Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengertian
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hyperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan,juga dapat menimbulkan icterus. (Suzane C.
Smeltzer, 2009)
Hiperbillirubin merupakan kondisi peningkatan kadar billirubin yang
terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundice atau ikterus, suatu pewarnaan
sklera dan kuku. ( Ngastiyah, 2012).
B. Etiologi
1. Penyebab icterus fisiologis :
a. Kurang protein Y dan Z.
b. Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
c. Pemberian ASI yang mnegandung pregnanediol atau asam lemak bebas
yang akan menghambat kerja G-6-PD.
2. Penyebab ikterus patologis :
a. Peningkatan produksi :
1) Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan resus dan
ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
4) Defisiensi G6PD /Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya prognan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid).
6) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar bilirubin
indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine, Sulfonamide, Salisilat, Sodium benzoat, Gentamisin, dll.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi, toksoplasmosis, sifilis, rubella, meningitis, dll.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau eksra hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada illeus obstruktif,
hirschsprung (Maryanti, 2008).

C. Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yan terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase,biliverdin,reductase,dan agen pereduksi
nonenzimatik dalam system retikuloendatelial. Setelah pemecahan hemoglobin
,bilirubintak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein”dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin
yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase
menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar,larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal.
Dengan konjugasi,bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
Kemudian ke system gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorsi kembali melalui
sirkulasi enterohepatic.Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen
bilirubin yang larut lemak,tak terkonjugasi,nonpolar (bereaksi inderek).

Pada bayi dengan hyperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari


difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatic kemungkinan karena penurunan protein hepstik sejalan dengan penurunan
aliran darah hepatic. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil
dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas
yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu
ke 2 sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
Jika pemberian ASI dilanjutkan,hyperbilirubinemia akan menurun berangsur angsur
dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika
pemberian ASI dihentikan,kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat,biasanya
mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan
penggantian ASI dengan formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan
cepat,sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali
ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya. Bilirubin yang patologis tampak ada
kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan
icterus fisiologis muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.

D. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis


1. Kulit berwarna kuning
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar billirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku, kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahi, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl
,antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl,tidak
fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar bilirubin mencapai
puncaknya10-12 mg/dl,antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin
yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam
textbooks of paediatrics 1996 : icterus fisiologis pada bayi cukup bulan
bilirubin indirek munculnya icterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4
sampai 5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12
mg/dl.

b. Pada bayi dengan premature,bilirubin indirek munculnya 3 sampai 4


hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai
puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek kurang
dari 5 mg/dl/hari. Pada icterus patologis meningkatnya bilirubin lebih
dari 5 mg/dl perhari,dan kadar bilirubin direk 1 dari 1 mg/dl.
2. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis diparu atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti abses hati atau hepatoma.
3. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnose terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain
itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,serosis hati,hepatoma.
4. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita
penyakit ini.

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Walaupun cahaya biru
memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin
bebas,cahaya hijau dapat mempengaruhi lotoreaksi bilirubin yang terikat
albumin. Cahaya menyebabkan reaksi lolokimia dalam kulit
(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam foto
bilirubin,yang mana dieksresikan dalam hati kemudian ke empedu.
Kemudian produk akhir reaksi adalah reversible dan dieksresikan kedalam
empedu tanpa perlu konjugasi.
b. Fenobarbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatic glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen
dalam empedu,sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk
mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
c. Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.
Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.
Caranya bisa di jemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda.
Lakukan pada jam 07.00-08.00 selama 15 menit. Hindari posisi yang
membuat bayi melihat langsung ke arah matahari karena dapat merusak
matanya.Terapi sinar mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam
air untuk diekskresikan melalui empedu atau urine. Metode ini bisa
dilakukan jika bayi masih dalam kondisi aterm, nangis aktif, tidak latergi.
d. Antibiotic
Apabila terkait dengan infeksi.
e. Transfuse tukar
Apabila sudah tidak ditangani dengan fisioterapi. Cara yang paling
tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neonates adalah tranfusi
tukar. Dalam beberapa hal terapi sinar dapat menggantikan transfusi tukar
darah akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus transfusi tukar darah
adalah tindakan yang paling tepat.
Transfusi tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia yang tidak
dapat diatasi dengan tindakan lainmisalnya telah diberikan terapi sinar
tetapi kadar bilirubin tetap tinggi.Pada umumnya transfusi tukar dilakukan
pada ikterus yang disebabkan karena proses hemolisis yang terdapat pada
keridakselarasan Rhesus, ABO, dan defisiensi G-6-PD. Indikasi untuk
melakukan transfusi tukar adalah kadar bilirubin indireklebih dari 20 mg%,
kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam, anemia berat
pada neonatus dengan gejala gagal jantung, dan hasil pemeriksaan uji comb
positif.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : warna pada sclera, konjungtiva, membran mukosa, mulut,
kulit, urine, tinja
2) Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan pada
kondisi bayi, tanyakan:
a) berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan
b) apakah bayi ada demam
c) bagaimana kebutuhan pola minum
d) riwayat keluarga
e) apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadinya kern icterus
adalah kerusakan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern
icterus gajala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain :
1. bayi tidak mau menghisap
2. letargi
3. mata berputar putar
4. gerakan tidak menentu (involuntary movements),
5. kejang tonus otot meninggi
6. leher kaku dan akhirnya opistotonus
7. Selain itu dapat juga terjadi infeksi/pepsis, peritonitis, pneumonia dan kernicterus
yaitu kerusakan neurologis, celebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.

H. Pengkajian Fokus
a. Pengkajian
1. Riwayat orang tua
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti : Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi, pencernaan dan ASI .
2. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan,ibu DM,gawat
janin,malnutrisi intrauterine,infeksi intranatal)
3. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
4. Riwayat icterus/terapi sinar/transfuse tukar pada bayi sebelumnya
5. Riwayat inkompatibilitas darah
6. Riwayat keluarga yang menderita anemia,pembesaran hepar,dan limpa.
7. Pemeriksaan Fisik
Kuning, letargi, hipotonik, menangis melengking, reflex menyusui yang
lemah iritabilitas. Secara klinis,icterus pada neonatus dapat dilihat segera
setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati icterus pada siang hari dengan
lampu sinar yang cukup. Icterus akan terlihat jelas dengan sinar lampu dan bisa
tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,terutama pada neonatus yang
berkulit gelap. Penilaian icterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar. Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada
neonatus secara klinis,mudah dan sederhana adalah dengan penilaian. Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang,hidung,dada,lutut,dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan
tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing masing
tempat tersebut disesuaikan dengan table yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya (Mansjoer et al,2007).
Derajat icterus pada neonatus menurut Kramer,
Rata-rata bilirubin Bagian tubuh yang kuning
100 Kepala dan leher
150 Pusat leher
200 Pusat paha
250 Lengan+tungkai
>250 Tangan+kaki
Waktu timbulnya icterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya icterus mempunyai kaitan
erat dengan kemungkinan penyebab icterus tersebut (Etika et al,2006).
8. Pengkajian Psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua merasa
bersalah,masalah bonding,perpisahan dengan anak.Pengetahuan keluarga
meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan,perawatan lebih lanjut,apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama,tingkat
pendidikan,kemampuan mempelajari hyperbilirubinemia.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko/deficit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan,serta peningkatan insensible water loss (IWL) dan defikasi sekunder
fototherapi.
2. Icterus neonatus berhubungan dengan pembentukan bilirubin yang berlebihan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek pada
bayi.
4. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.
5. Resiko gangguan perlekatan berhubungan dengan kendala fisik.

J. Intervensi
NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Risiko/deficit volume Setelah diberikan tindakan Kaji reflek hisap bayi
cairan berhubungan perawatan selama 2x24 Beri minum per
dengan tidak jam diharapkan tidak oral/menyusui bila reflek
adekuatnya intake terjadi deficit volume hisap adekuat
cairan,serta cairan dengan kriteria hasil Catat jumlah intake dan
peningkatan insensible : output frekuensi dan
water loss (IWL) dan Jumlah intake dan output konsistensi feses
defikasi sekunder seimbang Pantau turgor kulit,tanda-
fototherapi. tanda vital (suhu,HR)
Turgor kulit baik,tanda
setiap 4 jam
vital dalam batas normal
Timbang BB setiap hari
Penurunan BB tidak lebih
dari 10% BBL

2. Icterus neonatus Setelah dilakukan tindakan Menstimulasi bayi agar


berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 menyusui lebih banyak
pembentukan bilirubin jam diharapkan bilirubin Beri tahu orang tua bayi
yang berlebihan. akan menurun melalui urin tentang peyebab penyakit
dan feses. ikterik dan cara
mengatasinya
Kolaborasi apabila perlu
dengan melakukan
fototerapi

3. Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan Observasi kondisi bayi


berhubungan dengan perawatan selama 2x24 Ukur tanda tanda vital bayi
meningkatnya kadar jam diharapkan tidak Mandikan bayi secara
bilirubin indirek pada terjadi infeksi dengan teratur
bayi. kriteria hasil : Tetap berikan ASI pada
TTV dalam rentan normal bayi setiap 2 jam sekali
Kadar bilirubin normal

4. Resiko tinggi injury Setelah dilakukan tindakan Tempatkan neonates pada


berhubungan dengan 1x24 jam diharapkan tidak jarak 40-45 cm dari
efek fototerapi. terjadi injury akibat sumber cahaya
fototerapi Biarkan neonates dalam
keadaan telanjang,kecuali
pada mata dan daerah
genetal serta bokong
ditutup dengan kain yang
dapat memantulkan
cahaya,usahakan agar
penutup mata tidak
menutupi hidung dan bibir
Matikan lampu,buka
penutup mata untuk
mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam
Buka penutup mata setiap
akan disusukan
Ajak bicara dan beri
sentuhan setiap
memberikan perawatan
5. Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi kondisi bayi
perlekatan selama 2x24 jam pasien Berikan waktu setidaknya
berhubungan dengan diharapkan mampu 2xsehari sebanyak 15-30
kendala fisik mengenali ibunya. menit kepada ibu bayi
untuk meneteki dan
menggendongnya.
Berikan tindakan KMC
bila dibutuhkan
Tetap berikan ASI pada
bayi meski bayi didalam
boks
Konsultasikan pada dokter
mengenai perkembangan
kondisi bayi dan terapi
obat yang diberikan
PATHWAYS

Penyakit hemilitik
Obat obatan (salisilat) Gangguan fungsi hepar

Hemolitik defisiensi
Jumlah bilirubin ke hati meningkat Jaundice ASI

Pembentukan bilirubin
Defisiensi G-G-PD
ke hati meningkat

Bilirubin indirek meningkat

HIPERBILIRUBIN

Kadar Bilirubin fototerapi Peningkatan perubahan suhu


meningkat pemecahan lingkungan
bilirubin
Pemisahan
Tubuh bayi Saraf aferen
bayi
kuning Pengeluaran
dengan ibu
cairan empedu Hipotalamus
IKTERIK Ibu jarang
NEONATUS meneteki vasokontriksi
Peristaltik usus
dan
meningkat
menggendon
Penguapan
Bilirubin indirek dan g
direkmeningkat Diare
HIPERTERMI

Pengeluaran
RESIKO INFEKSI
volume cairan
meningkat dan RESIKO
intake menurun KEKURANGA
N CAIRAN

RESIKO GANGGUAN PERLEKATAN


DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization (2014). Every newborn: An action plan to end


preventable deaths. South Africa.

Wong, D., 2009, Buku ajar keperawatan pediatrik, Ed: 4, Jakarta: EGC.

Suriadi,dkk.2006.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Ed:2. Jakarta:EGC.

Ramanathan, R (2009). Choosing a Right Surfactant for Respiratory Distress


Syndrome Treatment. Neonatology, 95: 1-5.
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN PADA BAYI
BARU LAHIR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak


Pembimbing : Dian Kartikasari, M. Kep.

Disusun Oleh :

SUKMA DARA KUSUMA


17.1393.S

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN PADA BAYI
BARU LAHIR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak


Pembimbing : Dian Kartikasari, M. Kep.

Disusun Oleh :

AMELIYA TRI YULIANA


17.1291.S

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai