Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasa : Perawatan pasien gangguan jiwa dengan halusinasi


Sasaran : Keluarga Klien dan Klien
Hari dan Tanggal : Rabu, 3 Juli 2019
Waktu : 09.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang Poli Rumah Sakit Jiwa Kalawa Atei
Penyuluh : Kelompok 3 dan 4

1. 1 Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak
ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
Data statistik yang dikemukakan oleh (WHO) (2012) menyebutkan bahwa
sekitar 450 juta orang di dunia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa.
Sepertiga diantaranya terjadi di Negara berkembang. Data yang ditemukan oleh 2
peneliti di Harvard University dan University College London, mengatakan penyakit
kejiwaan pada tahun 2016 meliputi 32% dari semua jenis kecacatan di seluruh dunia.
Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya (VOA Indonesia, 2016).
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta
orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang,
dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita
gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6%
penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi di
Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa
sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada urutan ke-2 sebanyak
1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan menimbulkan
masalah baru yang disebabkan ketidak mampuan dan gejala-gejala yang ditimbulkan
oleh penderita (Riskesdas 2013).
Gangguan jiwa yang menjadi salah satu masalah utama di negara-negara
berkembang adalah Skizofrenia. Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati
urutan atas dari seluruh gangguan jiwa yang ada (Nuraenah, 2012). Skizofrenia adalah
Suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran,
persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Gejala skizofrenia
dibagi dalam 2 kategori utama: gejala positif atau gejala nyata, yang mencakup
waham, halusinasi dan disorganisasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur
serta gejala negative atau gejala samar, seperti afek datar, tidak memiliki kemauan dan
menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak 3 nyaman (Videbeck, 2008).
Penyebab kesepian pada klien skizofrenia terdiri dari dua faktor yakni faktor
individual dan faktor lingkungan. Faktor-faktor individual termasuk efikasi 4 diri bagi
kehidupan masyarakat dan persepsi. Faktor lingkungan termasuk isolasi sosial,
integrasi masyarakat dan service yang digunakan. Sebuah penemuan penting Shioda
ini adalah bahwa tingkat persepsi klien skizofrenia yang negatif terkait dengan tingkat
kesepian yang tinggi (Shioda, 2016).
Menurut Dr. Erniati M.Sc. Sp.Kj, Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Prof.
Dr. Soerojo Magelang, Jateng, belakangan ini masyarakat selalu memandang
penderita gangguan jiwa sebagai orang gila dan dianggap mengancam. Gangguan jiwa
dengan skizofrenia masih dianggap sebagai penyakit memalukan dan menjadi aib bagi
penderita maupun pihak keluarga Akibat persepsi yang keliru di masyarakat, banyak
keluarga pasien penyakit jiwa yang tidak mau menerima anggota keluarganya setelah
sembuh secara medis. Persepsi masyarakat yang negatif ini mengakibatkan penderita
tak jarang mendapatkan perlakuan yang tidak mendukung kesembuhannya (Wardhani,
2015).
Oleh sebab itu, kami menyusun satuan acara penyuluhan ini guna memberikan
informasi kepada keluarga pasien yang nantinya diharapkan dapat menambah
pengetahuan keluarga terhadap peran keluarga dalam mencegah kekambuhan
penderita gangguan jiwa dengan halusinasi.
1.2 Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan diharapkan, klien dan keluarga klien
mampu memahami tentang pentingnya peran keluarga dalam mencegah kekambuhan.
1. 3 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penjelasan selama 30 menit diharapkan sasaran dapat:
1.3.1 Mengetahui pengertian halusinasi
1.3.2 Mengetahui penyebab terjadinya halusinasi
1.3.3 Mengetahui tanda dan gejala halusinasi
1.3.4 Mengetahui jenis-jenis halusinasi
1.3.5 Mengetahui proses terjadinya halusinasi
1.3.6 Mengetahui peran keluarga mengatasi pasien halusinasi
1.4 Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan kesehatan dalam
kegiatan pengabdian pada masyarakat oleh Mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka
Raya meliputi:
1.4.1 Ceramah
1.4.2 Tanya Jawab
1. 5 Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan kesehatan dalam
pengabdian pada masyarakat STIKES Eka Harap Palangka Raya meliputi:
1.5.1 Leaflet
1.5.6 PPT
1. 6 Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Metode

