Definisi :
- Kelompok gangguan yang memiliki keluhan berupa gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) yang
menonjol, tidak dapat ditemukan penjelasan medis
- Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di
dalam peranan sosial atau pekerjaan.
- Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi,
gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.
Neuropsikiatri: “kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;
“ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
Kardiopulmonal: “ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal: “ saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat
menyembuhkannya”
Genitourinaria: “ saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di
temukan apa-apa”
Musculoskeletal “saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”
Sensoris: “ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu”
F. 45.0 GANGGUAN SOMATISASI
- Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan
keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain
Epidemiologi
a. wanita : pria = 10 :1
b. rasio tertinggi usia 20- 30 tahun
c. pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (beresiko 10-20x > besar dibanding yang
tidak ada riwayat).
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama
kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak
terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi,
hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau
hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah
kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah
melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).
ETIOLOGI, unknown
EPIDEMIOLOGI, bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa, dan 20 % menyerang wanita.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran
kemih)
A. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang
diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
B. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratonium.
Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi
seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)
Diagnosis multiaksial
Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi
Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III
Axis IV : tidak ada stressor
Axis V : 61-70
Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada
interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan
dismorfik tubuh).
Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Diagnosis multiaksial
Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi
Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III (????)
Axis IV : ???
Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang
a. ada gejala bangkitan otonomik ex, palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan
mengganggu
b. gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)
c. preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak
terpengaruh oleh hasil Px maupun penjelasan dari dokter
d. tidak terbukti adanya gangguan tang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud
Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak
memenuhi kriteria dispareunia.
Diagnosis Multiaksial
Axis I : gangguan somatoform, nyeri menetap
Axis II : tidak ada diagnosis aksis II
Axis III : tidak ada (???)
Axis IV : ????
Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang
a. keluhan yanga da tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pd bgn tubuh/sistem tertentu
b. tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
c. termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, ”globus histericus”(perasaan ad benjolan di kerongkongan>>>disfagia)
dan dismenore psikogenik
- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud : disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang
menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa
tersebut dihilangkan dari kesadaran
- Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi karena individu mengadopsi simtom
untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana
seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.
EPIDEMIOLOGI
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang
terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
Satu atau lebih gejala/defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarah pada kondisi
neurologis atau kondisi medis lain, disertai dengan kejang/konvulsi.
Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala/defisit karena awal atau eksaserbasi dari gangguan ini
biasanya didahului oleh konflik atau stresor lain.
Tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat
Gejala atau defisis (setelah penelitian yang diperlukan) tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum,
atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Etiologi, unknown
Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia
social, gangguan kepribadian (Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang
tersebut menjadi berlebihan.
Preokupasi menyebabkan Penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan
ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
Rationalization
* Reaction Formation
This is where a person goes beyond denial and behaves in the opposite
way to which he or she thinks or feels. By using the reaction formation
the id is satisfied while keeping the ego in ignorance of the true
motives. Conscious feelings are the opposite of the unconscious. Love
- hate. Shame - disgust and moralizing are reaction formation against
sexuality.
* The dutiful daughter who loves her mother is reacting to her Oedipus
hatred of her mother.
COPING
Coping with stress
Stress has a major impact on mental and physical health.
Now that you know how to recognize your stress and identify
its source, let’s see how you can cope with it.
This section explains how to live with stress and the different
coping strategies.
What is coping?
Coping refers to the thoughts and actions we use to deal with
a threatening situation.
Problem-focused strategy
This strategy relies on using active ways to directly tackle the
situation that caused the stress: you must concentrate on
the problem. Here are some examples:
1. Brood
e.g. you accept new tasks instead of saying “no”, but you
keep complaining and saying it is unfair.
2. Imagine/Magic thinking
e.g. You dream about a better financial situation.
3. Avoid/Deny
e.g. You avoid everything that is related to this situation or
you take drugs and/or alcohol to escape from this situation.
4. Blame
e.g. You blame yourself or others for the situation.
5. Social support
e.g. You talk to your best friend about your concerns.
1. Be positive!
Look at each obstacle you encounter as a learning
experience
e.g. you may not have done well on your mid-term exam, but
that has motivated you to study harder and ace your final
exam.
2. Make the choice not to over-react to stressors and deal
with them one at a time
e.g. take a few deep breaths and carry on.
3. Take an objective view of your stressor
e.g. is preparing dinner for 12 people really that horrible?
4. Communicate!
Don’t ruminate or bottle up your emotions, as this will lead to
an explosion later on.
5. Accept yourself (and others).
No one is perfect and there is always room for mistakes.
6. Make connections with people
Social support is key!
7. Deal effectively with mistakes
i.e. Learn from your mistakes and apply them to future
decision making.
8. Deal effectively with successes also!
This will build on your competence.
9. Develop self-discipline and control
e.g. train yourself to study harder in preparation for your final
exam, or train yourself to work out four times a week to lose
those pounds you gained since last Thanksgiving dinner!
10. Maintenance!
Practice, practice, practice for a long life of resilient living!
Now that you know how to recognize your stress and you
know the different coping strategies, you just need to find the
coping strategies that work best for you and apply them to
your daily life.
Gastrointestinal Problems
Cortisol activates the sympathetic nervous system, causing all of
the physiologic responses previously described. As a rule, the
parasympathetic nervous system must then be suppressed, since
the two systems cannot operate simultaneously. The
parasympathetic nervous system is stimulated during quiet
activities such as eating, which is important because for the body
to best use food energy, enzymes and hormones controlling
digestion and absorption must be working at their peak
performance.
Cardiovascular Disease
As we’ve seen, cortisol constricts blood vessels and increases
blood pressure to enhance the delivery of oxygenated blood. This
is advantageous for fight-or-flight situations but not perpetually.
Over time, such arterial constriction and high blood pressure can
lead to vessel damage and plaque buildup—the perfect scenario
for a heart attack. This may explain why stressed-out type A (and
the newly recognized type D) personalities are at significantly
greater risk for heart disease than the more relaxed type B
personalities.6
Fertility Problems
Elevated cortisol relating to prolonged stress can lend itself to
erectile dysfunction or the disruption of normal ovulation and
menstrual cycles. Furthermore, the androgenic sex hormones are
produced in the same glands as cortisol and epinephrine, so
excess cortisol production may hamper optimal production of
these sex hormones.5
Other Issues
Long-term stress and elevated cortisol may also be linked to
insomnia, chronic fatigue syndrome, thyroid disorders, dementia,
depression, and other conditions.4,5
The ASI is available as a home kit. Four saliva samples are taken
at specific times and then shipped to a laboratory for analysis.
Conveniently, in addition to measuring the adrenal hormones
cortisol and dehydroepiandrosterone, the same test also
measures antibodies to gliadin, often used as a marker for
intestinal inflammation, Candida infections, and sensitivity to
gluten-containing grains. (Note that this test cannot diagnose
gluten sensitivity definitively.)7