Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TEKNIK PENGUKURAN FREKUENSI TINGGI

REV : 00

Resume Karakterisktik Directional Coupler

Oleh :

Kelas 3NK

1. Asep Maulana 171344003


2. Nurjanijan Madhatillah 171344026
3. Rosdiana Nursita H 171344027
4. Yunan Puspaning M 171344032

Tanggal Pengumpulan Laporan : 18 September 2019

Politeknik Negeri Bandung

Teknik Elektro

D4 - Teknik Telekomunikasi

2019
1. Judul : Karakteristik Directional Coupler
2. Pembicara : Alan Wolke
3. Tujuan :
3.1. Mengetahui Spesifikasi dari Directional Coupler
3.2. Mengetahui cara pengukuran karakteristik Directional Coupler
3.3. Membandingkan nilai dari hasil pengukuran dengan datasheet

4. Teori Dasar
Directional Coupler adalah sebuah komponen yang digunakan untuk mengukur pantulan, dan
mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sinyal. Directional coupler sering digunakan untuk
pengukuran pada frekuensi radio. Tetapi, bisa juga digunakan untuk pengukuran pada frekuensi-
frekuensi rendah. Directional Coupler dengan seri ZFDC-20-5+ (0.1 – 2000) MHz memiliki 3 port,
yaitu : input port, coupled port, dan output port. Berikut ini adalah diagram skematik dari Directional
Coupler yang digunakan kali ini.

Gambar 4.1 Diagram Skematik Directional Coupler

Pada Directional Coupler ZFDC-20-5+ terdapat sebuah garis yang berwarna merah dari input
ke output yang mana merupakan main trasmission line path atau disebut juga main line. Main line
memiliki nilai loss jika dilihat dari datasheetnya berkisar antara 1dB, meskipun begitu nilainya
bervariasi berdasarkan pada frekuensinya juga. Selain main line terdapat juga yang dinamakan
coupled line yang ditandai dengan garis berwarna biru, yang mana prinsip kerjanya adalah apabila
ada sinyal yang ditransmisikan dari input ke output, sebagain dari sinyal tersebut akan dicuplik
(Coupled) ke coupled line.
Directional coupler yang baik yaitu terbuat dari coupled strip line atau RF transformer yang
memiliki rentang frekuensi yang dapat digunakan, biasanya rentang frekuensi dapat dilihat pada
datasheet, untuk tipe ZFDC-20+5 memiliki rentang frekuensi 10-1000 Mhz.
Parameter-parameter atau beberapa karakteristik dari Directional Coupler adalah sebagai
berikut.
1. Main Line Loss atau Insertion Loss (IL)

Saat sinyal melewati suatu saluran, sistem, maupun sebuah komponen, pasti ada sejumlah daya
yang hilang saat proses transmisi tersebut. Proses transmisi akan mentransmisikan sinyal dari input
port ke output port. Peristiwa hilangnya daya tersebut disebut Insertion Loss. Untuk menghitung
nilai IL dapat dihitung dengan rumus :

Vin Pin
IL(dB)  20 log atau IL (dB)  10 log
Vout Pout

2. Coupling Factor (Cf)

Coupling Factor akan menyatakan berapa banyak daya yang dikopel ke couple port, yang mana
nilainya akan bervariasi tergantung frekuensi yang digunakan atau diinputkan. Misalkan suatu
coupler mempunyai Cf = 3 dB, berarti 50% daya dari sinyal dikopel ke couple port dan sisa dayanya
diteruskan ke output port. Contoh lainnya misal nilai Cf = 30 dB, maka 0.1% daya dari sinyal dikopel
ke couple port dan 99.9% dayanya diteruskan ke output port pada directional coupler. Untuk
menghitung coupling factor dapat digunakan rumus :

Vin Pin
Cf (dB)  20 log atau Cf (dB)  10 log
Vcpl Pcpl

3. Directivity (Dir)

Directivity merupakan kemampuan suatu Directional Coupler untuk membedakan tegangan


sinyal datang (incident) dengan sinyal yang tidak diinginkan atau sinyal pantul (reflected). Nilai
Directivity dikatakan semakin baik bila nilainya semakin besar. Nilai tersebut merupakan seberapa
baik port atau coupler mengisolasi dua sinyal tersebut (sinyal datang dan pantul) pada couple port
dalam Directional Coupler. Untuk menghitung Directivity dapat digunakan rumus :

Vref Pr ef
Dir  20 log atau Dir  10 log
Vinc Pinc
5. Alat dan Komponen yang digunakan
a. Directional Coupler dari Mini-Circuits ZFDC-20-5+ ( 0.1 – 2000 ) Mhz

Gambar
Gambar 5.1 Directional Coupler ZDFC-20-5+ Gambar 5.2 Electrical Schematic
Tabel 5.1 Typical Performance Data

b. Function Generator

Gambar 5.3 Function Generator

c. Kabel Koaksial

Gambar 5.4 Kabel Koaksial


d. Mixed Domain Oscilloscope

Gambar 5.5 Bentuk Mixed Domain Oscilloscope


e. Spectrum Analyzer

Gambar 5.6 Bentuk Spectrum Analyzer ADVANTEST U3641

f. Attenuator atau peredam 10 dB

Gambar 5.7 Bentuk Attenuator 10 dB

g. SWR Analyzer

Gambar 5.8 Bentuk SWR Analyzer MFJ 259-B


6. Setup Pengukuran
Secara garis besar, praktikum yang ada pada video kali ini adalah sebagai berikut.

Gambar 6.1 Setup Pengukuran

Gambar 6.2 Blok Diagram Pengukuran

7. Resume Percobaan dan Analisa


Bagian 1 : Penjelasan Directional Coupler dan Data Sheet-nya
Pada video yang di publikasikan pada tanggal 5 Juli 2014, Pembicara menjelaskan tentang
karakteristik, spesifikasi directional coupler. Coupler yang digunakan adalah ZFDC-20-5+
(Directional Coupler, 0.1- 2000 MHz, 50Ω) dari mini circuit.
Directional coupler dijelaskan melalui skema elektrik berikut ini :

Gambar 7.1 Electrical Schematic dari Directional Coupler

Pada Coupler ZFDC-20-5+ terdapat sebuah garis yang berwarna merah dari input ke output
merupakan main trasmission line path atau disebut juga main line . Main line memiliki nilai
loss yang sangat kecil yaitu kurang dari 1db, meskipun begitu nilainya tetap tergantung pada
frekuensinya juga. Selain main line terdapat juga yang dinamakan a coupled line ditandai
dengan garis berwarna biru, Prinsip kerjanya adalah apabila ada daya yang ditransmisikan dari
input ke ouput, sebagain dari daya tersebut akan digabungkan/ ditambahkan (Coupled) ke
coupled line namun hal tersebut hanya terjadi pada sinyal yang di transmisikan dari dari input
ke output. Untuk sinyal yang ditransmisikan dari arah kebalikan juga terjadi pengkoplingan
namun hanya sedikit. Faktanya sebuah Directional coupler merupakan perangkat dua arah
dimana alat ini memiliki dua line couple (CPL) namun pada directional coupler ini hanya
memiliki satu kopling output, yang berarti kopling output dari arah output ke input akan di
terminasikan secara internal (internal termination). Directional coupler yang baik yaitu terbuat
dari coupled strip line atau RF transformer yang memiliki rentang frekuensi yang dapat
digunakan, biasanya rentang frekuensi dapat dilihat pada datasheet, untuk tipe ZFDC-20-5+
memiliki rentang frekuensi 0.1-2000 Mhz.

Bagian 2 : Karakteristik Directional Coupler


Karakteristik directional couple dapat dilihat berdasarkan:
1. Main line loss (dB) 3. Directivity (dB)
2. Coupling (dB) 4. Return loss (dB)

Berikut penjelasannya:
Main line loss adalah loss yang terjadi di mainline (input ke output) dimana nilai loss ini sangat
kecil tergantung berapa frekuensi yang di inputkan, pada data sheet dapat dilihat pada frekuensi
yang kecil nilainya akan mendekati 1dB dan nilainya hampir mendekati 2dB ketika frekuensi
dinaikan sampai 2000Mhz, dapat disimpulkan bahwa loss yang dihasilkan akibat trasmisi daya
dari input-output sangatlah kecil.

Coupling yaitu loss yang terjadi pada line coupling (input ke couple) dimana kita dapat melihat
berapa nilai yang di couple dari input dengan cara mengurangi sinyal input dengan nilai
coupling. Berdasarkan data sheet nilai dari Coupling yaitu mendekati 20dB (±20dB), dapat
diartikan bahwa sinyal output yang berasal dari output coupled line memiliki nilai lebih kecil
±20dB dari sinyal input yang ditransmisikan melalui main line. Lalu terkait dengan tegangan,
terdapat faktor 10x, berikut penjelasan dari praktikum yang dilakukan :
 Input yang diberikan pada coupler yaitu 20MHz dari function generator (225mV)
 Output dari coupler dihubungkan dengan Ch1, setelah diukur bernilai 225mV
 Output coupled port dihubungkan dengan Ch2, setelah diukur bernilai 23.7mV
Untuk lebih lanjut perhatikan gambar 7.2.
Sinyal Output = 225mV

Sinyal Couple = 23.7mV

Gambar 7.2 Sinyal Output saat Coupling

Pada osiloskop diberikan skala yang sama untuk Ch1 dan Ch2 yaitu 100mV. Pada tampilan
diatas dapat dilihat terjadi perbedaan amplitudo sebesar 10x antara sinyal coupled dengan sinyal
output coupler (main line). Dan nilai coupled yang dihasilkan yaitu 23.7mV masih dapat
ditolerasi dengan melihat data sheet dimana nilainya ±20dB atau mendekati 20dB (Coupler
20dB). Rasio perbandingan daya yang dihasilkan coupled port yaitu 1/10 dari daya main line.
Selain itu sinyal output yang berasal dari output coupled line memiliki nilai lebih kecil ±20dB
dari sinyal input yang ditransmisikan melalui main line.

Jika kita ingin mengukur berapa dB yang berkurang pada port couple dibandingkan dengan
coupling factor-nya saat posisi input diberikan ke port output sedangkan output dilihat dari port
input, seharusnya daya yang di-couple itu hampir tidak akan terlihat pada osiloskop. Jika ingin
memprediksi output dari couple port harus memerhatikan juga nilai Directivity dan Coupling
Factor yang ada di dalam datasheet Directional Coupler yang kita gunakan. Untuk tipe ini,
rangenya berkisar 30-35 dB, yang artinya kita akan memperoleh sinyal yang dayanya berkurang
 55 dB dayanya dari sinyal yang ada di main line saat posisi input dan output dibalik atau
reverse direction. Penyebab sinyal di couple port kecil dikarenakan tidak ada daya yang
dipantulkan saat posisi input dan output itu dibalik karena amplitudonya sangat kecil.

Sedangkan jika kita mengatur terminasi di port osiloskop sebesar 1MΩ lalu dihubungkan ke
output coupler, nantinya daya yang datang ke input channel di osiloskop akan dipantulkan
kembali ke generator sinyal (kondisi ini dalam forward direction. Pada osiloskop nantinya kan
terbaca sinyal pantul dari couple port sebesar 24mV yang mana merupakan nilai yang sangat
kecil. Kesimpulannya, jika kita memasangkan terminasi 50Ω tidak akan ada sinyal pantul atau
daya yang dipantulkan, sedangkan saat kita melakukan misterminasi atau pad terminasi tidak
dipasang, maka akan terjadi pantulan. Lebih jelasnya perhatikan gambar 7.3.
Gambar 7.3 Sinyal Pantul (biru) Saat Reverse Direction

Maka dari itu, kegunaan lain dari Directional Coupler saat difungsikan secara :
 Forward Direction : - Melihat sinyal yang dikirim ke beban
 Couple Port : - Penghitung frekuensi
- Spectrum Analyzer
- Power Control Loop
 Reverse Direction : - mengukur daya pantul dari beban
- mengukur banyaknya daya yang dipantulkan dari beban, beban
bisa berupa antena, amplifier, dll.

Memfungsikan Coupler menjadi Spectrum Analyzer


Fungsi kita melakukan hal ini adalah untuk mengatur rentang frekuensi ke sistem antena, dan
juga untuk mengukur apakah antena dengan saluran ber-resonansi atau tidak.
Untuk mempraktikannya, dapat digunakan cara berikut ini.

 Antena dihubungkan di input coupler


 Output coupler dihubungkan ke spectrum analyzer dan tracking generator

 Tempatkan attenuator atau peredam 10 dB di output tracking generator. Fungsi dari


peredam ini adalah untuk menjaga impedansi yang beban dalam tracking generator lihat itu
konstan, bahkan jika sinyal input dari peredam tersebut bervariasi melebihi frekuensi antena

 Output dari tracking generator yang sudah diberi peredam tersebut merupakan sinyal output
coupler . Sinyal yang terukur tersebut merupakan representasi daya pantul dari antena.

 Selanjutnya kita mengatur center frequency pada spectrum analyzer sebesar 20 MHz dengan
span 10 MHz juga kondisi antena sudah di-tuning secara kasar. Saat tracking generator
diaktifkan, nantinya akan terlihat kurva seperti berikut.
Gambar 7.4 Kurva Return Loss

Terlihat di antara frekuensi 10-30MHz pada suatu frekuensi ada yang menukik atau selanjutnya
disebut dip (lihat tanda merah). Dip ini merepresentasikan return loss, yang mana return loss
ini merupakan mengukur seberapa match beban dengan transmission line. Semakin kecil dBnya
maka nilainya semakin baik, berarti kita punya lebih sedikit daya yang kembali dipantulkan.
Dari kurva di atas juga dapat dilihat bahwa banyak daya yang dipantulkan bahkan hampir
semuanya. Ada juga frekuensi yang mana antena menyerap dan memancarkan semua dayanya.

Setelahnya kita akan me-normalisasi kurva di atas, agar nantinya coupler dapat memantulkan
seluruh daya yang ada dan dapat dijadikan referensi pengukuran return loss. Untuk
menormalisasi kurva dapat dilakukan cara berikut.

 Antena yang semula terpasang pada coupler dilepas

 Saat antena dilepas akan didapatkan flat line di frekuensi 10 hingga 30 MHz. Kurva atau
garis tersebut menandakan semua daya dipantulkan (maximal coupled output).

 Spectrum Analyzer diatur ke mode math > normalize > instant normalize. Analyzer akan
mengukur nilai dari kurva garis tadi dan memunculkan garis merah, yang mana garis merah
tersebut sebenarnya adalah flat line. Semua pengukuran akan mengacu terhadap garis merah ini

 Antena kembali dipasang (kabel koaksial dihubungkan ke antena).

 Pada analyzer diperoleh output dua buah kurva seperti pada gambar berikut.
: Normalisasi
: Return Loss
: Penanda

Gambar 7.5 Kurva Normalisasi dan Return Loss

 Atur atau geser penanda (marker) yang ada pada analyzer ke dip. Pada praktikum ini didapat
nilai frekuensi pada dip tersebut adalah 18.10 MHz dengan daya -15.70 dB dengan mengacu
pada kurva yang sudah dinormalisasi.

Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa Return Loss ber-resonansi dengan antena
(match dengan antena) saat nilai RL-nya sekitar 15.70 dB.

Pengukuran SWR (Standing Wave Ratio)

Setelah mendapatkan nilai Return Loss, kita juga dapat menghitung SWR atau Standing Wave
Ratio. Dari datasheet dapat dilihat bahwa saat nilai RL-nya sekita 15.747 dB maka VSWRnya
adalah 1.39. Perlu diketahui bahwa bila VSWR berada di antara 1-1.5 mendekati kualitas yang
baik, sedangkan dibawah 2 hingga 1 nilai VSWR masih dapat ditoleransi. Kesimpulannya
adalah saat frekuensi yang digunakan sekitar 18.0 MHz, SWR harus sekitar 1.4 hingga 1, yang
mana dapat diukur dengan SWR Analyzer juga. Untuk mengukur SWR menggunakan SWR
Analyzer dapat memerhatikan langkah-langkah berikut ini.

 SWR Analyzer yang digunakan bertipe MFJ 259 (lihat gambar 5.5)

 Antena dihubungkan ke test port pada SWR Analyzer.

 Atur frekuensi yang ada pada SWR Analyzer pada frekuensi (mengacu ke dip) yang
sebelumnya sudah diperoleh yaitu sekitar 18.0 MHz.

 Pada display SWR Analyzer diperoleh nilai SWR = 1.4 . Nilai ini cocok dengan pengukuran
dan datasheet. Perhatikan gambar 7.6.
Gambar 7.6 Pengukuran SWR dengan SWR Analyzer

Kesimpulannya adalah dalam mengukur SWR-nya dapat menggunakan spectrum analyzer dan
tracking generator maupun menggunakan SWR Analyzer. Kelebihan menggunakan spectrum
analyzer dan tracking generator adalah dapat melihat sinyalnya yang mana mulanya berasal
dari pengukuran Return Loss, sedangkan kelebihan menggunakan SWR Analyzer adalah kita
akan cepat mendapatkan nilai SWR-nya tanpa harus mengecek datasheet Directional Coupler
yang digunakan.

8. Kesimpulan

 Directional coupler merupakan perangkat dua arah dimana alat ini memiliki dua line couple
(CPL) namun pada directional coupler ini hanya memiliki satu kopling output, yang berarti
kopling output dari arah output ke input akan di terminasikan secara internal (internal
termination).

 Karakteristik Directional Coupler dapat dilihat berdasarkan Main line loss (dB), Coupling (dB),
Directivty (dB) dan Return loss (dB).
 Main line loss adalah loss yang terjadi di mainline (input ke output) dimana nilai loss ini sangat
kecil tergantung berapa frekuensi yang di inputkan.
 Coupling yaitu loss yang terjadi pada line coupling (input ke couple) dimana kita dapat melihat
berapa nilai yang di-couple dari input dengan cara mengurangi sinyal input dengan nilai
coupling.
 Directivity merupakan kemampuan coupler untuk membedakan tegangan pantul dengan
tegangan datang. Directivity sendiri sebenarnya tidak dapat diukur namun nilainya berada dalam
datasheet.
 Sedangkan Return Loss merupakan mengukur seberapa match beban dengan transmission line.
Semakin kecil dBnya maka nilainya semakin baik, berarti kita punya lebih sedikit daya yang
kembali dipantulkan.
 Dalam mengukur SWR-nya dapat menggunakan spectrum analyzer dan tracking generator
maupun menggunakan SWR Analyzer. Kelebihan menggunakan spectrum analyzer dan
tracking generator adalah dapat melihat sinyalnya yang mana mulanya berasal dari pengukuran
Return Loss, sedangkan kelebihan menggunakan SWR Analyzer adalah kita akan cepat
mendapatkan nilai SWR-nya tanpa harus mengecek datasheet Directional Coupler yang
digunakan.

Anda mungkin juga menyukai