REV : 00
Oleh :
Kelas 3NK
Teknik Elektro
D4 - Teknik Telekomunikasi
2019
1. Judul : Karakteristik Directional Coupler
2. Pembicara : Alan Wolke
3. Tujuan :
3.1. Mengetahui Spesifikasi dari Directional Coupler
3.2. Mengetahui cara pengukuran karakteristik Directional Coupler
3.3. Membandingkan nilai dari hasil pengukuran dengan datasheet
4. Teori Dasar
Directional Coupler adalah sebuah komponen yang digunakan untuk mengukur pantulan, dan
mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sinyal. Directional coupler sering digunakan untuk
pengukuran pada frekuensi radio. Tetapi, bisa juga digunakan untuk pengukuran pada frekuensi-
frekuensi rendah. Directional Coupler dengan seri ZFDC-20-5+ (0.1 – 2000) MHz memiliki 3 port,
yaitu : input port, coupled port, dan output port. Berikut ini adalah diagram skematik dari Directional
Coupler yang digunakan kali ini.
Pada Directional Coupler ZFDC-20-5+ terdapat sebuah garis yang berwarna merah dari input
ke output yang mana merupakan main trasmission line path atau disebut juga main line. Main line
memiliki nilai loss jika dilihat dari datasheetnya berkisar antara 1dB, meskipun begitu nilainya
bervariasi berdasarkan pada frekuensinya juga. Selain main line terdapat juga yang dinamakan
coupled line yang ditandai dengan garis berwarna biru, yang mana prinsip kerjanya adalah apabila
ada sinyal yang ditransmisikan dari input ke output, sebagain dari sinyal tersebut akan dicuplik
(Coupled) ke coupled line.
Directional coupler yang baik yaitu terbuat dari coupled strip line atau RF transformer yang
memiliki rentang frekuensi yang dapat digunakan, biasanya rentang frekuensi dapat dilihat pada
datasheet, untuk tipe ZFDC-20+5 memiliki rentang frekuensi 10-1000 Mhz.
Parameter-parameter atau beberapa karakteristik dari Directional Coupler adalah sebagai
berikut.
1. Main Line Loss atau Insertion Loss (IL)
Saat sinyal melewati suatu saluran, sistem, maupun sebuah komponen, pasti ada sejumlah daya
yang hilang saat proses transmisi tersebut. Proses transmisi akan mentransmisikan sinyal dari input
port ke output port. Peristiwa hilangnya daya tersebut disebut Insertion Loss. Untuk menghitung
nilai IL dapat dihitung dengan rumus :
Vin Pin
IL(dB) 20 log atau IL (dB) 10 log
Vout Pout
Coupling Factor akan menyatakan berapa banyak daya yang dikopel ke couple port, yang mana
nilainya akan bervariasi tergantung frekuensi yang digunakan atau diinputkan. Misalkan suatu
coupler mempunyai Cf = 3 dB, berarti 50% daya dari sinyal dikopel ke couple port dan sisa dayanya
diteruskan ke output port. Contoh lainnya misal nilai Cf = 30 dB, maka 0.1% daya dari sinyal dikopel
ke couple port dan 99.9% dayanya diteruskan ke output port pada directional coupler. Untuk
menghitung coupling factor dapat digunakan rumus :
Vin Pin
Cf (dB) 20 log atau Cf (dB) 10 log
Vcpl Pcpl
3. Directivity (Dir)
Vref Pr ef
Dir 20 log atau Dir 10 log
Vinc Pinc
5. Alat dan Komponen yang digunakan
a. Directional Coupler dari Mini-Circuits ZFDC-20-5+ ( 0.1 – 2000 ) Mhz
Gambar
Gambar 5.1 Directional Coupler ZDFC-20-5+ Gambar 5.2 Electrical Schematic
Tabel 5.1 Typical Performance Data
b. Function Generator
c. Kabel Koaksial
g. SWR Analyzer
Pada Coupler ZFDC-20-5+ terdapat sebuah garis yang berwarna merah dari input ke output
merupakan main trasmission line path atau disebut juga main line . Main line memiliki nilai
loss yang sangat kecil yaitu kurang dari 1db, meskipun begitu nilainya tetap tergantung pada
frekuensinya juga. Selain main line terdapat juga yang dinamakan a coupled line ditandai
dengan garis berwarna biru, Prinsip kerjanya adalah apabila ada daya yang ditransmisikan dari
input ke ouput, sebagain dari daya tersebut akan digabungkan/ ditambahkan (Coupled) ke
coupled line namun hal tersebut hanya terjadi pada sinyal yang di transmisikan dari dari input
ke output. Untuk sinyal yang ditransmisikan dari arah kebalikan juga terjadi pengkoplingan
namun hanya sedikit. Faktanya sebuah Directional coupler merupakan perangkat dua arah
dimana alat ini memiliki dua line couple (CPL) namun pada directional coupler ini hanya
memiliki satu kopling output, yang berarti kopling output dari arah output ke input akan di
terminasikan secara internal (internal termination). Directional coupler yang baik yaitu terbuat
dari coupled strip line atau RF transformer yang memiliki rentang frekuensi yang dapat
digunakan, biasanya rentang frekuensi dapat dilihat pada datasheet, untuk tipe ZFDC-20-5+
memiliki rentang frekuensi 0.1-2000 Mhz.
Berikut penjelasannya:
Main line loss adalah loss yang terjadi di mainline (input ke output) dimana nilai loss ini sangat
kecil tergantung berapa frekuensi yang di inputkan, pada data sheet dapat dilihat pada frekuensi
yang kecil nilainya akan mendekati 1dB dan nilainya hampir mendekati 2dB ketika frekuensi
dinaikan sampai 2000Mhz, dapat disimpulkan bahwa loss yang dihasilkan akibat trasmisi daya
dari input-output sangatlah kecil.
Coupling yaitu loss yang terjadi pada line coupling (input ke couple) dimana kita dapat melihat
berapa nilai yang di couple dari input dengan cara mengurangi sinyal input dengan nilai
coupling. Berdasarkan data sheet nilai dari Coupling yaitu mendekati 20dB (±20dB), dapat
diartikan bahwa sinyal output yang berasal dari output coupled line memiliki nilai lebih kecil
±20dB dari sinyal input yang ditransmisikan melalui main line. Lalu terkait dengan tegangan,
terdapat faktor 10x, berikut penjelasan dari praktikum yang dilakukan :
Input yang diberikan pada coupler yaitu 20MHz dari function generator (225mV)
Output dari coupler dihubungkan dengan Ch1, setelah diukur bernilai 225mV
Output coupled port dihubungkan dengan Ch2, setelah diukur bernilai 23.7mV
Untuk lebih lanjut perhatikan gambar 7.2.
Sinyal Output = 225mV
Pada osiloskop diberikan skala yang sama untuk Ch1 dan Ch2 yaitu 100mV. Pada tampilan
diatas dapat dilihat terjadi perbedaan amplitudo sebesar 10x antara sinyal coupled dengan sinyal
output coupler (main line). Dan nilai coupled yang dihasilkan yaitu 23.7mV masih dapat
ditolerasi dengan melihat data sheet dimana nilainya ±20dB atau mendekati 20dB (Coupler
20dB). Rasio perbandingan daya yang dihasilkan coupled port yaitu 1/10 dari daya main line.
Selain itu sinyal output yang berasal dari output coupled line memiliki nilai lebih kecil ±20dB
dari sinyal input yang ditransmisikan melalui main line.
Jika kita ingin mengukur berapa dB yang berkurang pada port couple dibandingkan dengan
coupling factor-nya saat posisi input diberikan ke port output sedangkan output dilihat dari port
input, seharusnya daya yang di-couple itu hampir tidak akan terlihat pada osiloskop. Jika ingin
memprediksi output dari couple port harus memerhatikan juga nilai Directivity dan Coupling
Factor yang ada di dalam datasheet Directional Coupler yang kita gunakan. Untuk tipe ini,
rangenya berkisar 30-35 dB, yang artinya kita akan memperoleh sinyal yang dayanya berkurang
55 dB dayanya dari sinyal yang ada di main line saat posisi input dan output dibalik atau
reverse direction. Penyebab sinyal di couple port kecil dikarenakan tidak ada daya yang
dipantulkan saat posisi input dan output itu dibalik karena amplitudonya sangat kecil.
Sedangkan jika kita mengatur terminasi di port osiloskop sebesar 1MΩ lalu dihubungkan ke
output coupler, nantinya daya yang datang ke input channel di osiloskop akan dipantulkan
kembali ke generator sinyal (kondisi ini dalam forward direction. Pada osiloskop nantinya kan
terbaca sinyal pantul dari couple port sebesar 24mV yang mana merupakan nilai yang sangat
kecil. Kesimpulannya, jika kita memasangkan terminasi 50Ω tidak akan ada sinyal pantul atau
daya yang dipantulkan, sedangkan saat kita melakukan misterminasi atau pad terminasi tidak
dipasang, maka akan terjadi pantulan. Lebih jelasnya perhatikan gambar 7.3.
Gambar 7.3 Sinyal Pantul (biru) Saat Reverse Direction
Maka dari itu, kegunaan lain dari Directional Coupler saat difungsikan secara :
Forward Direction : - Melihat sinyal yang dikirim ke beban
Couple Port : - Penghitung frekuensi
- Spectrum Analyzer
- Power Control Loop
Reverse Direction : - mengukur daya pantul dari beban
- mengukur banyaknya daya yang dipantulkan dari beban, beban
bisa berupa antena, amplifier, dll.
Output dari tracking generator yang sudah diberi peredam tersebut merupakan sinyal output
coupler . Sinyal yang terukur tersebut merupakan representasi daya pantul dari antena.
Selanjutnya kita mengatur center frequency pada spectrum analyzer sebesar 20 MHz dengan
span 10 MHz juga kondisi antena sudah di-tuning secara kasar. Saat tracking generator
diaktifkan, nantinya akan terlihat kurva seperti berikut.
Gambar 7.4 Kurva Return Loss
Terlihat di antara frekuensi 10-30MHz pada suatu frekuensi ada yang menukik atau selanjutnya
disebut dip (lihat tanda merah). Dip ini merepresentasikan return loss, yang mana return loss
ini merupakan mengukur seberapa match beban dengan transmission line. Semakin kecil dBnya
maka nilainya semakin baik, berarti kita punya lebih sedikit daya yang kembali dipantulkan.
Dari kurva di atas juga dapat dilihat bahwa banyak daya yang dipantulkan bahkan hampir
semuanya. Ada juga frekuensi yang mana antena menyerap dan memancarkan semua dayanya.
Setelahnya kita akan me-normalisasi kurva di atas, agar nantinya coupler dapat memantulkan
seluruh daya yang ada dan dapat dijadikan referensi pengukuran return loss. Untuk
menormalisasi kurva dapat dilakukan cara berikut.
Saat antena dilepas akan didapatkan flat line di frekuensi 10 hingga 30 MHz. Kurva atau
garis tersebut menandakan semua daya dipantulkan (maximal coupled output).
Spectrum Analyzer diatur ke mode math > normalize > instant normalize. Analyzer akan
mengukur nilai dari kurva garis tadi dan memunculkan garis merah, yang mana garis merah
tersebut sebenarnya adalah flat line. Semua pengukuran akan mengacu terhadap garis merah ini
Pada analyzer diperoleh output dua buah kurva seperti pada gambar berikut.
: Normalisasi
: Return Loss
: Penanda
Atur atau geser penanda (marker) yang ada pada analyzer ke dip. Pada praktikum ini didapat
nilai frekuensi pada dip tersebut adalah 18.10 MHz dengan daya -15.70 dB dengan mengacu
pada kurva yang sudah dinormalisasi.
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa Return Loss ber-resonansi dengan antena
(match dengan antena) saat nilai RL-nya sekitar 15.70 dB.
Setelah mendapatkan nilai Return Loss, kita juga dapat menghitung SWR atau Standing Wave
Ratio. Dari datasheet dapat dilihat bahwa saat nilai RL-nya sekita 15.747 dB maka VSWRnya
adalah 1.39. Perlu diketahui bahwa bila VSWR berada di antara 1-1.5 mendekati kualitas yang
baik, sedangkan dibawah 2 hingga 1 nilai VSWR masih dapat ditoleransi. Kesimpulannya
adalah saat frekuensi yang digunakan sekitar 18.0 MHz, SWR harus sekitar 1.4 hingga 1, yang
mana dapat diukur dengan SWR Analyzer juga. Untuk mengukur SWR menggunakan SWR
Analyzer dapat memerhatikan langkah-langkah berikut ini.
SWR Analyzer yang digunakan bertipe MFJ 259 (lihat gambar 5.5)
Atur frekuensi yang ada pada SWR Analyzer pada frekuensi (mengacu ke dip) yang
sebelumnya sudah diperoleh yaitu sekitar 18.0 MHz.
Pada display SWR Analyzer diperoleh nilai SWR = 1.4 . Nilai ini cocok dengan pengukuran
dan datasheet. Perhatikan gambar 7.6.
Gambar 7.6 Pengukuran SWR dengan SWR Analyzer
Kesimpulannya adalah dalam mengukur SWR-nya dapat menggunakan spectrum analyzer dan
tracking generator maupun menggunakan SWR Analyzer. Kelebihan menggunakan spectrum
analyzer dan tracking generator adalah dapat melihat sinyalnya yang mana mulanya berasal
dari pengukuran Return Loss, sedangkan kelebihan menggunakan SWR Analyzer adalah kita
akan cepat mendapatkan nilai SWR-nya tanpa harus mengecek datasheet Directional Coupler
yang digunakan.
8. Kesimpulan
Directional coupler merupakan perangkat dua arah dimana alat ini memiliki dua line couple
(CPL) namun pada directional coupler ini hanya memiliki satu kopling output, yang berarti
kopling output dari arah output ke input akan di terminasikan secara internal (internal
termination).
Karakteristik Directional Coupler dapat dilihat berdasarkan Main line loss (dB), Coupling (dB),
Directivty (dB) dan Return loss (dB).
Main line loss adalah loss yang terjadi di mainline (input ke output) dimana nilai loss ini sangat
kecil tergantung berapa frekuensi yang di inputkan.
Coupling yaitu loss yang terjadi pada line coupling (input ke couple) dimana kita dapat melihat
berapa nilai yang di-couple dari input dengan cara mengurangi sinyal input dengan nilai
coupling.
Directivity merupakan kemampuan coupler untuk membedakan tegangan pantul dengan
tegangan datang. Directivity sendiri sebenarnya tidak dapat diukur namun nilainya berada dalam
datasheet.
Sedangkan Return Loss merupakan mengukur seberapa match beban dengan transmission line.
Semakin kecil dBnya maka nilainya semakin baik, berarti kita punya lebih sedikit daya yang
kembali dipantulkan.
Dalam mengukur SWR-nya dapat menggunakan spectrum analyzer dan tracking generator
maupun menggunakan SWR Analyzer. Kelebihan menggunakan spectrum analyzer dan
tracking generator adalah dapat melihat sinyalnya yang mana mulanya berasal dari pengukuran
Return Loss, sedangkan kelebihan menggunakan SWR Analyzer adalah kita akan cepat
mendapatkan nilai SWR-nya tanpa harus mengecek datasheet Directional Coupler yang
digunakan.