DOSEN PEMBIMBING :
1. Narwati, S.Si.,M.Kes
2. Drh. Koerniasari, M.Kes
3. Deddy Adam,S.ST
DISUSUN OLEH :
1. Nila Lovita A (P27833116009)
2. Umi Mardiyah (P27833116006)
3. Silvi Maharani (P27833116015)
4. Dinda Sartika (P27833116033)
5. Rahmawati Rofiah (P27833116039)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, pertolongan-
Nya dan kerja keras kami sehingga penyusunan Laporan Praktikum Mikrobiologi Lingkungan
mengenai “ Angaka Lempeng Total (ALT) pada makanan yaitu Bakpia” dapat terselesaikan.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Praktikum Mikrobiologi
Lingkungan. Dalam Laporan ini dijelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Uji Angka
Lempeng Total (ALT) pada makanan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Uji Angka Lempeng
Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba
pada suatu sampel.
Dalam penyusunan laporan ini masih banyak sekali kekurangan baik dari segi isi
maupun penulisan, jadi besar harapan kami atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca dan dosen pembimbing khususnya sehingga dapat menjadi suatu masukan untuk
perbaikan.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3 Tujuan.................................................................................... 2
1.4 Manfaat…………………………………………………….. 2
BAB II DASAR TEORI
2.1 Pengertian Pangan………………………………………..... 3
2.2 Definisi Bakpia…………………………………………….. 3
2.3 Angka Lempeng Total (ALT) Makanan ……………………. 3
2.4 Uji Angka Lempeng Total……………………...................... 7
2.5 Media Nutrient Agar……………………............................. 7
2.6 Keamanan Pangan................................................................. 7
2.7 Standart Baku Mutu............................................................... 8
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan……………………………………………… 10
3.2 Lokasi dan waktu praktikum……………………………….. 11
3.3 Prosedur Praktikum………….....…………………….... ...... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU RI No.7 tahun 1996, yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan
atau pembuatan makanan atau minuman. Mengingat definisi pangan mempunyai cakupan yang
luas, maka upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan tercemar baik dari cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. (UU RI tahun 1996)
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
(SNI 7388,2009)
Bakpia adalah makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula, yang
dibungkus dengan tepung, lalu dipanggang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bakpia
atau kue kering, berbentuk bundar agak pipih, bagian luarnya mudah remuk, terbuat dari terigu
dengan isi kacang hijau. (Anon, 2014).
Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menetukan mutu dan
daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat
keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut
Pengujian mikrobiologi pada sampel makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan
makanan yang sudah ditetapkan. Parameter uji mikrobiologi Angka Lempeng Total pada
bakpia dipersyaratkan sesuai standart nasional indonesia / SNI 7388 tahun 2009 tentang batas
maksimum cemaran mikroba dalam pangan dijelaskan batas maksimum angka lempeng total
untuk makanan bakpia kacang hijau adalah 1 x 104 koloni/gr. (SNI 7388/2009)
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pada praktikum ini dilakukan uji angka
lempeng total dari sampel bakpia kacang hijau,yang menghitung jumlah kolini yang terdapat
pada bakpia kacang hijau yang diperoleh dari pasar pucang surabaya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara prosedur kerja uji angka lempeng total pada makanan bakpia?
2. Apakah terdapat cemaran koloni pada sampel bakpia kacang hijau?
3. Berapa jumlah koloni yang terdapat pada sampel bakpia kacang hijau?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan angka lempeng total makanan pada sampel
bakpia
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan media secara benar
2. Mahasiswa dapat melakukan penanganan sampel dengan benar
3. Mahasiswa dapat membaca dan menghitung hasil penanaman
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-
kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan dan
kesehatan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai wacana nilai pendidikan khususnya
Mikrobiologi Lingkungan, untuk selanjutnya dijadikan acuan dalam proses
pembelajaran.
b. Bagi Peneliti Berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta
referensi terhadap penelitian yang sejenis.
