PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada
masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di
berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat menyerang semua kelompok usia terutama
pada anak. Anak lebih rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum
sempurna (Soedjas, 2011).
World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare merupakan
10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian akibat diare.
Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar 5 juta bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupan. Kematian tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran
preterm (14%) dan diare (12%).
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di Indonesia
adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%),
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%).
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-
laki (5,5%), perempuan (4,9%).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Diare.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus Diare.
2. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan kasus
Diare.
3. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan kasus Diare.
4. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus Diare.
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan kasus Diare.
6. Mampu melakukan pendokumentasian pada anak dengan kasus Diare.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Umum
Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare.
1.4.2 Manfaat Khusus
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam meningkatkan
penerapan asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Kasus Diare
2.1.1 Pengertian Diare
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi buang
air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare
merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3
kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender
(Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan
bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak
berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (
BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari.
Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥
14 hari.
2.1.2 Klasifikasi Diare
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5
hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu
kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya
multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat
mengakibatkan diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan
maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih
terarah.
Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering
disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI).
Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran
kemih (ISK). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap
kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi,
penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa
atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare
akut yang tidak memadai.
c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi
dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya
mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau
membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling sering adalah diare
infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare
todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak
yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai
dengan partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2
minggu. Anakanak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh
secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya
serta tidak tampak infeksi enterik.
2.1.3 Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi,
selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu
gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran
pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan
sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit
diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat
membawa bencana bisa terlambat. Faktor penyebab diare, antara lain :
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides);
protozoa ( Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis);
jamur (Candida albicans).
2. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis
media akut (OMA) tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di
bawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi
dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
1. Malabsorbsi lemak.
2. Malabsorbsi protein.
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
DIARE
nafsu makan
perubahan gg. kes. cairan & elekt As. Metabl
nutrisi BB menurun
kurang dari Resiko hipovolemi syok Sesak
kebutuhan Gangg. Tumbang
Gang. Oksigen
2.1.5 Manifestasi Klinis
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut,
muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif akan
mengalami demam tinggi, nyeri kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan
berlendir (Wijoyo, 2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula akan
cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin
disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena
bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
serta mengalami gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik dan hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu
berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:
1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
2. Suhu tubuh meninggi/demam.
3. Feces encer, berlendir atau berdarah.
4. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
5. Anus lecet.
6. Muntah sebelum dan sesudah diare.
7. Anoreksia.
8. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang.
9. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
10. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
11. Keram abdominal.
12. Mual dan muntah.
13. Lemah.
14. Pucat.
15. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
2.1.6 Respon Tubuh
1. Sistem Integumen
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor
kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan
dan elektrolit pada jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi
berkurang.
2. Sistem Respirasi
Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun karena
akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan
pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan kusmaul).
3. Sistem Pencernaan
Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang
disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat menyerap
makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak
dapat diserap mengakibatkan anak bisa mengalami gangguan gizi yang bisa
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan
tubuh sehingga proses penyembuhan akan lama.
4. Sistem Muskoloskletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang diare
dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak jantung sangat
lambat.
5. Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi darah
menyebabkan nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat, akral dingin yang
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
6. Sistem Otak
Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke otak
berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan bila
tidak segera ditolong dapat mengakibatkan kematian.
7. Sistem Eliminasi
Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah kehijauan
karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena
sering defekasi dan tinja yang makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam
laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
2.1.7 Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi, seperti:
1. Dehidrasi
a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam pertama 25-50 ml/kg bb selanjutnya
25 ml/kg bb/hari.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam pertama 50-100 ml/kg bb selanjutnya
125 ml/kg bb/hari.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis
sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
Penatalaksanaan :
1. Bayi baru lahir (berat badan 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam dengan pemberian cairan 4:1 ( 4
glukosa5%+1 NaHCOз 1½%) dengan cara pemberian: 4 jam pertama 25
ml/kg bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg bb/20 jam.
2. Bayi berat badan lahir rendah (berat badan < 2 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam, pemberian cairan adalah 4 glukosa
10% + 1 NaHCOз 1½%, dengan pemberian 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam,
20 jam berikutnya 150 ml/kg bb/20 jam.
3. Umur 2-5 tahun (berat badan 3-10kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 40 ml/kg bb/jam kemudian
dilanjutkan 7 jam berikutnya 12 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 125
ml/kg bb.
4. Umur 2-5 tahun (berat badan 10-15 kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg bb/jam kemudian
dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 125
ml/kg bb.
5. Umur 5-10 tahun (berat badan 15-25kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 20 ml/kg bb/jam kemudian
dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 105
ml/kg bb ( FKUI,1985 ).
a. Renjatan hipovolemik
b. Hipokalemia
c. Hipoglikemia
d. Intoleransi laktosa sekunder
e. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
f. Malnutrisi energi protein.
2.1.8 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan.
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa,
untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang
kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam
dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas
adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk
mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung
dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
1. Belum ada dehidrasi
Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
2. Dehidrasi ringan
jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
3. Dehidrasi sedang
jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
4. Dehidrasi berat
Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
c. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan
tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :
Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu.
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak
jenuh.
2. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)
Obat anti sekresi.
Obat anti spasmolitik.
Obat pengeras tinja.
Obat antibiotik.
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan
yang bersih dan sehat :
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di
lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan
tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal,
seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya,
jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air
sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga
bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak,
mandi, dan sebagainya.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah
pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit. Bila tidak
ada oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1 gelas air matang yang
agak dingindilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu
diberikan melaluui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan,
dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas
persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan
lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk segera
mengatasi dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui
kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk
tubuh dapat dihitung dengan cara:
3. Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya.
4. Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.
5. Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya.
6. Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaput lender mulut kering.
7. Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau
secara realimentasi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
1. Identitas
Pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan
penghasilan.
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar.
Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien
tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat
dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali
sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair
(dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare
berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila
berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten Riwayat Penyakit
Sekarang. BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur.
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman.
2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya).
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces.
3. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi.
Diagnosa 5 :
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien mampu
beradaptasi
Kriteria hasil :
Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak, khususnya di rumah.
Intervensi :
1. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapeutik.
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya jika
sudah berada di rumah.
2. Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak serta mau
kooperatif
3. Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak
yang mereka inginkan.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4. Instruksikan keluarga mengenai pencegahan.
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5. Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi.
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6. Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas .
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau
lendir dalam tinja. Diare juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai
darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
4.2 Saran
Diharapan mahasiswa lebih banyak lagi mengembangkan ilmu pengetahuan
terutama bidang keperawatan sehingga kedepannya ilmu kesehatan terutama ilmu
keperawatan lebih maju.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. (2009). Diarrhea: Why Children Are Dying And What Can Be
Done. Switzerland. Diakses tanggal 17 Februari 2019
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pdf
2. WHO. 2012. The 10 leading causes of death in the world, 2000 and 2012. Diakses tanggal
17 Februari 2019
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/
3. Yusuf, Sulaiman. 2011. Profil Diare Di Ruang Rawat Inap Anak. Jurnal Sari Pediatri
Volume 13, No. 4. Diakses tanggal 18 Februari 2019
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/424/356