1 3 Menit Pembukaan:
 Membuka kegiatan dengan
mengucap salam Ceramah
 Mempekenalkan diri
 Menjelaskan tujuan
2 15 Menit Pelaksanaan:
 Menjelaskan tentang
pengertian halusinasi
 Menjelaskan tentang
penyebab terjadinya
halusinasi
 Menjelaskan tentang tanda Ceramah
dan gejala halusinasi
 Menjelaskan tentang jenis-
jenis halusinasi
 Menjelaskan tentang proses
terjadinya halusinasi
 Menjelaskan peran keluarga
mengatasi pasien halusinasi
3 10 Menit Diskusi Ceramah dan
 Tanya Jawab Tanya Jawab
4 2 Menit Penutup:
 Mengucapkan Terimakasih Ceramah
dan Salam Penutup
1. 7 Evaluasi
1. 2. 1 Evaluasi Struktural
 Tempat dan alat sesuai rencana
 Peran dan tugas sesuai rencana
 Setting tempat sesuai dengan rencana
1. 7. 2 Evaluasi Proses
 Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluru kegiatan
 Selama kegiatan semua peserta aktif
1. 7. 3 Evaluasi Hasil
 Peserta dapat mengerti tentang pengertian halusinasi
 Peserta dapat mengerti tentang penyebab terjadinya halusinasi
 Peserta dapat mengerti tentang tanda dan gejala halusinasi
 Peserta dapat mengerti tentang tentang jenis-jenis halusinasi
 Peserta dapat mengerti tentang proses terjadinya halusinasi
 Peserta dapat mengerti tentang peran keluarga mengatasi pasien halusinasi
BAB 2
MATERI PENYULUHAN
2.1 Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya
rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita
sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat
membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak
sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh
dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana
ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat
menangkap objek yang sama.
Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera
menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan
makna yang dan berbeda. Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada
hal-hal yang atau tidak masuk logika.
2.2 Penyebab Terjadinya Halusinasi
1. Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.
2. Gangguan jiwa Skizofrenia
3. Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti: ganja, morphin,
Kokain, dll.
4. Mengkonsumsi alkohol berkadar diatas 35% : seperti vodka, gin diatas batas
Kewajaran
5. Trauma yang berlebihan.
2.3 Tanda Dan Gejala Halusinasi
Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa
sesuatu yang tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu
melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti
pakaian dan berhias yang rapi.
5. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan
kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.
2.4 Jenis-Jenis Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau
membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering
dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
2. Halusinasi Penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang
telah mati.
3. Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering
ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan
cerebrovaskuler.
4. Halusinasi Sentuhan
Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
5. Halusinasi Pengecapan
Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan
berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien

2.5 Proses Terjadinya Halusinasi


1. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien
mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk
menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika
kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun
intesitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal
menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan
yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena
terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang
berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

2.6 Peran Keluarga Mengatasi Pasien Halusinasi


1. Menciptakan lingkungan yang nyaman
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Keluarga harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta
reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, keluarga dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budu Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.
Shioda. 2016. Loneliness and related factors among people with schizophrenia in
Japan: a cross-sectional study. Journal Of Psychiatric and Mental Health
Nursing. 399-408
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.
VOA Indonesia. (2016). Indonesia dan AS Kembangkan konsep ‘Airpoty City’.
http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-dan-as-kembangkankonsep-
airport-city/1253157.html Di akses pada tanggal 30 Juni 2019 pukul 22.00 WIB
Wardhani, Asyanti, 2015. Penerimaan Keluarga Pasien Skizofrenia Yang Menjalani
Rawat Inap Di RSJ. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ISBN: 978-602-71716-3-3
Zelika A.A., Dermawan D. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran pada Saudara D di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Jurnal Profesi
Vol. 12, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai