Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi


Tekanan darah merupakan kekuatan jantung memompa darah ke
seluruh jaringan tubuh. Seseorang disebut mengalami tekanan darah tinggi
atau hipertensi adalah ketika tekanan jantung memompa darah lebih tinggi
dari yang seharusnya (AHA, 2014 A).
Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke
dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan
darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali
(pembuluh nadi mengempis kosong) (LIPI, 2009).
Tekanan darah normal adalah tekanan darah yang berkisar kurang
dari 120 mmHg untuk systolic dan kurang dari 80 mmHg untuk diastolic.
(bagi dewasa, usia 18 tahun dan lebih. Serta tidak sedang dalam
pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit serius
(LIPI, 2009).
Tekanan darah tinggi adalah kondisi umum di saat kekuatan darah
terhadap dinding arteri cukup tinggi. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat
menyebabkan masalah kesehatan, seperti penyakit jantung. Tekanan darah
ditentukan oleh jumlah darah yang dipompa jantung dan jumlah resistensi
terhadap aliran darah di arteri. Semakin banyak darah yang dipompa
jantung, arteri menyempit, maka tekanan darah semakin tinggi. Seseorang
dapat memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) selama bertahun-tahun
tanpa gejala. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol meningkatkan
risiko masalah kesehatan yang 4serius, termasuk serangan jantung dan
stroke. Tekanan darah tinggi umumnya berkembang selama bertahun-
tahun, dan mempengaruhi hampir semua orang pada akhirnya. Meskipun
demikian, tekanan darah tinggi dapat dengan mudah dideteksi (Mayo
Clinic, 2014 A).
Tekanan darah rendah (hipotensi) adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup
rendah sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.
Sebenarnya tubuh mempunyai mekanisme untuk menstabilkan tekanan
darah. Kestabilan tekanan darah ini penting sebab tekanan harus cukup
tinggi untuk mengantarkan oksigen dan zat makanan ke seluruh sel di
tubuh dan membuang limbah yang dihasilkan jika tekanan terlalu tinggi.
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat merobek pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan di dalam otak (stroke hemoragik) atau
komplikasi lainnya. Sebaliknya tekanan darah yang terlalu rendah
menyebabkan suplai oksigen dan asupan makanan terhadap sel menjadi
terganggu. Selain itu juga pembuangan limbah yang dihasilkan
sebagaimana mestinya juga terganggu (LIPI, 2009).

2.2 Patofisiologi Hipertensi


Ada beberapa faktor yang memodulasi tekanan darah untuk perfusi
jaringan yang memadai, yaitu mediator humoral, reaktivitas vaskular,
volume sirkulasi darah, kaliber pembuluh darah, kekentalan darah,
Cardiac output, elastisitas pembuluh darah, stimulasi saraf. Setelah
periode asimptomatik yang panjang, hipertensi berkembang menjadi rumit,
di mana menargetkan kerusakan organ ke aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina, dan sistem saraf pusat (Dreisbach, 2013).
Tekanan darah diatur oleh interaksi kompleks antara ginjal, central
nervous system (CNS), dan vascular endhotelium di seluruh tubuh.
Adapun sympathetic nervous system (SNS), sistem renin-angiotensin,
vasopressin, nitric oxide (NO) juga mengatur tekanan darah (Stefhany,
2012).
Tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup atau curah jantung dan total peripheral resistance (TPR), maka
peningkatan salah satu dari ketiga variabel tersebut dapat menyebabkan
hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung, terjadi akibat
rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus sinoatrium (SA).
Peningkatan denyut jantung kronik sering menyertai keadaan
hipertiroidisme, biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup
atau TPR. Peningkatan TPR yang berlangsung lama, terjadi pada
peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas
yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal
tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh. Pada peningkatan total
peripheral resistance, jantung harus memompa lebih kuat supaya
menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melintasi
pembuluh-pembuluh yang menyempit (Ariff, 2012).
Selain faktor tersebut, di dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan darah secara akut akibat gangguan sirkulasi,
dan mempertahankan tekanan darah dalam jangka panjang. Refleks
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi
segera. Contohnya, baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus
aorta, yang bertugas mendeteksi perubahan tekanan darah. Pergeseran
cairan kapiler antara sirkulasi dan intersisial, sistem hormon (angiotensin
atau vasopressin) termasuk sistem kontrol yang mempertahankan tekanan
darah jangka panjang, diatur oleh cairan tubuh, yang terutama melibatkan
ginjal. Sistem renin-angiotensin juga berperan dalam menimbulkan
hipertensi. Ketika aliran darah ke ginjal berkurang, sel juxtaglomerular
menghasilkan renin, yang bereaksi dengan angiotensinogen (plasma
protein yang dibentuk oleh hati) untuk membentuk angiotensin I, yang
nantinya akan diubah menjadi angiotensin II di paru-paru. Angiotensin II
inilah yang menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, selain itu
angiotensin II juga menstimulasi sekresi aldosterone yang dapat
meningkatkan volume darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah
(Stefhany, 2012).
2.3 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg
secara kronis. Berdasarkan klasifikasi JNC VII, hipertensi dapat
dikategorikan menjadi prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi
derajat 2 (lihat Tabel II.3).
Tabel. II.3 Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee
(JNC) VII (Tanto dan Hustrini, 2014).
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipotensi <90 <60
Normal <120 dan<80
Pra-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Tingkat 2 160 atau100

Berdasarkan etiologi, hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi


primer dan hipertensi sekunder. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak
diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi
esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat
ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Diperkirakan terdapat
sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan dipusat rujukan dapat
mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada
2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormone dan gangguan fungsi ginjal
(Panggabean, 2014).

2.4 Gejala Hipertensi


Pada tahap awal, hipertensi tidak memberikan keluhan. bila
simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:
a. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) dan impoten.
b. Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak napas,
sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki
atau perut. Gangguan vascular lainnya adalah epiktasis, hematuria,
pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral
ischemic.
c. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsi, poliuri, dan
kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan
dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing dapat muncul dengan
keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa
melayang saat berdiri (postural dizzy) (Panggabean, 2014).

2.5 Faktor Resiko Hipertensi


Faktor risiko hipertensi adalah :
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitas
atau kelenturannya seiring bertambahnya umur. Dengan bertambahnya
umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa
terjadi pada segala umur, namun paling sering dijumpai pada orang
berumur 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan
oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.
Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi (Manik, 2011).
b. Ras
Tekanan darah tinggi sangat umum di antara orang kulit hitam,
sering berkembang pada usia lebih dini dari pada orang kulit putih.
Komplikasi serius, seperti stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal,
juga lebih sering terjadi pada orang kulit hitam (Mayo Clinic, 2014B).
Alasan tingginya prevalensi hipertensi pada ras kulit hitam belum
diketahui secara jelas, tetapi peningkatan ini dipengaruhi oleh kadar
renin yang rendah, sensitivitas terhadap vasopresin yang lebih tinggi,
masukan garam yang lebih banyak, dan stress lingkungan yang lebih
tinggi (Rahayu, 2012).
c. Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering
menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita
hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5
kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya menderita hipertensi. Jika seorang dari orang tua kita
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya. Jika kedua orang tua kita mempunyai
hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%
(Sitepu, 2012).
d. Obesitas.
Obesitas atau kegemukan adalah dimana berat badan mencapai
indeks massa tubuh >25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan
(m) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya
hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita
hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang
tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal,
sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin
plasma yang rendah. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab.
Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat
sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan
berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air. Ada dugaan bahwa meningkatnya berat
badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan
darah 7 mmHg. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang
dengan obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar
20-30 % memiliki berat badan lebih (Sitepu, 2012).
e. Tidak aktif secara fisik.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung memiliki denyut jantung
lebih tinggi. Semakin tinggi detak jantung maka semakin sulit hati
harus bekerja dengan setiap kontraksi dan kuat gaya pada arteri.
Kurangnya aktivitas fisik juga meningkatkan risiko kelebihan berat
badan (Mayo Clinic, 2014 B).
f. Diet tidak sehat.
Diet yang terlalu tinggi kadar sodium dan terlalu rendah potasium
dapat menyebabkan risiko tingginya tekanan darah. Mengkonsumsi
terlalu banyak sodium suatu unsur dalam garam meningkatkan
tekanan darah. Sebagian besar sodium yang di konsumsi berasal dari
makanan yang diproses dan makanan restauran. Kurang
mengkonsumsi potasium juga dapat meningkatkan tekanan darah.
potasium terkandung dalam pisang, kentang, kacang-kacangan dan
yogurt (CDC, 2014).

2.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Tata laksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup,


namun terapi anti hipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi
derajat 1 dengan penyerta dan hipertensi derajat 2. Penggunaan anti
hipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi gaya hidup. Tata laksana
hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi medika mentosa
(Tanto dan Hustrini, 2014).
a. Modifikasi gaya hidup
- Penurunan berat badan. Target indeks masa tubuh dalam rentang
normal, untuk orang Asia-Pasifik 18,5-22,9 Kg/m2.
- DIET. Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH). DASH
mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu
rendah lemak jenuh/lemak total.
- Penurunan asupan garam. Konsumsi NaCl yang disarankan adalah
< 6 g/hari.
- Aktivitas fisik. Target aktivitas fisik yang disarankan minimal 30
menit/hari, dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu (Tanto dan
Hustrini, 2014).

b. Terapi medikamentosa
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretic, beta
bloker, ACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker (ARB) dan antagonis
kalsium. Pada JNC VII alfa bloker tidak dimasukkan dalam kelompok
obat lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang
dianggap lini kedua yaitu penghambat saraf adrenergic, agonis alfa 2
sentral, dan vasodilator (Nafrialdi, 2007).
Pada penata laksanaan umum hipertensi mengacu kepada tuntunan
umum. Pengelolaan lipid agresif dan pemberian aspirin sangat
bermanfaat. Pasien hipertensi pasca infark jantung sangat membantu
dengan penggunaan obat beta bloker, penghambat ACE atau
antialdosteron. Pasien hipertensi dengan risiko PJK yang tinggi
mendapat manfaat dengan pengobatan diuretik, beta bloker dan
penghambat kalsium. Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi
ventrikel mendapat manfaat tinggi dengan pengobatan diuretik,
penghambat ACE/ARB, beta bloker dan antagonis aldosteron
(Panggabean, 2014).

Anda mungkin juga menyukai