Anda di halaman 1dari 13

HYPNOPARENTING UNTUK PROBLEMATIKA BELAJAR ANAK

Langkah-langkah melakukan hypnoparenting agar anak rajin belajar :

1. Kenali penyebabnya

Banyak anak-anak SD hingga SMU saat ini yang mulai tidak dapat mengikuti
pelajaran di sekolah sehingga dengan mudah kita beranggapan bahwa anak itu malas
belajar. Itu sebabnya biasanya kita bereaksi dengan menegurnya dan pada akhirnya
meminta bantuan guru les. Sesungguhnya ada banyak alas an mengapa anak mengalami
kesukaran belajar walaupun anak telah berusaha dan dengan tekun belajar, tetapi hasilnya
tetap tidak memadai dan itu berarti tuntutan sekolah melampaui kesanggupannya. Bila
kita memaksakannya, anak akan tertekan dan perkembangan dirinya akan terganggu.
Hanya satu alas an kenapa anak bersikap demikian, yaitu kemalasan.

Dengan alasan anak tidak dapat mengikuti pelajaran karena pelajaran


disampaikan dengan cara yang tidak sesuai dengan cara belajarnya. Anak mengalami
kesulitan belajar karena alas an pribadi yang berkaitan dengan pengajar. Misalnya, ada
anak yang tidak menyukai pelajaran tertentu karena ia tidak menyukai kepribadian
pengajarnya. Dapat pula ia tidak menyukai pengajat karena pernah diejek atau
dipermalukan. Bahkan, mereka mengalami kejenuhan dalam belajar akibat perlakuan
teman yang tidak bersahabat.

Akhirnya, ia tidak suka ke sekolah bahkan konsentrasi belajarnya menurun karena


ia seringkali merasa takut untuk sekolah dan bertemu dengan guru atau teman di
kelasnya. Anak mengalami kejenuhan juga karena akibat masalah rumah tangga. Masalah
orang tua pada akhirnya menjadi masalah anak juga dan sangat berpengaruh dengan
kondisi anak. Anak mengalami kesukaran belajar sebab baginya bermain jauh lebih
menyenangkan daripada belajar dengan teknologi membuat anak asyik bermain dan lupa
waktu dan tanggungjawab. Selain itu, anak menjadi malas belajar adalah karena “label”
yang diberikan orang di sekelilingnya sehingga menimbulkan keyakinan bahwa dirinya
malas belajar, yang akhirnya berdampak pada perilaku malas belajar (Lucy, B., 2012).

2. Persiapan

Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut, tanyakan terlebih dahulu kepada


diri orang tua anak hal-hal seperti:

a. Apakah gaya belajar anak terakomodir dikelasnya?


b. Apa yang paling menarik anak Anda lakukan selain belajar dan memotivasinya?
c. Apakah orang tua sang anak sering mengatakan kata-kata “malas” kepada anaknya?
d. Apa yang membuat anak menjadi malas dan tidak termotivasi dalam belajar?

3. Penanganan dengan hypnoparenting


Memakai kalimat yang positif dan menghindari kalimat negative

Segala sesuatu yang dilarang, penuh tekanan intonasi dan ada emosi di dalamnya,
itulah yang akan diingat terus oleh anak ketika ia mendengarnya. Apabila dalam
kesehariannya ia sering mendengar kata “jangan” atau “tidak boleh” atau “nakal kamu,
ya!” atau “anak yang malas” dan kata-kata negatif lainnya, hampir dipastikan, kata-kata
itulah yang selalu didengar dan ditanamkan dalam hati.

Ucapan ibu akan menjadi doa buat anaknya. Jadi jika si ibu mengucap kata-kata
negatif terhadap anaknya, maka bisa saja anak itu menjadi anak yang berperilaku negatif
pula.

Orang tua yang baik hendaknya memikirkan hal-hal yang positif saja terhadap
anaknya, juga berbicara dengan lembut (intonasi tidak meninggi). Kata-kata positif yang
diucapkan dengan intonasi yang positif akan ditangkap pikiran bawah sadar anak sebagai
kesan positif. Karena perkataan orang tua sangat menentukan proses kemandirian anak,
maka hendaknya orang tua mampu mengucapkan kata-kata positif saja di depan anak.

Menciptakan perasaan positif dan pikiran yang positif

Ketika anak mulai memasuki sekolah,baik itu kelompok bermain atau taman
kanak-kanak, orang tua pasti akan mulai khawatir. Hal seperti ini dapat membawa
dampak psikologis bagi anak.

Misalnya saja jika orang tua merasa takut kalau anaknya di sekolah akan jatuh,
bermain dengan temannya lalu bertengkar, atau anak belajar tidak sesuai dengan perintah
guru, maka secara psikologis akan mempengaruhi kepercayaan orang tua terhadap guru
di sekolah anak. Orang tua seakan-akan tidak percaya bahwa bapak-ibu gurunya tidak
mampu mendidik anak seperti didikan mereka.

Mungkin orang tua berpikir bahwa bapak-ibu guru kurang perhatian terhadap
anak karena banyaknya siswa yang harus diperhatikan. Pemikiran seperti ini akan
menimbulkan kecemasan yang tidak beralasan dan hanya akan menambah beban
masalah.

Sebagai orang tua yang baik, hendaknya selalu mempunyai perasaan yang positif
terhadap guru serta memberikan kepercayaan penuh terhadap guru bahwa guru juga
berpengalaman dalam mendidik anak serta pasti akan memperhatikan anaknya.

Dengan perasaan yang positif, kepercayaan penuh serta pikiran positif orang tua
terhadap guru, maka orang tua dan guru akan merasa tenang dan anak akan merasa
senang di sekolah (Setyono, A., 2007).

Menciptakan suasana rumah yang positif


Suasana rumah juga sangat menentukan kemandirian anak. Jika rumah itu
harmonis, maka anak akan dapat berperilaku positif. Misalnya saja dalam kamar anak
diberi ungkapan-ungkapan positif seperti “Aku mau jadi anak pandai” atau “Aku suka
belajar”, atau kata-kata lain yang apabila setiap dilihat dan dibaca terus menerus maka
akan tersimpan dalam memori anak dan akan masuk ke dalam pikiran bawah sadar anak.

Hal ini akan menumbuhkan sifat dan sikap yang diinginkan oleh orang tua dan
anaknya, karena secara otomatis kata-kata itu akan terpatri dalam sanubari dan
membentuk jiwa anak.

Menumbuhkan sifat persaingan pada anak

Sejak dini anak sudah harus ditumbuhkan sifat kompetitif. Ini penting karena sifat
kompetitif akan mengarah pada kedisiplinan, konsep mejadi yang terbaik, konsep unggul,
pengembangan diri yang optimal, dan berprestasi. Secara intuitif, anak selalu berusaha
mencari perhatian dari orang tuanya. Dengan adanya persaingan, anak akan terdorong
untuk berbuat lebih baik, memenuhi ekspektasi orang tua, dan pada akhirnya
mengembangkan kualitas dirinya. Di dalam persaingan konsep reward-and-punishment
sangatlah penting. Dalam setiap hal diberikan reward (hadiah) yang sepadan jika anak
berhasil melakukan sesuatu. Sementara itu, berikan dia punishment (hukuman) jika dia
melanggar sesuatu. Tidak perlu berpikir untuk memukul anak.ada dua orang anak. Saat
waktunya belajar, sang ibu dan ayah bertanya, “ Ayo… siapa yang mau belajar ?”. Kedua
anaknya berebut menjawab, “Aku ! Aku !”. si adik langsung berlari ke kamar dan
menyiapkan buku pelajaran. Kakaknya tertawa tenang. “ Ah, dia kan belajarnya cuma
sebentar. Aku tidak lihat adik dapat peringkat di kelas”. Melihat itu, ibu dan ayah hanya
tersenyum, lalu berkata, “Ayo… adik dan kakak belajar yang rajin dan serius supaya
dapat peringkat di kelas, nanti ibu beri hadiah”. Komentar itu memberikan perasaan
menang atas persaingan pada sang kakak. Sementara si adik akan berusaha melakukan
hal yang diminta oleh ibu karena dia juga menginginkan hadiah dan persetujuan dari ibu
dan ayahnya. Pada akhirnya, kakak mendapat hadiah dan adik pun mendapat hadiah.
Dalam benak mereka, itu hanyalah permainan, sementara sesungguhnya ibu dan ayah
telah mendidik kedua anaknya untuk bersaing dan mengembangkan diri. Punishment-nya
hanyalah hadiah kakak diberikan lebih dahulu untuk menunjukkan siapa yang menang.

Satu hal penting lain yang terlihat dari contoh diatas adalah tidak boleh
membandingkan. Tidak boleh mengatakan, “Adik bagaimana sih, kok seperti itu. Tidak
dapat peringkat di kelas. Ayo belajar yang rajin supaya dapat peringkat seperti kakak”.
Komentar demikian adalah membanding-bandingkan. Persaingan tidaklah sama dengan
membandingkan. Sikap membandingkan hanya akan menciptakan perasaan dendam dan
ketersinggungan pada anak. Persaingan adalah melakukan sesuatu yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan orang tualah yang harus menjadi standar. Standar adik
bukanlah kakak. Demikian pula, standar kakak bukanlah adik. Akan tetapi, standar anak
adalah orang tua. Ini merupakan kesalahan klasik yang sering terjadi dan dilakukan
dengan tidak sadar. Ingin hati adalah untuk memotivasi anak agar menjadi lebih baik,
berprestasi, dan menjadi kepribadian yang lebih baik. Membandingkan antara dua anak,
kakak dan adik dapat menimbulkan permusuhan dan dendam. Intuisi dasar anak adalah
mencari perhatian orang tuanya. Akan tetapi, setelah ia menyadari bahwa saudaranya
mendapatkan perhatian lebih dari dirinya, dalam hati anak bisa muncul perasaan minder,
kesal dan bahkan dengki (Silawati, dan Yanti A., 2015).

