BAB IV

SOLUSI DAN PEMECAHAN

Solusi pada permasalahan yang pertama adalah terkait masalah tidak maunya pasien

melakukan finger print dikarenakan pemahaman masyarakat yang menganggap proses yang

dilakukan ribet, maka kebijakan beberapa rumah sakit adalah dengan melakukan beberapa

pengenalan kepada pasien, pengunjung rumah sakit dengan memberikan edukasi dari perawat

poli ke pasien, atau dengan pembuatan banner-banner berisikan tentang ajakan untuk finger

print, brosur maupun leaflet-leaflet yang tersedia di area rumah sakit.

Selain itu, solusi untuk masalah yang kedua yaitu terkait infinity finger yang tidak bisa

dilakukan oleh pasien gawat atau pasien kritis. Pemecahan dari berbagai rumah sakit yaitu

dengan membuat finger print mobile yang tersambung dengan laptop dengan meja yang dapat

dibawa keseluruh ruangan di rumah sakit. Dengan adanya finger print mobile tersebut, maka

setiap pasien rumah sakit dapat dilakukan finger print baik di IGD, ICU dan tempat lainnya.

Menurut E. Anderson dalam Islamy (2001:17): “A purposive course of action followed

by an actor or set of actors in deadling with a problem or a matter of concern” (serangkaian

tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku

atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

Berdasarkan pandangan diatas tentu kebijakan public perlu diadakan serangkaian-serangkaian

proses yang nantinya dapat terlaksananya kebijakan jaminan kesehatan marupakan E.S. Quade

(1984)
1. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan

publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai

masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.

Berdasarkan kasus diatas isu publik yang kami angkat adalah tentang Kebijakan print finger

bagi peserta BPJS yang berorobat dengan melihat adanya kejadian-kejadian yang

menimbulkan kerugian pada BPJS.

2. Formulasi kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan tentang penerapan finger print bagi

peserta BPJS dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan

untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik.

Dalam upaya menjadikan kebijakan untuk menjadi wacana utama yang harus ditetapkan,

maka harus dibuat perencanaan yang terformulasi dengan berbagai pendapat yang

mendukung pemecahan masalah tersebut dan alternatif pilihan utama yang dapat menjadi

penyelesai dari masalah yang dihadapi.

3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Dengan mendapatkan formulasi penyelesaian masalah yang dihadapi maka perlu dicari

dukungan legalitas hukum yang menjadi landasan pengesahan kebijakan berdasarkan

hukum yang akan ditetapkan yang dapat diambil dari undang-undang kesehatan RI,

ketetapan pemerintah pusat yang dapat menjadi dasar untuk memgotoriterisasi kebijakan

yang telah ditetapkan dan menjadi dasar untuk memperkuat kebijakan yang dibuat. Hal ini

berdasarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS,

PP No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan PP 28/2003 tentang subsidi dan iuran

pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pension,
PP No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara setiap Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial, dan Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut

estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak

kebijakan. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan adalah membuat dan menetapkan hasil

akhir pencapaian yang harus dicapai berdasarkan perencanaan yang dibuat dan membuat

rangkaian pengaturan yang mengatur jalannya peraturan kebijakan perda yang telah dibuat

melalui penetapan nilai-nilai poin yang diharapkan, sehingga dampak akhir perda dapat

dirasakan oleh semua pihak.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Infinity one adalah kebijakan internal yang dibuat oleh BPJS untuk mengurangi

kecurangan dalam pelayanan BPJS, termasuk double user, phantom billing, penggunaan kartu

BPJS yang tidak sesuai dengan identitas sebenarnya dan untuk mengkontrol mutu dari

pelayanan BPJS agar pelayanan yang diberikan tepat sasasan dan tepat guna bagi masyarakat

terutama masyarakat yang diperoleh dari BPJS PBI yang dibayari oleh pemerintah.

4.2 Saran

4.2.1 Bagi rumah sakit

Rumah sakit hendaknya dapat terus memfasilitasi dan memberikan informasi kepada

pengguna tentang pentingnya kebijakan infinity one ini sebagai salah satu fasilitas untuk

meningatkan mutu pelayanan rumah sakit.

4.2.2 Bagi pihak BPJS

Hendaknya pihak BPJS selalu melakukan monitoring evaluasi terkait dengan kebijakan

Infinity One ini sehinnga dapat benar-benar tepat guna dan tepat sasaran.

4.2.3 Bagi masyarakat

Diharapkan masyarakat dapat lebih peka dan ikut serta terhadap program-program yang

dibuat oleh pemerintah maupun BPJS terkait kesehatan untuk dapat meningkatkan derajat

kesehatan yang adil dan merata.


DAFTAR PUSTAKA

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan sosial sebagai Kebijakan publik. Bandung:Alfabeta

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Jakarta : Buju Kita

Perundang- undangan

Undang -Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang SJSN

Undang -Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan PP 28/2003 tentang

subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNS dan

penerima pensiun.

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara setiap Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial.

Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi

administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang, selain

pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan

sosial.

Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2013 tentang tatacara pengelolaan aset jaminan

soaial kesehatan.

Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang perubahan atas perpres no. 12 Tahun

2013 tentang jaminan kesehatan.

Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan program

jaminan sosial.
Peraturan Presiden No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan

program jaminan sosial.

Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu berkaitan

dengan kegiatan operasional kementerian pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.

Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tugas “Kebijakan Bpjs
Terkait Infinity Finger (Infinity One) Di Rumah Sakit” dalam rangka memenuhi tugas mata
Kebijakan Kesehatan pada semester 3 program magister ilmu keperawatan Universitas
Sumatra Utara.

Tugas yang telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyelesaian tugas ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, perlua adanya saran
dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki tugas ini.

Akhir kata kami berharap semoga tugas ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Penulis,

KELOMPOK 5
Tugas Kelompok Kebijakan
”PENERAPAN KEBIJAKAN BPJS TERKAIT INFINITY FINGER
(INFINITY ONE) DI RUMAH SAKIT”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

1. ROTUA ELVINA PAKPAHAN NIM. 167046037


2. HOTMARINA LUMBAN GAOL NIM. 1670460 38
3. ELVIPSON SINAGA NIM. 167046039
4. TEORIDA LAIA NIM. 167046040
5. MAYA ARDILLA SIREGAR NIM. 167046041
6. IRWAN AGUSTIAN NIM. 167046042
7. MUTHIA DELIANA NIM. 167046044
8. LINA BERLIANA TOGATOROP NIM. 167046046
9. ANDRIANI MEI ASTUTI NIM. 167046047
10. SITI CAHAYA MELIZA NIM. 167046048

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Anda mungkin juga menyukai