Pengertian Estetika Estetika atau yang sering didengar sebuah keindahan mempunyai
banyak makna dan arti, setiap orang mempunyai pengertian yang berbeda antara satu dan yang
lainnya mengenai arti dan makna estetika. Sebab, setiap orang mempunyai penilaian dan kriteria
keindahan yang berbeda-beda. Berikut pengertian estetika dan lingkupnya dapat dicermati di
bawah ini :
1. Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni
(Kattsoff, Element of Philosophy, 1953).
2. Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik
terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni
dalam perubahan dunia (Van Mater Ames, Colliers Encyclopedia, Vol. 1).
3. Estetika merupakan kajian filsafat keindahan dan juga keburukan (Jerome Stolnitz,
Encylopedia of Philoshopy, Vol. 1).
4. Estetika adalah suati ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan,
mempelajari semua aspek yang disebut keindahan (A. A. Djelantik, Estetika Suatu Pengantar,
1999).
5. Estetika adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai nonmoral suatu
karya seni (William Haverson, dalam Estetika Terapan, 1989).
6. Estetika merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan kaya estetis
(Jhon Hosper, dalam Estetika Terapan, 1989).
7. Estetika adalah fisafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artisrtik yang
sejalan dengnan zaman (Agus Sachari, Estetika Terapan, 1989). 7
8. Estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsfat seni
mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni, atau artifak yang disebut seni (Jakob Sumarjo,
Filsafat Seni, 2000).
2.2 Sejarah Estetika Pengertian estetika dari suatu masa ke masa yang lain selalu mengalami
perubahan. Beberapa pemikir estetika yang terkenal antara lain adalah Aristoteles dan Immanuel
Kant. Aristoteles dalam Poetics menyatakan bahwa sesuatu dinyatakan indah karena mengikuti
aturan-aturan (order), dan memiliki magnitude atau memiliki daya tarik. Immanuel Kant dalam
The Critique of Judgement (1790) yang dikutip oleh Porphyrios (1991) menyatakan bahwa suatu
ide estetik adalah representasi dari imajinasi yang digabungkan dengan konsep-konsep tertentu.
Kant menyatakan adanya dua jenis keindahan yaitu keindahan natural dan keindahan
dependen. Keindahan natural adalah keindahan alam, yang indah dalam dirinya sendiri,
sementara keindahan dependen merupakan keindahan dari objek-objek ciptaan manusia yang
dinilai berdasarkan konsep atau kegunaan tertentu. Kedua pendapat tersebut di atas menunjukkan
perhatian yang besar pada objek, di mana keindahan didapatkan karena suatu objek memiliki
karakter tertentu sehingga layak untuk dinyatakan sebagai indah. Perhatian yang besar terhadap
objek dalam pemikiran tentang estetika tersebut memberikan pengaruh pada arsitektur.
Hal ini dapat dilihat pada kolom-kolom Yunani yang berbentukmengecil ke atas, yang
dianggap sesuai dengan hukum alam. Alberti bukanlahsatu-satunya orang yang mencetuskan
standar dalam estetika arsitektur.Andrea Palladio dan Brunelleschi juga banyak memberikan
kontribusi bagistandar estetika dalam arsitektur masa Renaissance. Kebanyakan aturan-
aturanyang berlaku pada masa tersebut menyebutkan aturan proporsi dalam angka-angka.
Golden section merupakan salah satu aturan proporsi dalam angkayang banyak digunakan dan
dianggap sebagai representasi dari alam padasekitar abad ke-18. Aturan-aturan yang populer
pada masa setelah Renaissance dijiwaioleh semangat akan perkembangan sains. Perez-Gomez
dalam Architectureand The Crisis of Modern Science (1990) menyatakan bahwa terdapat
duatransformasi yang menjadi penyebab hal tersebut di atas, yaitu revolusiGalileo yang
menggantikan kosmologi Renaissance dengan sains yang bersifatuniversal, serta transformasi
kedua yang berlangsung pada tahun 1800 yangsemakin memantapkan sains sebagai satu-satunya
cara melakukan interpretasiterhadap realitas. Karena itu estetika yang digunakan dalam arsitektur
menjadiestetika yang bersifat matematis.
Proporsi yang matematis dan geometri mendominasi konsep estetika pada masa tersebut.
