Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Silvia Intan Suri S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

1. Elisa Nurul Pratiwi


2. Ghina Qatrunada
3. Putri Latifah
4. Sindi Anggraini
5. Sri Rahayu Ningsih

DIII KEPERAWATAN TK.3 B

STIKES YARSI SUMBAR

BUKITTINGGI

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnyalah makalah tentang “keperawatanjiwa” ini dapat
terselesaikan dengan baik. Meskipun masih banyak kekurangan baik dari isi,
sistematika, maupun cara penyajiannya.

Makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku


Kekerasan” ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan jiwa
bagi Semester 5 Program Studi DIII Keperawatan di STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Ns. Silvia Intan Suri S.Kep,
M.Kep selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan jiwa ini. Serta bagi
semua pihak yang turut mendukung dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam


mempelajari materi tentang “keperawatan jiwa”. Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan peneliti lain yang akan menulis tentang tema yang sama, khususnya
bagi kami sendiri sebagai penyusun.

Bukittinggi, 26 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3


2.1 Defenisi ................................................................................................ 3
2.2 Faktor prediposisi ................................................................................. 3
2.3 Faktor predipitasi ................................................................................. 6
2.4 Tanda dan gejala ................................................................................. 6
2.5 Mekanisme terjadinya perilaku kekerasan ........................................... 8
2.6 Akep perilaku kekerasan ..................................................................... 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 24


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 24
3.2 Saran ..................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat
masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, dan industri.
Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif,
kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan (Mardjono, 1992 dalam Hawari,
2007). Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan
tersebut dalam arti ketidakmampuan secara invaliditas baik secara individu
maupun kelompok akan menghambat pembangunan karena mereka tidak
produktif dan tidak efisien (Setyonegoro, 1992 dalam Hawari, 2007).
Prevalensi gagguan jiwa pada populasi penduduk dunia menurut
World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data
gangguan mental sebesar 450 juta orang, 12% tahun 2001 meningkat
menjadi 13%, dan diprediksi pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan
pada negara-negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Hasil laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk
menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional
pada penduduk Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun sebesar
11,6%.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan
Sundeen (2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu defenisi perilaku kekerasan ?

1
2. Bagaiman faktor prediposisi perilaku kekerasan ?
3. Bagaimana faktor predipitasi perilaku kekerasan ?
4. Apa saja tanda dan gejala perilaku kekerasan ?
5. Apa saja mekanisme terjadinya perilaku kekerasan ?
6. Bagaimana Akep perilaku kekerasan ?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu membahas asuhan
keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan secara
komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio dan spritual berdasarkan
ilmu dan kiat keperawatan melalui proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui defenisi perilaku kekerasan
b. Mengetahui faktor prediposisi perilaku kekerasan
c. Mengetahui faktor predipitasi perilaku kekerasan
d. Mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
e. Mengetahui mekanisme terjadinya perilaku kekerasan
f. Mengetahui Akep perilaku kekerasan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen
(2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat.Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan
atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).

2.2 Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (2005) adalah:

3
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif.Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan

4
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya.Perilaku agresif dan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan
rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut

5
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2.3 Faktor Presipitasi


Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

2.4 Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku

6
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri, pengasingan

7
2) Penolakan
3) Kekerasan
4) Ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.

2.5 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan


Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor
yang berasal dari internal atau eksternal.Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari
lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya.
Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang
diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah.Kemarahan yang diekspresikan dengan
kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).

8
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif.
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara
lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka

9
kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan
tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:

Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi

10
2.6 ASKEP PERILAKU KEKERASAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
2. Keluhan utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah
ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah,

11
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarahpada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa
kerumah sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data
perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain

12
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.

B. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DS: Klien mengatakan benci perilaku kekerasan
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jikasedang kesal
atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras, pandangan tajam

DS : Klien mengatakan benci Risiko tinggi mencederai orang lain


atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jikasedang kesal
atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras, pandangan tajam
DS: klien merasa tidak Gangguan konsep diri: harga diri rendah
berguna, merasa kosong
DO: kehilangan minat
melakukan aktivitas

13
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai orang lain berhubunagan dengan perilaku
kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

D. Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
a. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien
dirumah.
Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/ orang lain.
4. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
d. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah.
5. Buat perawatan lanjutan
a. Buat perencanaan pulang bersama keluarga

14
b. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
NO Diagnosis Perencanaan Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
1Resiko TUM:
mencederai Klien tidak
diri b.d mencederai diri
perilaku sendiri 1.1 Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam atau panggil nama
kekerasan TUK: 1.2 Klien mau menjabat tangan 1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1. Klien dapat 1.3 Klien mau menyebutkan 1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
membina nama 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
hubungan saling 1.4 Klien mau tersenyum 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
percaya 1.5 Klien mau kontak mata 1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
1.6 Klien mau mengetahui nama
perawat

15
2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
mengidentifikasi perasaannya 2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan
penyebab 2.2 Klien dapat mengungkapkan jengkel atau kesal
perilaku perasaan jengkel ataupun
kekerasan kesal

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat mengungkapkan 3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
mengidentifikasi perasaan saat marah atau dirasakannya saat jengkel atau marah
tanda dan gejala jengkel 3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
perilaku 3.2 Klien dapat menyimpulkan klien
kekerasan tanda dan gejala jengkel atau 3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialaminya kesal yang dialami klien
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat mengungkapkan 4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa kekeraan yang biasa dilakukan klien
perilaku dilakukan 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
kekerasan yang 4.2 Klien dapatbermain peran yang biasa dilakukan
biasa dilakukan sesuai perilaku kekerasan 4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien
yang biasa dilakukan lakukan masalahnya selesai
4.3 Klien dapat menngetahui cara
yang biasa dilakukan untuk

16
menyelesaikan masalah

5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat dari cara yang dilakukan klien
akibat perilaku digunakan klien: 5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
kekerasan a. akibat pada klien sendiri, dilakukan klien
b. akibat pada orang lain, 5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara
c. akibat pada lingkungan baru yang sehat
6. Klien dapat 6.1 klien dapat menyebutkan 1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
mendemonstrasi contoh pencegahan perilaku 1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
kan cara fisik kekerasan secara fisik: tarik klien
untuk mencegah napas dalam, pukul kasur, dan 1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk
perilaku bantal mencegah perilaku kekerasan
kekerasan 6.2 klien dapat 6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
mendemonstrasikan cara fisik klien
untuk mencegah perilaku 6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
kekerasan 6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
6.3 Klien mempunyai jadwak sebanyak 5 kali
untuk melatih cara 6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
pencegahan fisik yang telah mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
dipelajari sebelumnya 6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai

17
6.4 Klien mengevaluasi 6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
kemampuannya dalam yang akan dilakukan sendiri oleh klien
melakukan cara fisik sesuai 6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
jadwal yang disusun dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah
7. Klien dapat 7.1 Klien dapat menyebutkan cara 7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasi bicara yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
kan cara social mencegah perilaku kekerasan d. Meminta dengan baik
untuk mencegah a. Meminta dengan baik e. Menolak dengan baik
perilaku b. Menolak dengan baik f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
kekerasan c. Mengungkapkan perasaan 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
dengan baik a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
7.2 Klien dapat makanan”
mendemonstrasikan cara b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
verbal yang baik melakukannya karena ada kegiatan lain.
7.3 Klien mumpunyai jadwal c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal

18
untuk melatih cara bicara karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
yang baik nada suara yang rendah.
7.4 Klien melakukan evaluasi 7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
terhadap kemampuan cara 7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
bicara yang sesuai dengan 7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi
jadwal yang telah disusun cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya :
meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara
yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal
kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”

19
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat menyebutkan 8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
mendemonstrasi kegiatan yang biasa dilakukan dilakukan
kan cara 8.2 Klien dapat 8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
spiritual untuk mendemonstrasikan cara dilakukan di ruang rawat
mencegah ibadah yang dipilih 8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
perilaku 8.3 Klien mempunyai jadwal dilakukan
kekerasan untuk melatih kegiatan ibadah 8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
8.4 Klien melakukan evaluasi dipilih
terhadap kemampuan 8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
melakukan kegiatan ibadah 8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan
marah berkurang

20
9. Klien dapat 9.1 Klien dapat menyebutkan 9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasi jenis, dosis, dan waktu minum diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum
kan kepatuhan obat serta manfaat dari obat obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum
minum obat itu (prinsip 5 benar: benar obat.
untuk mencegah orang, obat, dosis, waktu dan 9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
perilaku cara pemberian) secara teratur :
kekerasan 9.2 Klien mendemonstrasikan a. Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
kepatuhan minum obat sesuai minum obat
jadwal yang ditetapkan b.Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
9.3 Klien mengevaluasi c. Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
kemampuannya dalam teratur, misalnya, penyakit kambuh
mematuhi minum obat 9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
a. Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b.Klien memeriksa obat susuai dosis
c. Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien

21
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”
10. Klien dapat 10.1 Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi
mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan persepsi pencegahan perilaku kekerasan
stimulasi persepsi perilaku kekerasan 10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
pencegahan 10.2 Klien mempunyai jadwal perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
perilaku TAK : stimulasi persepsi 10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama
kekerasan pencegahan perilaku TAK
kekerasan 10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan
10.3 Klien melakukan evaluasi TAK da beri pujian atas keberhasilannya
terhadap pelaksanaan TAK 10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”
11. Klien 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat

22
mendapatkan mendemonstrasikan cara klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga
dukungan merawat klien terhadap klien selama ini
keluarga dalam 11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
melakukan cara merawat klien
pencegahan 11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
perilaku a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
kekerasan secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien
selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah
pulang ke rumah.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (2005), perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kamibuat yaitu untuk lebih
memperdalam lagi tentang asuhan keperawatan dengan resiko perilaku kekerasan
dan perilaku kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih banyak
kekurangannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anna , budi. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC

Anna , budi. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic course).jakarta:


EGC

Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC

Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.

Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman


untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta: EGC.

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press, Surabaya.

Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press

Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. Fifth
edition. St. Louis: Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai