Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu penyakit


heterogen,biasanyaditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi
kronik ini ditandai dengan riwayat gejala gejala pada saluran respiratori seperti
wheezing( (mengi), sesak napas, dan batuk yang bervariasi. Dalam waktu maupun
intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara ekspiratori.
International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma mendefinisikan asma
sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan obstruksi saluran
respiratori dan hiperresponsif bronkus, yang secara klinis ditandai dengan adanya
wheezing, batuk, dan sesak napas yang berulang.
Defenisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK)
Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang
dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik,
cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta
terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

2.2 Etiologi
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak
dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran
napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan
intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan
umur. Pada bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah.
Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena
makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza.Kadang-kadang juga
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
3. Cuaca
Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban
(Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan
asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan
polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi
hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980).
Udara kering mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani
(strauss dkk 1978, Zebailos dkk 1978).
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma
(Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan
pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap
kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978).Rinitis alergi
dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan
orang dewasa (Dess 1974).
8. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan
dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau
menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap
serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat
serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering
bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering
mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa
khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya. 2

2.3 Faktor risiko


Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma,
berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma.beberapa faktor tersebut
sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Jenis kelamin, menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa
prevalens asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2
kali lipat anak perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi
sebanding antara laki-laki dan perempuan pada usia 30 tahun.
2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada
usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko
asma persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa
sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun
pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma.
4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko
penyakit asma, alergen yang sering mencetuskan asma antara lain adalah
serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma
dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit
putih.
6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah
dimulai sejak janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak
dilahirkan, dan menyebakan meningkatnya risiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik.
2.4 Patofisiologi
 Obstruksi Saluran Respiratorik
Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau
setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas
pada asma : batuk, sesak, wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran
respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan
oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi
dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala
asma yang ditemukan.Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi
oleh banyak faktor.Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah
kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel
inflamasi.Yang termasuk agonis adalah histamine, triptase, prostaglandin D2 dan
leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan
asetilkolin dari saraf eferen postganglionic.Kontraksi otot polos saluran
respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema akut,
inflamasi sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot
polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran
respiratorik.Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat
produksi secret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar
submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular bronkus dan
debris selular.
 Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma.Mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini
belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos
saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyerbabkan perubahan kontraktilitas.Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan
saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan
stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikan secara
progresif kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau
FEV1). Provokasi/stimulasi lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering
dan aerosol garam hipertonik, adenosine tidak mempunyai efek langsung
terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan metakolin), akan tetapi dapat
merangsang pelepasan mediatordari sel mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel
lain pada saluran respiratorik. Dikatakan hipereaktif bila dengan cara histamin
didapatkan penurunan FEV1 20% pada kosentrasi histamine kurang dari 8mg%.

2.5 Klasifikasi
Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari
Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma
menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat
pada anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus
saluran napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya
serangan paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang
berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung sekitar 3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu
remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya
misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar
serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2. Asma episodik sering (Asma sedang)
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga
golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan,
serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun
dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua
menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan
stress. Banyaknya serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan
beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada
umur 8−13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan
golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada
malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika
waktu serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.
Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang
ditemukan gangguan pertumbuhan.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum
umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan
pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih jelas
terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi
setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan
perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8–
14 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten
atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada
pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon
chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini
dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas
fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan
kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami gangguan
psikososial.

Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat Gejala Gejala Faal paru
asma malam
Intermitten  Bulanan ≤ 2x/bulan  APE ≥ 80%
 Gejala < 1x/minggu  VEP1 ≥ 80% nilai
 Tanpa gejala diluar prediksi APE ≥ 80%
serangan nilai terbaik
 Serangan singkat  Variabilitas APE <
20%
Persisten  Mingguan > 2x/bulan  APE > 80%
ringan  Gejala > 1x/minggu tetapi  VEP1 ≥ 80% nilai
< 1x/hari prediksi APE ≥ 80%
 Serangan dpt mengganggu nilai terbaik
aktivitas dan tidur  Variabilitas APE 20-
30%
Persisten  Harian >  APE 60-80%
sedang  Gejala setiap hari 1x/minggu  VEP1 60-80% nilai
 Serangan mengganggu prediksi APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
 membutuhkan  Variabilitas APE >
bronkodilator setiap hari 30%
Persisten  Kontinua Sering  APE ≤ 60%
berat  Gejala terus menerus  VEp1 ≤ 60% nilai
 Sering kambuh prediksi ≤ 60% nilai
 Aktivitas fisik terbatas terbaik
 Variabilitas APE >
30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis
bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan
juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling
khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat
timbul bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang
menghasilkan lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat.
Pada serangan asma ringan:
 Anak tampak sesak saat berjalan.
 Pada bayi: menangis keras.
 Posisi anak: bisa berbaring.
 Dapat berbicara dengan kalimat.
 Kesadaran: mungkin irritable.
 Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.
 Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
 Retraksi interkostal dan dangkal.
 Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
 Frekuensi nadi: normal.
 Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)
 SaO2 % > 95%.
 PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.
 PaCO2< 45 mmHg
Pada serangan asma sedang:
 Anak tampak sesak saat berbicara.
 Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.
 Posisi anak: lebih suka duduk.
 Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.
 Kesadaran: biasanya irritable.
 Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi.
 Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.
 Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.
 Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
 Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
 Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)
 SaO2 % sebesar 91-95%.
 PaO2> 60 mmHg.
 PaCO2< 45 mmHg

Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:
 Anak tampak sesak saat beristirahat.
 Pada bayi: tidak mau minum/makan.
 Posisi anak: duduk bertopang lengan.
 Dapat berbicara dengan kata-kata.
 Kesadaran: biasanya irritable.
 Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan
inspirasi.
 Menggunakan otot bantu pernafasan.
 Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping
hidung.
 Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
 Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
 Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)
 SaO2 % sebesar < 90 %.
 PaO2< 60 mmHg.
 PaCO2> 45 mmHg
Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:
 Kesadaran: kebingungan.
 Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi sulit atau tidak terdengar.
 Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal.
 Retraksi dangkal/hilang.
 Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).
 Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).
 Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.
2.7 Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru
akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
 Riwayat penyakit atau gejala :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
 Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/atopi.
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila
ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak
asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika
hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis
kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi
bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma.
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat
batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat
mungkin merupakan bentuk asma.
Pemeriksaan fisik
o Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang
tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang,
terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga.
Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga
melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah.
o Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah
posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
o Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas
melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah.
Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi
bronkus banyak.
o Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat
disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan obat bantu napas.
o Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya
dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang
dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya
terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat
badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat
dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.
Uji faal paru
Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
1. Derajat obstruksi bronkus
2. Menilai hasil provokasi bronkus
3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. “peak flow
meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data
yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan
rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi
paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit.
Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan
meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar
serangan faal paru tersebut umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji
provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan
dengan :
1. Histamin
2. Metakolin
3. Beban lari
4. Udara dingin
5. Uap air
6. Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR,
FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator
nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi
bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi
tidak perlu dilakukan.

Foto rontgen toraks


Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan.
Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus
paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin


Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral
Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.
Uji kulit alergi dan imunologi
1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
atau pengukuran IgE spesifik serum.
2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang
banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat
untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun
negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan
hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan
hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi
bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan
dengan pemberian antihistamin
3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan
penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit
tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit
pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan asma menurut GINA ( Global initiative for Asma). Program
penatalaksanaan asma diantaranya melalui 6 komponen dalam dibawah ini :
1. Edukasi pada anak / keluarganya
Dengan bantuan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, anak dan keluarganya
akan secara aktif turut serta dalam penatalaksanaan penyakit asmanya untuk
mencegah timbulnya masalah dan dapat hidup secara produktif. Sehingga dapat
menjauhi faktor resiko, berobat dengan benar, mengetahui perbedaan obat
‘controller’ dan ‘reliever’, monitoring, mengenali gejala serangan asma dan
mencari pertolongan medis secara apropriate.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
penilaian dan monitor berat asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan
uji faal paru, dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil
pengobatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak penderita asma
yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan faal parunya menunjukkan adanya
obstruksi saluran nafas.
3. Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus
Mengidentifikasi dan menghindari factor pencetus yang dapat menimbulkan
proses inflamasi saluran nafas merupakan tahap pertama pada penatalaksaan
penyakit asma. Menghindari factor pencetus dapat mengurangi gejala dan dalam
jangka panjang dapat menekan proses inflamasi maupun hiperreaktivitas saluran
nafas. Yang termasuk induced trigger antara lain allergen, bahan-bahan kimia
yang iritatif, obat-obatan, infeksi virus. Sedang inciter trigger antara lain
exercise, udara dingin, dan emosi, dll.
4. Program penatalaksanaan asma jangka panjang
Program ini meliputi 3 hal yang harus dipertimbangkan yaitu obat-obatan asma,
pengobatan secara farmakologis berdasarkan system anak tangga, pengobatan
berdasarkan sistem zona atau wilayah bagi penderita.
5. Merencanakan pengobatan asma akut
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi atau kombinasi
dari gejala-gejala tersebut.Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan
sampai berat yang dapat mengancam jiwa.Serangan bisa mendadak atau bisa
juga perlahan-lahan dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu
diingat bahwa serangan asma akut menunjukan rencana pengobatan jangka
panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor pencetus.
6. Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada
umumnya memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan.
Kunjungan yang teratur diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara
pemakaian obat, cara menghindari factor pencetus serta penggunaan alat peak
flow meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan ini akan semakin jarang.

2.8 Penatalaksanaan Serangan Asma


Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang
gawat darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dat dicegah, setidaknya
dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk :
 meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
 mengurangi hipoksemia
 mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
 rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan Tatalaksana Serangan Asma


Alur tatalaksana serangan asma terhadap anak
Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
Nebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik

Serangan ringan: Serangan sedang: Serangan berat:


(nebulisasi 1x, respon baik) (nebulisasi 2x, respon (nebulisasi 3x, respon
 Observasi 1 jam parsial) buruk)
 Efek bertahan, boleh  Berikan oksigen  Sejak awal berikan O2
pulang  Nilai kembali derajat saat/di luar nebulisasi
 Gejala timbul lagi, serangan, jika sesuai  Pasang jalur parenteral
perlakukan sebagai dengan serangan  Steriod intravena
serangan sedang sedang, observasi di  Nilai ulang klinisnya,
Ruang Rawat Sehari jika sesuai dengan
 Steroid oral serangan berat, rawat di
 Pasang jalur parenteral Ruang Rawat Inap
 Foto rontgen toraks

Boleh pulang: Ruang rawat sehari / Ruang Rawat Inap:


 Bekali obat-obat b- observasi  Oksigen teruskan
agonis (hirupan/oral)  Oksigen teruskan  Atasi dehidrasi dan
 Jika sudah ada obat  Steroid oral dilanjutkan asidosis jika ada
pengendali, teruskan  Nebulisasi tiap 2 jam  Steroid IV tiap 6-8 jam
 Jika infeksi virus  Bila dalam 12 jam  Nebulisasi tiap 1-2 jam
sebagai pencetus, beri perbaikan klinis, stabil,  Aminofilin iv awal,
steroid oral (3-5 hari) boleh pulang, tetapi jika lanjutkan rumatan
 Dalam 24-48 jam klinis tetap belum  Jika membaik dalam 4-
kontrol ke klinik R. membaik/bahkan 6x nebulisasi, interval
Jalan, untuk reevaluasi memburuk, alih ke jadi 4-6 jam
Ruang Rawat Inap  Jika dalam 24 jam
perbaikan klinis stabil,
boleh pulang
 Jika dengan steroid dan
aminofilin parenteral
tidak membaik, bahkan
timbul ancaman henti
nafas, alih rawat ke
Ruang Rawat Intensif

Catatan:
 Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01
ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali
 Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 l/menit
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : An. AN

Umur : 7 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Tanah garam

No. MR : 132652

Tanggal Masuk : 09 September 2019

Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama : Tn.H Ny. A
Umur : 47 tahun 43 tahun
Agama : Islam Islam
Pekerjaan : PNS Ibu rumah tangga

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Sesak napas sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

• Sesak nafas dirasakan hilang timbul sejak 5 hari yang lalu.

• Sesak napas meningkat 1 jam sebelum masuk rumah sakit

• Sesak nafas bertambah saat batuk

• Sesak nafas sering kambuh bila pasien kelelahan, makan makanan manis, dan
pada cuaca dingin.
• Keluhan pasien sering kambuh 1 kali dalam sebulan dalam 1 tahun ini, pasien
memakai barotec untuk melegakan keluhan. Lalu keluarga pasien membawa
pasien ke rumah sakit , setelah dikasih nebu, pasien dibolehkan pulang

• Dalam minggu ini pasien agak sering mengeluhkan sesak karena memakan
makanan manis dan kelelahan

• Batuk sudah dirasakan sejak 5 hari ini, batuk berdahak dan susah dikeluarkan

• Pasien demam sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul dan sudah minum obat
penurun panas

• BAB dan BAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu

• Pasien sudah pernah dirawat 5x dengan asma, terakhir 3 bulan lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

• Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama

• Riwayat atopi pada ayah pasien (+)

Riwayat Persalinan
Lama hamil : Cukup bulan
Cara lahir: Partus pervaginam
Berat lahir : 3500 gr
Panjang badan : 50 cm
Saat lahir : Langsung menangis kuat
Kesan: Tidak ada riwayat morbiditas perinatal
Riwayat Imunisasi

Imunisasi Dasar/Umur

BCG Ada

DPT :
1 Ada
2 Ada
3 Ada

Polio :
1 Ada
2 Ada
3 Ada

Hepatitis B :
1 Ada
2 Ada
3 Ada

Campak Ada

Kesan: imunisasi tidak lengkap

Riwayat Makanan dan Minuman


Bayi : Asi esklusif (6 bulan)
Makanan tambahan: mulai umur 6 bulan (nasi tim dan biskuit)
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan baik

Riwayat Umur Riwayat Umur


pertumbuhan & gangguan
perkembangan perkemba
ngan
mental
Ketawa 3 bulan Isap jempol -
Miring 4 bulan Gigit kuku -
Tengkurap 5 bulan Sering -
Duduk - mimpi -
Merangkak 7 bulan Mengompo -
Berdiri - l -
Lari - Aktif sekali -
Gigi pertama - Apatik -
Bicara 6 bulan Membangk -
Membaca - ang -
Prestasi disekolah - Ketakutan
Pergaulan
jelek
Kesukaran
belajar

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

‐ Rumah tempat tinggal : Perumahan

‐ Sumber air minum : PDAM

‐ Buang air besar : WC

‐ Perkarangan : Bersih

‐ Sampah : TPS dan dibakar

Kesan : Sanitasi lingkungan kurang baik

PEMERIKSAAN FISIK

• Status Generalisata

• Keadaan umum : Sakit sedang

• Kesadaran : composmentis cooperatif

• Tekan darah : 100/70 mmHg

• Suhu : 37.2 °C
• Nadi : 110x/menit

• Nafas : 20 x/menit

• Status Gizi

• Berat badan : 18 kg

• Tinggi badan : 113 cm

• BB/U : 78 %

• TB/U : 91,86 %

• BB/TB : 90%

• IMT :20,3 kg/m2 (normoweight)

• Kepala : Normochepal

• Mata : Pupil isokor refleks cahaya (+/+) , konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-),

• THT : Perdarahan gusi (-), epistaksis (-)

• Leher : tidak ada pembesaran KGB

• Thoraks :

• COR

• I : Ictus cordis tidak terlihat

• P: Ictus cordis tidak teraba

• P: jantung dalam batas normal

• A: Irama reguler, murmur (-), gallop (-)

• Pulmo

• I : Tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis

• P: Fremitus taktil sama kiri dan kanan

• P: sonor dikedua lapang paru

• A: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


• Abdomen:

• I : Perut tidak tampak membuncit, sikatrik (-)

• A: Bising usus (+) Normal.

• P: supel, Nyeri tekan , Nyeri lepas (-), Hepar dan lien tidak teraba.

• P: Timpani

• Ekstremitas atas :

Akral hangat, edema (-/-), CRT < 2'‘

Turgorbaik,

• Ekstremitas bawah :

Akral hangat, edema (+/+), CRT < 2'‘

Turgor baik

HASIL LABORATORIUM

Darah rutin 01-09-14 / 19:50

Hemoglobin : 13.7g/dl

Hematokrit : 39.5 %

Leukosit : 12.600/ mm³

Trombosit : 242.000/mm³

DIAGNOSA KERJA

• Asma persisten ringan-sedang dalam serang sedang

Medikamentosa

• IVFD Kaen 1B 58cc/jam

• Paracetamol syrup 4x 10cc

• Inj meti;prednisolon 4x10 mg

• Inj ranitidin 3x 50 mg

• Ampisilin 4 x 450 mg

• Kloramfenicol 4x 450 mg
• Nebu combivent tiap 4 jam
BAB IV

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai