ABSTRAKSI
Stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dengan upaya
peningkatan produktivitas kerja. Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan, kepuasan, keselamatan
dan kesehatan kerja tentunya akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Dalam
perancangan atau redesain stasiun kerja itu sendiri harus diperhatikan peranan dan fungsi pokok dari
komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja.
Pada proses pembuatan dari ban bekas menjadi ban baru di vulkanisir ban yang dilakukan di bagian
skiving, dimana stasiun kerja operator dalam melakukan aktifitas dijumpai beberapa kondisi kerja yang kurang
memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi dan menurut pihak manajemen tingkat produktivitas kerja operator
dibagian ini masih cukup rendah.
Berdasarkan dari kondisi kerja tersebut akan dilakukan suatu redesain terhadap stasiun kerja. Beberapa
hal yang akan dijadikan dasar dalam melakukan redesain ini adalah antropometri, physiological performance,
subjektivitas operator terhadap keluhan rasa sakit yang dialami selama bekerja, dan analisis terhadap waktu
dan output standar yang dihasilkan. Selanjutnya akan dibandingkan kondisi kerja sebelum redesain dengan
sesudah redesain.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kondisi kerja sesudah redesain ini akan
lebih baik dari pada kondisi kerja sebelum redesain, misalnya ukuran fasilitas kerja yang telah disesuaikan
dengan antropometri, adanya kursi kerja, selain itu pengeluaran energi rata-rata operator pada kondisi
sesudah redesain sudah lebih kecil dari sebelum redesain dan juga standar Lehman. Dan berdasarkan hasil
penyebaran kuesioner sebelum dan sesudah redsain ternyata dapat dilihat adanya penurunan tingkat keluhan
rasa sakit yang dialami oleh operator pada saat bekerja. Dengan bekerja pada stasiun kerja sesudah redesain
produktivitas kerja operator turut meningkat.
Kata kunci : Ergonomi, Antropometri, Physiological Performance, Produktivitas kerja dan stasiun kerja.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai
sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja, sehingga manusia dapat hidup dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, dan nyaman. Fokus dari ergonomi adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan,
fasilitas, prosedur dan lingkungan dan pekerja serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah pada
faktor manusia.
Para operator dalam melakukan pekerjaannya, posisi kerja mereka tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
ergonomi yaitu terlalu membungkuk, jangkauan tangan yang tidak normal. Alat yang terlalu kecil, dll. Sehingga
dari posisi kerja operator tersebut dapat mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu kelelahan dan
rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan
kaki akibat ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerjanya.
Untuk itu dalam penelitian ini bergerak dalam bidang industri vulkanisir ban, dan objek penelitian pada
stasiun kerja bagian skiving dalam perancangan ulang stasiun kerja. Untuk bagian skiving adalah merupakan
proses penghalusan ban dengan mempergunakan gurinda, dimana operator pada saat proses tersebut terlalu
membungkuk untuk memegang gurinda sambil dilakukan proses penghalusan itu. Obyek penelitian ini akan
dilakukan perancangan ulang (redesign) stasiun kerja dengan kondisi yang dapat menunjang peningkatan kerja
dari operatornya. Karena dengan kondisi kerja aman, nyaman, tentram dan menyenangkan, manusia sebagai
pekerja akan mencapai produktivitas yang tinggi serta dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama,
berdasarkan uraian tersebut, maka kami menerapkan ergonomi dengan analisis ergonomi terhadap rancangan
fasilitas kerja pada stasiun kerja dengan antropometri orang Indonesia pada perusahaan, agar operator bisa
bekerja dengan efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Pengertian Ergonomi dalam buku Sritomo Wignjosoebroto adalah Ergonomi atau ergonomics ( bahasa
Inggrisnya ) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.
Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia
dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa
manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan
dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras/hard-ware ( mesin, peralatan kerja dll
) dan/atau perangkat lunak/soft-ware (metode kerja, sistem dan prosedur, dll ). Dengan demikian terlihat jelas
bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multi disiplin, karena disini akan mempelajari pengetahuan-
pengetahuan dari ilmu kehayatan ( kedokteran, biologi ), ilmu kejiwaan (psychology ) dan kemasyarakatan (
sosiologi ).
Dalam perkembangan selanjutnya, ergonomi dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan, menurut
Iftikar Sutalaksana dalam bukunya yaitu :
a. Penyelidikan tentang tampilan ( display ).
Tampilan (display) adalah suatu perangkat antara (interface) yang menyajikan informasi tentang keadaan
lingkungan, dan mengkomunikasikannya pada manusia dalam bentuk tanda-tanda, angka, lambang dan
sebagainya.
b. Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia
Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja, dan kemudian dipelajari cara
mengukur aktivitas-aktivitas tersebut.
c. Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja.
Penyelidikan ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan tempat kerja yang sesuai dengan ukuran
(dimensi) tubuh manusia, agar diperoleh tempat kerja yang baik, yang sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia.
d. Penyelidikan tentang lingkungan kerja.
Penyelidikan ini meliputi kondisi lingkungan fisik tempat kerja dan fasilitas kerja seperti pengaturan
cahaya, kebisingan suara, temperatur, getaran dll. Yang dianggap dapat mempengaruhi tingkah laku
manusia.
Berkenaan dengan bidang-bidang penyelidikan yang tersebut diatas, maka terlihat sejumlah disiplin
dalam ergonomi, yaitu :
a. Anatomi dan fisiologi, yang mempelajari struktur dan fungsi tubuh manusia.
b. Antropometri, yaitu ilmu mengenai ukuran/dimensi tubuh manusia.
c. Fisiologi psikologi, yang mempelajari sistem saraf dan otak manusia.
d. Psikologi eksperimen, yang mempelajari tingkah laku manusia.
2.2 Antropometri
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam bukunya istilah antropometri berasal dari " anthro " yang berarti
manusia dan " metri " yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi
yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk,
ukuran (tinggi, lebar dsb.) berat dll. Yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan
digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun
sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )
Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya.
Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dll.
Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan
dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan /
menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara
umum sekurang-kurangnya 90 % - 95 % dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu
produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya.
2.7 Macam disiplin dan keahlian kerja yang terkait dengan perancangan stasiun kerja.
Perancangan stasiun kerja dalam industri haruslah mempertimbangkan banyak aspek yang berasal dari
berbagai disiplin atau spesialisasi keahlian yang ada. Hal ini secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut
:
Gambar 2. Disiplin dan keahlian yang terkait dengan perancangan stasiun kerja.
(Sumber : Sritomo Wignjosoebroto, 2001)
Dalam perancangan stasiun kerja, aspek awal yang harus diperhatikan adalah yang menyangkut perbaikan-
perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan dengan tujuan
pokoknya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Aspek kedua yang menjadi pertimbangan
adalah kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia (anthropometric data). Data antropometri
ini terutama sekali akan menunjang didalam proses perancangan produk dengan tujuan untuk mencari
keserasian hubungan antara produk dan manusia yang memakainya. Aspek ketiga yang perlu dipertimbangkan
berikutnya adalah berkaitan dengan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang diperlukan dalam suatu kegiatan.
Pengaturan fasilitas kerja pada prinsipnya bertujuan untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien seperti
halnya dengan pengaturan gerakan material handling.
Pertimbangannya selanjutnya adalah menyangkut pengukuran enersi (energy cost) yang harus dikeluarkan
untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Beban kerja baik beban statis maupun dinamis akan diukur berdasarkan
parameter-parameter fisiologis seperti volume oksigen yang dikonsumsikan, detak jantung, dan lain-lain. Data
fisiologis ini akan memiliki implikasi didalam perancangan stasiun kerja disamping juga bermanfaat dalam hal
penjadwalan kerja (penyusunan waktu istirahat), mengurangi stress akibat beban kerja yang terlalu berlebihan,
dan lain-lain. Aktifitas pengukuran enersi berkaitan erat dengan disiplin physiology atau biomechanic.
Aspek kelima dalam perancangan stasiun kerja akan berhubungan dengan masalah keselamatan dan
kesehatan kerja. Persyaratan UU keselamatan dan kesehatan kerja mengharuskan areal kerja bebas dari kondisi-
kondisi yang memiliki potensi bahaya. Perancangan lingkungan fisik kerja seperti pengaturan temperatur,
pencahayaan, kebisingan, getaran, dan lain-lain merupakan titik sentral perhatian dari aspek kelima ini.
Selanjutnya ketiga aspek yang terakhir yaitu hubungan dan perilaku manusia, pengukuran waktu kerja dan
maintanability akan berkepentingan dengan memperbaiki motivasi dan performans kerja.
2.8 Pendekatan ergonomis dalam perancangan stasiun kerja.
Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-
komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan
manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan
aspek pengamatan, kognitif, fisik ataupun psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/peralatan
seharusnya ikut menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan. Mesin/peralatan
kerja juga berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress tambahan akibat beban kerja
dan membantu melaksanakan kerja-kerja tertentu yang dibutuhkan tetapi berada diatas kapasitas atau
kemampuan yang dimiliki manusia. Selanjutnya mengenai peranan dan fungsi dari lingkungan fisik kerja akan
berkaitan dengan usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi kerja yang akan menjamin manusia dan mesin agar
dapat berfungsi pada kapasitas maksimalnya. Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kerja seringkali
dijumpai bahwa perencana sistem kerja justru lebih memperhatikan mesin/peralatan yang harus lebih dilindungi
dari pada melihat kepentingan manusia-pekerjanya.
Berkaitan dengan perancangan areal/stasiun kerja dalam industri, maka ada beberapa aspek ergonomis yang
harus dipertimbangkan sebagai berikut :
a. Sikap dan posisi kerja.
Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang lain, pertimbangan-
pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting. Beberapa jenis
pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cendrung untuk tidak mengenakkan.
Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang "aneh" dan kadang-
kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja
cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja
yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal seperti :
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi
kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problema ini maka stasiun kerja harus
dirancang- terutama dengan memperhatikan fasilitas kerjanya seperti meja kerja, kursi dll yang sesuai dengan
data antropometri-agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan
ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan-pekerjaan harus dilaksanakan dengan posisi berdiri.
Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi
kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan ). Disamping
pengaturan ini bisa memberikan sikap dan posisi yang nyaman juga akan mempengaruhi aspek-aspek
ekonomi gerakan. Untuk hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar
memperoleh sikap dan posisi kerja yang lebih mengenakkannya.
Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher,
dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja
yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi telentang atau tengkurap.
Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau
lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.
Gambar 4. Meningkatnya Denyut Jantung yang berhubungan dengan berbagai macam kondisi kerja
(Sumber data : Grandjean,1986)
Pada diagram tersebut ditunjukkan bahwa konsumai energi dapat menghasilkan denyut jantung yang
berbeda-beda. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa meningkatnya denyut jantung adalah dikarenakan karena :
a. Temperatur sekeliling yang tinggi
b. Tingginya pembebanan otot statis, dan
c. Semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.
Adapun hubungan antara metabolisme, respirasi, temperatur badan dan denyut jantung sebagai media
pengukur beban kerja ditunjukkan pada tabel 1.
Pengukuran denyut jantung adalah merupakan salah satu alat untuk mengetahui beban kerja. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Merasakan denyut yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan
2. Mendengarkan denyut dengan stethoscope
3. Menggunakan ECG (Electrocardiogram), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada
permukaan kulit dada.
Adapun denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja ditunjukkan pada gambar 5.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Peninjauan awal dan identifikasi masalah.
Pada tahap awal ini dilakukan peninjauan awal kemudian dilanjutkan dengan identifikasi terhadap
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sistem operasi pada stasiun kerja, sehingga dapat diperbaiki dengan
mengaplikasikan ilmu ergonomi. Meskipun ini timbul karena kurang diperhatikan faktor akan kemampuan dan
keterbatasan manusia dalam melakukan pekerjaan sehingga menimbulkan suatu kondisi yang tidak dikehendaki.
Kondisi yang tidak dikehendaki misalnya menyangkut tangan yang melebihi tinggi siku, terlalu rendahnya
kursi, posisi membungkuk, jarak jangkauan yang terlalu jauh atau terlalu dekat, kondisi seperti ini akan
berpengaruh pada pekerja misalnya rasa nyeri pada punggung, rasa nyeri pada lengan, untuk mengetahui hal
tersebut dilakukan analisa physiological performance.
3.5. Analisis
a. Analisis antropometri.
Pada tahap ini hasil pengolahan data terhadap dimensi-dimensi tubuh manusia yang telah dibuat tabel
antropometri akan dimanfaatkan untuk perancangan ulang ukuran geometris dari fasilitas kerja pada stasiun
kerja. Berdasarkan data-data pada tabel antropometri tersebut dapat diketahui apakah ukuran geometris dari
fasilitas kerja yang ada sekarang sudah sesuai dengan dimensi segmen tubuh yang berkaitan atau belum.
b. Analisis subjektif.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui atau membandingkan perubahan terhadap keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh operator antara fasilitas kerja sebelumnya dengan fasilitas kerja yang setelah dirancang ulang
pada stasiun kerja tersebut atau analisis ini dilakukan untuk mengetahui keluhan-keluhan sakit yang dinilai
secara subjektif oleh operator berkaitan dengan kondisi kerja yang ada.
c.Analisis waktu dan output standar.
Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah target yang selama ini ditetapkan oleh pihak
perusahaan sesuai dengan output standar yang seharusnya dapat dihasilkan oleh operator. Hal ini juga
diperlukan sebagai bahan masukan dalam perancangan ulang stasiun kerja. Dari analisis ini juga akan
diketahui tingkat produktivitas kerja operator.
d.Analisis physiological performance
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui konsumsi energi secara tidak langsung. Hasil perhitungan denyut
jantung setelah dikonversikan keenergi, kemudian dibandingkan dengan standar estimasi pengeluaran energi
dari lehman.
Perumusan tujuan
Tinjauan pustaka
ya
Kondisi
Kerja
ergonomis
tidak
Tabel antropometri
( hasil perhitungan )
Pengukuran Denyut
jantung
Hitung Rata-rata
Interpolasi dengan
tabel konsumsi O2
Konversi dari O2 ke
Energi
Bandingkan dengan
Standar Lehman
Pembuatan quisener
Penyebaran Quisener
ElementalBreakdown
Bagisikluskegiatanyangberlangsung kedalamelemen-elemenkegiatansesuai
denganaturanyang ada.
N' N N' = N + n
x 2 x
2
K/S N
2
N'
xi
Dengan syarat kecukupan data N ' N. Dengan menggunakan rumus tersebut, maka hasil uji kecukupan data
dapat dilihatpada tabel berikut.
No Dimensi Tubuh 5% - ile (cm) 50% - ile (cm) 95% - ile (cm) SD
1 TL 42.10 47.00 51.45 2.773
2 PP 46.00 51.00 54.00 2.501
3 TS 90.55 100.00 107.00 4.733
4 LP 32.55 38.00 42.00 2.980
5 LB 33.00 37.00 41.00 2.389
6 BS 28.00 33.00 37.45 3.057
7 ST 45.00 48.00 53.00 2.281
Tabel 4.7 Kelonggaran (Allowance) yang diberikan untuk kondisi sebelum redesain.
4.3.6 Perhitungan waktu & output standar pada kondisi sebelum redesain.
Untuk mengetahui waktu & output standar dari operasi ini, dilakukan perhitungan dengan rumus
sebagai berikut :
100 % - Per. Rating
Waktu Normal Waktu pengerjaan rata - rata .
100 %
100 %
Waktu Standar Waktu Normal .
100 % - % kelonggara n
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka diperoleh hasil waktu rata-rata, waktu normal, waktu standar &
output standar.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Waktu Standar & Output Standar
Elemen Waktu Waktu Output
No Kerja N X Normal Standar Standar
1 A 30 4.442 4.71 5.37 78
2 B 30 4.250 4.51 5.14 82
3 C 30 5.803 6.15 7.01 60
Melihat adanya hubungan antara metabolisme, respirasi temperatur badan dan denyut jantung sebagai media
pengukur beban kerja, terlihat adanya hubungan yang linier antara denyut jantung (pulse /menit) dengan
besarnya konsumsi oksigen (liter/menit) dimana denyut jantung 100 pulse/menit sebanding dengan konsumsi
oksigen 1 liter /menit.
Dari hasil pengukuran, diperoleh rata-rata denyut jantung operator saat bekerja pada kondisi sebelum
redesain ini adalah sebesar 107,25 pulse / menit. Untuk mengetahui besarnya konsumsi oksigen, maka dilakukan
interpolasi diperoleh hasil 1.145 liter/menit. Jika diketahui bahwa 1 liter oksigen menghasilkan energi sebesar
4,8 k cal maka energi yang dikeluarkan operator pada saat bekerja adalah 1,145 x 4,8 = 5,496 kcal / menit.
Dari output diatas terlihat bahwa nilai = 0.9509 Lebih besar dari pada 0,4 atau yang didapatkan adalah
0,9509 0,4 , jadi dapat disimpulkan bahwa hasil kuesioner adalah reliabel.
5. ANALISIS
5.1 Analisis dan interpretasi data sebelum redesain.
5.1.1 Analisis physiological performance.
Dari hasil pengolahan data bab IV, dilakukan perbandingan besarnya energi saat operator bekerja dengan
standar estimasi pengeluaran energi dari lehman ( dapat dilihat pada lampiran III ).
Menurut Lehman, energi yang dikeluarkan oleh operator yang bekerja seperti pada kondisi kerja sebelum
redesain ini adalah :
a. Sikap/gerak badan
- Posisi berdiri membungkuk = 0,8 kcal/menit.
b. Tipe pekerjaan
- Kerja satu tangan ( Kategori : berat ) = 2,2 kcal/menit.
Jadi standar pengeluaran energi oleh Lehman = 3,0 kcal/menit
Dari hasil pengolahan data diketahui rata-rata pengeluaran energi untuk operator sebesar 5,496 kcal/menit.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perbandingan tersebut adalah pengeluaran energi rata-rata operator
telah melebihi ketentuan atau standar yang dikeluarkan oleh Lehman. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kondisi yang tidak ergonomis misalnya terlalu beratnya beban kerja yang harus ditanggung oleh tubuh bagian
kanan, terutama tangan, lengan dan bahu.
Gambar foto perhalusan permukaan ban sesudah redesign, Perhalusan sisi kiri dan kanan ban, Stasiun kerja
skiving sesudah redesign
Sebelum Sesudah
Tingkat Keluhan
4.000
3.000
2.000
1.000
0.000
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27
Jenis Keluhan
Gambar 5.1 Grafik perbandingan tingkat keluhan rasa sakit pada tubuh
Dari grafis diatas terlihat terjadi perubahan yang cukup berarti pada sebagian besar jenis keluhan rasa sakit.
Berkurangnya keluhan rasa sakit pada bagian tubuh tersebut disebabkan perubahan fasilitas-fasilitas seperti
kursi operator, tumpuan alat skiving dan buffing yang lebih ergonomis. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kondisi setelah redesain ulang stasiun kerja akan lebih baik dari kondisi sebelum redesain.
Waktu standar total dari kedua elemen tersebut adalah 4,67 + 6,11 = 10,78 menit, sehingga output yang
dihasilkan berdasarkan waktu standar tersebut adalah jam kerja setiap harinya dibagi dengan waktu standar
yaitu :
420 menit
Output Standar = = 39 unit / hari / orang.
10,78 menit
5.3..7 Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator.
Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 5.12 Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas
kerja operator antara kondisi sebelum dan sesudah redesain.
No Yang dibandingkan Sebelum redesain Sesudah redesain
1 Waktu standar 17,52 10,78
2 Output standar/hari 288 468
3 Output standar/bulan 7200 11700
4 Prod. Kerja operator 24 39
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa sudah terdapat perbedaan atau selisih dalam perbandingan tersebut.
Selain produktivitas kerja yang turut meningkat, operatornyapun dapat bekerja dengan nyaman dan aman.
Dibandingkan dengan produktivitas kerja operator sesuai dengan perhitungan diatas, produktivitas kerja
operator berdasarkan target yang telah ditetapkan perusahaan jauh lebih kecil, yaitu hanya sebesar 15 unit
/man-hour.
6. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan evaluasi ergonomi yang telah dilakukan terhadap redesain stasiun kerja antara lain analisa
physiological performance ( analisa denyut jantung) serta analisa subjektivitas dan analisa waktu dan
output standar maka dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja yang sebelum redesain tidak ergonomis. Hal ini
ditunjukkan pada analisa physiological performance yang masih berada diatas standar Lehman ( 5,496 kcal
/ menit > 3,0 kcal / menit ), serta analisa subjektivitas yang masih menunjukkan tingkat keluhan rasa sakit
oleh operator yang harus ditanggung oleh tubuh bagian kanan, terutama tangan, lengan dan bahu.
2. Setelah redesain, dilakukan kembali analisa yang meliputi analisa physiological performance dimana
besarnya konsumsi energi yang dibutuhkan lebih kecil dari sebelum redesain ( 3,802 kcal / menit < 5,496
kcal / menit ), dan berdasarkan analisa subjektivitas melalui penyebaran kuesioner Nordic Body Map untuk
mengetahui keluhan rasa sakit pada tubuh terhadap operator setelah redesain diperoleh hasil rata-rata
tingkat keluhan jauh lebih rendah dari kondisi sebelum redesain. Hal ini menunjukkan bahwa hasil redesain
stasiun kerja lebih ergonomis dari stasiun kerja sebelum redesain.
3. Perbedaan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator, baik sebelum redesain maupun
sesudah redesain terdapat perbedaan atau selisih dalam perbandingan tersebut, dimana waktu standar
sebelum redesain 17,52 menit dan sesudah redesain 10,78 menit dan output standar ( Sebelum redesain 288
unit, sedangkan sesudah redesain 468 unit ), serta produktivitas kerja operator yang turut meningkat (
Produktivitas operator sebelum redesain 24 unit, sedangkan sesudah redesain 39 unit ).
6.2 Saran-saran
1. Dari hasil analisa ini, maka disarankan perusahaan dapat menetapkan target yang lebih besar dari target
yang sedang ada, jika perlu diterapkan sistem bonus atau Insentif untuk pencapaian hasil diatas target atau
standar yang telah ditetapkan. Dengan begini tentunya operator akan lebih bersemangat untuk segera
menyelesaian pekerjaannya.
2. Faktor lingkungan kerja seperti suhu (temperatur), kelembaban, kebisingan (noise) sebaiknya turut
diperhatikan , sehingga mendukung tercapainya tujuan yaitu peningkatan produktivitas kerja operator.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barnes, R.M (1980), Motion and Time Study, toronto : John Wiley & Sons.
2. Bridger, R.S (1995), Introduction to Ergonomics, McGRAW-HILL
3. Dirgahayu lantara (1994), Rancangan parang yang ergonomis untuk meningkatkan kinerja petani
pemotong tebu, thesis Teknik industri, ITB.
4. Eko Nurmianto (1996), Ergonomi, konsep dasar & aplikasinya, penerbit Guna Widya, jakarta.
5. Ernest J. McCORMICK, Human Factors In Engineering And Design, Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited, New Delhi.
6. Eric Min-yangwang dkk (1999); Development of antropometric work environment for Taiwanese
workers. Journal.23, IE, 3 - 8.
7. Linda theresia (1997), perancangan kursi yang ergonomis bagi anak-anak sekolah di Indonesia, thesis
Teknik industri, ITB
8. J. Steven Moore; Arun Garg (1998); The affectiveness of participatory ergonomics in the red meat
packing industri evaluation of a corporation,Journal 21 IE,47- 58.
9. Perdani, denik putri (2001), Pendekatan ergonomi dalam perancangan ulang stasiun kerja operasi
sablon manual sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja (studi kasus di UD jalur rejeki,
industri kecil-menengah sandal sport ditropodo waru sidoarjo), skripsi Teknik industri, ITS.
10. Rusli yusuf, (2001), penerapan Quality function Deployment dalam perancangan koper besar yang
ergonomis untuk jemaah calon haji Indonesia, thesis Teknik industri, ITS.
11. Sritomo Wignjosoebroto (1995), Ergonomi, Studi Gerak & waktu. Penerbit Guna widya, jakarta.
12. Sutaji,(2000), Analisa dan redesign stasiun-stasiun kerja operasi tenun secara ergonomis untuk
meningkatkan produktifitas (studi kasus industri kecil-menengah pada CV. Gamiri cerme Gresik), skripsi
teknik industri, ITS.
13. Sudjana (1989), Metoda Statistika, penerbit Tarsito, Bandung.
14. Sutalaksana dkk (1979), Teknik tata cara kerja. Jurusan TI ITB.