Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SYNDROME DYSPEPSIA

OLEH:

EVA RAHMAYA DEWI


NIM. 402019001

PROGRM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG
2019/2020
BAB I

KONSEP PENYAKIT DISPEPSIA

A. DEFINISI

Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang


terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2000). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang,
sendawa (Dharmika, 2001).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa


tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan


saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang
kadang-kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia,
kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan,


(2008). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid
reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas
menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke
dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti
obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab
dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung


 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu danproduknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organiksebagai


penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan
lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia nonulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejalaseperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)(Mansjoer, et al,
2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa
mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,
sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau
gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

D. PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.
E. PATHWAY

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL
di Lambung
HCL kontak dengan
mukosa gaster yg
Mual menimbulkan erosi

Perubahan pada
Muntah Nyeri
status kesehatan

Hipovolemia Nyeri
Defisit Pengetahuan

Defisit Nutrisi Ansietas


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD (Oesophagus dan Maag Duodenum) dengan
kontras ganda, serologihelicobacter pylori (mendekteksi adanya bakteri ini didalam
lambung).
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

G. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya
hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).


Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuklapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna
bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan


metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2005). Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah
sebagai berikut:
 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
 Menghindari faktor resiko sepeti alkohol, makanan yang pedas, obat-obatan
yang belebihan, nikotin rokok, dan stres.
 Atur pola makan.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
2. Ansietas b.d. krisis situasional
i. INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari/tgl/waktu Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Rencana Keperawatan

Nyeri Akut b.d. agen NOC : NIC :


pencedera fisiologis - Pain management
- Pain level,
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
- Pain control,
komperehensif termasuk lokasi,
- Comfort level
karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kualitas dan faktor presipitasi
selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami
b. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri, dengan kriteria hasil:
ketidaknyamanan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu c. Evaluasi pengalaman nyeri masa
penyebab nyeri, mampu menggunakan lampau
tehnik nonfarmakologiuntuk d. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
mengurangi nyeri, mencari bantuan) (farmakologi, non farmakologi, dan
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang interpersonal)
dengan menggunakan manajemen e. Ajarkan tentang tehnik non
nyeri farmakologi
c. Mampu mengenali nyeri (skala, f. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah - Analgesic administration
nyeri berkurang a. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemeberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
e. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala.

Ansietas b.d. krisis NOC : NIC :


situasional
- Anxiety self - control - Anxiety Reduction (penurunan
- Anxiety level kecemasan)
- Coping a. Gunakan pendekatan yang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menenangkan.
selama 2 x 24jam pasien tidak mengalami b. Nyatakan dengan jelas harapan
masalah pada nafasnya dengan kriteria terhadap pelaku pasien.
hasil: c. Jelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur.
a. Klien mampu mengidentifikasi dan
d. Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan gejala cemas. keamanan dan mengurangi takut
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan e. Dengarkan penuh perhatian.
dan menunjukkan teknik untuk f. Identifikasi tingkat kecemasan
mengontrol cemas. g. Bantu pasien mengenal situasi yang
c. Vital sign dalam batas normal menimbulkan kecemasan.
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa h. Dorong pasien mengungkapkan
tubuh dan tingkat aktivitas perasaan, ketakutan, persepsi.
menunjukkan berkurangnya i. Instruksikan pasien menggunakan
kecemasan. teknik relaksasi
j. Berikan obat untuk mengurangai
kecemasan.
ii. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana/intervensi keperawatan oleh
perawatterhadap pasien.

iii. EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002.Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Doengoes. E. M, et al.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika aeusculapeus

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita

Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2.Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan

Indikator DiagnostikEdisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Warpadji Sarwono, et al.1996.Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai