Anda di halaman 1dari 32

CEDERA KEPALA BERAT

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah :


Kegawat Daruratan Sistem I

Disusun Oleh
Kelas Tutorial “B”

Dosen: Ns. Arief Wahyudi J, S.Kep., M.Kep.

S1 Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
2018
Cedera Kepala Berat
(Severe Head Injury)

1. Pengertian
Cedera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan
perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga ari luar yang
mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan kemamouan
kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskem ia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera Kepala Berat ditandai oleh nilai GCS ≤8. Commented [AWJ1]: Jadikan satu aja. Cidera kepala
berat adalah …….. yang ditandai dengan adanya enurunan
GCS kurang dari 8 dll

2. Klasifikasi
2.1 Berdasarkan GCS (Glassgow Coma Scale)

2.2 Berdasarkan Lokasi Perdarahan


a. Perdarahan Ekstradural
1. Perdarahan epidural
Adanya penumpukan darah pada duramater dan tabula interna. Paling sering
terjadi pada Frontal dan Temporal. Sumber perdarahan dari arteri Meningea
Media yang disebabkan oleh fraktur tulang

b. Perdarahan Intradural
1. Perdarahan subdural

Penumpukan darah diantara duramater dan Subarachnoid. Lebih sering


ditemukan daripada EDH. Mortalitas 60-70%. Terjadi karena laserasi arteri-
vena kortikal, atau pada ‘Bridging vein’. Dibagi atas : Akut (gejala timbul 3 hari
pertama setelah cidera), Subakut (hari ke 4-20), Kronik(timbul gejala > 3
minggu).
2. Perdarahan subaraknoid
Paling sering ditemukan pada cedera kepala. Perdarahan terletak diantara
ruang subarachnoid dan piamater. Perdarahan ini bisa disertai dengan
hidrosefalu.s
3. Perdarahan intraserebral

Hematom yang terjadi pada jaringan otak. Sering terjadi pada lobus frontal
dan temporal.

2.3 Berdasarkan Patologi


Komosio Serebri Commented [AWJ2]: Artinya apa?

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dapat terjadi pingsan (kurang dari 10
menit). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan
linglung.
Kontusio Serebri Commented [AWJ3]: Artinya apa?

Kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater. Kerusakan berupa


gabungan antara daerah perdarahan (kerusakan pembuluh darah kecil seperti
kapiler, vena, dan arteri), nekrosis otak, dan infark. Lesi di bawah tempat benturan
disebut kontusio ‘coup’ sedangkan yang jauh dari tempat benturan disebut kontusio
‘kontra-coup’.
Laserasi Commented [AWJ4]: Artinya apa?

Jika kerusakan tersebut disertai dengan kerusakan piamater. Berkaitan dengan


Subarachnoid Traumatika. Terdapat 2 jenis, yaitu laserasi langsung dan laserasi
tidak langsung.
2.4 Berdasarkan Lama Amnesia Pasca Cedera

2.5 Berdasarkan Fraktur Tulang


Basis Cranium Commented [AWJ5]: Bisa ada gambarnya untuk supaya
mudah untuk divisualisasikan
a. Temporal
b. Parietal
c. Oksipetal
d. Froontal
Fraktur dapat terjadi secara inear, depressed, terbuka, atau tertutup.
3. Patofisiologi

4. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Perhatikan kepatenan jalan napas, apakah ada sumbatan, sputum/ sekret, benda
asing dan sebagainya
2. Breathing
Bagaimana pernapasan pasien, frekuensi pernapasan, irama pernapasan,
penggunaan otot bantu pernapasan
3. Circulation
Apakah mengalami cyanosis, diaporesis, mukosa bibir kering atau lembab, dan
turgor kulit, nadi teraba lemah/ kuat, frekuensi nadi, tekanan darah , CRT.
4. Disability and Drug Commented [AWJ6]: Pemerksaan pupil, glukosa.
Commented [u7R6]:
Commented [u8R6]:
Penilaian tanda lateralisasi: pupil (ukuran, simetris dan reaksi terhadap cahaya,
kekuatan tonus otot (motorik). Pemeriksaan pupil berperan dalam evaluasi fungsi
cerebral. Pupil yang normal dapat digambarkan dengan PEARL (Pupils, Equal,
Round Reactive to Light) atau pupil harus simetris, bundar dan bereaksi normal
terhadap cahaya.
Keterbatasan karena kondisi pasien, tingkat kesadaran, obat-obatan yang
digunakan sebelumnya, alat bantu yang digunakan.
Pengkajian AVPU
( 1 ) A : Siaga dan orientasi .
( a) Menandakan orientasi orang, tempat, waktu , dan acara. Mintalah
pasien Anda sederhana pertanyaan berakhir terbuka yang tidak bisa
dijawab dengan ya atau tidak untuk menentukan LOC . Misalnya, " Di
mana Anda sekarang ? "Dan "Apa waktu itu ? " Jangan tanya pasien
Anda , "Apakah Anda tahu yang Anda sekarang ? " Karena ini
bisadijawab dengan ya atau tidak .
( b ) Jika pasien waspada , Anda dapat melaporkan hasilAnda sebagai
skor berorientasi pasien dari 1 ( terendah )sampai 4 ( tertinggi ) ,
mencatat setiap daerah tidak berorientasi pada . Misalnya, Anda dapat
menyatakan pasien adalah " A dan O x 4 " ( penuh waspada
dan berorientasi ) atau " A dan O x 2 dan tidak tahu waktu dantempat . "

( 2 ) V : Merespon stimulus verbal.


Hal ini menunjukkan bahwa pasien Anda hanya merespon bila diminta
secara lisan . Hal ini juga penting untuk dicatat jika pasien membuat
tanggapan yang tepat atautidak . Jika Anda meminta pasien Anda , "
Siapa namamu ? " Dandia menjawab dengan , " Flaming monyet , " ini
akan menjadi responyang pantas dan menunjukkan bahwa meskipun ia
menanggapiverbal, ia tidak berorientasi tepat .
( a) Respon terhadap rangsangan suara normal .
( b ) Respon terhadap rangsangan suara nyaring .
( 3 ) P : Merespon nyeri .
( a) Gunakan jika pasien tidak merespon terhadaprangsangan verbal.
( b ) Lembut tapi tegas mencubit kulit pasien .
( c ) Catatan jika pasien erangan atau menarik diri daristimulus .
( 4 ) U : responsif .
( a) Jika pasien tidak merespon stimulus yang menyakitkandi satu sisi ,
mencoba sisi lain .
( b ) Seorang pasien yang masih lembek tanpa bergerak ataumembuat
suara tidak responsif .

Pada kasus : Pasien merespon terhadap rasa sakit, yaitu dengan gerakan
menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri
Pengkajian GCS Commented [AWJ9]: Masukkan avpu juga
Eye (Respon Membuka Mata)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (Respon Verbal)


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat
Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Motor (Respon Motorik)


(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri)
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M… SelanJutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah
15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

5. Exposure
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien. Perlakukan
setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai
melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.

b. Pengkajian Sekunder
1. Data biografi
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, penanggung
jawab, status perkawinan.
2. Riwayat keperawatan
Riwayat medis dan kejadian masa lalu, riwayat kejadian cedera kepala,
penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang.
3. Pemeriksaan SAMPLE (Sign &Symptom, Alergi, Medikamentosa,
S (Sign and Symptom) : pupil 4mm bilateral, respon kornea negatif, cephalotoma di
parietal kanan, otorhea di sebelah kanan
A (Alergi) : di kasus tidak dijelaskan mengenai alergi pasien
M (Medikamentosa) : pasien mendapatkan suntikan atropin dan infus nicrdipin, intibasi
endotrakeal, 30 gram IV manitol
P (Pertinent medical or surgical history) : terpasang CVC, kraniotomi dekompresif kiri,
terpasang saluran ventrikel eksternal (EVD).
L (Last oral intake) : di dalam kasus tidak dijelaskan mengenai makanan yang
dikonsumsi terakhir oleh pasien
E (Event leading up to illness or injury) :pasien tidak menggunakan helm saat
mengendarai motor dan kehilangan kendalinya hingga motornya keluar dari bahu jalan
4. Pemeriksaan fisik Commented [AWJ10]: Head to toe

a. Pemeriksaan Head to Toe


a.1 Kepala dan Leher
Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,
kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang. Periksa wajah, adakah luka dan
laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta
benda asing. Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda
perdarahan, benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran.
Pada leher liat adanya luka, perdarahan, benda asing, fraktur servikal,
raba nadi karotis, vena jugularis.
Pada Kasus : Cephalohematoma di parietal kanan dan otorhea di sebelah kanan.
Refleks kornea positif pada mata kiri.
a.2 Dada
Inspeksi : pergerakan dada, kesimetrisan, amati penggunaan otot bantu
nafas, irama dan kedalaman pernapasan, perhatikan tanda-tanda injuri
atau cedera : adanya luka, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi,

Palpasi : raba ictus cordis, palpasi krepitas tulang dan emfisema


subcutan
Perkusi : menentukan di dalam paru ada cairan/darah
Auskultasi : adanya suara paru abnormal
Pada kasus : Pasien bradikardi, dengan denyut jantung 28 bpm. TD awal
172/118 mmHg dan meningkat dalam 30 menit menjadi 221/105 mmHg.
a.3 Abdomen
Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen, tanda-tanda cedera
eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi abdomen, jejas, masa : besarnya, lokasi
dan mobilitas

a.4 Ekstremitas
Tanda-tanda injuri eksternal, nyeri (PQRST), pergerakan dan
kekuatan otot ekstremitas, sensasi keempat anggota gerak, warna kulit, denyut nadi perifer

b. Tingkat kesadaran : Danya perubahan mental seperti lebih senditif, gelisah,


stupor, koma
c. Syaraf cranial : Adanya kelemahan gerakan otot, mata vertigo, pengkajian
saraf cranial (saraf IV, V, X, XI)
d. Kognitif : Amnesia retrogard diaorientasi, gangguan bahasa dan kemampuan
matematika
e. Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinski
f. Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan
pendengaran, gangguan sensasi raba.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi : CT-Scan, MRI ditemukan adanya edema serebri. Hematoma
serebral, herniasi otak
b. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit dan elektrolit
c. Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obatan.

5. Pemeriksaan Penunjang
5.1 Foto Polos Kepala
Indikasi Pemeriksaan:
a. Hilang kesadaran , amnesia
b. Nyeri kepala menetap
c. Gejala neurologis fokal
d. Jejas pada kulit kepala
e. Kecurigaan luka tembus
f. Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
g. Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
h. Kesulitan dalam penilaian klinis ( mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak)
GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko
benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasien usia > 50 tahun.
5.2`CT - Scan

Indikasi Pemeriksaan:
a. GCS< 13 setelah resusitasi.
b. Deteorisasi neurologis penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
c. Nyeri kepala, muntah yang menetap
d. Tanda fokal neurologis
e. Fraktur (curiga)
f. Trauma tembus (curiga)
g. Evaluasi pasca operasi
h. Multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ )
5.3 MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang digambarkan oleh CT


Scan. Lebih sensitif daripada CT Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus
non hemoragi cedera aksonal.
5.4 Angiografi Serebral

Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak akibat


edema, perdarahan, trauma
5.5 EEG

EEG pada cedera kepala membantu dalam diagnosis status epileptikus non
konfulsif dan melihat perkembangan gelombang yang patologis.
5.6 BBAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Digunakan untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak.

5.7 PET (Positron Emission Tomography)


Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
5.8 Sinar X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari


garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
5.9 Analisa Gas Darah (AGD)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
5.10 Kimia /Elektrolit Darah
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan
TIK/perubahan mental.
5.11 Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
5.12 Pemeriksaan Kadar Antikonvulsan Darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup fektif untuk
mengatasi kejang.

6. Penatalaksanaan Medis Commented [AWJ11]: Masih belum terintegrasi. Urutin


antara penatalaksanaan awal dengan penatalaksanaan
6.1 Intubasi Endotrakeal kasus CKB : craniotomy dll.

Intubasi endotrakeal adalah suatu tehnik memasukkan suatu alat berupa pipa ke
dalam saluran pernafasan bagian atas. Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk
mempertahankan jalan napas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan
ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung, dan untuk menghantarkan gas
anestesi langsung ke trakea.
Untuk pasien dengan cedera kepala berat atau GCS kurang dari 9 diperlukan
tindakan intubasi endotrakeal. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
otak sekunder akibat hipoksemia dan hiperkapnea yang disebabkan oleh obstruksi
saluran pernapasan dan kompensasi pernapasan.
6.2 EVD (Extraventicular Drain)
EVD dikenal sebagai extraventicular drain atau ventriculostomy, merupakan alat
yang digunakan dalam bedah saraf berfungsi mengurangi tekan Intracranial yang
meningkat ketika aliran CSS disekitar otak terhambat. Saluran ventrikel eksternal
(EVD/Extra Venticular Drain) : pemasangan kateter kedalam ventrikel lateral otak,
dimana cairan serebrospinal berada. EVD digunakan untuk mengurangi tekanan
intrakranial yang meningkat ketika aliran CSS disekitar otak terhambat.
6.3 Atropin Injeksi Commented [AWJ12]: Ini tindakan awal atau tindakan
permasalahan CKB nya
Atropin berfungsi untuk mengatasi bradikardia/ detak jantung lemah. Berdasarkan
kasus cedera kepala berat, dikatakan bahwa denyut jantung 28 bpm. Sedangkan nilai
normalnya 60-100 bpm. Maka, denyut jantung pasien cedera kepala berat berada
dibawah normal. Sehingga harus diberikan suntikan atropin untuk mengatasi denyut
jantungnya. Atropin bersifat antikolinergik yang berarti dapat mengurangi stimulasi
saraf parasimpatik dengan cara menghalangi kerja asetilkolin (neurotransmitter yang
membantu memindahkan impuls listrik di antara sel-sel saraf).
Kegunaan:
1. Mengatasi keracunan fosfor organik
2. Mengurangi sekresi kelenjar pada tubuh
3. Mengatasi kejang otot halus pada pencernaan, saluran empedu dan saluran urin
4. Mengatasi detak jantung lemah
Dosis:
1. Tablet: 600 mikrogram.
2. Injeksi: 1 mg/ 1 mL.
3. Tetes mata: Larutan 1%
4. Bradyarrythmia: 0,4-1 mg IV sekali waktu. Dosis efektif dalam kisaran ini
mungkin diulangi setiap 1-2 jam seperlunya agar mencapai detak jantung
memadai
5. Jantung tersumbat AV: 0,4-1 mg IV sekali waktu. Dosis efektif dalam kisaran
ini mungkin diulangi setiap 1-2 jam seperlunya agar mencapai detak jantung
memadai
6.4 Infus Nicardipine
Infus Nicardipine berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Berdarkan
kasus, dikatakan bahwa adanya hipertensi dengan tekanan darah awal 172/118 mmHg
dan meningkat 221/105 mmHg dalam 30 menit. Tekanan darah ini berada diatas nilai
normal, sehingga diberikan infus nicardipine untuk menurunkan tekanan darah.
Tekanan Darah Sistolik (TDS) >230 mmHg atau Tekanan Darah Diastolik (TDD)
>140 mmHg, obat antihipertensi dengan nikardipin (5-15 mg/ jam infus kontinu),
diltiazem (5-40 mg/Kg/menit infus kontinu) atau nimodipin (60 mg/4 jam PO). TDS
180-230 mmHg, TDD 105-140 mmHg, MAP 130 mmHg pada 2X pengukuran selang
20 menit atau pada keadaan hipetensi emergensi dapat diberikan:
a. Labetalol 10-20 mg IVselama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit
(maksimum 300 mg). Atau berikan dosis awal bolus yang diikuti labetalol drip
2-8 mg/menit
b. Nikardipin
c. Diltiazem
d. Nimodipin
TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg tidak diberikan obat antihipertensi
6.5 CVC (Central Venous Catether) Commented [AWJ13]: Ini untuk pemeriksaan penunjang
atau yang tindakan
Vena sentral adalah vena-vena yang dekat dengan jantung sebagai pusat sirkulasi.
Semakin dekat ke jantung, ukuran vena semakin besar dan aliran darahnya semakin
tinggi. Vena yang berdiameter besar dan beraliran darah cepat seperti itu adalah vena
kava superior, vena kava inferior, vena brakiosefalika, vena subklavia, vena iliaka
komunis dan vena iliaka eksternal. CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari
vena tepi sehingga ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava.
CVP disebut juga kateterisasi vena sentralis (KVS)
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan.
Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan
ventrikel kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan
vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004)
nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Fungsi CVC:
1. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)
2. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) makanan kalori tinggi
secara intravena
3. Untuk mengambil darah vena memberikan obat – obatan secara intra vena,
cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
4. Dilakukan pada penderita gawat
Indikasi Pemasangan CVC
1. Untuk menginfus cairan atau obat-obatan yang mungkin mengiritasi vena
perifer.
2. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan, contohnya total nutrisi
parenteral atau kemoterapi.
3. Penderita syok.
4. Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam situasi
resusitasi.
5. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps seperti
pada hipovolemia, ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada orang
gemuk atau tranfusi cairan dibutuhkan secara cepat.
6. Pada kerusakan vena, digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena
perifer telah digunakan atau rusak.
7. Pengukuran tekanan vena sentral (Central Venous Pressure). Prosedur khusus,
contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis.
Nilai normal:
1. Nilai rendah : < 4 cmH2O
2. Nilai normal : 4 – 10 cmH2O
3. Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O
4. Nilai tinggi : > 15 cmH2O
Tempat Pemasangan:
1. Vena subclavia (pendekatan infraclavicular dan supraclavicular) .
2. Vena jugularis, pada vena jugularis interna (VJI) dan eksterna (VJE)
3. Vena femoralis
4. Vena antecubital, pada vena basilica atau cephalica.
5. Vena umbilikalis, pada bayi baru lahir.
Akan tetapi tempat yang paling sering dilakukan insersi yaitu : vena subclavia
(pendekatan infraclavicular), vena jugularis interna, vena antecubital dan vena
femoralis.

Kontraindikasi Pemasangan:
1. Gangguan pada faal pembekuan darah. Dapat terjadi hema- tom yang
berbahaya pada pemasangan melalui vena subclavia dan jugularis, terutama
bila mengenai pembuluh arteri.
2. Bila daerah pemasangan ada infeksi atau tanda-tanda radang harus dicari
tempat lain yang lebih baik.
3. Kelainan anatomi dan taruma thoraks bagian atas misalnya fraktur clavicula,
meningkatkan resiko via clavicula
4. Penyakit paru yang kritis (COPD, asma) yang akan meningkatkan resiko
terjadinya pneumotoraks pada pendekatan subclavia.
5. Penderita yang sementara di heparinisasi.
6. Trombosis da koagulopati
7. Penderita menolak atau tidak koperatif
8. Operator yang tidak berpengalaman yang tidak diawasi supervisor
6.6 Arterial Line
Suatu prodesur pemasangan minimal invasive untuk pengukuran tekanan darah
sistemik secara rutin dan analisa gas darah, terutama untuk keperluan hemodialisis.
Arterial line digunakan untuk monitor tekanan darah secara komprehensif. ketika
pasien diberi cairan/obat, perhatikan perubahan tekanan darahnya. Arterial line juga
bisa digunakan untuk pemeriksaan analisa gas darah. Arterial Line dapat dipasang di
Arteri radialis, arteri brachialis, tempat lain (femoral) terutama bila denyut nade arteri
perifer tidak dapat dipalpasi (pasien syok) setelah itu pindahkan ke arteri radialis atau
dossalis pedis secepatnya.
Indikasi operasi:
1. Pengukuran tekanan darah sistemik di ICU
2. Analis gas darah
Kontraindikasi:
1. Sepsis lokal (semua route)
2. Diathesa hemorrhagik atau pengobatan antikoagulan (vena subclavia & vena
jugularis interna)
3. Penyakit paru berat (vena subclavia)
4. Aneurysma arteria carotis (vena jugularis interna)

6.7 Manitol
30 gr IV Manitol: mengurangi tekanan dalam otak. Jika didapatkan tekanan
intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol) sebagai alternative dapat diberikan larutan
hipertonik Nacl 3% atau furosemide.
6.8 Larutan hipertonik 23%
NaCl : mampu menstabilkan tekanan darah.
6.9 Kraniotomi dekompresif kiri Commented [AWJ14]: Ini bisa diperjelas lagi.

Pembedahan otak sebelah kiri akibat dekompresi/ tekanan ke sebelah kiri. Hal ini
dibuktikan dengan hasil CT scan kepala menunjukkan subarachnoid hemorrhage
dengan frontal kiri dan temporal subdural hemorrhage, hematoma frontal/ temporal
dan parietal kiri, dan pergeseran garis tengah kiri ke kanan 5,38 mm.

7. Triage
Berdasarkan kasus, pasien mengalami perdarahan dikepalanya (Cephalohematoma
diparental kanan) , kesadaran pasien juga menurun menjadi Koma (GCS E1M3V1),
Denyuk nadi pasien juga menurun menjadi 28 bpm, dan pasien juga mengalami kesulitan
bernafas sehingga diberikan intubasi endotrakea. Sesuai dengan kasus pasien diatas pasien
termasuk kedalam triase merah, karena pasien dengan berlebel merah adalah semua pasien
yang memiliki gangguan airway, breathing, circulation, disability dan exposure.

8. Monitoring Keberhasilan Terapi


a. Monitoring TIK (Tekanan Intra Kranial) Commented [AWJ15]: Dengan cara apa
memonitoringnya? Dan caranya bagaimana?
Monitor TIK perlu dilakukan pada pasien cedera otak berat dengan CT Scan
kepala abnormal ( hematoma, contusio, edema atau penyempitan sisterna basalis).
Monitor TIK juga perlu dipasang pada pasien cidera otak berat (COB) dengan CT
Scan normal jika didapatkan dua atau lebih dari hal berikut;
1. Usia > 40 tahun
2. Tekanan darah sistolik < 90
3. Postural bilateral atau unilateral
Tujuan:
1. Menjamin pasokan oksigen dan nutrisi serebral yang adekuat dengan mem
elihara TPO dan oksigenasi arteriol.
2. Untuk mencegah metabolisme otak yang berlebihan yang dapat memicu ke
naikan TIK.
3. Mencegah timbulnya faktor-faktor pencetus peningkatan TIK seperti dema
m, kejang, nyeri, hiperkapnea, hipoksemia, batuk, muntah dan mengejang.
4. Menurunkan TIK dengan memposisikan kepala lebih tinggi dan pemberian
obat-obataan dan operasi craniotomi dekompresi.
9. Algoritma
a. Cedera Kepala
b. Cedera Kepala Berat
10. Asuhan Keperawatan
KASUS
Polisi menemukan laki-laki berusia 28 tahun, tidak memiliki helm, tidak sadarkan
diri setelah kehilangan kendali atas sepeda motornya dan keluar dari bahu jalan. Pasien d
ibawa ke IGD dengan ambulans. Pemeriksaan fisik menunjukkan GCS E1M4V1, pupil 4
mm bilateral, respon kornea negatif, cephalohematoma di parietal kanan, dan otorhea di
sebelah kanan. CT kepala menunjukkan subarachnoid hemorrhage dengan frontal kiri dan
temporal subdural hemorrhage, hematoma frontal/temporal dan parietal kiri, pergeseran ga
ris tengah kiri ke kanan 5,38mm, tampak pula fraktur dasar tengkorak frontal, dan fraktur
kominut non-displaced kompleks dari tulang temporal. Pasien bradycardiac, dengan deny
ut jantung terendahnya tercatat pada 28 bpm, dan hipertensi dengan tekanan darah awal 1
72/118 mmHg dan meningkat 221/105 mmHg dalam 30 menit. Pasien mendapatkan sunti
kan atropin dan infus nicardipine. Terpasang CVC untuk pemberian cairan dan obat dan
arterial line. Pasien mendapatkan manajemen terapi emergensi untuk sindrom herniasi ter
masuk intubasi endotrakeal, 30 gram IV Mannitol, larutan hipertonik 23% (berat/volume)
natrium klorida (NaCl) dan kraniotomi dekompresif kiri. Pascaoperasi, pasien terpasang s
aluran ventrikel eksternal (EVD); tekanan intrakanial awal (ICP) adalah 14 mmHg. Pasie
n diperiksa pasca operasi dan juga setelah penempatan EVD. GCS 5T (tube), pupil bilate
ral reaktif, dan refleks kornea positif pada mata kiri.
Terminologi:
a. Cephalohematoma
Cephal hematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan karena
adanya penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostinum. ( Vivian nanny lia
dewi, 2010 ).
b. Otorrhea
Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga
c. Fraktur Kominutif Non-Dispalced Kompleks
Komunitif: Garis patah lebih dari Satu atau saling berhubungan. Non Displaced: Garis
patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser,periosteumnya masih utuh.
Kompleks: Bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara
d. EVD (External Ventricular Disease)
External Verticular Drain adalah pengaliran sementara cairan serebrospinal (CSF) dari
cairan yang memenuhi rongga otak (ventrikel lateral) ke system koleksi tertutup di
luar tubuh.
e. Sindrom Herniasi
Sindrom Herniasi kondisi medis yang sangat berbahaya di mana jaringan otak menjadi
berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan tekanan intrakranial

I. DATA FOKUS
N o . Data Subjektif Data Objektif

1. Polisi mengatakan menemukan l 1. Pasien dibawa ke IGD denga


aki-laki berusia 28 tahun, tidak n ambulans.
memiliki helm, tidak sadarkan d 2. Pemeriksaan fisik menunjukk
iri setelah kehilangan kendali at an GCS E1M4V1, pupil 4
as sepeda motornya dan keluar mm bilateral, respon kornea
dari bahu jalan. negatif
3. Cephalohematoma di parietal
kanan, dan otorhea di sebel
ah kanan
4. CT kepala menunjukkan sub
arachnoid hemorrhage denga
n frontal kiri dan temporal s
ubdural hemorrhage, hemato
ma frontal/temporal dan pari
etal kiri, pergeseran garis ten
gah kiri ke kanan 5,38mm
5. Tampak pula fraktur dasar te
ngkorak frontal, dan fraktur
kominut non-displaced komp
leks dari tulang temporal.
6. Pasien bradycardiac, dengan
denyut jantung terendahnya t
ercatat pada 28 bpm, dan hi
pertensi dengan TD awal 17
2/118 mmHg dan meningkat
221/105 mmHg dalam 30 m
enit.
7. Pasien mendapatkan suntikan
atropin dan infus nicardipin
e
8. Terpasang CVC untuk pemb
erian cairan dan obat dan art
erial line
9. Pasien mendapatkan manaje
men terapi emergensi untuk
sindrom herniasi termasuk in
tubasi endotrakeal, 30 gram
IV Mannitol, larutan hiperton
ik 23% (berat/volume) natriu
m klorida (NaCl) dan kraniot
omi dekompresif kiri
10. Pascaoperasi, pasien terpasan
g saluran ventrikel eksternal
(EVD); tekanan intrakanial a
wal (ICP) adalah 14 mmHg

II. ANALISA DATA


N Data Fokus Masalah keperawat Etiologi Mini pathwa
o. an y. Tambahk
an dari etiol
ogi smpai m
asalah keper
awatan
1. Data Subjektif : Ketidakefektifan b Sekresi yang
1. Polisi mengatakan me ersihan jalan nafas tertahan
nemukan laki-laki ber
usia 28 tahun, tidak
memiliki helm, tidak
sadarkan diri setelah
kehilangan kendali at
as sepeda motornya d
an keluar dari bahu j
alan

Data Objektif :
1. Pasien dibawa ke IG
D dengan ambulans.
2. Pemeriksaan fisik me
nunjukkan GCS E1
M4V1, pupil 4 mm b
ilateral, respon korne
a negatif
3. Pasien bradycardiac,
dengan denyut jantun
g terendahnya tercatat
pada 28 bpm, dan hi
pertensi dengan tekan
an darah awal 172/11
8 mmHg dan mening
kat 221/105 mmHg d
alam 30 menit
4. Pasien mendapatkan s
untikan atropin dan i
nfus nicardipine
5. Terpasang CVC untu
k pemberian cairan d
an obat dan arterial l
ine
6. Pasien mendapatkan
manajemen terapi em
ergensi untuk sindro
m herniasi termasuk i
ntubasi endotrakeal, 3
0 gram IV Mannitol,
larutan hipertonik 23
% (berat/volume) natr
ium klorida (NaCl) d
an kraniotomi dekom
presif kiri

2. Data Subjektif : Risiko ketidakefekt


1. Polisi mengatakan me ifan perfusi jaringa
nemukan laki-laki ber n otak
usia 28 tahun, tidak
memiliki helm, tidak
sadarkan diri setelah
kehilangan kendali at
as sepeda motornya d
an keluar dari bahu j
alan

Data Objektif :
1. Pemeriksaan fisik me
nunjukkan GCS E1
M4V1, pupil 4 mm b
ilateral, respon korne
a negatif
2. Cephalohematoma di
parietal kanan, dan ot
orhea di sebelah kana
n
3. CT kepala menunjuk
kan subarachnoid he
morrhage dengan fro
ntal kiri dan temporal
subdural hemorrhage
, hematoma frontal/te
mporal dan parietal k
iri, pergeseran garis t
engah kiri ke kanan
5,38mm
4. Tampak pula fraktur
dasar tengkorak front
al, dan fraktur komin
ut non-displaced kom
pleks dari tulang tem
poral.
5. Pascaoperasi, pasien t
erpasang saluran vent
rikel eksternal (EVD)
; tekanan intrakanial
awal (ICP) adalah 14
mmHg

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi yang tertahan
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

IV. INTERVENSI

N o Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


. Keperawatan
1. Ketidakefektif Status Pernafasan (0415) Triase : Unit Gawat Daru
an bersihan ja 1. Kepatenan jalan nafas rat
lan nafas b/d dipertahankan pada ska 1. Monitor pernapasa
n dan sirkulasi
sekresi yang t la 4 ditingkatkan ke sk 2. Lakukan intubasi j
ertahan ala 5 ika terdengar suara
2. Gangguan kesadaran di serak pada pasien
pertahankan pada skala 3. Monitor TTV
3 ditingkatkan ke skala 4. Jika saturasi >95%
5 segera kirim ke tr
Status Pernafasan : kepatenan auma center
jalan nafas (0410) 5. Dapatkan riwayat
1. Frekuensi pernafasan di medis yang bersan
pertahankan pada skala gkutan
4 ditingkatkan ke skala 6. Lakukan protokol
5 perawatan
2. Irama pernafasan dipert 7. Mintakan tes diag
ahankan pada skala 4 d nostik yang sesuai
itingkatkan ke skala 5 8. Rujuk pasien ke d
Status Neurologi (0909) okter dan/atau tim
1. Kesadaran dipertahanka pengobatan.
n pada skala 4 ditingka Manajemen Jalan Nafas (
tkan ke skala 5 3140)
2. Fungsi sensorik dan m 1. Identifikasi kebutu
otorik kranial dipertaha han aktual/potensia
nkan pada skala 3 ditin l pasien untuk me
gkatkan ke skala 5 mbuka jalan nafas
3. Tekanan intrakranial di 2. Monitor status per
pertahankan pada skala nafasan dan oksige
4 ditingkatkan ke skala nasi
5
3. Ukuran pupil dipertaha
nkan pada skala 4 ditin
gkatkan ke skala 5
4. Reaktivitas pupil dipert
ahankan pada skala 4 d
itingkatkan ke skala 5
5. Tekanan darah dipertah
ankan pada skala 4 diti
ngkatkan ke skala 5
6. Tekanan nadi dipertaha
nkan pada skala 4 ditin
gkatkan ke skala 5
7. Denyut nadi apikal dip
ertahankan pada skala
4 ditingkatkan ke skala
5

2. Risiko ketidak Perfusi Jaringan : Serebral (04 Monitor Neurologi (2620)


efektifan perf 06) 1. Pantau ukuran pup
usi jaringan o 1. Tekanan intrakranial di il, bentuk, kesimet
tak pertahankan pada skala risan dan reaktivit
4 ditingkatkan ke skala as
5 2. Monitor kecenderu
2. Tekanan darah sistolik ngan Skala Koma
dipertahankan pada ska Glasgow
la 4 ditingkatkan ke sk 3. Monitor ICP dan
ala 5 CPP
3. Tekanan darah diastolik 4. Monitor refleks ko
dipertahankan pada sk rnea
ala 4 ditingkatkan ke s 5. Lakukan CT-scan
kala 5 6. Hindari kegiatan y
4. Hasil serebral angiogra ang dapat meningk
m dipertahankan pada s atkan tekanan intra
kala 4 ditingkatkan ke kranial
skala 5
5. Penurunan tingkat kesa
daran dipertahankan pa
da skala 4 ditingkatkan
ke skala 5
DAFTAR PUSTAKA

Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset.
In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Toronto Notes 2008, Neurosurgery,
Herniation Syndrome
McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87. 2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent
stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.
NSW Ministry of Health. 2011. Adult Trauma Clinical Initial Management of Closed Head
Injury in Adults
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. 2007. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia
2000; 9: 29-34. 8.
PERDOSSI. 2007. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI)

Anda mungkin juga menyukai