Penggunaan geometri dan angka dalam arsitektur terus berlangsunghingga awal abad ke-20 saat
berkembangnya Arsitektur Modern. Pada masaArsitektur Modern, proporsi golden section
diadaptasi oleh Le Corbusierdalam teori Modulornya. Perbedaannya dengan penggunaan
geometri danangka pada masa sebelumnya adalah bahwa dalam Arsitektur Modern,pengaruh
geometri dan angka berakibat pada tujuan penataan ruang yang semata-mata untuk alasan
efisiensi dan ekonomi. Perez-Gomez (1990) menyatakan bahwa paradigma efisiensi dan
ekonomi dalam Arsitektur Modern merupakan akibat dari pendekatan rasional absolut sehingga
arsitektur direduksi hanya sebagai teori yang rasional dengan menolak keterhubungannya dengan
filosofi dan kosmologi. Selain mendasarkan diri pada perhitungan rasional, Arsitektur
modernmerupakan suatu bentuk arsitektur yang mengidekan suatu universalitas danobjektivitas.
Hal ini merupakan konsekuensi dari konsep yang hanya didasarkan pada objek semata.
Dengan kata lain hal ini dapat dikatakan sebagai membuka kemungkinan adanya
subjektivitas. Hal ini menimbulkan kesadaran akan adanya konteks ruang dan waktu, bahwa
pengamat dari tempatyang berbeda akan memiliki standar penilaian yang berbeda, dan begitu
puladengan pengamat dari konteks waktu yang berbeda. Pemikiran inilah yang kemudian akan
berkembang menjadi postmodernisme. Terbukanya kemungkinan untuk bersifat subjektif
memberi jalan bagi keberagaman dalamestetika, dan memberikan banyak pengaruh pada
arsitektur. Wajah arsitektur yang semakin beragam dan semakin kompleks, tidakseperti wajah
Arsitektur Modern yang selalu polos. Ide akan kompleksitasdalam arsitektur pertama kali
dicetuskan oleh Robert Venturi dari Amerikadalam bukunya Complexity and Contradiction in
Architecture (1962) yang kemudian mengawali post modernisme dalam arsitektur. Dalam buku
tersebutterlihat adanya pergeseran estetika yang sangat besar.
Adanya kesadaran akan kontekstualitas membuka pikiran akan tidak adanya universalitas
dan objektivitas. Hal ini menuju pada pengakuan akan adanya (pengetahuan) konsep estetika
arsitektur lain di luar arsitektur barat. Akibatnya terjadi perkembangan ilmu estetika arsitektur
yang merambah ke arsitektur selain Barat yang sebelumnya dianggap sebagai oriental, termasuk
juga arsitektur di Indonesia.
2.2.1 Sejarah Estetika di Indonesia Yuswadi Saliya (1999) menyatakan adanya empat ciri
arsitektur tradisional di Indonesia, yaitu pertama, semuanya sarat dengan makna simbolik, kedua,
rumah menjadi simpul generasi masa lalu dengan generasi masa datang, ketiga pemenuhan
kebutuhan spiritual lebih diutamakan dari pada kebutuhan badani, keempat, dikenalnya konsep
teritorialitas dan kemudian mengejawantah menjadi batas. Ciri pertama dan kedua menunjukkan
adanya kosmologi dan orientasi non badaniah, dan karena spiritual-lah yang diutamakan, maka
kebutuhan badaniah cenderung akan dikorbankan demi kepentingan spiritual. Dalam hal ini
manusia merupakan pihak yang harus melakukan penyesuaian diri terhadap bentukan arsitektur
(Soemardjan, 1983). Orientasi terhadap kosmologi ini masih banyak dijumpai di Indonesia
hingga masa kini, terutama pada arsitektur tradisional. Hal ini bukan berarti bahwa semua
arsitektur di Indonesia berorientasi pada kosmologi. Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
globalisasi. Pemikiran akan universalitas dan objektivitas Arsitektur Modern juga melanda
arsitektur Indonesia. Seperti juga di Barat, fenomena arsitektur yang polos, tanpa ornamen dan
tanpa konteks juga terjadi di Indonesia. Seperti juga arus modernisme, arus Postmodernisme juga
melanda Indonesia. Sebagai akibatnya, terjadi kesadaran akan konteks dan perlunya identitas.
Hadirnya Arsitektur Modern dan Postmodern secara bersamaan dengan (masih) hadirnya
arsitektur tradisional menunjukkan adanya dualisme dalam arsitektur Indonesia. Arsitektur
Modern dan Postmodern menunjukkan arsitektur yang berorientas pada kebutuhan badaniah
manusia, sementara arsitektur tradisional Indonesia berorientasi kepada kosmologi dan spiritual.
estetika adalah sebuah bahasa visual, yang tidak sama dengan beberapa bahasa estetika
yang tidak visual, seperti bahasa itu sendiri. Estetika dalam arsitektur memiliki banyak sangkut
paut dengan segala yang visual seperti permukaan, volume, massa, elemen garis,dan sebagainya,
termasuk berbagai order harmoni, seperti komposisi. Teori Estetika Subyektif Menurut Herbert
Read teori subyektif menyatakan bahwa sesungguhnya yang menyatakan ciri-ciri yang
menimbulkan keindahan adalah tidak ada. Yang ada hanyalah tanggapan persaaan dalam diri
seseorang dalam mengamati sesuatu benda.
Keindahan memang subyektif, dalam diri setiap orang, pendapat tentang nilai estetika
sebuah bangunan dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain subyektifitas diri sendiri. Sensasi
hanya dimungkinkan bila fungsi biologis tubuh yang berkaitan dengan fungsi sensasi dan
persepsi dalam keadaan normal; misalnya mata bisa melihat, hidung bisa mencium, pikiran
dalam keadaan normal/perseptif. Mampukah suatu obyek menggairahkan limbic dalam otak
sehingga merasa adanya kenikmatan saat berkontak dengan sebuah obyek arsitektural.
Kenikmatan yang didapatkan itu menjadikan otak mengatakan sesuatu itu indah.
2.3 Teori Estetika Teori Estetika pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Teori Estetik Formil Banyak berhubungan dengan seni klasik dan pemikiran-pemikiran klasik.
Teori ini menyatakan bahwa keindahan luar bangunan menyangkut persoalan bentuk dan warna.
Teori beranggapan bahwa keindahan merupakan hasil formil dari ketinggian, lebar, ukuran
(dimensi) dan warna. Rasa indah merupakan emosi langsung yang diakibatkan oleh bentuk tanpa
memandang konsep-konsep lain. Teori ini menuntut konsep ideal yang absolut yang dituju oleh
bentuk-bentuk indah, mengarah pada mistik.
2. Teori Estetik Ekspresionis Teori menyebutkan bahwa keindahan tidak selalu terjelma dari
bentuknya tetapi dari maksud dan tujuan atau ekspresinya. Teori ini beranggapan bahwa
keindahan karya seni terutama tergantung pada apa yang diekspresikannya. Dalam arsitektur
keindahan dihasilkan oleh ekspresi yang paling sempurna antara kekuatan gaya tarik dan
kekuatan bahan (material). Kini anggapan dasar utama keindahan arsitektur adalah ekspresi
fungsi atau kegunaan suatu bangunan.
3. Teori Estetik Psikologis Menurut Teori ini keindahan mempunyai 3 aspek : a. Keindahan
dalam arsitektur merupakan irama yang sederhana dan mudah. Dalam arsitektur pengamat
merasa dirinya mengerjakan apa yang dilakukan bangunan dengan cara sederhana, mudah dan
luwes. b. Keindahan merupakan akibat dari emosi yang hanya dapat diperlihatkan dengan
prosedur Psikoanalistik. Karya seni mendapat kekuatan keindahannya dari reaksi yang berbeda
secara keseluruhan. c. Keindahan merupakan akibat rasa kepuasan si pengamat sendiri terhadap
obyek yang dilihatnya. Ketiga teori ini merupakan manifestasi untuk menerangkan keindahan
dari macam-macam sudut pandang secara mistik, emosional atau ilmiah intelektual. Teori yang
kemudian muncul, seperti dikutip Maryono (1982- 81) antara lain adalah teori keindahan
Obyektif dan Subyektif. Teori Obyektif berpendapat bahwa keindahan adalah sifat (kualitas)
yang melekat pada obyek. Teori Subyektif mengemukakan bahwa keindahan hanyalah
tanggapan perasaan pengamat dan tergantung pada persepsi pengamat. Teori keindahan secara
umum menurut dasar pemikiran Timur, seperti diuraikan Sachari (1988 : 29-33), antara lain
didasarkan pada hubungan alam dengan semesta (Taoisme), manusia dengan masyarakat
(Konfusianisme), hubungan manusia dengan yang mutlak (Budhisme). Keseimbangan alam
merupakan ukuran keindahan menurut pemikiran Timur.2.4 Fungsi Estetika Di zaman modern,
perkembangan seni semakin tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia. Pada seni yang
berdaya guna dalam kehidupan mereka, bahkan seni menduduki fungsi-fungsi tertentu dalam
kehidupan manusia. Nilai dapat di bedakan atas dua macam yaitu nilai ekstrinsik dan nilai
intrinsik. Nilai ekstrinsik ialah nilai yang di kejar manusia demi sesuatu tujuan yang ada di luar
kegiatananya, sedangakan nilai instrinsik yaitu nilai yang di kejar manusia dari nilai itu sendiri
karena keberhargaan, keunggualan atau kebaikan yang terdapat pada seni itu sendiri.
