Anda di halaman 1dari 3

RINDU YANG MENYAKITKAN

Tahun lalu, tepatnya bulan Desember 2017 hari minggu sore baliau merasa tidak enak badan. Biasanya tiga
hari setelah diperiksakan sehat kembali. Tetapi ini kurang lebih sudah tiga hari tidak kunjung sembuh. Beliau
yang aku maksud adalah ayahku sendiri. Sosok ayah yang bertanggung jawab, yang kuat, yang penyabar yang
tak pernah putus asa dan menurut saya segala hal baik ada pada beliau.
Hari Rabu siang saat aku berlatih baris berbaris di sekolah tiba-tiba aku jatuh sakit, jantungku berdebar
kencang tak seperti biasanya, dan perut bagian atasku terasa seperti ditusuk-tusuk. Aku sebagai anak mu, entah
itu firasat atau apa, sepulang dari latihan baris berbaris disekolah, tepatnya sehabis maghrib ibuku mengantar
ayahku ke PKU Muhammadiyah Bantul karena keadaan ayahku yang tidak ada kemajuan sama sekali. Dari
hasil pemeriksaan dokter, ternyata denyut nadi ayahku melebihi orang normal yang seusia dengan beliau.
Setelah diperiksa dengan hasil seperti itu, dokter menanyakan apakah ada keluhan dengan jantung beliau,
tetapi ayahku menjawab tidak ada keluhan apa-apa. Setelah pemeriksaan selesai ayahku hanya diberi obat lalu
di persilahkan untuk pulang.
Ayahku rutin minum obat yang diberikan doker, tetapi setelah obatnya habis tidak ada perubahan semakin
baik. Saudaraku menyarankan agar ayahku diperiksa ke dokter dalam yang bernama Dr. Waisul. Lalu ibuku
mengantar ayahku ke Dr. Waisul. Dr. Waisul memberi saran supaya ayahku dicarikan surat rujukan di
puskesmas untuk diperiksa ke Rumah Sakit Pabembahan Senopati Bantul. Lalu ayahku diperiksakan ke situ,
dan setelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, ternyata ada gangguan di organ jantungnya lebih tepatnya di
bagian katup jantung. Dokter menyarankan agar ayah saya diperiksa secara rutin setiap satu bulan sekali.
Singkat cerita, disamping ayahku pengobatan rutin di Rumah Sakit, saudara-saudaraku menyarankan agar
ayah juga berobat ke pengobatan alternatif maupun herbal. Karena keinginan untuk sembuh beliau begitu
besar, dengan semangat beliau, disamping pengobatan rutin di Rumah Sakit, beliau juga menjalankan
pengobatan-pengobatan lainnya. Ayahku sudah mencoba di beberapa tempat, tetapi hasil yang baik belum juga
kunjung datang.
Masih dengan pengobatan rutin ke rumah sakit, tetapi keadaan ayahku tidak kunjung baik bahkan perut
beliau semakin hari semakin besar. Kata dokter, itulah efek dari sakit dibagian katup jantung beliau. Beliau
juga tetap mencoba pengobatan-pengobatan ditempat lain, bahkan kurang lebih sampai 10 tempat yang beliau
datangi untuk dilakukan pengobatan, tetapi semua itu tidak memberikan pengaruh yang baik buat ayah, hanya
saja ada satu pengobatan yang itu hanya untuk meredakan sakit beliau.
Hari demi hari beliau lewati dengan semangat untuk sembuh dan pengobatan yang di Rumah Sakit terus
beliau lakukan. Tapi entah kenapa setiap ayah saya meminta untuk opname di Rumah Sakit, dengan maksud
supaya beliau bisa ditangani oleh dokter secara intensif, tetapi dokter sekalipun tak pernah mengiyakan
permintaan ayah saya tersebut.

Meskipun beliau sudah tidak bekerja lagi sejak bulan Desember, tetapi di rumah beliau masih tetap bergerak
untuk membantu pekerjaan-pekerjaan rumah, setiap pagi beliau juga keluar rumah untuk mendapat vitamin D,
supaya tidak lemas. Setiap malam ketika anak-anak beliau sedang belajar dan mengalami kesulitan dalan
mengerjakan tugasnya, beliau selalu berusaha untuk membantu mengerjakan. Dengan keadaan beliau yang
seperti itu, beliau tetap melontarkan candaan-candaan kecil seperti waktu beliau benar-benar masih sehat.
Suatu hari ketika adik saya pulang sekolah adik saya melontarkan sebuah kalimat "Yah anterin aku potong
rambut ya". Dan ayah saya menjawab "oke thul, nanti ya kalau udah agak tidak panas". Thul itu panggilan
kesayangan dari keluarga kami untuk satu-satunya anak laki-laki dikeluarga kami. Adik laki-laki saya itu
sebenarnya bernama Putra, aku juga memiliki adik perempuan bernama Bella. Putra itu diantara kami bertiga
anak yang paling dekat dengan ayahku. Dengan kondisi perut ayahku yang lumayan besar. Alhamdulillah
ayahku masih diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk mengendarai motor dan mengantar adikku potong
rambut.
Bulan demi bulan terus berlalu, dengan keadaan ayah saya yang tidak semakin membaik. Tibalah di bulan
suci Ramadhan. Meskipun ayah dalam keadaan sakit, tetapi beliau tetap menjalankan puasa ramadhan seperti
layaknya orang biasa. Terkadan dia bangun paling awal dan pernah beliau malah langsung memasakkan
makanan sahur untuk ayah sendiri, ibu, adik-adik, dan aku. Lalu dilanjutkan beliau membangunkan ibu dan
membangunkan aku. Hari demi hari beliau setiap selesai sholat selalu membaca yasin atau juz amma atau Al-
Quran. Sholat dhuha, sholat tahajud beliau kerjakan. Saat lebaran hampir tiba, aku dan ibuku tiga hari sebelum
lebaran membelikan baju koko buat ayahku. Kami sempat kebingungan memilih baju koko buat ayah, karena
ukuran perut ayah yang seperti itu. Terjadilah perdebatan kecil antara aku dan ibu, "Bu, yang ini saja,
modelnya bagus, warnanya juga bagus (emang sih ukurannya agak kecil)" kataku. Lalu ibu menjawab "Yang
ini saja, warnanya sama, hanya modelnya yang berbeda (ukuran baju yang dibawa ibu emang lebih besar)".
Aku membalas "Tapi modelnya lebih keren yang ini bu (sambil menjukkan lagi baju koko yang kupilih tadi)".
Dan kata ibu "Yang ini saja (kekeh pada pilihan ibu), nanti kalau pilihanmu tidak muat di badan ayah, siapa
yang mau pakai?". Akhirnya aku mengalah "Baik lah bu". Akhirnya kami pulang dengan membeli baju pilihan
ibu.
Saat lebaran tiba, ayahku tetap mengikuti sholat ied di lapangan Dwi Sapta Ringinharjo Bantul. Tetapi
ayahku tidak sholat bersama jamaah-jamaah lain di tikar yang sudah disediakan oleh panitia. Beliau sholatnya
sendirian di dalam mobil yang diparkirkan lumayan jauh dari lapangan. Kata beliau, beliau sholatnya bukan
mengikuti imam yang ada dilapangan, tetapi mengikuti imam yang ada di masjid dekat lapangan. Karena tidak
jauh dari lapangan ada sebuah masjid yang mendirikan sendiri sholat ied nya. Ayahku mengikuti imam yang
ada dimasjid dikarenakan sound imam yang di masjid lebih keras daripada yang dilapangan.
Beberapa hari setelah lebaran, trah keluarga besarku mengadakan syawalan, dan ayahku tetap datang untuk
syawalan, walaupun yang lain duduk di tikar yang ada di lantai sedangkan ayahku duduk dikursi, diakrenakan
perut beliau yang besar membuat kesulitan untuk duduk dibawah. Kurang lebih setengah bulan setelah lebaran
saya ada acara syawalan kelas bersama teman-teman, wali kelas, dan beberapa guru yang diundang dari
pwrwakilan sekolah untuk datang ke syawalan. Seperti biasa, rutinitasku sebelum bepergian, aku selalu
mencium tangan kedua orang tuaku dan berpamitan. Aku bilang sama ayah "Yah, aku mau syawalan kelas
dulu, terus nanti siang ada rapat organisasi di sekolah, sorenya ada acara ketemuan sekaligus syawalan sama
temen SMP". Ayah menjawab lirih "ya nak, hati hati".
Setelah selesai syawalan, kurang lebih pukul 11.30 aku pulang kerumah terlebih dahulu dengan membawa
pulang bekal berupa makanan berupa nasi box. Sesampainya di rumah, aku melihat ayahku sedang duduk di
sofa dekat tv. Lalu aku menawarkan nasi box yang kubawa kepada ayah, "Yah, mau makan nggak?". Ayahku
menjawab "Ya mau, kamu makannya ayam yang sudah dimasakkin ibu aja ya". Lalu aku menjawab "Ya Yah,
nanti gampang". Padahal biasanya ayahku tak pernah mau makan nasi yang aku tawarkan upaya aku sendiri
yang memakannya. Entah kenapa saat itu ayahku mau, dan kata nenekku dan ibuku yang menemani ayah
dirumah mengatakan bahwa tadi ayah juga habis makan nasi. Lalu aku ganti baju, sholat dan berpamitan untuk
pergi rapat organisasi di sekolah.
Sepulang dari rapat, aku mendapatkan cerita dari ibu, bahwa selama aku rapat di sekolah tadi ada puskesmas
keliling yang memeriksa dari rumah ke rumah. Dan ketika sampai dirumahku dokter yang dari puskesma itu
memeriksa ayahku, dan ternyata tensi ayah aaya hanya 60. Yang seharusnya buat orang lain hal seperti itu
tidak kuat baeranjak dari tidurnya, lemas, lesu, tapi entah kenapa ayahku seperti orang yang benar benar sehat.
Setelah pemeriksaan itu, dokter yang dari puskesmas menyarankan agar ayahku dibawa ke Rumah Sakit.
Sore hari kurang lebih pukul 17.00 ayahku dibawa ke Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul. Dan pada
waktu itu aku berada di rumah temanku SMP untuk sekedar berkumpul-kumpul, silaturahim dan syawalan.
Ketika sehabis maghrib, aku dikabari nenekku (ibu dari ibuku) dan omku, bahwa ayahku disuruh opname di
Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul. Setelah mendapat kabar itu,alu aku pulang ke rumah untuk
memastikan keadaan. Aku di rumah hanya ditemani oleh budheku dan saudara sepupuku. Adik-adikku ikut ke
Rumah Sakit semua. Sehabis isya', tanteku, omku, adik-adikku, dan anak dari om dan tanteku yang juga ikut
ke Rumah Sakit pun pulang ke rumah. Malamnya aku dan adik-adikku tidur di rumah dengan ditemani
budheku dan nenekku (ibu dari ayahku).
Kurang lebih pukul 02.30 WIB, tanteku (adik dari ayahku) mengetuk-ngetuk jendela kamarku, aku langsung
terbangun membukakan jendela. Kemudian tanteku menyuruhku membukakan pintu rumah. Lalu ku bukakan
pintu rumah dan nenekku (ibu dari ayahku) juga ikut terbangun. Tanteku masuk rumah langsung memeluk
nenekku sambil menangis dan memberi kabar bahwa ayahku telah tiada. Mendengar hal itu aku langsung
mengatakan innalillahiwainnailaihiroji'un sambil jongkok dan menangis. Lalu diiringi pelukan juga dari
nenekku dan tanteku. Saat itulah aku merasakan tangisan yang begitu hebat, tidak menyangka, tidak percaya
bahwa itu benar-benar tejadi. Lalu tetangga-tetanggaku datang kerumahku untuk menemaniku dan adik-adikku
dirumah, semua yang datang kerumahku, yang menyalami aku dan adik-adikku juga meneteskan air mata.
Hari itu hari Sabtu, bertepatan bahwa aku ada jadwal latihan paskib. Dan aku tidak berangkat latihan lupa
meminta izin kepada pelatih. Ayahku menghembuskan nafas terakhir kalinya kurang lebih pada pukul 02.30
WIB dan tiba rumah pukul 05.30 WIB, karena menunggu ambulance yang mengantarkan ayahku samapi ke
rumah. Sesampainya di rumah, jenazah ayah tidak lama kemudian langsung dimandikan, dikafankan,
disholatkan, aku pun ikut mensholatkan beliau. Banyak sekali orang-orang yang datang untuk menyalatkan
beliau sekaligus takziyah. Beliau memang terkenal kedermawananya, kebaikkannya, kejujurannya. Tak sedikit
orang yang sayang pada beliau, meskipun juga ada yang tidak suka pada beliau. Tepat pukul 14.00 WIB beliau
dimakamkan di tempat pemakaman Sasono Purnoloyo. Selama sebelum ayah dimakamkan adik-adikku, aku,
apalagi ibuku tak berhenti menangis untuk mempercayai akan hal itu benar-benar terjadi. Adik-adikku saat itu
sudah kelas 3 dan 4 Sekolah Dasar, mereka sudah sedikit mengerti akan kejadian seperti ini.
Hari demi hari terus kami lalui tanpa sosok beliau, kami memang butuh waktu untuk menerima dan
mensikapi kejadian seperti ini. Tidak selamanya kami merasakan keterpurukan. Suatu malam, ketika aku
belum tidur, aku merindukan sosokmu ayah, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku hanya manangis
dan selalu berdoa untuknya. Sebelumnya aku tak pernah merasakan rindu yang sesakit, sehebat ini, karena
rinduku tak akan pernah terwujudkan untuk bertemu denganmu di dunia ini. Aku rindu setiap pagi saat aku
mau berangkat ke sekolah, mendatangi ke kamar bekiau untuk mencium tangan beliau, memohon doa restu
akan berangkat ke sekolah ataupun mau bepergian kemanapun. Semua ini hanya impianku belaka untuk saat
ini dan seterusnya. Karena sesungguhnya beliau memang tak kan hadir lagi di tengah-tengah kehidupan
keluarga kami, yang masih sangat membutuhkan sosok beliau. Jujur sampai saat ini aku masih berusaha untuk
mengikhlaskan semua kejadian ini, aku sangat iri dengan teman-temanku yang masih mempunyai orang tua
lengkap, terkadang aku juga kasihan melihat adik-adikku yang sejak kecil telah ditinggalkan sesosok ayahnya,
sedangkan teman lainnya masih bisa bersenang-senang dengan kedua orang tuanya. Suatu ketika, aku juga
sempat terpikirkan bahwa adekku yang bernama Putra itu, belum cukup lancar untuk melontarkan adzan, aku
bersedih karena bukan sosokmu lah yang akan membimbing dia samapi lancar untuk melontarkan suara adzan.
Tetapi aku juga bersyukur, karena iqomah yang beliau ajarkan kepada adikku, pernah beliau dengar saat adikku
mengumandangkan iqomah beberapa kali dimasjid waktu beliau masih ada di dunia ini.
Tetapi disisi lain aku juga berpikir, dengan seperti ini beliau tidak akan pernah merasakan sakit yang begitu
hebat, sampai-sampai Allah SWT memberikan obat terbaikknya dengan hal seperti ini. Semoga Allah SWT
selalu memudahkan setiap jalan beliau, mengampuni segala keburukan yang pernah beliau perbuat, menerima
segala amal kebaikan yang telah banyak beliau persembahkan saat beliau berada di dunia ini, dan semoga
Allah SWT selalu mengabulkan doa-doa terbaik dari anak beliau yang insyaAllah sholeh dan sholehah ini.
Cintailah, sayangilah, buat mereka bahagialah, jangan sampai membuat sakit hati kedua orang tuamu selama
mereka masih ada di dunia ini. Karena suatu saat nanti, ketika orang tuamu telah tiada, kamu akan merasakan
arti kerinduan, keikhlasan yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai