Kita tau bahwa sebelumnya Indonesia telah menerapkan pendidikan dengan
menggunakan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) atau Kurikulum 2006 yang dalam proses pembelajarannya menggunakan pembelajaran secara behavioristik. Namun metode tersebut dinilai kurang efektif jika diterapkan pada siswa karena behavioristik ini hanya berpusat pada guru sehingga siswa hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru. Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya tetapi selalu menggunakan media hafalan sebagai proses pembelajarannya. Dengan begitu siswa cenderung bosan dan pasif. Jika dalam jangka panjang terus diterapkan maka Indonesia tidak dapat maju karena semua hanya mengejar nilai atau ijasah tidak dengan ilmunya. Setelah beberapa tahun Kurikulum KTSP ini diterapkan, akhirnya pada tahun 2013 Indonesia beralih untuk mengganti kebijakan kurikulum pendidikan dengan K-13 atau Kurikulum 2013. Pada Kurikulum K-13 ini proses pembelajarannya menggunakan metode konstruktif yang mana pada metode ini sangat berkebalikan dengan metode behavioristik, dimana siswa dituntut lebih aktif dalam proses pembelajarannya. Meskipun tujuan pergantian kurikulum ini dinilai baik, namun untuk menerapkannya sangatlah tidak mudah. Pergantian kurikulum K-13 ini menuai pro dan kontra, beberapa pihak menilai bahwa K-13 ini dapat merubah pemikiran siswa untuk berperan aktif dalam pembelajarannya, namun dalam kenyataannya dibeberapa sekolah justru tidak terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisai terhadap setiap guru mengenai pembaharuan dalam proses pembelajaran. Kendala yang dialami pada pembaharuan kurikulum ini yang pertama yaitu dalam mengatur penilaian pada siswa, karena pada kurikulum K-13 ini penilaiannya tidak hanya mengacu pada hasil ujian namun dalam proses pembelajaran pun siswa tersebut juga akan dinilai. Yang kedua yaitu guru dan siswa sudah terbiasa menerapkan proses pembelajaran yang menerapkan adanya batasan proses berpikir pada siswa, yang mana seharusnya disini guru hanya sebagai mediator dalam proses pembelajarannya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan pada tahun 2017 ada 7 kebijakan pembangunan pendidikan. Pertama, “Memenuhi pembiayaan kegiatan prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah ( RKP ) tahun 2017 untuk pencapaian Nawacita”. Salah satu agenda dalam Nawa Cita yakni revolusi karakter bangsa atau disebut revolusi mental. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama yang terarah dan tepat sasaran oleh negara yang dapat membangun keperibadian social dan budaya. Kedua yaitu “Penekanan pada upaya peningkatan kualitas pembelajaran di semua jenjang dan jalur pendidikan, baik negeri maupun swasta, dengan kesenjangan kualitas yang semakin kecil”. Salah satu faktor kesenjangan kualitas pendidikan yaitu pada guru pengajar, sebagian guru dinilai masih banyak yang kurang terpacu secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Dalam rangka peningkatan mutu guru, sesuai dengan prinsip-prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah dan semangat desentralisasi, sekolah diberi kewenangan yang lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk meningkatkan mutu setiap guru. Arah kebijakan pendidikan selanjutnya adalah “Memberikan perhatian lebih besar pada daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T)”. Kebijakan ini menghasilkan program SM3T yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk lulusan sarjana pendidikan yang dikirim ke berbagai plosok negeri untuk mengabdi sebagai guru pengajar di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk pemerataan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan yang layak. Ketiga, “Memastikan masyarakat miskin dan kelompok marjinal lebih mudah mengakses layanan pendidikan dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender”. Pemerintah memberikan dana bantuan pendidikan berupa beasiswa untuk siswa berprestasi yang kurang mampu. Dengan harapan anak yang memiliki potensi dapat melanjutkan pendidikan secara gratis sehingga nantinya menjadi orang yang berguna bagi bangsa ini. Keempat, “Memanfaatkan anggaran pembangunan pendidikan semaksimal mungkin dirasakan oleh masyarakat”. Pemerintah mempertahankan anggaran pendidikan nasional sebesar 20% dari total belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) 2017. Dengan sumber anggaran pendidikan terbesar dari transfer ke daerah dan dana desa. Dengan memfokuskan untuk mengembangkan mutu pendidikan ke desa sehingga memberikan peluang bagi masyarakat desa agar merasakan pendidikan yang layak. Selanjutnya, “Memastikan keterlibatan public secara maksimal”. Kegiatan Pesta Pendidikan (PeKan), yang hingga saat ini didukung oleh lebih dari 90 organisasi dan komunitas. Pesta Pendidikan dilaksanakan sepanjang bulan Mei 2016, dengan mengambil momentum semangat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei dan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, melalui serangkaian kegiatan yang digerakkan oleh seluruh komunitas dan organisasi pendukung, termasuk puluhan media di berbagai jalur, melalui berbagai pendekatan dan di berbagai kota di Indonesia. Pesta Pendidikan ini bertujuan untuk memberi inspirasi bagi semua lapisan masyarakat, bahwa belajar adalah proses sepanjang hayat dan kontribusi terhadap pendidikan dapat dilakukan lewat berbagai cara sesuai profesi dan kapasitas masing-masing. Keenam, “Memperkuat tata kelola pembangunan pendidikan dan kebudayaan dan terakhir pelaksanaan anggaran secara transparan serta akuntabel”. Pelaksanaan tata kelola yang baik dan bersih di lingkungan sekolah, yang mengedepankan karakteristik partisipatif, beriorientasi pada konsensus, akuntabel, transparan, responsif, efektif dan efisien, serta sesuai dengan peraturan dan hukum, dengan menjaga nilai-nilai luhur pendidikan. Arah kebijakan yang terakhir, “Meningkatkan pemahaman publik akan arti penting dari nilai-nilai luhur sejarah dan budaya bangsa dan relevansinya bagi kehidupan masakini di berbagai sector”. Pemerintah menekan pada pembelajaran pancasila di sekolah dasar karena mengingat pancasila menrupakan jiwa dari seluruh rakyat Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa di dalam pancasila mengandung jiwa yang luhur, nilai-nilai yang luhur dan sarat dengan ajaran moralitas. Dengan adanya program pemerintah yaitu program wajub belajar 9 tahun dapat memberikan pengajaran tentang makna dan dasar- dasar Pancasila. Permasalahan pokok pendidikan saat ini merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem pendidikan, sehingga harus diperhitungkan dalam memecahkan masalah mikro pendidikan. Pada hakikatnya masalah efisiensi ini mengenai pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia. Dan sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan. Meskipun terdapat banyak kendala Indonesia masih mempunyai harapan untuk menyamai pendidikan seperti pada negara Finlandia yang selalu menjadi negara dengan tingkat pendidikan terbaik nomer 1 di dunia. Dengan terus memperbaiki dan mengembangkan dalam bidang pendidikan, Indonesia akan dapat meraih kesuksesan dengan meningkatnya Sumber Daya Manusia untuk kemajuan bangsa ini.