Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM CT-SCAN LANJUT

CT-SINUS

Oleh:
Evita Ayu Juliana
151610383019

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Mampu menyiapkan data gambar yang akan di lakukan post-
processing.
2. Mampu melakukan post-processing Sinus Paranasalis.
3. Mampu membuat print gambar CT-scan Sinus Paranasalis dengan
menggunakan berbagai media.
4. Mampu menyajikan gambar CT-Scan setelah melakukan post-
processing.

1.2 Waktu dan Tempat


Waktu :Rabu / 27 Februari 2019
Pukul :15.30-19.00
Tempat :Lab. Komputer 203 Fakultas Vokasi Universitas Airlangga

1.3 Dasar Teori


1.3.1 Anatomi Hidung

Gambar 1.1 Anatomi Hidung (Netter, Frank H. 2014)

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke


bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)


2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars
transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut
menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi
eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks
sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada
bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris


mayor dan kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior


menjadi fleksibel.

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.


Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Spenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris
interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)


2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
3. Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua
ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior).
Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus spenoid, fossa
kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum nasi :

Posterior : berhubungan dengan nasofaring

Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus spenoidal


dan sebagian os vomer

Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,


bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap.
Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan
(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi
oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari
septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars
membranosa = kolumna = kolumela.

Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os


etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os spenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari


tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang
terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah
resesus speno-etmoid yang berhubungan dengan sinus spenoid. Kadang –
kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian
ini.

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah


A.spenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.
Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena
tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama –
sama arteri.

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus


yaitu N. Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion


pterigopalatinum masuk melalui foramen spenopalatina kemudian
menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Spenopalatinus. (Rahman,
Sukri. 2012)

1.3.2 Anatomi Sinus Paranasalis

Gambar 1.2 Anatomi Sinus Paranasal (Rahman, Sukri. 2012)

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang


sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu.
Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus
maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus spenoid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Semua sinus dilapisi oleh epitel
saluran pernafasan bersilia yang mengalami modifikasi dan mampu
menghasilkan mukus serta sekret yang disalurkan ke dalam rongga hidung.
Pada orang sehat, sinus terutamanya berisi udara. Kompleks etmoid terdiri
dari 3-18 sel yang berada diantara orbita. Sisi kanan dan sisi kiri
dihubungkan oleh fossa kribriformis. Fossa kribriformis merupakan salah
satu landmark pada penentuan stadium tumor. Kerusakan fossa ini akan
menyebabkan perluasan langsung tumor ke fossa kranial anterior. Lamina
papirasea merupakan dinding lateral etmoid, yang membatasinya dengan
orbita. Kerusakan dinding ini akan menyebabkan perluasan tumor ke
orbita, dan harus menjadi pertimbangan pada saat dilakukan tindakan
operasi. Atap etmoid dibentuk oleh fovea etmoidalis, yang merupakan
bagian dasar terkorak yang tipis. Anatomi rongga hidung dan sinus
paranasal. Sinus maksila dibagi menjadi dua bagian oleh garis imajiner
yang ditarik dari kantus medial ke angulus mandibula (Öhngren line)
menjadi suprastruktur dan infrastruktur. Sinus paranasalis di bagi menjadi
4 bagian yaitu :

1. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila
disebut juga antrum Highmore. Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-
8 ml. Sinus ini kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila
berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os
maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah
permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding
lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
2. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
keempat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang
pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu
lebih besar daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di
garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu
sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus frontalnya tidak
berkembang. Ukuran sinus frontal adalah mempunyai tinggi 2.8 cm ,
lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-
sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-
septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus.
3. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting karena
dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang
dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm
dan lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid,
yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel
ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan
sinus etmoid posterior bermuara ke di meatus superior. Sel-sel etmoid
anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng
yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan sedikit jumlahnya dan terletak di posterior
dari lamina basalis.
4. Sinus Spenoid
Sinus spenoid terletak dalam os spenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus spenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
interspenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan
lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os spenoid
akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus. Batas-batasnya
ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di
sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah
pons. (Porter, Glen. 2002)

1.3.3 Indikasi Pemeriksaan

1. Sinusitis
2. Tumor.

1.3.4 Persiapan Pasien


1. Pasien yang non kooperatif, gelisah, di berikan sedasi agar tenang.
2. Asesoris pasien yang dapat menimbulkan artefak harus dilepas.

1.3.5 Prosedur Pemeriksaan


2. Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan
posisi kepala dekat dengan gantry (head first).
3. Parameter Pemeriksaan :
Scout : Lateral
Range : 1 cm superior sinus frontalis dan 1 inferior
mandibula dagu
DFOV : 16 cm
SFOV : Kepala
Algorita : Standart
Window width : 3000/65 facial bone
Window level : 2500/350 sinus
Tube Voltage/mA : 120kV/ 150
Rotation Time (s) : <1s
Aquisisition
(detector widthxnumber of detektor rows)=coverage:
0,625 mm x 16 = 10 mm (pada 16 slice)
0,625 MM X 32 = 20 mm (pada 64 slice)
Colimattor : 0,6 mm
Recontruction (slice thickness/interval) : 2,5 mm / 2,5 mm
4. Pengolahan Gambar
 Mengolah data menjadi gambaran axial dan coronal
 Gambaran axial, dilakukan pensejajaran dengan garis
palatum
 Gambaran coronal, dilakukan dengan tegak lurus dengan
garis palatum

Catatan : Gambaran coronal dibuat dari rekontruksi axial.


BAB II

METODE PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


1. Laptop
2. File berisi hasil pemeriksaan pasien
3. Modul
4. Aplikasi Radiant Dicom Viewer
2.2 Tata Laksana Praktikum
1. Buka aplikasi Radiant Dicom Viewer
2. Pilih menu scan folder
3. Pilih data CT-Scan Kepala
4. Tunggu data masuk ke aplikasi
5. Pilih menu MPR
a. Buat irisan axial
b. Buat irisan coronal
c. Buat irisan sagital
6. Volume Rendering
a. Buat tampilan dari AP
b. Buat tampilan dari Lateral
c. Buat tambilan dari sinu
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Hasil Percobaan


a. Filming Volume Rendering
b. Filming MPR
3.2 Analisa Hasil

Pada praktikum ini, dilakukan dengan pasien bernama Mr. S.


Rekontruksi citra difokuskan pada anatomi Sinus Paranasalis yang terdapat dalam
citrayang di hasilkan dengan cara berbagai teknik. Parameter yang di gunakan
yaitu pada saat melakukan 3D MPR dengan Window Weight (WW) diatas 2000
danWindow Level (WL) di atas 400 dan slicethickness 4,9 mm. Dan juga pada 3D
Volume Rendering harus memperlihatkan sinus-sinus dengan baik.

a Sinus Etmoidal a Sinus Frontal


a
b Sinus Spenoid b Sinus Spenoid
c Sinus Maksila
a
b

b c

a. Sinus Frontal
a

b Sinus Maksila

Gambar Keterangan
a Palatum
a
b Mandibula
b
c Cervical
c

a
a Nasal Septum
e
b b Sinus Maksila
c c Nasopharing
d Mandibula

a Nasal Septum
a
b b Sinus Maksila
c Nasopharing
d Atlas (cervical 1)
c
d

a Nasal Septum
a
b b Sinus Maksila
c c Nasal Concha
d d Mastoid Cell

a Nasal Septum
a
b Etmoid Cell
b
c c Sinus Spenoidalis

a Sinus Frontal
a
b Optika
c
b c Greater spenoid bone
a Sinus Frontalis
a b Orbita
c Nasal Septum
b d Sinus Maksilla
c
d e Inferior Nasal Concha

a Sinus Etmoid
b Zygomatic
g
a c Sinus Maksila
d Mandibula
b
c e Inferior Nasal Concha
d
f Middle Nasal Concha
f e g Orbita

b a Sinus Frontal
a c
b Etmoid cells
c Sinus Spenoidal
d Palatum
d
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sinus Paranasalis terdiri dari sinus frontal, sinus etmoid,
sinus maksila, dansinus spenoid. Sinus-sinus ini terletak di daerah
facial. Pada citra hasil gambar dengan menggunakan WW/WL
400/2000 (tanpa kontras) mempermudah untuk mendeteksi sinus
karena sinus berisi cairan yang menjadi hitam (radiolusen).
informasi yang terlihat dari gambar adalah sinus frontal, sinus
etmod, sinus maksila, sinus spenoid, nasal septum, etmoid cell,
nasopharing, inferoir dan middle nasal concha, mandibula, dan
zygomatic,.

4.2 Saran
1. Mahasiswa harus mengerti anatomi pada sinus paranasalis.
2. Mahasiswa harus mengerti letak sinus paranasalis.
3. Mahasiswa harus terampil dalam pemotonganan citra.
DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum CT-Scan lanjut D4 Teknologi Radiologi Pencitraan.

Netter, Frank H. 2014. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta:


EGC.

Porter, Glen. 2002. Fungsidan Anatomi Sinus Paranasalis.


https://www.scribd.com/doc/38389667/Fungsi-Dan-Anatomi-Sinus-Paranasalis.
Diakses 02 Maret 2018: 23.00WIB.

Rahman, Sukri. 2012. Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan
Metastasis ke Paru: Jurnal Kesehatan Andalah. 1(3).

Anda mungkin juga menyukai