2) Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong,
Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT
Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga
menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
Dari Ke Lima (5) Poin Di Atas Berikut Kami Jelaskan Salah Satu Contoh Kasus Kasus
:
Pembantaian Terhadap Tengku Bantaqiyah Dan Muridnya Di Aceh Tahun 1999
Beutong Ateuh, dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti Betung atas, memiliki
sejarah yang cukup panjang, dimana daeraha ini dibangun sejak zaman belanda-begitu
orang beutong bersaksi – dan melihat letak geografisnya sangat nyaman untuk istirahat
beberapa bulan lamanya. Daerah yang terletak diantara dua gunung ini mengalir sungi
betung yang jernih dan sejuk. Sedangkan pegunungan yang termasuk dari gususan bukit
barisan ini, memang sangat potensial untuk dijadikan markas pertanan pejuang Aceh
semasa penjajahan belanda. Di daerah inilah Cut Nyak Dien dan Tengku Cik Citiro pernah
bertahan dari kejaran belanda, walau keduanya tertangkap oleh belanda di daerah ini.
Lebatnya hutan dan suburnya tanah membuat warga yang bermukim enggan meninggalkan
lembah ini, mengingat di daerah ini adalah daerh yang cocok untuk bercocok tanam. Sebelum
daerah ini dibuka pada tahun 1996, untuk kendaraan roda empat, warga yang ingin kedalam
dan keluar desa ini harus berjalan kaki dua sampai empat hari lamanya. Menelusuri hutan
lembah berliku guna mencapai daerah yang berbatasan dengan Takengon Aceh Tengah.
Sedangkan Beutong Ateuh sendiri masuk dalam kabupaten Aceh Barat, Meulaboh sebagai
kota kabupaten.
Pada daerah inilah brdiri sebuah pesantren pada tahun 1982 yang dipimpin oleh
seorang Kyai bernama Tengku Bantaqiah. Abu Bantaqiyah – begitu para mudirnya
memanggil – aladalah seorang alim ulama yang segani dan dihormati keberadaanya. Tak
heran bila dikalangan masyarakat Aceh sendiri beliau ditokohkan, mengingat begitu banyak
masyarakat Aceh yang belajar agama di pesanteren yang ia pimpin. Mudir-muridnya yang
berasal dari pelosok daerah Aceh ini, diajrkan pendidikan agama langsung dari beliau dan
dibantu oleh seorang kepercayaannya. Aktivitas belajar mengajar dilakukan pada areal yang
ia miliki yang berada ditepi sungai beutong. Murid-murid yang berjumlah ratusan ini, selain
beljar mereka bercocok tanam seperti nila dan lain sebaginya. Dari hasil pertanian ini mereka
bahu membantu untuk menghidupkan aktivitas sehari-harinya. Selin murid-murid menetap di
pesantern ini, masih ada lagi murid-murid yang tinggal hanya pada saat mereka beribur dari
kerja atau sekolah dan jumlah lebih banyak daripada yang menetap (jumlahnya dalah
gitungan ribuan). Tak heran bila banyak murid-murid beliau yang tersebar di segenap penjuru
Aceh.
Tengku Bantaqiah yang pernah menolak untuk bergabung dengan Majelis Ulama
Indonesia cabang Aceh ini, sekali waktu turung gunung untuk mempersoalkan kemaksiatan
di Aceh, dan akhirnya ia dituduh sebagai orang yang memiliki ajaran sesat. Hal ini beliau
lakukan pada tahun 1988 dengan beberapa anak muridnya dengan menamakan dirinya
Anggota Jubah Putih. Untuk melunakkan hatinya pemerintah daerah Aceh melalui gubernur
memberikan bantuan guna membangun sebuah pesantren. Namun rumah pesantren ini,
gedung yang sudah terbangun di kecamatan beutong bawah ulu Ulee Jalan, mereka tolak
karena lokasinya jauh dari tempat pesantren mereka. Dengan menolak pemberian ini,
Tengku Bantaqiah menjadi orang yang sangat tidak sekuler dikalangan birokrat Aceh pada
waktu itu. Sehingga pada tahun 1992 dengan suruhan sebagai Mentri Urusan Pangan
Cerakan Aceh Merdeka, beliau dijebloskan dalam tahanan dengan masa tahanan 20 tahun
lamanya. Namun saat presiden ke tiga Indonesia (BJ Habibie) hadir di Banda Aceh, atas
permintaan warga masyarakat Aceh, Habibie melepaskan Tengku Bantaqiah.
Aktivitas Pesantren
Sebagaimana layaknya kehidupan sebuah pesantren, aktivitas di pesantren Tengku
Bantaqiah sangat diwarnai dengan suasana Religius yang sangat mendalam. Hal ini dapat
terlihat dari aktivitas sehari-hari mulai dari ibadah sholat Shubuh dipgi hari dilanjutkan degan
Szikir kemudian para santri bermujahadah sambil melakukan kegiatan-kegiatan lainnya
seperti bertani, bercocok tanam, kerja baktimeperbaiki lingkungan sekitarnya. Kegiatan
bermujahadah bagi pesantern Tengku Bantaqiah adalah merupakan satu kekuatan religius
yang sangat vital dalam upaya pembentukan tingkat ketaqwaan para muridnya.
Kalaupun ada yang berbeda dari pesantren ini yaitu terlihat bahwa sebagian besar
murid-muridnya adalah mereka yang pernah melakukan tindakan-tindakan amoral di
masyarakat seperti mabuk-mabukan, mencuri dan tindakan-tindakan kriminalisasi lainnya.
Menurut Tengku Bataqiah, untuk apa mengajaka orang yang sudah ada didalam mesjid,
justru mereka yang masih di luar mesjidlah yang harus kita ajak. Jumlah santri yang pernah
menuntut ilmu di pesantren Tengku Bantaqiah ini tercatat lebih kurang 30.000 orang yang
tersebar di berbagai tempat, bukan hanya di Aceh, tapi juga Medan , Jakarta , bahwakan
sampai ke Malaysia . Lulusan Pesantren Bntaqiah hdup dan bekrja dalam aktivitas-aktivitas
yang beragam, mulai petani, pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri, bahkan
anggota TNI. Hal ini menunjukkan bahwa Tengku Bantaqiah tidak pandang bulu dalam
menerima murid.
Kini setelah ulama kharismatik tersebut telah tiada, pesantren yang diharapkan dapat
melahirkan pemimpin umat, untuk sementara ini kesulitan untuk melanjutkan aktivitas sehari-
harinya, karena alat-alat Bantu pengajaran seperti, al-qur'an, kitab kuning, surat – surat
yassin habis dibakar oleh pasukan tersebut. Hal ini tentara lakukan ersamaan dengan
dibakarnya pakian, KTP, dan barang-barang lain milik Tengku dan muridnya yang tewas
pada saat itu. Kini tempat yang jauh dari keramaian ini memubat masyarakat Aceh untuk saat
ini enggang untjk bergurau kembali di lebah yang hijau ini, mengingat peristiwa tersebut
adalah peristiwa yang cukup membuat mereka terluka untuk selama-lamanya.
Kronologi Pembantaian
Tengku Bantaqiah dan Muridnya
Kamis 22 Juli 99 : Pasukan TNI yang terdiri dari Kostrad, brimob, dan lain sebaginya
mendirikan tenda-tenda diseputar pegunungan beutong Ateuh. Saat itu warga desa telah
mengetahui akan keberadaan mereka, namun warga tidak mengetahui tujuan dari
didirikannya tenda-tenda tersebut. Pada saat itu juga telah terjadi penembakan terhadap
warga yang sedang mencari udang. Peristiwa ini mengakibat satu orang terluka sedangkan
yang melarikan diri ke hutan sekitarnya.
- Jum'at 23 Juli 99 : pukul 08.00 pasukan TNI mengamati pesantren Tengku Bantaqiah dari
seberang sungai.
- Pukul 09.00 pasukan TNI melakukan pembakaran ruma penduduk yang letaknkya kira2 100
meter disebelah Timur pesantren Tengku bantaqiah.
- Pukul 10.00 Pasukan tersebut mulai mendekati pesantren Tengku Bantaqiah.
- Pukul 11.00 Pasukan TNI yang berseragam dan mengenakan senjata lengkap dan sebagian
dari mereka menutupi wajahnya dengan cat hitam dan hijau. Mulai memasuki wilayah
pesantren.
- Pukul 11.30 Pasukan tersebut dengan mencaci maki dan menghujat Tengku Bantaqiah agar
Tengku Bantaqiah mau segera menemui mereka. Dikarenakan pada waktu itu hari Jum'at
dan sudah menjadi kebiasaan di pesantren, para santri - berkumpul di pesantren yang
memiliki dua lantai yang terbuat dari papan dan kayu balok tetap melakukan seperti biasanya.
Setelah cukup lama tengku Bantaqiah turun bersama dengan seorang muridnya untuk
menemui pasukan tersebut. Setelah berbincang-bincang, semua murid/santri laki-laki
disuruh turun sedangkan yang wanita diatas pesantren, dikumpulkan ditanah lapang dengan
duduk jongkok dan menghadap kesungai.
- Pukul 12.00 setelah santri laki-laki berkumpul, pimpinan pasukan tersebut meminta kepada
Tengku Bantaqiah untuk menyerahkan senjata yang ia miliki. Karena Tengku Bantaqiah
merasa tidak pernah memiliki senjata yang mereka maksud, maka Tengku Bantaqiah hanya
membantah tuduhan tersebut. Namun dengan pengakuan Tengku Bantaqiah tentara tidak
puas dan lalu mereka mempersoalkan sebuah antenna radio pemancar yang terpasang pada
atap pesantren. Lalu pompinan pasukan tersebut memerintahkan agar segerap melepaskan
antenna tersebut dengah menyuruh putra Tengku Bantaqiah yang bernama Usman untuk
menaiki atap pesantren. Sebelum Usman menaiki atap pesantren tersebut ia menuju rumah
untuk mengambil peralatan, namun sebelum mencapai rumah yang jaraknya hanya 7 meter
dari tempat berkumpul para santri, seorang pasukan memukul Usman dengan senjata api.
Melihat perlakuan ini, Tengku Bantaqiah mencoba untuk mendekati putranya tersebut.
Bersamaan dengan mendekatnya tengku Bantaqiah ke tempat pemukulan tersebut, dengan
aba-aba tentara menembak Tengku Bantaqiah dengan menggunakan senjata pelontar BOM
sehingga tersungkurlah Tengku Bantaqiah, setelah itu tembakan beruntun ditujukan ke arah
kumpulan Santri. Tanpa perlawanan sama sekali pasukan ini menembak dengan membabi
buta sehingga santri yang jumlahnya mencapi puluhan orang itu tewas dan terluka.
Setelah penembakan yag dilakukan berulang ulang ini, pasukan mengumpulkan
santri yang masih hidup untuk dibariskan disebelah rumah tengku Bantaqiah. Beberapa saat
kemudian dengan dalih akan membawa mereka berobat, santri yang mengalami luka atau
tidak sama sekali diangkut dengan menggunakan truk menuju Takengon Aceh Tengah.
Hanya beberapa orang saja yang sengaja ditinggalkan. Ditengah perjalanan menuju
takengon tersebut, santri-santri ini pada kilometer 7 diturunkan dan diperintahkan untuk
duduk jongkok ditepi jurang. Setelah jongkok satu orang dari para santri ini terjun ke dalam
jurang masuk kedalam hutan yang lebat. Mengetwhui salah santri terjun ke jurang santri yang
langsung di tembak beruntun oleh pasukan pengalawalan ini.
Pukul 16.00 pasukan dengan memerintahkan warga setempat untuk menguburkan
Tengku Bantaqiah dan murid. Sedangkan santri wanita dan istri-istri almarhum dibawa
menujua Mushola yang berada diseberang sungai. Setelah penguburan usai, wanita tersebut
disuruh kembali ke pesantren.
Keadaan terakhir: pesantren ini sulit untuk dapat melanjutkan aktivitas keshariannya
mengingat saran dan prasarana antara lain kitab-kitab berserta Al-qur'an yang tersedia telah
habis terbakar bersamaan dengan tewasnya Tengku Bantaqiah beserta sebagian muridnya.
Sebagai akibat penembakan oleh pasukan TNI terhadap warga pesantren tersebut.
Dimana mereka……..?
Hasil dari operasi yang dilakukan oleh TNI terhadap pesantren Tengku Bantaqiah ini
masih menyisakan berbagai pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab. Sehingga
warga Meulaboh atau Aceh Barat menjadi resah. Keresahan ini sangat beralasan sebab
bagaimana mungkin seorang ulama ternama dapat dicabut nyawanya oleh TNI tanpa
prosedur, apalagi mereka rakyat biasa, tentunya lebih gampang lagi melakukannya. Begitu
kira-kira alasan mereka. Dari hasil penelitian warga setempat, masih belum jelas jumlah yang
tewas, sebab menurut saksi, masih banyak dari murid-murid Bantaqiah sampai saat ini belum
ditemukan makamnya atau keberaaanya. Adapun nama-nama yang tewas dan hilang adalah
sebagai berikut : Korban yang Tewas dan Hilang :
3 Zubir 28 th Sda
5 Muhammadin 40 th Sda
6 Tarmizi Daud 30 th Sda
7 M.Amin M. 28 th Sda
9 M. Huewin 32 th Sda
11 Syamsuar 27 th Sda
15 Saidi 30 th Sda
19 Latana 24 th Sda
23 Saifl 22 th Sda
25 Salaiman 24 th Sda
26 Ridwan 25 th Sda
27 Iqbar 26 th Sda
28 Junaidi 23 th Sda
30 Junaidi 28 th Sda
32 Amir 32 th Sda
34 Buchari 26 th Sda
36 Saifullah 26 th Sda
39 Nurdin 24 th Julok
40 Bustamin 24 th Sda
46 Usman 30 th Sda
2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
9. Hak wanita
a. Individu e. LSM
a) Perlindungan fisik
b) Perlindungan mental dari ancaman , gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun.
Setiap korban pelaggaran HAM yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh
1) Kompensasi adalah imbala yang dierikan oleh Negara karena tidak mampu memberikan
ganti rugi yang sepenuhnya menjadi tanggungjawabnya.
2) Restitusi adalah ganti rugi yang diberikan pada korban atau keluarganya oleh pelaku atau
pihak ketiga. Restitusi dapat berupa :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan
bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk
pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau
bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia*org/wiki/Hak_asasi_manusia
http://deniphantom.blogspot*com/2012/11/mengenai-pasal-31-uud45.html