Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Pangan sangat
penting untuk kehidupan manusia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk
maka kebutuhan akan pangan pun semakin meningkat. Untuk itu maka
manusia mengembangkan teknologi pangan untuk meningkatkan produksi
pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang semakin meningkat.
Pangan untuk memenuhi kebutuhan pokok haruslah yang menyehatkan.
Pangan yang menyehatkan tidak boleh mengandung bahan-bahanatau
cemaran yang dapat membahayakan kesehatan termasuk Bahan Tambahan
Pangan (BTP) yang terlarang dan mikroba penyebab penyakit atau toksinnya,
tetapi sebaliknya mengandung senyawa-senyawa yang mendukung kesehatan
(Niswa C, dkk. 2016).
Penggunaan bahan tambahan kimia khususnya formalin dalam pangan
perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Formalin
adalah salah satu zat tambahan yang dilarang dalam makanan. Penggunaan
formalin pada makanan tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan
keracunan pada tubuh manusia (Niswa C, dkk. 2016).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum
ambang batas aman didalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila formalin
masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat mengakibatkan
gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan
tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek, dan dalam
jangka panjang, baik melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan (Faradila,
dkk. 2014).
Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan telah lama dilarang
oleh pemerintah, hal ini dinyatakan pada Permenkes RI No.1168/Menkes/
Per/X/1999. Namun tetap saja masih dijumpai produsen dan pedagang yang
mencampurkan formalin pada ikan asin maupun ikan segar. Formalin yang
masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan keracunan dengan gejala: sakit
perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, depresi susunan syaraf
dan gangguan peredaran darah (Ane L. R, dkk. 2016).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dilakukan pemeriksaan formalin pada
beberapa bahan makanan yaitu batagor, bakso, somay, ikan asin, tahu, tempe,
nugget, dan mie menggunakan metode analisis secara kualitatif yang dilihat
berdasarkan adanya perubahan warna saat ditambahkan dengan reagen uji
formalin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan formalin secara kualitatif ?
2. Faktor yng mempengaruhi pemeriksaan formalin ?
1.3 Tujuan Praktikum
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan formalin secara kualitatif ?
2. Faktor yng mempengaruhi pemeriksaan formalin ?
1.4 Manfaat
Agar mahasiswa terampil dalam pemeriksaan formalin pada sampel
berdasarkan metode yang ditentukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari karena masyarakat memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk
masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman, lebih bermutu dan bergizi
untuk dikonsumsi. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi
penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan dan kecerdasan masyarakat (Wulan S, R, S. 2015).
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring
dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi,
sehingga diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi,
diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan
kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologi dan toksisitas kimiawi terhadap
bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat
pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan
didistribusikan dan dikonsumsi (Wulan S, R, S. 2015).
Kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan sering berdampak pada
gangguan kesehatan, contohnya adalah kejadian keracunan pangan akibat
tidak higienisnya proses pengolahan sampai dengan penyajiannya dan
penggunaan bahan kimia berbahaya yang berisiko menimbulkan penyakit
degeneratif, kanker bahkan kematian (Wulan S, R, S. 2015).
2.2 Zat Kimia Berbahaya pada Makanan
Untuk mempertahankan hidupnya, manusia tidak lepas dari makanan.
Namun untuk saat ini makanan yang banyak dikonsumsi terkadang justru
membahayakan kesehatan yang mengonsumsinya hal ini disebabkan oleh
berbagai zat aditif buatan yang terkandung didalamnya. Zat aditif pada
makanan adalah zat yang ditambahkan dan dicampurkan dalam pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu, lebih menarik dengan rasa yang enak,
rupa dan konsentrasinya baik serta awet maka perlu ditambahkan bahan
makanan atau dikenal dengan nama lain “food additive”. Jenis-jenis zat aditif
antara lain pewarna, penyedap rasa, penambah aroma, pemanis, pengawet,
pengemulsi dan pemutih. Zat aditif pada makanan ada yang alami dan ada
yang buatan (sintetik). Untuk zat aditif alami tidak banyak menyebabkan efek
samping sedangkan Semua bahan kimia jika digunakan atau dikonsumsi
secara berlebih pada umumnya bersifat racun bagi manusia. Diantara zat kimia
berbahaya dalam makanan ialah zat pengawet (Mudzkirah I, 2016).
Pengawet adalah bahan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan
mikroorganisme. Zat pengawet dimaksudkan untuk memperlambat oksidasi
yang dapat merusak makanan. Ada dua jenis pengawet makanan yaitu alami
dan sintetik (buatan). Pengawet yang paling aman adalah bahan-bahan alam,
misalnya asam cuka (untuk acar), gula (untuk manisan), dan garam (untuk
asinan ikan/telur). Selain itu beberapa bahan alam misalnya saja penambahan
air jeruk atau air garam yang dapat digunakan untuk menghambat terjadinya
proses reaksi waktu coklat (browing reaction) pada buah apel. Maksud dan
tujuan dari pada penggunaan bahan pengawet makanan adalah untuk
memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan
makanan (Mudzkirah I, 2016).
2.2.1 Fungsi pengawet
Menurut Mudzkirah I, 2016. Fungsi pengawet yaitu:
a. Mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan
waktu.
b. Menjaga kualitas yang memadai.
c. Sebagai penambah daya tarik makanan.
2.2.2 Jenis bahan pengawet
Menurut Mudzkirah I, 2016. Jenis bahan pengawet yaitu:
a. GRAS (General Recognized as Safe) bersifat alami, aman, dan tidak
menimbulkan efek racun.
b. ADI (Accpeptabel Daily Intake) ditetapkan batas penggunaanya untuk
melindungi konsumen.
c. Zat yang tidak layak untuk dikonsumsi contoh: boraks, formalin, dan
rhodamin.
2.2.3 Bahan pengawet yang aman digunakan
Menurut Mudzkirah I, 2016. Bahan pengawet yang aman digunakan
yaitu:
a. Kalisum benzoate Pengawet ini bisa menghambat pertumbuhan
bakteri penghasil racun, bakteri spora, dan bkateri bukan pembusuk,
Bahan ini menimbulkan kesan aroma fenol, Bahan pengawet ini
digunakan untuk mengawetkan minuman 28 ringan, minuman anggur,
saus sari buah, siro, dan ikan asin. Dampak negatif dari bahan ini
adalah menimbulkan asma bagi penderitannya.
b. Sulfur dioksida (so2) Digunakan pada sari buah, buah kering, sirop,
dan acar. Bahan ini berisiko menyebabkan perlukaan lambung,
mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker, dan alergi.
c. Kalium nitrit Bahan ini berwarna putih dan kuning, yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam
waktu singkat. Efek samping dari bahan ini adalah kesulitan bernafas,
sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah–muntah.
d. Kalsium propionat/natrium propionat Keduannya termasuk golongan
asam propionat, yang digunakan untuk mencegah jamur atau kapang.
Bahan ini menyebabkan migren, kelelahan, dan insomnia.
e. Natrium metasulfat Digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan ini
menyebakan alergi pada kulit.
f. Asam sorbet digunakan pada prduk jeruk, keju, salad buah, dan produk
minuman. Bahan ini bisa menyebabkan perlukaan kulit.
2.3 Definisi Formalin
Bahan pengawet formalin adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian
lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan
tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah
rusak, atau makanan yang disukai oleh bakteri atau jamur sebagai media
pertumbuhan, misalnya pada ikan asin, ikan segar, daging, dan lain-lain.
Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu
menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan
bahan makanan dari proses pembusukan. 10 Formaldehida merupakan
tambahan kimia yang efisien, tetapi dilarang ditambahkan pada bahan pangan
(makanan) (Suhada, 2017).
Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang
formalin, formol, atau mikrobisida dengan rumus molekul O mengandung kira-
kira 37 % gas formaldehida dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol
untuk menghindari folimerasi. Formalin merupakan cairan jernih yang tidak
berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya
merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar.
Bobot tiap milliliter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak tercampur dalam kloroform dan eter (Suhada, 2017).
Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi
pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hydrogen molekul air.
Formalin bersifat bakteriosidal yang mampu membunuh semua mikrobia
termasuk bakteri oleh karena itu formalin sering digunakan sebagai zat
pengawet makanan bahkan mayat. Formalin dapat merusak pertumbuhan dan
pembelahan sel sehingga menimbulkan kerusakan struktur jaringan tubuh
hingga memicu timbulnya kanker. Sifat antimicrobial dari formaldehida
merupakan hasil dari kamampuannya menginaktivasi protein dengan cara
mengkondensasi dengan amino bebas dalam protein menjadi campuran lain.
Kemampuan dari formaldehida meningkat seiring dengan peningkatan suhu.
Mekanisme formalin sebagai pengaawet adalah jika formaldehida bereaksi
dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang
berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat
larut. Formaldehida mungkin berkombinasi dengan asam amino bebas dari
protein pada sel protoplasma, merusak nucleus, dan mengkoagulasi protein.
Formaldehid dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein, yang
pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi dari lisin di antara
gugus-gugus polar dari peptidanya (Suhada, 2017).
Menurut Efendi, formalin adalah larutan formaldehida (30-40 %) dalam air
dan merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehida dengan
rumus kimia CH ଶ O. 14 Dalam tubuh manusia terutama di hati dan sel darah
merah, formaldehida dikonversi menjadi asam formiat yang meningkatkan
keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, koma,
atau kematian. Formaldehida juga bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh
protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Efek samping
penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya
terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan
formalin dengan dosis tinggi. Kontaminasi formalin dalam bahan makanan
sangat membahayakan bagi tubuh. Formalin dalam makanan dapat
menimbulkan efek bagi kesehatan. Bahaya formalin dalam jangka pendek
(akut) adalah apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa
terbakar, sakit jika menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi
pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah
rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Efek dari formalin juga dapat
menjadi karsinogenik (menahun) menyebabkan terjadinya kerusakan hati,
limpa, pankreas, susunan syaraf pusat, ginjal, kanker dan berujung pada
kematian (Suhada, 2017).
2.4 Kegunaan Formalin
Menurut Wulan S, R, S. 2015. Karena kemampuannya menghambat
pertumbuhan mikroba, maka formalin dapat digunakan sebagai :
2.4.1 Desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus,
meskipun kurang efektif melawan spora bakteri.
2.4.2 Pembasmi atau pembunuh kuman sehingga dapat dimanfaatkan untuk
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian dan pembasmi lalat dan
berbagai serangga lain.
2.4.3 Pengeras lapisan gelatin dan kertas.
2.4.4 Pengawet poduk kosmetika dan pengeras kuku, sebagai antiseptik untuk
mensterilkan peralatan kedokteran.
2.4.5 Sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran.
2.4.6 Mengawetkan spesimen biologi, termasuk mayat dan kulit.
2.5 Efek Toksik Formalin
Menurut Suhada, 2017. Efek Toksik Formalin yaitu :
2.5.1 Efek akut penggunanaan formalin adalah
a. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk
menelan.
b. Mual, muntah dan diare.
c. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat.
d. Sakit kepala dan hipotensi (tekanan darah rendah).
e. Kejang, tidak sadar hingga koma.
f. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta sistem susunan
saraf pusat dan ginjal.
2.5.2 Efek kronis akibat penggunaan formalin adalah
a. Iritasi pada saluran pernapasan.
b. Muntah-muntah dan kepala pusing.
c. Rasa terbakar pada tenggorokan.
d. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.
e. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker.
2.6 Ciri-ciri Kandungan Formalin pada Bahan Makanan
Menurut Suhada, 2017. Ciri-ciri kandungan formalin pada bahan makanan
yaitu :
2.6.1 Bakmi basah
a. Bau formalin agak menyengat
b. Tidak dikerubungi lalat
c. Tekstur mi lebih kenyal
d. Terlihat lebih cerah.
2.6.2 Bakso
a. Tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar (25° C)
b. Teksturnya sangat kenyal dan tidak dikerubungi lalat.
2.6.3 Tahu
a. Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25° C) dan bertahan lebih
dari 15 hari dalam lemari es (suhu 10° C).
b. Tekstur keras tetapi tidak padat.
c. Terasa kenyal jika ditelan, sedangkan tahu tanpa formalin biasanya
mudah hancur.
d. Bau formalin agak menyengat.
e. Tidak dikerubungi lalat.
2.6.4 Tempe
a. Tekstur Tempe cenderung lebih keras dari tempe biasa .
b. Tidak tercium bau kedelai.
c. Tidak dikerubungi oleh lalat.
d. Cenderung berbau bahan kimia.
e. Bertahan lebih lama.
2.6.5 Nuget
a. Tidak mudah hancur apabila ditekan.
b. Bisa tahan sampai 4 hari lebih,
c. Warna nugget sangat mencolok disebabkan pewarna tekstil.
2.6.6 Siomay
a. Lebih bertahan lama.
b. Kenyal.
c. Memiliki bau yang tajam.
d. Tidak mudah membusuk.
2.6.7 Ikan Asin
a. Tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (25° C)
b. Tampak bersih dan cerah
c. Tidak berbau khas ikan asin
d. Tekstur ikan asin keras, bagian luar kering tetapi bagian dalamnya
basah
e. Tidak dikerubungi lalat dan baunya hamper netral (hampir tidak lagi
berbau amis).
2.6.8 Batagor
a. Tidak mudah rusak.
b. Tidak dikerubungi lalat.
c. Kenyal.
d. Dapat bertahan lama.
2.7 Definisi Sampel yang diujikan
2.7.1 Tahu dan Tempe
Tahu dan Tempe dibuat dari kedelai yang merupakan sumber
makanan dengan kandungan protein tinggi, dalam 100 gr tahu
mengandung 68 gr kalori, protein 7,8 gr, lemak 4,6 gr, karbohidrat 1,6 gr,
kalsium 124 gr, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06 mg, dan air 84,8
gr. Tahu diperoleh melalui proses pengumpalan (pengendapan) protein
susu kedelai, bahan yang digunakan adalah batu tahu (CaSO 4), Asam cuka
(CH3COOH) dan MgSO4. Secara umum proses pembuatan tahu meliputi,
perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, pengumpalan,
pencetakan/pengerasan dan pemotongan. Dalam pengolahan tahu
biasanya produsen menggunakan formalin sebagai pengawet agar
produksinya dapat bertahan lama dan dapat disimpan jika tidak habis
terjual oleh para pedagang tahu di pasaran. Tahu yang berformalin
mempunyai ciri-ciri antara lain tekstur kenyal, tidak padat tetapi tidak
mudah hancur; awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15
hari dalam lemari es; dan aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0
ppm) (Sikanna R, 2016).
2.7.2 Bakso/Siomay/Batagor
Bakso/Siomay/Batagor adalah produk pangan yang terbuat dari
bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan
lainnya, dibentuk bulat-bulatan, dan selanjutnya direbus. Berbeda
dengan sosis, Bakso/Siomay/Batagor dibuat tanpa mengalami proses
curing, pembungkusan, maupun pengasapan. Bakso/Siomay/Batagor
yang beredar di pasaran ada beberaapa jenis antara lain bakso ikan,
bakso ayam dan bakso sapi. Kualitas Bakso/Siomay/Batagor yang disukai
konsumen dilihat dari tekstur warna, dan rasa. Tekstur yang biasanya
disukai adalah yang halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus dimana
permukaan irisannya rata, seragam, dan serat dagingnya tidak tampak.
Kekenyalan Bakso/Siomay/Batagor dapat ditentukan dengan melempar
kepermukaan meja dan lantai, dimana Bakso/Siomay/Batagor yang
kenyal akan memantul, sedangkan keempukan diukur dengan cara
digigit, dimana bakso yang empuk akan mudah pecah. Bahan-bahan baku
Bakso/Siomay/Batagor terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku
tambahan.
Bahan utamanya adalah daging, sedangkan bahan tambahannya
adalah bahan pengisi, garam, penyedap dan es atau air es. Proses
pembuatan Bakso/Siomay/Batagor sebagai berikut:
a. Bahan daging yang digunakan harus daging segar yaitu daging yang
diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses
penyimpanan atau pelayuan.
b. Komponen daging yang terpenting dalam pembuatan
Bakso/Siomay/Batagor adalah protein. Protein daging berperan
dalam pengikatan hancuran daging selama 31 pemasakan dan
pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk, kompak dan
kenyal.
c. Bahan tambahan atau bahan pengisi yang biasa digunakan adalah
tepung pati, misalnya tepung tapioka dan tepung pati aren. Bahan
pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, sedangkan
kandungan proteinnya rendah. Bahan tersebut tidak dapat
mengemulsikan lemak tetapi memiliki kemampuan dalam mengikat
air.
d. Garam dapur dan MSG (monosodium glutamat) sama-sama memiliki
fungsi sebagai pemberi rasa pada produk bakso. Perbedaannya, garam
dapur selain memberi rasa juga berfungsi sebagai pelarut protein,
pengawet, dan meningkatkan daya ikat air dari protein daging.
Pemakaian garam dalam pembuatan bakso berkisar antara 5-10 %
dari berat daging. Sedangkan penambahan MSG umumnya berkisar
antara 1-2,5 % dari berat daging.
e. Tekstur dan keempukan produk bakso dipengaruhi oleh kandungan
airnya. Penmbahan air pada adonan Bakso/Siomay/Batagor diberikan
dalam bentuk es batu dan air es, supaya suhu adonan selama
penggilingan tetap rendah. Dalam adonan, air berfungsi melarutkan
garam dan menyebarkannya secara merata ke seluruh bagian masa
daging, memudahkan ekstraksi protein dari daging dan membantu
dalam pembentukan emulsi. Air ditambahkan sampai adonan
mencapai tekstur yang dikehendaki.
2.7.3 Ikan Asin
Ikan merupakan salah satu jenis bahan yang mempunyai nilai gizi
yang tinggi dan sangat penting bagi manusia serta merupakan sumber
protein yang harganya relatif murah, namun ikan merupakan komoditas
yang sangat mudah busuk dan produksinya musiman (terutama ikan
laut). Sehingga perlu penanganan dan pengelolahan yang baik.
Pengelolahan ikan yang banyak di Indonesia masih secara tradisional
yang antara lain terdiri dari penggraman, pengasapan, pemindangan dan
fermentasi. Proses pengolahan ikan dengan penggaraman menghasilkan
produk berupa ikan asin. Produk ikan asin ini banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Alasan masyarakat mengkonsumsi ikan asin adalah
harganya terjangkau, lebih awet atau tahan lama, mudah didapat dan
kandungan gizi yang cukup baik yaitu dalam 100 gr mengandung energi
sebesar 198 kkal, protein 42% dan lemak 1,50 %, kalsium dan fosfor,
selain itu ikan asin memiliki rasa dan aroma yang khas (Hastuti, 2010).
Pengasinan merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan
hasil tangkapan nelayan. Dengan penggaraman, proses pembusukan
dapat dihambat sehingga ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan
garam sebagai bahan pengawet terutama diandalkan pada
kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan enzim
penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan Penggunaan
bahan tambahan kimia khususnya formalin dalam pangan perlu
diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen.
Penggunaan formalin pada makanan tidak diperbolehkan karena dapat
menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala keracunan formalin
yang dapat dilihat antara lain adalah: mual, sakit perut yang akut disertai
muntah-muntah, diare berdarah, timbulnya depresi susunan syaraf dan
gangguan peredaran darah. Formalin pada dosis rendah dapat
menyebabkan sakit perut akut disertai muntah- muntah, timbulnya
depresi susunan syaraf serta terganggunya peredaran darah. Pada dosis
tinggi, formalin dapat menyebabkan diare berdarah, kencing darah,
muntah darah dan akhirnya menyebabkan kematian (Niswa C, dkk.
2016).
2.7.4 Mie
Mie basah adalah salah satu bentuk olahan dari tepung terigu, yang
dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk pipih atau bulat panjang,
berwarna kuning muda, dan kenyal.Mie basah adalah bakmi yang tidak
dikeringkan dalam penyimpanannya, sehingga kadar air yang terkandung
di dalamnya relatif tinggi. Adanya air sebagai salah satu syarat media
tumbuh mikroorganisme, menjadikan mie basah relatif lebih mudah
rusak dibandingkan dengan bakmi kering. Sehinngga keamanan mie
basah penting diperhatikan. Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat
dimana makanan bukan hanya harus memilik gizi yang tinggi, tetapi juga
harus bebas dari bahan kimia berbahaya seperti pengawet berbahaya.
Salah satu contoh pengawet berbahaya adalah formalin. Formalin
merupakan pengawet yang biasa digunakan sebagai antibakteri atau
pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal,
gudang dan pakaian. Adanya formalin dalam makanan tersebut dapat
memberikan dampak buruk terhadap kesehatan. Pengkonsumsian
formalin dalam jumlah besar maupun berulang-ulang dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi hidung, iritasi pada mata,
iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati. Oleh
karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap terhadap makanan yang
dicurigai mengandung formaldehid (Saputro N,E. 2012).
2.8 Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan penilaian mutu produk berdasarkan panca
indera manusia melalui syaraf sensorik. Penilaian dengan indera banyak
digunakan untuk menilai mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian
dan makanan. Salah satu cara pengujian organoleptik adalah dengan
menggunakan uji hedonic. Uji hedonic merupakan penilaian panelis mengenai
suka atau tidak suka, menerima atau tidak menerima suatu produ yang diuji
(Ichya’uddin M, 2014).
Menurut Ichya’uddin M, 2014. Criteria yang biasa digunakan dalam
penilaian organoleptik yaitu rasa, warna, bau, aroma dan tekstur.
2.8.1 Warna
Warna suatu bahan pangan mempunyai peranan penting dalam
penentuan mutu serta mempunyai daya tarik. Warna pada poduk
makanan tertentu merupakan factor penentu kerusakan serta petunjuk
tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan.
2.8.2 Aroma
Aroma produk daging olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama, dan
suhu pemasakan, selain itu aroma produk olahan dapat juga dipengaruhi
oleh bahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan
terutama bumbunya.
2.8.3 Tekstur
Tekstur merupakan halus atau tidknya suatu bahan pada saat
disentuh. Aspek yng dinilai yaitu halus atau kasar produk yang
dihasilkan. Tekstur dari suatu bahan pangan dapat dipengaruhi oleh
kadar air, kandungan lemak, serta jenis dan jumlah karbohidrat.
2.8.4 Penampakan Umum
Penampakan umum merupakan kesimpulan dari beberapa factor yang
mempengaruhi dan sulit dipisahkan satu sama lain, seperti aroma,
warna, bau, rasa dan tekstur.
2.9 Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan
Menurut Ichya’uddin M, 2014. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan yaitu :
2.9.1 Kualitas reagen yang digunakan saat pengujian.
2.9.2 Tidak tepatnya saat pemipetan larutan atau sampel pengujian.
2.9.3 Suhu ruangan.
2.9.4 Tempat pengujian yang kurang steril.
2.9.5 Serta alat-alat yang digunakan tidak dikalibrasi terlebih dahulu.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum Analisis Zat Asing (Formaldehida) pada Bahan
Makanan pada tanggal 03 Mei 2019 bertempat di Laboratorium Farmakologi
Stikes Bina Mandiri Gorontalo.
3.2 Metode
Analisis Kualitatif
3.3 Prinsip
Sampel direaksikan dengan larutan kalium permanganate 0,1 Makan
membentuk warna dari ungu menjadi bening setelah didiamkan selama 30
menit.
3.4 Pra Analitik
Alat dn bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu beaker glass ,
batang pengaduk, lumping, alu, tabung reaksi, rak tabung, erlemneyer,
aquadeat, KMnO40,1M, ikan asin, nugget, siomay, bakso, batagor, tahu, tempe,
dan mie.
3.5 Analitik
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Sampel dialuskan dan homogenkan dengan aquadest 20ml yang telah
didihkan selama 20 menit.
3. Ambil filtrate sebanyak 2 ml kedalam tabung menggunakan pipet Pasteur
dengan 3 kali ulangan.
4. Tambahkan KMnO4 0,1 M 1 tetes pada masing-masing tabung reaksi.
5. Homogenkan dan diamkan selama ±30 menit.
6 Amati perubahan warna yang terjadi.
3.6 Pasca Analitik
3.6.1 Positif : Sampel mengandung formalin jika direaksikan dengan KMnO 4
0,1 M akan membentuk warna dari ungu kembali kewarna
dasar sampel.
3.6.2 Negatif : Sampel tidak mengandung formalin jika direaksikan dengan
KMnO4 0,1 M tidak kembali kewarna dasar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat pada praktikum kali ini yaitu :
No Sampel Reagen Hasil Keterangan
1. Batagor KMnO4 Neg (-) Tidak mengandung
formalin karena saat
direaksikan dengan
KMnO4 tidak terjadi
perubahan warna
menjadi warna dasar
sampel.
2. Bakso KMnO4 Neg (-) Tidak mengandung
formalin karena saat
direaksikan dengan
KMnO4 tidak terjadi
perubahan warna
menjadi warna dasar
sampel.
3. Siomay KmnO4 Neg (-) Tidak mengandung
formalin karena saat
direaksikan dengan
KMnO4 tidak terjadi
perubahan warna
menjadi warna dasar
sampel.
4. Ikan Asin KmnO4 Pos (+) Mengandung formalin
karena saat direaksikan
dengan KMnO4 terjadi
perubahan warna dari
ungu menjadi warna
dasar sampel.
5. Tahu KMnO4 Pos (+) Mengandung formalin
karena saat direaksikan
dengan KMnO4 terjadi
perubahan warna dari
ungu menjadi warna
dasar sampel.
6. Tempe KMnO4 Neg (-) Tidak mengandung
formalin karena saat
direaksikan dengan
KMnO4 tidak terjadi
perubahan warna
menjadi warna dasar
sampel.
7. Nugget KMnO4 Neg (-) Tidak mengandung
formalin karena saat
direaksikan dengan
KMnO4 tidak terjadi
perubahan warna
menjadi warna dasar
sampel.
8. Mie KMnO4 Pos (+) Mengandung formalin
karena saat direaksikan
dengan KMnO4 terjadi
perubahan warna dari
ungu menjadi warna
dasar sampel.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan analisis formaldehid
4.2 Pembahasan
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk. Formalin adalah larutan formaldehida
(30-40 %) dalam air dan merupakan anggota paling sederhana. Dalam tubuh
manusia terutama di hati dan sel darah merah, formaldehida dikonversi
menjadi asam formiat yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas
menjadi pendek dan sering, hipotermia, koma, atau kematian.
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan zat asing (formaldehid)
pada bahan makanan dengan menggunakan sampel batagor, siomay, bakso,
tahu, tempe, ikan asin, nugget, dan mie. Beberapa diantara sampel yang
dilakukan pengujian 3 diantaranya positif mengandung formalin yaitu ikan
asin, tahu, dan mie. Hal ini berdasarkan prinsip pemeriksaan formalin yaitu
sampel mengandung formalin jika direaksikan dengan KMnO 4 akan
membentuk warna dari ungu menjadi warna dasar sampel. Masing-masing
sampel dilakukan 3 kali pengulangan hal ini dikarenakan untuk melihat
adanya perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel secara
bertahap agar diperoleh hasil yang akurat. Pada sampel ikan asin sampel awal
berwarna kecoklatan sedangkan setelah sampel direaksikan dengan KMnO 4
dan didiamkan selam ±30 menit sampel berubah kewarna dasar baik pada
tabung I, II, dan III. Pada sampel tahu warna awal sampel berwarna putih
setelah sampel direaksikan dengan KMnO4 dan didiamkan selam ±30 menit
sampel berubah kewarna dasar baik pada tabung I, II, dan III dan terbentuk
endapan pada masing-masing tabung, hal ini dikarenakan tidak dilakukan
penyaringan sebelum pemeriksaan. Pada sampel mie warna awal sampel
berwarna putih kekuningan setelah sampel direaksikan dengan KMnO 4 dan
didiamkan selam ±30 menit sampel berubah kewarna dasar tabung I berwarna
kekuningan, tabung II berwarna putih, tabung III seperti warna dasar yaitu
putih kekuningan. Masing-masing sampel didiamkan 30 menit karena selama
waktu itu sampel bereaksi dengan larutan KMnO4 untuk mengidentifikasi
adanya formalin dalam sampel yang ditandai dengan adanya perubahan
warna. Sedangkan larutan KMnO4 digunakan sebagai pereaksi karena
berfungsi untuk mengoksidasi formaldehid dalam formalin, yang ditandai
dengan hilangnya warna merah muda menjadi tidak berwarna (bening).
Hilangnya warna merah muda pada sampel mengindikasikan sampel positif
mengandung formalin. Perubahan warna yang terjadi tersebut bukan
disebabkan oleh terjadinya reaksi reduksi oksidasi larutan KMnO 4 akibat
adanya formalin dalam tahu, tetapi terjadi karena sifat KMnO 4 itu sendiri yang
mudah tereduksi baik dalam suasana asam maupun basa, sehingga terjadi
penurunan bilangan oksidasi yang dapat ditandai dengan dengan adanya
perubahan warna larutan KMnO4. Mekanisme formalin sebagai pengaawet
adalah jika formaldehida bereaksi dengan protein sehingga membentuk
rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi
tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut. Formaldehida mungkin
berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada sel protoplasma,
merusak nucleus, dan mengkoagulasi protein. Formaldehid dapat merusak
bakteri karena bakteri adalah protein, yang pertama kali diserang adalah
gugus amina pada posisi dari lisin di antara gugus-gugus polar dari
peptidanya. Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan yaitu kualitas
reagen yang digunakan saat pengujian, tidak tepatnya saat pemipetan larutan
atau sampel pengujian, suhu ruangan, tempat pengujian yang kurang steril,
serta alat-alat yang digunakan tidak dikalibrasi terlebih dahulu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemeriksaan analisis zat asing (formaldehid) pada bahan makanan dengan
menggunakan sampel batagor, siomay, bakso, tahu, tempe, ikan asin, nugget,
dan mie. Beberapa diantara sampel yang dilakukan pengujian 3 diantaranya
positif mengandung formalin yaitu ikan asin, tahu, dan mie. Masing-masing
sampel dilakukan 3 kali pengulangan hal ini dikarenakan untuk melihat
adanya perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel secara
bertahap agar diperoleh hasil yang akurat. Masing-masing sampel didiamkan
30 menit karena selama waktu itu sampel bereaksi dengan larutan KMnO 4
untuk mengidentifikasi adanya formalin dalam sampel yang ditandai dengan
adanya perubahan warna. Sedangkan larutan KMnO 4 digunakan sebagai
pereaksi karena berfungsi untuk mengoksidasi formaldehid dalam formalin,
yang ditandai dengan hilangnya warna merah muda menjadi tidak berwarna
(bening). Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan yaitu kualitas reagen
yang digunakan saat pengujian, tidak tepatnya saat pemipetan larutan atau
sampel pengujian, suhu ruangan, tempat pengujian yang kurang steril, serta
alat-alat yang digunakan tidak dikalibrasi terlebih dahulu.

5.2 Saran
Sebagai konsumen kita harus lebih pintar untuk membedakan cirri-ciri
makanan yang mengandung bahan berbahaya seperti formalin dengan cara
mencari tahu diberbagai sumber seperti internet apa saja cirri-ciri makanan
yang tidak layak konsumsi atau mengandung bahan berbahaya. Dan sebagai
petugas kesehatan bertanggung jawab memberikan edukasi kepada
masyarakat mengenai makanan yang masih layak dikonsumsi dan tidak layak
konsumsi dengan cara memberikan sosialisasi atau membagikan brosur yang
berisikan informasi tentang kesehatan baik itu makanan yang baik dan sehat,
cirri-ciri makanan yang layak makan atau tidak serta dampak yang
ditimbulkan dari formalin atau bahan kimia berbahaya lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ane L, R. Selomo M. Teda I, Y. 2016. Kandungan Formalin pada Ikan Asin yang Dijual
di Pasar Tradisional Kota Makassar Studi Kasus: Pasar Terong, Pa’baeng-baeng
dan Toddopuli. Jurnal Higiene Vol.2 No.2. Makassar : UNHAS.
Faradila. Alioes Y. Elmatris. 2014. Identifikasi Formalin pada Bakso yang Dijual
pada Beberapa Tempat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
Ichya’uddin M, 2014. Analisis kadar Formalin dan Uji Organoleptik Ikan Asin
dibeberapa Pasar Tradisional di Kabupaten Tuban. Skripsi. Malang: UIN.
Mudzkirah I, 2016. Identifikasi Penggunaan Zat Pengawet Boraks dan Formalin
pada Makanan Jajanan di Kantin Uin Alauddin Makassar Tahun 2016.
Niswa C. Pane E, R. Resanti M. 2016. Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin di
Pasar Km 5 Palembang. Jurnal Bioilmi Vol. 2, No. 2. Palembang : UIN Raden
Fatah Palembang
Saputro N,E. 2012. Uji Kualitatif Formalin dengan Metode Spektrofotometri Visibel
Pada Mie Basah di Kecamatan Sukun Kota Malang. Skripsi. Malang: UIN.
Sikanna R, 2016. Analisis Kualitatif Kandungan Formalin Pada Tahu yang dijual
dibeberapa Pasar di Kota Palu. Jurnal kovalen, 2(2):85-90. Palu : Universitas
Tadulako.
Suhada, 2017. Identifikasi Kandungan Formalin Pada Bakso Yang Beredar Di Enam
Pasar Tradisional Bandar Lampung. Skripsi. Lampung : Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung.
Wulan S, R, S. 2015. Identifikasi Formalin pada Bakso dari Pedagang Bakso di
Kecamatan Panakukkang Kota Makassar. Skripsi. Makassar: UNHAS.
LAMPIRAN

Gambar 1. Sampel Gambar 2. Hasil Gambar 3. Hasil


sebelum direaksikan pemeriksaan sampel pemeriksaan sampel
dengan KMnO4. Nugget dan Mie. Siomay dan Bakso.

Gambar 4. Hasil Gambar 5. Hasil Gambar 6. Hasil


pemeriksaan sampel pemeriksaan sampel pemeriksaan sampel
Tahu dan Tempe. Batagor. Ikan Asin.

Anda mungkin juga menyukai