PEMBAHASAN
1
perkembangan bahasa sebagai kemampuan individu dalam menguasai kosa kata,
ucapan, gramatikal, dan etika pengucapannya dalam kurun waktu tertentu sesuai
dengan perkembangan umur kronologisnya.
1. Bahasa Lisan
Bahasa lisan merupakan bahasa primer dan bentuk bahasa yang paling
efektif untuk berkomunikasi dan paling banyak dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Bahasa lisan lebih ekspresif karena mimik,
2
intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk
mendukung komunikasi yang dilakukan.
2. Bahasa Tulisan
Bahasa tulisan merupakan bahasa sekunder yang digunakan dengan
memanfaatkan media tulis. Pengungkapan ide, pikiran dan perasaan
dilakukan dengan menyusun huruf-huruf sebagai unsurnya. Huruf-huruf
tersebut tersusun menjadi kata dan kalimat, yang merupakan ekspresi dari
pikiran atau perasaan yang akan disampaikan. Dalam bahasa tulis,
kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata, ataupun sususan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan
penggunaan tanda baca digunakan untuk mengungkapkan ide yang dapat
secara tepat dan benar ditangkap oleh pembaca, yaitu orang yang kita
inginkan untuk menerima informasi tersebut. Kesalahan dalam
penggunaan ejaan akan menimbulkan salah pengertian dan penafsiran dari
maksud yang ingin kita sampaikan.
3. Bahasa Tubuh / Bahasa Isyarat
Bahasa tubuh adalah cara seseorang berkomunikasi dengan
mempergunakan bagian-bagian dari tubuh, yaitu melalui gerak isyarat,
ekspresi wajah, sikap tubuh, langkah serta gaya tersebut pada umumnya
disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh sering kali dilakukan tanpa disadari.
Tapi, bahasa tubuh atau bahasa isyarat dipergunakan secara sengaja oleh
orang-orang tertentu yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan
bahasa lisan atau dalam situasi dan kondisi tertentu. Sebagaimana fungsi
bahasa lain, bahasa tubuh juga merupakan ungkapan komunikasi yang
paling nyata, karena merupakan ekspresi perasaan serta keinginan
terhadap orang lain.
3
kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam interaksinya
dengan lingkungan. Pengusaan bahasa merupakan hasil dari penyatu paduan
peristiwa-peristiwa linguistik yang diamati dan dialami selama masa
perkembangannya. Menurut para penganut aliaran behavioristik, penggunana
bahasa merupakan asosiasi yang terbentuk melalui proses pengondisian klasik
(classical conditioning), pengondisian operan (operant conditioning), dan belajar
sosial (social learning).
Secara umum, perkembangan keterampilan berbahasa pada individu menurut
Berk (1989) dapat dibagi kedalam empat komponen, yaitu :
1. Fonologi (phonology), berkenaan dengan bagaimana individu memahami
dan menghasilkan bunyi bahasa.
2. Semantik (semantics), merujuk kepada makna kata atau cara yang
mendasari konsep-konsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau
kombinasi kata.
3. Tata bahasa (grammar), merujuk pada penguasaan kosa kata dan
memodifikasikan cara-cara yang bermakna. Pengetahuan tentang
grammar meliputi dua aspek utama, yakni :
a. Sintak (syntax), yaitu aturan-aturan yang mengatur bagaimana kata-
kata disusun kedalam kalimat yang dapat dipahami.
b. Morfologi (morphology), yaitu apikasi gramatikal yang meliputi
jumlah, tenses, kasus, pribadi, gender, kalimat aktif, kalimat pasif,
dan berbagai makna lain dalam bahasa.
4. Prakmatik (pragmatics), merujuk kepada sisi komunikatif dari bahasa. Ini
berkenaan dengan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik ketika
berkomunikasi dengan orang lain.
4
Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan
yang mempunyai fungsi komunikatif. Pada umur ini anak mengeluarkan
berbagai bunyi ujaran sebagai reaksi terhadap orang lain yang ada di
sekitarnya sebagai upaya mencari kontak verbal.
2. Tahap holofrastik atau kalimat sau kata (1,0-1,8 tahun)
Pada usia sekitar satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata. Satu
kata yang diucapkan oleh anak-anak harus dipandang sebgai suatu
kalimat penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional sebagai
cara untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu. Anak yang
menyatakan “mobil” dapat berarti “saya mau main mobil-mobilan”,
“saya mau ikut naik mobil sama ayah”, atau “saya minta diambilkan
mobil mainan”, dan sebagainya.
3. Tahap kalimat dua kata (1,6-2,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai memilki banyak kemungkinan untuk
menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan
kalimat sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang
dirangkai secara tepat. Misalnya, anak mengucapkan “mobil-mobilan
siapa?” atau bertanya “itu mobil-mobilan milik siapa?”, dan sebagainya.
4. Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0-5,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa, panjang kalimat
mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin kompleks, dan
mulai menggunakan kata jamak. Penambahan dan pengayaan terhadapa
sejumlah dan tipe kata secara berangsr-angsur meningkat sejalan dengan
kemajuan dalam kematangan perkembangan anak.
5. Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0-10,0 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembvangkan struktur tata
bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan
kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativasi, dan
kunjungsi. Perbaikan dan penghalusan ynag dilakukan pada periode ini
mencakup belajar mengenai berbagai kekecualian dari keteraturan tata
bahasa dan fonologis dalam bahasa terkait.
5
6. Tahap kompetensi lengkap (11,0 tahun-dewasa)
Pada akhir masa kanak-kanak, perbendaharaan kata terus meningkat,
gaya bahasa mengalami perubahan, dan semakin lancar serta fasih dalam
berkomunikasi. Keterampilan dan performansi taat bahasa terus
berkembang ke arah tercapainya kompetensi berbahasa secara lengkap
sebagai perwujudan dari kompetensi komunikasi.
6
kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat
lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa
pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat
terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan
istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa
lebih baik.
7
Untuk meniru bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda,
memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan intelektual atau
tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-
kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan
memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan fisik lain, amat
dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak.
4. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan
situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan anggota
keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota
keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang
berstatus sosial rendah. Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan
bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik.
Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa.
5. Kondisi fisik
Kondisi fisik di sini kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu
kemampuannya untuk berkomunikasi, seperti bisu, tuli, gagap, dan organ
suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan alam berbahasa.
E. Proses Perkembangan Bahasa Peserta didik
Secara garis besar tahapan perkembangan bahasa pada anak dapat kita bagi
menjadi tahap reflexsive vocalization, babling, lalling, echolalia, dan true speech.
Tahapan-tahapan umum perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak,
yaitu:
1. Reflexsive Vocalization
Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeluarkan suara tangisan yang masih
berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin
menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
2. Babling
Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman
ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya,
8
tangisan yang dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan
atau perasaan si bayi.
3. Lalling
Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun
belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s.d. 6 bulan sehingga
ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang,
seperti: “pa….pa…, ma..ma….”
4. True Speech
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan
atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti
orang dewasa.
Sementara itu, Tarigan (2009: 246-251) menjabarkan perkembangan bahasa
menjadi beberapa tahapan.
1. Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama
Pada tahap meraban pertama, selama berbulan-bulan awal kehidupan,
bayi menangis, mendekut, mendenguk, menjerit dan tertawa. Mereka
seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat.
2. Tahap Meraban (Pralinguistik) Kedua
Tahap ini disebut juga tahap omong-kosong, tahap kata tanpa makna awal
tahap meraban kedua ini biasanya pada permulaan kedua, tahun pertama
kehidupan. Anak-anak tidak mengahsilkan suatu kata yang dapat dikenal,
tetapi mereka berbuat seolah-olah mengatur ucapan mereka sesuai dengan
pola suku kata.
3. Tahap 1: Tahap Holofrastik (Tahap Linguistik Pertama)
Ini adalah tahap satu kata, yang dimulai sekitar usia satu tahun. Akan
tetapi, justru pada saat inilah tahap-tahap perkembangan linguistik
berhenti lalu dihubungkan dengan usia secara terpercaya. Ucapan satu
kata pada periode ini disebut holofrase karena anak menyatakan makna
keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang diucapkannya itu.
4. Tahap II : Ucapan-ucapan Dua-Kata
9
Tahap linguistik kedua ini biasanya dimulai menjelang hari ulang tahun
kedua, tetapi seperti yang telah dikatakan dahulu, terdapat sejumlah
variasi perseorangan di antara anak-anak normal. anak-anak memasuki
tahap ini dengan pertama kali mengucapkan dua holofrase dalam
rangkaian yang cepat. Misalnya, anak yang menggunakan holofrase mata
dan mama mungkin menunjuk kepada bola mata dan ikuti oleh jeda
sebentar, lalu kepada mama. Maknanya akan terlihat dari urutan “mata
mama”,tetapi jelas anak itu telah mempergunakan dua buah holofrase
untuk menyatakan makna tersebut. Segera setelah itu, anak mulai
memakai ucapan-ucapan dua-kata, seperti saya makan, mau minum, dan
sebagainya.
5. Tahap III: Pengembangan Tata Bahasa
Usia yang merupakan saat keluarnya anak-anak dari tahapan II sangat
berbeda-beda. Ada anak yang memasuki tahap III pada usia dua tahun,
ada pula yang masih tetap mepergunakan ucapan dua kata secara ekslusif
sampai melewati hari ulang tahunnyayang ketiga. selama tahap III anak-
anak mengembangkan sejumlah sarana ketatabahasaan. panjang kalimat
mereka bertambah, tetapi hal ini tidaklah begitu penting karena ucapan-
ucapan mereka semakin bertambah rumit.
6. Tahap IV: Tata Bahasa Menjelang Dewasa
Pada tahap IV, anak-anak memulai dengan struktur tata bahasa yang lebih
rumit; banyak di antaranya yang melibatkan gabungan kalimat-kalimat
sederhana dengan komplementasi, relativisasi dan konjungsi.
7. Kompetensi Lengkap
10
serius adalah ketidakmampuan mendorong/memotivasi anak berbicara, bahkan
pada saat anak mulai berceloteh. Apabila anak tidak diberikan rangsangan
(stimulasi) didorong untuk berceloteh, hal ini akan menghambat penggunaan
didalam berbahasa/kosa kata yang baik dan benar.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan
berbicara anak. Anak-anak dari golongan yang lebih atau menengah yang orang
tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar berbicara lebih awal (cepat)
dan lebih baik, sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan
berbicara pada anak.Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih
rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi
mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa
pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut.
Gangguan/bahaya didalam perkembangan bicara pada anak yaitu :
1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata,
2. Lamban mengembangkan suatu bahasa/didalam berbicara,
3. Sering kali berbicara yang tidak teratur,
4. Tidak konsentrasi didalam menerima suatu kata (bahasa) dari orang
tua/guru.
G. Upaya Pengembangan Bahasa dan Implikasinya bagi Pendidikan
Jika perkembangan kemampuan berbahasa merupakan konvergensi atau
perpaduan dari faktor bawaan dan proses belajar dari lingkungannya, intervensi
pendidikan yang dilakukan secara terencana dan sistematis menjadi sangat
penting. Hanya mengandalkan faktor bawaan yang diturunkan oleh orang tua
adalah keputusan yang tidak bijaksana karena hasilnya yang kurang memuaskan.
Intervensi pendidikan melalui proses belajar dari lingkungan dapat diupayakan
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berkembangnya bahasa
secara optimal. Lingkungan yang dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk
belajar dan berlatih mengembangkan kemampuan bahasa perlu dikembangkan
secara maksimal, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Agar kemampuan berbahasa remaja dapat berkembang secara optimal, sejak
dini anak perlu diperkenalkan dengan lingkungan yang memiliki kemampuan
11
berbahsaa yang variatif. Situasi yang menunjang perkembangan bahasa juga perlu
diciptakan dan dikembangkan oleh para guru di sekolah. Di sisi lain, masyarakat
perlu memberikan dukungan yang bersifat kondisi psikologi dan sosiokultural
bagi perkembangan bahasa remaja. Lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat sangat perlu menciptakan suasana yang dapat membesarkan hati atau
mendorong anak atau remaja untuk berani mengomunikasikan pikiran-pikirannya.
Cara demikian, akan sangat membantu perkembangan bahasa remaja karena
mereka leluasa dan tidak dihantui oleh kecemasan dan ketakutan untuk
mengomunikasikan apa saja yang dipikirkannya.
12