1. Fungsi Kerohanian (Spiritual) Seni di pandang memiliki fungsi kerohanian (spiritual) karena
banyak dimanfaatkan sebagai media bagi manusia untuk mendekatkan diri denagn sang pencipta.
Fungsi ini tampaknya yang tertua dan pokok dari seni yang bercorak spiritual. Misalnya seperti
membaca Al-Quran, kaligrafi, nyanyian rohani, arsitektur Masjid dll. Karl Barth berpendapat
bahwa sumber keindahan adalah Tuhan. Agama sering dijadikan juga sebagai salah satu sumber
inspirasi seni yang berfungsi untuk kepentingan keagamaan. Pengalaman-pengalaman religi
tersebut tergambarkan dalam bentuk nilai estetika. Banyak media yang mereka pergunakan. Ada
yang memakai suara, gerak, visual dsb. Contoh: Kaligrafi arab, makam, relief candi, gereja dsb.
2. Fungsi Kesenangan Seni di pandang memiliki fungsi kesenangan hanya untuk kesenangan
yaitu hiburan (peluapan emosi yang menyenangakan). Seorang seniaman akan akan terhibur
ketika berkarya dan akan lebih merasa terhibur jika karyanya dinyatakan berhasil. Demikian
seseorang akan merasa terhibur jika mendengarkan musik, film yang bagus, lukisan yang
menyentuh perasaan. Dan semuanya kembali kepada sejaauh mana apresiasi seseorang terhadap
karya seni.
3. Funsi Pendidikan Seni di pandang memiliki fungsi pendidikan karena dapat meningkat
potensialitas manusia seperti keterampilan, kreatifitas, emosionalitas dan sensibilitas (kepekaan).
Beberapa seni lukis misalnya dapat meningkatkan keterampilan tangan ketajaman penglihatan,
daya khayal sehingga menjadi lebih kreatif.
Peningkatan karya seni dapat mengasah perasaan sesseorang sehingga menjadi lebih
sensitif, sensibilitasnya meningkat, serta penyerapan panca inderanya lebih lengkap, upaya
pendidikan yang sudah umum di lakukan agar menyenangkan dalam seni contohnya seperti
drama yang di aplikasikan dalam pelajaran sejarah, menyanyi dan bermain musik. Sedangakan
pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh pemerintah melalui film, lagu, atau wayang.
Pendidikan dalam arti luas dimengerti sebagai suatu kondisi tertentu yang memungkinkan
terjadinya transformasi dan kegiatan sehingga mengakibatkan seseorang mengalami suatu
kondisi tertentu yang lebih maju. Dalam sebuah pertunjukan seni orang sering mendapatkan
pendidikan secara tidak langsung karena di dalam setiap karya seni pasti ada pesan/makna yang
sampaikan. Disadari atau tidak rangsangan- rangsangan yang ditimbulkan oleh seni merupakan
alat pendidikan bagi seseorang. Seni bermanfaat untuk membimbing dan mendidik mental dan
tingkah laku seseorang supaya berubah kepada kondisi yang lebih baik- maju dari sebelumnya.
Disinilah seni harus disadari menumbukan pengalaman estetika dan etika.
3.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Estetika adalah ilmu yang membahas tentang keindahan, estetika disebut juga dengan filsafat
keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aesthesis (Yunani) yang
artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera.
2. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu
yang disebut indah atau tidak indah. Dan keindahan meliputi: keindahan seni, keindahan alam,
keindahan moral, dan keindahan intelektual. Keindahan secara murni, menyangkut pengalaman
esotis seseorang dalam kaitannya dengan sesuatu yang dihayatinya. Sedangkan keindahan secara
sempit menyangkut benda-benda yang dihayatinya melalui indera. 4. Teori estetika dibagi
menjadi 3 yaitu: teori estetik formil, teori estetik ekspresionis, teori estetik psikologis.
3. Fungsi seni terhadap kehidupan ada 4 yaitu: fungsi kerohanian (spiritual), kesenagan,
pendidikan dan komunikatif.A. Saran Dari pengertian estetika di atas dapat dipahami bahwa
keindahan tidak hanya terbatas pada seni dan alam tapi juga pada moral dan intelektual.
Pemahaman tentang estetika secara benar dapat memberikan arahan untuk bersosialisasi dengan
penuh ekspresi, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.
DAFTAR PUSTAKA