Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN KERJA PRAKTIK

PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT V BALIKPAPAN

KALIMANTAN TIMUR

JUDUL :

ANALISA UMUR SISA (REMAIN LIFE ASSESSMENT) PADA LINE PIPE


DEBUTANIZER 5P-68-4-C3B

OLEH :

RIZKY FARIZAN FIQRI 201310120311003

FAKULTAS TEKNIK – JURUSAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2016
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui pada:

Tanggal: 6 Oktober 2016

Pembimbing Lapangan
PT. PERTAMINA (Persero)
RU V Balikpapan

Lis Sugiantoro

Mengetahui,

Lead of Stationary and Statutory Senior Officer

Engineering BP Refinery

PT. PERTAMINA (Persero) PT. PERTAMINA (Persero)

RU V Balikpapan RU V Balikpapan

Rahendrafedy Nurdin Tri Wibowo


LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik dan
kegiatan kerja praktik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit V Balikpapan pada
periode 1 september – 7 oktober 2016. Laporan ini disusun untuk memenuhi
persyaratan mata kuliah Kerja Praktik pada Jurusan Teknik Mesin Universitas
Muhammadiyah Malang.
Tujuan pelaksanaan kerja praktik adalah agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan dan membandingkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah
dengan proses-proses yang didapatkan dalam sebuah industri serta masalah dan
memberikan solusi yang terdapat di lapangan secara langsung
Segala bentuk rangkaian kerja praktik ini dapat terlaksana dengan baik,
tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penyusun menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga
penulis dapat melaksanakan kegiatan kerja praktik dari awal sampai
akhir di PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan;
2. Keluarga besar khususnya orang tua yang telah memberikan izin serta
kepercayaan untuk melaksanakan kerja praktik di PT. Pertamina
(Persero) RU V Balikpapan;
3. Bapak Rahendrafedy, selaku Section Head dari Stationary and
Statutory Inspection Engineering yang telah memberikan penulis
kesempatan untuk menimba ilmu dalam melaksanakan kerja praktik di
bagian Stationary and Statutory Inspection Engineering
4. Bapak Muhammad Saleh, selaku Group Leader Statutory Inspection
Engineering yang telah memberikan arahan selama penulis melakukan
kerja praktik;
5. Bapak Ir. Sudarman, MT, selaku dosen pembimbing kerja praktik
penulis selama melaksanakan kerja praktik di PT. Pertamina (Persero)
RU V Balikpapan;

i
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

6. Bapak Lis Sugiantoro, selaku pembimbing lapangan yang mau


meluangkan waktunya untuk membina penulis dalam pelaksanaan kerja
praktik di bagian Stationary and Statutory Inspection Engineering;
7. Bapak Rony dan Ibu Betcylya Br.Sibarani yang telah membantu penulis
mengumpulkan data-data laporan yang dibutuhkan;
8. Seluruh pegawai yang ada di PT. Pertamina (Persero), khususnya di
bagian Stationary dan Statutory Inspection Engineering yang telah
membantu penulis dalam memberikan gambaran di dunia kerja selama
melaksanakan kerja praktik;
9. Rifky Maulana dan teman teman seperjuangan lainnya yang telah
memberikan suntikan moral dalam penyusunan laporan kerja praktik
ini;
10. Dan semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moral
maupun materi yang tidak sempat disebutkan, penulis mengucapkan
“TERIMA KASIH”.
Kami menyadari bahwa laporan Kerja Praktik ini masih belum
sempurna. Untuk kesempurnaan dari laporan ini maka segala saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan.

Balikpapan, Oktober 2016

Penulis

ii
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR TABEL .................................................Error! Bookmark not defined.i

BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.

1.2 Waktu dan Tempat Kerja Praktik ............................................................. 3

1.3 Tujuan Kerja Praktik ................................................................................ 3

1.4 Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.5 Metode Penulisan ..................................................................................... 4

1.6 Parameter Perhitungan ............................................................................. 4

1.7 Sistematika Penulisan .............................. Error! Bookmark not defined.

BAB II ORIENTASI UMUM PERUSAHAAN .... Error! Bookmark not defined.

2.1 Sejarah Singkat Pertamina RU-V Balikpapan ...... Error! Bookmark not
defined.

2.2 Lokasi dan Area Kilang............................................................................ 8

2.3 Proses Pengolahan Minyak Bumi .......................................................... 11

2.4 Organisasi Perusahaan ............................................................................ 15

BAB III DASAR TEORI ...................................................................................... 26

3.1 Non Destructive Test (NDT) ................................................................... 26

3.2 Non Destructive Test Untuk Analisa Umur............................................ 46

3.3 Korosi ..................................................................................................... 48

3.4 Pengendalian Korosi .............................................................................. 57

iii
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

3.5 Analisa Remaining Life Assessment Dari Laju Korosi Pada Pipa .......... 36

BAB IV METODOLOGI...................................................................................... 65

4.1 Alat dan Bahan ........................................................................................ 65

4.2 Prosedur Pengukuran Thickness ............................................................. 66

BAB V DATA DAN PEMBAHASAN ................................................................ 73

5.1 Data Pada Line Pipe Debutanizer 5P-68-4-C3B .................................... 73

5.2 Analisa Sisa Umur Line Pipe Debutanizer 5P-68-4-C3B ...................... 78

5.2 Grafik Perbandingan Thickness Periode 2010-2014 .............................. 80

5.2 Peta Laju Korosi (Corrosion Rate Map) ................................................ 80

BAB VI PENUTUP ............................................... Error! Bookmark not defined.

6.1 Kesimpulan............................................................................................ 81

6.2 Saran ...................................................................................................... 81

Daftar Pustaka

LAMPIRAN

iv
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Lokasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit V Balikpapan...9


Gambar 2.2. Diagram Alir Proses Kilang Pertamina RU V Balikpapan............14
Gambar 2.3. Perkembangan Logo PT. Pertamina (Persero)...............................17
Gambar 3.1. Berbagai alat yang digunakan pada uji visual................................29
Gambar 3.2. Proses Penggunaan metode penentrant liquid testing....................30
Gambar 3.3. Prinsip dasar dari magnetic particle testing...................................32
Gambar 3.4. Teknik yang digunakan pada magnetic particle testing………….33
Gambar 3.5. Eddy Current Testing.....................................................................35
Gambar 3.6. Jenis pemeriksaan eddy current.....................................................36
Gambar 3.7. Susunan proses radiography testing……......................................35
Gambar 3.8. Gambar dari radiograph struktur logam….……………...............39
Gambar 3.9. Defect pada ultrasonic testing…………….……………...............42
Gambar 3.10. Kurva hasil NDT…………..…………….……………...............47
Gambar 3.11. Skema korosi differensial………………………..……...............49
Gambar 3.12. Korosi pada pipa……….………………………..……...............50
Gambar 3.13. Jenis -jenis korosi yang menyerang material…....……...............51
Gambar 3.14. Skema reaksi korosi galvanic……….………………….............52
Gambar 3.15. Skema korosi pitting……….………………….....……..............53
Gambar 3.16. Polarisasi anodik……….………………………..……...............54
Gambar 3.17. Contoh korosi intergranular…………………..………...............55
Gambar 3.18. Diagram venn, hubungan 3 mekanisme material……….............55
Gambar 3.19. Erosi yang terjadi pada tube…………………..………...............56
Gambar 3.20. Serangan stress-corrosion crack……………....………...............56
Gambar 4.1. Alat dan bahan yang diperlukan……………….............................65
Gambar 4.2. Illustrasi pemasangan baterai……………......................................66
Gambar 4.3. Probe DA 301……………………………......................................66
Gambar 4.4. Port kabel komputer dan probe……………...................................67
Gambar 4.5. Tampilan DMS 2 dan TGMODE……………................................68
Gambar 4.6. Illustrasi hasil kalibrasi DMS 2………….......................................69
Gambar 4.7. Kalibrasi langsung DMS 2.(uji thickness step wet)………….........70

v
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Gambar 4.8. Sudut-sudut permukaan pipa (0o, 90o, 180o dan 270o) ………........71
Gambar 4.9. Ilustrasi Tampilan DMS 2 menunjukan nilai ketebalan ……….....72
Gambar 5.1. Isometri line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B…………………......76
Gambar 5.2 Isometri 3D TML No.24-30 line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B... 77
Gambar 5.3 Peta laju korosi line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B.......................80

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perkembangan Kilang Minyak PT. Pertamina (Persero) RU V.........6


Tabel 2.2. Kapasitas produksi Kilang PT. Pertamina (Persero) di Indonesia......8
Tabel 3.1. Jenis sumber sinar gamma untuk radiography testing.......................38
Tabel 3.2. Perbandingan jenis-jenis metode uji NDT..........................................45
Tabel 3.3. Nilai minimum alert thickness sesuai NPS…….................................64
Tabel 4.1. Tabel jenis probe sesuai batasan temperatur……………..................67
Tabel 5.1. Hasil pemeriksaan ketebalan line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B.....74
Tabel 5.2. Spesifikasi dan properties line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B..........75
Tabel 5.3. Data aktual operasi line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B....................75
Tabel 6.1. Perbandingan laju korosi elbow dan normal pipe………...................81

vi
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Banyaknya kebutuhan masyarakat dalam negeri akan barang primer,
sekunder maupun tersier menjadikan industri adalah sesuatu yang sangat vital
sebagai provider kebutuhan bagi masyarakat di dalam negeri. Indonesia adalah
negara yang memiliki beragam sektor industri dengan keterkaitan sumber daya
alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang sangat banyak, pemerintah
memiliki tanggung jawab untuk menyediakan berbagai macam layanan dan
kebutuhan barang dari industri yang tersebar diseluruh negeri. Disebut sebagai
Badan usaha milik negara atau BUMN, yaitu sebagai penggerak kehidupan
masyarakat Indonesia diupayakan dapat menjadi sumber produsen barang
kebutuhan dari primier, sekunder hingga tersier.
Produk yang berhubungan dengan cadangan sumber daya alam Indonesia,
sangat diperhatikan oleh negara karena termasuk dalam main need, contohnya
adalah Indonesia berada pada wilayah yang memiliki sumber daya mineral
dengan persentasi yang tinggi, menjadi peluang yang sangat besar untuk
membangun industri berkaitan dengan energi, seperti pertambangan dan
penggalian mineral. Pengolahan serta produksi pada sektor ini akan
menghasilkan sebuah produk berupa minyak bumi, gas alam, batu bara dan lain-
lain, yang produk produk tersebut sangat diperlukan masyarakat untuk
dijadikan sumber cadangan energi.
Salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang pertambangan dan
penggalian yaitu PT Pertamina (Persero). Sejak didirikan pada 10 Desember
1957, Pertamina menyelenggarakan usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu
hingga hilir. Terkhusus pada sektor hilir Pertamina yang meliputi kegiatan
pengolahan minyak mentah, pemasaran dan niaga produk hasil minyak, gas dan
petrokimia, dan bisnis perkapalan terkait untuk pendistribusian produk
Perusahaan. Kegiatan pengolahan terdiri dari: RU II (Dumai), RU III (Plaju),
RU IV (Cilacap), RU V (Balikpapan), RU VI (Balongan) dan RU VII (Sorong).
Unit pengolahan dengan jumlah produksi terbesar adalah PT Pertamina

1
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(Persero) Refinery unit IV Cilacap dengan kapasitas produksi maksimal yaitu


348 MBCD. Di peringkat kedua ada PT Pertamina (Persero) Refinery unit V
Balikpapan dengan kapasitas produksi maksimal yaitu 260 MBCD. Empat unit
pengolahan yang lainnya masih relatif sedikit kapasitasnya. Walaupun sudah
memiliki enam unit pengolahan, PT Pertamina (Persero) masih memiliki visi
dan misi untuk dapat menambah jumlah produksi agar dapat menaikan hasil
keuntungan dari usaha industri ini, disamping itu juga hal ini dapat memenuhi
kebutuhan akan minyak bumi dan gas alam bagi masyarakat Indonesia.
Perluasan kilang yang rencananya akan dilakukan di PT Pertamina
(Persero) RU V Balikpapan pun menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan
jumlah produksi. Dengan adanya perluasan kilang, dampak yang akan
dihasilkan adalah semakin dibutuhkannya sumber daya manusia yang
berkompeten sebagai penunjang yang menjadi faktor utama dalam
pembangunan. Sebagai mahasiswa yang sudah menempuh pendidikan teori di
dalam kelas, adanya usaha dalam keikutsertaan penambahan sumber daya
manusia menjadi sesuatu yang sangat essensial. Tingkat pengetahuan dari
refrensi pembelajaran menjadi suatu modal untuk dapat diterapkan dilapangan
contohnya pada perluasan kilang di refinery unit v.
Dengan adanya matakuliah penunjang untuk melaksanakan penerapan atau
aplikasi langsung dari ilmu teori yang sudah didapat dari perkuliahan, maka
mahasiswa bisa ikut serta untuk berusaha membantu bekerja, menganalisa, serta
memecahkan suatu masalah di lapangan demi menjalankan visi dan misi
industri bersama. Oleh karena itu, perguruan tinggi yang sangat berperan
penting dalam pengembangan mahasiswa, salah satunya adalah Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang mewajibkan mata
kuliah, Praktik Kerja Nyata (PKN) kepada seluruh mahasiswanya. Dalam
rangka mengfungsikan secara produktif apa yang telah dipelajari, maka dengan
matakuliah ini diharapkan mahasiswa dapat mengabdi langsung ke lapangan
dan dapat memberikan sumbangsih sesuai bidang yang dimiliki.

2
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

1.2. Waktu dan Tempat Kerja Praktik


Kerja Praktik bertempat di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit V
Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mulai dari tanggal 1
September 2016 sampai dengan tanggal 30 September 2016.

1.3. Tujuan Kerja Praktik


Adapun tujuan Kerja Praktik yang dilakukan di PT Pertamina RU V
Balikpapan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
- Mengadakan studi banding yang berguna antara keilmuan yang sudah didapat
di bangku perguruan tinggi dengan seberapa jauh keilmuan tersebut dapat
diterapkan di dunia pekerjaan.
- Memahami secara umum kegiatan yang ada di PT Pertamina (Persero) RU V
Balikpapan.
- Menambah pengalaman, wawasan, dan pemikiran mahasiswa dalam
menghadapi masalah secara nyata.
- Sebagai wadah diskusi dalam bidang keprofesian untuk menghadapi dunia
pasca kampus.
b. Tujuan Khusus
- Untuk Universitas: Memperoleh gambaran tentang perusahaan sebagai bahan
informasi untuk mengembangkan kurikulum di jurusan.
- Untuk Mahasiswa: Mengetahui secara lebih mendalam penerapan teori yang
telah didapat di kampus dan bagaimana penerapannya di dunia kerja.

1.4. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diambil dalam tugas khusus ini adalah analisa sisa
umur (remain life assessment) dengan patokan laju korosi (corrosion rate) pada
line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B menggunakan metode nondestructive test
(NDT) di PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan.

3
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

1.5. Metode Penulisan


Beberapa metode penulisan yang digunakan dalam menyusun laporan kerja
praktik ini adalah:
1. Menganalisa perubahan ketebalan dinding pipa debutanizer 5P-68-4-C3B
(wall thickness) dari pengamatan menggunakan salah satu metode NDT,
untuk dapat dijadikan dasar analisa sisa umur (remain life assessment).
2. Mendiskusikan masalah yang terjadi pada perubahan ketebalan dinding pipa
debutanizer 5P-68-4-C3B (wall thickness) dengan pembimbing kerja
praktik, stationary inspection engineer yang ada di lingkungan kerja, dan
juga dengan beberapa outsourcing inspector.
3. Melakukan studi literatur dari beberapa referensi untuk memperoleh dasar
teori tentang permasalahan terkait.

1.6. Parameter Perhitungan


Parameter yang digunakan pada analisa sisa umur (remain life assessment)
pada line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B adalah data record history operasi, proses
yang berlangsung, serta sifat dan karakteristik material pipa yang digunakan.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan laporan kerja praktik :
 BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang, tujuan, batasan masalah,
parameter perhitungan, metode penulisan, tempat dan waktu
pelaksanaan, dan sistematika penulisan laporan.
 BAB II : ORIENTASI UMUM PT. PERTAMINA RU V BALIKPAPAN
Pada bab ini dijelaskan profil singkat mengenai PT
PERTAMINA RU V Balikpapan, tempat Kerja Praktek
dilaksanakan.
 BAB III : DASAR TEORI
 BAB IV : METODOLOGI
 BAB V : DATA DAN PEMBAHASAN
 BAB VI : PENUTUP

4
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

BAB II
ORIENTASI UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Singkat Pertamina RU-V Balikpapan


Sesuai kebutuhan dalam negeri dan kemakmuran bangsa dengan salah satu
cara yaitu mengekspor migas. Minyak bumi merupakan salah satu komoditi
terpenting dan wajib dikembangkan untuk keperluan tersebut. Sumber daya
tersebut dapat menghasilkan energi yang baik untuk bahan bakar maupun untuk
pembangkit tenaga listrik. Seiring dengan perkembangan industri dan
pembangunan di Indonesia, maka kebutuhan energi akan meningkat dari tahun ke
tahun.
Pada zaman penjajahan Belanda, sejak tahun 1871 orang-orang Belanda
telah mulai berusaha untuk mendapatkan minyak bumi di Indonesia dengan jalan
melakukan pengeboran di daerah-daerah sumber minyak bumi untuk diolah
menjadi minyak lampu. Pada tanggal 15 Juni tahun 1885, seorang pemimpin
perkebunan Belanda bernama Aeilco Janszoon Zylker berhasil melakukan
pemboran yang pertama di Telaga Tunggal dekat Pangkalan Brandan di Sumatera
Utara pada kedalaman kira-kira 400 kaki. Sejak penemuan ini, pencarian minyak
bumi terus berlanjut, dimana pada saat yang hampir bersamaan telah ditemukan
pula sumber minyak bumi di Indonesia, seperti di desa Ledok Jawa Tengah, di desa
Minyak Hitam di daerah Muara Enim Palembang dan Riam Kiwa dekat Sangasanga
di Kalimantan Timur.
Sejalan dengan pembangunan yang terus berkembang pesat maka kebutuhan
akan minyak bumi semakin meningkat. Untuk itu pemerintah Indonesia
mengeluarkan UU No. 19/1960 tentang Perusahaan Negara dan UU No. 44/1960
tentang Pertambangan dan Gas Bumi. Salah satu langkah konkretnya adalah dengan
mendirikan Perusahaan Minyak dan Gas Bumi milik Negara untuk mengelola
minyak, gas, dan energi panas bumi di Indonesia. Pertamina adalah perusahaan
minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia, yang berdiri sejak
tanggal 10 Desember 1957 dengan nama awal yaitu PT Permina. Pada tahun 1961
perusahaan ini berganti nama menjadi PN Permina. PN Permina kemudian
bergabung dengan PN Pertamin di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN

5
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Pertamina. Dengan adanya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan
berubah menjadi Pertamina. Pada tanggal 17 September 2003, 100% saham
Pertamina diambil alih oleh negara sehingga status hukumnya menjadi PT
Pertamina (Persero) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Selanjutnya untuk menghadapi era globalisasi, PT Pertamina (Persero) melakukan
perubahan kembali dari PT Pertamina (Persero) UP (Unit Pengolahan) menjadi PT
Pertamina (Persero) RU (Refinery Unit) pada tanggal 9 Oktober 2008.
Perkembangan kilang minyak PT. Pertamina (Persero) RU-V Balikpapan
ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Perkembangan Kilang Minyak PT. Pertamina (Persero) RU-V
Waktu Peristiwa

Penemuan beberapa sumber minyak pada beberapa tempat di


1897-1922
Kalimantan Timur.

CDU II dibangun oleh perusahaan minyak Bataafsche Petroleum


1922
Maatsppij (BMP).

1946 Rehabilitasi CDU II akibat kerusakan saat perang dunia II.

HVU I selesai dibangun oleh PT. Shell Indonesia, dengan desain


1949
oleh Mc. Kee. Kapasitas pengolahan HVU I sebesar 12 MBSD.

Wax Plant dan CDU I berkapasitas produksi masing-masing 110


1950 ton per haridan 25 MBSD selesai dibangun. Pembangunan unit-
unit ini sama dengan HVU I.

CDU II berkapasitas 25 MBSD selesai dibangun oleh PT. Shell


1952
Indonesia, dengan desain oleh Alco.

Modifikasi CDU III sehinggadicapai kapasitas produksi 10


1954
MBSD. Saat ini CDU III tidak dioperasikan lagi.

6
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Untuk mengkonsolidasi industri perminyakan dan gas,


1968 manajemen, ekplorasi pemasaran, dan distribusi, PN Pertamin dan
PN Permina merger menjadi PN Pertamina.

15/09/1971 PN Pertamina diubah menjadi Pertamina.

1972 Modifikasi Wax Plant sehingga dicapai kapasitas produksi 175 ton
per hari.

04/1981 Kilang Balikpapan II mulai dibangun dengan hak paten desain


proses dari UOP Inc.
11/1983 Peresmian kilang Balikpapan II oleh Presiden RI pada saat itu.

Proses upgrading kilang Balikpapan I (CDU I, CDU II, dan HVU


05/12/1997 I tidak beroperasi lagi) & pembangunan CDU V dan HVU III
diresmikan oleh Presiden RI pada saat itu.
Perubahan status Pertamina dari BUMN menjadi PT (Perseroan
17/09/2003
Terbatas) menurut UU Migas No.22 Tahun 2001.

PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan V Balikpapan berubah


09/10/2008
menjadi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit V Balikpapan.

(Sumbyarti, 2015)

Adapun tujuan dari perusahaan perseroan adalah untuk :


a. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perseroan secara
efektif dan efisien.
b. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, perseroan melaksanakan kegiatan


usaha sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan
dan turunannya.

7
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

b. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat
pendirianya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang
telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik perseroan.
c. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan
produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
d. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor a,b dan c.

Kilang ini mengolah minyak mentah menjadi produk-produk yang siap


dipasarkan. Produk tersebut meliputi BBM yaitu premium (motor gasoline),
kerosin, avtur, solar, minyak, dan fuel oil, serta Non Bahan Bakar Minyak (NBBM)
4 yaitu naphta, LPG, dan wax. Kilang ini memasok kebutuhan dalam negeri,
khususnya Indonesia bagian timur. Namun pada kasus-kasus statistik, produksi
BBM dari PT. Pertamina (Persero) RU-V Balikpapan juga didistribusikan ke
daerah lain yang membutuhkan.

Tabel 2.2 Kapasitas produksi Kilang PT. Pertamina di Indonesia


Kapasitas
Kilang Provinsi Persantase
(BPSD)
RU I Pangkalan Brandan* Sumatra Utara 5.000 0,5%
RU II Dumai Riau 170.000 16,3%
RU III Plaju & Sungai Sumatra Selatan 132.500 12,7%
Gerong
RU IV Cilacap Jawa Tengah 348.000 33,3%
RU V Balikpapan Kalimantan Timur 253.500 24,3%
RU IV Balongan Jawa Barat 125.000 12,0%
RU VII Kasim Papua Barat 10.000 1,0%
Total 1.044.000 100,0%
*sudah tidak beroperasi sejak Januari 2007

8
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

2.2 Lokasi dan Area Kilang


2.2.1 Lokasi Pertamina RU V Balikpapan
Lokasi suatu pabrik merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan
suatu pabrik tersebut. Diperlukan sebuah tempat yang strategis guna mendukung
segala bentuk aspek yang diperlukan di dalam pabrik diantaranya aspek geografis,
studi lingkungan, biaya produksi, biaya transportasi, sarana dan prasarana serta
dampak sosial yang ditimbulkan dengan adanya suatu pabrik. Lokasi dari PT.
Pertamina (Persero) RU V Balikpapan terletak di Teluk Balikpapan, Kota
Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur.

Gambar 2.1 Peta Lokasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit V Balikpapan

9
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Beberapa alasan dipilihnya lokasi ini diantaranya sebagai berikut.


- Tersedianya pasokan minyak yang cukup luas untuk lokasi pabrik dan
perkantoran.
- Tersedianya areal yang cukup luas untuk lokasi pabrik dan perkantoran.
- Tersedianya sarana pelabuhan untuk distribusi minyak mentah dan hasil
produksi.
- Tepatnya lokasi untuk distribusi dengan tujuan pasar kawasan Indonesia
Tengah dan Timur

2.2.2. Area Kilang Pertamina RU V Balikpapan


Area Kilang di PT Pertamina (Persero) RU V Balikpapan terdiri dari Kilang
Balikpapan I, Kilang Balikpapan II, dan berbagai unit penunjang. Untuk Kilang
Balikpapan II dengan maksimal kapasitas pengolahan crude oil 200 MBSD terdiri
dari :
a. HSC ( Hydro Skimming Complex )
1. Plant 1 : CDU IV
2. Plant 4 : NHDT
3. Plant 5 : Platforming (PLTF)
4. Plant 6 : LPG Recovery Unit
5. Plant 7 : Sour Water Stripper Unit (SWS)
6. Plant 9 : LPG Treater
b. HCC ( Hydro Cracking Complex )
1. Plant 2 : HVU II
2. Plant 3 : HCU
3. Plant 8 : Hydrogen Plant
4. Hydrogen Recovery System
5. Flare Gas Recovery
Untuk di area Kilang Balikpapan I dengan maksimal kapasitas pengolahan crude
oil 60 MBSD terdiri dari :
1. DIS WAX
2. HVU III
3. Dehydration Plant

10
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

4. Wax Plant
5. Effluent Water Treatment Plant
Fasilitas Penunjang yang ada di area kilang PT Pertamina (Persero) RU V
Balikpapan, diantaranya adalah :
1. UTL ( Utillities )
Powerplant 1 (PP I)
Powerplant 2 (PP II)
CWI (Cooling Water Intake)
2. Unit-unit penunjang lainnya : Cooling Water Unit (Plant 32), Boiler Feed
Water System (Plant 31), Fuel Gas System (Plant 15), Nitrogen Plant and
Air Instrument (Plant 35), dan Flare System (Plant 19)

2.3. Proses Pengolahan Minyak Bumi


Minyak bumi di dalam laut yang masih berbentuk mentah, tidak dapat
langsung digunakan oleh masyarakat. Keberadaan salah satu sumber energi yang
paling diminati oleh masyarakat ini berada 3-4 km di bawah permukaan laut. Di
bawah ini merupakan sedikit gambaran mengenai proses pengolahan minyak bumi
adalah sebagai berikut.
2.3.1 Proses Pengolahan Secara Umum
a. Distilasi
Pemisahan fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Minyak mentah dipanaskan dalam aliran pipa di furnace sampai dengan
suhu ±370°C. Kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash
chamber kolom fraksinasi. Untuk menjaga suhu dan tekanan di dalam
kolom, pemanasan dibantu uap air panas bertekanan tinggi. Minyak mentah
yang menguap lalu naik ke bagian atas kolom dan selanjutnya terkondensasi
pada suhu yang berbeda-beda. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi
akan tetap berbentuk cair dan turun ke bawah, sedangkan yang lebih rendah
akan menguap dan naik ke bagian atas melalui sungkup gelembung. Fraksi
minyak mentah yang tidak menguap menjadi residu. Residu minyak bumi
meliputi parafin, wax, dan aspal.

11
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

b. Cracking
Proses cracking adalah proses pemecahan molekul-molekul pada senyawa
hidrokarbon yang besar menjadi lebih kecil. Contoh proses cracking adalah
pengolahan minyak tanah menjadi bensin.
c. Reforming
Proses ini menggunakan katalis dan juga pemanasan karena pada proses
reforming struktur molekul rantai hidrokarbon bensin yang lurus akan
berubah menjadi struktur yang bercabang.
d. Alkilasi
Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul sehingga
menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini
digunakan katalis asam kuat seperti H2SO4, HCl, dan AlCl3.
e. Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi
besar.
f. Treating
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan menghilangkan pengotor-
pengotornya. Metode-metode dalam treating adalah sebagai berikut:
- Copper sweetening dan doctor treating, yaitu proses penghilangan
pengotor yang dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
- Acid treatment, yaitu proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna.
- Dewaxing, yaitu proses penghilangan wax dan parafin dengan berat
molekul tinggi dari fraksi minyak pelumas untuk menghasilkan minyak
pelumas.
- Deasphalting, yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk
minyak pelumas.
- Desulfing, yaitu proses penghilangan unsur belerang.

2.3.2 Proses Pengolahan di PT Pertamina RU V Balikpapan


Pada awalnya, minyak mentah yang berasal dari tempat pengeboran tengah
laut diangkut oleh kapal-kapal tanker untuk disimpan sementara di Terminal Lawe-
Lawe dan Terminal Balikpapan. Minyak tersebut akan diblending menjadi mixed

12
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

crude oil yang kemudian disalurkan ke PT Pertamina (Persero) RU V Balikpapan


melalui pipa-pipa di bawah laut sepanjang 17 km.
Minyak mentah yang disalurkan ke PT Pertamina (Persero) RU V
Balikpapan akan melalui dua proses utama yaitu primary process dimana mixed
crude oil akan diubah menjadi berbagai macam jenis minyak, mulai dari Liquifield
Petroleum Gas (LPG), Light Naphta, Heavy Naphta, Kerosene, Light Gas Oil
(LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan Long Residue merupakan minyak dengan titik
didih tertinggi yang akan diproses lebih lanjut di secondary process menjadi
produk-produk yang sama dengan primary process ditambah solar, premium, dan
wax.
Spesifikasi Produk Kilang Balikpapan menghasilkan beberapa macam
produk yang digolongkan ke dalam produk BBM, BBK, HMOC, dan non BBM.
Produk BBM meliputi Solar, Premium, Kerosine, dan Diesel. Produk non-BBM
meliputi LPG, Ready Wax, Fully Refined Wax (FRW). Produk BBK meliputi Avtur
dan Pertamax. sedangkan HMOC meliputi Naphta, LSWR, dan RFO. Crude Oil
yang diolah sangat mempengaruhi komposisi produk yang dihasilkan sehingga
diperlukan Blending untuk memenuhi spesifikasi desain operasi kilang Pertamina
RU V Balikpapan.
1. Light Crude : menghasilkan banyak LPG, Light and Heavy
Naphta
2. Medium Crude : menghasilkan banyak Kerosene dan didesain Oil
3. Heavy Crude : menghasilkan banyak Long Residue

Secara garis besar, terdapat dua jenis proses pada kilang PT Pertamina
(Persero) RU V Balikpapan, yaitu:
1. Primary Process
Pada proses ini yang dilakukan adalah pemanasan dan pemisahan
minyak berdasarkan titik didih pada tekanan atmosfer di Crude
Distilation Unit IV. Long Residue yang dihasilkan pada Crude
Distilation Unit diolah High Vacuum Unit II (HVU II) dengan
menggunakan tekanan vakum untuk menghasilkan High Vacuum Gas
Oil (HVGO) dan Short Residue.

13
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

2. Secondary Process
Selanjutnya dilakukan penambahan senyawa hydrogen dari Hydrogen
Plant terhadap HVGO yang keluar dari HVU II pada Hydro Cracker
Unit (HCU). Kemudian akan dilaksanakan pencampuran dengan
komposisi yang sudah distandarkan berdasarkan persen volume untuk
mendapatkan produk yang diinginkan.

Gambar 2.2. Diagram Alir Proses Kilang Pertamina RU V Balikpapan

Adapun bahan baku yang diperlukan untuk mengolah minyak mentah dan juga hasil
produksi hasil olahan bahan bakar yang ada di PT Pertamina RU V Balikpapan,
diantaranya adalah :
1. Bahan Baku
Bahan Baku yang digunakan untuk mengolah minyak bumi mentah ada
yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Alasan PT
Pertamina RU V Balikpapan mengambil bahan baku dari luar negeri
dikarenakan kebutuhan konsumen akan bahan bakar sangat banyak dan
tidak sesuai dengan jumlah cadangan minyak mentah yang ada di dalam
negeri. Sebanyak 42% bahan baku berasal dari dalam negeri dan sebanyak

14
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

58% bahan baku berasal dari luar negeri. Dari dalam negeri, daerah
daerahnya meliputi Widuri, Minas, Badak, Sangatta, dan Sumatera Light
Crude. Kemudian bahan baku dari luar negeri berasal dari Malaysia (Tapis),
Australia (Jabiru, Chalyst, dan CopperBasin), dan China (Nanhai dan
Xinjiang).

2. Hasil Produksi
Bahan Bakar merupakan hasil produksi yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Oleh karena permintaan yang banyak, maka beberapa kilang
pun dirancang khusus memproduksi petrokimia dan bahan dasarnya.
Beberapa hasil produksi yang ada di PT Pertamina RU V Balikpapan,
diantaranya :
a. BBM : Premium, Kerosine, dan Solar
b. BBK (Bahan Bakar Khusus) : Pertamax, Pertamax Plus, dan Avtur
c. NBBM : LPG, wax, naphta, dan LSWR
Dari produk-produk diatas tersebut PT Pertamina RU V Balikpapan
memasok kebutuhan masyarakat Pulau Jawa Bagian Timur dan juga Negara
Indonesia Bagian Timur. Selain itu beberapa daerah yang membutuhkan
juga tetap dipasok kebutuhannya.

2.4 Organisasi Perusahaan


2.4.1 Visi, Misi, Logo, Nilai, dan Strategi PT. Pertamina
a. Visi, Misi, dan Logo Perusahaan
Setiap perusahaan pastinya memiliki visi dan misi untuk dijadikan landasan
dari berjalannya perusahaan tersebut sehingga dapat mencapai target maupun
tujuan dari perusahaan yang telah ditentukan. Adapun visi dan misi untuk PT.
Pertamina (Persero) secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
o Visi : “Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.”
o Misi : “Menjalankan usaha minyak, gas, serta energy baru dan terbarukan
secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang
kuat.”

15
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Disamping visi dan misi utama dari keseluruhan perusahaan PT. Pertamina
(Persero), juga terdapat visi dan misi untuk menjalankan perusahan pada PT.
Pertamina (Persero) RU V Balikpapan. Adapun visi dan misi untuk PT.
Pertamina (Persero) RU V Balikpapan adalah sebagai berikut:
o Visi: “Menjadi kilang kebanggan nasional yang mampu bersaing dan
menguntungkan”
o Misi :1. Mengelola operasional kilang secara aman, handal, efisien dan
ramah lingkungan untuk menyediakan kebuthan energi yang
berkelanjutan.
2. Mengoptimalkan fleksibilitas pengolahan untuk memaksimalkan
valuable product.
3. Memberikan manfaat kepada stakeholder.

b. Logo Perusahaan
Rencana perubahan logo sudah dipikirkan sejak 1967 saat setelah
terjadinya krisis pada Pertamina. Namun, program tersebut tidak dapat
dilaksanakan karena terjadinya adanya perubahan kebijakan (pergantian
dewan direksi). Pertimbangan mendasar diperlukannya pergantian logo ini
adalah agar dapat menumbuhkan semangat baru bagi seluruh karyawan,
adanya perubahan corporate culture pada seluruh pekerja, menimbulkan
image yang lebih baik di antara global oil dan gas companies, serta
mendorong daya saing perusahaan dalam menghadapi perubahan perubahan
yang terjadi, antara lain:
1. Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi Perseroan.
2. Perubahan strategi perusahan dalam menghadapi persaingan pasca PSO
serta semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru.
Pertamina memiliki slogan yaitu “Semangat Terbarukan”, yang
berarti semangat kerja yang benar-benar baru, ide-ide baru, kemampuan
berimajinasi, dan kecepatan berinovasi. Dengan slogan ini diharapkan
prilaku dari jajaran pekerja PT. Pertamina (Persero) akan berubah menjadi
enterpreneur dan customer oriented, terkait dengan persaingan yang sedang
dan akan dihadapi.

16
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Elemen logo merupakan representasi huruf Pertamina yang


membentuk anak panah dengan arah ke kanan. Hal ini berarti PT. Pertamina
(Persero) bergerak melesat maju dan progresif. Secara keseluruhan, logo
Pertamina menggunakan warna - warna yang berani. Hal ini menunjukkan
langkah besar kedepan yang diambil Pertamina dan aspirasi perusahaan
akan masa depan yang lebih positif dan dinamis.

Warna-warna tersebut yaitu :


1. Biru : Mencerminkan handal, dapat dipercaya, dan
bertanggungjawab.
2. Hijau : Mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan
lingkungan.
3. Merah : Keuletan, ketegasan dan keberanian menghadapi berbagai
keadaan

Gambar 2.3. Perkembangan Logo PT. Pertamina (Persero)


c. Nilai-nilai Pertamina
Dalam mencapai visi misinya, Pertamina berkomitmen untuk menerapkan
tata nilai sebagai berikut :
1. Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak
menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas.Berpedoman
pada asas-asas tata kelola komporasi yang baik.

17
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

2. Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan
menghargai kinerja.
3. Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun kebanggan bangsa.
4. Customer Focused (Fokus pada pelanggan)
Berorientasi pada pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pelangan.
5. Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip bisnis sehat.
6. Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan
penguasaan teknis yang tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan
riset dan pengembangan.

2.4.2 Sistem Manajemen dan Pengawasan


Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi Perusahaan dan diawasi oleh
suatu Dewan Komisaris/Pemerintah Republik Indonesia. Pelaksanaan kegiatan
Pertamina diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu Lembaga Negara, Pemerintah
maupun dari unsur internal Pertamina sendiri. Dari segi organisasi Pertamina
dipimpin oleh Direktur Utama yang membawahi enam orang direktur, yaitu :
1. Direktur Hulu;
2. Direktur Energi Baru dan Terbarukan;
3. Direktur Pengolahan;
4. Direktur Pemasaran;
5. Direktur Keuangan; dan
6. Direktur SDM dan Umum.

18
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

2.4.3 Sistem Organisasi


Dalam perusahaan pasti memiliki susunan bagian dalam organisasi, di
dalam PT. Pertamina (Persero) terbagi atas cabang-cabang berdasarkan regional.
PT. Pertamina Refinery Unit V Balikpapan berada di bawah wewenang dan
tanggung jawab General Manager RU V (GM), yang bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Pengolahan Pertamina.
General Manager Pertamina RU V berfungsi sebagai koordinator seluruh
kegiatan pengolahan Pertamina di Balikpapan, yang dalam tugasnya dibantu oleh
beberapa Manajer/Kepala Bidang, yaitu:

a. Operation And Manufacturing Function


1. Production Function
Fungsi ini bertanggung jawab dalam mengatur dan mengoperasikan kilang
secara keseluruhan. Fungsi produksi dipimpin oleh seorang Production
Manager, yang secara statistik bertanggung jawab terhadap Operation &
Manufacturing Senior Manager. Untuk memudahkan sistem
pengoperasiannya, fungsi ini dibagi berdasarkan area proses dan jenis
pekerjaannya yaitu:
a) Distilling dan Wax Plant Section
Bertanggung jawab dalam pengoperasian Crude Distillation Unit V (CDU
V), High Vacuum Unit III ( HVU III ), Wax Plant, Dehydration Plant, dan
Effluent Water Treatment ( EWTP ).
b) Hydroskimming Complex Section.
Bertanggung jawab terhadap pengoperasian CDU IV, Naphta Hydrotreater,
Platforming Process Unit, LPG Recovery Unit, LPG Treater dan Sour
Water Stripper Unit.
c) Utilities Section
Bertanggung jawab atas kesediaan steam, air dan energi listrik untuk
kelangsungan operasional kilang tanpa interrupt serta ke sarana penunjang
lainya dan perumahan.

19
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

d) Oil Movement Section


Wilayah oprasional bagian ini meliputi area pertangkian Balikpapan dan
area terminal crude lawe – lawe yang bertanggung jawab atas lalu lintas
keluar masuknya minyak mentah serta produk – produk dari kilang. Selain
itu, bagian ini juga melaksanakan proses percampuran (blending). Produk
berdasarkan perhitungan yang dilakukan bagian penjadwalan produksi. Oil
Movement adalah unit penunjang proses yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab secara umum sebagai berikut:
 Mengatur penerimaan minyak mentah yang akan diolah di kilang.
 Mengatur penerimaan produk jadi dan setengah jadi dari kilang
Balikpapan I dan II.
 Mengatur/menyiapkan campuran/blending produk sesuai permintaan
dari Refinery Planning and Optimization Fuction untuk selanjutnya
dilakukan pengiriman.
 Mengatur pengiriman produk ke kapal dan UPMS VI.
 Mengelola Fasilitas Jetty.
Oil Movement Section mempunyai dua terminal antara lain :
 Terminal Balikpapan
Terminal Balikpapan memiliki dua seksi yaitu seksi Tank Farm Storage
yang bertugas mengawasi kegiatan pemompaan di 10 rumah pompa
yang dimiliki kilang serta seksi jembatan dan terminal yang bertugas
dan bertanggung jawab melakukan kegiatan bongkar muat crude,
produk BBM, produk non BBM ke kapal.
 Terminal Lawe – lawe
Terminal ini merupakan pintu masuk crude oil import sebelum masuk
keterminal Balikpapan. Unloading Crude oil dari kapal dilakukan
dengan Single Buoy Mooring ( SBM ) yang terletak di tengah laut
berupa terminal mengambang tempat berlautnya pipa tangker.
Penyaluran crude dari terminal Lawe – Lawe terminal Balikpapan
dilakukan melalui jaringan pipa bawah laut.

20
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

e) Hydrocracking Complex Section.


Bertanggung jawab terhadap pengoperasian HVU II, Hydrocracker Unibon,
Hydrogen Plant, Flare Gas Recovery Unit, Hydrogen Recovery Sistem
serta Common Facilities.
f) Laboratory
Bertugas untuk melakukan pemeriksaan, penelitian secara rutin dan
memberikan hasil secara analisis terhadap bahan baku dan kualitas produk
yang diperoleh serta penelitian atas pengembangan produk laboratorium di
RU V Balikpapan terdiri atas empat laboratorium utama yaitu :
 Laboratorium Gas & Analitik
 Laboratorium Produksi Cair
 Laboratorium Evaluasi Crude
 Laboratorium Lindungan Lingkungan
2. Refinery Planning and Optimization Function
Bertanggung jawab atas perencaan, pelaksaan, pengkoordinir pekerjaan,
pemeliharaan dan meningkatkan kehandalan operasi kilang. Kedudukannya
adalah planner sedangkan kilang adalah Doer. Kedudukan fungsi ini
merencanakan pengolahan untuk mencari gross margin sebesar – besarnya
(dengan pemilihan crude yang bernilai tinggi dilihat dari yield, harga maupun
jadwal datang). Secara umum bidang ini bertugas menyiapkan dan menyajikan
perspektif keekonomian kilang Balikpapan, seperti melaporkan data- data
statistik mengenai evaluasi produk, hasil blending crude dan administrasi serta
mengembangkan perencanaan yang ada dan dapat memaksimalkan pendapatan
berdasarkan pasar dan kondisi kilang yang ada. Refinery Planning and
Optimization Function membawahi tiga bagian yaitu :
a) Budget and Performance Planning & Support Function
Merencanakan Key Performanfe Index dan realisasi anggaran Pertamina.
b) Supply Chain & Ditribution Section
Mengatur penjadwalan crude yang diolah setiap harinya kepada bagian
produksi, menyampaikan realisasi pengolahannya dan mengatur
penjadwalan blending produk serta rencana penyalurannya.

21
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

c) Refinery Planning Section


Membuat rencana pengolahan bulanan dan tahunan serta potensi
pengolahan dan perencanaan crude. Dalam menjalankan tugasnya,
ditunjang oleh perangkat program komputer yaitu linier programming.
Salah satu bentuk programnya adalah GRTMPS (Generalized Refinery
Transportion Marketing Planning System.
3. Maintenance Planning & Support Function
Fungsi ini membawahi lima bagian yaitu :
a) Planning and scheduling Section
b) Stationary Engineer Suction
c) Electrical & Instrument Engineer Section
d) Rotating Equipment Engineer Section
4. Maintenance Execution Function
Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyediakan jasa pelayanan dan
pemeliharaan peralatan mekanik, rotating, listrik dan instrumentasi untuk
menunjang kehandalan operasi kilang. Maintenance Execution membawahi
lima bagian,yaitu:
a) Maintenance Areal 1 Section
b) Maintenance Areal 2 Section
c) Maintenance Areal 3 Section
d) Maintenance Areal 4 Section
e) General Maintenance Section
f) Workshop Section
b. Engineering and Development
Tugas utama fungsi ini adalah mengevaluasi proses kilang, memberikan
saran – saran peningkatan kinerja operasi kilang secara keseluruhan, serta
melakukan pengembangan proses. Fungsi ini dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Procces Engineering Section
Bagian ini memberikan saran dan rekomendasi atas pengoperasian kilang
pada bagian produksi, melakukan pengembangan dan modifikasi proses serta
melakukan evaluasi unjuk kerja proses dan peralatan kilang. Process

22
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Engineering terdapat dua spesialis, yaitu Spesialis Energi dan Spesialis Proses
Kontrol, serta dibagi menjadi lima seksi, yaitu :
a) Seksi Pengembangan
b) Seksi Proses Kontrol
c) Seksi Proses Environmental dan Safety
d) Seksi Kontak Engineer
2. Project Engineering Section
Fungsi bagian Project Engineering adalah mengatur kontrak kerja,
mengelola dan mengendalikan kegiatan perencanaan, pelaksanaan proses
pengadaan barang dan jasa, mempersiapkan cetak biru modifikasi terhadap
kilang, menentukan pemilihan alat serta mengadakan evaluasi terhadap masalah
keteknikan, dan penanganan pengawasan pelaksanaan seluruh proyek untuk
mencapai hasil proyek yang memenuhi standar kualitas serta biaya/jadwal yang
telah ditetapkan dan dinilai manfaat proyek yang menguntungkan dalam rangka
mencapai target rencana kerja Refinery Unit V yang menjadi tanggung jadwal
serta merupakan visi dan misi fungsi Engineering dan pengembangan. Bagian
Project Engineering terdiri dari 4 seksi, yaitu :
a) Pengadaan
b) Ahli Proyek
c) Pengawas Kontruksi
d) Pengatur administrasi Proyek Engineering
3. Energy Conservation & Loss Control Section
Bagian ini berfungsi untuk merencanakan, mengkoordinasikan,
mengarahkan, dan mengendalikan penyelesaian masalah dan pemberian saran
ke fungsi terkait perihal pemakaian energi dan penekanan Hydrocarbon loss di
lingkungan pertamina RU V Balikpapan dalam rangka peningkatan nilai
tambah dan financial margin perusahaan.
4. Quality Management Section
Bagian ini berfungsi untuk mengkoordinasikan sistem manajemen mutu
Pertamina, baik dari standar mutu organisasi, mutu produk, dan lingkungan.
Juga mengkoordinasikan penilaian audit program Pertamina Quality Award.

23
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

c. Realibity Function
Fungsi ini bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, mengoordinasi
pekerjaan, pemeliharaan, dan meningkatkan keandalan operasi kilang, yang
terdiri dari :
1. Plant Reliability Section
Bagian ini bertugas mengoordinasikan pekerjaan pemeliharaan kilang
dengan bidang jasa dan pemeliharaan kilang.
2. Equipment Reability Section
Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan peralatan yang
beroperasi dalam kilang, seperti perpipaan, tangki, furnace, heat exchanger,
boiler dan reactor, selain itu mempersiapkan Turn Araund ( TA ) Kilang.
d. Procurement Fuction
Fungsi ini membawahi :
1. Inventory Section
2. Purchasing Section
3. Services & Warehousing Section
4. Contract Office Section.
e. Health, Safety, Environment Function
Fungsi ini membawahi :
1. Environmental Section
2. Fire & Insurance Section
3. Safety Section
4. Occupational Health Section.
f. General Affairs Function
Fungsi General Affairs membawahi :
1. Legal section
2. Public Relation Sect
3. Security Section.
g. Human Resource Area/Business Partner Function
Fungsi HR Area/BP RU V membawahi :
1. People Development
2. Industrial Relation

24
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

3. Organization Develoment Analyst


4. Medical
5. HR Service.
h. Fungsi Keuangan
Fungsi Keuangan membawahi :
1. Bagian Controller
2. Bagian Akuntansi Kilang
3. Bagian Pembendaharaan.
i. Information Technology
Fungsi ini membawahi :
1. Bagian Pengembangan
2. Bagian Operasi.

j. OPI
Organisasi baru yang dibentuk ini bertujuan untuk menyukseskan program
transformasi Pertamina secara keseluruhan yang meliputi 4 mainstream antara
lain Leadership, Technical Aspect, Minsed Camability dan Management
Infrastructure.

25
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

BAB III
DASAR TEORI

3.1 Non Destructive Test (NDT)


Sebuah produk industri di rancang untuk melakukan suatu fungsi tertentu.
User membeli varian produk dengan ekspetasi barang tersebut akan bekerja baik
dan tidak mengalami masalah dalam periode waktu tertentu. Tingkat jaminan atau
kepastian dengan sebuah trouble atau gangguan biasanya sudah di sediakan dalam
bentuk asuransi hal ini dapat di istilahkan sebagai keandalan sebuah barang.
Keandalan sebuah mesin atau komponen assembly memiliki nomor komponen
standar tergantung pada faktor ketahanan di setiap komponen. Kebanyakan mesin
dan sebuah sistem di zaman sekarang seperti pada industri kereta, mobil, pesawat,
kapal, pembangkit listrik, kimia dan industri lainnya memiliki banyak komponen
yang kompleks yang bekerja atau beroperasi dengan baik. Untuk memastikan
keandalan sebuah mesin, penting jika setiap komponen memiliki performa yang
baik dan beroperasi sesuai fungsinya. Keandalan akan meningkatkan tingkat
kualitas (quality of the product). Produk yang berkualitas dapat bekerja dan
berfungsi untuk waktu yang lama. Namun di sisi lain, kegagalan sebuah produk
atau barang adalah hal yang bersifat unpredictable atau tidak dapat diprediksi
secara pasti, dan barang yang mengalami kegagalan dini biasanya dianggap sebagai
produk kurang berkualitas (poor quality product). Kedua jenis produk dibedakan
sesuai faktor keandalan atau tingkat kualitas.
Tingkat kualitas komponen atau bagian-bagian biasanya tergantung pada
banyak faktor penting diantaranya adalah desain, karakteristik material, manufaktur
material, dan teknik fabrikasi. Sebuah kualitas juga dapat diartikan dalam istilah
lain yaitu jumlah nilai kecacatan (defect) atau ketidaksempurnaan (imperfection)
ketika produk tersebut sudah jadi. Banyak jenis kecacatan (defect) yang terjadi
sesuai proses pembuatan dan fabrikasi bentuk. Pengetahuan atau ilmu untuk
kecacatan (defect) suatu produk, menetapkan untuk me-minimizing nilainya pada
produk karena ini penting untuk mendapat tingkat kualitas yang layak atau baik.
Peningkatan dalam sebuah kualitas produk atau barang membawa sebuah latar
belakang bahwa tingkat keandalan dan ketahanan itu sangat penting. Keandalan

26
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

sebuah produk, safety mesin dan peralatan memperngaruhi ekonomi di sektor


industri, seperti penambahan produksi, menurunkan tingkat scrap, meningkatkan
reputasi industri karena dapat mempercepat penjualan. Karena itu suatu keperluan
untuk memiliki metode pemeriksaan untuk mengetahui nilai kecacatan (defect) atau
ketidak sempurnaan (imperfection) tanpa mempengaruhi kemampuan operasi atau
service ability.
Banyak sekali jenis pemeriksaan dan uji yang sudah ada, beberapa bersifat
merusak (destructive test) dan sebagian juga tidak merusak (non-destrutive test).
Berbicara masalah pemeriksaan dan uji tidak merusak (non-destrutive test), sesuai
pada standar ASTM E-7, non-destructive testing (NDT) adalah pengembangan dan
aplikasi metode teknis untuk melakukan pemeriksaan material komponen dengan
tanpa merusaknya, tidak mempengaruhi operasi (service ability) dengan tujuan
untuk mendeteksi, lokasi, ukuran, evaluasi diskontinuitas, dan ketidak sempurnaan
(imperfection) lainnya juga dapat mengetahui nilai properties dan komposisi
sekaligus mengukur geometri dan karakter fisik benda. Non-destructive testing
(NDT) bermain pada wilayah yang sangat penting dalam pengendalian kualitas
(quality control), karena NDT juga dapat menganalisa tentang material dasar (raw
material). Jadi NDT dapat digunakan pada semua tahap proses produksi, diluar
dari wilayah pembuatan produk, NDT juga luas digunakan secara rutin atau berkala
pada produk jadi biarpun produk tersebut dalam pengoperasian, NDT dapat
digunakan dan ini tidak menurunkan kualitas atau performa produk.

3.1.1 Metode Non Destructive Test (NDT)


Metode NDT ada yang sederhana sampai kompleks, inspeksi visual
adalah yang paling mudah dan sederhana. Permukaan yang tidak sempurna
namun tidak terlihat oleh mata bisa di deteksi menggunakan cairan
penetrant atau dengan metode magnetik. Jika ditemukan kecacatan yang
serius pada objek atau kesulitan mendeteksi kecacatan, biasanya sering
digunakan proses metode yang lebih kompleks seperti menggunakan
inspeksi ultrasonic atau radiography. Metode dalam NDT dapat dibagi
dalam beberapa kelompok untuk fungsi sebagai konvensional dan non-
konvesional. Kelompok konvensional biasanya terdiri atas visual, optical

27
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

inspection, dye penetrant testing, magnetic particle testing, eddy current


testing, radiography testing dan ultrasonic testing. Untuk metode non-
konvensional NDT, hanya digunakan untuk aplikasi atau penerapan khusus
dan penggunaannya pun dibatasi. Kemudian dari penjelasan diatas dapat
dibagi lagi menjadi jenis metode NDT yang lebih spesifik dari prinsip dasar,
jenis penggunan, kelebihan dan batasan metode.

1. Visual testing
Sering terlewatkan dalam penggunaan metode NDT, inspeksi secara
visual adalah satu yang biasanya paling mewakili pengertian apa yang
dimaksud dengan uji non-destructive. Inspeksi visual memerlukan sumber
cahaya yang memadai pada permukaan objek, serta pengelihatan yang baik
dari tester. Untuk inspeksi visual yang efektif untuk dilakukan maka, perlu
untuk memperhatikan syarat-syarat khusus karena ini memerlukan latihan
(pengetahuan produk dan proses, antisipasi keadaan, kriteria, dan catatan
lainnya) dan uji ini memiliki peralatan tersendiri. Fakta bahwa semua
kecacatan dan kerusakkan ditemukan oleh metode NDT lainnya dapat
dibuktikan setelah melewati inspeksi secara visual. Uji visual dapat
diklasifikasikan dalam berapa kelas seperti direct visual testing, remote
visual testing dan translucent visual testing. Kebanyakan peralatan pada uji
visual yang digunakan seperti pada gambar 3.1, flash light, lensa optik,
cermin dan kaca pembesar (2-10x). Untuk pemeriksaan internal atau bagian
dalam, lensa seperti pada borescope dapat digunakan untuk melakukan
pemeriksaan. Untuk dokumentasi secara permanen maka dapat digunakan
kamera untuk merekam atau mengambil gambar letak dan bentuk kecacatan
yang ada.
Penggunaan uji visual meliputi:
(1) Pemeriksaan kondisi permukaan spesimen.
(2) Pemeriksaan kesejejajaran permukaan.
(3) Pemeriksaan bentuk komponen.
(4) Pemeriksaan bukti kecacatan spesiemen.
(5) Pemeriksaan untuk kecacatan spesimen bagian dalam.

28
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.1, Berbagai alat yang digunakan pada uji visual.

(a) Cermin, untuk pengamatan normal menggunakan cermin datar, dan


untuk pembesaran lebih dapat menggunkan cermin permukaan
cekung.
(b) Kaca pembesar standar (pembesaran 2-3x).
(c) Kaca pembesar khusus, dengan akurasi deteksi yang lebih baik
(pembesaran 5-10x.)
(d) Inspection glass, (pembesaran 5-10x).
(e) Borescope atau intrascope (pembesaran 2-3x)

2. Liquid penetrant testing (PT)


Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi diskontinuitas pada
permukaan terbuka pada berbagai wilayah industri dimana benda yang ingin
di inspeksi harus terbuat dari material non-porous atau tidak ada korosi.
Metode ini juga tidak bisa digunakan pada material yang memiliki sifat
magnetik. Dalam metode liquid penetrant ini, diaplikasikan pada
permukaan benda, setelah cairan penetrant dituangkan dan digunakan
kemudian penetrant berlebih dipermukaan spesimen akan dicabut atau
remove. Permukaan benda kemudian akan kering, jika pada permukaan
tersisa pola cairan penetrant maka itu dikarenakan terserapnya penetrant
liquid oleh diskotinuitas benda. Illustrasi proses dapat dilihat pada gambar
3.2.

29
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.2, Proses penggunaan metode penetrant liquid testing pada spesimen.

30
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Penetrant dapat digunakan baik dalam keadaan terlihat secara visual


langsung (visible dye penetrant) atau menggunakan bantuan penerangan
(flourescent dye penetrant). Pemeriksa menggunakan visible dye penentrant
biasa dapat membuat indikasi pasti jika kondisi ada pencahayaan dari alam
atau matahari (white light), sedangkan flourescent dye penetrant digunakan
saat kondisi gelap. Cairan penetrant juga terbagi dalam berbagai jenis sesuai
metode pembersihan spesimen uji dan harga.
Daftar jenis cairan atau penentrant liquid:
(1) Post emulsifiable flourescent dye penetrant.
(2) Solvent removable fluorescent dye penetrant.
(3) Post emulsifiable visible dye penetrant.
(4) Solvent removable visible dye penetrant.
(5) Water washable visible dye penetrant.

Kelebihan metode penetrant liquid testing:

(1) Harga murah.


(2) Metode portabel.
(3) Baik dalam mendeteksi diskontinuitas permukaan.
(4) Penggunaan metode yang sederhana.
(5) Dapat digunakan pada banyak jenis material.
(6) Dalam sekali pemakaian dapat mendeteksi banyak diskontinuitas
permukaan.

Beberapa kekurangan dari metode penetrans liquid testing:

(1) Uji pada permukaan benda tidak boleh terkontaminasi (debu,


minyak, cat, karat dll).
(2) Hanya dapat mendeteksi diskontinuitas pada permukaan.
(3) Tida dapat digunakan pada specimen porous, karena sangat sulit
untuk mengaplikasikannya pada permukaan yang kasar.
(4) Removing atau pengambilan cairan penentrant berlebih pada
permukaan adalah hal wajib untuk dilakukan.

31
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

3. Magnetic particle testing (MT)

Magnetic particle testing digunakan pada material yang memiliki sifat


magnetik (konduktor). Metode ini mampu mendeteksi kecacatan (flaw)
pada permukaan yang terbuka dan bagian dalam benda. Dalam metode ini,
pertama uji spesimen material menggunakan elektromagnetik dengan
mengalirkan arus listrik melewati specimen, Medan magnetterbentuk pada
spesimen yang tersusun atas garis gaya magnetic, beberapa gaya magnetik
harus masuk dan keluar pada spesimen uji. Kapapun aliran dari gaya
partikel magnet yang ada pada permukaan kemudian menjadi siklus dan
dapat mengindikasikan visual atau gambaran dari ukura dan bentuk
kecacatan yang ada. Gambar 3.3 mengillustrasikan prinsip dasar dari
metode ini.

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.3, Prinsip dasar dari magnetic particle testing.

32
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Tergantung pada pengunaannya, ada perbedaan teknik dapal uji


magnetic particle ini. Jenis teknik tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2
teknik sebagai berikut:

(a) Teknik arus searah (direct current), teknik ini memiliki arus listrik yang
searah mengalir pada specimen uji dan medan magnet yang terbentuk
dari aliran arus listrik DC digunakan untuk mendeteksi adanya
kecacatan. Teknik ini diilustrikasikan pada gambar 3.4 (a, b & c).
(b) Teknik flux magnet (Magnetic flux), pada teknik ini terjadi induksi pada
spesimen baik menggunakan magnet permanen atau aliran arus listrik
melewati kumparan (coil) dan spesimen konduktor. Teknik ini dapat
dilihat pada illustrasi gambar 3.4 (d-g).

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.4, Perbedaan teknik yang digunakan pada magnetic particle testing.

33
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Kelebihan dari metode magnetic particle testing:

(1) Penggunaan tidak memerlukan pembersihan spesimen yang sangat teliti.


(2) Metode terbaik untuk mendeteksi kecacatan atau retak permukaan pada
material ferromagnetic.
(3) Cepat dan relative metode NDT yang sederhana.
(4) Umumnya tidak mahal.
(5) Akan bekerja pada lapisan permukaan yang tebal.
(6) Sedikit batasan mengenai ukuran dan bentuk dari spesimen uji.
(7) Metode NDT yang portabel.

Beberapa kekurangan dari motode magnetic particle testing, sebagai


berikut:
(1) Material harus ferromagnetic.
(2) Orientasi kekuatan medan magnet sangat vital.
(3) Hanya mendeteksi diskontiniutas pada dekat atau pada permukaan saja.
(4) Arus listrik yang besar terkadang diperlukan.
(5) Kemungkinan adanya terbakar pada spesimen.

4. Eddy current testing (ET)


Metode ini luas dapat digunakan untuk mendeteksi kecacatan
permukaan, jenis material, untuk mengukur ketabalan dinding dan
terkadang dapat mengukur kedalaman. Metode ini hanya berlaku untuk
material yang bersifat konduktor. Pada metode eddy current testing ini
menggunakan arus listrik bolak balik (alternating current) pada spesimen.
Arus listrik bolak balik membentuk medan magnet. Pembentukkan medan
magnet ini tergantung pada kondisi pada bagian dekat kumparan (coil),
kemudian pada current meter yang terpasang akan terbaca jumlah nilai arus.
Pada gambar 3.5 memberikan penjelasan prinsip dasar pada eddy current
testing.
Ada 3 jenis cara, digambarkan pada 3.6 yang digunakan dalam eddy
current testing. Pemeriksaan bagian dalam atau internal coil (3.6a) biasanya
digunakan juga pada untuk pemeriksaan heat exchanger tube. Sedangkan

34
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

pemeriksaan menggunakan encircling coil (3.6b), diterapkan pada spesimen


berbentuk batang atau tabung. Penggunaan surface probe (3.6c) dapat
menemukan lokasi retak (cracks), jenis material, pengukuran ketebalan
dinding, dan juga mengetahui jarak kedalaman.

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.5, (a) Eddy current testing pada uji spesimen.

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.5, (b) Distorsi dikarenakan deteksi kecacatan.
Beberapa kelebihan dari metode eddy current tasting sebagai berikut:

35
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(1) Respon alat yang cepat.


(2) Tidak memiliki cara penggunaan yang sulit memiliki saat set-up alat.
(3) Sangat senstif untuk mendeteksi kecacatan (flaws).
(4) Bisa digunakan berulang-ulang.
(5) Scanning yang cepat.
(6) Sangat akurat untuk analisa dimensi dari kecacatan atau ketebalan
lapisan spesimen.

(International Atomic Energy Agency, 2000)


Gambar 3.6, Jenis pemeriksaan yang digunakan pada eddy current testing.

36
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Beberapa kekurangan dari metode eddy current tasting sebagai berikut:


(1) Latar belakang inspector harus memiliki tingkatan pengetahuan
akedemik yang baik, terutama tentang dasar kelistrikkan dan
matematika.
(2) Sangat sensitif terhadap berbagai sifat permukaan, itu kenapa sangat
memerlukan permukaan spesimen yang halus.
(3) Dapat digunakan pada material non-magnetik juga magnetik tapi
tidak handal dalam pemeriksaan material carbon-steel untuk
mendeteksi kecacatan pada subsurface spesimen.
(4) Ini hanya bisa digunakan pada material yang memiliki sifat
konduktor.
(5) Kedalaman penetrasi terbatas.
(6) Kerapatan bentuk retak dan orientasi dari aliran arus pada eddy
current testing juga bentuk linear diskontuinitas akan mempengaruhi
kemampuan dalam proses mendeteksi kecacatan.

5. Radiography testing (RT)


Metode radiography adalah salah satu metode NDT, dimana
menggunakan penterasi sinar radiasi. Ini berdasarkan dari perbedaan
penyerapan sinar radiasi dari setiap pemeriksaan atau inspeksi. Dalam
pemeriksaan pada metode ini, sumber sinar radiasi berasal dari unsur kimia
radioaktif, yaitu Irridium-192, Cobalt-192, Caesium-137, dimana emisi
dari sinar gammar atau X-rays terpancar dari alat khusus. Tabel 3.1
menunjukkan beberapa unsur kimia radioaktif yang memiliki radioisotope,
yang paling banyak digunakan pada metode ini.
Sangat banyak jenis metode NDT, tapi hanya beberapa dari mereka
dapat melakukan examining volume, beberapa juga hanya bisa
menampilkan kecacatan dipermukaan saja. Salah satu yang terbaik
digunakan luas pada metode NDT adalah radiography – penggunaan sinar
X-rays dan gamma akan menghasilkan gambar radiograph (gambar

37
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

bayangan objek) dari spesimen uji, menunjukan ketebalan, kecacatan


(internal dan external), detail dari assembly, dan lain-lain.
Metode radiography testing (RT) dapat juga digunakan pada wilayah
teknik sipil, terkhusus untuk memverifikasi kenaikan dari tegangan awal,
konkret, kawat, dari menggunakan sinar X-ray dan linear accelerator. Pada
gambar 3.7 menunjukkan illustasi dari penggunaan uji radiography.

(International Atomic Energy Agency, 2005)


Gambar 3.7, Susunan proses radiography testing
Tabel 3.1, Jenis sumber sinar gamma untuk radiography testing
RHM Optimum Half value
Gamma ray
Characteristic value thickness layer (mm
Half life energies
source per range (mm of lead)
(MeV)
curie of steel)
128 -
Thalium-170 0.87, 0.53 0.0025 2.5 to 12
Days
5,3 13
Cobalt-60 1.17,1.13 1.33 50 to 150
Years
74,4 2.8
Iridium-192 0.31,0.47,0.64 0.5 10 to 70
Days
30 8.4
Caesium-137 0.66 0.37 20 to 100
Years

38
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(International Atomic Energy Agency, 2005)


Gambar 3.8, Gambar dari radiograph stuktur logam.
Selama sinar radiography gamma atau X-ray melakukan penertasi pada
material saat inspeksi. Selama melintasi material, radiasi ini akan diproses
oleh stuktur bagian dalam dari material. Jika struktur bagian dalam bersifat
homogeny, proses penyerapan dan pemecahan akan melewati seluruh
bagian dari material dan radiasi keluar dari material dengan intensitas
tertentu.
Radiasi tersebut digambarkan pada film radiographic. Ketika sudah
diproses, gambaran bayangan hitam putih akan muncul pada film yang
mengidikasikan kehomogenitasan dari material yang telah diuji. Situasi
akan berbeda jika material atau objek megandung diskontinuitas atau
perbedaan dalam ketebalan. Pada umumnya, penyerapan radiasi oleh
material tergantung dari keefektifitasan ketebalan, saat penetrasi radiasi
melewati material.
Diskontinuitas seperti cracks, kerak, porositas, lemahnya penetrasi dan
kegagalan fusion akan menurunkan efektifitas dari pemeriksaan material.
Dengan demikian, terdeteksinya diskontiunitas oleh radiasi disebabkan oleh
radiasi yang keluar dari kecacatan objek, yang ditampilkan pada film.
Tampilan dari gambar radipgraphic tergantung dari diskontinuitas yang
ditemukan dari sinar radiasi, Keretakan contohnya akan menghasilkan
gambar hitam, dan garis yang tidak wajar, sedangkan porositas
menghasilkan gambar hitam bulat dengan bentuk yang berbeda-beda.

39
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Beberapa Diskontinuitas yang terdeteksi pada material seperti adanya


tungsten pada besi yang memiliki massa jenis lebih tinggi. Pada kasus
seperti ini, efektifitas ketebalan diperlukan untuk mengalirkan sinar radiasi
yang mungkin bernilai besar. Dengan kata lain, lebih banyak radiasi terserap
pada area yang tebal dibandingkan pada material tipis. Sebagai hasil
intensitas radiasi yang keluar dari penyerapan material tebal lebih sedikit
daripada material dengan lapisan yang tipis.
Hampir seluruh negara didunia memiliki standar peraturan masing-
masing tentang keamanan radiasi. Memerlukan ijin dari otoritas yang ada
pada penggunaan metode ini, yang kebetulan adalah metode paling mahal
untuk digunakan.

Beberapa kelebihan dari radiography testing, sebagai berikut:


(1) Dapat digunakan pada hamper seluruh jenis material.
(2) Dapat melakukan pemeriksaan bagian dalam, kecacatan pada struktur,
assembly, atau kesejajaran spesimen.
(3) Hasil gambar yang permanen.
(4) Tidak memerlukan pengaturan kalibrasi.
(5) Adanya peralatan untuk mengetahui kualitas dari radiograph.
(6) Analisa dari radiograph dapat selesai dengan cepat.
(7) Perlatan yang portable.

Beberapa kekurangan dari radiography testing, sebagai berikut:


(1) Radiasi yang digunakan sangat berbahaya bagi pekerja dan masyarakat
sekitar.
(2) Metode yang mahal.
(3) Tidak dapat mendeteksi diskontinuitas yang laminar.
(4) Beberapa perlatan berukuran besar.
(5) Untuk radiography X-ray, memerlukan sumber listrik.
(6) Hasil tidak instan, memerlukan proses film, analisa dan evaluasi gambar.
(7) Memerlukan seseorang yang terlatih pada subjek radiography dan
mengetahui safety radiaton.

40
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

6. Ultrasonic testing (UT)


Sesuai namanya, ultrasonic mengacu pada satu metode NDT dimana
menggunakan suara yang memiliki frekusi diluar dari interval pendengaran
manusia. Inspeksi menggunakan gelombang suara memiliki frekuensi 50
kHz sampai 100 kHz yang digunakan untuk inspeksi material non-metal,
sedangkan frekuensi diantara 0,5 MHz – 10 MHz digunakan untuk material
metal.

Metode ultrasonic testing (UT) meggunakan frekuensi suara tinggi


(ultrasound) untuk mengukur geometri dan properties fisik dalam material.
Ultrasound memiliki kecepatan yang berbeda sesuai jenis material.
Ultrasound akan melewati dengan kecepatan tertentu dan gelombang
tersebut tidak akan balik kecuali gelombang ultrasound terkena reflector.
Reflector bisa diartikan sebagai batas antara dua material yang berbeda atau
sebuah kecacatan (flaw). Alat ultrasound atau transducer akan menghasilkan
(emitted) gelombang suara dan pada waktu yang sama, jika ada maka
transducer akan menerima glombang suara yang kembali karena hasil
refleksi. Dengan membandingan kedua sinyal (emitted dan reflected), posisi
kecatatan, kerusakan dan ukuran kemudian dapat diukur. UT juga digunakan
pada wilayah teknik sipil, diluar dari bagian metal atau logam, untuk
memverifikasi granulasi dari permukaan konkret. Frekuensi tinggi dari
gelombang suara yang menuju material, dan kemudian terjadi balasan
refleksi dari permukaan atau kecacatan yang terdeteksi. Refleksi suara tadu
digambarkan dengan waktu inspeksi, dan inspector bisa melihat dan
menganalisa hasil pemeriksaan dari gelombang hasil refleksi, sesuai pada
gambar 3.9.

Seperti metode radiography, ultrasonik adalah salah satu metode NDT


yang dapat digunakan untuk mendeteksi diskontinuitas bagian dalam. Pada
inspeksi ultrasonik, gelombang suara dihasilkan dari alat bernama
transducers yang terbuat dari material yang dapat memperlihatkan efek
“piezoelectric”. Material yang dapat memperlihatkan efek dari piezoelectric
mampu untuk mnegkonversi energi listrik dan vise versa. Contoh jenis dari

41
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

materialnya adalah quartz. Ketika potongan kristal quartz dalam ukuran


standar, kristal tersebut mampu untuk membantu menghasilkan gelombang
suara yang sesuai untuk inspeksi atau pemeriksaan ultrasonik. Tergantung
pada pemotongan kristal quartz, gelombang suara yang dihasilkan dari
quartz dapat berupa gelombang longitudinal atau transverse.

(International Atomic Energy Agency, 2005)


Gambar 3.9, (a) spesimen tanpa defect; (b) spesimen dengan defect kecil
(c) spesimen dengan defect besar.

Selama pemeriksaan, gelombang suara yang dihasilkan dari


transducer akan ditransmisikan ke material atau spesimen untuk dianalisa
dengan couplant. Transmisi gelombang pada material ini memiliki kecepatan
sekitar 5960 m/s dan 6400 m/s pada baja dan alluminium. Ketika tidak ada
terdeteksi diskontinuitas pada material, gelombang suara akan tetap menjalar
menyeluruh pada material. Kemudian gelombang yang sudah diberikan pada
material, akan terefleksi dikarenakan backwall dari material dan transducer
akan menerima kembali. Pada momen tersebut, piezoelectric akan
mengkonversikan energi suara menjadi pulse listrik. Pulse sepeti denyut dari
listrik tersebut kemudian akan ditampilkan pada screen.

Bagaimanapun, jika ada diskontinuitas terdeteksi pada material, jumlah


energi dari gelombang suara akan terefleksi dari diskontinuitas yang ada
sedangkan sisanya tetap berjalan menjalar sampai mencapai backwall dari
material dan kembali lagi ke transducer. Pada keadaan seperti ini, jumlah

42
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

gelombang suara yang terefleksi yang disebabkan oleh diskontinuitas akan


balik lebih dahulu ke transducer kemudian di ikuti oleh gelombang suara dari
backwall material. Kedua energi gelombang tersebut dikonversi menjadi
sinyal listrik dimana ditampilkan pada screen ultrasonic flaw detector
sebagai gelombang suara hasil refleksi dari backwall dan diskontinuitas.
Dengan kalibrasi alat yang baik, maka hasil dari detector akan dapat
dianalisa.

Faktanya adalah bahwa ultrasonic testing tidak menghasilkan potensi


bahaya pada user atau operator, ini yang membuat metode ini baik sebagai
kompetitor untuk metode radiography. Bagaimanapun, sangat diperlukan
keahlian dan pangalaman yang tinggi user untuk menganalisa hasil uji
dengan baik. Tidak seperti radiography yang hasil dari pemeriksaan
ditampilkan pada gambar radiograph, uji ultrasonic hanya menampilkan
gambar dari sinyal pulse listrik pada screen. Pengetahuan tentang material,
kerja transducer yang benar dan kalibrasi yang baik adalah poin mutlak
penting untuk membenarkan adanya assessment setelah pengujian. Lebih
menarik lagi bahwa perlatan uji ultrasonic sekarang juga ada yang
menghasilkan data dalam dimensi 2D dan 3D. Pengembangan ini
menyediakan kelebihan metode uji ultrasonic dalam persaingannya melawan
metode radiography.

Beberapa kelebihan dari ultrasonic testing, sebagai berikut:


(1) Mampu mendeteksi kecacatan bagian dalam (internal defect).
(2) Tidak memiliki zat kimia berbahaya.
(3) Bisa digunakan pada pengukuran ketebalan, deteksi diskontinuitas dan
menentukan properties dari material.
(4) Dapat mengukur ukuran diskontinuitas yang terdeteksi.
(5) Sangat responsive terhadap diskontinuitas berjenis planar.
(6) Otomatis.
(7) Perlatan kebanyakan portabel dan cocok untuk pemeriksaan lapangan.
(8) Dapat digunakan pada pemeriksaan material yang memiliki lapisan tebal.

43
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Beberapa kekurangan dari ultrasonic testing, sebagai berikut:


(1) Memerlukan penggunanan couplant untuk mentransmisikan gelombang
suara.
(2) Memerlkan pengaturan kalibrasi sesuai refrensi standar.
(3) Memerlukan user yang handal.
(4) Tidak terlalu dapat diandalkan untuk mendeteksi defect pada permukaan
dan sub-permukaan.

7. Perbandingan metode-metode NDT


Sangat penting untuk menggunakan sallah satu metode NDT untuk
mendeteksi defect. Setiap metode memiliki syarat-syarat dan batasan
tertentu dan ini harus dimasukan kedalam program perancaan sebelum
melakukan inspeksi pada materal. Tabel 3.2 memberikan rangkuman
tentang perbandingan metode NDT yang digunakan.
Tabel 3.2, Perbandingan jenis-jenis metode uji NDT
Akses yang Harga Biaya Keterangan
Teknik
diperlukan Equipment Inspeksi
Dapat dugunakan Serba guna; hanya
untuk melihat memerlukan skill
interior yang yang sedikit.
Visual B/D D
kompleks, cukup
digunakan hanya
satu akses.
Meskipun
memiliki biaya
inspeksi yang
tinggi, inspeksi
Harus memiliki untuk wilayah
dua akses dari yang besar bisa
Radography A B/C dilakukan dalam
(alat dan objek
spesimen). hanya satu kali.
Memerlukan user
yang memiliki
keahlian yang
baik.

44
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Memerlukan
pencarian titik ke
titik lain, oleh
Satu atau dua karena itu inspeksi
akses dari alat ektensif sangat
Ultrasonic B B/C diperlukan pada
atau objek
spesimen. pemeriksaan objek
yang besar;
memerlukan
keahlian khusus.

Hanya dapat
digunakan pada
Memerlukan material magnetik
Magnetic permukaan seperti baja;
Particles spesimen yang C C/D Hanya bisa
bersih dan halus. mendeteksi
kecacatan pada
permukaan.

Memerlukan flaw Untuk semua jenis


Penetrant untuk akses dari material; hanya
flow penetrant dan D C/D mendeteksi
detection permukaan objek kacacatan pada
yang bersih. permukaan.

Permukaan objek Hanya dapat


Eddy atau spesimen digunakan pada
harus bersih dan B/C C/D material bersifat
current
halus. konduktif.

A: Biaya termahal
D: Biaya termurah

45
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

3.2 Non Destructive Test Untuk Analisa Umur


Teknologi NDT yang diaplikasikan pada analisa umur atau disebut sebagai
plant life assessment (PLA) sangat terkenal diberbagai negara. NDT untuk analisa
umur cocok dengan aplikasi NDT dengan teknik mendeteksi diskontinuitas pada
proses manufaktur di sektor industri yang memberikan pengaruh terhadap kekuatan
mekanika dari sebuah produk dan dapat menyebabkan kegagalan dini (premature
failure). Analisa umur pada banyak kasus mengartikan sisa umur dari struktur,
komponen atau produk (remaning life assessment).
Sebuah produk industri dirancang untuk menjalankan suatu fungsi secara
pasti dalam beberapa periode waktu sesuai keinginan dari pengguna. Pada
perancangan produk waktu dahulu, keberadaan diskontinuitas dapat diperhitungkan
melalui safety factor pada perancangan. Tapi sekarang sejak penggunaan material
yang memiliki berat yang ringan dan harga murah lebih diprioritaskan, keberadaan
diskontinuitas menjadi sesuatu yang di kesampingkan.
Cepatnya perubahan dalam generasi energi dan industri petrokimia yang
selalu melanjutkan prinsip “keunggulan engineering” sebagai gaya managemen
komersial yang memiliki target menaikan profit perusahaan dan meminimalisir
kerugian, dalam wilayah persaingan, disana selalu menekankan pada pemeliharaan
plant dan equipment dalam pengoperasian produktif yang baik, diluar dari perhatian
pada spesifikasi desain produk awal. Ini harus dilakukan tanpa menimbulkan resiko
negatif dari keamanan plant, pekerja atau lingkungan. Meningkatkan operasi dan
perbaikan adalah pilihan yang harus dibuat, baik untuk plant yang sudah lama
beroperasi atau baru, sesuai dengan teknik life assessment.
Plant life assessment diterapkan pada wilayah proses produksi, struktur,
vessel atau perpipaan dimana equipment tersebut sudah di desain beroperasi untuk
periode waktu tertentu dengan mengambil patokan standar seperti temperatur,
korosi dan jenis material. Untuk memastikan penjangnya waktu atau umur operasi
dari proses diluar dari sumber spesifikasi desain awal, penggunaan NDT harus
menjadi rutinitas sebagai inspeksi atau pemeriksaan. Untuk menilai dan memonitor
kualitas sebuah produk selama produk tersebut beroperasi tanpa mengganggu
kinerja dari produk tersebut, metode NDT menjadi pilihan terbaik.

46
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Penilaian kondisi dan sisa umur dari komponen plant yang beroperasi pada
temperature yang tinggi dan pada tegangan tinggi, sangat penting untuk
mengoptimasi jadwal inspeksi dan maintenance untuk “RUN, REPAIR,
REPLACE” dan menghindari pemberhentian operasi secara mendadak. Komponen
engineering, ketika melakukan operasi sudah di desain sesuai periode waktu
penggunaan atau dalam istilah lain “life design”. Banyak faktor dimana merugikan
produk dan menjadikan kegagalan dini pada komponen dan dapat menghentikan
pengoperasian, seperti unanticipated stresses, penggunaan overlimit (temperatur
dan beban yang melewati batas kemampuan komponen), pengaruh lingkungan,
degredasi properties material dan lain lain.

3 faktor yang diperlukan untuk menganalisa sisa umur (remain life assessment):
(1) Properties material (yield strength, fracture toughness, thickness dan lain-lain).
(2) Karakteristik flaw yang terjadi (jenis, lokasi, ukuran, bentuk, orientasi) dan
(3) Tegangan yang terjadi (stresses in product).

(Handbook ASM International 11, 2003)


Gambar 3.10, Kurva hasil NDT yang menunjukkan hubungan toleransi demage
dan life assessment.

Pada gambar 3.10 diatas, menunjukan bagaimana peranan NDT dapat


mempengaruhi pendekatan life assessment. Simbol D digunakan sebagai istilah
kerusakan atau demage atau juga bisa disebut sebagai degradasi material (DI adalah
initial demage dan DF adalah critical demage) dan garis horizontal menunjukkan
hubungan kerusakkan yang terjadi terhadap periode waktu pengoperasian.

47
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

3.3 Korosi
Salah satu pengertian umum tentang korosi adalah degradasi material
karena adanya interaksi terhadap lingkungan. Definisi ini meliputi semua jenis
material, material dari alam langsung maupun rekayasa manusia seperti plastik,
keramik, dan logam. Konsekuensi dari korosi ini menyebabkan masalah serius,
korosi dapat menyebabkan shutdown nya industri, terkontaminasinya produk,
reduksi effisensi, dan penambahan biaya maintenance. Untuk mengendalikan
serangan korosi pada material, hal tersebut dapat diketahui dari pengetahuan
mekanisme korosi itu sendiri, seperti penggunaan material anti korosi, dan
penggunaan sistem protektif, juga treatment terhadap material yang benar.
Kebanyakan korosi material terjadi pada lingkungan yang mengandung air
seperti aqueous environments dan juga pada wilayah elektrokimia di alam.
Lingkungan aqueous juga merujuk pada fluida-fluida yang memiliki sifat elektrolit.
Proses korosi melibatkan penghilangan electron logam (oksidasi) seperti pada
persamaan 1, dan konsumsi elektron-elektron dari beberapa reaksi reduksi oleh
oksigen atau air pada persamaan 2 dan 3,

Fe Fe ++ + 2e- (1)
O2 + 2H2O + 4e- 4OH- (2)
2H2o + 2e- H2 + 2OH- (3)

Reaksi oksidasi biasanya disebut sebagai reaksi anodik dan reduksi disebut
reaksi katodik. Kedua reaksi tersebutlah yang menyebabkan terjadinya korosi pada
material. Oksidasi menyebabkan material menjadi loss kemudian reaksi reduksi
yang mengambil elektron dari pembebasan dikarenakan reaksi oksidasi
sebelumnya, dengan tujuan untuk membuat muatan atom menjadi stabil kembali.
Sebaliknya jika muatan negatif (elektron) dengan cepat berkembang diantara
material dan fluida elektrolit yang menyebabkan proses korosi akan berhenti.
Reaksi oksidasi dan reduksi terkadang juga merujuk pada reaksi yang
disebut half-cell reaction atau reaksi setengah dan dapat terjadi pada waktu yang
sama pada material atau juga dapat terpisah secara fisik (physically separated).
Ketika reaksi elektrokimia itu adalah terpisah secara fisik, proses tersebut dapat

48
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

dikatakan sebagai korosi differensial. Skema dari korosi differensial di ilustrasikan


pada gambar 3.11. Titik dimana material teroksidasi menunjukkan tempat anade
atau lokasi anodik. Pada titik tersebut, arus listrik searah (direct current) mengalir
dari permukaan material atau metal ke fluida elektrolit saat bersamaan ion-ion metal
lepas dari permukaan. Aliran listrik yang mengalir pada fluida elektrolit dimana
oksigen, air atau fluida lainnya menyebabkan reduksi, titik tersebut dikatakan
sebagai katode atau lokasi katodik. Ada 4 komponen penting pada korosi
differensial yaitu:
(1) Harus ada anode.
(2) Harus ada katode.
(3) Harus ada bagian metalik atau logam yang menghubungkan anode dan katode
(biasanya, material pipa itu sendiri menjadi perantaranya).
(4) Anode dan katode harus berada pada elektrolit bersifat konduktif.

(A.W Peabody, 2001)


Gambar 3.11, Skema korosi differensial.

Korosi selalu disebabkan oleh kedua hal ini yaitu reaksi oksidasi dan
reduksi. Bangunan, kapal, mesin, equipment pada power plant, pipa minyak dan
gas, jembatan bahkan otomotif semuanya menjadi subjek yang tidak lepas dari
serangan korosi oleh interaksi alam tersebut (gambar 3.12 menunjukkan bagaimana
korosi menyerang beberapa pipa).

49
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(International Atomic Energy Agency, 2005)


Gambar 3.12, Korosi pada pipa.

Korosi sering membuat pipa menjadi tidak berfungsi dan dampak besarnya
dapat membuat pipa tidak layak pakai. Beberapa estimasi menujukkan data tahunan
tentang total jumlah biaya yang diakibatkan oleh korosi pada sektor industri di
banyak negara adalah sekitar 4,6% gnp (gross national product). Satuan untuk
mengukur rate korosi pada pipa adalah “millimeter per year” (di singkat sebagai
mmpy). Contohnya korosi rate pada kondensor air bernilai 1-2 mmpy, yaitu nilai
standar pada satu dekade lalu, sekarang biasanya dapat ditemukan nilai korosi rate
yang besar dari 5 mmpy dan bahkan terkadang bisa mencapai 20 mmpy.

Kepastian tidak dapat terhindarnya beberapa faktor yang menyebabkan


meningkatnya korosi rate, ini menjadi perhatian khusus terutama pada umur
penggunaan pipa untuk mengendalikan korosi. Kebanyakan engineer memilliki
pertimbangan nilai korosi rate antara 3 mmpy sampai dengan 6 mmpy dan juga
masih menjadi nilai yang tidak signifikan. Dalam korosi sendiri memiliki berbagai
jenis korosi sesuai bentuk koros yang terjadi dan dibagi atas 5 jenis yaitu general

50
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

corrosion, localized corrosion, metallurgically assisted degradation, mechanically


assisted degradation dan environmentally induced cracking.

(Handbook ASM International 13A, 2003)


Gambar 3.13, Contoh jenis-jenis korosi yang menyerang material. (a) General, (b)
Localized, (c) Selective, (d) Intergranular dan cathodic areas.

3.3.1 General corrosion


General corrosion atau korosi umum dapat difinisikan sebagai
serangan korosi dan menyebabkan penipisan yang mendominasi secara
merata di kebanyakan permukaan. Baja dan tembaga paduan adalah contoh
material yang rentan terkena general corrosion. Korosi ini dapat dibagi
dalam 7 jenis yang lebih spesifik. Atmospheric corrosion atau korosi yang
disebabkan keadaan atmosfer lingkungan adalah salah satu yang paling
umum dari general corrosion dan korosi yang paling banyak mengeluarkan
biaya perawatan. Galvanic corrosion adalah salah satu bentuk korosi
elekrokimia, korosi yang sering terjadi di area yang bernilai cathodic yang
berfungsi untuk proteksi dan menjadi sacrificial metal (anodik). Stray-
current corrosion adalah korosi yang mirip dengan galvanic corrosion, tapi
tidak terlalu bergantung pada terjadinya reaksi elektrokimia yang
menyebabkan serangan korosi yang cepat. Biological corrosion adalah
serangan korosi yang dibantu oleh makhluk berukuran mikro seperti

51
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

mikroba dapat membuat terjadinya korosi general atau localized.


Moltensalt corrosion atau juga high-temperature corrosion adalah korosi
pada material metal yang terfokus pada korosi disebabkan kebutuhan akan
temperatur tinggi pada equipment yang berhubungan dengan perpindahan
panas fluida, biasanya korosi ini yang banyak terjadi pada sektor industri.

(Handbook ASM International 13A, 2003)


Gambar 3.14, Skema dari reaksi korosi elektrokimia pada galvanic
corrosion dengan logam paduan (Zinc (anode) dan Platinum (katode)).

3.3.2 Localized corrosion


Bentuk dari localized corrosion dapat di diskripsikan dalam jenis-
jenis seperti korosi filiform, crevice, pitting dan localized biogical
corrosion, semua jenis korosi tersebut memiliki peranan yang dapat
membuat korosi terjadi pada satu tempat di permukaan. Hal ini membuat
serangan korosi localized lebih sulit untuk ditangani daripada korosi
general atau uniform terkhusus yang terjadi pada material logam. Relatifnya
korosi general menyebabkan metal loss yaitu penipisan ketebalan
permukaan yang merata, pada localized engineer harus berhadapan dengan
korosi yang menyebabkan kerusakan spesifik penetrasi pada permukaan
yang memiliki rate korosi lebih tinggi biarpun hanya pada lokasi tertentu.

52
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Serangan korosi juga semakin sulit dideteksi karena banyak kerusakan


diakibatkan korosi localized dapat menyerang subsurface pada equipment,
dengan hanya memperlihatkan sedikit lubang pada permukaan
menyebabkan kesulitan dalam analisa secara visual biasa. Selebihnya,
bentuk korosi ini sangat penting dalam permasalahan keuangan atau biaya,
karena sangat berbahaya dan dapat menjadi titik awal terjadinya kegagalan
dini (premature failure) yang cepat oleh penetrasi korosi.

(Handbook ASM International 13, 2003)


Gambar 3.15, Skema dari korosi berjenis pitting, menyebabkan lubang
pada material (M) hasil reaksi autokatalik oleh NaCl, oksigen dan air.

3.3.3 Metallurgically influenced corrosion


Korosi metallurgically influenced dapat dipertimbangkan dari nilai
stabilitas properties dari komponen logam paduan yaitu fase metallic, fase
metalloid seperti carbides, dan macam-macam komposisi yang ada.
Dealloying, selective leaching, dan parting adalah beberapa istilah untuk
mendiskripsikan bentuk korosi metallurgically influenced. Dan yang paling
umum terjadinya korosi disebabkan pengaruh properties metallurugi adalah
intergranular corrosion (IGC). Korosi intergranular biasanya terjadi pada

53
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

batasan batasan grain material, korosi terjadi pada satu tempat yang dapat
menghantarkan pada pengurasan grain material yang bisa mempengaruhi
permukaan. Gambar 3.16 menunjukan reaksi elektrokimia dari korosi
intergranular. Kurva polarisasi mengillustrasikan batas grain material dan
area matrix.

(Handbook ASM International 13, 2003)


Gambar 3.16, Polarisasi anodik dari aktif-pasifnya material paduan dengan
zona hilangnya grain pada batas material (depleted zone).

54
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(Corrosion Club, 2000)


Gambar 3.17, Contoh terjadinya korosi intergranular pada material logam.

3.3.4 Mechanically assisted degradation


Mechanically assisted degredations adalah jenis korosi yang dapat
di definisikan sebagai degradasi suatu material yang melibatkan dua faktor
yaitu mekanisme korosi (corrosion mechanism) dan mekanisme kelelahan
material (fatigue mechanism). Ada 5 jenis degradasi material yang
disebabkan oleh faktor mekanisme material ini yaitu: erosion, fretting
fatigue, cavitation, water drop impingement dan corrosion fatigue (CF).

(Handbook ASM International 19, 2003)


Gambar 3.18, Diagram venn, hubungan 3 mekanisme material.

55
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

(Handbook ASM International 13, 2003)


Gambar 3.19, Erosi yang terjadi pada tube diakibatkan penggunaannya
sebagai alat heat transfer melewati batas fatigue material.

3.3.5 Environmentally induced cracking


Korosi ini adalah jenis korosi yang menghasilkan cracking
disebabkan oleh interaksi langsung material terhadap alam. Cracking yang
terjadi biasanya relative lambat, perpanjangan yang stabil, juga sering
menyebabkan fracture yang sulit diprediksi. Pada environmentally induced
cracking, jenis korosi yang menyebabkan crack terbagi atas 4 yaitu, stress-
corrosion cracking (SCC), hydrogen demage (hydrogen embrittlement),
liquid metal embrittlement, dan solid metal induced embrittlement.

(Handbook ASM International 13, 2003)


Gambar 3.20, Serangan stress-corrosion crack (SCC) pada material disk
turbine, (a) perbesaran 275x, (b) perbesaran 370x.

56
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Dari daftar jenis korosi diatas, dapat disimpulkan bahwa:

o Korosi yang dapat terjadi pada wilayah yang luas adalah jenis korosi,
uniform corrosion dan galvanic corrosion.
o Korosi yang terjadi di satu tempat dan memberikan efek pengurangan pada
ketebalan material adalah jenis korosi localized seperti pitting.
o Korosi yang menyebabkan loss nya metal material dalam ukuran
mikroskopik tanpa memberikan reduksi ketebalan yang signifikan adalah
intergranular corrosion (IGC).
o Korosi yang berbentuk retak (cracking) adalah korosi berjenis stress
corrosion cracking (SCC) dan corrosion fatigue (CF).

3.4 Pengendalian Korosi


Secara teoritis proses korosi tidak mungkin dicegah sepenuhnya, karena
proses tersebut lebih bersifat alamiah. Namun, bagaimana pun juga usaha untuk
menekan atau mencegah proses korosi semaksimal mungkin perlu dilakukan.
Penanggulangan masalah korosi memang mempunyai beberapa aspek penting.
Yang menonjol adalah aspek ekonomi karena bisa dievaluasi sebagai kerugian-
kerugian dan biaya-biaya pemeliharaan. Aspek lain adalah aspek teknologi.
Memang aspek penanggulangan masalah korosi tidak dapat lepas dari peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kegiatan pengembangan ilmu bahan dapat
menghasilkan bahan-bahan yang lebih tahan terhadap korosi untuk lingkungan
yang berbeda-beda. Juga bahan-bahan pencegahan korosi yang lebih efektif, lebih
ekonomis dan lebih mudah dilaksanaan seperti halnya cat. Pengendalian korosi
didasarkan pada beberapa metode, diantaranya metode yang prinsipal adalah
pengendalian korosi melalui:

3.4.1 Pengendalian Korosi Melalui Desain dan Pemilihan Bahan


a) Pemilihan Bahan
Dalam pemilihan bahan hal yang sangat penting adalah memilih
suatu material yang tanpa cacat pada permukaannya, mampu
menahan beban statik dan dinamik, serta tahan terhadap korosi, yang
demikian itu pasti akan mahal.

57
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

b) Ketepatan Desain
Desain, merupakan awal dari proteksi korosi, karena struktur harus
dirancang sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin korosi yang
terjadi dikendalikan dengan laju yang relatif kecil. Untuk itu
beberapa bentuk korosi harus dihindari atau dikendalikan dengan
metoda yang tepat, misalnya :
 Korosi merata, korosi ini dapat dihindari dengan pengecatan
permukaan atau pelapisan dengan logam lain.
 Korosi celah, korosi sumuran, korosi aerasi differensial dan
lain-lain. Korosi ini dapat dikendalikan dengan desain yang
sedapat mungkin menghindari sambungan keling dan
menggantinya dengan sambungan las, menghindari desain
dengan sudut-sudut yang runcing, menghindari celah sempit
dnegan menutupnya menggunakan gasket yang solid.
 Korosi galvanik, dalam desain sedapat mungkin
menghindari dari pasangan dua logam yang berbeda, jika
tidak memungkinkan, batasi keduanya dengan isolator atau
pilih logam dengan harga yang berdekatan dan hindari
pasangan logam dimana anoda kecil dan katoda yang luas.

3.4.2 Pengendalian Korosi Melalui Treatment Kimia pada Elektrolit


Medai korosif (elektrolit) di lingkungan sangat menentukan
laju korosi logam. Media korosif ini bisa digolongkan dalam 3
bentuk yang mungkin, yaitu berupa:
 Media korosif Gas
Pengendalian bisa dilakukan dengan menurunkan kelembaban
relatif, menghilangkan komponen yang mudah menguap, mengatur
temperatur, dan menghilangkan pengotor.

58
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

 Media korosif Cair


Pengendalian dilakukan dengan mengatur pH cairan, menurunkan
konsentrasi oksigen, mengatur temperatur, menurunkan
konduktifitas ionik.
 Media korosif Padat
Misalnya pada tanah, pengendalian yang paling tepat adalah dengan
pelapisan atau dengan proteksi katodik/anodik.
Lalu dalam treatment kimia dapat ditambahkan dengan
inhibitor, inhibitor adalah zat yang ditambahkan pada media korosif
yang bersifat menghambat laju korosi. Cara kerja inhibitor cukup
beragam, misalnya:
 Inhibitor bisa bereaksi dengan media korosif untuk membentuk
lapisan pelindung berupa selaput tipis (inhibitor katodik) pada
logam, atau membentuk lapisan garam yang menutupi cacat goresan
pada selaput pelindung (inhibitor anodik) logam.
 Membentuk perintang difusi, dengan adsorpsi molekul raksasa pada
permukaan foam sehingga menghalangi difusi oksigen.
 Memodifikasi sifat elektrolitas lapisan pelindung, sehingga lapisan
menjadi lebih positif.

3.4.3 Pengendalian Korosi Melalui Pelapisan (coating)


Seperti diketahui bahwa korosi elektrokimia berjalan apabila ada 4
(empat) komponen dasar yang berperan, yaitu:
 Anoda dan Katoda
 Beda potensial anoda dan katoda
 Elektrolit
 Konduktor metalik
Bila salah satu dari keempat komponen tidak hadir, maka korosi
tidak berlangsung. Pernyataan inilah yang digunakan untuk teknik
dasar pengendalian korosi melalui pelapisan. Dengan adanya lapisan
pelindung ada logam maka komponen yang terakhir yaitu tidak ada,
sehingga elektron logam tidak bisa mengalir dan korosi terhambat.

59
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Pelapisan atau coating bisa berupa pelapisan dengan logam lain yang
lebih anodik, misalnya baja lapis seng melalui proses galvanizing
atau pelapisan dengan logam yang lebih katodik misalnya perhiasan
lapis emas melalui electroplating atau pelapisan dengan senyawa
organik berupa pengecatan.
Dalam proses pelapisan logam ini ada banyak berbagai pelapis
diantaranya :
a) Pelapisan dengan Cat
b) Pelapisan dengan Plastik
c) Pelapisan dengan Beton
d) Pelapisan dengan Logam

3.4.4. Pengendalian Korosi Melalui Proteksi Katodik


Proteksi katodik yaitu pengendalian laju korosi yang dihasilkan dari
polarisasi katodik permukaan logam yang terkorosi. Prinsip-prinsip
yang digunakan pada proteksi katodik ini adalah:
a. Prinsip berdasarkan teori modern korosi
Menggunakan perubahan potensial di dalam Pourbaix Diagram
dan mencari titik kesetimbangannya. Ada 4 cara berbeda yang
mempengaruhi kesetimbangan termodinamik titik. Yaitu,
pengurangan pH, peningkatan pH, pemberian potensial lebih
negatif, dan potensial dibuat lebih positif.
b. Proteksi katodik dengan anoda tumbal
Dalam proteksi ini, logam yang diproteksi diatur agar berperan
sebagai katoda dalam suatu sel korosi dan pasangan yang
ditempelkan adalah logam lain yang memiliki potensial elekroda
yang lebih negatif sehingga berperan sebagai anoda. Prinsip
perhitungan proteksi anoda timbul berdasarkan pada luasan
permukaan dan jenis logam yang diproteksi serta jenis loga
anoda sebagai tumbalnya. Sistem proteksi ini relatif mudah,
teliti, tidak mudah terjadi proteksi berlebih, dan tidak tergantung
energi listrik dari luar.

60
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

c. Proteksi katodik dengan arus paksa (Impressed Current)


Proteksi katodik dicapai dengan mensuplai elektron ke struktur
logam yang diproteksi sehingga akan cenderung menekan
disolusi logam dan meningkatkan laju evolusi hidrogen.
Elektron untuk katoda dipasok dari anoda korban dan pada
proteksi katodik dengan arus paksa elektron dipompakan oleh
baterai DC sebagai sumber elektron. Bahan anoda yang mungkin
digunakan adalah timbal atau titanium. Keuntungan sistem ini
adalah kapasitas arus yang dibutuhkan tidak tergantung faktor
internal karena diberikan dari luar, ringan, dan murah.

3.4.5 Pengendalian Korosi Melalui Proteksi Anodik


Pengendalian korosi dengan sistem ini tidak bisa diterapkan pada
sembarang logam, hanya logam-logam tertentu saja yang memiliki
zona pasif yang bisa diproteksi dengan metode ini. Prinsipnya
adalah mengatur potensial agar selalu berada di zona pasif, sehingga
laju korosi terhalang oleh adanya lapisan pasif sebagai pelindung
terhadap kontak langsung antara logam dengan elektrolit (pasivasi).
Sistem proteksi anodik memanfaatkan zona pasif sebagai tempat
perpotongan polarisasi anodik dan katodik.

3.5 Analisa Remaining Life Assessment Dari Laju Korosi Pada Pipa

Laju korosi (corrosion rate) untuk kerusakan mekanisme yang


menyebabkan peninpisan permukaan dapat ditentukan dengan membawa dua
sampel data ketebalan (thickness) yang tidak sama dari periode waktu yang
berbeda. Menentukan korosi juga bisa memasukan data thickness yang sudah
didapat dari lapangan lebih dari dua kali analisa. Data short-term corrosion dan
long-term corrosion adalah istilah yang biasanya ditentukan oleh pemeriksa atau
inspektur yang bekerja dalam menganalisa laju korosi. Short-terms corrosion rate
biasanya ditentukan dari dua data ketebalan yaitu data-data terakhir kali
pemeriksaan (after operating), sedangkan long-term corrosion rate mengambil

61
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

salah satu data ketebalan dari equipment sebelum beroperasi (early life). Perbedaan
analisa ini akan membantu dalam mengidentifikasi hasil mekanisme korosi yang
terjadi, baik secara short-term maupun long term.
Condition Monitoring locations (CMLs) adalah istilah khusus untuk
melakukan pemeriksaan dan menentukan nlai kerusakan yang terjadi atau rate of
demage. Jenis dari CMLs yang terseleksi seperti pemeriksaan melalui NDT dapat
menentukan penempatan lokasi untuk pemeriksaan cracking yang diakibatkan
stress yang terjadi, juga lokasi pemeriksaan cracking yang terjadi diakibatkan high
temperature hydrogen attack.
Dibawah ini adalah persamaan yang digunakan untuk menetukan nilai
korosi yang terjadi pada long-term corrosion rate,

𝑡 𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 −𝑡 𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙
Corrosion rate (LT) = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑡 𝑖𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑛 𝑡 𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 (𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) (4)

Sedangkan persamaan untuk menentukan short-time corrosion rate adalah,

𝑡 𝑝𝑟𝑒𝑣𝑖𝑜𝑢𝑠 −𝑡 𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙
Corrosion rate (ST) = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑡 𝑝𝑟𝑒𝑣𝑜𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑡 𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 (𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) (5)

Dimana,
Corrosion Rate: Laju korosi yang terjadi per tahun.(mmpy);

tinitial : Adalah data nilai ketebalan paling awal dimana equipment belum
dioperasikan sama sekali (early life). (mm);

tactual : Adalah data ketebalan dari CMLs, hasil pengukuran ketebalan


paling akhir dilakukan. (mm);

tprevious : Data nilai ketebalan kedua setelah data hasil pemeriksaan


sebelumnya, yaitu sebagai data pembanding nilai korosi dari dua
sampel yang diambil pada waktu yang berbeda. (mm)

Ketika melakukan evaluasi korosi rate pada bagian assessment, pemeriksa


atau inspektur, dalam konsultasinya dengan spesialis yang menangani korosi, harus

62
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

dapat menetukan nilai dan jenis korosi apa sesuai dengan kondisi yang terjadi di
lapangan. Selanjutnya pertimbangan ketika laju korosi sudah di evaluasi dapat
dijadikan acuan untuk menghitung analisa umur atau remaning life dan
pemeriksaan selanjutnya juga dapat menentukan:

(1) Mekanisme korosi yang terjadi berjenis general atau localized;


(2) Kondisi area yang terkena fluida yang bersifat korosif;
(3) Perkiraan waktu awalnya terjadi korosi, sebagai basis untuk mengukur wall loss
dan sesuai interval waktu;
(4) Potensi terjadinya penurunan proses produksi yang disebabkan oleh korosi
(seperti kondensasi, masuknya zat chloride pada saat procesing atau penuruan
ph fluida);
(5) Potensi naiknya laju korosi/corrosion rate pada area stagnant (contohnya
dimana besi sulfida memungkinkan akan menaikan akumulasi terjadinya
korosi);
(6) Melanjutkan operasi sesuai dengan standar IOW (importance of intregity
operating window).

Untuk persamaan menentukan sisa umur (remaining life) adalah,

𝑡 𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 −𝑡 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑
Remaning life (years) = 𝐶𝑜𝑟𝑟𝑜𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑒(𝐶𝐴) (6)

Dimana,

trequired : Adalah data nilai ketebalan yang diperlukan untuk menahan tekanan

(required thickness), yang memiliki lokasi dan komponen yang sama

dengan tactual namun nilai data ketebalannya diperoleh dari hasil

perhitungan perancangan menggunakan persamaan (seperti nilai


allowable stress, design pressure, dan koefisien material) tanpa
ditambahkan nilai corrosion allowance (CA). (mm)

Pada persamaan untuk menentukan berapa sisa umur (remaining life


assessment) dengan menggunakan nilai laju korosi yang terjadi, data atau nilai

63
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

ketebalan yang diperlukan untuk menahan tekanan (required thikness - trequired)


harus ditentukan menggunakan beberapa faktor dari perancangan atau early design

factor. Nilai dari ketebalan yang diperlukan (required thikness - trequired) harus lebih

besar dari minimum alert thickness (API 574) seperti yang ditunjukkan pada tabel
3.3. Untuk persamaan menentukan Nilai dari ketebalan yang diperlukan, pada
pedoman standar biasanya digunakan persamaan Barlow (Barlow formula) untuk

mengetahui nilai ketebalan yang diperlukan trequired,


𝑃.𝐷𝑜
trequired (mm) = 2(𝑆.𝐸+𝑃.𝑌) (7)

Dimana,
P : Tekanan fluida sesuai desain pada bagian dalam (internal design gauge
pressure). (kg/mm2);
Do : Diameter luar (OD). (mm);
S : Tegangan ijin (allowable stress). (kg/mm2);
E : Faktor kualitas produk.
Y : Koefisien material (sesuai tebal, material dan temperatur).

Tabel 3.3, Nilai minimum alert thickness sesuai nominal pipe size (NPS)

64
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

BAB III
METODELOGI

4.1 Alat dan Bahan


 Alat
1. DMS 2 Ultrasonic Thickness Gauges;
2. Probe untuk temperature <54 oC (DA301).

 Bahan
1. Pelumas (couplant);
2. Step-wet (thickness, 8-2mm);
3. Baterai AA alkaline (4 buah);
4. Line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B;
5. Buku dan pen (untuk mengambil data thickness secara manual).

a. b.

c. d.

Gambar 4.1, Alat dan bahan yang diperlukan: (a.) DMS 2 Ultrasonic Thickness
Gauges, (b.) Probe, (c.) Step-wet (thickness, 8-2mm), (d.) Pelumas (couplant).

65
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

4.2 Prosuder Pengukuran Thickness


4.2.1 Kalibrasi DMS 2 Ultrasonic Thickness Gauges
1. Memasang 4 buah baterai AA alkaline pada alat Ultrasonic Thickness
Gauges seperti yang diillustrasikan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2, Ilustrasi pemasangan baterai AA alkaline pada Ultrasonic


Thickness Gauges.

2. Menggunakan probe yang kompatibel atau sesuai dengan temperatur


permukaan benda atau objek pengukuran. (menggunakan probe DA301
dengan batas temperatur < 54 oC, untuk instruksi penggunaan probe bisa di
lihat pada tabel 4.1).

Gambar 4.3, Probe DA301 (batas temperature <54 oC)

3. Menekan tombol untuk menghidupkan DMS 2. Layar pada alat akan


menampilkan menu TGMODE. Menggunakan tombol untuk melakukan
konfigurasi alat.

66
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Tabel 4.1, Tabel jenis probe, sesuai dengan batasan temperatur permukaan.

Gambar 4.4, Port kabel untuk probe dan penghubung ke computer.

4. Jika memilih prosedur untuk AUTO zeroing, alat akan secara otomatis
menyesuaikan dengan probe yang terpasang dan mengkonfigurasikan
pengukuran awal dari nol. Jika memilih prosedur MANUAL zeroing, alat di
konfigurasikan secara manual melalui beberapa langkah berikut:
 Dengan probe tidak digunakan (tidak tersentuh langsung dengan
material), tekan tombol
 Setelah itu mengukur permukaan material melalui probe (setelah
penggunaan pelumas atau couplant pada permukaan probe juga

67
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

material), pilih blok ZERO sesuai pada tampilan DMS 2 sesuai


gambar 4.5.
 Kemudian alat akan menampilkan indikasi proses zeroing setelah
selesai, atau kalibrasi alat di mulai dari pengukuran awal atau nol.

Catatan: Couplant harus digunakan pada saat kalibrasi juga saat


pengukuran langsung, couplant dioleskan pada permukaan probe
dan objek material. Nilai ketebalan atau thickness material tidak
akan terbaca oleh probe dan alat jika permukaan material tidak
menggunakan couplant (Karena permukaan objek material yang
kasar).

5. Menentukan material velocity sebagai salah satu poin penting pada kalibrasi
alat. Catatan bahwa selama konfigurasi material velocity dalam keadaan
default, default material velocity menunjukkan spesifikasi untuk material
baja biasa/common steel (0,2312 x 106 inchi per detik), harus melakukan
konfigurasi kalibrasi alat untuk material yang lebih spesifik.

Gambar 4.5, Tampilan DMS 2 dan pilihan-pilihan menu TGMODE.

68
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

6. Kalibrasi manual DMS 2 menggunakan step-wet:


 Memilih uji standar kalibrasi dengan menggunakan step-wet yang sudah
diketahui nilai ketebalannya.
 Memulai proses kalibrasi dengan menekan tombol
 Mengoleskan couplant pada step-wet dan probe untuk mengetahui nilai
thickness melalui DMS 2.
 Mengikuti instruksi seperti yang di ilustrasikan pada gambar 4.6 dan
menekan tombol untuk mengubah tampilan nilai thickness yang
terbaca sampai nilai thickness menyesuaikan dengan ukuran thickness
step-wet.
 Ketika DMS 2 sudah menampilkan nilai thickness yang sesuai dengan
ukuran thickness step-wet, kemudian menekan tombol Proses
ini akan menentukan dari nilai kecepatan sound (material velocity).

Gambar 4.6, Ilustrasi hasil kalibrasi DMS 2 dengan menggunakan uji


thickness step-wet (8-2 mm).

69
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Gambar 4.7, Kalibrasi langsung DMS 2 menggunakan uji thickness step-wet


(8-2 mm).

70
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

4.2.2. Pengukuran manual thickness pada line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

1. Mempersiapkan alat NDT (DMS 2 thickness meter gauges) dan fasilitas


penunjang lainnya (Buku dan Pen) untuk membantu dalam melakukan
inspeksi pada pipa debutanizer 5P-68-4-C3B.

2. Mempastikan probe yang dipakai sesuai dengan keadaan pipa yang


beroperasi (temperature permukaan pipa berkisar 38 oC), dari keterangan
temperature yang ada, probe yang digunakan adalah jenis probe DA301
dengan batasan temperatur < 54 oC.

3. Mengoleskan pelumas atau couplant pada permukaan pipa yang akan di


inspeksi, ini bertujuan untuk memperhalus dan membersihkan permukaan
pipa agar alat NDT (DMS 2 thickness meter gauges) dapat membaca nilai
ketebalan secara akurat.

4. Memulai pengujian dengan menekan tombol untuk mengaktifkan


mode pengujian pipa (test mode).

5. Kemudian menempelkan probe header pada titik permukaan pipa yang


ingin di inspeksi nilai ketebalannya, dalam hal ini ada 4 titik pemeriksaan
pada permukaan pipa yaitu pada sudut 0o, 90o, 180o dan 270o.

90o

180o 0o

270o

Gambar 4.8, Sudut-sudut permukaan pipa yang di inspeksi (0o, 90o, 180o dan
270o).

71
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

6. Setelah probe header di tempelkan, kemudian pada alat DMS 2 akan


muncul nilai berupa angka ketebalan atau thickness dari pipa debutanizer
seperti yang di ilustrasikan pada gambar 4.9, untuk melakukan
penyimpanan data bisa dilakukan secara manual dengan menuliskan pada
buku, data yang sudah ditampilkan pada layer DMS 2.

Gambar 4.9, Ilustrasi tampilan DMS 2 menunjukkan nilai ketebalan atau


thickness pipa setelah probe ditempelkan pada permukaan pipa.

7. Untuk mendapatkan nilai inspeksi ketebalan atau thickness pipa di titik


yang berbeda (sudut permukaan pipa yang berbeda), ulangi langkah cara
pengukuran dari no 3-6.

72
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

BAB V
DATA DAN PEMBAHASAN

5.1 Data pada line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

5.1.1 Corrosion monitoring (thickness in mm) periode maret s/d juni 2014

Unit : PLANT 5 Jlh hari : 90 Hari


Eq-ID : 5-P68-4”-C3B Bulan : 3 Bulan
Eq-Type: PIPING Tahun : 0,25 Thn

Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan ketebalan line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

3/15/2014 (t1) 6/17/2014(t3)


No TML No Location
(mm) (mm)
1. 24.01 ELB-0o 7.7 7.7
2. 24.02 ELB-90o 8.1 8.1
3. 24.03 ELB-180o 7.7 7.7
4. 24.04 ELB-270o 8.1 8.1

5. 25.01 PIPE-0o 8.5 8.5


6. 25.02 PIPE-90o 8.6 8.6
7. 25.03 PIPE-180o 8.5 8.5
8. 25.04 PIPE-270o 8.0 8.0

9. 26.01 PIPE-0o 8.3 8.3


10. 26.02 PIPE-90o 7.9 7.9
11. 26.03 PIPE-180o 8.2 8.2
12. 26.04 PIPE-270o 7.9 7.9

13. 27.01 ELB-0o 7.7 7.7


14. 27.02 ELB-90o 7.8 7.8

73
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

15. 27.03 ELB-180o 8.2 8.2


16. 27.04 ELB-270o 7.1 7.1

17. 28.01 PIPE-0o 8.1 8.1


18. 28.02 PIPE-90o 7.9 7.9
19. 28.03 PIPE-180o 8.4 8.4
20. 28.04 PIPE-270o 8.0 8.0

21. 29.01 ELB-0o 7.1 7.1


22. 29.02 ELB-90o 7.5 7.5
23. 29.03 ELB-180o 7.0 7.0
24. 29.04 ELB-270o 7.6 7.6

25. 30.01 PIPE-0o 7.9 7.9


26. 30.02 PIPE-90o 8.0 8.0
27. 30.03 PIPE-180o 7.3 7.3
28. 30.04 PIPE-270o 7.8 7.8
Catatan: Semua data yang didapat resmi dari perusahaan yang terkait.

Keterangan tabel:
- TML No : Lokasi titik pemeriksaan (Thickness, Measurement, dan location);
- ELB : Pipa siku (Elbow pipe);
- PIPE : Pipa normal;
- Sudut Pipa :

90o

180o 0o

270o

74
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

5.1.2 Data spesifikasi dan properties line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

Tabel 5.2 spesifikasi dan properties line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

Nomor ID Pipa : 5-P68-4”-C3B


Fungsi : Line pipe debutanizer (Process piping)
Spesifikasi Pipa : Schedule XS (Extra Strong), NPS 4,
Seamless BE (bevel end)
Jenis Material : Carbon Steel (API-5L-Grade B)
Outside Diameter (OD) : 114,30 mm (4,5 inchi)
Allowable Stress Material : 17100 psi (1202 kg/cm2)
Design Temperature : 120o C
Design Pressure : 38,18 kg/cm2
Initial Thickness (before : 8,56 mm (0,337 inchi)
operate)
Quality Factor (E) : 1,00
Koefisien Material : 0,4
Catatan: Nilai spesifikasi dan properties line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B dapat
diketahui dari sumber standard ASME B3.3, ASME B31.9, ASME
B36.10M, ASME BPVC section II dan API 5L.

Tabel 5.3 Data aktual operasi line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

Jenis Fluida : Hidrokarbon (HC)


Massa jenis : 483 kg/m3
Mass Flow : 20962 kg/hr
Volume Flow : 43,4 m3/hr
Tekanan Fluida : 21 kg/cm2
Temperatur : 38 o C
Viscosity : 0,048
Catatan: Semua data yang didapat resmi dari perusahaan yang terkait.

75
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

5.1.3 Isometri drawing line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

PT.Pertamina (Persero), 2014

Gambar 5.1, Isometri line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

76
BALIKPAPAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V

77
Gambar 5.2, Isometri 3D TML No.24-30 line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

5.2 Analisa Sisa Umur Line Pipe Debutanizer 5P-68-4-C3B

5.2.1 Perhitungan laju korosi (corrosion rate)


Diketahui,
- Waktu beroperasi = Tahun 2010 (Schedule 80) = 4 Tahun
- Intial thickness (tinitial) = 8,56 mm (ASME B36.10M)
- Actual thickness (tactual) 3 bulan :

1. Pada titik ke 24
(7,7+8,1+7,7+8,1)
tprevious (24) = = 7,9 mm (Elbow pipe)
4

2. Pada titik ke 25
(8,5+8,6+8,5+8,0)
tprevious (25) = = 8,4 mm (Normal pipe)
4

3. Pada titik ke 26
(8,3+7,9+8,2+7,9)
tprevious (26) = = 8, 07 mm (Normal pipe)
4

4. Pada titik ke 27
(7,7+7,8+8,2+7,1)
tprevious (27) = = 7,7 mm (Elbow pipe)
4

5. Pada titik ke 28
(8,1+7,9+8,4+8,0)
tprevious (28) = = 8,1 mm (Normal pipe)
4

6. Pada titik ke 29
(7,1+7,5+7,0+7,6)
tprevious (29) = = 7,3 mm (Elbow pipe)
4

7. Pada titik ke 30
(7,9+8,0+7,3+7,8)
tprevious (30) = = 7,75 mm (Normal pipe)
4

 Actual thickness (tactual) rata rata:

(7,9+8,4+8,07+7,7+8,1+7,3+7,75)
tactual = = 7,88 mm
7

78
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

 Laju korosi per lokasi

1. Pada titik ke 24
8,56−7,9
Laju korosi (ST) = =0,16 mmpy (Elbow pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
2. Pada titik ke 25
8,56−8,4
Laju korosi (ST) = =0,04 mmpy (Normal pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
3. Pada titik ke 26
8,56−8,07
Laju korosi (ST) = =0,12 mmpy (Normal pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
4. Pada titik ke 27
8,56−7,77
Laju korosi (ST) = =0,2 mmpy (Elbow pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)

5. Pada titik ke 28
8,56−8,1
Laju korosi (ST) = =0,11 mmpy (Normal pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)

6. Pada titik ke 29
8,56−7,3
Laju korosi (ST) = =0,31 mmpy (Elbow pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
7. Pada titik ke 30
8,56−7,75
Laju korosi (ST) = =0,2 mmpy (Normal pipe)
(4 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)

 Laju korosi rata-rata (corrosion rate mean)

(0,16+0,04+0,12+0,2+0,11+0,31+0,2)
CR = = 0,42 mmpy
7

5.2.2 Perhitungan trequired


38,18 𝑥 11,43
trequired (mm) = 2(1202𝑥1+38,18𝑥0,4) = 0,17 cm = 1,7 mm 3,1 mm

Sesuai ketentuan tabel minimum alert thickness 1,7 mm dijadikan 3,1 mm.

79
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

5.2.3 Perhitungan sisa umur (Remain life assessment)

7,88𝑚𝑚−3,1𝑚𝑚
Remaning life (years) = = 11,3 Tahun
0,42 mmpy

5.3 Grafik Perbandingan tactual dan tprevious Periode 2010-2014 Pada Line
Pipe Debutanizer 5P-68-4-C3B

Grafik Perbandingan tintial dan tactual


Periode 2010-2014
8.6
8.5
Wall Thickness (mm)

8.4
8.3
8.2
8.1
8
24 25 26 27 28 29 30
Titik Lokasi Pemeriksaan (TML) Line Pipe 5P-68-4-C3B

Initial Thickness Data Thickness 2014

5.4 Peta Laju Korosi (Corrosion Rate Map)

Flow

Gambar 5.3, Peta laju korosi yang terjadi pada line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B

80
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari beberapa hasil analisa tentang prediksi sisa umur (remain life
assessment) pada line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B sebagai pipa distribusi proses
berfluida hidrokarbon (HC) menggunakan patokan nilai laju korosi (corrosion
rate). Dengan hasil pipe wall thickness yang dapat dilihat dari pemeriksaan atau
inspeksi menggunakan salah satu metode NDT yaitu thickness meter, dari awal
pengoperasian pipa pada tahun 2010 sampai periode tahun 2014, dapat diketahui
beberapa poin-poin kesimpulan sebagai berikut,
1. Serangan korosi terbesar yang menimbulkan penipisan dinding pipa (pipe
wall thickness degradation) terbanyak sekitar 0,16-0,31 mmpy terjadi pada
pipa berjenis siku atau elbow pipe. Beberapa pertimbangan dan faktor
tentang kejadian ini salah satunya adalah dari bentuk pipa siku yang
dipasang sebagai salah satu pipa distribusi proses fluida hidrokarbon (HC).
Memiliki bentuk pipa berbelok membuat tekanan fluida yang mengalir
didalam elbow pipe berubah dan meningkat. Peningkatan tekanan fluida
menyebabkan aliran fluida memberikan hantaman kejut atau sudden-impact
terhadap dinding pipa, hal ini menjadikan dinding pada pipa di sudut
tertentu mengalami percepatan degradasi disebabkan oleh korosi bersifat
erosi (turbulensi fluida dalam pipa).
Tabel 6.1, perbandingan laju korosi elbow dan normal pipe
Elbow Pipe Corrosion Rate Normal Pipe Corrosion Rate

0,16-0,31 mmpy 0,04-0,2 mmpy

6.2 Saran
Untuk menghindari terjadinya shut-down nya produksi Karena
kebocoran pipa disebabkan korosi yang terjadi lebih cepat pada elbow. Maka
dapat di manipulasi dengan cara redesign instalasi pipa dengan meminimalisir
penggunaan pipa elbow pada line pipe debutanizer 5P-68-4-C3B.

81
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

Daftar Pustaka

IAEA, 2005. Non-Destructive Testing for Plant Life Assessment. Austria,


Vienna: International Atomic Energy Agency.
IAEA, 2000. Liquid Penetrant and Magnetic Particle Testing at level 2.
Austria, Vienna: International Atomic Energy Agency.
IAEA, 2005. Development of Protocols for Corrosion and Deposits
Evaluation in Pipes by Radiography. Austria, Vienna: International Atomic Energy
Agency.
ASM International, 1992. ASM Handbook Volume 13 Corrosion of 9th
Edition, United States of America: ASM International, Handbook Commite.
ASME, 2015. ASME BPVC Section II, Boiler and Pressure Vessel Code an
International Code (Part D: Properties (Customary)), United States of America,
New York: The American Society of Mechanical Engineers.
ASME, 2008. ASME B31.3, Process Piping, United States of America, New
York: The American Society of Mechanical Engineers.
ASME, 2013. ASME B31.5, Refrigeration Piping and Heat Trasnfer
Components, United States of America, New York: The American Society of
Mechanical Engineers.
ASME, 2004. ASME B36.10M, Welden and Seamless Wrought Steel Pipe,
United States of America, New York: The American Society of Mechanical
Engineers.
API, 2009. API 570, Piping Inspection Code: In-service Inspection, Rating,
Repair, and Alteration of Piping Systems (3rd Edition), America, Washington DC:
American Petroleum Institute.
API, 2009. API 570, Piping Inspection Code: In-service Inspection, Rating,
Repair, and Alteration of Piping Systems (3rd Edition), America, Washington DC:
American Petroleum Institute.
Pratomo, Adityo, 2016. Analisis Kebocoran Pada Tube Side E-1-09A1
Desalter Water Echanger PT. Pertamina (Persero) RU V, Indonesia, Balikpapan:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

82
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

LAMPIRAN 1

83
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

LAMPIRAN 2

84
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

LAMPIRAN 3

85
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

LAMPIRAN 4

86
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU - V
BALIKPAPAN

LAMPIRAN 5

87

Anda mungkin juga menyukai