2
BAB II
DASAR TEORI
3
koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, intepretasi hasil berupa angka
dalam koloni (CFU) per koloni/g (BPOM RI, 2009).
4
1:100, 1:1000 dan seterusnya. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah
metode tuang. (Waluyo, 2008).
- Metode tuang (Pour Plate)
Dari pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 mL atau 0,1 mL larutan
tersebut dipipet ke dalam cawan petri 1 mL menggunakan pipet 1 mL atau 1,1 mL.
Sebaiknya waktu antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke dalam
petridish tidak boleh lebih lama dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut
dimasukkan natrium agar steril yang telah didinginkan sampai 500C. Selama
penuangan medium, tutup cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar untuk
menghindari kontaminasi dari luar. Segera setelah penuangan, cawan petri
digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara
merata, yaitu dengan gerakan melingkar ke kiri 10 kali ke kanan 10 kali, setelah
agar memadat, petridish-petridish tersebut dapat diinkubasikan di dalam inkubator
dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai
dengan jenis mikroba yang akan dihitung. Medium agar yang digunakan juga
disesuaikan dengan jenis mikroba yang akan ditumbuhkan. Selama inkubasi, sel-sel
yang masih hidup akan tumbuh dan membentuk koloni yang dapat terlihat langsung
oleh mata. Setelah berakhir masa inkubasi, koloni yang terbentuk dihitung. Setiap
koloni dapat dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi bayak sel,
meskipun juga mungkin berasal dari lebih satu sel yang letaknya berdekatan.
Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan menggunakan “Quebec Colony
Counter”. (Waluyo,2008)
5
(∑ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 − Kontrol) 𝑥 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴𝐿𝑇 = = 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖/𝑔𝑟
∑ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
4) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish, koloni
demikian dinamakan spreader.
5) Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau
lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata. Tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai
jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya. Jika sudah dilakukan
pengulangan dan hasil pemeriksaan antara yang pertama dan kedua tidak ada
perbedaan yang signifikan maka hasilnya dirata-rata. Dalam Standard Plate Counts
(SPC) ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut :
a) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yakni angka pertama
(satuan) dan angka kedua (desimal) jika angka sama dengan atau lebih besar
daripada 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. Sebagai
contoh, didapatkan 1,7 × 104 unit koloni/gram atau 2,0 × 104 unit koloni/gram.
(Waluyo, 2008).
b) Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per petridish,
berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena itu, jumlah koloni
pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai
kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang
sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. (Waluyo, 2008).
c) Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan
petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Karena itu, jumlah
koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan
sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang
sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. (Waluyo, 2008).
d) Jika jumlah petridish dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan
jumlah antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut
lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut
dengan memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara
hasil tertinggi dan terendah lebih besar daripada 2, yang dilaporkan hanya hasil
yang terkecil. (Waluyo, 2008).
6
2.4 Uji Angka Lempeng Total
Dari tiap pengenceran dipipet 1 ml suspensi ke dalam petridish steril. Dalam
petridish dituangkan sebanyak 15-20 ml media NA. Cawan petri digoyangkan dengan
hati-hati agar sampel tersebar merata dan homogen. Dilakukan pula uji kontrol untuk
mengetahui sterilisasi media dan pengenceran. Uji sterilisasi media dilakukan dengan
cara menuangkan media NA dalam petridish steril dan dibiarkan hinga membeku.
Seluruh petridish diinkubasi terbalik pada suhu 350C selama 2 x 24 jam. Lalu dihitung
angka kumannya.
7
makanan yang digunakan atau tercampur secara sengaja atau tidak sengaja kedalam
bahan makanan atau makanan jadi.( Moehyi, 2000).
Seperti dikemukakan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (1996), dalam
pedoman Cara Produksi Makanan Yang Baik menggunakan istilah” Keamanan pangan
“ dan “ Kelayakan pangan”. Yang dimaksud dengan keamanan pangan adalah suatu
kondisi yang menjamin bahwa pangan yang akan dikonsumsi tidak mengandung bahan
berbahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit, keracunan atau kecelakaan
yang akan merugikan konsumen. Kelayakan pangan adalah suatu kondisi yang akan
menjamin bahwa pangan yang telah diproduksi sesuai tahapan yang normal tidak
mengalami kerusakan, bau busuk, kotor, menjijikan, tercemar atau terurai sehingga
pangan tersebut layak untuk dikonsumsi.( Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan,1996)
Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan
foodborne diseases, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan
yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organimse pathogen. Penyakit penyakit
yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama yaitu
infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan
atau minuman yang mengandung bakteri pathogen, timbul gejala gejala penyakit.
Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang
mengandung senyawa racun. (Baliwati dkk, 2004)
8
orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau
keracunan makanan. Tujuan penyehatan makanan di rumah sakit adalah tersedianya
makanan yang bermutu baik dan aman untuk pasien dan konsumen, serta terwujudnya
perilaku kerja yang sehat dan higienis dalam penanganan makanan, sehingga pasien
dan konsumen lainnya terhindar dari resiko penularan penyakit atau gangguan
kesehatan dan keracunan makanan. (Krisnamurni, 2007)
Menurut SNI 7399 Tahun 2009 Tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba
Dalam Pangan dijelaskan bahwa batas maksimum ALT (Angka Lempeng Total) pada
makanan bakpia kacang hijau adalah 1 x 104 koloni/gr. Jika melebihi batas tersebut
maka makanan bakpia tidak layak untuk dikonsumsi. (SNI 7388,2009)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
9
1. Petridish steril
2. Pipet ukur steril 1 ml
3. Erlenmeyer
4. Inkubator
5. Autoklaf
6. Timbangan
7. Tabung reaksi
8. Rak tabung reaksi
9. Beaker glass
10. Spatula
11. Lumpang dan alu
12. Gelas ukur
13. Colony counter
14. Waterbath
15. Thermometer
16. ATK
Bahan :
Media :
b. Pembuatan Media
10
Hari/Tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Waktu : 10.18 WIB
Lokasi : Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya
e. Pemantauan Hasil
Hari/Tanggal : Jumat, 02 Mei 2017
Waktu : 14.00 WIB
Lokasi : Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya
11
c. Sterilkan dalam autoklave dengan suhu 121C selama 15 menit
B. Penanganan sampel
1. Mensterilkan meja dan alat yang digunakan untuk penanganan sampel
2. Menyalakan lampu spirtus
3. Petugas pemeriksa harus memakai masker dan handscoon yang dibasahi alkohol
70%
4. Menimbang sampel makanan sebanyak 10 gram (dalam keadaan steril) ditaruh ke
dalam petridish steril dan pengambilan dengan sendok yang telah disterilkan
5. Menyiapkan lumpang dan alu yang telah disteril
6. Menyiapkan larutan pengencer berupa Pepton Water steril
7. Mengaluskan sampel dengan menggunakan lumpang dan alu steril
8. Menambahkan Pepton Water 90 ml sedikit demi sedikit lalu homogenkan
(lakukan secara steril) ke dalam lumpang alu
9. Memasukkan kembali sampel ke dalam Erlenmeyer di kocok sebanyak 25X, lalu
tutup (beri kode 10-1)
C. Pengenceran Larutan
Pembuatan Pengenceran NaCl + Sampel
1. Menyalakan lampu spirtus
2. Meyiapkan tabung reaksi yang berisi NaCl steril sebanyak 4 tabung yang sudah
diberi kode :
12
- Tabung 2 : 10-2
- Tabung 3 : 10-3
- Tabung 4 : 10-4
- Tabung 5 : K (kontrol)
3. Menyiapkan erlenmeyer yang berisi sampel dan PW
4. Memipet sampel 1 ml dengan pipet steril ke dalam tabung reaksi ke 1, dan
dihomogenkan atau dikocok menggunakan pipet dengan cara menghisap bagian
bawah lalu dilepaskan dan melakukan kegiatan tersebut sebanyak 25 kali, agar
kuman merata dan homogen. Dengan demikian didapatkan pengenceran 10-2
5. Memipet tabung reaksi 1 dengan pipet steril yang baru sebanyak 1 ml ke dalam
tabung ke 2, dikocok dengan cara menghisap bagian bawah lalu dilepaskan
(melakukan sebanyak 25 kali). Didapatkan pengenceran 10-3
6. Memipet tabung reaksi 2 dengan pipet steril sebanyak 1 ml ke dalam tabung ke 3,
dikocok dengan cara menghisap bagian bawah lalu dilepaskan (melakukan
sebanyak 25 kali). Didapatkan pengenceran 10-4
7. Tabung kontrol tanpa sampel
D. Penanaman
1. Menyiapkan petridish steril sebanyak pengenceran yang berjumlah 5 petridish, 4
petridish untuk pengenceran sampai 10-4 dan 1 petridish untuk kontrol
2. Memipet larutan pengencer dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke
dalam petridish berkode 10-4
3. Memipet larutan pengencer dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke
dalam petridish berkode 10-3
4. Memipet larutan pengencer dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke
dalam petridish berkode 10-2
5. Memipet larutan pengencer dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke
dalam petridish berkode 10-1
6. Kemudian petridish yang berkode 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 yang berisi larutan
pengencer ditambahkan media Nutrient Agar sebanyak 15-20 ml kira-kira dengan
ketebalan 3 mm dengan metode tuang
7. Menuang NA ke dalam petridish Kontrol
13
8. Setelah media NA dituang kedalam petridish yang berisi larutan pengencer,maka
petridish diputar ke kiri sebanyak 10X ke kanan sebanyak 10K bertujuan agar
media dan larutan pengencer tersebut homogen
9. Lalu didiamkan hingga memadat atau agar membeku
10. Setelah agar membeku, agar diinkubasi dengan posisi petridish terbalik bertujuan
untuk mencegah mnetesnya embun keatas media / permukaan biakan. Diinkubasi
selama 2 X 24 Jam dengan suhu 350C
11. Setelah diinkubasi selama 2 X 24 Jam dilakukan perhitungan angka koloni dengan
menggunakan alat Koloni Counter. Catat hasilnya
E. Pembacaan Hasil
1. Hitung jumlah koloni pada petridish dengan koloni konter dan spidol
Rumus :
(∑ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 − Kontrol) 𝑥 𝑃
𝐴𝐿𝑇 = = 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖/𝑔𝑟
∑ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
Keterangan :
14
BAB IV
4.1 Hasil
Setelah diinkubasi selama 48 jam, pada pengenceran 10-1 hingga 10-4 tampak koloni
tumbuh pada media. Koloni yang tumbuh pada media kemudian dihitung menurut cara
perhitungan ALT yang tercantum pada Compendium of Methode for The Microbiogical
Examination of Feeds,ed,L.Speck.Untuk penentuan jumlah koloni dihitung dari petridish yang
mempunyai koloni antara 30-300 dikalikan angka pengenceran pada sampel. Berikut adalah
tabel hasil perhitungan koloni bakteri dengan menggunakan colony counter.
Sampel makanan berupa bakpia yang diambil/dibeli pada salah satu penjual di pasar
Pucang menunjukkan hasil angka lempeng total sebesar 470 koloni/gr atau 4,7 x 102 CFU/gr
yang didapatkan dengan perhitungan ALT:
Keterangan:
Yang termasuk dalam perhitungan adalah pengenceran yang termasuk dalam range jumlah
koloni (30-300) yaitu 10-1 sedangkan pengenceran pada sampel yang lainnya yaitu pada 10-
2
,10-3,dan 10-4 jumlah koloni yang tumbuh tidak mencapai range perhitungan ALT (<30 koloni)
15
sehingga dapat jumlah koloni yang didapatkan pada sampel bakpia tersebut adalah 470
koloni/gr atau 4,7x102 CFU/gr.
4.2 Pembahasan
Prinsip pemeriksaan ALT makanan adalah sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan
pada media agar,maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat langsung dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. (Waluyo,2008
dalam Riska,2016) sedangkan prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat
pengenceran maka semakin rendah jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat
pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan
perhitungan koloni menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran, semakin sedikit
pula jumlah bakteri.
Hasil perhitungan menunjukkan koloni yang cukup banyak. Nilai angka lempeng total
yang didapatkan pada penelitian ini adalah 4,7x102 . Banyaknya jumlah bakteri tersebut
kemungkinan didapatkan dari proses penyimpanan. Para penjual bakpia biasanya menyimpan
bakpia sampai seluruh bakpia habis terjual. Lama waktu penyimpanan dapat mempengaruhi
kualitas bakpia, karena bakpia bisa terkontaminasi bakteri atau jamur. Selain proses
penyimpanan, kontaminasi mikroba ini juga dapat terjadi saat proses pembuatan karena bahan
baku yang tidak sesuai standar, proses yang kurang higienis. Jika proses produksi
menggunakan mesin, bisa jadi pemeliharaan dan pembersihan mesin dari proses produksi
sebelumnya kurang maksimal sehingga terjadi kontaminasi silang. Namun, jumlah koloni
bakteri pada sampel bakpia tersebut tidak terlalu banyak ( tidak mencapai ratusan). Hal ini bisa
terjadi karena saat pengambilan sampel, sampel bakpia dalam keadaan terbungkus rapi
(makanan kemasan). Selain itu proses pengenceran dan pengadukan sampel yang kurang
sempurna saat praktikum bisa menyebabkan pertumbuhan antar koloni mempunyai jarak yang
berdekatan bahkan menyatu (menumpuk) sehingga ketika dilakukan perhitungan, koloni yang
menyatu dianggap satu koloni.
Saat melakukan perhitungan, di dalam petridish tersebut juga ditemukan koloni kapang.
Hal ini dikarenakan terdapat koloni dengan ciri morfologi seperti kapas. ( Meylisa,2016)
Beberapa spesies kapang dapat mengontaminasi makanan yang berbahan dasar tepung. Kapang
bisa tumbuh pada media PDA karena mengandung kadar karbohidrat yang tinggi. Namun,dapat
dimungkinkan kapang dapat tumbuh pada media Nutrient agar karena media NA adalah media
umum untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung karbohidrat berupa Galaktam.
16
Menurut SNI 7388:2009 menyatakan bahwa batas maksimum Angka Lempeng Total
pada bakpia adalah 1x104 koloni/mg. sedangkan menurut pemeriksaan sampel bakpia
menunjukkan Angka Lempeng Total sebesar 470 koloni/mg atau 4,7x102 CFU/gr sehingga
dapat disimpulkan bahwa sampel yang diuji masih dalam batas aman. Namun, untuk angka
kapang dan khamir perlu dilakukan penelitian dan perhitungan lebih lanjut tentang angka
kapang dan khamir pada bakpia sehingga diketahui apakah bakpia tersebut masih dalam
kondisi aman untuk dikonsumsi.
BAB V
PENUTUP
17
5.1. Simpulan
a. Berdasarkan hasil praktikum nilang angka lempeng total untuk bakpia adalah 4,7x102
CFU/gr. Menurut SNI 7388:2009 batas cemaran angka lempeng total untuk bakpia
adalah 1x104 sehingga dapat disimpulkan bahwa angka lempeng total pada bakpia
tersebut masih berada pada batas aman.
b. Selain koloni bakteri, dalam media tersebut terdapat pertumbuhan koloni kapang
dengan ciri-ciri koloni seperti kapas. Kapang bisa saja tumbuh pada media tersebut
dikarenakan komposisi bakpia yang mengandung tepung. Kapang membutuhkan edia
tumbuh dengan kandungan karbohidrat tinggi.
c. Perlu dilakukan pemeriksaan dan perhitungan lebih lanjut mengenai angka kapang
khamir untuk mengetahui jumlah koloni kapang/ khamir sehingga diketahui apakah
bakpia tersebut layak untuk dikonsumsi.
5.2. Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai angka kapang/khamir sehingga
diketahui jumlah koloni kapang/khamir sebagai indikator apakah bakpia tersebut
layak untuk dikonsumsi.
b. Pedagang diharapkan mampu menjaga kualitas bakpia yang dijualnya mulai dari
penyimpanan dan distribusinya.
c. Konsumen diharapkan lebih selektif dalam memilih makanan yang dikonsumsi.
18
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI.2009.Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.
Jakarta : BPOM RI.
SNI 7388 Tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan
Dewi,Meylisa Mutiara.2016.Uji Angka Kapang/Kamir (AKK) dan Angka Lempeng Total pada
Jamu Temulawak di Pasar Tarumanegara Magelang. Skripsi. Sarjana Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tidak dipublikasikan
Junia,Riska.2016.Pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT) Bumbu Sate pada Pedagang Sate
yang Dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis.KTI.Ahli Madya Analis Kesehatan Program Studi
D3 Analis Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
iii
Lampiran
Prosedur Kerja
A. Pembuatan Media
b. Menimbang pepton water sebanyak 1,35 gr. Angka tersebut didapatkan hasil pada:
15 𝑋
PW = 1000 =90
1350
= 1000 = 1,35 gr
c. Memasukkan bubuk PW ke dalam erlenmeyer dan aduk pepton water dengan
pengaduk hingga bubuk media benar-benar terlarut, lalu ditutup dengan kapas dan
alumunium foil lalu ikat dengan tali rami
1
b. Memindahkan ke dalam tabung reaksi sejumlah 4 tabung untuk pengenceran10-2,
10-3, 10-4, K, @9 ml lalu tutup menggunakan kapas dan aluminium foil lalu ikat
dengan tali
28 𝑋
NA = 1000 = 100
2800
= 1000 = 2,8 gr
2
d. Tutup menggunakan kapas dan alumunium foil
B. Penanganan sampel
3. Petugas pemeriksa harus memakai masker dan handscoon yang dibasahi alkohol
70%
3
5. Menyiapkan lumpang dan alu yang telah disteril
4
C. Pengenceran Larutan
2. Meyiapkan tabung reaksi yang berisi NaCl steril sebanyak 4 tabung yang sudah
diberi kode :
- Tabung 2 : 10-2
- Tabung 3 : 10-3
- Tabung 4 : 10-4
- Tabung 5 : K (kontrol)
5. Memipet tabung reaksi 1 dengan pipet steril yang baru sebanyak 1 ml ke dalam
tabung ke 2, dikocok dengan cara menghisap bagian bawah lalu dilepaskan
(melakukan sebanyak 25 kali). Didapatkan pengenceran 10-3
5
6. Memipet tabung reaksi 2 dengan pipet steril sebanyak 1 ml ke dalam tabung ke 3,
dikocok dengan cara menghisap bagian bawah lalu dilepaskan (melakukan
sebanyak 25 kali). Didapatkan pengenceran 10-4
D. Penanaman
6
3. Memipet larutan pengencer dengan pipet steril sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke
dalam petridish berkode 10-3
6. Kemudian petridish yang berkode 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 yang berisi larutan
pengencer ditambahkan media Nutrient Agar sebanyak 15-20 ml kira-kira deng an
ketebalan 3 mm dengan metode tuang
7
7. Menuang NA ke dalam petridish Kontrol
10. Setelah agar membeku, agar diinkubasi dengan posisi petridish terbalik bertujuan
untuk mencegah mnetesnya embun keatas media / permukaan biakan. Diinkubasi
selama 2 X 24 Jam dengan suhu 350C
11. Setelah diinkubasi selama 2 X 24 Jam dilakukan perhitungan angka koloni dengan
menggunakan alat Koloni Counter. Catat hasilnya
8
Jumlah koloni dari pengenceran 10-4