Menghindari sikap ambivalensi

Idealnya orang tua adalah dua orang, ayah dan ibu. Ambivalensi atau ambiguitas
adalah sifat mendua antara orang tua. Ibu bilang A, sementara ayah bilang B. itu akan
membuat anak bingung, kehilangan orientasi, dan mengeksploitasi celah. Pada dasarnya
setiap anak manipulatif. Dia akan mampu membaca celah kelemahan dari orang-orang
sekitarnya untuk bisa mendapatkan keinginannya. Dia akan selalu menguji hingga batas
terakhir, semua cara yang mungkin untuk bisa meraih apa yang dia mau. Contohnya,
anak malas belajar karena sedang main game, ibu melarang main game karena game
dapat membuat anak malas belajar. Sementara ayah beranggapan, tidak apa sekali-sekali.
Besok atau lusa, anak akan selalu memanfaatkan perbedaan tersebut untuk hal yang lain
juga, seperti menghabiskan waktu dengan bermain, bolos sekolah, malas berangkat
sekolah dan sebagainya.

Terkadang anak tidak benar-benar ingin melakukan apa yang dia minta, tetapi dia
hanya ingin menguji seberapa besar kesempatannya untuk bisa mendapatkan
keinginannya. Permasalahannya, jika anak berhasil mendapatkannya, dia akan memiliki
toleransi uji yang sangat tinggi sehingga tidak aneh jika melihat ada anak yang menjerit-
jerit atau tantrum dipusat perbelanjaan karena ingin meminta sesuatu. Dia pernah
merasakan menang dari orang tuanya dan dia ingin selalu menang. Apapun yang terjadi,
selalu tampil solid didepan anak. Jika ayah dan ibu berbeda pendapat dan bertengkar,
lakukan itu diluar jangkauan anak. Tekankan konsep satu pendapat dalam rumah dan cara
mendidik anak (Silawati, dan Yanti A., 2015).

Menekankan hubungan kausalitas

Hukum sebab akibat atau kausalitas merupakan hal mendasar yang harus
diajarkan pada anak. Ini merupakan konsep konsekuensi tindakan. Anak harus memahami
bahwa setiap tindakan yang dia lakukan akan memiliki akibat, baik atau buruk. Konsep
ini akan membantu anak untuk berinteraksi dengan dunia di luar rumahnya, yang wajib
disiapkan orang tua sejak dini. Untuk menerapkannya, orang tua harus memiliki
peraturan didalam rumah. Semua orang didalam rumah harus patuh pada peraturan
tersebut. Akan ada saatnya anak akan menguji penerapan peraturan tersebut. Disinilah
sikap asertif orang tua dibutuhkan. Orang tua harus tegas, tidak memiliki double-standar,
dan tidak membeda-bedakan. Saat anak melakukan kesalahan atau pelanggaran, berikan
dia hukuman yang sesuai. Misalnya, anak bermain game terlalu lama sehingga tidur larut
malam dan besoknya terlambat bangun dan pergi sekolah. Terapkan hukuman yang sudah
disepakati, seperti tidak boleh bermain game lagi selama beberapa minggu.

Selain itu, peraturan tidak hanya berhubungan dengan hukuman, tetapi juga
reward. Anak yang berhasil mencapai sesuatu harus diberi penghargaan yang setimpal.
Contohnya, saat standar nilai rapor tujuh, dan anak mendapat nilai delapan, reward
merupakan suatu hal yang wajib diberikan. Setelah reward diberikan, katakan kepada
anak, “ Nah, kamu ternyata bisa kan dapat nilai delapan kalau belajar dengan giat. Rapor
besok ibu mau ada lebih banyak nilai delapannya, dan delapan yang sekarang jangan
sampai turun”. Jangan katakan, “Nah, awas ya kalau nilai delapannya turun jadi tujuh
lagi, apalagi enam. Pokoknya ibu mau rapor kamu banyak delapannya”. Kalimat bernada
mengancam seperti ini akan membuat hati anak mengecil dan kontra produktif. Pertama
anak senang karena dia telah berhasil melakukan sesuatu yang diluar harapan, dan itu
pencapaian yang luar biasa. “Akan tetapi mengapa ini kemudian menjadi beban pada
anak. Lebih baik saya tidak usah dapat delapan, tujuh saja sudah bagus. Kalau begini
hanya menyulitkan saya saja, pikir si anak”. Dengan demikian anak akan enggan untuk
maju lagi dan hanya melakukan sesuai standar saja sehingga tidak akan pernah
berkembang (Silawati, dan Yanti A., 2015).

Menghindari melakukan intervensi terlalu banyak

Semua orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik buat buah hatinya. Akan
tetapi, terkadang yang terbaik bukanlah yang paling indah. Demikian juga dengan
mendidik anak. Orang tua sering kali membesarkan anak dengan kekhawatiran tinggi.
Kalau dia begini, bagaimana dan kalau nanti ada itu, apa yang terjadi. Kekhawatiran-
kekhawatiran tersebut akan membuat orang tua membatasi ruang gerak anak, ruang gerak
yang seharusnya dia eksplorasi. Kecenderungan orang tua untuk selalu melindungi
anaknya, menjadi bumper, menyiapkan solusi, selalu menyediakan kenyamanan,
sehingga anak tidak lagi memiliki pertahanan diri. Selain itu, orang tua yang memiliki
kekhawatiran berlebih akan cenderung menjadi over- protective, yang pada akhirnya akan
menyebabkan anak menjadi lemah, terlalu bergantung, kurang mandiri, dan memiliki
sifat cepat menyerah. “Ayah, Adik disuruh bu guru melukis pemandangan, adik tidak bisa
nih”. Lantas ayahnya menjawab, “ Oh, tugas kesenian ya, disuruh membuat lukisan,
sudah nanti ayah lukiskan yang bagus. Adik pasti mendapat nilai A”. tidak saja itu
mengajarkan anak berbohong, ayah baru saja mematikan kreatifitas dan daya juang anak.
Jika hal ini terus terjadi, psikomotorik anak tidak akan berkembang sehingga dia tidak
mampu mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, empati, cenderung egosentris.
Biarkan anak menghadapi masalahnya, awasi dari jauh dan selalu siap memberikan
saran-saran jika dia memintanya atau membutuhkannya. Akan tetapi jangan pernah ambil
alih masalahnya. Jika dia berhasil mengatasinya, itu merupakan sebuah pencapaian dan
layak mendapatkan reward (Silawati, dan Yanti A., 2015).

Lakukan kontak tubuh

Lakukan kontak tubuh secara lembut, berulang dan monoton (dapat dilakukan
saat ia tertidur), seperti mengusap kepala atau dahi balita, mengusap punggungnya
dengan lembut. Pada kondisi memungkinkan, kontak tubuh yang disertai sugesti bisa
dilakukan seperti mengajak anak tos, jabat tangan atau genggam tangan.

Kalimat Sugesti – Afirmasi Positif

Mulailah bicara dengan niat menanamkan sugesti positif, gunakan kalimat


afirmasi positif seperti, “Anak manis, mimpilah yang indah dan besok pagi, bangun
segar, bersemangat untuk berangkat sekolah dan sehat.”

Selalu gunakan kalimat-kalimat positif saat melakukan hipnosis. Seperti pada


contoh orangtua, “rajin belajar yaa” yang merupakan kalimat positif. Jangan ucapkan,
“rajin belajar ya…Kalau tidak nanti kamu bisa bodoh” Ini menandakan kecemasan
orangtua yang bias ditangkap anak sehingga malah bersugesti negatif. Sebab ada
kemungkinan daya kritis anak sedang turun, sehingga kata-kata negatif itulah yang
terserap.

Kata-kata tidak atau jangan sebaiknya juga dihindari, karena ada kemungkinan
anak tidak bisa merangkum keseluruhan kata dalam proses hipnosis dirinya. Misalnya,
kata “tidak malas” atau ”jangan malas”. Jika tingkat kedalaman hipnosisnya sudah dalam,
otaknya tidak mampu lagi merangkum kedua kata jadi satu. Yang tertangkap adalah kata
‘tidak’ dan ‘cemas’ yang justru berarti negative.

Gunakan kata yang membangun atau konstruktif saat memberikan sugesti.


Misalnya:

“Sayang, mulai saat ini ketika Mama pegang bahu kananmu, maka kamu akan
bergembira dan bersemangat.”

“Saat kamu melihat logo sekolahmu, kamu akan naik kelas.”

“Saat kamu melihat video game-mu, kamu akan merasa sangat bosan.”

“Mulai saat ini, ketika kamu melihat lambang warna putih di meja belajarmu, maka kamu
ingin sekali membuka buku pelajaran dan belajar.”

Untuk amannya, maka sebaiknya selalu gunakan kata atau kalimat positif karena
orangtua tak selalu tahu apakah si anak dalam kondisi hipnosis yang masih dangkal atau
sudah dalam. Jadi lebih baik gunakan kalimat ‘semakin rajin dan semangat’, daripada
kalimat ‘tidak malas lagi’.

Lalu hindari pula kata ‘akan’ karena menyiratkan suatu proses atau sesuatu yang
belum terjadi. Kalimat “kalau kamu bangun pagi kamu tidak akan terlambat”. Sebaiknya
diganti dengan “setiap kamu bangun tidur, kamu bersemangat”.

Pengulangan

Lakukan pengulangan secara konsisten, orang tua melakukan hal sama berulang-
ulang, hingga terlihat hasil yang diharapkan. Ulangi semua proses itu berkali-kali secara
konsisten. Sebaiknya beri waktu dari satu sugesti ke sugesti untuk kasus berlainan.
Misalnya dua bulan ini orangtua menghipnosis anak agar jangan mengompol, baru
setelah dua bulan itu orangtua menghipnosis agar anak tidak malas belajar.

Akhirnya, anak adalah amanah dari Tuhan, diperlukan keiklhasan dan tanggung
jawab orang tua di dalam mendidik anak. Jika orangtua mampu mendidik anaknya
dengan baik, maka anak pun akan tumbuh menjadi anak yang baik pula. Untuk
menghasilkan anak yang mempunyai sikap dan kepribadian yang baik, orang tua
hendaknya selalu memikirkan setiap tindakan, ucapan, dan pikiran mereka. Karena
bagaimanapun juga, anak akan bertindak dan bereaksi atas dasar reaksi orang tua
padanya.

Model yang didapatkan dari rumah akan memunculkan pula pola komunikasi
yang digunakan anak dalam bersosialisasi. Selain pola komunikasi yang terbuka dan
hangat juga didukung adanya penerapan nilai-nilai pendidikan pada kehidupan sehari-
hari, sehingga menjadi pola sikap dan tindakan yang tertanam kuat. Nilai-nilai
kedamaian, penghargaan, cinta kasih, tanggung jawab, kebahagiaan, kerjasama,
kejujuran, kerendahan hati, toleransi, kesederhanaan dan persatuan merupakan nilai-nilai
pokok yang harus ditanamkan sejak awal. Tertanamnya nilai-nilai ini, secara berproses,
akan membentuk konsep diri yang kuat pada anak, yang pada intinya mampu “membawa
diri”nya dengan baik.

Kemampuan anak mengamati, meniru, dan merasakan apa yang orang tua
pikirkan merupakan suatu sifat yang menakjubkan. Dengan hypnoparenting yang
sederhana, orang tua mampu membentuk sifat mandiri anak.

HYPNOPARENTING DENGAN MASALAH KESEHATAN DAN KEBERSIHAN


A. Menolak minum obat
1. Kenali penyebabnya

Salah satu pertekaran soal kesehatan yang paling sering dialami antara orang tua dan
anak adalah minum obat. Bayi anda memuntahkan kembali cairan obatnya, sementara
kakaknya suka mengatupkan mulutnya atau malah mendebat. Anak-anak akan bertempur
“sampai titik darah penghabisan”. Nah, bagaimana triknya agar mau minum obat sambil
mengerti bahwa itu demi kesembuhannya?

Mengapa anak-anak menolak obat? Mungkin karena rasa obat memang tidak enak,
bahkan jika sudah ditambahkan rasa yang biasanya disukai anak-anak, entah stroberi atau
jeruk. Dan juga, karena menurut anak yang sakit, segalanya terasa seperti perintah,
permintaan, dan gangguan,namun, terkadang ada hal yang penting dilupakan bahwa sering
kali program bawah sudar seseorang membuat si anak tidak mau minum obat. Anak berpikir
obat itu pahit atau obat itu untuk orang sakit (dan aku tidak mau sakit, aku tidak mau
merasakan pahit) sehingga lidahnya menolak. Anak yang sakit sudah berada dalam keadaan
emosional dan regresi. Ini dapat melahirkan penolakan pada apapun yang disarankan.

2. Persiapan

Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut, tanyakan terlebih dahulu kepada


diri anda hal-hal sebagai berikut.

a. Obat seperti apa yang anak sulit untuk meminumnnya ?


b. Apa penyebab anak sulit minum obat ?
c. Bagaimana pola kebiasaan sakit anak ?
d. Apa yang sering anda lakukan dan katakana pada saat anak sakit ?
e. Bagaimana sikap anda pada saat anak sakit ?

3. Penanganan dengan hypnoparenting

Kita sering dibuat risau ketika anak sakit. Tidak hanya karena penyakitnya saja,
tetapi juga karena harus minum obat, padahal dokter meresepkan antibiotic yang harus
diminum sampai habis. Untuk hal ini, gunakan teknik berkomunikasi dengan tubuh.
Sering kali penyakit datang karena sebagai tanda bahwa kita tidak memerhatikan bagian
tubuh itu. Ajar anak untuk berterima kasih kepada bagian tubuh yang sakit, lakukan
dengan mengusap-ngusap dengan kasih sayang, lalu minta maaf kalau selama ini dia
kurang memerhatikannya, terakhir minta anak untuk bersyukur dan menerima sakitnya
itu. Cara ini sederhana, tetapi sangat ampuh karena sering dipraktikkan oleh hampir
semua orang tua.

Jika anak sudah trauma dengan obat karena pernah ada kejadian sehingga
menimbulkan jangkar emosi negative (asosiasi dengan perasaan tidak enak), hindari
menyebutkan kata “obat” di depannya. Biarpun dia belum tahu apa itu artinya “obat”. Di
pikiran bahwa sadarnya dia memahami bahwa obat adalah sesuatu yang tidak enak, tetapi
harus dia makan. Jadi, obat dapat diterjemahkan sebagai sirup enak yang akan
menyehatkan badan. Itu dinamakan anchoring. Jika anak yang sudah lebih besar dapat
dilakukan hypnosis seperti orang dewasa, misalnya untuk anak di bawah 10 tahun, dapat
ditanyakan minuman kesukaannya, lalu si anak menjawab jeruk atau soft drink, minta
anak membayangkan bagaimana rasanya, perbesar rasanya di dalam mulut anak (sampai
anak mengecap-ngecap seolah merasakan rasanya), bayangkan terus bentuknya, setelah
itu baru masukkan obat ke dalam mulutnya, sambil terus disugesti tentang rasa jeruk tadi.
“Wah, enak sekali ya dek jeruknya, asem, mama juga maka tadi jeruknya, manis banget
yah, besok adek makan lagi jeruknya ya biar sehat.”

Nah, ada salah satu pengalaman dalam melakukan hypnosis terhadap seorang
remaja berusia 18 tahun dan tidak suka sama sekali yang namanya obat karena rasanya
pahit. Suatu saat dia harus minum obat, karena klinik di dekat rumahnya tutup, lalu saya
dipanggil untuk melakukan hypnosis kepada remaja itu. Saya hanya katakan seperti tadi,
“makanan apa yang kamu sukai?” dia menjawab, “spageti”. Saya bertanya, “bagaimana
rasanya ?” dia menjawab, “hmmm enak banget bunda, bunda mau ?” saya menjawab,
“wah asyiknya, bagi donk, rasanya apa ?” dia menjawab, “rasanya asem kecut, pedes,
hmmm enak banget…” lalu saya jawab, “ooogitu yah…” (sambil memasukkan tablet ke
dalam mulutnya, lalu saya terkejut karena tablet itu dikunyahnya). Lalu saya tanyakan,
“apa rasanya sekarang ?” dan dia menjawab, “enak sekali hmmm enakkk…spagetinya”
(ternyata rasanya masih sama dengan spageti). Lalu saya menguncinya dengan memberi
sugesti, “mulai sekarang dan seterusnya, obat apapun terasa seperti spageti dan rasanya
asam, manis, dan pedas.”

Untuk menghindari perdebatan dan pertengkaran, akui perasaan anak anda. Anda
dapat mengatakan, “ok, gak apa-apa kalau kamu tidak ingin minum obat ini sekarang,
tetapi setelah kamu meminumnya, kamu akan segera merasa lebih sehat.” Kemudian
berikan pilihan untuk membuat obat itu lebih mudah ditelan dan menyenangkan.

Untuk anak yang senang bermain dengan logika, anda dapat menjelaskannya
mengenai bagaimana cara kerja obat. Anda dapat menjelaskannya dengan mengatakan,
“obat ini akan membantumu merasa lebih baik supaya kamu dapat segera kembali
bermain di taman.” Anda juga dapat menjelaskan apa yang dapat dicapai oleh obat, “tadi
malam kamu tidak terbangun sama sekali. Nah itu karena obat sudah mengambil rasa
sakitmu.”

Beri obat pada waktu dan tempat yang sama. Ini membantu menciptakan titik
tertentu di rumah anda untuk memberi obat dan menciptakan rutinitas. Agar bisa sesuai
jatwal, tempelkan daftarnya di pintu kulkas atau pintu kamar anak anda. Setiap kali
minum obat, mintalah anak anda untuk mencoretnya atau menempelkan stiker di daftar
tersebut.
Berikan pilihan kapan pun anda mau. Minum obat adalah hal yang tidak boleh
dinegosiasikan, tetapi hal-hal lainnya masih mingkin. Bahkan, pilihan paling sederhana
akan memuaskan kebutuhan anak yaitu rasa control terhadap keadaan dan tubuhnya.
Berikan dua pilihan sederhana seperti, “apakah kamu ingin minum obatnya sebelum
berpakaian atau setelahnya ?” atau “setelah minum obat kamu mau jus apel, jeruk atau
anggur ?”

B. Selalu sakit-sakitan
1. Kenali penyebabnya

Tubuh kita sering mengomunikasikan sesuatu pada kita, tetapi kita tidak tahu.
Alam bahwa sadar kita mengirimkan pesan dalam rupa rasa sakit, tetapi kita obati rasa
sakit tersebut dan kita “paksa” untuk hilangkan rasa sakit itu dengan berbagai obat.
Dalam alam bahwa sadar, rasa sakit muncul karena berawal dari rasa marah yang belum
terselesaikan, tetapi kita “save” di ulu hati. Rasa benci yang ‘disimpang” di pecernaan.
Karena kita tidak atau belum pernah belajar cara alam bawah sadar berkomunikasi
dengan kita, ya biasanya kita akan bingung ketika mengalami sebuah rasa yang tidak
nyaman dalam diri.

Biasanya kalau ada orang sakit gigi, dia memakan ponstan sebagai pain killer.
Nah, pada hal itu adalah alarm tubuh yang menandai terjadinya bahaya yang harus kita
atasi. Namun, karena mengonsumsi pain killer, berarti secara sengaja anda sedang
membunuh dan mematikan alarm dalam tubuh anda. Oleh karenanya, setiap sakit apapun
diterima sebagai suatu tanda yang diberikan tubuh supaya kita berkomunikasi dengan
alam bawah sadar. Jika anda menyadari itu, ketika setiap sakit itu datang, anda perlu
introspeksi ke dalam diri dan bertanya ke dalam diri maksud alam bawah sadar kita
dengan adanya sakit tersebut. Ini akan sangat membantu penyembuhan dari dalam diri
daripada kita mencari penyebab rasa sakit yang dialami tersebut di luar diri kita. Alam
bawah sadar manusia sangat jenius, sangat pandai, sangat pinter, sangat kreatif.

Saya memahami tentang ilmu dan pemahaman sakit penyakit melalui komunikasi
alam bawah sadar sejak tahun 2009 melalui guru saya, syaiful bachri, dan luar biasa
hasilnya. Saya penderita asma akut sejak kecil dan sudah berobat ke mana-mana, bahkan
saya hampir meninggal dibuatnya. Sebelum saya memahami ini, setiap tanggal 20 dan
selama belasan tahun, saya selalu sakit batuk dan itu rutin. Sungguh tidak nyaman
rasanya. Menurut dokter, asma itu tidak dapat disembuhkan. Iya, tidak dapat
disembuhkan jika anda memercayai itu. Perlu anda ketahui, dari tahun 2009, saya benar-
benar bebas dan tidak satu kali pun saya sakit bahkan asma kambuh. Jadi, saat ini saya
dapat mengatakan “selamat tinggal asma, selamat datang sehat”. Saya percaya anda pasti
mau dan mau anak anda juga sehat bukan ? jadi, kuncinya adalah berkomunikasi dengan
alam bawah sadar tentang penyakit dan jangan percaya kata orang lain sekali pu8n itu
dokter karena mereka hanya dapat melemahkan kekuatan tubuh anda ketika anda
mempercayainya. Kunci kesembuhan ada di dalam diri anda. Teknik yang akan saya
bagikan nanti dapat anda lakukan kepada anak anda juga kepada diri anda sendiri.

2. Persiapan

Sebelum melakukan penanganan lebih lanjut, tanyakan terlebih dahulu kepada diri
anda hal-hal sebagai berikut.

a. Penyakit apa yang sering anak derita ?


b. Bagaimana sikap anda terhadap anak yang sakit-sakitan ?
c. Bagaimana respon anak setiap kali dia sakit ?
d. Apa yang orang tua dan anak lakukan saat anak sakit ?

3. Penanganan dengan hypnoparenting

Mencari makna positif dan berkomunikasilah .

Anda dapat menjarkan anak untuk bertanya dan masuk ke dalam dirinya. “coba
adek tanyakan, kenapa adek sering pusing ? dan apa jawabnya kepala adek ?” adek pun
menjawab, “soalnya adek banyak main di depan computer, ma…dan adek harus banyak
istirahat.”

Biasanya sakit itu karena warning dalam tubuh kita yang mengharuskan kita
melakukan sesuatu. Ajak anak untuk melakukan perbincangan dalam diri anak. Caranya
adalah (misalnya dia sakit batuk) coba kamu menjadi paru-paru (sambil memberikan
edukasi ke anak di mana dan bagaimana bentuk paru-paru). Sekarang lihat sekitarmu,
rasakan banyak riak dan paru-parumu sempit. Coba kamu Tanya ke teman-temanmu di
dalam tubuhmu. (anak bertanya dipandu orang tua), “teman-teman, apa yang yang
membuat saya jadi saki banget di dalam sini ?” orang tua bertanya, “lalu, apa jawab
mereka ?” si anak menjawab, “mereka bilang adi suka makan ciki padahal kan ciki gak
boleh dan afi suka beli ciki tanpa mama tahu…” (orang tua memandu adi untu berterima
kasih dan minta maaf sama paru-paru), “paru-paru dan teman-teman, maafin adi yah,
terima kasih adi sakit…jadi adi tahu bahwa adi gak boleh makan ciki lagi, adi janji gak
akan ulangi lagi, apalagi kalau mama gak ijinin. Maafin adi yah…”

Sentuh dengan telunjuk dan jari tengah pada bagian tubuh yang sedang dirasa
sakit. Jari telunjuk dan jari tengah itu adalah energi positif dan negatif. Begitu
disentuhkan ke tubuh akan menjadi netral sehingga dapat mengeluarkan energi yang tidak
bagus dari dalam. Minta anak untuk bernapas lebih perlahan, lalu katakan maaf kepada
bagian tubuh yang sakit. Ini sedikit berbeda dengan teknik di atas karena kita hanya perlu
berkomunikasi dengan bagian tubuh yang sakit.

[Katakan maaf pada bagian tubuh yang dirasa sakit dan yang anda sentuh dengan
jari telunjuk serta jari tengah tadi. Sampaikan dengan sungguh-sungguh. Boleh
diucapkan, boleh dalam hati. Katakana maaf, karena selama ini kita tidak memahami apa
maksud pesan yang ingin disampaikan oleh alam bahwa sadar kita sendiri, malalui rasa
sakit itu sehingga pesan itu terbaikan. Sekali lagi katakana maaf dengan sungguh-
sungguh…]

“Maaf ya perut, saya salah makan yang tidak sesuai dengan kebutuhanmu hari ini
atau selama ini”

Boleh gunakan kalimat lain yang bergaya bahasa anda sendiri, seperti bicara
dengan teman saat kecil atau bicara dengan seorang sahabat. Lalu minta anak untuk
mengamati bagian tubuh yang dia sentuh tadi, bagaimana rasanya sekarang ?

[Bertanggung jawablah terhadap rasa sakit itu. Ingat, bahwa rasa sakit disebabkan
oleh diri sendiri (walaupun kata dokter karena virus, virus ada karena tidak ada
perlindungan dalam diri kita, jadi kita yang perlu melindungi diri kita dan terus
menjaganya). Sambil terus menyentuh bagian tubuh yang sakit, katakana pada bagian
yang sakit tersebut minta anak mengatakan bahwa, “aku bertanggung jawab atas rasa
sakit kamu.” Jika ada sakit pasti ada penyebabnya, mungkin sebab secara ilmiah (murni
karena sakit) atau karena emosi negatif yang belum diselesaikan. Kuncinya adalah
mengambil tanggung jawab dari rasa sakit tersebut. Lalu,amati bagian tubuh yang anda
sentuh tersebut, bagaimana rasanya sekarang ? amati dan amati saja. Setelah itu,
lanjutkan ke langkah berikutnya…]

[Menerima dan ikhlas. Minta anak untuk menarik napas panjang yang dalam sebagai
sarana menerima rasa sakit yang disentuh tadi dengan ikhlas. Lakukan beberapa kali…]

[Berterima kasihlah pada tubuh dan kepada Tuhan yang maha penyembuh…]

DAFTAR PUSTAKA

Bunda, Lucy. 2012. Lima Menit Menguasai Hypnoparenting. Jakarta: Penebar Swadaya Grup

Silawati, Afrida Yanti . 2015. Pemanfaatan Hypnoparenting Dalam Menanamkan Karakter Anak
Di Lembaga Konseling Dan Konsultasi Pekanbaru. Jurnal Risalah. Vol. 26, No. 2 : 77-85
Khoirun Nisak,dkk. 2016. Langkah-Langkah Melakukan Hypnoparenting Agar Anak Rajin
Belajar. http://sinergymindhealth.com/2016/10/18/langkah-langkah-melakukan-
hypnoparenting-agar-anak-rajin-belajar-tulisan-ke-3-dari-3-tulisan/. Di akses 8 Maret
2019

Anda mungkin juga menyukai