Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

TUMOR MAMMAE SINISTRA SUSPECT MALIGNANCY

Oleh:

Fernando Tampi
12014101085
Masa KKM: 9 September 2019 – 7 Oktober 2019

Supervisor Pembimbing :
dr. Marselus Merung, Sp.B(K)Onk

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dikoreksi dan dibacakan sebuah laporan kasus pada Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan judul:

CA MAMMAE SINISTRA

Pada tanggal September 2019

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Merselus Merung, Sp.B(K)Onk

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 5
1. Anatomi ................................................................................................... 5
2. Definisi .................................................................................................... 6
3. Etiologi dan Faktor Risiko ...................................................................... 7
4. Diagnosis ................................................................................................. 10
5. Diagnosis Banding .................................................................................. 12
6. Klasifikasi Stadium ................................................................................. 13
7. Pemeriksaan Penunjang. ......................................................................... 16
8. Penatalaksanaan ...................................................................................... 18
BAB III. LAPORAN KASUS............................................................................. 20
BAB IV. PEMBAHASAN .................................................................................. 31
BAB V. PENUTUP ............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 35

3
BAB I
PENDAHULUAN
Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40%
dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae
mempunyai lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna
karena kanker payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada
wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah
lebih tinggi berbanding lesi maligna.1
Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benign, keganasan
pada kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Kanker
adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian
pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian
nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama, 1990). Diperkirakan,
kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di
antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9
juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang
berkembang.2
Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan (22% dari
kasus baru kanker pada perempuan) dan menjadi penyebab utama kematian akibat
kanker di dunia (14% dari semua kematian kanker perempuan). Insidensi tertinggi
dijumpai di Amerika Utara, Eropa Barat dan Utara, dan Australia. Insidensi tinggi
kanker payudara pada perempuan juga diamati di Amerika Selatan, terutama
Uruguay dan Argentina. Saat ini terjadi peningkatan insidensi kanker payudara di
negara-negara yang sebelumnya memiliki insidensi rendah seperti Jepang dan Cina.
Selain disebabkan oleh perubahan signifikan dalam gaya hidup masyarakat Asia,
peningkatan ini juga terjadi karena kemajuan teknologi diagnosis tumor ganas
mammae.3
Pada laporan kasus ini, akan dibahas tentang Tumor Mamme Sinistra yang
ditemukan pada seorang perempuan berusia 61 tahun, yang dirawat di Irina A
RSUP Prof. Dr. Kandou Manado dari tanggal 17 September 2019 – 19 September
2019.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding
depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas
sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas
medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga
dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus
anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus
(dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini
jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah
dalam.4

Gambar 2.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1

5
Gambar 2.4. Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara
bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah
kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara
bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian dari 1 atau
lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju
papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen
dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena
itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus
yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana
ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas
lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous
sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal
papillomas sering terjadi di sini.

6
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam
dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen
parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit,
sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal.
Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan
mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit
yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang
disebut peau d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari
folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran
cekungan dari kulit payudara.5
Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi
menjadi lima regio, yaitu :
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
5. Regio putting susu (nipple)

A. Vaskularisasi
Vaskularisasi mammae terutama berasal dari cabang arteria mammaria
interna, cabang lateral dari arteri intercostalis posterior, cabang dari arteri
aksilaris termasuk arteri torakalis lateralis, dan cabang pectoral dari arteri
torakoakromial.5

B. Fisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu
masa fertilitas, sampai klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas,
pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.4

7
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8
haid, payudara membesar, dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya
terjadi pembesaran maksimal. Selama beberapa hari sebelum haid, payudara
menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik terutama palpasi sulit
dilakukan. Pada waktu itu mammografi menjadi rancu karena kontras kelenjar
terlalu besar. Pada kehamilan, payudara membesar karena epitel duktus lobul
dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.5

2. Definisi
Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang
terjadi secara terus menerus. Dalam klinik, istilah tumor sering digunakan
untuk semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan, yang dapat
disebabkan baik oleh neoplasma maupun oleh radang, atau perdarahan.
Neoplasma membentuk tonjolan, tetapi tidak semua tonjolan disebabkan oleh
neoplasma.
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara belum diketahui. Namun,
ada beberapa faktor risiko yang telah teridentifikasi, yaitu:6
a) Jenis kelamin
Wanita lebih berisiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan
pria. Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor
payudara.
b) Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara
berisiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
c) Faktor genetik
Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13
dapat meningkatkan risiko tumor payudara sampai 85%.
d) Faktor usia
Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
e) Faktor hormonal

8
Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak
diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan
resiko terjadinya tumor payudara.7
f) Usia saat kehamilan pertama
Hamil pertama pada usia 30 tahun berisiko dua kali lipat dibandingkan
dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
g) Terpapar radiasi
h) Intake alkohol
i) Pemakaian kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko tumor payudara.
Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun berisiko lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan pada usia lebih tua.

4. Diagnosis
Diagnosis tumor mamame ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan pemeriksaan pasti menggunakan
pemeriksaan histopatologi anatomi. Hal-hal yang harus ditanyakan kepada
penderita adalah letak benjolan, sejak kapan mulai timbul benjolan, dan
kecepatan tumbuhnya. Selain itu, perlu juga ditanya berbagai gejala penyerta,
seperti ada tidaknya nyeri, jenis dan jumlah cairan yang keluar dari puting,
perubahan bentuk dan besar payudara, hubungannya dengan haid, perubahan
pada kulit, dan retraksi puting susu.
Faktor risiko yang perlu diketahui antara lain: riwayat keluarga yang terkena
kanker payudara dan atau kanker ovarium, riwayat obstetri dan ginekologi,
terapi hormonal (termasuk kontrasepsi hormonal), riwayat operasi/aspirasi
benjolan di payudara sebelumnya.
Berikut adalah langkah-langkah pemeriksaan payudara yang harus
diajarkan kepada semua wanita, terutama kelompok berisiko tinggi:
1. Berdiri didepan cermin, lalu perhatikan bentuknya, simetris atau tidak,
ada tidaknya kemerahan di payudara. Perhatikan pula puting susu dan
sekitarnya, adakah luka atau puting tertarik ke dalam.

9
2. Lalu angkat kedua lengan ke atas dengan telapak tangan diletakkan di
daerah belakang kepala, sedikit di atas leher. Dengan gerakan ini,
seharusnya payudara akan terangkat ke atas secara simetris. Perhatikan
ada tidaknya daerah yang tertarik ke dalam. Perhatikan adakah kelainan
pada kulit payudara yang menyerupai kulit jeruk.
3. Turunkan salah satu lengan, lalu raba dengan telapak jari-jari tangan.
Berhenti sebentar, lalu raba dengan gerakan memutar dengan sedikit
penekanan pada payudara. Lalu geser ke daerah lain, berhenti lagi
sambil diraba dengan gerakan memutar. Lakukan hal ini berulang-ulang
sampai seluruh bagian payudara selesai diperiksa.
4. Lakukan pemeriksaan pada daerah ketiak dengan gerakan memutar
seperti saat memeriksa payudara. Perhatikan ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening.
5. Pemeriksaan terakhir adalah gerakan mengurut dari arah dasar payudara
ke arah puting, untuk mengetahui ada sekret atau tidak.

Gejala klinis yang dapat kita lihat untuk membedakan gejala klinis jinak
dan ganas antara lain sebagai berikut:
a) Gejala klinis tumor jinak:
 Bentuk bulat, teratur atau lonjong
 Permukaan rata
 Konsistensi kenyal, lunak
 Mudah digerakkan terhadap sekitar
 Tidak nyeri tekan.
b) Gejala klinis tumor ganas:
 Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol
 Tepi tidak rata
 Bentuk tidak teratur
 Konsistensi keras, padat
 Batas tidak tegas
 Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar
 Kadang nyeri tekan

10
5. Diagnosis Banding
a. Fibroadenoma Mammae
Fibroadenoma mammae (FAM) sering ditemukan pada usia yang
lebih muda, antara 20-40 tahun, dengan usia median 30 tahun.
Insidensinya tidak diketahui pasti, sekitar 50% hasil biopsi payudara
adalah FAM, berapapun usianya. Pada perabaan massanya berbatas
tegas, kenyal, dapat digoyang, tidak nyeri. Kadang sulit dibedakan
dengan kista payudara. FAM terjadi akibat proliferasi abnormal jaringan
periduktus ke dalam lobulus; dengan demikian sering ditemukan di
kuadran lateral atas karena di bagian ini distribusi kelenjar paling
banyak. Baik estrogen, progesteron, kehamilan, maupun laktasi dapat
merangsang pertumbuhan FAM.
FAM bukan merupakan satu-satunya penyakit pada payudara,
namun insiden kasus tersebut tinggi, tergantung pada jaringan payudara
yang terkena, estrogen, dan usia permulaan. Tumor dapat terjadi karena
mutasi dalam DNA sel. Penimbunan mutasi merupakan pemicu
munculnya tumor. Penimbunan mutasi di jaringan fibrosa dan jaringan
epitel dapat menyebabkan proliferasi sel yang abnormal sehingga akan
tampak tumor yang membentuk lobus-lobus hal ini dikarenakan terjadi
gangguan pada nukleus sel yang menyebabkan sel kehilangan fungsi
deferensiasi yang disebut anaplasia. Dengan rangsangan estrogen FAM,
ukurannya akan lebih meningkat, hal ini terlihat saat menstruasi dan
hamil.
FAM adalah tumor jinak maka pengobatan yang dilakukan adalah
dengan mengangkat tumor tersebut, untuk mengetahui apakah tumor itu
ganas atau tidak, tumor yang sudah di ambil akan di bawa ke
laboratorium patologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pembagian fibroadenoma berdasarkan histologik yaitu :
1. Fibroadenoma Pericanaliculare
Yakni kelenjar berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis atau
beberapa lapis

11
2. Fibroadenoma intracanaliculare
Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga
kelenjar berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen
yang sempit atau menghilang.
b. Kistosarkoma Phyloides
Merupakan suatu tumor jinak yang berasal dari jaringan penyokong
nonepitel, bersifat menyusup secara lokal. Pertumbuhannya cepat dan
dapat ditemukan dalam ukuran besar. Tumor ini terdapat pada semua
usia, tetapi kebanyakan pada usia sekitar 30 tahun.
Penanggalan terhadap tumor tersebut adalah eksisi luas. Jika tumor
tersebut sudah besar, biasanya perlu dilakukan mastektomi simpel. Bila
tumor ternyata ganas, harus dilakukan mastektomi radikal walaupun
mungkin bermetastasis secara hematogen seperti sarkoma.
c. Kista Mammae
Kista payudara sangat sering ditemukan pada praktek sehari-hari,
terbanyak pada usia 40 tahunan sampai perimenopause. Besarnya
berubah sesuai dengan siklus haid. Secara etiopatogenesis, kista
terbentuk akibat obstruksi dan dilatasi duktus koligentes. Bila membesar
dengan cepat, umumnya disertai rasa nyeri.
Seringkali diduga maligna apabila cairan di dalamnya sangat banyak
sehingga tekanannya tinggi dan teraba keras. Pemeriksaan sonografi
dapat dengan jelas menggambarkan apakah massa ini kistik atau solid.
d. Kelainan Fibrokistik
Sering ditemukan pada usia antara 20-30 tahun. Secara pemeriksaan
fisik sulit dibedakan dengan FAM atau kista payudara. Walaupun
demikian, hampir selalu disertai nyeri. Sifat nyerinya cukup signifikan,
yakni berfluktuasi sesuai siklus haid, bilateral, tidak terlokalisir, dan
menyebar ke bahu atau aksila bahkan dapat menyebar ke lengan. Nyeri
biasanya menetap dan bisa memburuk sampai menopause. Dua puluh
persen kasus mengalami resolusi spontan.
e. Karsinoma Mammae

12
Ca mammae pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
carcinoma serviks uteri. Kurva insiden usia bergerak tinggi sejak usia 30
tahun. Kanker jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Angka
tertinggi pada usia 45-66 tahun. Penyakit ini disebabkan karena
terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga
pertambahan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi
benjolan tumor (cancer). Apabila tumor ini tidak diambil dan dibuang,
dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat.
Ada kemungkinannya juga sel kanker tersebut melepaskan diri dan
menyebar ke seluruh tubuh.
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan
ciri-ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak
mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya. Neoplasma yang
maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang
tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan
menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan ke organ-
organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia
terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu
sel di mana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi
sekelompok sel-sel ganas di antara sel-sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi
bourgeois lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam
terjadinya kanker pada manusia. Kontak dengan karsinogen
membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai bisa merubah
jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari
sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang
dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen
atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.
2. Fase in situ: 1-5 tahun

13
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-
cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut,
paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya
ditemukan di payudara.
3. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui
membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta
limfe. Waktu antara fase ke-3 dan ke-4 berlangsung antara
beberapa minggu sampai beberapa tahun.
4. Fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke
tempat-tempat lain bertambah.

Penemuan tanda-tanda dan gejala sebagai indikasi kanker payudara


masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika
dudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
 Terdapat massa utuh (kenyal)
Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan,
bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
 Nyeri pada daerah massa
Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area
mammae. Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat
distorsi ligamentum cooper. Cara pemeriksaan: kulit area mammae
dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan pemeriksa lalu
didekatkan untuk menimbulkan dimpling.
 Edema dengan Peaut d’orange skin (kulit di atas tumor berkeriput
seperti kulit jeruk)
 Pengelupasan papilla mammae
Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting susu serta keluarnya
cairan secara spontan kadang disertai darah.
 Ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.

14
6. Klasifikasi Stadium
Berikut klasifikasi staging tumor payudara menurut American Joint
Committee on Cancer (AJCC) tahun 2016.8

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan Tumor (T)


Tumor Primer (T)
Tx Tumor tidak dapat dinilai
To Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
Tis (DCIS) Karsinoma in situ
Tis (Paget) Penyakit Paget dari nipple tidak berhubungan dengan
karsinoma invasif dan/atau karsinoma in situ (DCIS) di
parenkim payudara yang mendasarinya.
T1 Tumor ≤ 20 mm dalam dimensi terbesar
T1mi Tumor ≤ 1 mm dalam dimensi terbesar
T1a Tumor > 1 mm tapi ≤ 5 mm dalam dimensi terbesar
(sepanjang pengukuran apapun >1.0-1.9 mm hingga 2
mm)
T1b Tumor > 5mm tapi ≤ 10 mm pada dimensi terbesar
T1c Tumor >10 mm tapi ≤ 20 mm pada dimensi terbesar
T2 Tumor >20 mm tapi ≤ 50 mm pada dimensi terbesar
T3 Tumor >50 mm pada dimensi terbesar
T4 Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan
perluasan secara langsung ke dalam dinding thoraks
dan/atau kulit (ulserasi atau nodul kulit), tidak termasuk
invasi kulit saja.
T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk hanya invasi otot
pectoralis.
T4b Ulserasi dan/atau nodul satelit ipsilateral dan/atau edema
(termasuk peau d’orange) dari kulit, yang tidak memenuhi
kriteria dari inflamasi karsinoma.
T4c Kedua T4a dan T4b
T4d Inflamasi karsinoma

15
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Nodul Limfe Regional
Nodul Limfe Regional (N)
cNX Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

cN0 Tidak ada metastase kelenjar getah bening regional (pada


imaging atau pemeriksaan fisik)
cN1 Metastase ke kelenjar getah bening axilla ipsilateral level
I,II tapi masih bisa digerakkan
cN1mi Mikrometastase (sekitar 200 sel, lebih besar dari 0.2 mm
tapi tidak lebih besar dari 2 mm)
cN2 Metastase KGB di ipsilateral level I,II yang secara klinis
melekat dan terfiksasi; atau di ipsilateral kelenjar mammae
internal tanpa adanya metastasis KGB aksila yang terbukti
secara klinis.
cN2a Metastase di KGB ipsilateral level I,II yang melekat satu
sama lain atau di sekitarnya.
cN2b Metastase hanya di nodul kelenjar mamme interna
ipsilateral dan tanpa adanya metastasis KGB aksila
cN3 Metastase pada KGB infraclavicular ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria
interna yang terdeteksi secara klinis dan jika terdapat
metastasis KGB aksila secara klinis; atau metastasis pada
KGB supraclavicula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna
cN3a Metastasis di KGB infraclavicular ipsilateral
cN3b Metastasis di KGB mammr internal ipsilateral
cN3c Metastasis di KGB supraclavicula ipsilateral

Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan Metastase


Metastase Jauh (M)
M0 Tidak ada bukti klinis atau imaging adanya metastase jauh

16
cM0(i+) Tidak ada bukti klinis atau imaging adanya metastase jauh
dengan adanya sel tumor atau deposit yang tidak lebih besar
dari 0.2 mm yang dideteksi secara mikroskopis atau teknik
molekular pada sirkulasi darah, sum-sum tulang, atau nodul
tissue non regional lainnya pada pasien tanpa tanda dan
gejala dari metastase.
cM1 Metastase jauh terdeteksi dengan gejala klinis dan
pemeriksaan radiografi.
pM1 Terdapat bukti metastasis secara histologi pada organ lain;
atau jika di nodul non regional, metastasis >0.2 mm.

Tabel 4. Stadium Klinis Kanker Payudara


STADIUM T M N
0 T1s N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T0 N1mic M0
T1 N1mic M0
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0

IIB T2 N1 M0
T3 N2 M0

IIIA T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1-N2 M0

IIIB T4 N1-N2 M0

IIIC Semua T N3 M0

IV Semua T Semua N M1

17
7. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dianjurkan dilakukan pemeriksaan darah
rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis.
Selain itu dapat dilihat tumor marker, apabila ditemukan peningkatan
maka perlu diulang untuk follow up.
B. Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi. Mamogram adalah gambar hasil mamografi.
Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan
dua posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat (kraniokaudal
dan mediolateralobligue). Mamografi dapat bertujuan skrining kanker
payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up/ kontrol dalam
pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun,
namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik
mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun.9
C. USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik.
Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya
sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai
modalitas skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal
menunjukan efikasinya.
D. MRI dan CT Scan
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi,
namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining
karena biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama.
Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada wanita muda dengan
payudara yang padat atau pada payudara dengan implant,
dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk menderita kanker
payudara.
E. Diagnosa Sentinel Node

18
Biopsi kelenjar sentinel (Sentinel lymph node biopsy) adalah
mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi.
(Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang
pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan mulainya
terjadi penyebaran dari tumor primer).10
Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue
dye, radiocolloid, maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan
atau blue dye disuntikkan disekitar tumor; Bahan tersebut mengalir
mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar getah bening
(senitinel). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut
dan meminta ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi.
Bila tidak ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening tersebut
maka tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila. Teknologi ideal
adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye
dan teknik kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar
sentinel dapat dimodifikasi menggunakan teknik blue dye saja dengan
isosulfan blue ataupun methylene blue. Methylene blue sebagai teknik
tunggal dapat mengindentifikasi 90% kelenjar sentinel. Studi awal yang
dilakukan RS Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%. Jika pada
akhir studi ini diperoleh angka identifikasi sekitar 90% maka methylene
blue sebagai teknik tunggal untuk identifikasi kelenjar sentinel dapat
menjadi alternatif untuk rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki
fasilitas radiocoloid.
F. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan
sitologi, morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia, in
situ hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan
kasus khusus).
G. Pemeriksaan Imunohistokimia
Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan
menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam

19
potongan jaringan (tissue sections) ataupun bentuk preparasi sel lainnya.
IHK merupakan standar dalam menentukan subtipe kanker payudara.
Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara berperan dalam membantu
menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis.

8. Penatalaksanaan
Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa yang
lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium). Diagnosa dan terapi pada
kanker payudara haruslah dilakukan dengan pendekatan humanis dan
komprehensif.
Terapi pada kanker payudara sangat ditentukan luasnya penyakit atau
stadium dan ekspresi dari agen biomolekuler atau biomolekuler-signaling.
Terapi pada kanker payudara selain mempunyai efek terapi yang diharapkan,
juga mempunyai beberapa efek yang tak diinginkan (adverse effect),
sehingga sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung
ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien dan keluarga. Selain itu
juga harus dipertimbangkan mengenai faktor usia, komorbid, evidence-
based, cost effective, dan kapan menghentikan seri pengobatan sistemik
termasuk end of life isssues.
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk
pengobatan kanker payudara. Jenis pembedahan pada kanker payudara:
1) Mastektomi
- Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)
- Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radikal Mastectomy)
2) Mastektomi dengan teknik onkoplasti
3) Mastektomi simple
4) Mastektomi subkutan
5) Breast conserving therapy (BCT)
6) Salfingo Ovariektomi Bilateral
7) Metastasektomi
B. Terapi Sistemik

20
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan
secara bertahap, biasanya sebanyak 6-8 siklus agar mendapatkan efek
yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima. Hasil
pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan
penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan.
C. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
tatalaksana kanker payudara. Radioterapi dalam tatalaksana kanker
payudara dapat diberikan sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif.

21
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : HB
No. RM : 70.03.74
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 61 tahun
Tempat Tinggal : Desa Matungkas Kecamatan Likupang, Kabupaten
Minahasa Selatan Sulawesi Utara
Pekerjaan : IRT
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal MRS : 17 September 2019

B. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Luka dan benjolan di payudara kiri sejak ± 2 tahun SMRS.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan ke RSUP Prof. R. D Kandou Manado dirujuk dari
dr.Marselus Merung, SpB (K) Onk untuk rencana diadakan Core Biopsy.
Awalnya pasien mengeluhkan muncul benjolan berukuran seperti kacang
pada payudara kanan ± 2 tahun yang lalu. Benjolan lama kelamaan
membesar kemudian benjolan pecah dan menyebabkan luka dan nyeri.
Keluhan demam tidak ada, muntah tidak ada.BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

c. Riwayat Reproduksi
- Riwayat menarche umur 11 tahun
- Riwayat menopause umur 55 tahun

22
- Pasien mempunyai 2 anak, dimana anak pertama lahir ketika pasien
berumur 25 tahun

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang sama,
atopun keluarga terdekat tidak menderita penyakit kanker

e. Gaya Hidup
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan konsumsi lemak terbatas

C. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 89 x/menit
 Respirasi : 21 x/menit
 Suhu Badan : 36.5ºC
Kepala : Konjungtiva anemis (-) Sclera icterik (-)
Leher : JVP 5+2cm H20, KGB tidak teraba
Jantung : SI-II Reguler, Bising (-)
Paru : Sp. Vesiuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Abdomen : Datar, Lemas, Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat, edema (+) di kedua ekstremitas
inferior.
Regio Thoraks
 Inspeksi : Tampak payudara kiri dan kanan tidak simetris
 Palpasi : Stem fremitus kiri sama dengan kanan
 Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks

23
 Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler pada kedua
hemithoraks

b. Status Lokalis
 Regio Mammae sinistra
- Inspeksi:
Tampak benjolan ukuran ± 15 x 8 cm di kuadran lateral bawah
dengan warna kemerahan dibandingkan dengan kulit disekitarnya,
batas tidak tegas, tampak adanya ulkus, gambaran peau d’orange
tidak terlihat.
- Palpasi:
Teraba massa dengan konsistensi keras, batas tidak tegas, tefiksir
pada jaringan dibawahnya.

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 13/9/2019
Leukosit 8.800 u/L
Eritrosit 4.09 x 10 u/L
Hemoglobin 12,1 g/dL
Hematokrit 35.1 %
Trombosit 305 x103 /uL
MCH 29.1 pg
MCHC 34.5 g/dL
MCV 86.9 fL
SGOT 29 U/L
SGPT 19U/L
Ureum 38 mg/dL
Creatinin 0.9 g/dL
GDS 107 mg/dL
Albumin 4.61 g/dL
Chlorida 98.2 mEq/L
Natrium 138 mEq/L

24
Kalium 4.26 mEq/L
PT 11.4/14.7 detik
INR 0.85/1.09 detik
APTT 32.6/37.4 detik
b. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi FNAB 22/5/2018:
Mastitis Supuratif

c. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi FNAB 12/9/2019:


Papillary tumor susp. Malignancy dd fibroadenoma atipik. Dengan anjuran
biopsi jaringan
d. USG Abdomen 13/9/2019:
Massa anechoic berklasifikasi pada rongga pelvis kesan berasal dari adnexa
suspek teratoma
e. USG Mammae 27/5/2018:
Tidak tampak pembesaran KGB axilary bilateral. Nodul mammae dextra (
Birads 4 Us Category).
f. X-Foto Thoraks AP Tegak 30/5/2019:
Foto thoraks normal
E. Diagnosis Kerja
Tumor Mammae dextra (T4N0M0) susp. malignancy
F. Penatalaksanaan
- Perbaiki Keadaan Umum
- Pro Core Biopsy
G. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
H. Follow Up

Tanggal Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


17/9/2019 Tidak ada Regio mammae tumor mammae - Perbaiki KU
keluhan dextra: massa ukuran dextra suspect - Antibiotik adekuat
15 x 8 cm (+) luka (+) malignancy - Core Biopsy

25
Hasil laboratorim:
Leukosit 8.800 u/L
Eritrosit 4.09 x 106
u/L
Hemoglobin 12.1
g/dL
Hematokrit 35.1 %
Trombosit 305x103
/uL
MCH 29.1 pg
MCHC 34.5 g/dL
MCV 86.9 fL
SGOT 29 U/L
SGPT 19 U/L
Ureum 38 mg/dL
Creatinin 0.9 g/dL
GDS 107 mg/dL
Chlorida 98.2mEq/L
Natrium 138 mEq/L
Kalium 4.26 mEq/L
PT 11.4/14.7 detik
INR 0.85/1.09 detik
APTT 32.6/37.4 detik
18/9/2019 Tidak ada Regio mammae tumor mammae - Perbaiki KU
keluhan dextra: massa ukuran dextra suspect - Antibiotik adekuat
15 x 8 cm (+) luka (+) malignancy - Core Biopsy

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 61 tahun dirujuk ke RSUP Prof R. D.


Kandou Manado dengan tujuan diadakan core biopsy. Pada satu penelitian
disebutkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun pengamatan, sedikitnya
16% wanita datang dengan keluhan benjolan di payudaranya. Dari jumlah
ini, ternyata 8% adalah kanker payudara, terutama pada usia di atas 40
tahun.11,12 Pada usia muda, sebagian besar (80-90%) benjolan di payudara
adalah jinak dan biasanya disertai keluhan. Justru bila tanpa keluhan, harus
dicurigai kemungkinan kanker payudara.13 Gejala subjektif yang
dikeluhkan bervariasi dari hanya benjolan yang nyeri/tidak nyeri sampai
keluarnya cairan dari puting susu.14
Beberapa faktor resiko dari kanker payudara antara lain adalah usia,
genetik dan familial, gaya hidup, reproduksi dan hormonal, serta
lingkungan.15 Berdasarkan anamnesis, pada pasien didapatkan adanya
faktor resiko reproduksi dan hormonal karena usia menarche berusia 11
tahun yang meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 1.3 kali, pasien
juga mengalami menopause di umur 55 tahun yang meningkatkan fakor
resiko sebanyak 1.2-1.5 kali dari refrensi normal. Faktor resiko lain tidak
ditemukan pada pasien ini.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini dicurigai ganas apabila konsistensi
kenyal-keras, batas tidak tegas, terfiksasi ke jaringan sekitarnya, terdapat
retraksi kulit dan atau putih susu, ditemukan luka, atau cairan sero-
sanguinus dari puting susu.16 Selain itu dinilai apakah terdapat eksim,
radang, ulserasi puting susu, atau benjolan pada ketiak serta edema lengan.
Pada pasien ini didapatkan adanya benjolan di payudara kanan berukuran
15x8 cm disertai adanya nyeri. Warna benjolan kemerahan dibandingkan
dengan kulit disekitarnya, batas tidak tegas, tampak adanya ulkus. Dari

27
palpasi teraba massa dengan konsistensi keras, batas tidak tegas, tefiksir
pada jaringan dibawahnya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
ini dapat didiagnosis kerja dengan tumor mammae dextra suspek
malignancy.
Untuk mendukung pemeriksaan klinis dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang berupa mamografi, USG dan pemeriksaan patologis
untuk mendeteksi adanya kanker payudara. Setiap ada kecurigaan pada
pemeriksaan fisik dan mamogram, biopsi harus selalu dilakukan. Jenis
biopsi yang dapat dilakukan adalah biopsi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), biopsi terbuka dan
sentinel node biopsy.17,18 Pada pemerikisaan FNAB didapatkan hasil
Papillary tumor susp. Malignancy dd fibroadenoma atipik dan dianjurkan
untuk dilakukan konfirmasi biopsi jaringan.Untuk menegakan diagnosis
pasti, pasien direncanakan untuk dilakukan core biopsy sambil memperbaiki
keadaan umum dari pasien.
Setelah diagnosis ditegakkan perlu ditentukan stadium dari tumor
payudara dari pasien ini. Penentuan stadium dilakukan berdasarkan sistem
TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2016.
Untuk tumor primer (T), pada pasien ini didapatkan benjolan berukuran
15x8 cm, sudah terjadi perubahan warna kulit menjadi merah yang berarti
tumor sudah menginfiltrasi kulit dan massanya sudah terfiksir yang berarti
tumor sudah menginfiltrasi dinding dada. Dengan demikian stadium T-nya
adalah T4. Untuk nodul (N), pada pasien ini tidak ditemukan metastase
KGB reigonal. Untuk metastase (M), dari hasil pemeriksaan X-Foto thoraks
dan USG Abdomen tidak ditemukan adanya tanda-tanda metastase.
Sehingga stadium M-nya adalah M0.
Tatalaksana pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa
yang lengkap dan akurat. Terapi pada kanker payudara selain mempunyai
efek terapi yang diharapkan, juga mempunyai beberapa efek yang tak
diinginkan (adverse effect), sehingga sebelum memberikan terapi haruslah
dipertimbangkan untung ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien
dan keluarga. Apabila terbukti merupakan suatu keganasan, terdapat

28
beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan antara lain dengan pembedahan,
terapi sistemik, dan radioterapi. Terapi definitif belum bisa dilakukan
karena modalitas diagnostik dari pasien belum ada.

29
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus dari seorang wanita berumur


61 tahun dengan pekerjaan IRT, alamat Desa Matungkas, Kecamatan
Likupang, Kabupaten Minahasa selatan Sulawesi Utara, masuk ke RSUP
Prof R. D. Kandou Manado pada tanggal 17 September 2019 dengan
keluhan benjolan di payudara kiri berukuran 15 x 8 cm. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka penderita
didiagnosis kerja dengan tumor mammae dextra (T4N0M0).susp.
malignancy Pasien direncanakan untuk dilakukan core biopsy, dimana
biopsy dilakukan pada tanggal 19 september 2019 untuk menentukan
diagnosis pasti, hasil dari biobsi akan didapatkan setelah 2 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

30
1. Kaneda HJ, Mack J, Kasales CJ, Schetter S. Pediatric and adolescent breast
masses: a review of pathophysiology, imaging, diagnosis, and
treatment. AJR Am J Roentgenol. 2013 Feb. 200 (2):W204-12.
2. Torre LA, Bray F, Siegel RL, Ferlay J, Lortet-Tieulent J, Jemal A. Global
cancer statistics, 2012. CA Cancer J Clin. 2015 Mar. 65(2):87-108
3. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2018. CA Cancer J Clin.
2018 Jan. 68 (1):7-30.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku.
Kedokteran EGC, 2006.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;.
2012.
6. Rodden AM. Common breast concerns. Prim Care Clin Offi ce Pract.
2009;36:103-13.
7. Key T, Appleby P, Barnes I, Reeves G. Endogenous sex hormones and
breast cancer in postmenopausal women: reanalysis of nine prospective
studies. J Natl Cancer Inst. 2002 Apr 17. 94(8):606-16.
8. Giuliano AE, Connolly JL, Edge SB, Mittendorf EA, Rugo HS, Solin LJ, et
al. Breast Cancer-Major changes in the American Joint Committee on
Cancer eighth edition cancer staging manual. CA Cancer J Clin. 2017 Mar
14.
9. Saslow D, Boetes C, Burke W, Harms S, Leach MO, Lehman CD, et al.
American Cancer Society guidelines for breast screening with MRI as an
adjunct to mammography. CA Cancer J Clin. 2007 Mar-Apr. 57 (2):75-89.
10. Lyman GH, Temin S, Edge SB, Newman LA, Turner RR, Weaver DL, et
al. Sentinel lymph node biopsy for patients with early-stage breast cancer:
American Society of Clinical Oncology clinical practice guideline update. J
Clin Oncol. 2014 May 1. 32(13):1365-83.
11. Pruthi S. Detection and evaluation of a palpable breast mass. Concise
Review for Clinicians. Mayo Clin Proc. 2007;76:641-8.

31
12. Jemal A, Ward E, Thun MJ. Recent trends in breast cancer incidence rates
by age and tumor characteristics among U.S. women. Breast Cancer Res.
2007. 9(3):R28.
13. Meisner ALW, Fekrazad MH, Royce ME. Breast disease: benign and
malignant. Med Clin N Am. 2008; 92:1115-41.
14. Miltenburg DM, Speights VO. Benign breast disease. Obstet Gynecol Clin
N Am. 2008;35:285-300.
15. Sjamsuhidajat, Jong D. Buku ajar ilmu bedah: sistem organ dan tindak
bedahnya. Edisi 4. ECG, 2017. Hal 489-91.
16. Singh H, Sethi S, Raber M, Petersen LA. Errors in cancer diagnosis: current
understanding and future directions. J Clin Oncol. 2007; 25:5009.
17. Ashbeck EL, Rosenberg RD, Stauber PM, Key CR. Benign breast biopsy
diagnosis and subsequent risk of breast cancer. Cancer Epidemiol
Biomarkers Prev. 2007 Mar. 16(3):467-72
18. Buist DSM, Abraham L, Lee CI, Lee JM, Lehman C, O'Meara ES, et al.
Breast Biopsy Intensity and Findings Following Breast Cancer Screening in
Women With and Without a Personal History of Breast Cancer. JAMA
Intern Med. 2018 Feb 12.
19. Smith RA, Andrews K, Brooks D, DeSantis CE, Fedewa SA, Lortet-
Tieulent J, et al. Cancer screening in the United States, 2016: A review of
current American Cancer Society guidelines and current issues in cancer
screening. CA Cancer J Clin. 2016 Mar. 66 (2):95-114.
20. Oeffinger KC, Fontham ET, Etzioni R, et al. Breast Cancer Screening for
Women at Average Risk: 2015 Guideline Update From the American
Cancer Society. JAMA. 2015 Oct 20. 314 (15):1599-614.

32
2
Torre LA, Bray F, Siegel RL, Ferlay J, Lortet-Tieulent J, Jemal A.
Global cancer statistics, 2012. CA Cancer J Clin. 2015 Mar.
65(2):87-108
3
Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2018. CA
Cancer J Clin. 2018 Jan. 68 (1):7-30.
4
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran EGC, 2006.
5
Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;. 2012.
6
Rodden AM. Common breast concerns. Prim Care Clin Offi ce Pract. 2009;36:103-13.
7
Key T, Appleby P, Barnes I, Reeves G. Endogenous sex
hormones and breast cancer in postmenopausal women:
reanalysis of nine prospective studies. J Natl Cancer Inst. 2002
Apr 17. 94(8):606-16.
8
Giuliano AE, Connolly JL, Edge SB, Mittendorf EA, Rugo HS,
Solin LJ, et al. Breast Cancer-Major changes in th manual. CA
Cancer J Clin. 2017 Mar 14.
9
Saslow D, Boetes C, Burke W, Harms S, Leach MO, Lehman
CD, et al. American Cancer Society guidelines for breast
screening with MRI as an adjunct to mammography. CA Cancer J
Clin. 2007 Mar-Apr. 57 (2):75-89.
10
Lyman GH, Temin S, Edge SB, Newman LA, Turner RR,
Weaver DL, et al. Sentinel lymph node biopsy for patients with
early-stage breast cancer: American Society of Clinical Oncology
clinical practice guideline update. J Clin Oncol. 2014 May 1.
32(13):1365-83.
11
Pruthi S. Detection and evaluation of a palpable breast mass. Concise Review for Clinicians.
Mayo Clin Proc. 2007;76:641-8.
12
Jemal A, Ward E, Thun MJ. Recent trends in breast cancer
incidence rates by age and tumor characteristics among U.S.
women. Breast Cancer Res. 2007. 9(3):R28.
13
Meisner ALW, Fekrazad MH, Royce ME. Breast disease: benign and malignant. Med Clin N Am.
2008; 92:1115-41.
14
Miltenburg DM, Speights VO. Benign breast disease. Obstet Gynecol Clin N Am. 2008;35:285-
300.
15
Sjamsuhidajat, Jong D. Buku ajar ilmu bedah: sistem organ dan tindak bedahnya. Edisi 4. ECG,
2017. Hal 489-91.
16
Singh H, Sethi S, Raber M, Petersen LA. Errors in cancer diagnosis: current understanding and
future directions. J Clin Oncol. 2007; 25:5009.
Ashbeck EL, Rosenberg RD, Stauber PM, Key CR. Benign
17

breast biopsy diagnosis and subsequent risk of breast


cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2007 Mar. 16(3):467-
72

33
Buist DSM, Abraham L, Lee CI, Lee JM, Lehman C, O'Meara
18

ES, et al. Breast Biopsy Intensity and Findings Following Breast


Cancer Screening in Women With and Without a Personal History
of Breast Cancer. JAMA Intern Med. 2018 Feb 12.

34

Anda mungkin juga menyukai