Anda di halaman 1dari 178

MAKALAH AKUNTANSI KEUANGAN

DISUSUN OLEH:

NAMA : JIHAN KIAF


NPM :2017-62-201-036
KELAS :A

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSAMUS

2019
BAB I
PENGAWASAN TERHADAP KAS

1.1 Pengertian Pengawasan Terhadap Kas

1. Penjelasan pengawasan terhadap kas

Pengawasan berarti : mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan,


maksudnya mengevaluasi prestasi kerja daN apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana.
Sistem pengawasan kas meliputi prosedur-prosedur yang dibuat untuk
menjaga atau mengamankan dana perusahaan. Sistem ini menciptakan pengawasan
intern yang cukup terhadap kas, diperolehnya data akuntansi yang tepat dan dapat
dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha serta mendorong dipenuhinya
kebijaksanaan pimpinan.

Istilah pengawasan intern meliputi sistem-sistem prosedur-prosedur dan


kebijaksanaan yang ditetapkan oleh suatu perusahaan untuk membantu memastikan
bahwa transaksi-transaksi telah diotorisasi, diperiksa dan dicatat secara layak.
Pengawasan intern didefenisikan oleh AICPA sebagai berikut :

Pengawasan intern meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta dan alatalat
yang dikoordinasikan yang digunakan didalam perusahaan dengan tujuan untuk
menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran
data akuntansi, memajukan efisiensi didalam usaha, dan membantu mendorong
dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu. 2
Pengawasan Kas merupakan bagian yang tidak terpisah dari pengawasan intern
secara umum. Oleh karena itu segala sesuatu mengenai pengawasan intern juga
berlaku terhadap pengawasan kas sebagai bagian yang lebih khusus dan mendetail.

2. Fungsi Pengawasan Kas adalah:

Fungsi pengawasan kas secara umum antara lain ialah untuk menjamin

terselenggaranya pencatatan kas yang akurat, tersimpannya kas dengan aman dan

adanya pengeluaran kas yang dilakukan dan disyahkan oleh personil dan yang

berwenang dan dengan jumlah yang benar. Ciri-ciri dasar dari sebuah pengawasan

kas adalah sebagai berikut :

1. Secara khus us menetapkan tanggung jawab pengelolaan penerimaan kas.


2. Pemisahaan pengelolaan dan pencatatan penerimaan kas.

3. Mendepositokan seluruh kas yang diterima setiap hari.

4. Sistem voucher untuk mengendalikan pembayaran kas.

5. Pemeriksaan intern dalam interval waktu yang tak terduga.3

Fungsi pengawasan meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan

penentuan atau evaluasi mengenai apa yang telah dicapai, sampai sejauh mana

pelaksanaan perencanaan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Penyimpangan

dalam pelaksanaan perlu diketahui agar jika perlu diadakan tindakan koreksi, karena

perencanaan sebagai standard atau alat pengawasan bagi pekerjaan yang sedang

dikerjakan. Pengawasan yang menyeluruh terhadap fungsi penanganan kas dan fungsi

pencatatan termasuk didalamnya laporan kas secara harian yang menggambarkan

posisi penerimaan dan pengeluaran kas untuk keperluan intern perlu mendapat

perhatian. Oleh karena itu pemeriksa intern terhadap kas harus dilakukan guna

mendorong efisiensi usaha dalam suatu pengawasan intern kas dan penilaian secara

wajar posisi kas dalam laporan keuangan.

berikut ini adalah ciri ciri pengawasan terhadap kas

3. Ciri – ciri pengawasan kas adalah

1. Secara khusus menetapkan tanggung jawab pengelolaan penerimaan kas.


2. Pemisahaan pengelolaan dan pencatatan penerimaan kas.
3. Mendepositokan seluruh kas yang diterima setiap hari.
4. Sistem voucher untuk mengendalikan pembayaran kas.
5. Pemeriksaan intern dalam interval waktu yang tak terduga
2.1 Jenis – jenis pengawasan terhadap kas

Pengawasan kas atas penjualan tunai


1. Pengawasan kas meliputi semua kegiatan penjualan yang dilakukan perusahaan secara
tunai.

2. Pengawasan kas yang diterima melalui pos


Pengawasan kas meliputi semua penerimaan kas yang diterima perusahaan melalui
wesel pos atau cek.

3. Pengendalian atas pengeluaran kas


Pengawasan kas meliputi semua kegiatan pembelanjaan dan pembiayaan operasional
yang dilakukan perusahaan.

Hampir setiap perusahaan memerlukan pembayaran sejumlah kecil uang untuk banyak hal,
seperti makan siang karyawan, perlengkapan kantor (ATK) yang kecil, dan beban rupa-rupa
lainnya. Penggunaan cek untuk membayar transaksi semacam itu dianggap tidak praktis
(ribet banget kali bayar uang makan karyawan pake cek… wkw). Oleh sebab itu, digunakan
Petty Cash alias Kas Kecil untuk membayar transaksi-transaksi tersebut. Saldo dari kas kecil
suatu perusahaan bergantung pada kebijakan perusahaan masing-masing. Ada yang
mentukan saldo kas kecil di bawah Rp. 2.000.000, ada yang menentukan saldo kas kecil di
bawah Rp. 3.000.000 dsb. Kas kecil juga perlu diawasi, metode yang digunakan untuk
mengawasi kas kecil ada dua, yaitu :

1. Metode Imprest atau Imprest Fund Method


Metode ini menganggap nilai kas kecil adalah tetap. Hal ini berarti, tidak diakuinya
pengeluaran terhadap kas kecil sehingga saldo kas kecil selalu tetap atau konstan (tidak
berubah-ubah).

2. Metode Fluktuasi atau Fluctuation Fund Method


Metode ini menganggap nilai kas kecil dapat berubah-ubah (fluktuatif). Berarti, metode ini
mengakui adanya pengeluaran sebagai pengurang dari saldo kas kecil sehingga saldonya
dapat berubah-ubah mengikuti perubahan transaksi pengeluaran yang terjadi.

For example, berikut ini akan disajikan contoh kasus pengelolaan kas kecil antara Metode
Imprest dan Fluctuation :

PT. SOLALI-LALI menetukan kas kecil sebesar Rp. 3.000.000, pengeluaran selama satu
minggu (diasumsikan siklus pengisian kas kecil adalah tiap satu minggu) adalah sebagai
berikut :
10/01/2015 Pengisian kas kecil sebesar Rp. 3.000.000
11/01/2015 Pembelian makan tamu direksi Rp. 700.000
14/01/2015 Membeli perlengkapan kantor (ATK) Rp. 500.000
15/01/2015 Pembayaran bahan bakar Rp. 200.000
16/01/2015 Membeli makanan ringan untuk tamu Rp. 150.000

17/01/2015 Menambahkan kas sebesar Rp. 2.000.000

Dari total transaksi di atas, Total pengeluaran adalah Rp. 1.550.000, bagaimana pengelolaan
kas kecil antara Metode Imprest dan Fluctuation ?

Jawab :

A. Metode Imprest Fund

a. Saat pengisian kas kecil


Tanggal Akun Debet Kredit

10/01/2015 Kas kecil 3.000.000.

Kas 3.000.00

b. Saat pengeluaran kas kecil (tidak perlu dijurnal)

c. Saat pengisian kembali

Tanggal Akun Debet Kredit


11/01/2015 Beban jurnal 700.000
Kas kecil 700.000
14/01/2015 Beban perlengkapan kantor 500.000
Kas kecil 500.000
15/01/2015 Beban bahan bakar 200.000
Kas kecil 200.000
16/01/2015 Beban jamuan 150.000
Kas kecil 150.000
Total 1.550.000 1.550.000

Jadi, Saldo Kas Kecil Tetap Rp. 3.000.000


B. Metode Fluctuation Fund

a. Saat pengisian kas kecil

Tanggal Akun Debet Kredit


10/01/2015 Kas kecil 3.000.000
kas 3.000.000

b. Saat pengeluaran kas kecil

Tanggal Akun Debet Kredit


11/01/2015 Beban Jamuan 700.000

Kas kecil 700.000

14/01/2015 Beban Perlengkapan Kantor 500.000


Kas Kecil 500.000

15/01/2015 Beban Bahan Bakar 200.000

Kas kecil 200.000


16/01/2015 Beban Jamuan 150.000

Kas kecil 150.000

Total 1.550.000 1.550.000

c. Saat pengisisan kembali

Tanggal Akun Debet Kredit


17/01/2015 Kas kecil 2.000.000
kas 2.000.000
A. Tujuan pengawasan terhadap kas
Mengigat mayoritas transaksi diperusahaan melibatkan kas, maka
pengawasan kas sangat diperlukan guna menghindari teIjadinya penyelewengan
yang dilakukan terhadap kas. Pengawasan kas tercakup dalam suatu pengawasan
intern kas. Pada dasarnya tujuan pengawasan kas adalah :
1. Diperolehnya data/informasi mengenai kas yang sebenarnya.
2. Untuk mencek kecermatan antara dana dari catalan menurut pembukuan
dengan saldo kas yang sebenarnya.
3. Untuk mencek pelaksanaan kegiatan/aktivitas mengenai kas sehingga apabila
terjadi penyimpangan dari sistem yang diterapkan dapat diambil tindakan
koreksi.
Pengawasan terhadap kas dapat diterapkan dengan cara, yaitu :
1. Pengawasan terhadap penerimaan kas.
Sumber penerimaan uang kas yang lazim dalam perusahaan berasal dari
penjualan tunai, penerimaan kas pelunasan piutang untuk untuk penjualan
kredit, dan penerimaan lainnya seperti hasil penjualan investasi sementara atau
penjualan aktiva tetap perusahaan. Agar semua basil penerimaan ini dapat
diamankan dan menjadi milik perusahaan maka pengawasan intern yang baik
harus diciptakan dan dibina.. pmll
2. Pengawasan terhadap pengeluaran kas.
Sama halnya dengan penerimaan kas, pengeluaran kas juga harus dikelola
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kesalahan atau kecurangan dalam
pelaksanaannya yang mengakibatkan kerugian perusahaan.
Pengeluaran kas biasanya berupa pembayaran yang dilakukan oleh
perusahaan untuk berbagai macam keperluan, misalnya pembayaran hutang,
pembayaran gaji karyarwan dan biaya-biaya lainnya.
Untuk memberikan keyakinan yang tinggi bahwa setiap transaksi yang
mengakibatkan keluarnya uang kas benar -benar ada hubungannya dengan
kegiatan perusahaan dan dengan kewajiban yang diembannya serta tidak salah
penggunaannya, maka diperlukan pengawasan yang tinggi dan memuaskan.
Selain pengendalian intern terhadap pengeluaran kas, menentukan waktu
pembayaran juga cukup penting. Pengalaman menunjukkan bahwa kegunaan
adanya pengendalian yang cermat terhadap waktu pembayaran adalah untuk
menjamain agar biaya-biaya atau rekening-rekening hanya dibayarkan pada saat
telah jatuh tempo dan bukan lebih cepat dari itu. Dengan demikian kas dapat
dihemat untuk investasi sementara.
Untuk lebih jelasnya, berikut contoh flow chart penerimaan/pengeluaran kas:

Pada umumnya teknik pengawasan intern atas kas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Rekonsiliasi Bank
Tujuan rekonsiliasi bank adalah untuk memastikan bahwa saldo buku bank dan
saldo buku perusahaan mengenai kas di bank adalah sama. Perlu diingat masingmasing
bank dan perusahaan membuat catatan tersendiri mengenai kas di bank.
Setiap bulan petugas yang ditentukan menyiapkan rekonsiliasi bank untuk
memeriksa apakah kedua catatan yang saling independen tersebut mempunyai
saldo yang sama. Dengan dibuatkan daftar rekonsiliasi bank, maka kesalahan
dalam pencatatan transaksi kas dapat diketahui.

2. Penggunaan Sistem Voucher Dalam Mengawasi Pengeluaran Kas.


Salah satu pengawasan kas yang baik adalah dengan menggunakan sistem
voucher yaitu pengawasan khusus terhadapa pembelian dan pengeluaran kas.
Sistem ini umumnya sangat baik dipergunakan pada perusahaan yang relatif
besar. Dengan menggunakan sistem voucher, semua pengeluaran uang harus
mendapat persetujuan dari pejabat yang berhubungan dengan pengeluaran uang
tersebut dengan membubuhkan tanda tangan mereka pada suatu formulir yang
disebut "voucher". Bentuk voucher yang dipakai antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya berbeda-beda, tetapi pada umumnya dibuat sedemikian rupa
sehingga faktur dan bukti pendukung yang rnenjadi bahan penyajian dapat
dilampirkan dan dilipat dibagian dalam voucher. Voucher mempunyai dua sisi
yaitu sisi depan dan belakang. Bagian depan voucher berisi nama perusahaan,
nomor voucher, tanggal, nama penjual. Keterangan (tanggal faktur, nomor
faktur, syarat pengangkutan, syarat kredit) dan jumlah yang harus dibayar .
Bagian belakang voucher berisi perkiraan yang disebabkan oleh transaksi, dan
apabila voucher sudah dibayar akan tertera nama penerima uang, jumlah
pembayaran, potongan jumlah bersih, yang dibayarkan tanda tangan
persetujuan pembayaran dari controller, tanggal pembayaran dan nomor cek
yang digunakan untuk pembayaran. Voucher yang sudah dibayar harus disetujui
oleh kepala bagian akuntansi atau controller. Selain diisi, voucher dibukukan
kedalam cek register dan voucher register. Bentuk cek register hampir sama
dengan buku pengeluaran kas, sedangkan bentuk voucher register hampir sama
dengan buku pembelian. Setelah dibukukan voucher diarsipkan dibagian voucher
yang sudah dibayar.
3. Pemeriksaan Oleh Internal Auditor.
Pemeriksaan oleh auditor internal pada waktu-waktu tertentu dan secara
mendadak dapat dibuat menjadi suatu bagian dari sistem pengawasan intern
kas. Auditor intern memeriksa pembukuan yang dilaksanakan dan meneliti
kegiatan- kegiatan pekerja yang menangani kas untuk memastikan bahwa sistem
yang dianjurkan benar -benar dilaksanakan. Pengawasan seperti itu lebih sesuai
dilakukan terhadap kas kecil dan dana kas lainnya yang penanganan dan
pembukuannya pada umumnya digabung.
4. Dana Kas Kecil
Untuk pengeluaran yang kecil-kecil, pada umumnya perusahaan menggunakan
kas kecil. Pada setiap saat saldo kas yang ada ditambah voucher yang belum
diganti harus sama dengan jumlah dana. Harus disediakan bentuk kwintasi dan
prosedur yang seragam termasuk batas jumlah pengeluaran yang diperkenankan
melalui persetujuan yang wajar. Cara pengamanan yang lain dapat melalui
opname kas secara mendadak dan pemeriksaan secara teliti pengisian kembali
kas kecil setelah dilakukan pembayaran. Kas kecil dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu :
a. Fluctuating Fund Method.
ialah dengan menyediakan sejumlah uang tunai dalam jumlah tidak tetap
yang tergantung kepada besarnya pengeluaran perusahaan yang nilainya
dianggap yang diduga akan terjadi untuk periode tertentu.
b. Imprest Fund Method.
ialah dengan menyediakan sejumlah uang tunai yang ditaksir dapat
membayar semua pengeluaran perusahaan yang nilainya dianggap kecil
untuk setiap periode tertentu.
BAB II
PIUTANG
1.2 Pengertian Piutang
Piutang timbul pabila perusahaan melakukan penjualan barang atau jasa secara kredit kepada
pihak lain. Piutang merupakan tagihan si penjual kepada si pembeli sebesar nilai transaksi
penjualan. Piutang juga bisa timbul apabila perusahaan memberi pinjaman sejumlah uang kepada
pihak lain. Dengan demikin, piutang pada hakekatnya merupakan hak untuk menerim sejumlah
uang di waktu yang akan dating yang timbul dari transaksi saat ini. Piutang merupakan milik
perusahaan dan dengan demikian merupakan asset perusahaan. Setiap transaksi piutang selalu
melibatkan 2 pihak, yaitu:
a. Kreditur, yaitu pihak yang mendapat piutang/tagihan (sebuah asset)
b. Debitur, yaitu pihak yang berkewajiban membayar utang 9sebuah kewajiban)
Piutang bisa dikelompokan menjdi 3 golongan, yaitu: (1) piutang usaha, (2) piutang wesel,
(3) piutang lain-lain.
1. Piutang Usaha
Piutang usaha adalah tagihan perusahaan kepada konsumen yang melakukan transaksi
secara kredit. Perusahaan biasanya mengharapkan akan dapat menerima kas dari transaski tersebut
dalam waktu 30-60 hari. Piutang usaha biasa merupakan jenis tagihan yang paling signifikan dalam
perusahaan atau sering diklarisifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancer.

2. Piutang Wesel
Piutang wesel adalah tagihan perusahaan yang didukung dengan instrument formal sebagai
bukti tagihan yang disebut suraw wesel. Piutang wesel biasanya memiliki jangka waktu pelunasan
yang lebih panjang dari piutang usaha, yaitu sekitar 60-90 hari atau bahkan lebih panjang, dengan
kewajiban bagi si debitur untuk membayar bunga. Piutang wesel dan piutang usaha yang timbul
dari transaksi penjualan secara kredit disebut piutang usaha, dan Piutang wesel diklasifikasikan
dalam neraca sebagai aktiva lancar atau tidak lancar.

3. Piutang Lain-lain
Piutang ini mencakup semua tagihan yang bukan piutang usaha. Termaksud dalam piutang ini
adalah piutang yang timbul dri pemberian pinjaman kepada pihak lain, pinjaman kepada para
karyawan, uang muka gaji kepada karyawan, dan uang muka pajak (pajak yang ditangguhkan).

 Perbedaan masing-masing piutang

Piutang Usaha Piutang Wesel Piutang Lain-lain


Jangka waktu Jangka waktunya Jangka waktu lebih dari
kurang dari 1 bermacam-macam dari satu tahun atau termasuk
tahun 2/10, n/30 60-90 hari dalam piutang jangka
panjang
Dimasukan Bagian yang jatuh Pada umumnya termasuk
dalam aktiva temponya dalam 1 dalam piutang jangka
lancer tahun diperlakukan panjang.
sebagai aktiva lancar,
sedangkan yang lebih
dari 1 tahun piutang
jangka panjang
Berkaitan dengn Mensyaratkan adanya Tidak berkaitan dengan
operasi utama jaminan sehingga saat operasi sehari-hari dan
perusahaan jatuh tempo tidak dapat biasanya dilaporkan
sehingga harus melunasi maka jaminan dineraca sebagai kelompok
dapat ditagih tersebut dapat dijual, aktiva tidak lancar.

2.2 Piutang Usaha


Masalah akuntansi yang berkaitan dengan piutang usaha meliputi:
1. Pengakuan Piutang Usaha
2. Penilaian piutang Usaha
3. Dasar Yang Digunakan Dalam Metode Cadangan

A. Pengakuan Piutang Usaha


Piutang usaha diakui atau dicatatat pada saat :
a. Perusahaan memperoleh piutang usaha tersebut melalui adanya penjualan kredit
b. Terjadinya retur dan potongan penjualan
c. Adanya pelunasan

Atau piutang dapat diakui atau dicatat tergantung pada syarat penyerahan barang melalui:
1. FOB Shapping point
Jika perusahaan menggunakan FOB Shapping Point, dalam syarat penyerahan barang maka piutang
diakui/dicatat pada saat terjadinya transaksi.

2. FOB Destination
Jika perusahaan menggunakan FOB Destination, maka piutang diakuiatau dicatat pada saat barang
sudah sampai ketempat pembeli.
B. Penilaian Piutang Usaha
Apabila piutang usaha telah dicatat dalam pembukuan, persoalan berikutnya adalah bagaimana
melaporkan piutang usaha dalam laporan keuangan. Sesuai dengan prinsip akuntansi, perusahaan
harus melaporkan piutang usahan sebagai asset. Kesulitan sering dijumpai dalam melaporkan
jumlah rupiah yang akan di laporkan, karena sebagian piutang kadang-kadang tidak ditagih.
 Kerugian Piutang
Penjualan secara kredit bisa mendatangkan keuntungan, juga bisa membawa kerugian bagi
perusahaan. Penjualaan secara kredit akan menguntungkan perusahaan karena lebih menarik dari
calon pembeli sehingga volume penjualan meningkat sehingga menaikan pendapatan perusahaan.
Di lain pihak penjualan secara kredit seringkali mendatangkan kerugian, apabila si debitur tidak
mau atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Kerugian ini dalam akuntansi dikenal dengan
berbagai nama, seperti kerugian piutang, bebn piutang tak tertagih, dan beban piutang ragu-ragu.
Dalam akuntansi, kerugian akibat piutang tak dapat ditagih dicatat dengan mendebet akun
Kerugian Piutang. Kerugian semacam itu dalam dunia usaha di anggap sebagai hal yang normal dan
merupakan resiko yang sudah selayaknya bagi perusahaan yang melakukan penjualan secra kredit.
Kerugian piutang yang terlalu rendah membrei pentunjuk bahwa pemberian kredit yang ditetapkan
perusahaan sudah tepat. Kerugian piutang yang terlalu rendah memberi pentunjuk bahwa kebijkan
perusahaan terlalu ketat, sebaliknya kerugian piutang yang terlalu tinggi dapat diartikan bahwa
kebijakan kredit perusahaan terlalu longgar.
Pencatatan kerugian piutang dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu: (1) metode pengahpusan
langsung, dan (2) metode cadangan. Berikut uraian metodenya:

1. METODE PENGHAPUSAN LANGSUNG


Dalam metode ini, kerugian piutang akan dicatat pada saat peusahaan mendapat kepastian
bahwa suatu piutang kepada debitur tertentu tidk dapat ditagih. Keyakinan itu muncul, misalnya
ketika perusahaan mendapat informasi bahwa debitur tidak melaksanakan kewajibannya setalah
ditagih berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama dan keberadaannya tidak diketahui
lagi.
Apabila suatu piutang diyakini tidak akan dapat ditagih lagi, maka kerugian akibat tidak dapat
tertagihnya piutang tersebut langsung didebetkan ke dalam akun Kerugian Piutang dan akun
Piutang Usaha di kredit.

2. METODE CADANGAN
Dalam metode cadangan untuk akuntansi atas piutang tak tertagih, perusahaan harus
menaksir besarnya piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih, pada setiap akhir tahun. Dengan
cara seperti itu akan diperoleh penandingan antara pendapatan dengan beban yang lebih tepat.
Selain itu dalam laporan posisi keuangan, piutang dapat disajikan sebesar (nilai bersih piutang yang
dpat direalisasi).
Prinsip akuntansi menjelaskan bahwa metode cadangan sebaiknya digunakan apabila
kerugian piutang berjumlah signifikan (material). Ada 3 hal penting yang terkandung dalam metode
ini adalah:
a. Perusahaan menaksir jumlah piutang yang diperkirakan tak tertagih. Taksiran beban ini akan
dibandingkan dengan pendapatan dari periode yang sama (periode pencatatan pendapatan)
b. Perusahaan mendebet taksiran kerugian kedalam akun Kerugian Piutang dan mengkredit
akun Cadangan Kerugian Piutang (sebuah akun kontra-aset) melalui jurnal penyesuaian yang dibuat
pada akhir setiap periode.
c. Apabila perusahaan akan menghapus piutang tertentu yang sudah tidak dapat ditagih lagi
(write off), maka jumlah yang sesungguhnya tidak dapat ditagih tersebut didebetka di akun
cadangan kerugian piutang dan jumlah yang sama dikreditkan ke akunpiutang usaha

 
 Dasar-dasar Yang Digunakan Dalam Metode Cadangan
Untuk menaksir jumlah piutang yang tidak dapat ditagih, manajemen dapat menggunakan 2
dasar, yaitu (1) persentase dari penjualan, (2) persentase dari piutang. Dasar mana yang aka
digunakan tergantung kepada keputusan manajemen. Dalam situasi tertentu, manajemen lebih
menekankan pada penandingan pendapatan dan beban. Dalam situasi yang lain, manajemen lebih
menitikberatkan pada nilai tunai kas yang dapat direalisasi dalam neraca, seperti dalam diagram
berikut ini:

Persentase Dari Penjualan

Penandingan

Penjualan Kerugian piutang

Menekan pada hubungan dalam laporan


Laba-rugi

Persentase Dari Piutang

Nilai Kas Bisa Direalisasi

Piutang Usaha Cadangan kerugian piutang

Menekan pada hubungan dalam neraca

- Persentase dari penjualan


Dalam dasar persentase dari penjualan, manajemen menetapkan suatu hubungan persentase
antara jumlah penjualan kredit dengan taksiran kerugian yang mungkin diderita karena adanya
piutang yang tak terganti dasar yang digunakan bisa berupa total penjualan kredit atau bisa juga
penjualan kredit bersih pada tahun berjalan (tahun ini).
- Persentase Dari Piutang
Dalam dasar persentase dari piutang, manajemen menetapkan suatu hubungan persentase
antara jumlah piutang dengan jumlah kerugian akibat adanya piutang yang tidak tertagih. Untuk
menganalisis hal tersebut manajemen biasanya menggunakan suatu daftar yang di sebut daftar umur
piutang. Dalam hal ini debitur dikelompokan berdasarkan masa lewat waktu, yaitu jangka waktu
sejak piutang tersebut seharusnya diterima hingga tanggal pembuatan daftar umur piutang. Analisis
ini disebut analisis umur piutang.

3.2 Piutang Wesel


Dalam dikenal jenis piutang yang lain, yaitu apa yang disebut wesel dan promes. Piutang ini
dapat timbul karena transaksi penjualan secara kredit atau juga bisa berasal dari pemberian
pinjaman yang telah dilakukan perusahaan. Apabila ditunjau dari segi isinya, wesel dan promes
memiliki perbedaan yang cukup besar. Pengukuran wesel dan promes diatur dalam Kitab UU
Hukum Dagang (KUHD) yang disebut sebagai surat berharga.

Surat wesel
Wesel adalah surat berharga yang berisi perintah dari si penarik (pembuat surat) kepada si
berwajib bayar untuk membayar sejumlah uang tertetu yang dibayar pada surat tersebut atau
orang lain yang ditunjuk. Dengan kata lain, wesel dapat diartikan sebagai surat perintah yang
ditulisakan oleh orang yang mepmunyai tagihan, dialamtkan kepada ornag yang berutang,
memintah agar jumlah uang yng tertulis dalam surat tersebut dibayar pada tanggalyang telah
ditetapkan, kepada orang-orag yang namanya tertulis dalam surat tersebut dibayar pada
tanggal yan telah ditetapkan, kepada orang-orang yang namanya tertulis salm surat tersebut.
Contoh surat wesel adalah sebagai berikut:

Bentuk surat wesel bisa bermacam-macam, asalkan memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat
pada pasal 100 KUHD yang memberi batasan-batasan sebagai beikut:
1. Di dalam surat wesel harus terdapat tulisan “surat wesel”
2. Surat wesel adlah perintah tak bersyarat untuk membayar uang sejumlah tertentu.
3. Disebutkan nama orang yang harus membayar.
4. Di tentukan hari jatu atau hari pembayaranya.
5. Disebutkan tempat pembayarannya.
6. Disebutkan nama orang yang di tunjukan.
7. Dicantumkan tanggal dan tempat penarikan (pembuatan) surat wesel/
8. Dibutuhi tanda tangan orang yang menarik wesel.

Beberapa hal penting yang harus dipahami, apabila kita mmbaca surat wesel adalah sebagai
berikut:
1. Misalnya: tanggal 1 juni 2010 adalah tanggal penarikannya
2. 90 hari menunjukan jangka waktu wesel. Hal ini menjukan bahwa tnaggal jatuh wesel atau
tanggal wesel tersebut harus dilunasi, adalah 90 hari sesudah tanggal 1 juni 2010
3. Martha disebut penarik wesel, sedangkan Ny.Grache disebut tertarik/
4. Bank Nusatara cabang Mapi adalah pemegang wesel
5. Sepuluh juta rupuah disebut nilai nominal wesel
6. Kata-kata “atas order” berararti bahwa bank Nusantara Cabang Mapi dapat menunjukan
pihak lain untuk melakukan penagihan pada tanggal jatuh tempo wesel.
7. Kata “harap” mengandung arti bahwa surat wesel adalah surat perintah.

Undang-undang mewajibkan penarik wesel untuk memberitahukan adanya penarikan wesel


kepada pihak tertarik. Di dalam praktek, agar wesel menjadi lebih kuat,biasanya pihak yang
berkewajiban membayar (tertarik) diminta untuk memberikan tanda tangan persetujuan pada surat
wesel. Penandatanganan wesel pada pihak tertarik disebut akseptasi yang berarti pengakuan dari
pihak tertarik bahwa ia mengakui akan kewjiban untuk wesel sebagai mana dalam surat wesel
tersebut. Akseptasi atau tandatangan persetujuan tersebut di cantumkan pada bagian pigir atau di
bawah surat wesel. Dengan demikian dalam surat wesel terdapat 3 pihak, yaitu: penarik, tertarik,
dan pemegang wesel.

Akuntansi untuk mencatat piutang wesel dibagi menjadi :


1. Pengakuan Piutang Wesel
2. Penilaian Piutang Wesel
3. Penyelesaian dan Pengalihan piutang Wesel

Sebelum membahas ketiga hal di atas, terlebih dahulu marilah kita membahas tentang 2 hal
yang tidak dijumpai dalam piutang usaha, yaitu:

 Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Bungan Wesel


Saat jatuh tempo (tanggal harus dibayar) sebuah surat wesel dapat dinyatakan dengan 3 cara:
 Atas Penagihan, artinya pihak tertarik akan membayar wesel pada saat ditagih oleh
pemegang wesel.
 Pada tanggal tertentu, artinya tanggal jatuh ditulis eksplisit dalam surat wesel.
Ex: pada tanggal 23 Juli 2017 harap dibayar…. (atau saya berjanji untuk membayar…..)
 Pada akhir masa tertentu, artinya setelah sekian hari, bulan atau tahun,wesel harus dibayar.
Ex: 60 hari sesudah tanggal tersebut di atas….

 Perhitungan Bunga Wesel


Wesel dapat dibedakan menjadi wesel berbunga dan wesel tidak berbunga. Suatu wesel
dikatakan berbunga apabila dalam suatu wesel disebutkan suatu tingkat bunga tertentu, sedangkan
wesel tidak berbunga adalah wesel yang tidak menyebutkan suatu tingkat bunga tertentu.
 Perhitungan Bunga
Rumus dasar utuk menghitung bunga pada wesel berbunga adalah sebagai berikut:

Nilai nominal wesel x Tingkat bunga per Tahun x Jangka waktu/tahun = Bunga

Tingkat bunga yang tertulis dalam surat wesel adalah tingkat bunga setahun. Factor jangka
waku dalam perhitungan di atas, dinyatakan dalam pecahan dari setahun, misalnya 3 bulan akan
ditulis menjadi 3/12. Apabila jangka waktu wesel dinyatakan dalam hari, maka factor waktu
dinyatakan dalam jumlah hari, maka dalam prhitungan bunga, jangka waktu akan dinyatakan
sebagai 60/360. Berikut adalah contoh perhitungan Bungan
Data dalam Wesel Tingkat bunga

Nominal x Bunga x Waktu = Bunga


Rp 730, 18%, 120 hr Rp 73 x 18% x 120/360 = Rp 43,80
Rp 1.000, 15%, 6 bln Rp 1.000 x 15% x 6/12 = Rp 75,00
Rp 2.000, 12%, 1 thn Rp 2.000 x 12% x 1/1 = Rp 240,00

Pengakuan Piutang Wesel


Suatu piutang wesel mungkin timbul karena adanya: (1) bersamaan dengan transaksi
penjualan, (2) pemberian pinjaman wesel, atau (3) karena perubahaan dari piutang usaha menjadi
piutang wesel.berikut adalah jurnal yang harus dibuat untuk mengakui timbulnya piutang dalam
ketiga situasi siatas.

1. Piutang Wesel dari penjualan Kredit


Misalnya pada tanggal 1 Juni 2012, PT Melati menjual barang kepada CV Indragiri seharga
Rp 1.000.000,00. Utnuk itu PT Melati menghendaki agar piutangnya dikuatkan dengan surat wesel
yang disetujui oleh PT Indragira dengan nilai nominal Rp 1.000.000,00, Bungan 12% dengan
jangka waktu 3 bulan. Jurnal yang dibuat oleh PT Melati untuk mengakui timbulnya piutang wesel
dan penjualan adalah sebgai berikut:

Juni 1 Piutang wesel Rp 1.000.000,00


Penjualan Rp 1.000.000,00

(untuk mencatat
pengakuan piutang
wesel kepada CV
indragira)

Perusahaan mencatat piutang sebesar nilai nominalnya, yaitu nilai yang tercantum dalam
surat wesel. Pada saat ini perusahaan belum mencatat pendapatan bunga, karena prisip pengakuan
pendapatan tidak akn mengakui pendapatan hingga pendapatan tersebut diperoleh.

2. Piutang Wesel dari Pemberian Pinjaman


Misalnya pada tanggal 1 Mei 2012, PT Nusa Indah membereikan pinjaman uang kepada CV
Barito sebesar Rp 5.000.000,00. Untuk itu PT Barito menyerahkan selembar promes, 60 hai, dengan
bunga 12%. Jurnal yang dibuat olh PT Nusa Indah unuk mencatat timbulnya piutag wesel dan
pengeluaran kas adalah sebagai berikut:

Mei 1 Piutang Wesel Rp 5.000.000,00


Kas Rp 5.000.000,00

(untuk mencatat
pengakuan piutang
pada PT Barito)
Dalam hal wesel berbunga seperti contoh diatas, bunga wesel belum diperhitungkan saat
wesel diakui. Pendapatan bunga akan diperhitungkan pada saat perusahaan meneriman penyelesaian
wesel.

3. Piutang Wesel dari Perubahan Piutang Usaha


Misalkan PT Merapi mempunyai piutang usaha pada PT Sindoro sebesar Rp 10.000.000,00
yang jatuh pada tanggal 30 Juni 2012, PT Sindoro minta kepada PT Merapi agar kewajibannya
diubah dengan memberikan sebuah promes bernilai nominal Rp10.000.000,00 , bunga 19%, jangka
waktu 90 hari. Apabila persetujuan tersebut di setujui oleh PT Merapi, maka jurnal yang akan
dibuat oleh PT Merapi adalah sebagai berikut:

Juli 1 Piutang Wesel Rp10.000.000,00


Piutang Usaha Rp10.000.000,00

(Untuk mencatat
pengakuan piutang
wesel kepada PT
Sindoro)

Hal penting yang harus diperhatikan dalam ketiga contoh diatas adalah bahwa akun piutang
wesel selalu didebetkan (dan dikreditkan) sebesar nilai nominalnya.

Penilaian Piutang Wesel


Seperti halnya piutang usaha, piutang wesel juga harus di laporkan menurut nilai kas (neto)
yang bis direalisasi. Akun cadangan untuk piutang wesel adalah akun cadangan kerugian piutang.
Perhitungan dan penafsiran piutang wesel dan pencatatan piutang beserta cadangan kerugian
piutang untuk wesel, persis sama dengan piutang usaha, jumlah piutang wesel yang tidak akan
diterima pelunasannya dapat ditaksir dengan menggunakan metode persentase dari enjualan
maupun dengan metode umur piutang.

Penyelesaian dan Pengalihan Piutang Wesel


Suatu wesel mugkin akan disimpan perusahaan sambil menunggu hari jatuhnya, dan pada saat
tersebut perusahaan akan menerima pembayaran dari pihak tertarik sebesar nilai nminal wesel
ditambah buga dan selanjutnya perusahaan akan mengakhiri piutang wesel yang bersangkutan.
Jurnal-jurnal yang harus dibuat untuk mencatat penerimaan pnyelesaian (pembayaran) wesel dan
perlakuan atas wesel yang tidak dilunasi, akan diuraikan dibawah ini:

1. Penerimaan Pelunasan Wesel


Suatu wesel dikatakan dilunasi apabila wesel tersebut dibayar secara penuh pada tanggal jatuhnya.
Untuk weel berbunga, jumlah yang dilunasi melalui nilai nominal wesel ditambah dengan bunga
selama jangka waktu wesel tersebut.

2. Piutang Wesel Tak Dapat Ditagih


Suatu wesel dikatakan tak dapat ditagih apabila wesel tersebut dibayar dalam jumlah penuh pada
tanggal jatuhnya. Wesel yang tak dapat ditagih tidak dapat dialihkan oleh karenanya harus diubah
menjadi piutang usaha.
3. Pengalian Piutang Usaha
Surat wesl adaah surat berharga yang bisa dipindahtangankan, artinya wesel isa dialihkan dari
suatu perusahaan atau orang kepada perusahaan atau orang lain, dan dengan demikian bisa dijual
untuk mendapatkan kas. Untuk mendapat uang dengan cepat, pemegang wesel kadang-kadang
menjual piutang wesel kepada pihak lain sebelum tanggal jatuh wesel. Pemegang wesel
mengalihkan wesel dan menyerahkannya kepada pembeli, yang selanjutnya akan menerima
pelunasan wesel sebesar nilai jatuhnya pada tanggal jatuh wesel tersebut.
Penjualan wesel sebelum tanggal jatuhnya disebut pendiskontoan piutang wesel karena
pemegang wesel akan menerima pembayaran yang jumlahnya lebih kecil dari pada nilai jatuh wesel
yang bersangkutan. Harga wesel yang lebih rendah ini akan menyebabkan pendapatan bunga yang
diterima pemegang wesel akan berkurang. Hal ini wajar, karena bagian pendapatan Bungan yang
tidak jadi diterima ini merupakan harga yang harus dibayar untuk penerimaan kas yang lebih cepat
dari tanggal seharusnya.

4.2 Promes
Promes adalah surat janji untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu. Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) menetapkan bahwa surat promes harus memuat hal-hal
berikut:

1. Keterangan tertunjuk untuk menyebutkan kesanggupan utnuk menanggung pembayaran


(promes kepada petunjuk)
2. Kesanggupan dengan membayar dengan tiada syarat denga jumlah yang tercantuk
didalamnya.
3. Penetapan hari pembayarannya
4. Penetapan tempat pembayaran promes
5. Nama orang pemegang promes atau orang yang ditijukannya
6. Tanggal dan tempat pembuatan promes
7. Tandatangan penarik (pembuat) promes.
Contoh sebuah surat Promes:

Ditinjau dari sudut pemegang wesel atau promes, kedua surat berharga tersebut merupakan
piutang dan dicatat dalam akun Piutang Wesel, sedangkan untuk pihak yang berkewajiban untuk
membayar (tertarik), wesel dan premes merupakan utang dan dicatat dalam akun Utang Wesel.

5.2 Perbedaan antara Wesel dan Promes

Wesel Promes
a) Wesel adalah surat a) Promes adalah surat janji untuk
perintah untuk membayar membayar
b) Penarik dan yang b) Penarik dan yang
berkepentingan terdiri berkepentingan berada disuatu
atas 2 pihak tangan
c) Yang membuat adalah c) Yang membuat adalah pihak
pihak yang mempunyai yang berutang
piutang d) Tidak memerlukan akseptasi
d) Memerlukan akseptasi

Dari perbandingan di atas terlihat bahwa , wesel tidaklah sama dengan promes, baik dari
proses pembuatannya maupun isinya. Namun, ditinjau dari sisi akuntansi, keduanya di pandang
sama. Kedua surat tersebut merupakan bukti adanya piutang. Dalam akuntansi, piutang yang
didukung dengan bukti yang berupa surat wesel maupun promes disebut piutang wesel. Oleh krena
itu, dalam uraian selanjutnya istilah pitang wesel harus diartikan sebagai piutang yang di dukung
dengan bukti surat wesel ataupun surat promes. Wesel biasanya digunakan (1) apabila seseorang
atau perusahaan meminjam uang, (2) apabila jumlah rupiah transaksi dan jangka waktu
pinjaman/kredit melebihi batas normal, dan (3) sbagai penyelesaian piutang usaha.
Bila dibandingkan dengan piutang usaha piutang wesel mempunyai kekuatan hukum, yang
menetapkan pemegang wesel (atau promes) pada posisi yang kuat untuk menagih piutang pada
waktu yang telah ditetapkan. Seperti halnya piutang usaha, piutang wesel dengan mudahnya di
pindah tangankan (diual) kepada pihak lain.

6.2 Penyajian Piutang Dalam Neraca


Apabila perusahaan mempunyai berbagai jenis piutang, maka piutang dalam neraca harus
diklarifikasi menurut jenisnya, atau dlam catatan atas laporan keuangan. Wesel janga pendek
(kurang dari setahun) dicantumkan dalam neraca di bawah investasi sementara bagian asset lancar.
Selain itu, piutang wesel juga harus dilaporkan dalam jumlah bruto maupun cadangan kerugian
piutang. Berikut adalah contoh pelaporan piutang dalam neraca suatu perusahaan:

Piutang
Piutang Wesel………………………. Rp 1.660.000,00
Piutang Usaha………………………. Rp37.510.000,00
Piutang Lain-lain……………………. Rp 6.070.000,00

Total Piutang…………………… Rp45.240.000,00


Kurangi:
Cadangan Kerugian Piutang……. . Rp 1.050.000,00

Piutang Bersih…………………… Rp44.190.000,00

Dalam laporan laba-rugi, beban kerugian piutang dilaporkan dalam kelompok beban
penjualan pada bagian operasi. Beban bunga dikelompokkan dalam biaya lain-lain, dan pendapatan
bunga dalam kelompok pendapatan lain-lain.
BAB III
SISTEM INFORMASI KEUANGAN

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI


Sistem pengumpulan dan pemrosesan data transaksi serta penyebaran informasi keuangan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dikenal dengan nama sistem informasi akuntansi
(accounting informasion system). Sistem informasi akuntansi sangat bervariasi dari satu bisnis ke
bisnis lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem ini antara lain adalah sifat bisnis dan
transaksi yang berhubungan, ukuran perusahaan, volume data yang harus di tangani, dan kebutuhan
akan informasidari manajemen serta pihak-pihak lain. Sistem informasi akuntansi yang baik akan
membantu manajemen menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti :

1. Berapa besar dan jenis-jenis utang apa yang masih beredar?


2. Apakah pejualan perusahaan periode ini lebih tinggi dibandingakan dengan periode
sebelumnya?
3. Aktiva apa yang kitamiliki ?
4. Berapa besar arus kas masuk dan arus kas perusahaan?
5. Apakah perusahaan menghasilkan laba selama periode yang lalu?
6. Adakah lini baru atau divisi perusahaan yang mengalami kerugian?
7. Layakkah perusahaan menaikan dividen kepada pemegang saham?
8. Apakah tingkat pengembalian atas aktiva bersih perusahaan meningkat?

Banyak pertanyaan lainnya dapat dijawab oleh manajemen dengan sistem informasi akuntansi
yang efesien yang mampu menyediakan data-data yang dibutuhkan. Sistem informasi akuntansi
yang terancang-baik sangatlah bermanfaat bagi setiap jenis prusahaan.

2.1.1 Terminologi Dasar


Akuntansi keuangan bergantung pada konsep yang digunakan untk mengidentifikasi,
mencatat, mengklarifikasi, dan menginterprestasikan transaksi serta kejadian lainnya yang
berhubungan dengan perusahaan. Jadi, sangat penting untuk memahami terminology dasar yang
dipakai dalam pengumpulan data akuntansi. Termonologi dasar sbb :

1. KEJADIAN(event), peristiwa yang berpengaruh. Suatu kejadian yang umumnya


merupakan sumber atau penyebab dari perubahan aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Kejadian
bisa bersifat eksternal ataupun internal.
2. TRANSAKSI(transaction), Kejadian eksternal yang melibatkan transfer atau pertukaran
antara dua entitas atau lebih.
3. AKUN(account), catatan sistematis yang memperlihatkan pengaruh dari transaksi dan
kejadian lainnya terhadap unsur tertentu (aktiva, kewajiban, pendapatan, beban dan modal)
4. AKUN RIIL DAN NOMINAL, Akun rill (permanen) adalah akun-akun aktiva, kewajiban,
dan ekuitas; akun-akun ini muncul pada neraca. Akun nominal (temporer) adalah akun-
akun pendapatan, beban, dan dividen; akun-akun ini muncul pada laporan laba rugi. Akun
nominal akan ditutup secara periodic; sementara akun riil tidak.
5. BUKU BESAR (ledger), buku yang mengandung akun-akun. Buku besar umum atau (buku
besar saja) berisi semua akun aktiva, kewajiban, yang berhubungan dengan akun buku besar
umum tertentu.
6. JURNAL, buku pencatatan awal dimana transaksi dan kejadian-kejadian lainya dicatat
pertama kali. Berbagai jumlah yang terdapat dalam jurnal kemudian dipindahkan dibuku
besar.
7. PEMINDAHBUKUAN (posting), proses pemindahan angka-angka dan fakta-fakta penting
dari jurnal kea kun buku besar.
8. NERACA SALDO (trial balance), daftar semua akun terbuka dalam buku besar beserta
saldonya. Neraca saldo yang tercipta setelah semua penyesuaian dipindahkan ke buku besar
disebut neraca saldo yang disesuaikan. Neraca saldo yang tercipta setelah semua ayat jurnal
dipindahkan ke buku besardinamakan neraca saldo pasca penutupan. Neraca saldo bisa
dibuat kapan saja.
9. AYAT JURNAL PENYESUAIAN (adjusting entries), ayat jurnal yang dibuat diakhir
periode akuntansi untuk memperbaharui semua akun menurut akuntansi akrual agar laporan
keuangan yang tepat bisa dibuat.
10. LAPORAN KEUANGAN, laporan yang mencerminkan pengumpulan,tabulasi,dan ikhtisar
akhir dari data akuntansi. 4 laporan yang umum adalah :
 Neraca, yang menujukan kondisi keuangan perusahaan pada akhir suatu periode
 LAPORAN LABA/RUGI, yang mengukur hasil-hasil operasi selama periode
bersangkutan
 LAPORAN ARUS KAS, yang melaporka kas yang disediakan dan digunakan oleh
aktivitas operasi, investasi, dan pembiayaan selama suatu periode.
 LAPORAN LABA DITAHAN, yang mengkonsiliasi saldo akun laba di tahan dari
awal periode sampi akhir periode

11. AYAT JURNAL PENUTUP, Proses formal yang dipakai untuk mengurangi semua akun
nominal menjadi nol dan menetukan serta mentrasfer lab bersih atau rugi bersihke akun
ekuitas pemilik yang sudah disebut “menutup buku besar,” “menutup buku”, atau “menutup
saja”.
2.1.2 Debet dan Kredit
Istilah debet dan kredit masing-masing berarti kiri dan kanan, serta biasanya disingkat
menjadi Dr. untuk debet dan Kr. Untuk kredit. Kedua istilah ini tidak berarti peningkatan atau
penurunan, dan digunakan dalam proses pencatatan untuk menggambarkan dimana ayat jurnal
dibuat. Sebagai contoh, tindakan mencatat suatu jumlah pada sisi kiri akun mendebet akun, dan
membuat ayat jurnal disisi kanan disebut mengkredit akun. Apabila total dari kedua sisi
dibandingkan, maka sebuah akun dikatakan memiliki saldo debet jika jumlah debet melampaui
jumlah kredit. Sebaliknya, sebuah akun dikatakan memiliki saldo kredit jika jumlah kredit melebihi
jumlah debet.

Prosedur pencatatan debet pada sisi kiri dan kredit sisi kanan merupakan suatu kebiasaan
atau aturan akuntansi. Akuntansi bisa berfungsi sama baiknya jika debet dan kredit balik. Akan
tetapi, kebiasaan mendebet pada sisi kiri dan mengkredit sisi kanan telah diadopsi di A.S. aturan ini
berlaku untuk semua akun.

Kesamaan debet dan kredit menyediakan dasar bagi sistem berpasangan dalam mencatat
transaksi(kadang-kadang disebut dengan pembukuan berpasangan). Menurut sistem akuntansi
berpasangan yang digunakan secara universal, pengaruh berganda (dua-sisi) dari setiap transaksi
yang logis. Sistem ini juga menawarkan cara untukmembuktikan keakrutan dari jumlah-jumlah
yang telah dicatat. Jika setiap transaksi dicatat dengan jumlah yang sama pada sisi debet dan kredit,
maka jumlah semua debet pasti akan sama dengan jumlah semua kredit.

Saldo Normal—Debet
Akun Aktiva Saldo Normal—Kredit
Akun Kewajiban
Debet Kredit Debet Kredit
+(peningkatan) -(penurunan) +( penurunan) -( peningkatan)

Akun Beban Akun Ekuitas Pemegang Saham


Debet Kredit Debet Kredit
+(peningkatan) -(penurunan) +( penurunan) -( peningkatan)
Akun Pendapatan
Debet Kredit
+( penurunan) -( peningkatan)

2.1.3 Persamaan Dasar


Dalam system berpasangan, untuk setiap debet harus ada kredit dan begitu juga sebaliknya.
Dengan demikian hal ini membawa kita kepersamaan dasar akuntansi.

ilustrasi Persamaan Dasar Akuntansi :

Ekuitas pemegang saham


AKTIVA
KEWAJIBAN ( Stockholders Equity)
(Asset)
(Liabilities)
Memperluas persamaan
dalam Ilustrasi diatas untuk
memperlhatkan akun-akun yang
terdapat pada ekuitas pemegang
saham. Selain itu aturan debet atau
kredit dan pengaruhnya terhadap
setiap jenis akun juga
diilustrasikan. Pelajarilah diagram ini
seksama karena akan membantu anda
memahami dasar-dsar dari system akuntansi berpasangan. Sama seperti persamaan dasar,
persamaan dalam ilustrasi juga harus seimbang (total debet sama dengan total kredit).

Ilustrasi persamaan dasar yang diperluas serta aturan dan dampak debet/kredit.

Persamaan Dasar

Persamaan dasar yang diperluas

Setiap kali transaksi terjadi unsur-unsur dari persamaan diatas akan berubah, tetapi
prsamaaan dasarnya tidak. Sebagai ilustarsi berikut adalah delapan transaksi yang berbeda untuk
Perez Inc.

1. Pemilik menginvestasikan $40.000 untuk ditukarkan dengan saham biasa.

Aktiva
kewajiban Ekuitas
+ 40.000 pemegang
saham +
40.000
2. Mengeluarkan kas sebesar $600 untuk membayar gaji sekretaris

Aktiva - Ekuitas pemegang


kewajiban
600 saham – 600 (beban)
3. Membeli peralatan kantor seharga $5.200 melalui penerbitan wesel berbunga 10%

Aktiva Kewajiban Ekuitas pemegang


+ 5.200 + 5.200 saham

4. Menerima kas sebesar $4.000 untuk jasa yang disediaakan

Aktiva Ekuitas pemegang


kewajiban saham + 4.000
+ 4.000 (pendapatan)

5. Membayar kewajiban jangka pendek sebesar $7000

Aktiva Ekuitas pemegang


Kewajiban -
- 700 700 saham

6. Mengumumkan deviden tunai sebesar $5000

aktiv Ekuitas pemegang


Kewajiban saham - 5000
a +5000

7. Mengkonvensi kewajiban jangka panjang sebesar $80.000 menjadi saham biasa

Kewajiban – Ekuitas
aktiva pemegang
80.000
saham + 80.000

8. Membayar tunai sebesar $16000 untuk sebuah van pengiriman

Aktiva

-16000
+16000
Ekuitas pemegang
kewajiban saham

2.1.4 Laporan Keungan dan Struktur Kepemilikan

Saham biasa dan saham ditahn dilaporkan dalam bagian ekuitas pemegang saham dari
neraca. Pendapatan dan beban dicatat didalam laporan L/R. deviden dilaporkan dalam laporan laba
ditahan. Karen adeviden, pndapatan,dan beban akan ditransfer ke laba ditahan pada akhir periode,
maka perubahan dalam sallah satu poss ini akn mempengaruhi ekuitas pemegam saham hubungan
yang berkaitan dengan ekuitas pemegang saham seperti ilustrasi berikut:

Jenis struktur kepemilikan yang dipakai perusahaan bisnis akan menetukan jenis-jenis akun

yang merupakan bagian dari ekuitas. Dalam sebuah korporasi akun-akun yang umumnya muncul
adalah saham biasa,tambahan modal setoran, dividen tambahan dan laba ditahan. Sementara
perusahaan perseorangan atau persekutuan menggunakan akun modal dan akun penarikan.

Akun modal digunakan untuk mengindikasikan investasi oleh pemilik dalam perusahaan. Akun
penarikan atau drawing digunkan untuk mengindikasikan penarikan oleh pemilik.
SISKLUS AKUNTANSI
2.2.1 Pemindahbukuan (posting)
Prosedur pertransferan ayat jurnal kea kun buku besar disebut pemindahbukuan (posting),
yang melibatkan langka-langkah berikut :

1. Dalam buku besar, catalah tanggal, halaman jurnal, dan jumlah debet yang tertera pada
jurnal ke kolom yang tepat untuk akun yang debet.
2. Pada kolom referensi jurnal, tulisla nomor akun atas jumlah debet yang diposting.
3. Dalam buku besar, catatlah tanggal, halaman jurnal, dan jumlah kredit yang tertera pada
jurnal kekolom yang tepat untuk akun yang dikredit.
4. Pada kolom referensi jurnal, tulislah nomor akun atas jumlah kredit yang diposting.
JURNAL UMUM
TANGGAL JUDUL AKUN DAN KETERANGAN REF DEBET KREDIT
1-Sep-07 Kas 101 15000
Saham biasa 311 15000
(menerbitkan saham dengan tunai)

BUKU BESAR
Kas
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
1-Sep-07 JU 1 15000 15000

Saham
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
5. 1-Sep-07 JU1 15000 15000

Ilustrasi 3-8 menggambarkan ke empat langkah tersebut, dengan menggunakan ayat jurnal
pertama dari softbite, inc. ilustrasi ini menunjukan akun-akun buku besar dalam bentuk akun
standar (standar account form). Beberapa perusahaan menyebutkan sebagai bentuk akun tiga
kolom (three collumm form of account) karena memiliki tiga kolom uang –debet. Kredit, dan saldo.
Saldo akun ditentukan setelah setiap transaksi dipindahbukukan. Ruang keterangan dan kolom
referensi memberikan informasi khusus tentang transaksi. Angka-angka didalam kotak
mengindikasikan urutan langkah-langkahnya.

Angka-angka dalam kurung “ref” jurnal umum menunjukkan akun buku besardi mana
perushaan akan memposting setiap pos. sebagai contoh, “101” yang ditempatkan disebelah kanan
“kas” mengindikasikan bahwa perusahaan telah mempoating pos senilai $15,000 ke akun No. 101
dalam buku besar.

Pemindahbukuan atau psoting dari jurnal umum dianggap selesai apabila semua angka
referensi posting telah dicatat disebelah judul-judul akun yang terdapat dalam jurnal. Jadi, angka
referensi memiliki fungsi : (1) untuk mengindikasikan nomor akun buku besar dari akun terkait, dan
(2) untuk mengindikasikan bahwa posting telah diselesaikan untuk item tertentu. Setiap perusahaan
bisinis menggunakan system penomoran sendiri untuk akun buku besarnya. Umumnya, akun aktiva
dinomori lebih dulu, lalu diikuti oleh akiun kewajiban, ekuitas pemilik, pendapatan, dan beban.

Berbagai akun buku besar yang ditunjukkan dalam ilustrasi 3-8 telah melalui proses posting.
Sumber dari data yang ditransfer kea kun buku besar diindikasikan oleh referensi JU1 (jurnal
umum, halaman 1).contoh yang diperluas. Untuk menunjukkan contph yang diperluas tentang
langkah-langkah dasar dalam proses pencatatan, kita digunakan transaksi pionner advertising
agency. Pada bulan oktober, dengan periode satu bulan. Ilustrasi 3-9 sampai 3-18 menunjukkan ayat
jurnal dan posting setiap transaksi. Untuk menyederhanakan , gunakan bentuk akun T ketimbang
bentuk akun standar. Pelajarilah analasis transaksi dengan seksama.

Tujuan analisis transaksi adalah untuk (1) mengindetifikasi jenis akun yang terkait, dan (2)
menetukan apakah diperlukan debit atau kredit. Anda harus selalu melakukan analisis jenis ini
sebelum membuat ayat jurnal. Hal ini akan membantu anda memahami ayat jurnal yang dibahas
dalam bab ini serta ayat jurnal yang lebih kompleks pada bab-bab selanjutnya. Ingatlah bahwa
setiap ayat jurnal mempengaruhi satu atau lebih pos-pos berikut : aktiva, kewajiban, ekuitas
pemegang saham, pendapatan, atau beban.

1. 1 Oktober: pemegang saham menginvestasikan kas sebesar $100.000 dalam sebuah perusahaan
periklanan yang dikenal sebagai pionner advertising agency inc.
Ayat Okt. 1 Kas 101 100.000
jurnal Saham biasa 311 100.000
(menerbitkan saham dengan
tunai

posting Kas Saham Biasa


101 311
Okt, 1, 100.000 Okt. 1,
100.000
ILUSTRASI 3-9 Investasi kas Oleh pemegang saham

2. 1 Oktober pionner advertising membeli peralatan kantor senilai $50.000 dengan menanda
tangani wesel bayar tiga bulan, 12% senilai $50.000.

Ayat Okt, 1 Peralatan Kantor 157 50.000


Jurnal Wesel Bayar 200 50.000
(menerbitkan wesel bayar 3 bulan,
12% untuk peralatan computer)

posting Peralatan kantor 157 Saham Biasa


311
Okt, 1, 50.000 Okt. 1, 50.000
ILUSTRASI 3-10 Pembelian Peralatan kantor

3. 2 Oktober: Pionner Advertising menerima uang muka sebesar $12.000 tunai dari R. Knox,
kliennya, untuk jasa periklanan yang diharapkan akan selesai pada 31 desember.

Ayat Okt, 2 Kas 101 12.000


Jurnal Pendapatan jasa diterima dimuka 209 12.000
(Mendapat kas dari R. Knox untuk
jasa dimasa depan)

posting Kas 101 Pendapatan jasa diterima dimuka


209
Okt, 1 100.000 Okt. 2 12.000
2 12.000
ILUSTRASI 3-11 Menerima Kas Untuk Jasa dimasa depan

4. 3 Oktober: pionner advertising membayar sewa kantor secara tunai untuk bulan oktober sebesar
$9.000.
Ayat Okt, 3 Beban sewa 729 9.000
Jurnal Kas 101 9.000
(Mebayar sewa bulan oktober)

posting Kas 101 Beban Sewa 729


Okt, 1 100.000 Okt, 3 9.000 Okt, 3 9.000
2 12.000
ILUSTRASI 3-12 Pembayaran Sewa Bulanan

5. 4 Oktober: pionner Advertising membayar polis asuransi sebesar $6.000 yang akan jatuh tempo
tahun depan pada 30 September.
Ayat Okt, 4 Asuransi Dibayar Dimuka 130 6.000
Jurnal Kas 101 6.000
(Membayar polis satu tahun: yang
efeltif pada 1 Oktober)

posting Kas 101 Asuransi Dibayar Dimuka


130
Okt, 1 100.000 Okt, 3 9.000 Okt, 4 6.000
2 12.000 4 6.000
ILUSTRASI 3-13 Pembayaran asuransi
6. 5 Oktober: pionner Advertising membeli perlengkapan materi iklan yang diestimasi berlaku 3
bulan seharga $25.000 secara kredit dari aero supply.

Ayat Okt, 5 Perlengkapan Iklan 126 25.000


Jurnal Utang Usaha 201 25.000
(Membeli perlengkapan iklan
secara kredit dari aero supply)

posting Perlengkapan Iklan 126 Utang Usaha 201


Okt, 5 25.000 Okt, 5 Okt, 5 25.000
25.000

ILUSTRASI 3-14 Pembelian Perlengkapan Iklan Secara Kredit

7. 9 Oktober: Pionner Advertising menandatangani kontrak dengan Koran lokal untuk membuat
pamflet iklan yang akan dibagikan mulai minggu terakhir bulan November. Pionner akan
memulai menggarap isi pamflet di bulan November. Pembayaran sebesar $7.000 jatuh tempo
pada saat pengiriman Koran minggu yang berisis pamflet.
Tidak ada transaksi bisnis yang terjadi. Satu-satunya hal yang terjadi adalah perjanjian antara
Pionner dan penerbit Koran atas jasa yang akan diberikan di bulan November. Karena itu, tidak
ada ayat jurnal yang diperlukan di bulan oktober.
ILUSTRASI 3-15 Menandatangani Kontrak

8. 20 Oktober: Dewan Direksi Pionner Advertising mengumumkan dan membayar dividen tunai
sebesar $5.000 kepada pemegang saham.
Ayat Okt, Deviden 332 5.000
Jurnal 20 Kas 101 5.000
(Mengumumkan dan membayar
dividen tunai)

posting Kas 101 Dividen 332


Okt, 1 100.000 Okt, 3 9.000 Okt, 20 5.000
2 12.000 4 6.000
20 5.000
ILUSTRASI 3-16 Pengumuman dan Pembayaran Dividen oleh perusahaan

9. 26 Oktober: Pionner advertising membayar gaji karyawan secara tunai. Karyawan dibayar sekali
dalam sebulan, setiap 4 minggu. Total gaji yang dibayarkan adalah $10.00 per minggu, atau
$2.000 per hari. Dibulan Oktober, periode pembayaran dimulai pada senin tanggal 1 Oktober.
Akibatnya, periode pembayaran berakhir pada hari jumat tanggal 26 Oktober, dengan
pembayaran gaji sebesar $40.000.
Ayat Okt, Beban Gaji 726 40.000
Jurnal 20 Kas 101 40.000
(Membayar gaji karyawan)

posting Kas 101 Beban Gaji 726


Okt, 1 100.000 Okt, 3 9.000 Okt, 26
2 12.000 4 6.000 40.000
20 5.000
26 40.000
ILUSTRASI 3-17 Pembayaran Gaji

10. 31 Oktober: Pionner Advertising menerima kas sebesar $28.000 dan menagih Copa company
sebesar $72.000 atas jasa periklanan senilai $100.000 di Bulan Oktober.

Ayat Okt, Kas 101 28.000


Jurnal 31 Piutang Usaha 112 72.000
Pendapatan Jasa 400 100.000
(mengakui pendapatan atas jasa
yang telah dilakukan)

posting Kas 101 Piutang Usaha Pendapatan Jasa


112 400
Okt, 1: 100.000 Okt, 3: 9.000 Okt, 31: Okt, 31
2: 12.000 4: 6.000 72.000 100.000
31: 28.000 20: 5.000
26:40.00
0

ILUSTRASI 3-18 Pengakuan Pendapatan atas Jasa yang Dilakukan

2.2.2 Neraca Saldo


Neraca saldo adalah daftar akun beserta saldonya pada suatu waktu tertentu. Biasanya,
neraca saldo dibuat pada akhir periode akuntansi. Urutan akun yang dicantumkan pada neraca
saldo sesuai dengan urutan yang terdapat dalam buku besar, dimana saldo debet ditunjukkan
pada kolom sebelah kiri dan saldo kredit ditampilkan pada kolom sebelah kanan. Total dari
kedua kolom itu harus sama.

Tujuan utama dari neraca saldo aadalah untuk membuktikan kesamaan matematis dari debet
dan kredit setelah posting dilakukan. Berdasarkan system berpasangan, kesamaan ini akan
terjadi apabila jumlah saldo debet sama dengan kesalahaan dalam pembuatan ayat jurnal dan
posting, disamping bermanfaat untuk menyusun laporan keuangan. Prosedur pembuatan neraca
saldo adalah:

1. Membuat daftar judul akun beserta saldonya


2. Menjumlahkan kolom debet dan kredit
3. Membuktikan kesamaan antara kedua kolom itu

Neraca saldo yang dibuat dari buku besar Pionner Advertising Agency Inc. disajikan sebagai
berikut ini 3-19. Perhatikan bahwa total debet sebesar $287.000 sama dengan total kredit
$287.000. kadang-kadang neraca saldo juga menampilkan nomor0nomor akun yang ditempatkan
dikolom sebelah kiri judul akun.

PIONNER ADVERTISING AGENCY INC


Neraca Saldo
31 Oktober 2007
Debet Kredit
Kas $ 80.000
Piutang Usaha 72.000
Perlengkapan Iklan 25.000
Asuransi Dibayar Dimuka 6.000
Peralatan Kantor 50.000
Wesel Bayar $ 50.000
Utang Usaha 25.000
Pendapatan Jasa Diterima Dimuka 12.000
Saham Biasa 100.000
Dividen 5.000
Pendapatan Jasa 100.000
Beban Gaji 40.000
Beban Sewa 9000
$287.000 $287.000

A. Neraca saldo tidak membuktikan bahwa semua transaski telah dicatat atau buku besar
telah benar.
Berbagai kesalahan masih mungkin ada sekalipun kedua kolom neraca saldo telah usai. Sebagai
contoh, neraca saldo mungkin saja terlihat seimbang sekalipun (1) sebuah transaksi belum
dicatat, (2) ayat jurnal yang tepat belum dipindahkan , (3) suatu ayat jurnal dipindahkan dua
kali, (4) akun-akun yang salah digunakan dalam pembuatan yat jurnal atau posting, (5)
kesalahan yang saling menghilangkan telah dibuat dalam mencatat jumlah transaksi dengan kata
lain, sepanjang saldo debet dan kredit yang dipindahkan sama, walaupun kea kun atau dengan
jumlah yang salah, namun total debet akan sama dengan total kredit.
B. Ayat Jurnal Penyesuaian
Agar pendapatan perusahaan, seperti McDonald’s, dicatat pada periode dimana pendapatan itu
dihasilkan dan agar beban dicatat pada periode terjadinya, maka McDonald’s membuat ayat
jurnal penyesuaian pada akhir periode akuntansi. Singkanya, penyesuaian diperlukan untuk
memastikan bahwa McDonald’s mematuhi prinsip-prinsip pengakuan pendapatan dan
penandingan.

Penggunaan ayat jurnal penyesuaian akan memungkinakan perusahaan melaporkan aktiva,


kewajiban, dan ekuitas pemilik yang akurat pada tanggal neraca dibuat dan melaporkan
pendapatan serta beban yang tepat dalam laporan labarugi. Namun, neraxa saldo yang
menggabungkan data-data transaksi untuk pertma kali mungkin tidak lengkap atau tidak
uptudate karena alas an-alasan berikut:

1. Beberapa kejadian tidak dijurnal secara harian karena tidak efektif. Contohnya adalah
pemkaian perlengkapan kecil dan upah periodic karyawan

2. Beberapa biaya tidak dijurnal selama [eriode akuntansi karena biaya-biaya ini akan jatuh
tempo seiring dengan berlalunya waktu, bukan sebagai hasil dari transaksi harian.
Contohnya adalah memburuknya kondisi bangunan atau peralatan biaya asuransi dan sewa.
3. Beberapa item mungkin belum di bayar.Contohnya adalah Tagihan listrik yang belum akan
di terima sampai periode akuntansi berikutnya.

Ayat jurnal di perlukan setiap kali sebuah perusahaan,seperti,coca-cola,membuat laporan


keuangannya.Langkah Awal yang penting di sini adalah coca-cola harus menganalisis setiap
akun neraca saldo untuk menentukan apakah akun tersebut telah lengkap dan up to date bagi
tujuan pembuatan laporan keuangan.Analisis ini memerlukan pemahaman yang menyeluruh
tentang Operasi Coca-cola dan hubungan antara akun.Pembuatan Ayat Jurnal penyesuaian
seringkali memerluakan jasa dari tenaga Akuntan yang terampil.Dalam mengumpulkan data-
data penyesuaian,Coca-cola mungkin perlu menghitung persediaan perlengkapan dan suku
cadang perbaikan.Atau,Perusahaan mungkin perlu Membuat jadwal pendukung untuk Polis
asuransi,kesepakatan sewa,dan komitmen kontraktual lainnya.Penyesuaian jasanya di buat
setelah tanggal neraca.Namun,ayat jurnal akan di diberi tanggal sama dengan tanggal neraca.

C. Jenis-Jenis Ayat Jurnal Penyesuaian

Ayat jurnal Penyesuaian dapat di klarifikasikan sebagai pembayaran dimuka ataupun


Aktrual masing-masing ini memiliki dua sub kategori,seperti di tunjukan Ilustrasi 3-20.

Pembayran dimuka Akrual


3.
1. Beban di bayar dimuka. 4. Pendapatan Akrual.
Pendapatan yang telah di hasilkan namun belum
Beban-beban yang dibayar
diterima dalam bentuk kas dan belum di catat
tunai dan di catat sebagai
Aktiva sebelum di gunakan
5. Beban Akrual.
aatau di konsumsi.
Beban yang telah terjadi namun belum di
bayarkan secara Tunai atau belum dicatat.
2. Pendapatan yang
dibayar dimuka.
Pendapatan Yang diterima
dalam bentuk kas dandi
catatat sebagai sebuah
kewajiban sebelum di
hasilkan.

Contoh-conntoh Spesifik dari masing-masing jenis penyesuaian akan di sediakan dalam


bagian selanjutnya. Setiap contoh di dasarkan atas neraca saldo Pioneer Advertising Inc. Tanggal 31
Oktober (Ilustrasi 3-19). Kita mengasumsikan Pioneer Advertising menggunakan periode Satu
Bulan. Jadi, yang akan di buat adalah ayat jurnal penyesuaian bulanan, dan akan bertanggal 31
oktober.

D. Ayat jurnal Penyesuaian Untuk pembayaran dimuka

Seperti telah di bahas sebelumnya, pembayaran dimuka bias berbentuk beban dibayar dimuka
atau pendapatan yeng belum di hasilkan.Ayat jurnal penyesuaian untuk pembayaran dimuka atau
pendapatan yang belum di hasilkan. Ayat jurnal penyusaian untuk pembayaraan di muka diperlukan
pada tanggal laporan keuangan untuk mencatat begian pembayaraan di muka yang merupakan
beban yang terjadi atau pendapatan yang dihasilkan dalam priode akutasi yang berjalan.

Apabila perusahan tidak membuat penyusaian terhadap pembayaraan di muka, maka aktiva
dann kewajiban akan di tetapkan terlaru tinggi dan beban serta pendapatan terkait akan di tetapkan
terlaru rendah. Sebagai contoh, dalam rencana saldo pioneer ( ilustrasi3-19), saldo akun
perlengkapan iklan hanya memperlihatkan perlengkapan yang sudah di beli. Saldo ini tentu saja di
tetapkan terlaru tinggi ; sementara akun beban yang berhubungan, yaitu beban perlengkapan, akan
di tetapkan terlaru rendah karena biaya perlengkapan yang telah digunakan belum diakui. Jadi, ayat
jurnal penyusaian untuk pembayaraan di muka akan menurunkan akun neraca dan menaikan akun
laporan laba rugi. Pengaruh ayat jurnal penyusaian untuk pembayaraan di muka akan di tunjukan
secara grafis dan ilustrasi 3-21
JURNAL UMUM
TANGGAL JUDUL AKUN DAN KETERANGAN REF DEBET KREDIT
1-Sep-07 Kas 101 15000
Saham biasa 311 15000
(menerbitkan saham dengan tunai)

BUKU BESAR
Kas
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
1-Sep-07 JU 1 15000 15000

Saham
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
1-Sep-07 JU1 15000 15000

E. Beban Bayar di muka

Beban yang di bayar secara tunai dan di catat sebagai aktiva sebelum di gunakan atau di
komsumsi, di identivikasi, sebagai beban di bayar di muka. Apaabila biaya yang telah terjadi,
maka akun aktiva akan di debet untuk memperlihatkan jasa atau manfaat yang akan di terima di
maa depan. Pembayaran di muka biasanya berhubungan dengan asuransi, perlengkapan,iklan,dan
sewa. Selain itu, pembayraan di muka juga di lakukan ketika bangunan dan perlaratan di beli Beban
di bayar di muka akan jatuh tempo baik karena berlarunya waktu ( misalnya, sewa dan
asuransi) ataupun karna pemakaian dan komsumsi ( misalnya, perlengkapan) jatuh temp ini biaya
biaya ini tidak memerlukan ayat jurnal harian yang berulang ulang, karena hal ini tidak perlu dan
tidak praktis. Karena itu, perusahaan seperti Wal greens, biasanya menunda pengakuan atas biaya
biaya ini sampe laporan keuangan di buat. Pada setiap tanggal laporan, ayat jurnal penyesuaian
dibuat Walgreens unutk mencatat beban yang dikeluarkan selama periode akuntansi berjalan dan
untuk mempertlihatkan biaya yang belum jatuh tempo dalam akun aktiva.

Sebelum penyesuaian, aktiva akan ditetapkan terlalu tinggi dan beban ditetapkan terlalu
rendah. Jadi, ayat jurnal penyeseuaian untuk beban dibayar dimuka akan berupa debet pada akun
beban dan kredit pada akun aktiva.

Perlengkapan. Berbagai jenis perlengkapan yang berbeda telah digunakan oleh perusahaan
bisnis. Sebagai contoh,sebuah kantor akuntan mungkin memiliki perlengkapan kantor seperti
stasioneri, amplop, dan kertas akuntansi. Sebaliknya, sebuah biro iklan bias memiliki perlengkapan
iklan seperti kertas grafis, film video, dan jertas poster. Perlengkapan biasanya di debet kea kun
aktiva pada saat dibeli. Penggakuan atas perlengkapan yang digunakan akan dituda sampai proses
penyesuaian dilakukan, yaitu ketika dilakukan perhitungan fisik atas perlengkapan. Selisih antara
saldo akun perlengkapan (aktiva) dengan biaya perlengkapan ditangan mencerminkan perlengkapan
yang telah digunakan (beban) selama periode berjalan.

Sebagai contoh, pionner advertising agency (lihat ilustrasi 3-19) membeli perlengkapan
iklam seharga $25.000 pada tanggal 5 Oktober. Perushaan lalu mendebet akun perlengkapan iklan,
dan akun ini memiliki saldo sebesar $25.000 dalam neraca saldo per 31 Oktober. Perhitungan fisik
pada persediaan pada tanggal 31 Oktober menemukan bahwa nilai perlengkapan yang masih
ditangan adalah $10.000. Jadi, biaya perlengkapan yang telah digunakan adalah $15.000 ($25.000-
$10.000)

31 Okt

Beban Perlengkapan Iklan 15.000

Perlengkapan iklan 15.000

(untuk mencatat perlengkapan yang telah digunakan)

Setelah ayat jurnal penyesuaian dipindahkan ke buku besar, akun perlengkapan iklan dan
beban perlengkapan iklan dalam akun bentuk T akan terlihat sebagai berikut:

Perlengkapan iklan Beban Perlengkapan Iklan


5/10 25.000 31/10 Penyesuaian 31/10 penyesuaian 15.000
15.000
31/10 10.000

Akun aktiva, yaitu perlengkapan iklan, sekarang memperlihatkan saldo sebesar $100.000,
yang setara dengan biaya perlengkapan ditangan pada tanggal laporan. Selain itu, beban
perlengkapan iklan juga memperlihatkan saldo sebesar $15.000, yang setara dengan biaya
perlengkapan yang telah digunakan selama bulan Oktober. Jika ayat jurnal penyesuaian tidak
dibuat, maka beban bulan oktober akan ditetapkan terlalu rendah dan laba bersih ditetapkan
terlalu tinggi sebesar $15.000. selain iti, baik aktiva maupun ekuitas pemilik akan ditetapka
terlalu tinggi sebesar $15.000 pada neraca per 31 Oktober.

Asuransi. Sebagaian besar perusahaan memiliki asuransi kebakaran dan pencurian barang
dagang serta peralatan, asuransi kewajiban pribadi untuk kecelakaan dialami konsumen, da asuransi
mobil untuk mobil serta truck perusahaan. Biaya perlindungan asuransi dicerminkan oleh
pembayaran premi asuransi. Jangka waktu dan cakupan perlindungan dijelaskann dalam polis
asuransi. Jangka waktu minimal biasanya 1 tahun, tetapi ada juga polis yang berjangka waktu 3-5
tahun dan menawarkan premi tahunan yang lebih murah. Premi asuransi.

Umumnya didebet ke akun aktiva, Ansuransi Dibayar di Muka, ketika dibayarkan Pada
tanggal laporan keuangan, perusahaan perlu mendebet Beban Ansuransi dan mengkredit Ansuransi
Dibayar di muka untuk mencatat biaya ansuransi yang telah jatuh tempo selama periode
bersangkutan.

Sebagai contoh, pada tanggal 4 Oktober, power advertising Agency Inc. membayar $6.000
untuk polis asuransi kebakaran berjangka satu tahun. Tanggal perlindungan efektifnya adalah 1
Oktober, Premi ini telath dicatat pada asuransi Dibayar di muka ketika dibayarkan dan akun ini
masih memperlihatkan saldo sebesar $6.000 dalam neraca saldo per 31 oktober. Analisis atas polis
ini menunjukan bahwa sebesar $500 ($6.000 + 12) dari premi asuransi jatuh tempo setiap bulannya
jadi, perusahaan membuat ayat junal penyesuaian berikut:

31 Okt.

Beban Asuransi 500

Asuransi DIbayar di Muka 500

(untuk mencatat asuransu yang telah jatuh tempo)

Setelah ayat jurnal penyesuaian dipindahkan ke buku besar, akun-akun terlihat sebagai berikut:

Asuransi Dibayar di Muka Beban Asuransi


4/10 6.000 31/10 penys. 500 31/10 penys. 500
31/10 saldo 5.500

Akun asuransi Dibayarkan di Muka kini memperlihatkan saldo sebesar $5.500, yang
merupakan biaya asuransi yang belum jatuh tempo dan akan berlaku untuk 11 bulan berikutnhya.
Pada saat yang sama, saldo Beban Asuransi yang telah jatuh tempo selama bulan Oktober. Jika
ayat junal penyusaian ini tidak dibuat, maka beban bualm Oktober akan ditetapkan terlalu
rendah sebesar $500 dan laba bersih akan ditetapkan terlalu tinggi sebesar $500. Selain itu,
baik aktiva maupun ekuitas pemilik juga akan di tetapkam terlalu tinggi sebesar $500 pada
neraca per 31 Oktober.

Penyusutan. Sebuah perusahaan bisnis, seperti caterpillar atau Boeing biasanya mempunyai
beragam fasilitaas produktif seperti bnagunan, peralatan, dan mobil. Aktiva-aktiva ini menyediakan
jasa selama lebih dari satu tahun yang biasa disebut dengan masa manfaat (userful live). Karena
Caterpillar, misalnya, mengharapkan aktiva seperti bangunan memberikan manfaat selama beberapa
tahun, maka Caterpillar mencatat banguanan sebagai aktiva, bukan sebagai beban, pada saat dibeli.
Pencatatan ini dilakukan pada biaya atau harga perolehan, seperti yang diharuskam oleh prinsip
biaya.

Menurut prinsip penandingan , sebagian biaya aktiva jangka panjang harus dilaporkan oleh
Caterpillar sebagai beban selama setiap periode masa manfaatnya. Penyusutan (depreciation) adlah
proses pengalokasian biaya aktiva menjadi beban sepanjang umur manfaatnya secara rasional dan
sistematis.

Kebutuhan akan penyesuaian penyusutan. Dari sudut pandang GAAP, pembelian fasilitas
produktif pada dasarnya dipandang sebagai pembayaran di muka jangka panjang atas manfaat yang
akan diterima. Karena itu, kebutuhan untuk membuat ayat jurnal penyesuaian periodik atas
penyusutan sama dengan kebutuhan untuk menyesuaikan beban dibayar di muka lainnya yang telah
dijelaskan sebelumnya; yaitu, untuk mengakui biaya yang telah jatuh tempo (beban) selama periode
berjalan dan untuk mengakui biaya yang telah jatuh tempo (beban) selama periode berjalan dan
untuk mencatat biaya yang belum jatuh tempo (aktiva) pada akhir periode. Penyebab utama
penyusutan fasilitas produktif adalah pemakaian aktual, kerusakan dan keuangan sebagai contoh
pada waktu Caterpillar membeli aktiva pengaruh faktor-faktor tersebut tidak diketahui secara pasti
sehingga harus diestimasi. Jadi, anda harus mengakui penyusutan merupakan suatu estimasi,
bukan pengukuran aktual atas biaya yang telah jatuh tempo.

Prosedur umum yang dipakai Caterpillar dalam menghitung beban penyusutan adalah
membagi biaya aktiva sepanjang masa manfaatnya. Sebagai contoh, jika Caterpillar membeli
peralatan dengan harga $10.000 dan memiliki masa manfaat 10 tahun, maka penyusutan tahunannya
adalah $1.000. Bagi Pionoer adversiting penyusutan peralatan kantor diestimasi sebesar $4.800
setahun (harga perolehan sebesar $50.000 dikurangi nilai sisa $2.000 dibagi dengan masa manfaat
10 tahun atau $400 per bulan. Karena itu, penyusutan bulan Oktober diakui dengan ayat jurnal
penyesuaian berikut:

31 Okt.

Beban Penyusutan 400

Akumulasi Penyusutan – Peralatan Kantor 400

(untuk mencatat penyusutan bulanan)

Setelah ayat jurnal penyusutan dipindahkan ke buku besar, akun akan terlihat sebagi berikut:

Peralatan Kantor

1/10 50.000

Akumulasi Penyusutan – Peralatan Kantor Beban Penyusutan

31/10 Penyesuaian 400 31/10 Penyesuaian 400

Saldo akun akumulasi penyusutan akan meningkat sebesar $400 tiap bulan. Jadi, setelah
membuat jurnal dan memosting ayat jurnal penyesuain pada tanggal 30 November, saldo akun
akumulasi penyusutan akan menjadi $800.

Penyajian dalam laporan keuangan. Akumulasi Penyusutan – Peralatan Kantor merupakan


sebuah akun kontra-aktiva, Akun kontra-aktiva (contra asset account) adalah akun yang
mengoffset akun aktiva pada neraca. Ini berarti bahwa akun akumulasi penyusutan mengoffset akun
Peralatan Kantor pada neraca dan saldo normalnya adalah kredit. Akun ini digunakan agar Pioneer
tidak langsung mengkredit Peralatan Kantor dalam rangka mengungkap biaya awal (original cost)
Peralatan dan total biaya yang telah jatuh tempo sampai tanggal laporan keuangan. Dalam neraca,
Akumulasi Penyusutan – Peralatan Kantor dikurangi dari akun aktiva yang berhungan sebagai
berikut:
Peralatan Kantor $50.000
Dikurangi: Akumulasi penyusutan – peralatan kantor 400
$49.600

Selisih antara biaya setiap aktiva yang dapat disusutkan dengan akumulasi penyusutan yang
berhubungan disebut sebagai nilai buku (book value) aktiva. Dalam Ilustrasi 3-25, nilai buku
peralatan pada tanggal laporan keuangan. Dalam neraca adalah $49.600. Jadi, perhatikan bahwa
nilai buku dan nilai pasar aktiva biasanya berbeda. Perbedaan ini muncul karena penyusutan
bukanlah cara untuk menilai aktiva melaikan suatu lokasi biaya. Perhatiakan juga bahwa beban
penyusutan mencerminkan porsi biaya aktiva yang jatuh tempo pada bulan Oktober. Seperti halnya
penyesuaian untuk biaya dibayar di muka, kelalaian membuat ayat jurnal penyesuaian untuk
penyusutan akan menyebabkan total aktiva, total ekuitas, pemilik, dan laba bersih akan ditetapkan
terlalu tinggi dan beban penyusutan akan ditetapkan terlalu rendah.

Perusahaan akan mencatat beban penyusutan untuk setiap jenis peralatan, seperti peralatan
pengirim atau peralatan pengiriman atau peralatan took, dan untuk semua bangunan yang
dimilikinya. Perusahaan juga akan membentuk akun akumulasi penyusutan yang terpisah untuk
masing-masing jenis aktiva jangka panjang. Seperti Akumulasi Penyusutan – Peralatan Pengiriman
; Akumulasi Penyusutan – Peralatan Kantor; dan Akumulasi Penyusutan – Bangunan.

F. Pendapatan yang Belum Dihasilkan.

Pendapatan yang diterima dalam bentuk kas dan dicacat sebagai kewajiban sebagai kewajiban
sebelum dihasilkan dinamakan dengan pendapatan yang belum dihasilkan (uncarned rebentues)
Item-item seperti sewa langganan majalah, dan deposito pelanggan untuk jasa yang akan dilakukan
mungkin merupakan pendapatan yang belum dihasilkan. Maskapai penerbangan seperti Northwest,
American, dan Southwest, memperlukan penerimaan dari penjualan tiket sebagai pendapatan
yang belum dihasilkan sampai penumpangnya diangkut ke twmpat tujuan. Biaya kuliah yang
diterima sebelum dimulainya mas perkuliahan merupakan contoh lain dari pendapatan yang belum
dihasilkan. Sebetulnya pendapatan belum dihasilkan dalam pembukuan sebuah perusahaan mungkin
merupakan pembayaran dimuka dalam pembukuan perusahaan lainnya. Sebagai contoh, jika
menggunakan periode akuntansi yang identik, maka seorang pemilik gedung akan memiliki biaya
sewa dibayar di muka.

Apabila pembayaran di terima oleh sebuah perusahaan seperti Intel, untuk jasa yang akan di
sediakan di periode akuntansi berikutnya, maka akun pendapatan yang belum di hasilkan
(kewajiban) harus dikreditkan untuk mengakui kewajiban yang muncul. Pendapatan yang belum
dihasilkan akan diterima apabila jasa telah diberikan kepada konsumen. Selama periode akuntansi
merupakan hal yang tidak praktis membuat ayat jurnal harian yang berulang-ulang untuk mencatat
pendapatan yang telah dihasilkan. Dalam kasus semacam ini, Intel menunda pengakuan pendapatan
yang telah dihasilkan kewajiban yang masih tersisa. Dalam kasus tertentu, kewajiban akan di
tetapkan terlalu tinggi sementara pendapatan akan akan ditetapkan terlalu rendah sebelum
penyesuaian dilakukan. Jadi,ayat jurnal penyesuaian bagi pendapatan yang belum dihasilkan
akan berupa debet (penurunan) pada akun kewajiban dan kredit (kenaikan) pada akun
pendapatan.
Sebagai contoh Pioneer Advertising menerima $12.000 pada tanggal 2 Oktober dari R.
Knox sebagai pembayaran atas jasa iklan yang akan diselesaikan pada tanggal 31 Desember,
Pembayaran ini di kredit ke kaun Pendapatan jasa yang Belum Dihasilkan, dan akun ini
memperlihatkan saldo sebesar $12.000 saldo neraca saldo per 31 Oktober. Analisis yang dilakukan
mengungkapkan sebesar $4.000 dari jasa ini telah dihasilkan pada bulan Oktober, sehingga
membuat ayat jurnal penyesuaian berikut:

31 Okt.
Pendapatan Jasa yang Belum Dihasilkan 400
Pendapatan Jasa 400

(Untuk mencatat pendapatan jasa yang telah diberikan)

Setelah ayat jurnal ini dipindahkan ke buku besar, akun-akunnya akan terlihat sebagai berikut:

Pendapatan Jasa yang Belum Dihasilkan Pendapatan Jasa

31/10Penyesuaian4.000 2/10 1.200 31/10 Saldo 100.000

31/10 Saldo 8.000 31/1 Penyesuaian 4.000

Akun kewajiaban, yaitu Pendapatan Jasa Pendapatan Jasa yang belum Dihasilkan kini
memperlihatkan saldo sebesar $8.000, yang mencerminkan sisa jasa iklan yang masih harus di
sediakan di masa depan. Pada saat yang sama, pendapatan Jasa memperlihatkan total pendapatan
yang dihasilkan pada bualn Oktober sebesar $104.000. Jika penyesuaian ini tidak di bjuat, maka
pendapatan dan laba bersih akan ditetapkan terlalu rendah sebesar $4.000 dalam laporan
laba-rugi. Selain itu, kewajiban akan ditetapkan terlalu tinggi dan ekuitas pemilik akan
ditetapkan terlalu rendah sebesar $4.000 pada neraca per 31 Oktober.

2.2.3 Ayat Jurnal Penyesuaian untuk Aktrual

Kategori ayat jurnal penhyesuaian kedua adalah akrual (accruals). Ayat jurnal penyesuaian
untuk akrual diperlukan untuk mencatat pendaptan yang telah diselesaikan dan beaban yang telah
terjadi tetapi belum tercatat dalam periode akuntansi berjalan.

Tanpa penyesuaian akrual, maka akun pendapatan (dan akun aktiva yang berhubungan) atau
akun beban (serta akun kewajiban yang berhubungan) akan ditetapkan terlalu rendah. Jadi, ayat
jurnal penyesuaian untuk akrual akan menaikkan akun neraca dan akun laporan laba – rugi.
Ayat jurnal penyesuaian untuk akrual diperlihatkan dalam Ilustrasi 3-27.
AYAT JURNAL PENYESUAIAN

Pendapatan Aktual

Aktiva Pendapatan

Ayat jurnal Ayat jurnal


penyesuaian penyesuaian
debet (+) kredit (+)

Beban Akun

Beban Kewajiban
Ayat jurnal Ayat jurnal
penyesuaian penyesuaian
debet (+) kredit (+)

Pendapatan Akrual. Pendepatan yang telah dihasilkan tetapi belum diterima dalam bentuk
kas atau dicatat pada tanggal laporan keuangan disebut pendapatan akrual (acccrued revenues).
Pendapatan akrual dapat terakumulasi (menjadi hak perusahaan) seiring dengan berlalunya waktu,
seperti dalam hal pendapatan bunga dan sewa. Pendapatan bunga atau sewa belum dicatat karena
penghasilan bunga dan sewa.

Ayat jurnal penyesuaian akan diperlukan untuk memperlihatkan piutang yang timbul pada
tanggal neracadan untuk mencatat pendapatan yang telah dihasilkan selama periode berjalan.
Sebelum penyesuaian dilakukan , baik aktiva maupun pendapatan masih ditetapkan terlalu rendah.
Untuk itu, AJP untuk pendapatan akrual akan berupa debet (menaikkan) pada akun aktiva dan
kredit (menaikkan) pada akun pendapatan.
Selama bulan oktober, Pioneer Advertising Agency telah menghasilkan $2.000 untuk jasa
iklan yang belum ditagih dari klien-klien sebelum tanggal 31 Oktober. Karena belum ditagih , jasa-
jasa ini belum dicatat. Jadi, perusahaan harus membuat ayat jurnal berikut :

31 Okt

Piutang Usaha 2.000


Pendapatan Jasa 2.000
(Mencatat pendapatan untuk jasa yang telah diberikan)

Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan kebuku besar, akun piutang dan pendapatan
jasa akan terlihat sebagai berikut :

Piutang Usaha Pendapatan Jasa


31/10 31/10 100.000
72.000 31 4.000
31 Penyesuaian 31 Penyesuaian 2.000
2.000
31/10 Saldo 31/10 Saldo 106.000
74.000

Akun aktiva, yaitu Piutang Usaha, memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki piutang
sebesar $74.000 pada tanggal neraca. Saldo sebesar $106.000 pada akun pendapatan jasa
mencerminkan total pendapatan jasa yang dihasilkan selama bulan oktober ($100.000 + $4.000 +
$2.000). Jika ayat jurnal penyesuaian tidak dibuat, maka aktiva dan ekuitas pemilik dalam
neraca, serta pendapatan dan laba operasi daalam laporan laba rugi , akan ditetapkan terlalu
rendah.

Beban akrual. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beban ini telah terjadi tetapi belum
dibayar atau dicatat pada tanggal laporan keuangan disebut sebagai beban akrual(accrued
expenses), seperti bunga sewa pajak dan gaji. Beban akrual bisa muncul karena penyebab yang
sama seperti pendapatan akrual. Dalam kenyataanya, beban akrual dalam pembukuan sebuah
perusahaan mungkin merupakan pendapatan akrual dalam pembukuan perusahaan lainnya. Sebagai
contoh, pendapatan akrual sebesar $2.000 dalam pembukuan pioneer advertising adalah beban
akrual dalam pembukuan klien yang menerima jasa pionner.

Jika ayat jurnal penyesuaian tidak dibuat, maka aktiva dan ekuitas pemilik dalam neraca,
serta pendapatan dan laba operasi daalam laporan laba rugi , akan ditetapkan terlalu rendah.

Beban akrual. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beban ini telah terjadi tetapi belum
dibayar atau dicatat pada tanggal laporan keuangan disebut sebagai beban akrual(accrued expenses),
seperti bunga sewa pajak dan gaji. Beban akrual bisa muncul karena penyebab yang sama seperti
pendapatan akrual. Dalam kenyataanya, beban akrual dalam pembukuan sebuah perusahaan
mungkin merupakan pendapatan akrual dalam pembukuan perusahaan lainnya. Sebagai contoh,
pendapatan akrual sebesar $2.000 dalam pembukuan pioneer advertising adalah beban akrual
dalam pembukuan klien yang menerima jasa pionner.
Nilai suku jangka = bunga
Nominal x bunga x waktu
wesel tahunan satu
tahun

$50.000 x 12% x 1/12 = $500

Ayat jurnal penyesuaian untuk beban akrual per 31 Oktober adalah sebagai berikut:

31 Oktober
Beban Bunga 500
Utang Bunga 500
(mencatat bunga wesel bayar)

Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan ke buku kas besar, akun Beban Bunga dan
Utang Bunga akan dibayar sebagai berikut:

Beban Bunga Utang Bunga


31/10 31/10
500 500

Beban Bunga mencerminkan bunga yang telah jatuh tempo untuk bulan oktober.Jumlah
bunga yang terutang pada tanggal laporan keuangan ditinjukkan oleh akun Utang Bunga. Bunga ini
akan dibayarkan sampai wesel jatuh tempo pada akhir bulan ketiga. Akun Utang Bunga, bukan
mengkredit Wesel Bayar secara langsung, yang akan digunakan untuk mengungkap dua jenis
kewajiban (yaitu bunga dan pokok utang) dalam laporan keuangan. Jika ayat jurnal penyesuaian
ini belum dibuat , maka kewajiban dan beban bunga akan ditetapkan terlalu rendah, dan
laba bersih serta ekuitas pemilik akan ditetapkan terlalu tinggi.

Gaji Akrual. Beberapa jenis beban, seperti gaji dan komisi karyawan, akan dibayarkan
setelah jasa diberikan. Pada Pioneer Advertising, pembayaran gaji terakhir terjadi pada tanggal 26
Oktober ; sementara tanggal berikutnya adalah tanggal 23 November. Seperti ditunjukkan dalam
kalender yang disajikan dibawah ini, masih ada tiga hari kerja yang belum digaji [ada bulan
Oktober (29 sampai 31 Oktober).

Pada tanggal 31 Oktober, gaji untuk ketiga hari ini merupakan beban akrual dan kewajiban
yang berkaitan dengan Poineer Advertising. Para karyawan akan menerima total gaji sebesar
$10.000 untuk lima-hari kerja dalam seminggu atau $2.000 per hari. Jadi jumlah gaji akrual pada
tanggal 31 Oktober adalah $6.000($2.000 x 3), dan ayat jurnal penyesuaian adalah:

31 Okt
Beban Gaji 6.000
Utang Gaji 6.000
(mencatat gaji akrual)
Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan ke buku besar, akun Beban Gaji dan Utang
akan terlihat sebagai berikut:

Beban Gaji Pendapatan Jasa


26/10 40.000 31/10
31 Penyesuaian 6.000 6.000
31/10 saldo 46.000

Setelah penyesuaian ini dilakukan, saldo Beban Gaji sebesar $46.000(23 hari x $2.000)
adalah beban gaji actual untuk bulan Oktober. Sementara saldo akun Utang Gaji adalah sebesar
$6.000 adalah jumlah kewajiban gaji yang terutang pada tanggal 31 Oktober. Jika penyesuaian
sebesar $6.000 untuk gaji tidak dicatat, maka beban Pioneer akan ditetapkan terlalu renda
sebesar $6.000, dan kewajibannya juga akan ditetapkan terlalu rendah sebesar $6.000.

Pada Poineer Advertising, gaji dibayar setiap empat minggu. Akibatnya, hari gajian
berikutnya adalah tanggal 23 November, ketika total gaji $40.000 akan dibayarkan. Pembayaran ini
terdiri dari utang gaji sebesar $6.000 pada tanggal 31 Oktober ditambah beban gaji untuk 17 hari-
kerja bulan November (seperti yang ditunjukkan oleh kalender ) sebesar $34.000. Karena itu,
Poineer akan membuat ayat jurnal berikut pada tanggal 23 November:

23 Nov
Utang Gaji 6.000
Beban Gaji 34.000
Kas 40.000
(untuk mencatat pembayaran gaji tanggal 9 Nivember)

Ayat jurnal ini meneliminasi kewajiban Utang Gaji yang telah dicatat pada ayat jurnal
penyesuaian per 31 Oktober dan mencatat jumlah Beban Gaji yang tepat untuk periode antara 1
november dan 23 November.

Piutang Tak Tertagih. Penandingan antara pendapatan dengan beban secara tepat akan
memerlukan pencatatan piutang ragu-ragu atau piutang tak tertagih(bad debt) sebagai beban pada
periode pendapatan itu dihasilkan, bukan pada periode piutang atau wesel dihapuskan.Di sini,
penilaian saldo piutang secara tepat mengharuskan pengakuan piutang yang diperkirakan tidak akan
tertagih. Penandingan dan penilaian piutang secara tepat memerlukan ayat jurnal penyesuaian.

Pada akhir setiap periode akuntansi, perusahaan seperti General Mills harus membuat
estimasi tenang jumlah pendapatan(piutang) periode berjalan yang tidak akan tertagih di masa
depan. Estimasi ini di dasarkan pada atas jumlah piutang tak tertagih yang dialami masa lalu,
kondisi ekonomi secara umum, berapa lama piutang lama telah jatuh tempo, dan faktor-faktor
lainnya yang mengindikasikan unsur-unsur ktidaktertagihan. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa,
berdasarkan pengalaman,estimasi yang masuk akal atas beban piutang tak tertagih untuk bulan
Oktober adalah $1.600.
Ayat jurnal penyesuaian yang harus dibuat adalah:

31 Okt
Beban Piutang Tak Tertagih 1.600
Penyisihan Piutang Tak Tertagih 1.600
(untuk mencatat beban piutang tak tertagih bulanan)

Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan ke buku besar, akun-akun di atas akan
terlihat sebagai berikut:

Piutang Usaha

1/10 72.000
31/10 penyesuaian
2.000
Penyisihan Piutang Tak Tertagih Beban Piutang Tak Tertagih
31/10 Penyesuaian 1.600 31/10 Penyesuaian 1.600

Perusahaan sering kali menyatakan piutang tak tertagih sebagai persentase dari pendapatan
piutang untuk periode berjalan. Atau Perusahaan dapat menghitung piutang tak tertagih dengan
menyesuaikan Penyisihan untuk Piutang Tak Tertagih pada persentase tertentu dari piutang usaha
dagang dan wesel tagih dagang pada akhir periode.

Neraca Saldo yang Telah Disesuaikan, setelah semua ayat jurnal penyesuaian dibuat dan
diposting, neraca saldo berikutnya lalu dibuat dari akun-akun buku besar. Neraca saldo ini
dinamakan dengan neraca saldo yang telah disesuaikan (adjusted trial balance). Neraca saldo ini
memperlihatkan saldo dari semua akun, termasuk akun-akun yang telah disesuaikan, pada akhir
periode akuntansi. Jadi tujuan neraca saldo yang telah diselesaikan adalah untuk memperlihatkan
pengaruh dari semua kejadian keuangan yang telah terjadi selama periode akuntansi.

PIONEER ADVERTISING AGENCY INC.


NERACA SALDO YANG TELAH DISESUAIKAN
31 OKTOBER 2017
Debet Kredit
Kas $ 80.000
Piutang Usaha 74.000
Penyisihan Piutang Tak Tertagih $ 1.600
Perlengkapan Iklan
Asuransi Dibayar di Muka 10.000
Peralatan Kantor 5.500
50.000
2.2.4 Menyusun Laporan Keuangan
Dapat Menyusun laporan keuangan Secara langsung dari Neraca saldo yang telah
disesuaikan ilustrasi 3-34 dan 3-35 menunjukan keterkaitan data-data di neraca saldo yang telah
diseseuaikan dan laporan keuangan .

PIONER ADVERISTING AGENCY


Neraca Saldo yang telah disesuaikan
31 Oktober 2017

Akun Debet Kredit


Kas 580.000
Piutang Usaha 74.000
Penyisihan Piutang Tak 1.600
Teratgi
Perlengkapan Iklan 10.000
Asuransi Dibayar Dimuka 5.500
Perlatan Kantor 50.000 400
Ak. Penyusutan Peralatan
Kantor
Wesel bayar 50.000
Utang Usaha 25.000
Pendapatan Jasa Yang belum 8.000
dihasilkan
Utang Gaji 6.000
Utang Bunga 500
Saham Biasa 100.000
Laba Ditahan 0
Deviden 3.000
Pendapatan Jasa
Beban Gaji 46.000
Beban Perlengkapan Iklan 15.000
Beban Sewa 9.000
Beban Asuransi 500
Beban Bunga 500
Beban Penyustan 400
Beban Piutang Tak tertagih 1600
297.500 297.500
PIONER ADVERISTING AGENCY INC.
Laporan Laba Rugi
31 Oktober 2017

Pendapatan :
Pendapatan Jasa 106.000
Beban :
Beban Gaji 46.000
Beban Perlengkapan Iklan 15.000
Beban Sewa 9.000
Beban Asuransi 500
Beban Bunga 500
Beban Penyusutan 400
Beban Piutang Tak Tertagih 1600
Total Beban 73.000 -
Laba Bersih 33.000

PIONER ADVERISTING AGENCY INC.


Laporan Laba Ditahan
31 Oktober 2007

Laba Ditahan, 1 Oktober -0-


(+) : Laba Bersih 33.000
(-) : Dividen 5.000
Laba Ditahan , 31 Oktober 28.000

Seperti ditnjukan dala ilustrasi 3-34 pionner mulai menyusun laporan laba rugi dari akun-akun
pendapatan dan beban .setelah itu , laporan laba rugi dari akun’’pendapatan dan beban. Laporan
laba ditahan dapat disusun dari akunlaba ditahan dan dividen , serta laba bersih (atau rugi
bersih)yang ditunjukan dalam laporan laba rugi . kemudian seperti ditnjukan pada ilustrasi 3-35 .
Pionner menyusun neraca dari akun’ aktiva dan kewajiban , akun saham biasa dan saldo akhir laba
ditahan seperti yang dilaporkan dalam laporan laba ditahan.

PIONER ADVERISITNG INC


Neraca
31 Oktober 2007
Aktiva
Kas 80.000
Piutang Usaha 74.000
(-) : Penyisihan 1.600 72.000
Perlengkapan Iklan 10.000
Asuransi Dibayar Dimuka 5.500
Peralatan Kantor 50.000
(-) : Ak. Penyusutan 400 49.600
Total Aktiva : 217.500
Kewajiban Dan Ekuitas Pemegang Saham
Kewajiban :
Wesel Bayar 50.000
Utang Usaha 25.000
Pendapatan Jasa yang 8.000
belum dihasilkan
Utang Gaji 6.000
Utang Bunga 500
Total Kewajiban : 89.500
Ekutas Pemegang Saham :
Saham Biasa 100.000
Laba Ditahan 28.000
Total Ekuitas : 128.000
Total Kewajiban Dan 217.500
Ekuitas Pemegang Saham
Mentransfer semua saldo akun pendspatan dan beban (pos-pos laporan laba rugi )
Ke akun kliring atau akun temporer yang disebut ikhtisar laba rugi akun-aku ikhtisar laba rugi
membandingkan antara pendapatan dan beban . Pionner menggunakan akun kliring ini hanya pada
akhir setiap periode akuntansi (tahunan). Akun tersebut mencerminkan laba bersih atau rugi bersih
selama periode bersangkutan , yang selanjutnya ditransfer kea kun ekuitas pemilik (laba ditahan
untuk koorporasi dana kun modsal untuk perusahaan perorangan atau persekutuan). Semua ayat
jurnal penutup seperti itu diposting ke akun buku besar yang berhubungan .

2.2.5 Ayat Jurnal Penutup


Dalam Praktik , perusahaan biasanya membuat aya jurnal penutup pada akhir periode
akuntansi tahunan perusahaan . namun , untuk mengilutrasikan penjualaan dan pemindahan
bukan atau posting ayat jutrnal penutup kita akan mengkonsumsi bahwa pioneer adveristing
agency inc menutup pembukuannya setiap bulan ilustrasi 3-36 . mennjukan ayat jurnal penutup
pada tanggal 31 oktober .

Jurnal Umum
Tanggal Judul Akun dan Keuangan Debet Kredit
Ayat Jurnal Penutup (1)
Okt. 31 Pendapatan Jasa 106.000
Ikhtisar Laba Rugi 106.000
Untuk Menutup Akun
Pendapatan (2)
31 Ikhtisar Laba Rugi 73.000
Beban PerlengkapanIklan 15.000
Beban Penyusutan 400
Beban Asuransi 500
Beban Gaji 46.000
Beban Sewa 9.000
Beban Bunga 500
Beba Piutang Tak Tertagih 1.600
Untuk Menutup Akun-aku
Beban (3)
31 Ikhtisar Laba Rugi 33.000
Laba Ditahan 33.000
Untuk Menutup Laba Bersih Ke
Laba Ditahan (4)
31 Laba Ditahan 5.000
Dividen 5.0000
Untuk Menutup Dividen ke Laba
Ditahan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat membuat jurna penutup


1. Hindari Penggandaan yang tidak disengaja atas saldo pendapatan dan beban ,alih’’
menghapusnya
2. Jangan menutup deviden melaluiakun ikhtisar laba rugi.
2.2.6 Memposting Ayat Jurnal Penutup
Ilustrasi 3-37 menunjukan posting ayat jurnal penutup dan akun-akun yang berlaku semua
aku temporer memiliki saldo sebesar nol setelah ayat jurnal penutup diposting .selain itu
diperhatikan juga bahwa saldo laba ditahan merupakan akumulasi laba yang tidak didistribusika
pionner pada akhir periode akuntansi pionner melaporkan jumlah ini dalam neraca sebagai jumlah
akhir yang dilaprkan pada laporan laba ditahan .
Pendapatan Jasa 400
Beban Perlengkapan (1). 106.000 100.000
Iklan 631 4.000
15.000 (2) 15.000 2.000
106.000 106.000

Beban Penyusutan 711


400 (2) 400
Ikhtisar Laba Rugi 350
(2). 73.000 (1) 106.000
(3). 33.000
Beban Asuransi 722 106.000 106.00
500 (2) 500

Beban Gaji 726


40.000 (2) 46.000
6.000
46.000
Laba Ditahan 320
(4). 5.000 -
(3). 33.000
Saldo 28.000
Beban Sewa 729
9.000 (2) 9.000

Dividen 332
5.000 (4). 5.000

Beban Bunga 905


500 (2) 500

Beban Piutang Tak


Tertagih 910
1.600 (2) 1.600
2.2.7 Neraca Saldo Pasca Penutupan
Ingat bahwa neraca saldo dibuat setelah tansaki-tansaksi reguler selesai dipindahkan ke
buku besar dan neraca saldo kedua (neaca saldo yyang telah disesuaikan) dibuat setelah ayat
jurnal penyesuaia selesai di pindahkan ke buku besa. Neraca saldo yang ketiga juga bisa dibuat
setelah ayat jurnal penutupan dipindahkan ke uku besar. Neraca saldo stelah penutupan yang
umumnya disebut neraca saldo pasca penutupan (pots-closing trial balance) hanya terdiri dari
akun aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik (akun rill).

1. Ayat Jurnal Pembalik

Setelah laporang keuanan selsai dibuat dan pembukaan ditutup, peusahaan biasana
membalikan sebagian aat jurnal penyesuaian sebelum mencatat transaksi rguler pada periode
berikutny. Ayat jurnal semacam ini biasanya disebut sebagai ayat jurnal pembalik (reversing
entries). Ayat jurnal pembalik dibuat pada awal periode akuntansi berikutnya dan merupakan
kebalikan dari ayat jurnal penyesuaian terkait yang telah diibuat pada periode sebbelumnya.
Pencatatan ayat jurnal pembalik merupakan langkah opsional dalam siklus akuntansi yang akan
dilakukan pada awal periode akuntansi berikkunya.

2. Ringksan Siklus Akuntansi


1. Mencatat transaksi periode berjalan pada jurnal yang tepat.
2. Memposting dari jurnal ke buku besar.
3. Membuat neraca saldo yang belum disesuaikan.
4. Meembuat yat jurnal penyasuaian dan kemudian mempostingnya ke buku besar.
5. Membuat neraca saldo setelah penyesuaian.
6. Menyusun Laporan keuangan dari neraca saldo kedua.
7. Membuat ayat jurnal penutupan dan kemudian mmpostingnya ke buku besar.
8. Membuat neraca saldo pasca penutupan.
9. Membuat ayat jurnal pembalik (opsional) dan kemudian mempostingnya ke buku besar.

3. Laporan Keuangan untuk Perusahaan Dagang

Pioneer Advertising Agency Inc adalah perusahaan jasa serangkaian laporan keuangan yang
terinci sekarang diperlihatkan untuk perusahaan dagang, uptown cabinet cabinet corp. Laporan
keuangan yang disajikan pada ilistrasi 3-38 hingga 3-40 disusun berdasarkan neraca saldo setelah
penyesuaian.

4. Laporan Laba-Rugi

Laporan laba-rugi untuk uptown merupakan laporang self-explanation. Laporan laba-rugi ini
mengklasifikasikan jumlah ke dalam kategori seperti laba kotor atas penjulan, laba operasi , laba
sebelum pajak, dan laba bersih. Meskipun informasi tentang laba per sham harus disajikan dalam
laporan laba-rugi perusahaan, kita mengabaikan pos ini disini hal tersebut.

UPTOWN CABINET CORP.


Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir 31 Des 2007
Penjualan bersih $400,000.00
Harga pokok penjualan 316000.000
Laba kotor atas penjualan 8400.000
Beban penjualan:
Beban gaji penjualan $20,000.000
Beban perjalanan 8000
Beban iklan 2200
Total beban penjualan 30200
Beban administratif:
Gaji,kantor,dan umum $19,000
Beban penyusutan perabotan dan peralatan 6700
Beban pajak properti 5300
Beban sewa 4300
Beban piutang tak tertagih 1000
Beban telepon dan internet 600
Beban asuransi 360
Total beban administratif 37260
Total beban penjualan dan administratif 67460
Laba operasi 16540
Pendapatan dan keuntungan lainnya:
Pendapatan bunga 800
17340
Beban dan kerugian lainnya:
Beban bunga 1700
Laba sebelum pajak penghasilan 15640
Pajak penghasilan 3440
Laba bersih 12200

5. Laba Rugi Ditahan

Laba bersih yang dihasilkan oleh korporasi bisa ditahan dalam peruahaan atau bisa juga
didistribusikan kepada para pemegang saham dalam bentuk deviden. Dalam ilustrasi, uptown
menambahkan laba bersih yang dihasilkan dalam setahun ke saldo laba ditahan per 1 januari ,
sehingga saldo laba ditahan mengalami peningkatan. Dengan dikurangi pembagian deviden sebesar
2000 menyebabkan saldo laba ditahan per 31 desember menjadi 26.400

UPTOWN CABINET CORP.


LAPORAN LABA DITAHAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DES 2007

Laba ditahan, 1 Jan $16.200


Ditambah : laba bersih 12.200
28.400
Dikurangi : Dividen 2.000
Laba ditahan, 31 Des $26.400
6. Neraca

Neraca uptown adalah suatu neraca berklasifikasi. Piutang bunga, asuransi dibayar dimuka,
dan bebas sewa bibayar dimuka dimasukkan sebagai aktiva lancar. Aktiva-aktiva ini dipandang
lancar karena akan dikonversikan menjadi kas atau digunakan sebagai bagaian dari operasi rutin
dalam jangka pendek,. Uptown mengurangi jumlah penyisihan piutang tak tertagih dari total
piutang usaha, wesel tagih, dan piutang bunga karena distimasi bahwa hanya 54.800 dari jumlah
seluruh piutang sebesar 57.800 yang akan dapat ditagih.

Dalam pembian properti, pabrik, dan peralatan akumulasi penyusutan dikurangkan dari
biaya perabotan dan peralatan. Selisihnya merupakan nilai buku atau nilai tercatat dari perabotan
dan peralatan.

UPTOWN CABINET CORP.


Neraca
Per 31 Des 2002
Aktiva

Aktiva lancar
Kas $1.200
Wesel tagih $16.000
Piutang usaha 41.000
Piutang bunga 800 $57.800
Dikurangi: penyisihan piutang tak tertagih 3.000 54.800
Persediaan barang dagang 40.000
Asuransi dibayar dimuka 540
Beban sewa dibayar dimuka 500
Total aktiva lancar 97.040
Property,pabrik,dan peralatan
Perabotan dan peralatan 67.000
Dikurangi: akumulasi penyusutan 18.700
Total property,pabrik dan peralatan 48.300
Total aktiva $145.340
Kewajiban dan ekuitas pemegang saham
Kewaiban lancar
Wesel bayar $ 20.000
Utang usaha 13.500
Utang pajak property 2.000
Utang pajak penghasilan 3.440
Total kewajiban lancar 38.940
Kewajiban jangka panjang
Utang obligasi, jatuh tempo 30 juni 2015 30.000
Total kewajiban 68.940
Ekuitas pemegang saham
Saham biasa, nilai per $5, 10.000 lembar telah
diterbitkan dan beredar $50.000
Laba ditahan 26.400
Total ekuitas pemegang saham 76.400
Total kewajiban dan ekuitas pemegang saham $145.340

Utang pajak properti diperlihatankan sebagai kewajuban lancar karena utang pajak ini
merupakan kewajiban ang akan dibayar dalam satu tahun. Neraca juga menunjukan kewajiban
jangka pendek lainnya seperti utang usaha.

Utang obligasi yang akan jatuh tempo tahun 2015 merupakan kewajiban jangka panjang
dan diperlihatkan dalam bagian terpisah pada neraca.(bunga atas oblogasi ini akan dibayarkan pada
tanggal 31 desember).

Karena uptown cabinet adalah sebuah korporasi maka bagian modal pada neraca yang

AYAT JURNAL PENUTUP

Ayat jurnal yang dibuat uptown untuk proses penutupan adalah sebagai berikut:

Jurnal Umum
31 Des 2007
Pendapatan bunga 800
Penjualan 400.000
Ikhtiar laba-rugi 400.800
(untuk menutup pendpatan ke ikhtiar laba-rugi)
Ikhtiar laba-rugi 388.600
Harga pokok pnjualan 316.000
Beban gaji penjualan 20.000
Beban perjalanan 8.000
Beban iklan 2.200
Gaji,kantor dan umum 19.000
Beban penyusutan perabotan dan peralatan 6.700
Beban sewa 4.300
Beban pajak property 5.300
Beban piutang tak tertagih 1.000
Beban telepon dan internet 600
Beban asuransi 360
Beban bunga 1.700
Beban pajak penghasilan 3.440
(untuk menutup beban ke ikhtiar laba-rugi)
Ikhtiar laba rugi 12.200
Laba ditahan 12.200
(untuk menutup laba rugi ke laba ditahan)
Laba ditahan 2.000
Dividen 2.000
(untuk menutup dividen kelaba ditahan)

disebut bagian ekuitas pemgang saham agak nebeda dengan bagian modal sebuah peusahaan
perorangan. Total ekuitas pemegang saham tedii dai saham biasa, yang meupakan investasi awal
oleh para pemegang saham , dan laba yang ditahan dalam bisnis. Untuk tujuan pekejaan rumah,
kecuali diminta sebaliknya, buatlah neraca yang tidak berklasifikasi.

7. Persediaan Dan Harga Pokok Penjualan

Karena uptown adalah perusahaan dagang, peusahaan itu memiliki persediaan. Peusahaan
yang memiliki peusahaan umumnya menggunakan sistem ppesediaan perpetual (perpetual
inventory system), dengan sistem semacam itu, peusahaan mencatat biaya pembelian dan penjualan
persediaan secara langsung pada akun persediaan pada saat terjadianya. Karena itu, saldo akun
perrrsediaan harus mencerminkan jumlah persediaan akhir, dan tidak dibutuhkan ayat jurnal
penyesuaian. Untuk menjamin keakuratan ini, perhitungan fisik persediaan biasanya dilakukan
sekali setahun.

Selain itu tidak ada akun pembelian yang digunakan karena pembelian didebe secara
langsung ke akun persediaan, namuan, akun haraga pokok penjualan akan digunakan untuk
mengakumulasikan barang-barang yang dikeluarkan dari persediaan. Yaitu ketik intem-intem
persediaan dijual harga pokok intem-intem tersebut dikredit ke persediaan dan didebet ke harga
pokok penjualan. Dalam menutup akun perusahaan menggunakan harga pokok penjulan dan
mendebet ikhtisar laba-rugi.

Dalam sistem persediaan periodik (periodic inventory system), perusahaan menggunakan


akun pembelian untuk mencatat pembelian persediaan selama periode berjalan. Disis akun
persediaan tidak berubah selama periode berjalan. Akun persediaan mencerminkan jumlah
persediaan awal selama keseluhan peiode. Pada akhir periode akuntansi, akun persediaan harus
disesuaikan dengan menutup saldo persediaan awal dan mencatat saldo persediaan akhir. Jumlah
persediaan akhir ditentukan melalui perhitungan fisik atas persediaan dan menilainya dengan
metode biaya atau lower-of-cost-or-market. Berdasarkan sistem persediaan periodik, harga pokok
penjualan ditentukan dengan menambahkan pesediaan awal ke pembelian besih dan kemudian
mengusanginya dengan pesediaan akhir.

Untuk mengilustrasikan perhitungan haga pokok penjualan menurut sistem persediaan


periodik, asumsikan bahwa collegiate apparel shop memiliki persediaan dan pengurangan
pembeliaan, 1.000; diskon pembelian 3.000; dan persediaan akhir adalah 26.000.

Perhitungan harga pokok penjualan adalah seperti pada ilustrasi ini.

Persediaan awal $30.000


Pembelian $200.000
Dikurangi: retur dan pengurangan pembelian $1.000
Diskon pembelian 3.000 4.000
Pembelian bersih 196.000
Ditambah: transportasi masuk 6.000
Harga pokok pembelian 202.000
Harga pokok barang yang tersedia utuk dijual 232.000
Dikurangi: persediaan akhir 26.000
Harga pokok penjualan $206.000
BAB IV
PERSEDIAAN
Klasifikasi dan Pngendalian Persediaan
a. Klasifikasi
Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi
bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual.
Deskripsi dan pengukuran persediaan membutuhkan kecermatan. Investasi dalam persediaan biasanya
merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan barang dagang (ritel) dan manufaktur.

Sebuah perusahaan dagang (merchandising concern), seperi WaI-Matt, biasanya membeli barang dagang
dalam bentuk yang siap untuk dijual. Perusahaan dagang ini melaporkan biaya yang terkait dengan unit-
unit yang belum terjual dan masih ada di tangan sebagai persediaan barang dagang (merchandise
inventory). Hanya satu akun persediaan, Persediaan Barang Dagang, yang muncul dalam laporan keuangan.

Perusahaan manufaktur (manufacturing concern), di sisi lain, memproduksi barang yang akan dijual kepada
perusahaan dagang. Banyak perusahaan besar AS merupakan perusahaan manufaktur-seperti Boeing, IBM,
EronMobil, Procter Gamble, Ford, dan Motorola. Walaupun produk yang mereka hasilkan sangat berbeda,
perusahaan manufaktur biasanya memiliki tiga akun persediaan-Bahan Baku, Barang dalam Proses, dan
Barang Jadi.

Biaya yang dibebankan ke barang dan bahan baku yang ada di tangan tetapi belum dialihkan ke produksi
dilaporkan sebagai persediaan bahan baku (raw materials inventory) Bahan baku mencakup kayu yang akan
dibuat menjadi tongkat bisbol atau baja untuk membuat mobil. Bahan-bahan ini dapat ditelusuri secara
langsung ke produk akhir.

Pada setiap titik dalam proses produksi yang berkelanjutan, ada sejumIah unit yang belum selesai diprorses
sepenuhnya. Biaya bahan baku untuk produk yang telah dibuat tetapi belum selesai, ditambah biaya tenaga
kerja langsung yang diaplikasilcan secara khusus ke bahan baku ini dan biaya overhead yang di alokasikan,
merupakan persediaan barang dalam proses (work in process inventory).

Biaya yang berkaitan dengan produk yang telah selesai tetapi belum terjual pada akhir periode fiskal
dilaporkan sebagai persediaan barang jadi (finished goods inventory). Kelompok aktiva lancar yang disajikan
dalam Ilustrasi 8-1 membedakan penyajian persediaan antara perusahaan dagang (Wal-Mart) dengan
perusahaan manufaktur (Caterpillar) dalam laporan keuangan. Kelompok neraca Iain pada dasarnya tidak
memiliki perbedaan di antara kedua jenis perusahaan itu.

 Ilustrasi Perbandingan Penyajian Aktiva Lancar untuk Perusahaan Dagang dan Perusahaan
Manufaktur (dalam laporan Neraca).
 Perusahaan Dagang Wal-Mart
Neraca
31 Januari 2018
Aktiva Lancar (dlm jutaan)
Kas 5.199
Piutang 1.254
Persediaan 26.612
Beban dibayar dimuka dll 1.356
Total aktiva lancar 34.421

 Perusahaan Manufaktur Caterpillar


Neraca
31 Desember 2018
Aktiva Lancar (dlm jutaan)
Kas 445
Piutang Usaha 13.969
Persediaan
Bahan Baku 1.592
Barang dlm Proses 664
Barang Jadi 2.209
Perlengkapan 210
Total persediaan 4.675
Aktiva Lancar lain 1.675
Total Aktiva Lancar 20.856

Sebuah perusahaan manufaktur, seperti Caterpillar, juga dapat mencantumkan akun persediaan
perlengkapan manufaktur atau pabrik. Akun ini akan mencakup pos-pos seperti oli mesin, paku, bahan
pembersih, dan barang-barang sejenis yang digunakan dalam produksi tetapi bukan merupakan bahan baku
primer.

b. Pengendalian
Karena berbagai alasan, manajemen sangat berKepentingan dengan perencanaan dan pengendalian
persediaan. Sistem akuntansi yang akurat dan catatan yang up-to-date merupakan hal yang sangat penting.
Penjualan dan petanggan bisa hilang jika produk-produk yang dipesan oieh pelanggan tidak tersedia
dengan model, kualitas, dan kuantitas yang diinginkan. Begitu juga, perusahaan harus selalu me-monitor
tingkat persediaan secara seksama untuk membatasi biaya pembiayaan akibat banyaknya timbunan
persediaan.

Perusahaan menggunakan salah satu dari dua jenis sistem agar pencatatan persediaan tetap akurat-sistem
perpetual atau sistem periodik.

 Sistem Perpetual
Sistem persediaan perpetual (perpetual inoentory system) secara terus-menerus melacak perubahan
akun Persediaan. Yaitu, semua pembelian dan penjualan (pengeluaran) barang dicatat secara
langsung ke akun Persediaan pada saat terjadi. Karakteristik akuntansi dari sistem persediaan
perpetual adalah:
1. Pembelian barang dagang untuk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi didebet ke
Persediaan dan bukan ke Pembelian.
2. Biaya transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, serta _diskon pembelian
didebet ke Persediaan dan bukan ke akun terpisah.
3. Harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan mendebet akun _Harga Pokok
Penjualan, dan mengkredit Persediaan.
4. Persediaan merupakan akun pengendali yang didukung oleh buku besar pembantu yang berisi
catatan persediaan individual. Buku besar pembantu memperlihatkan kuantitas dan biaya dari
setiap jenis persediaan yang ada di tangan.
Sistem persediaan perpetual menyediakan catatan yang berkelanju:an tentang saldo baik dalam akun
Persediaan maupun akun Harga Pokok Penjualan.

Menurut sistem pencatatan yang terkomputerisasi, penambahan dan pengeluaran persediaan dapat
dicatat hampir secara langsung. Naiknya popularitas kemampuan perangkat lunak (software) akuntansi
yang terkomputerisasi telah membuat sistem perpetual menjadi hemat biaya (efektif biaya) bagi banyak
jenis perusahaan. Pencatatan penjualan dengan pemindai optik pada register kas telah dipadukan ke dalam
sistem akuntansi perpetual di banyak toko ritel seperti Target, Best Buy, dan Sears Holdings.

 Sistem Periodik
Menurut sistem persediaan periodik (periodic inventory system), kuantitas persediaan di tangan
ditentukan, seperti yang tersirat oleh namanya, secara periodik. Semua pembelian persediaan selama
periode akuntansi dicatat dengan mendebet akun Pembelian. Total akun Pembelian pada akhir
periode akuntansi ditambahkan ke biaya persediaan di tangan pada awal periode untuk menentukan
total biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode berjalan.
Kemudian total biaya barang yang tersedia untuk dijual dikurangi dengan persediaan akhir untuk
menentukan harga pokok penjualan. Perhatikan bahwa dalam sistem persediaan periodik, harga pokok
penjualan adalah jumlah residu yang tergantung pada hasil perhitungan persediaan akhir secara fisik.
Perhitungan fisik persediaan (physical inventory count) yang diharuskan oleh sistem persediaan
periodik dilakukan sekali setahun pada setiap akhir tahun. Akan tetapi, sebagian besar perusahaan
membutuhkan informasi mutakhir mengenai tingkat persediaan untuk melindunginya dari stockout
atau over-purchasing dan untuk membantu penyusunan data keuangan bulanan atau kuartalan.
Sebagai akibatnya, banyak perusahaan menggunakan sistem persediaan perpetual yang dimodifikasi
(modified perpetual inventory system), di mana hanya penurunan dan kenaikan kuantitas-bukan
jumlah dolar-yang disimpan dalam catatan persediaan yang terinci. Catatan ini hanya merupakan
perangkat memorandum di luar sistem berpasangan (double entry) yang membantu menentukan
tingkat persediaan pada suatu waktu tertentu.
Apakah mencatat persediaan perpetual dalam kuantitas dan nilai dolar, kuantitas saja, atau tidak
memiliki catatan persediaan perpetual sama sekali, sebuah perusahaan sedikitnya melakukan
perhitungan fisik sekali dalam setahun. Apapun jenis catatan persediaan yang digunakan atau betapa
pun baiknya prosedur pencatatan pembelian dan pesanan, namun selalu ada bahaya kesalahan dan
kerugian. Pemborosan, kerusakan, pencurian, ayat jurnal yang tidak tepat, kegagalan untuk rnembuat
serta mencatat pesanan. dan setiap kemungkinan yang serupa bisa menyebabkan catatan persediaan
berbeda dengan persediaan aktual di tangan. Hal ini memerlukan pengujian periodik atas catatan
persediaan melalui perhitungan aktual, penimbangan, atau pengukuran. Perhitungan ini kemudian
dibandingkan dengan catatan persediaan yang terinci. Catatan ini harus dikoreksi jika berbeda dengan
kuantitas aktual yang ada di tangan.
Sebisa mungkin, perhitungan fisik harus dilakukan menjelang akhir tahun fiskal perusahaan
sehingga kuantitas persediaan yang tepat dapat digunakan dalam pembuatan catatan akuntansi dan
laporan tahunan. Namun, karena hal ini tidak selalu dimungkinkan. maka perhitungan fisik yang
dilakukan dua atau tiga bulan sebelum akhir tahun bisa dipakai, jika catatan persediaan yang terinci
memiliki tingkat keakuratan yang memadai.
Untuk mengilustrasikan perbedaan antara sistem perpetual dengan sistem periodik, asumsikan
bahwa Fesmire Company memiliki transaksi-transaksi berikut selama tahun berjalan:
Persediaan awal 100 unit @ Rp 6 = Rp 600
Pembelian 900 unit @ Rp 6 = Rp 5.400
Penjualan 600 unit @ Rp 12 = Rp 7.200
Persediaan akhir 400 unit @ Rp 6 = Rp 2.400
Ayat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut selama tahun berjalan ditunjukan dalam ilustrasi sistem
perpetual dan ilustrasi sistem persediaan periodik.
 Sistem Persediaan Perpetual
1. Persediaan awal, 100 unit @ Rp 6 :
Akun persediaan memperlihatkan persediaan di tangan Rp 600
2. Pembelian 900 unit @ Rp 6 :
Persediaan Rp 5.400
Utang Usaha Rp 5.400

3. Penjualan 600 unit @ Rp 12 :


Piutang usaha Rp 7.200
Penjualan Rp 7.200
Harga pokok penjualan Rp 3.600
(600 @ Rp 6)
Persediaan Rp 3.600
4. Ayat jurnal akhir periode untuk akun persediaan, 400 unit @ Rp 6:
Tidak diperlukan ayat jurnal.
Akunpersediaan memperlihatkan saldo akhir sebesar
Rp 2.400 (Rp 600 + Rp 5.400 – Rp 3.600)

 Sistem Persediaan Periodik


1. Akun persediaan memperlihatkan persediaan di tangan senilai Rp 600.
2. Pembelian 900 unit @ Rp 6 :
Pembelian Rp 5.400
Utang usaha Rp 5.400
3. Penjualan 600 unit @ Rp 12 :
Piutang usaha Rp 7.200
Penjualan Rp 7.200
(tidak ada ayat jurnal)
4. Ayat jurnal akhir periode untuk akun persediaan, 400 @ Rp 6 :
Persediaan (akhir, sesuai perhitungan) Rp 2.400
Harga pokok penjualan Rp 3.600
Pembelian Rp 5.400
Persediaan (awal) Rp 600
Jika yang digunakan adalah sistem persediaan perpetual dan terdapat perbedaan antara saldo persediaan
perpetual dengan hasil perhitungan fisik, maka diperlukan suatu ayat jurnal terpisah untuk menyesuaikan
akun persediaan perpetual. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa pada akhir periode pelaporan, akun
persediaan perpetual melaporkan saldo persediaan sebesar 4.000, tetapi hasil perhitungan fisik
menunjukkan jumlah persediaan aktual sebesar 3.800. Ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat
penyesuaian adalah sebagai berikut:

Kelebihan dan Kekurangan Persediaan 200

Persediaan 200

Kelebihan dan kekurangan persediaan perpetual umumnya merupakan salah saji harga pokok penjualan.
Perbedaan ini merupakan hal yang normaI. yang mungkin diakibatkan oleh penciutan, kerusakan,
pencurian, kesalahan pencatatan, dan sebagainya. Kelebihan dan kekura'ngan persediaan merupakan
penyesuaian Harga Pokok Penjualan. Dalam praktik, Akun Kelebihan dan Kekurangan Persediaan (Inventory
Over and Short) kadang-kadang dilaporkan dalam kelompok "pendapatan dan keuntungan lain-lain" atau
dalam kelompok "Beban dan kerugian lain-lain" dari laporan laba-rugi, tergantung pada saldonya.
Perhatikan bahwa dalam sistem persediaan periodik, akun Kelebihan dan Kekurangan Persediaan tidak
muncul karena tidak tersedianya catatan akuntansi yang bisa dibandingkan dengan hasil perhitungan fisik.
Jadi, kelebihan dan kekurangan persediaan tersembunyi dalam harga pokok penjualan.

MASALAH MENDASAR DALAM PENILAIAN PERSEDIAAN


Karena barang dijual (atau digunakan) selama suatu periode akuntansi jarang tepat sama dengan barang
yang dibeli atau diproduksi selama periode berjalan, maka persediaan fisik akan meningkat atau menurun.
Biaya semua barang yang tersedia untuk dijual atau digunakan harus dialokasikan di antara barang yang
telah terjual atau digunakan dan barang yang masih ada di tangan. Biaya barang yang terscdia untuk dijual
atau digunakan (cost of goods available for sale or use) adalah jumlah dari (1) biaya barang yang ada di
tangan pada awal periode dan (2) biaya barang yang dibeli atau diproduksi selama periode berjalan. Harga
pokok penjualan (cost of goods sold) adalah perbedaan antara (1) biaya barang yang tersedia untuk dijual
selama periode berjalan dan (2) biaya barang yang ada di tangan pada akhir periode. Ilustrasi 8-4
menunjukkan perhitungan tersebut.

 Ilustrasi Perhitungan Harga Pokok Penjualan


Persediaan awal 1 januari Rp 100.000
Biaya barang yang dibeli atau diproduksi selama tahun berjalan Rp 800.000
Total biaya barang yang tersedia untuk dijual Rp. 900.000
Persediaan akhir, 31 Desember Rp. 200.000
Harga Pokok Penjualan selama tahun berjalan Rp 700.000

Penilaian persediaan bisa menjadi proses yang kompleks yang memerlukan penentuan atas:

1. Barang fisik yang harus dimasukkan dalam persediaan (siapa yang memiliki barang?-barang dalam
perjalanan, barang konsinyasi, perjanjian penjualan khusus).
2. Biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan (biaya produk vs. biaya periode).
3. Asumsi arus biaya yang harus diadopsi (identifikasi khusus, biaya rata-rata, FIFO, LIFO, ritel. dan
sebagainya).
Kami akan menguraikan masalah dasar di atas dalam tiga bagian berikut.

A. BARANG FISIK YANG DIMASUKKAN DALAM PERSEDIAAN


Secara teknis, pembelian harus dicatat ketika hak legal atas barang berpindah ke pembeli. Namun, praktik
yang umum adalah mencatat pembelian pada saat barang diterima. Mengapa? Karena sulit bagi pembeli
untuk menentukan secara pasti kapan hak legal berpindah untuk setiap pembelian. Selain itu, praktik
semacam ini tidak akan menimbulkan kesalahan yang material jika diaplikasikan secara konsisten. flustrasi
8-5 memperlihatan pedoman umum yang digunakan dalam mengevaluasi kapan penjual atau pembeli
melaporkan suatu pos sebagai persediaan.

 Pedoman Umum
Persediaan menjadl milik pembeli pada saat dlterlma, kecuali :

FOB s'uppdng paInt - Menjadi mllil pembeli pada saat barang dl tangan
perusahaan pengangkut

Barang konslnyasl - Milik penjual. Bukan pembeli

Penjualar dengan kesepakatan beli kembali - milik penjual, bukan pembeli

Penjualan dengan tingkat retur yang tinggi - Milik pembeli, jlka tingkat pengembaliannya dapat diestimasl.

Penjualan cicilan - Milik pembeli. jika Anda dapat mengestimasl ketertagihan

 Barang Dalam Perjalanan


Kadang-kadang, barang dagang yang dibeli masih berada dalam perjalanan_belum diterima pembeli-pada
akhir periode f'iskal. Akuntansi untuk pengiriman barang ini tergantung pada siapa yang memiliki barang.
Sebagai contoh, Wal-greens menentukan kepemiiikan dengan mengaplikasikan aturan "perpindahan hak
kepemilikan." Jika barang dikirimkan atas dasar f.o.b. shipping point, maka hak kepemilikan berpindah ke
pembeIi ketika penjual menyerahkan barang kepada perusahaan pengangkut. yang bertindak sebagai agen
bagi Walgreens atau pembeli (f.o.b singkatan dari free on board). Jika barang dikirimkan atas dasar f.o.b.
destination, maka hak kepemilikan belum berpindah sampai pembeli menerima barang dari perusahaan
pengangkut. "Shipping point" dan "destination" sering kali ditunjukkan oleh suatu lokasi tertentu, misalnya,
f.o.b. Denver.

Aturan akuntansinya adalah barang yang hak legalnya telah berpindah ke pembeli (Walgreens) harus
dicatat sebagai pembeIian pada periode fiskaI. Barang yang dikirimkan atas dasar f.o.b shipping paint yang
masih berada dalam perjalanan pada akhir periode akan menjadi milik pembeli dan harus diperlihatkan
dalam catatan pembeli. Hak legal atas barang ini berpindah ke pembeli pada saat brang dikirimkan.
pengabaian pembelian semacam itu akan menyebabkan persediaan dan utang usaha ditetapkan terlalu
rendah dalam neraca, serta pembelian dan persediaan akhir ditetapkan terlalu rendah dalam laporan
laba.rugi.

 Barang Konsinyasi
Salah satu metode pemasaran khusus untuk produk-produk tertentu dikenal dengan konsinyasi
(consignment). Menurut kesepakatan ini, perusahaa seperti William Art Gallery (consignor) mengirimkan
barang dagang ke Sotheby's Holdings (consignee), yang bertindak sebagai agen consignor dalarn menjual
barang konsinyasi. Consignee setuju untuk menerima barang tanpa kewajiban apapun, kecuali menjaga dan
melindunginya dari kehilangan atau kerusakan, sampai barang terjual kepada pihak ketiga. Ketika consignee
menjual barang, pendapatan dikurangi komisi penjualan dan beban penjualan diserahkan kepada
consignor.

Barang yang telah diserahkan kepada consignee tetap merupakan properti consignor (WiIliam dalam
contoh di atas) dan dimasukkan dalam persediaan consignor pada harga beli atau biaya produksi.
Kadang.kadang, persediaan yang telah dikonsinyasikan ditunjukan sebagai pos terpisah, tetapi kecuali
jumlahnya besar, hal ini tidak diperlukan. Kadangkala persediaan yang telah dikonsinyasikan dilaporkan
dalam catatan atas laporan keuangan. Sebagai contoh, EaSle Clothes, Inc. melaporkan pos-pos berikut yang
berkaitan dengan barang konsinyasi: "Persediaan yang terdiri dari barang jadi yang telah dikirimkan kepada
anak perusahaan Eagle, April-Marcus, inc., sebagai barang konsinyasi untuk dijual kepada para pelanggan.”

Consignee tidak membuat ayat jurnal pada akun persediaan untuk barang konsinyasi yang diterima karena
barang tersebut merupakan milik consignor. Consignee harus sangat berhati-hati agar tidak memasukkan
setiap barang konsinyasi sebagai bagian dari persediaan.

 Perjanjian Penjualan Khusus


seperti telah ditunjukkan sebelumnya, transfer hak legaI merupakan pedoman umum yang dipakai untuk
menentukan apakah suatu pos harus dimasukkan dalam persediaan atau tidak. Sayangnya, transfer hak
legal dan substansi yang mendasari transaksi seringkali ddak cocok. Sebagai contoh, bisa saja hak legal
telah berpindah ke pembeli tetapi penjual barang tetap menanggung resiko kepemilikan. Sebaliknya,
transfer hak legal mungkin belum terjadi, tetapi substansi ekonomi dari transaksi itu menyiratkan bahwa
risiko kepemilikan telah berpindah ke pembeli.

Tiga situasi penjualan khusus akan diilustrasikan di sini untuk mengindikasikan jenis-jenis masalah yang
dapat ditemukan dalam praktik, yaitu:
1. Penjualan dengan perjanjian beli kembali.
2. Penjualan dengan tingkat retur yang tinggi.
3. Penjualan cicilan.

 Penjualan dengan Perjanjian Beli Kembali


Kadang-kadang, sebuah perusahaan membiayai persediaan tanpa melaporkan kewajiban
ataupun persediaan dalam neraca. Pendekatan semacam itu yang disebut perjanjian pembiayaan
produk (product finarrcing arrangement)-biasanya melibatkan "penjualan" dengan "perjanjian
beli kembali" (buyback agreement) yang implisit atau eksplisit.
Sebagai ilustrasi, HiII Enterprises mentransfer ("menjual") persediaan kepada Chase, Inc.
dan pada saat yang sama setuju untuk membeli-kembali barang dagang yang dimaksud pada
harga tertentu sepanjang periode waktu tertentu. Chase kemudian menggunakan persediaan itu
sebagai kolateral dan mencari pinjaman dengan menggunakan kolateral tersebut. Chase
menggunakan dana pinjaman untuk membayar Hill. Ketika Hill membeli kembali barang di masa
depan, Chase menggunakan dana dari pembelian-kembali ini untuk membayar pinjaman.
Inti dari transaksi ini adalah bahwa Hill Enterprises membiayai persediaan- nya-dan
mempertahankan risiko kepemilikan-sekalipun hak legal atas barang secara teknis telah
berpindah ke Chase. Keuntungan yang diterima Hill dalam struktur transaksi semacam ini adalah
terhindar dari pajak properti pribadi di negara bagian tertertu, terhapusnya kewajiban lancar
dari neraca, dan munculnya kemampuan untuk memanipulasi laba. Sementara bagi Chase,
pembelian barang bisa memecahkan masalah likuidasi LIFO (akan dibahas nanti), atau Chase bisa
melakukan perjanjian resiprokal di masa depan. Perjanjian ini sering kali disebut dalam
praktek sebagai "parking transaction," karena penjual hanya memarkir persediaan pada neraca
perusahaan lain untuk beberapa lama. Jika perjanjian beli kembali terjadi pada harga tertentu
dan harga ini mampu menutupi seluruh biaya persediaan ditambah biaya penanganannya, maka
persediaan dan kewajiban terkait harus dilaporkan dalam pembukuan penjualan.

 Penjualan dengan Tingkat Retur yang Tinggi


Industri-industri seperti penerbitan, musik, mainan, dan alat-alat olahraga biasa-nya
memiliki perjanjian formal atau informal yang memungkinkan persediaan kembalikan dengan
menerima seluruh atau sebagian uang yang telah dibayarkan.
Sebagai ilustrasi Quality Publishing Company menjual buku teks kepada Campus Bookstore
dengan kesepakatan bahwa setiap buku yang tidak terjual dapat dikembalikan dan Campus akan
mendapatkan pengembalian uang secara penuh. Di masa lalu, sekitar 25% dari buku teks yang
dijual kepada Campus Bookstore dikembalikan. Bagaimana Quality Publishing harus melaporkan
transaksi penjualan ini.
Salah satu altematif adalah mencatat penjualan dengan nilai penuh dan kemudian
membuat estimasi retur penjualan dan pengurangan harga. Cara kedua adalah tidak mencatat
penjualan sampai kondisinya menunjukkan jumlah persediaan yang akan dikembalikan oleh
pembeli. Pertanyaan utamanya adalah: Dalam kondisi apa persediaan harus dianggap telah dijual
dan dihapus dari persediaan Quality Publishing? Jawabannya adalah ketika jumlah retur dapat
diestimasi secara memadai, maka barang dapat dipandang telah dijual. Sebaliknya, jika jumlah
retur tidak dapat diramalkan, maka penghapusan barang ini dari persediaan penjual tidaklah
tepat

 Penjualan Cicilan
“Barang yang dijual secara cicilan" menjelaskan setiap jenis penjualan yang pembayarannya
dicicil secara periodik sepanjang periode waktu tertentu. Karena resiko kerugian dari piutang tak
tertagih lebih besar dalam penjualan cicilan (sales on installment) dibandingkan dengan transaksi
penjualan lain, maka penjual biasanya menahan hak legal atas barang sampai seluruh
pembayaran dilakukan.
Pertanyaannya adalah apakah persediaan harus dipandang telah terjual, sekali pun hak
legalnya belum berpindah? Jawabannya adalah barang harus dihapus dari persediaan penjual
jika persentase piutang tak tertagih dapat diestimasi secara memadai.
 Pengaruh Kesalahan Persediaan
Pos-pos yang dimasukkan atau dikeluarkan secara tidak benar dalam penentuan harga pokok penjualan
akibat salah saji persediaan akan menyebabkan laporan keuangan tidak tepat. Mari kita lihat dua kasus
berikut, dengan asumsi digunakan sistem persediaan periodik.

Salah-Saji Persedioan Akhir

Apa yang akan terjadi jika persediaan awal dan pembelian IBM dicatat secara tepat, tetapi sejumlah pos
tidak dimasukkan dalam persediaan akhir? Dalam SituaSi ini, kita akan memiliki pengaruh berikut terhadap
laporan keuangan pada akhir periode. Jika persediaan akhir kurang saji, maka modal kerja dan rasio lancar
kurang saji. Jika harga pokok penjualan lebih saji, maka laba bersih kurang saji.

 Ilustrasi Pengaruh salah Saji Persediaan akhir terhadap laporan keuangan


Neraca Laporan Laba Rugi
Persediaan kurang-saji Harga Poko Penjualan Lebih-Saji
Laba ditahan kurang-saji
Modal kerja kurang-saji Laba Bersih Kurang-Saji
(akitiva lancar dikurangi kewajiban lancar)

Rasio Lancar Kurang-Saji


(aktiva lancar dibagi kewajiban lancar)

Untuk mengilustrasikan pengaruhnya terhadap laba bersih sepanjang periode 2-tahun (2006-2007)
asumsikan bahwa persediaan akhir Jay Weiseman Corp. kurang-saji sebesar Rp10.000 pada tahun 2006;
semua pos Iainnya telah disajikan secara tepat. Pengaruh kesalahan ini adalah menurunkan Iaba bersih
pada tahun 2006 dan meningkatkan laba bersih pada tahun 2007. Kesalahan tersebut akan dioffset pada
periode berikutnya karena persediaan awal akan kurang-saji dan laba bersih akan lebih-saji. Kedua angka
laba bersih itu akan salah-saji, tetapi total untuk kedua tahun sudah benar, seperti ditunjukkan dalam
Ilustrasi dibawah ini.
 Ilustrasi Pengaruh kesalahan persediaan Akhir terhadap Dua Periode.
(Rp)
JAY WAISEMAN CORP
(semua angka adalah fiktif)
Pencatatan yang salah Pencatatan yang benar
2006 2007 2006 2007
Pendapatan Harga Pokok 100.000 100.000 100.000 100.000
Penjualan
Persediaan awal 25.000 20.000 25.000 30.000
Pembelian atau produksi 45.000 60.000 45.000 60.000
Barang yg tersedia untuk di 70.000 80.000 70.000 90.000
jual
Dikurangi : persediaan akhir 20.000 40.000 30.000 40.000
Harga Pokok Penjualan 50.000 40.000 40.000 50.000
Laba Kotor 50.000 60.000 60.000 50.000
Beban Adm dan Penjualan 40.000 40.000 40.000 40.000
Laba Bersih 10.000 20.000 20.000 10.000

Total Laba untuk dua Total Laba untuk dua


Tahun = 30.000 Tahun = 30.000

Jika persediaan akhir pada tahun 2006 lebih-saji, maka pengaruh yang sebaliknya akan terjadi. Persediaan,
modal kerja, rasio lancar, serta laba bersih akan lebih-saji dan harga pokok penjualan akan kurang-saji.
Pengaruh dari kesalahan ini terhadap laba bersih akan hilang pada tahun 2007, tetapi angka laba bersih
pada laporan laba-rugi di kedua tahun akan salah-saji.

Salah saji pembeli dan persediaan

Anggaplah bahwa barang tertentu yang dimiliki Bishop Company tidak dicatat sebagai pembelian dan tidak
diperhitungkan dalam persediaan akhir. Pengaruh dari kesalahan ini terhadap laporan keuangan (dengan
mengasumsikan bahwa hal ini merupakan pembelian kredit) disajikan pada ilustrasi pengaruh salah saji
pembelian dan persediaan terhadap Laporan Keuangan.

Kelalaian mencantumkan barang dari pembelian dan persediaan akan menyebabkan persediaan dan utang
usaha kurang-saji dalam neraca serta pembelian dan persediaan akhir kurang-saji dalam laporan laba-rugi.
Namun, laba bersih untuk periode berjalan tidak dipengaruhi oleh pengabaian seperti itu. Mengapa tidak?
Karena pembelian dan persediaan akhir sama-sama kurang-saji dengan jumlah yang sama-kesalahan
tersebut kemudian akan saling-mengoffset dalam harga pokok penjualan. Modal kerja total juga tidak
berubah, tetapi rasio lancar (current ratio) akan lebih-saji karena persediaan dan utang usaha kurang-saji
dengan jumlah yang sama.

 Ilustrasi Pengaruh Salah Saji Pembelian dan Persediaan terhadap Laporan Keuangan
Neraca Laporan Laba Rugi
Persediaan Kurang-Saji Pembelian Kurang-Saji
Laba ditaha Tanpa Pengaruh Harga Pokok Penjualan Tanpa Pengaruh
Utang usaha Kurang Saji Laba Bersih Tanpa Pengaruh
Modal kerja Tanpa Pengaruh Persediaan (akhir) Kurang-Saji
Rasio Lancar Lebih-Saji

Untuk mengilustrasikan pengaruhnya terhadap rasio lancar, asumsikan bahwa hutang usaha dan
persediaan akhir Bishop kurang-saji sebesar 40.000. Data me- ngenai kurang-saji dan yang benar
ditunjukkan pada Ilustrasi di bawah ini :

 Ilustrasi Pengaruh Salah Saji Pembelian dan Persediaan Akhir


Pembelian dan Akhir Persediaan Kurang Pembelian dan Persediaan Akhir yang
Saji Benar
Aktiva Lancar 120.000 Aktiva Lancar 160.000
Kewajiban Lancar 40.000 Kewajiban Lancar 80.000
Rasio Lancar 3:1 Rasio Lancar 2:1

Rasio yang benar adalah 2 : 1 bukan 3 : 1. Jadi, kurang-saji utang usaha dan persediaan akhir dapat
menciptakan "window dressing" atas rasio lancar-dapat membuat rasio lancar terlihat lebih baik dari yang
sebenarnya.

Jika pembelian (secara kredit) dan persediaan akhir Bishop lebih-saji, maka pengaruhnya terhadap neraca
akan sebaliknya. Persediaan serta utang usaha akan lebih-saji dan rasio lancar akan kurang-saji. Harga
pokok penjualan dan laba bersih tidak terpengaruh karena kesalahan tersebut saling-mengoffset satu sama
lain. Begitu juga modal kerja tidak terpengaruh.

Kami tidak perlu lagi menjelaskan betapa pentingnya perhitungan persediaan yang tepat dalam rangka
menyajikan Iaporan keuangan yang akurat. Sebagai contoh, Leslie Fay, produsen pakaian wanita,
mengalami kekacauan akuntansi yang memusnahkan laba bersih pada suatu tahun dan menyebabkan laba
tahun sebelumnya harus dihitung kembali. Alasannya cuma satu: perusahaan secara sengaja meninggikan
persediaan dan menurunkan harga pokok penjualan. Anixter Bros. Inc. harus menetapkan kembali labanya
sebesar 1,7 juta karena seorang akuntan dalam divisi pembuatan antena telah melebih-sajikan persediaan
akhir, dan dengan demikian, menurunkan harga pokok penjualan. Begitu juga, AM International secara
sengaja mencatat produk yang disewakan sebagai produk yang terjual. Akibatnya, angka persediaan yang
tidak akurat telah menambah laba sebelum-pajak sebesar 7,9 juta.

B. BiAYA-BIAYA YANG HARUS DIMASUKKAN DALAM PERSEDIAAN


Salah satu masalah paling penting dalam menangani persediaan berhubungan dengan berapa jumlah
persediaan yang harus dicatat dalam akun. Pembelian (akuisisi) persediaan, seperti aktiva lain, umumnya
diperhitungkan atas dasar biaya.

 Biaya Produk
Biaya produk (product costs) adalah biaya-biaya yang "melekat" pada persediaan dan dicatat dalam akun
persediaan. Biaya-biaya ini berhubungan langsung dengan transfer barang ke lokasi bisnis pembeli dan
pengubahan barang tersebut ke kondisi yang siap dijual. Beban seperti itu mencakup ongkos pengangkutan
barang yang dibeli, biaya pembelian langsung lainnya, dan biaya tenaga kerja serta produksi lainnya yang
dikeiuarkan dalam memproses barang ketika dijual.

Tampaknya juga tepat untuk mengalokasikan bagian dari setiap biaya pembelian atau beban departemen
pembelian, biaya penyimpanan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan dalam penyimpanan atau penanganan
barang ke dalam persediaan sebelum dijual. Namun, karena adanya kesulitan praktis dalam
mengalokasikan biaya dan beban semacam itu, maka pos-pos ini biasanya tidak dimasukkan dalam
penilaian persediaan.

Biaya perusahaan manufaktur meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead
manufaktur. Biaya overhead manufaktur meliputi bahan tidak langsung, tenaga kerja ddak langsung, serta
berbagai biaya seperti penyusutan, pajak, asuransi, dan listrik.

 Biaya Periode
Biaya periode (period costs) merupakan biaya-biaya yang terkait secara tidak langsung dengan akuisisi atau
produksi barang. Biaya-biaya periode seperti beban penjualan (selling expenses) dan, dalam kondisi yang
biasa, beban umum serta administrasi (general and administrative expenses) tidak dianggap sebagai bagian
dari biaya persediaan.

Namun secara konseptual, beban ini merupakan biaya dari produk seperti halnya harga beli awal dan
ongkos pengangkutan. Lalu mengapa biaya-biaya ini tidak dianggap sebagai bagian dari biaya persediaan?
Beban penjualan secara umum dianggap lebih berhubungan dengan harga pokok penjualan daripada
dengan persediaan yang belum terjual. Akan tetapi, dalam sebagian besar kasus, biaya semacam itu
terutama beban administrasi, sangat tidak berhubungan atau tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi sehingga alokasi biaya semacam ini ke biaya persediaan akan sangat arbitrer.

Biaya bunga merupakan biaya periode Iainnya. Biaya bunga (interest costs) yang berhubungan dengan
penyiapan persediaan agar siap dijual biasanya dibebankan pada saat dikeluarkan. Para pendukung
pendekatan ini berargumen bahwa biaya bunga merupakan biaya pembiayaan (cost of financing). Namun,
pihak lainnya berpendapat bahwa biaya bunga yang dikeluarkan untuk membiayai aktivitas yang terkait
dengan penciptaan dan pengangkutan persediaan ke kondisi serta lokasi siap-jual merupakan biaya aktiva
seperti bahan, tenaga kerja, dan overhead, dan karenanya, harus dikapitalisasi.

FASB menetapkan bahwa biaya bunga yang berhubungan dengan aktiva yang dibuat untuk pemakaian
internal atau aktiva yang diproduksi sebagai proyek khusus (seperti kapal atau riil estat) yang akan dijual
atau dilease harus dikapitalisasi. FASB menekankan bahwa proyek khusus ini membutuhkan waktu lama,
pengeluaran berskala besar, dan kemungkinan besar akan melibatkan biaya bunga yang signifikan. Biaya
bunga yang terkait dengan persediaan yang diproduksi secara rutin atau diproduksi dalam kuantitas besar
secara berulang-ulang tidak boleh dikapitalisasi, karena manfaatnya tidak sesuai dengan biayanya

 Perlakuan atas Diskon Pembelian


Pemakaian akun Diskon Pembelian (purchase discount) daam sistem persediaan . periodik menunjukkan
bahwa perusahaan melaporkan pembelian dan utang usaha pada jumlah kotor. Jika perusahaan
menggunakan metode kotor, maka diskon pembelian dilaporkan sebagai pengurang dari akun pembelian di
laporan laba-rugi.
Pendekatan yang lain adalah mencatat pembelian dan utang usaha pada jumlah bersih setelah diskon
tunai. Dalam pendekatan ini, kegagalan untuk mengambil diskon pembelian selama periode diskon dicatat
dalam akun Diskon Pembelian yang Hilang. Jika perusahaan menggunakan metode bersih (net method),
diskon pembelian yang hilang harus dipandang sebagai beban keuangan dan dilaporkan dalam bagian
"Beban serta kerugian lain-lain" pada laporan laba-rugi. Perlakuan ini dianggap lebih baik karena (1)
menyediakan pelaporan yang tepat menyangkut biaya aktiva dan kewajiban yang terkait, dan (2)
menyajikan kesempatan untuk mengukur inefisiensi manajemen jika diskon tidak diambil.

Untuk mengilustrasikan perbedaan antara metode kotor dengan metode bersih, lihat transaksi-transaksi
yang disajikan pada llustrasi ayat jurnal menurut metode kotor dan metode bersih.

Banyak pihak yang berpendapat bahwa kesulitan praktis dalam menggunakan metode bersih-yang agak
lebih rumit-tidak sebanding dengan manfaatnya. Hal ini membuat metode kotor yang kurang logis tetapi
lebih sederhana dipakai secara luas. Selain itu, sejumlah pihak juga berpendapat bahwa manajemen enggan
melaporkan jumlah diskon pembelian yang hilang dalam laporan keuangan.

 Ilustrasi Ayat Jurnal menurut Metode Kotor dan Metode Bersih


(Rp)

Metode Kotor Metode Bersih


Biaya Pembelian 10.000 syarat 2/10,net 30 :
Pembelian 10.000 Pembelian 9.800
Utang usaha 10.000 Utang Usaha 9.800
Faktur sebesar 4.000 dibayar dalam periode diskon :
Utang Usaha 4.000 Utang Usaha 3.920
Diskon Pembelian 80 Kas 3.920
Kas 3.920
Faktur sebesar 6.000 dibayar setelah periode diskon
Utang Usaha 6.000 Utang Usaha 5.880
Kas 6.000 Diskon pembelian yg 120
hilang
kas 6.000

C. ASUMSI ARUS BIAYA APA YANG HAIWS DIPAKAI?


Selama setiap periode fiskal tertentu, besar kemungkinan suatu barang akan dibeli dengan beberapa harga
berbeda. Jika persediaan akan dinilai pada biaya perolehan dan beberapa pembelian telah dilakukan
dengan biaya per unit yang berbeda, harga mana yang harus digunakan? Secara konseptual, identifikasi
khusus atas pos-pos yang terjual dan pos-pos yang belum terjual terlihat optimal, tetapi cara ini seringkali
tidak hanya mahal tetapi juga tidak mungkin untuk diterapkan. Sebagai akibatnya, beberapa asumsi arus
biaya (cost flow asumption) yang bersifat sistematis dapat digunakan.

Sebetulnya, arus fisik barang aktual dan asumsi arus biaya seringkali sangat berbeda. Tidak ada keharusan
bahwa asumsi arus biaya yang dipakai terus konsisten dengan pergerakan fisik barang. Tujuan utama dari
pemilihan asumsi arus biaya adalah untuk memilih asumsi yang paling mencerminkan laba periodik, sesuai
kondisi yang berlaku.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Call-Mart Inc. melakukan transaksi-transaksi berikut selama bulan
pertama operasinya.

(Rp)

Tanggal Pembelian Dijual atau Dipakai Saldo


2 Maret 2.000 @ 4,00 2.000 Unit
15 Maret 6.000 @ 4,40 8.000 Unit
19 Maret 4.000 Unit 4.000 Unit
30 Maret 2.000 @ 4,75 6.000 Unit

Dari informasi tersebut, kita dapat menghitung persediaan akhir sejumlah 6.000 unit dan biaya barang yang
tersedia untuk dijual (persediaan awal + pembelian) sebesar Rp 43.900 (2.000 @ 4,00) + (6.000 @ 440) +
(2.000 @ 4,75). Pertanyaannya adalah, harga mana yang harus dibebankan terhadap 6.000 unit persediaan
akhir? Jawabannya tergantung pada asumsi arus biaya mana yang digunakan.

 Identifikasi Khusus
Identifikasi khusus (specific identification) digunakan dengan cara mengidentifikasi setiap barang yang
dijual dan setiap barang dalam pos persediaan. Biaya barang- barang yang telah terjual dimasukkan dalam
harga pokok penjualan, sementara biaya barang-barang khusus yang masih berada di tangan dimasukkan
pada persediaan. Metode ini hanya bisa digunakan dalam kondisi yang memungkinkan perusahaan
memisahkan pembelian yang berbeda yang telah dilakukan secara fisik. Metode ini dapat diterapkan
dengan baik dalam situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan. Dalam
industri ritel hal ini meliputi beberapa jenis perhiasan, jas bulu, mobil, dan sejumlah furnitur. Dalam area
manufaktur, meliputi produk pesanan khusus dan banyak produk yang diproduksi menurut job cost system.

Untuk mengilustrasikan metode identifikasi khusus, asumsikan bahwa 6.000 unit persediaan Call-Mart Inc.
terdiri dari 1.000 unit yang berasal dari pembelian tanggal 2 Maret, 3.000 unit dari pembelian tanggal 15
Maret, dan 2.000 unit dari pembelian tanggal 30 Maret. Perhitdngan persediaan akhir dan harga pokok
penjualan ditunjukkan dalam Ilustrasi dibawah ini :

 Iluatrasi Metode Identifikasi Khusus


(Rp)
Tanggal Pembelian Dijual atau Dipakai saldo
2 Maret 1.000 4,00 4.000
15 Maret 3.000 4,40 13.200
30 Maret 2.000 4,75 9.500
Persediaan akhir 6.000 26.700

Biaya barang yang tersedia untuk dijual 43.900


(yang telah dihitung sebelumnya)
Dikurangi : persediaan akhir 26.700
Harga Pokok Penjualan 17.200
Secara konseptual, metode ini tampak ideal karena biaya aktual ditandingkan (matched) dengan
pendapatan aktual, dan persediaan akhir dilaporkan pada biaya aktual. Dengan kata lain, metode
identifi.kasi khusus menandingkan arus biaya dengan arus fisik barang. Namun, jika diamati lebih lanjut,
metode ini memiliki sejumlah kelemahan.

Salah satu argumen yang menentang metode identifikasi khusus menyatakan bahwa metode ini
memungkinkan perusahaan memanipulasi laba bersih. Sebagai contoh, asumsikan bahwa sebuah
perusahaan grosiran membeli kayu lapis yang identik pada awal tahun dengan tiga harga berbeda. Saat
kayu lapis itu dijual. perusahaan dapat memilih harga tertinggi atau harga terendah yang akan dibebankan
ke beban hanya dengan menentukan kayu lapis yang akan dikirimkan kepada pembeli. Oleh karena itu,
seorang manajer bisnis dapat memanipulasi laba bersih hanya dengan memilih pos-pos berharga tinggi
atau rendah untuk dikirimkan kepada pembeli, tergantung pada apakah yang diinginkan adalah laba yang
lebih tinggi atau laba yang lebih rendah.

Masalah lainnya berkaitan dengan alokasi biaya secara arbitrer yang kadang- kadang terjadi dengan pos-
pos persediaan khusus. Dalam kondisi tertentu, sulit untuk mengaitkan secara memadai, misalnya, beban
pengiriman, biaya penyimpanan, dan diskon secara langsung ke pos persediaan tertentu. Alternatifnya
adalah mengalokasikan biaya-biaya ini secara agak arbitrer, yang akan menyebabkan "penurunan"
ketepatan metode identifikasi khusus.

 Biaya Rata-rata
Seperti tersirat dalam namanya, metode biaya rata-rata (average cost method) menghitung harga pos-pos
yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama suatu
periode. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Call-Mart Inc. menggunakan metode persediaan periodik, di
mana persediaan akhir dan harga pokok penjualan akan dihitung sebagai berikut dengan menggunakan
metode rata-rata tertimbang (weighted-average method):

 Ilustrasi Metode Rata-rata Terimbang Persediaan Periodik


(Rp)
Tanggal Faktur Jumlah Unit Biaya Per-unit Total Biaya
2 Maret 2.000 4,00 8.000
15 Maret 6.000 4,40 26.400
30 Maret 2.000 4,75 9.500
Total barang tersedia 10.000 43.900

Biaya rata-rata tertimbang per-unit 43.900/10.000 = 4,39


Persediaan dalam Unit 6.000 Unit
Persediaan akhir 6.000 x 4,39 = 26,340
Biaya barang yang tersedia untuk di jual 43.900
Dikurangi persediaan akhir 26.340
Harga Pokok Penjualan 17.560
Jika Call-Mart memiliki persediaan awal, maka persediaan ini dimasukan dalam total unit yang tersedia dan
total biaya barang yang tersedia untuk dijual ketika menghitung biya rata-rata per unit.

Metode biaya rata-rata yang lain adalah metode rata-rata begerak (moving average method), yang
digunakan dalam sistem persediaan perpetual. Aplikasi metode biaya rata-rata untuk catatan persediaan
perpetual ditunjukan dalam ilustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi Metode Rata-rata Bergerak persediaan Perpetual.


(Rp)
Tanggal Pembelian Dijual atau Digunakan saldo
2 Maret (2.000 @ 4,00) 8.000 (2.000 @ 4,00) 8.000
15 Maret (6.000 @ 4,40) 26.400 (8.000 @ 4,30) 34.400
19 Maret (4.000 @ 4,30) (4.000 @ 4,30) 17.200
17.200
30 Maret (2.000 @ 4,75) 9.500 (6.000 @ 4,45) 26.700

Dalam metode ini. biaya rata-rata per unit yang baru akan dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Sebagai
contoh, pada tanggal 15 Maret, setelah 6.000 unit dibeli dengan harga Rp26.400, Call-Mart memiliki 8.000
unit persediaan berharga pokok 34.400 (8.000 + 26.400). Dengan demikian. biaya rata-rata per unit adalah
34.400 dibagi 8.000, atau 4,30. Biaya per unit ini digunakan dalam kalkulasi biaya penarikan sampai
pembelian berikutnya dilakukan, ketika biaya rata-rata per unit yang baru dihitung. Oleh karena itu, biaya
dari 4.000 unit yang dikeluarkan pada tanggal 19 Maret adalah 4,30, atau total harga pokok penjualan
sebesar 17.200. Pada tanggal 30 Maret, menyusul pembelian 2.000 unit seharga 9.500, biaya per unit yang
baru sebesar 4,45 ditetapkan untuk persediaan akhir sebesar 26.700.

Pemakaian metode rata-rata biasanya dapat dibenarkan dari sisi praktis, bukan karena alasan konseptual.
Metode ini mudah diterapkan, objektif, dan tidak dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi laba seperti
halnya beberapa metode penentuan harga persediaan lainnya. Selain itu, pendukung metode biaya rata-
rata berpendapat bahwa secara umum perusahaan tidak mungkin mengukur arus fisik persediaan secara
khusus, dan karenanya, lebih baik menghitung biaya persediaan atas dasar harga rata-rata. Argumen ini
memang ada benarnya jika persediaan yang terlibat relatif bersifat homogen.
 Fir st-In, First-Out (FIFO)
Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan (dikeluarkan) sesuai urutan pembeliannya.
Dengan kata lain, metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama
yang digunakan (dalam perusahaan manufaktur) atau dijual (dalam perusahaan dagang). Karena itu,
persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling terakhir.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Call-Mart Inc. menggunakan sistem persediaan periodik (jumlah
persediaan hanya dihitung pada akhir bulan). Biaya per- sediaan akhir dihitung dengan mengambil biaya
dari pembelian paling terakhir dan dikerjakan kembali sampai semua unit dalam persediaan
diperhitungkan. Penentuan persediaan akhir dan harga pokok penjualan ditunjukkan dalam Ilustrasi
dibawah ini :

 Ilustrasi Metode FIFO Persediaan Periodik


(Rp)
Tanggal Jumlah Unit Biaya per-Unit Total Biaya
30 Maret 2.000 4,75 9.500
15 Maret 4.000 4,40 17.600
Persediaan akhir 6.000 27.100

Biaya barang yang tersedia untuk dijual 43.900


Dikurangi Persediaan akhir 27.100
Harga Pokok Penjualan 16.800

Jika yang digunakan adalah sistem pesediaan perpetual baik dalam kuantitas maupun nilai dolar, maka
angka baiaya dikaitkan dengan setiap penarikan barang. Kemudian biaya dari 4.000 unit yang dikeluarkan
pada tanggal 19 Maret akan terdiri dari item-item yang di beli pada tanggal 2 Maret dan 15 Maret. Nilai
persediaan akhir menurut metode FIFO dalam sistem persediaan perpetual untuk Call-Mart Inc, ditunjukan
dalam ilustasi dibawah ini:

 Ilustrasi Metode Persediaan Perpetual


(Rp)
Tanggal Pembelian Dijual atau Digunakan Saldo
2 Maret (2.000 @ 4,00) 8.000 2.000 @ 4,00 8.000

15 Maret (6.000 @ 4,40) 26.400 2.000 @ 4,00 34.400


6.000 @ 4,40

19 Maret 2.000 @ 4,00 4.000 @ 4,40 17.600


2.000 @ 4,40
(16.800)

30 maret (2.000 @ 4,75) 9.500 4.000 @ 4,40 27.100


2.000 @ 4,75

Nilai persediaan akhir dalam kasus ini adalah 27.100, dan harga pokok penjualan adalah 16.800 [(2.000 @
4,00) + (2.000 @ $4,40)].

Perhatikan bahwa dalam kedua contoh FIFO di atas, harga pokok penjualan (16.800) dan persediaan akhir
(27.100) adalah sama. Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada
akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual atau periodik. Mengapa?
Hal ini disebabkan karena yang akan menjadi bagian dari harga pokok penjualan adalah barang-barang
yang dibeli terlebih dahulu, dan karenanya dikeluarkan lebih dulu, terlepas dari apakah harga pokok
penjualan dihitung seiring barang dijual sepanjang periode akuntansi (sistem perpetual) atau sebagai
residu pada akhir periode akuntansi (sistem periodik).

Salah satu tujuan dari FIFO adalah menyamai arus fisik barang. Jika arus fisik barang secara aktual adalah
yang pertama masuk, yang pertama keluar, maka metode FIFO akan menyerupai metode identifikasi
khusus. Pada saat yang sama, metode FIFO tidak memungkinkan perusahaan memanipulasi laba karena
perusahaan tidak bebas memilih item-item biaya tertentu untuk dimasukkan ke beban.

Keunggulan lain dari FIFO adalah mendekatkan nilai persediaan akhir dengan biaya berjalan. Karena barang
pertama yang dibeli adalah barang pertama yang akan keluar, maka niIai persediaan akhir akan terdiri dari
pembelian paling akhir, terutama jika laju perputaran persediaan cepat. Pendekatan ini umumnya
menghasilkan nilai persediaan akhir di neraca yang mendekati biaya pengganti (replacement cost) jika
tidak terjadi perubahan harga sejak pembelian paling terakhir.

Kelemahan mendasar dari FIFO adalah bahwa biaya berjalan tidak ditandingkan dengan pendapatan
berjalan pada laporan laba-rugi. Biaya-biaya paling tua dibebankan ke pendapatan paling akhir, yang
mungkin akan mendistorsi laba kotor dan laba bersih.

 Last-fn, First-Out (LIFO)


Metode LIFO menandingkan (matches) biaya dari barang-barang yang paling akhir dibeli terhadap
pendapatan. Jika yang digunakan adalah persediaan periodik, maka akan diasumsikan bahwa biaya dari
total kuantitas yang terjual atau dikeluarkan selama suatu bulan berasal dari pembelian paling akhir.
Persediaan akhir Call-Mart ditentukan dengan menggunakan unit total sebagai dasar perhitungan dan
mengabaikan tanggal-tanggal pembelian yang terlibat.

Contoh berikut mengasumsikan bahwa 4.000 unit yang keluarkan berasal dari 2.000 unit yang dibeli tanggal
30 Maret dan 2.000 unit (dari 6.000 unit) yang dibeli tanggal 15 Maret. Perhitungan persediaan dan harga
pokok penjualan Call-Mart untuk situasi ini ditunjukkan dalam Iiustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi Metode LIFO Persediaan Periodik


(Rp)

Tanggal Faktur Jumlah Unit Biaya per unit Total Biaya


2 Maret 2.000 4,00 80.000
15 Maret 4.000 4,40 17.600
Persedian akhir 6.000 25.600

Barang yang tersedia untuk dijual 43.900


Dikurangi Persediaan akhir 25.600
Harga Poko Penjualan 18.300

Jika yang digunakan call-mart adalah sistem persediaan perpetual baik dalam kuantitas maupun nilai dollar,
aplikasi metode LIFO menghasilkan nilai persediaan dan harga pokok penjualan yang berbeda, seperti
ditunjukan dalam ilustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi Metode LIFO Persediaan Perpetual


(Rp)
Tanggal Pembelian Dijual atau Digunakan Saldo
2 Maret (2.000 @ 4,00) 8.000 2.000 @ 4,00 8.000

15 Maret (6.000 @ 4,40) 26.400 2.000 @ 4,00 34.400


6.000 @ 4,40

(4.000 @ 4,40) 2.000 @ 4,00 16.800


(17.600) 2.000 @ 4,40
30 Maret (2.000 @ 4,75) 9.500 2.000 @ 4,00
2.000 @ 4,40 26.300
2.000 @ 4,75

Perhitungan persediaan periodik akhir-bulan yang ditunjukkan dalam Ilustrasi Metode Lifo Persediaan
Periodik (persediaan 25.600 dan harga pokok penjualan 18.300) mempcrlihatkan hasil yang berbeda
dengan hasil perhitungan persediaan perpetual (persediaan 26.300 dan harga pokok penjualan 17.600).
Perbedaan ini disebabkan karena sistem periodik menandingkan total penarikan selama bulan
bersangkutan dengan total pembelian untuk bulan yang sama dalam mengaplikasikan metode LIFO,
sementara sistem perpetual menandingkan setiap penarikan dengan pembelian terakhir yang
mendahuluinya. Sebenarnya, perhitungan persediaan periodik mengasumsikan bahwa biaya barang yang
dibeli Call-Mart pada tanggal 30 Maret telah dimasukkan dalam penjualan atau pengeluaran persediaan
pada tanggal 19 Maret.
MASALAH KHUSUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN LIFO

 Cadangan LIFO
Banyak perusahaan menggunakan LIFO untuk tujuan pajak dan pelaporan eksternal, tetapi menggunakan
FIFO, biaya rata-rata, atau sistem biaya standar untuk tujuan pelaporan internaI. Ada beberapa alasan
mengapa mereka melakukan hal ini:

1. Perusahaan seringkali mendasarkan keputusan penentuan harga pada asumsi FIFO, biaya rata-rata,
atau biaya standar, bukan atas dasar LIFO.
2. Pencatatan yang dilakukan atas beberapa dasar lainnya lebih mudah karena asumsi LIFO biasanya
tidak menyerupai arus fisik produk.
3. Pembagian-laba dan perjanjian bonus lain. biasanya tidak didasarkan pada asumsi persediaan LIFO.
4. pemakaian sistem LIFO murni tidak praktis untuk periode interim, di mana perusahaan harus
membuat estimasi untuk kuantitas dan harga akhir tahun.
Perbedaan antara metode persediaan yang digunakan untuk tujuan pelaporan internal dengan LIFO disebut
sebagai Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke LIFO atau cadangan LIFO (LIFO reserve). Perubahan
saldo penyisihan di atas dari satu periode ke periode berikutnya dinamakan dengan dampak LIFO. Dampak
LIFO (LIFO effect) adalah penyesuaian yang harus dilakukan atas catatan akuntansi pada suatu tahun
tertentu.

Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Acme Boot Company menggunakan metode FIFO untuk tujuan
pelaporan internal dan metode LIFO bagi tujuan pelaporan ekstemal. Pada tanggal 1 Januari 2007,
Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke saldo LIFO adalah 20.000 dan pada tanggal 31 Desember 2007
saldonya harus 50.000. Karena itu, dampak LIFO adalah 30.000, dan ayat jurnal berikut dibuat pada akhir
tahun:

Harga Pokok Penjualan 30.000

Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke LJFO 30.000

Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke LIFO akan dikurangkan dari persedia- an untuk memastikan
bahwa persediaan dilaporkan atas dasar LIFO pada akhir tahun.

 Likuidasi LIFO
Sampai saat ini, kita telah membahas pendekatan barang-khusus (specific goods approach) untuk
mengkalkulasi biaya persediaan LIFO (yang juga disebut LIFO tradisional atau LIFO unit). Pendekatan ini
sering kali tidak realistis karena dua alasan:

1. Jika perusahaan memiliki banyak item persediaan yang berbeda, maka pene- lusuran atas setiap
item persediaan itu akan membutuhkan biaya akuntansi yang tinggi.
2. Erosi persediaan LIFO dapat terjadi dengan mudah (yang disebut dengan likuidasi LIFO). Hal ini
sering kali akan mendistorsi laba bersih dan pem- bayaran pajak yang substansial.
Untuk memahami masalah likuidasi LIFO, asumsikan bahwa Basler Co. memiliki 30.000 Ton baja dalam
persediaannya per 31 Desember 2007, yang dinilai dengan menggunakan pendekatan LIFO barang khusus.

(Rp)

Persediaan Akhir (2007)


Ton Biaya per-Unit Biaya LIFO
2004 8.000 4 32.000
2005 10.000 6 60.000
2006 7.000 9 63.000
2007 5.000 10 50.000
30.000 205.000

Seperti telah diperlihatkan, persediaan akhir tahun 2007 Basler Co. terdiri dari biaya-biaya yang berasal dari
periode scbelurnnya. Biaya-biaya ini disebut lapisan (yang meningkat dari periode ke periode), di mana
lapisan pertama diidentifikasi sebagai lapisan dasar. Lapisan persediaan Basler Co. diperlihatkan dalam
Ilustrasi dibawah ini.

 Ilustrasi Lapisan Persediaan LIFO


(Rp)
Lapisan 50.000
2007 (5.000 x 10)
Lapisan 63.000
2006 (7.000 x 9)
Lapisan 60.000
2005 (10.000 x 6)
Lapisan Dasar 32.000
1994 (8.000 x 4)

Perhatikan bahwa harga baja terus meningkat sepanjang periode 4-tahun. Pada tahun 2008, Basler Co.
mengalami kekurangan baja dan harus melikuidasi sebagian besar persediaannya (likuidasi LIFO). Pada
akhir tahun 2008, hanya tersisa 6.000 ton baja dalam persediaan. Karena perusahaan menggunakan LIFO,
maka lapisan paling atas, 2007, dilikuidasi terlebih dahulu, diikuti dengan lapisan 2006, dan begitu
seterusnya Hasilnya: biaya dari periode sebelumnya ditandingkan dengan pendapatan penjualan yang
dilaporkan dalam dolar berjalan. Hal inl menimbulkan distorsi laba benih dan membuat perusahaan
menanggung utang pajak yang substansial pada periode berjalan. Dampak ini ditunjukan dalam Ilustrasi
dibawah ini. Sayangnya, likuidasi LIFO bisa serimg lerjadi jika yang digunakan adalah pendekatan LIFO
barang khusus.

 Ilustrasi Likuidasi LIFO

Dijual
50.000
5.000 Ton Hasil
(5.000 x 10)

Pendapatan penjualan
(semua harga bejalan)
63.000 Laba yang
Dijual
lebih tinggi
(7.000 x 9) dan
7.000 Ton
kemungkin
Dijual = an utang
60.000 pajak yang
Harga pokok penjualan
(10.000 x 6) 10.000 Ton lebih tinggi
(Sebagian Harga Berjalan
Sebagian Harga Lama)

32.000 Dijual

(8.000 x 4) 2.000 Ton

Untuk meminimalkan masalah likuidasi LIFO dan menyederhanakan akuntansi, barang dapat digabungkan
dalam pool. Sebuah pool didefinisikan sebagai kelompok item yang bersifat serupa. Jadi, sejumlah unit atau
produk yang serupa, bukan hanya unit-unit yang identik, digabungkan dan diperlakukan secara sama.
Metode ini, yang dinamakan dengan specific goods pooled LIFO approach, biasanya jarang menghasilkan
likuidasi LIFO. Mengapa? Karena penurunan satu kuantitas dalam pool bisa ditutupi oleh kenaikan dalam
pool yang lain.

Specific goods pooled LIFO approach mengeliminasi kelemahan dari pendekatan LIFO barang khusus (LIFO
tradisional). Namun, pendekatan pool ini, dengan menggunakan kuantitas sebagai dasar pengukuran,
menciptakan masalah lain.

Pertama, sebagian besar perusahaan terus mengubah komposisi produk. bahan, dan metode produksinya.
Jika yang dipakai adalah pendekatan pool berdasar kuantitas, maka perubahan semacam itu menyiratkan
bahwa pool-pool harus terus diubah. Ini dapat menghabiskan waktu dan mahal.

Kedua, meskipun pendekatan semacam itu praktis, namun erosi lapisan persediaan ("likuidasi LIFO") sering
terjadi, dan akibatnya sebagian besar manfaat dari pendekatan tersebut menjadi hilang. Erosi Iapisan
persediaan terjadi karena barang atau bahan tertentu dalam pool bisa digantikan oleh barang atau bahan
lain. Item yang baru mungkin tidak cukup serupa untuk diperlakukan sebagai bagian dari pool lama. Jadi,
setiap laba inflasioner yang ditangguhkan dalam barang-barang lama, mungkin harus diakui pada saat
barang lama itu digantikan.

 LIFO Nilai-Dollar
Untuk mengatasi masalah pengubahan pooI dan masalah erosi lapisan persediaan, dikembangkanlah
metode LIFO nilai-dolar (dollar-value LIFO method). Karakteristik penting dari metode LIFO nilai-dolar
adalah bahwa kenaikan atau penurunan dalam sebuah pool ditentukan dan diukur dari segi total nilai-
dolar bukan kuantitas fisik barang dalam pool persediaan.

Pendekatan ini memiliki dua keunggulan penting dibanding pendekatan specific-goods pooled. Pertama,
berbagai jenis barang kini bisa dimasukkan dalam pool LIFO nilai-dolar. Kedua, dalam sebuah pool LIFO
nilai-dolar, penggantian dibolehkan jika penggantinya merupakan bahan yang sama, atau memiliki tujuan
pemakaian yang sama, atau dapat saling-dipertukarkan. (Sebaliknya, dalam pool LIFO barang-khusus, suatu
item hanya bisa digantikan dengan item yang identik secara substansial.)

Jadi, teknik LIFO nilai-dolar membantu melindungi lapisan LIFO dari erosi. Karena keunggulan ini, metode
LIFO nilai-dolar kini dipakai secara luas dalam praktek. Hanya dalam situasi yang tidak melibatkan banyak
barang dan jarangnya perubahan bauran produk, pendekatan LIFO tradisional lebih banyak digunakan.

Dalam metode LIFO nilai-dolar, adalah mungkin untuk menempatkan seluruh persediaan dalam satu pool,
walaupun biasanya perusahaan menggunakan lebih dari satu pool. Secara umum, semakin banyak barang
yang dimasukkan dalam sebuah pool, semakin besar kemungkinan bahwa penurunan kuantitas sebagian
barang akan dioffset oleh kenaikan kuantitas barang lain dalam pool yang sama; jadi, likuidasi lapisan LIFO
akan terhindari. Dengan kata lain, jumlah pool yang lebih sedikit berarti penghematan biaya dan
berkurangnya kemungkinan likuidasi lapisan LIFO.
 Contoh LIFO Nilai-Dolar
Untuk mengilustrasikan bagaimana metode LIFO nilai-dolar diterapkan, asumsikan bahwa LIFO nilai-dolar
pertama kali digunakan pada tanggal 31 Desember 2006 (periode dasar), di mana persediaan berdasar
harga berjalan pada tanggal tersebut bernilai $20.000, dan persediaan pada tanggal 31 Desember 2007
berdasar harga berjalan berjumlah $26.400.

Bisakah kita langsung menyimpulkan bahwa kuantitas telah meningkat 32% selama tahun berjalan ($26.400
÷ $20.000) = 132%)? Pertama, kita perlu bertanya: Berapa nilai persediaan akhir berdasar harga awal-
tahun? Dengan mengasumsikan bahwa harga telah meningkat 20% selama tahun berjalan, persediaan akhir
berdasar harga awal-tahun bernilai $22.000 ($26.400 ÷ 120%). Jadi, kuantitas persediaan telah meningkat
10%, atau dari $20.000 menjadi $22.000 dilihat dari sisi harga awal-tahun.

Langkah berikutnya adalah menentukan harga kenaikan kuantitas dolar-riil ini. Kenaikan kuantitas dolar-riil
sebesar $2.000 ini jika dinilai berdasar harga akhir- tahun adalah $2.400 (120% x $2.000). Kenaikan (lapisan)
sebesar $2.400 ini, jika ditambahkan ke persediaan awal sebesar $20.000, akan menghasilkan persediaan
total sebesar $22.400 pada tanggal 31 Desember 2007, seperti ditunjukkan berikut ini:

(Nggk bsa di scan)

Periu ditekankan di sini bahwa sebuah lapisan hanya akan terbentuk apabila persediaan akhir berdasar
harga tahun.dasar melebihi persediaan awal berdasar harga tahun-dasar. Dan hanya saat lapisan baru
terbentuk indeks yang baru harus dihitung.

Contoh Komprehensif UFO Nilai-Dolar

Untuk mengilustrasikan pemakaian metode LIFO nilai-dolar dalam situasi yang lebih kompleks, asumsikan
bahwa Bismark Company memiliki informasi berikut:

Lapisan petama (persediaan awal) berdasarkan indeks 100 $ 20.000


Lapisan Kedua (kenaikan tahun 2007) berdasarkan indeks120 2.400
Persediaan LIFO nilai dollar, 31 Desember 2007 $ 22.400

Perlu ditekankan disini bahwa sebuah lapisan hanya akan terbentuk apabila persediaan akhir berdasarkan
harga tahun dasar melebihi persediaan awal berdasar harga tahun dasar. Dan hanya saaat lapisan baru
terbentuk indeks yang baru harus dihitung.

 Contoh Komprehensif LIFO Nilai Dollar


Untuk mengilustrasikan pemakaian metode LIFO nilai dollar dalam situasi yang lebih kompleks, asumsikan
bahwa Bismark Company memiliki informasi berikut :

Persediaan akhir
Persediaan pada + Indeks Harga = Tahun pada Harga
31 Desember harga akhir Tahun (Persentase) Tahun Dasar
(tahun Dasar) 2004 $ 200.000 100 $ 200.000
2005 299.000 115 260.000
2006 300.000 120 250.000
2007 351.000 130 270.000

Pada tanggal 31 Desember 2004, pesediaan akhir Bismark menurut LIFO nilai dollar adalah $200.000, yang
di hitung sebagai mana ditunjukan dalam ilustrasi di bawah ini :

 Ilustrasi perhitungan Persediaan pada Biaya LIFO Tahun 2004

Persediaan Akhir Lapisan pada Persediaan Akhir


pada Harga Tahun Harga Tahun Indeks Harga pada Biaya LIFO
Dasar Dasar (Persentase)
$ 200.000 $ 200.000 x 100 = $ 200.000

Pada tanggal 31 Desember 2005, perbandingan antara persediaan akhir pada harga tahun dasar ($260.000)
dengan persediaan awal pada harga tahun dasar ($200.000) menunjukan bahwa kuantitas barang telah
meningkat sebesar $60.000 ($260.000 - $200.000). kenaikan (lapisan) ini kemudian dihitung kembali
dengan menggunakan indeks tahun 2005 (115%) untuk menentukan lapisan baru sebesar $69.000.
persediaan akhir tahun 2005 adalah $269.000,yang terdiri dari persediaan awal $200.000 dan lapisan baru
$69.000. perhitungannya ditunjukan dalam Ilustrasi di bawah ini :

 Ilustrasi Perhitungan Persediaan pada Baya LIFO Tahun 2005

Persediaan Akhir pada Lapisan Persediaan


Harga Tahun Dasar pada Harga Tahun Indeks Harga Akhir pada
Dasar (Persentase) Biaya LIFO

$260.000 2004 $200.000 x 100 = $200.000


2005 60.000 x 115 = 69.000
$260.000 $269.000

Pada tanggal 31 Desember 2006, perbandingan antara persediaan akhir menurut harga tahun_dasar
($250.000) dengan persediaan awal pada harga tahun-dasar ($260.000) menunjukkan bahwa kuantitas
barang telah menurun $10.000 ($250.000 - $260.000). Jika persediaan akhir pada harga tahun-dasar lebih
kecil dari persediaan awal menurut harga tahun-dasar, maka penurunan ini harus dikurangkan dari lapisan
yang baru saja ditambahkan. Jika terjadi penurunan. maka lapisan sebelumnya harus “dfkelupas” pada
harga yang berlaku ketika lapisan yang bersangkutan ditambaan. Dalam kasus Bismark Company, ini
berarti bahwa $10.000 harus dihapus dari lapisan tahun 2005 pada harga tahun-dasar $60.000. Saldo
sebesar $50.000 ($60.000 - $10.000) haru di nilai ulang berdasarkan indeks harga tahun 2005 (115%). Jadi,
lapisan tahun 2005 kini bernilai $57.500 ($50.000 x 115%). Jadi persediaan akhir akan bernilai $257.500,
yang terdiri dari persediaan awal $200.000 ditambah lapisan kedua, $57.500. Perhitungan untuk tahun
2006 ditunjukkan dalam Ilustrasi dibawah ini:

 Ilustrasi Perhitungan Persediaan pada Biaya LIFO Tahun 2006


($)
Persedian akhir pada Lapisan pada Harga
Harga Tahun Dasar Tahun Dasar Indeks Harga Persediaa akhir
(Persentase) pada Biaya LIFO

250.000 2004 200.000 x 100 = 200.000


2005 50.000 x 115 = 57.500
250.000 257.500

Perhatikan bahwa jika telah dihilangkan, sebuah lapisan atau dasar (atau porsi dari lapisan) tidak bisa
dibentuk kembali pada periode berikutnya. Dengan kata lain, hilang untuk selamanya.

Pada tanggal 31 Desember 2007, perbandingan antara persediaan akhir menurut harga tahun-dasar
($270.000) dengan persediaan awal menurut harga tahun-dasar ($250.000) menunjukkan bahwa kuantitas
barang telah naik $20.000 ($270.000 - $250.000). Setelah mengubah kenaikan sebesar $20.000 dengan
indeks harga tahun 2007, persediaan akhir akan berjumlah $283.500, yang terdiri dari lapisan awal.
$200.000, lapisan tahun 2005, $57.500, dan lapisan tahun 2007, $26.000 ($20.000 x 130%). Perhitungan ini
ditunjukkan dalam llustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi Perhitungan Persediaan menurut Biaya LIFO Tahun 2007


($)
Persediaan akhir Persediaan
pada Harga Tahun Lapisan pada Harga Indeks Harga akhir pada
Dasar Tahun Dasar (Persentase) Biaya LIFO

2004 200.000 x 100 = 200.000


270.000 2005 50.000 x 115 = 57.500
2007 20.000 x 130 = 26.000
270.000 283.500

Persediaan akhir menurut harga tahun-dasar harus selalu sama dengan total lapisan menurut harga
tahun-dasar. Perusahaan harus memeriksa situasi ini untuk membantu memastikan bahwa perhitungan
nilai-dolar telah dilakukan secara tepat.

 Pemilihan Indeks Harga


Jelas, perubahan harga merupakan hal yang kritis dalam LIFO nilai-dolar. Bagaimana indeks harga
ditentukan? Banyak perusphaan menggunakan indeks tingkat harga umum yang disusun dan dipublikasikan
secara bulanan oleh pemerintah federal; indeks tingkat harga umum eksternal yang paling populer adalah
Consumers Price Index for Urban Consumers (CPI.U). Indeks harga eksternal khusus juga dipakai secara
luas. Sebagai contoh, indeks spesifik dihitung dan dipublikasikan setiap hari atas sebagian besar komoditas
(emas, perak, logam lain, jagung, gandum, dan produk pertanian lain) oleh berbagai organisasi. Banyak
asosiasi dagang membuat indeks untuk lini produk atau industri tertentu. Semua indeks ini dapat digunakan
untuk tujuan LIFO nilai-dolar.

Jika indeks harga khusus ekstemal tidak tersedia atau tidak relevan, maka per- usahaan dapat menghitung
indeks harga khusus internalnya sendiri. Pendekatan yang diinginkan adalah menilai kerja persediaan akhir
menurut biaya paling akhir. Biaya berjalan biasanya di peroleh dengan melihat biaya aktual dari barang-
barang yang dibeli paling kahir. Indeks harga menyediakan ukuran menyangkut perubahan harga atau
tingkat biaya antara tahun dasar dengan tahun berjalan. Suatu indeks harus dihitung setiap tahun setelah
tahun dasar. Rumus-rumus umum perhitungan indeks adalah sebagai berikut :

 Ilustrasi Rumus Perhitungan Indeks Harga


Persediaan akhir Periode Pada Biaya Berjalan = Indeks Harga Tahun Berjalan
Persediaan Akhir Periode Pada Biaya Tahun Dasar

Pendekatan ini secara umum disebut dengan doble-extension method karena nilai unit persediaan
diperbesar menurut harga tahun dasar berbasis harga tahun berjalan.

Untuk mengilustrasikan perhitungan ini, asumsikan bahawa persediaan tahun dasar Toledo Company (1
januari 2007) terdiri dari item-item berikut :

(Rp)

Item Kuantitas Biaya per Unit Total Biaya


A 1.000 6 6.000
B 2.000 20 40.000
Persediaan pada Biaya tahun dasar, 1 januari 2007 46.000
Pengkajian atas persediaan akhir menunjukan bahwa 3.000 unit item A dan 6.000 unit item B berada di
tangan pada tanggal 31 Desember 2007. Pembelian aktualpaling akhir yang berhubungan dengan ke dua
item ini adalah sebagai berikut :

(Rp)

Item Tgl Pembelian Kuantitas Yang Dibeli Biaya Per-Unit


A 1 Desember 2007 4.000 7
B 15 Desember 2007 5.000 25
C 16 November 2007 1.000 22

Toledo men-double extend persediaanseperti yang diperlihatkan dalam ilustrasi di bawah ini :

 Ilustrasi Metode Double Extension untuk Menetukan Indeks Harga


(Rp)
Persediaan 31/12/07 Persediaan 31/12/07
Pada Biaya Tahun_Dasar Pada Biaya Tahun_Berjalan

Biaya Tahun- Biaya Thun-


Item Unit Dasar Per-Unit Total Unit berjalan per-Unit Total
A 3.000 6 18.000 3.000 7 21.000
B 6.000 20 120.000 5.000 25 125.000
B 1.000 22 22.000
138.000 168.000

Setelah persediaan di-double extend, rumus diatas digunakan untuk menghitung indeks tahun berjalan
(2007) seperti yang ditunjukan dalam ilustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi Perhitungan Indeks Harga Tahun 2007


Persediaan Akhir Periode pada Biaya Berjalan 168.000 = 121,74%
Persediaan Akhir Periode pada Biaya Tahun Baru Dasar 138.000

Indeks ini (121,74%) kemudian di aplikasikan kelapisan yang di tambahkan pada tahun 2007. Perhatikan
bahwa dalam ilustrasi ini Toledo Company menggunakan pembelian aktual paling akhir untuk menetukan
Biaya Berjalan ; pendekatan lainnya seperti FIFO dan Biaya Rata-rata juga bisa di gunakan. Asumsi arus
biaya apapun yang dipakai, pemakainnya harus konsisten dari periode ke periode.

Pemakaian double-extension method membutuhkan banyak waktu dan sulit dalam kondisi yang melibatkan
perubahan teknologi yang signifikan atau banyak item. Yaitu, seiring dengan berlalunya waktu, biaya tahun-
dasar baru harus ditentukan untuk produk baru, dan biaya tahun-dasar harus dihitung untuk setiap item
persediaan.
 Perbandingan Pendekatan LIFO
Tiga pendekatan yang berbeda untuk menghitung persediaan LIFO telah dibahas dalam bab ini-LIFO
barang-khusus, LIFO pool barang-khusus, dan LIFO nilai dollar. Seperti telah dibahas sebelumnya,
penggunaan LIFO barang-khusus adalah tidak realistis karena sebagian besar perusahaan memiliki berbagai
jenis barang dalam persediaan pada akhir periode, dan penentuan harga persediaan ini atas dasar per unit
membutuhkan banyak biaya dan waktu

Pendekatan LIFO pool barang-khusus (specific goods pooled LIFO appraach) Iebih baik karena mengurangi
biaya pencatatan dan biaya klerikaI. Selain itu, Iapisan per- sediaannya menjadi lebih sulit mengalami erosi
karena penurunan suatu kuantitas dalam satu pool bisa dioffset oleh kenaikan kuantitas lain. Meskipun
demikian, pendekatan pool yang menggunakan kuantitas sebagai dasar pengukuran bisa menyebabkan
likuidasi LIFO yang prematur.

Akibatnya, LIFO nilai-dolar adalah mefode yang dipakai alen sebagian besar perusahaan yang
menggunakan sistem LIFO. Walaupun pendekatan ini tampak rumit, namun logika dan cara
perhitungannya sebetulnya sangat sederhana, jika indeks yang tepat telah diperoieh.

Hal ini tidak menyatakan bahwa metode LIFO nilai-dolar tidak memiliki kelemahan. Pemilihan item-item
yang akan dimasukkan ke dalam sebuah pool bisa bersifat subjektif. Akan tetapi, penentuan seperti itu
sangat penting karena manipulasi item-item yang terdapat dalam sebuah pooI tanpa justifikasi konseptual
dapat mempengaruhi laba bersih yang dilaporkan. Sebagai contoh, SEC memberitahu bahwa sejumlah
perusahaan telah membentuk pool-pool yang bisa dilikuidasi dengan mudah Akibatnya, ketika ingin
menaikkan laba. perusahaan menurunkan persediaan, dan dengan demikian, menandingkan item-item
persediaan berbiaya- rendah dengan pendapatan berjalan.

Untuk menghilangkan praktik ini, SEC telah mengambil sikap yang lebih tegas menyangkut jumlah pool
yang bisa dibentuk oleh perusahaan. Dalam kasus Stauffer Chemical Company yang terkenaI, Stauffer
menaikkan jumlah pool LIFO dari 8 menjadi 280, dan berhasil menaikkan laba bersih sebesar $16.515.000
atau sekitar 13%. Stauffer berkilah dalam Laporan Tahunannya bahwa perubahan tersebut ditujukan untuk
"meraih penandingan yang lebih baik antara biaya dengan pendapatan." SEC meminta Stauffer untuk
mengurangi jumlah pool persediannya, dengan menyatakan bahwa sejumlah pool tidak tepat dan
menuduh Stauffer telah rnelakukan manipulasi laba.

 Keunggulan Utama Pendekatan UFO


Salah satu keunggulan nyata dari pendekatan LIIFO adalah bahwa, dalam situasi tertentu, arus biaya LIFO
menyerupai arus fisik barang yang keluar-masuk persediaan. Sebagai contoh, dalam kasus tumpukan
batubara, batubara terakhir adalah batubara pertama yang akan keluar karena terletak pada puncak
tumpukan. Petugas pengambilan tidak akan mulai mengambil batubara dari bagian paling bawah! Batubara
yang akan diambil pertama adalah batubara yang ditempatkan paling akhir di tumpukan.

Akan tetapi, situasi tumpukan batubara di atas hanya salah satu dari beberapa situasi di mana arus fisik
aktual cocok dengan arus biaya LIFO. Oleh karena itu, sebagian besar penganut LIFO menggunakan
argumen lain untuk mendukung pemakaiannya, yaitu

1. Penandingan
Dalam LIFO, biaya paling akhir ditandingkan dengan pendapatan berjalan untuk menghitung ukuran
laba berjalan yang lebih baik. Selama periode inflasi, banyak pihak mempertanyakan kualitas darilaba
non-LIFO, dengan menyatakan bahwa kegagalan untuk menandingkan biaya berjalan dengan
pendapatan berjalan akan menciptakan laba trransitori atau laba "kertas" ("Iaba persediaan"). Laba
persediaan terjadi apabila biaya dari persediaan yang ditandingkan dengan penjualan lebih kecil dari
biaya penggantinya. Karena itu, harga pokok penjualan akan kurang-saji dan laba lebih-saji. Dengan
menggunakan LIFO (bukan metode lain seperti FIFO) biaya berjalan akan ditandingkan dengan
pendapatan, sehingga mengurangi laba persediaan.
2. Manfaat PajakMemperbaiki Arus Kas
Manfaat pajak adalah alasan utama mengapa LIFO sangat populer. Sepanjang tingkat harga terus
naik dan kuantitas persediaan tidak menurun. pemakaian LIFO akan menangguhkan pajak
penghasilan, karena item-item yang dibeli paling akhir dengan harga yang Iebih tinggi ditandingkan
dengan pendapatan Sebagai contoh, ketika Fuqua Industries memutuskan untuk beralih ke LIFO,
perusahaan berhasil menghemat pajak sebesar $4 juta. Sekalipun tingkat harga kemudian menurun,
namun perusahaan telah berhasil menangguhkan pembayaran pajak penghasilan secara temporer.
jadi penggunaan LIFO dalam situasi tersebut dapat memperbaiki arus kas perusahaan.
U.U Pajak mewajibkan bahwa jika sebuah perusahaan menggunakan LIFO untuk tujuan perpajakan,
maka perusahaan tersebut juga harus menggunakan LIFO untuk tujuan pelaporan
keuangan(walaupun baik hukum pajak maupun GAAP tidak mewajibkan perusahaan membuat pool
persediaan dengan cara yang serupa untuk tujuan pelaporan keuangan dan tujuan perpajakan).
Persyaratan ini seringkali disebut dengan aturan keselarasan LIFO (LIFO conformity rule). Metode
penilaian persediaan lainnya tidak memiliki aturan ini.
3. Pembendung atas Laba di Masa Depan
Jika memakai LIFO, laba masa depan perusahaan yang dilaporkan tidak akan dipengaruhi secara
signifkan oleh penurunan harga. Jadi LIFO menghilangkan atau meminimalkan secara substansial
write-downs to market sebagai akibat dari penurunan harga. Alasannya: karena persediaan yang
dibeli paling akhir dijual terlebih dahulu, maka tidak banyak persediaan berbiaya tinggi yang tersisa,
yang rentan terhadap penurunan harga. Sebaliknya, persediaan yang dinilai menurut FIFO lebih
rentan terhadap penurunan harga, yang bisa menurunkan laba bersih secara substansial.
 Kelemahan Utama Pendekatan UFO
Meskipun memiliki banyak keunggulan, namun LIFO juga memiliki kelemahan berikut:

1. Berkurangnya Laba
Banyak manajer korporasi memandang penurunan laba yang dilaporkan menurut metode LIFO selama
periode inflasioner sebagai kelemahan yang nyata, dan lebih memilih untuk melaporkan laba yang
lebih tinggi dari pada pajak yang lebih rendah. Sejumlah manajer merasa khawatir bahwa perubahan
akuntansi ke LIFO akan disalah artikan oleh investor dan bahwa, sebagai akibat dari menurunnya laba,
harga saham perusahaan akan jatuh.
2. Persediaan Kurang-Saji
LIFO mungkin memiliki pengaruh yang mendistorsi terhadap neraca perusahaan. Penilaian persediaan
biasanya ketinggalan zaman karena biaya yang paling tua masih ada dalam persediaan. Kurang-saji ini
membuat posisi modal kerja perusahaan tampak lebih buruk dari kondisi aktualnya. Contoh yang
sesuai adalah Caterpillar, yang menggunakan kalkulasi biaya LIFO untuk sebagian besar persediaannya,
senilai $4,7 miliar pada akhir tahun 2004. Dalam kalkulasi biaya FIFO, persediaan Caterpillar bernilai
$6,8 miliar-hampir 50% lebih tinggi dari jumlah LIFO.
Besar dan arah variasi ini di antara nilai buku persediaan dengan harga berjalannya tergantung pada
tingkat dan arah perubahan harga serta jumlah perputaran persediaan. Dampak gabungan dari
naiknya harga produk dan batalnya likuidasi persediaan akan menaikkan selisih antara nilai buku
persediaan menurut LIFO dengan harga berjalannya, sehingga memperparah distorsi neraca yang
diakibatkan oleh pemakaian LIFO.
3. Arus Fisik
LIFO tidak menyerupai arus fisik item-item persediaan kecuali dalam situasi tertentu (seperti
tumpukan batubara). Pada awalnya, LIFO hanya dapat digunakan dalam situasi tertentu. Situasi ini
berubah dari tahun ke tahun sampai titik di mana karakteristik arus fisik tidak lagi mematnkan peranan
penting dalam menentukan apakah LIFO layak dipakai atau tidak.

 Likuidasi Terpaksa/Kebiasaan Pembelian yang Buruk


Jika lapisan atau dasar biaya lama dieliminasi, maka hasil yang ganjil bisa terjadi karena biaya lama yang
tidak relevan dapat ditandingkan dengan pendapatan berjalan. Laba yang dilaporkan untuk periode
berjalan bisa terdistorsi, serta perusahaan akan mengalami konsekuensi pajak yang merugikan dari sudut
pandang pajak penghasilan.

Karena adanya persoalan Iikuidasi, maka LIFO bisa menimbulkan kebiasaan pembelian yang buruk. Sebuah
perusahaan bisa membeli lebih banyak barang dan menandingkan pembelian ini dengan pendapatan untuk
memastikan bahwa biaya lama tidak dicatat sebagai beban. Selain itu, penggunaan LIFO selalu
memunculkan kemungkinan bahwa perusahaan akan berupaya untuk memanipulasi laba bersih pada akhir
tahun dengan hanya mengubah pola pembelian.

Sebuah survei menemukan alasan-alasan berikut tentang mengapa perusahaan menolak LIFO.
 Ilustrasi Mengapa Perusahaan Menolak LIFO ?
Alasan Menolak LIFO Jumlah % dari Total*
Tidak mengharapkan manfaat pajak
Tidak ada lewajiban membayar pajak 34 16%
Haraga menurun 31 15
Perputaran persediaan yang cepat 30 14
Persediaan yang tidak material 26 12
Pajak rupa-rupa yang berkaitan 36 17
159 74%

Regulatori atau pembatasan lain 26 12%

Biaya yang berlebihan


Biaya administrasi yang tinggi 29 14%
Likuidasi LIFO biaya yang berhubungan 12 6
41 20%
Konsekuensi Negatif lain
Laba yang lebih rendah 18 8%
Akuntansi yang buruk 7 3
25 11%

DASAR PEMILIHAN METODE PERSEDIAAN


Bagaimana memiiih salah satu di antara berbagai metode persediaan? Walaupun tidak ada aturan yang
absolut untuk itu, namun kecenderungan untuk memilih LIFO biasanya dapat disebabkan oleh kondisi-
kondisi berikut:

1. harga jual dan pendapatan telah meningkat lebih cepat dibanding biaya, sehingga mendistorsi
laba.
2. dalam situasi di mana LIFO sudah menjadi tradisi, seperti toko swalayan dan industri yang
dicirikan oleh "stok dasar" konstan seperti industri penyulingan, kimia, dan kaca.
Sebaliknya, LIFO mungkin tidak akan tepat dalam situasi di mana:

1. harga cenderung menurun terhadap biaya.


2. pemakaian metode identifikasi khusus sudah merupakan tradisi, seperti dalam bisnis mobil,
peralatan pertanian, barang seni, dan perhiasan antik.
3. Atau biaya per unit cenderung menurun seiring dengan meningkatnya produksi, sehingga
meniadakan manfaat pajak yang mungkin disediakan oleh LIFO.
Konsekuensi pajak adalah pertimbangan yang lain. Peralihan dari FIFO ke LIFO biasanya akan langsung
menyediakan manfaat pajak. Sementara itu, peralihan dari LIFO ke FIFO bisa menimbulkan beban pajak
yang signifikan. Sebagai contoh, ketika Chrysler (kini DaimlerChrysler) beralih dari LJFO ke FIFO, perusahaan
harus menanggung beban pajak tambahan sebesar 53 juta yang telah ditangguhkan selama 14 tahun dari
penilaian persediaan LIFO. Lalu mengapa Chrysler dan perusahaan-perusahaan lain mau beralih ke FIFO?
Alasan utamanya adalah laba. Walaupun Chrysler melaporkan kerugian sebesar 7,6 juta setelah beralih ke
FIFO, namun kerugiarmya bisa 20 juta lebih tinggi jika perusahaan tidak mengubah metode penilaian
persediaan kembali ke FIFO dari LIFO.

Dapat dipertanyakan apakah perusahaan harus beralih dari LIFO ke FIFO hanya untuk menaikkan laba.
Secara intuitif, Anda mungkin berpikir bahwa perusahaan yang melaporkan laba yang lebih tinggi akan
memiliki harga penilaian saham (harga saham biasa) yang tinggi pula. Namun sejumlah studi menemukan
bahwa pemakai laporan keuangan memiliki kemampuan pemahaman yang lebih tinggi dari yang
diperkirakan. Harga saham tidak berubah dan, dalam sejumIah kasus, bahkan lebih tinggi meskipun laba
yang dilaporkan turun.

Kekhawatiran akan penurunan laba karena pemakaian LIFO kini menjadi kurang penting karena IRS telah
melonggarkan aturan kesesuaian LIFO yang mewajibkan perusahaan yang memakai LIFO bagi tujuan
perpajakan urtuk juga menggunakan LIFO bagi tujuan pelaporan keuangan. IRS telah melonggarkan restriksi
yang membatasi penyediaan angka-angka laba non-LIFO sebagai informasi pelengkap. Akibatnya, profesi
akuntansi kini membolehkan penyajian pengungkapan pelengkap non-LIFO, tetapi tidak dalam bagian muka
laporan keuangan. Pengungkapan pelengkap, walaupun tidak dimaksudkan untuk mengenyampingkan
metode LIFO dasar yang dipakai bagi tujuan pelaporan keuangan, mungkin berguna dalam membandingkan
laba operasi dan modal kerja dengan perusahaan yang tidak memakai LIFO.

Sebagai contoh, JCPenney, Inc. (pemakai LIFO) menyajikan informasi dalam laporan tahunannya seperti
yang diperlihatkan pada Ilustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi Pengungkapan Pelengkap Non LIFO


JCPenney, Inc
Sejumlah perusahaan dalam industri ritel memakai metode FIFO dalam menilai
sebagian atau seluruh persediaanya. Seandainya JCPenney, Inc.menggunakan FIFO dan
tidak membuat asumsi-asumsi lain menyangkut perubahan laba yang tercipta menyusul
pemakaian FIFO, maka laba dan laba per saham dari operasi berlanjut akan bernilai
Laba dan operasi berlanjut (dlmjuta) 325
Laba dari operasi berlanjut per-Saham 4,63

Pelonggaran aturan keserasian LIFO telah membuat banyak perusahaan memili LIFO sebagai metode
penilaian persediaan karena perusahaan kini dapat mengungkapkan angka laba FIFO dalam laporan
keuangan jika di perlukan.

Sering kali metode persediaan digunakan bersama-sama dengan metode persediaan yang lain. Sebagai
contoh, sebagian besar perusahaan tidak pernah menggunakan LIFO secara total, tetapi dikombinasikan
dengan metode penilaian yang lain. Salah satu alasannya adalah bahwa lini produk tertentu sangat rentan
terhadap deflasi, bukan inflasi. Selain itu, jika tingkat persediaan tidak stabil, maka likuidasi yang tidak
diinginkan dalam lini produk tertentu bisa terjadi apabila perusahaan menggunakan LIFO. Terakhir, jika
perputaran persediaan dalam lini produk tertentu tinggi, maka biaya pencatatan dan beban tambahan bisa
melebihi manfaat dari LIFO. Biaya rata-rata seringkali digunakan dalam kasus semacam itu karena mudah
untuk dihitung.

Meskipun perusahaan dapat menggunakan berbagai metode persediaan untuk membantu menghitung
laba bersih secara akurat, namun sekali perusahaan memilih metode penetapan harga yang paling cocok,
metode itu harus diterapkan secara konsisten dari waktu ke waktu. Jika kondisi yang muncul kemudian
menunjukkan bahwa metode penetapan harga persediaan yang digunakan tidak lagi cocok. peru- sahaan
harus mempertimbangkan semua kemungkinan lain secara serius sebelum beralih ke metode lain.
Peralihan ke metode lain harus dijelaskan secara seksama dan dampaknya diungkapkan dalam laporan
keuangan.

 Metode Penilaian Persediaan-Analisis lkhtisar


Sejumlah metode penilaian persediaan telah dijelaskan dalam bagian-bagian sebelumnya dari bab ini.
Ikhtisar ringkas mengenai tiga metode persediaan yang utama, dengan mengasumsikan prosedur
persediaan periodik, disajikan berikut ini untuk memperlihatkan dampak yang berbeda dari metode
penilaian itu terhadap laporan keuangan. Skedul pertama menyediakan data-data terpilih untuk
diperbandingkan, yaitu:

(Rp)

Data Terpilih
Saldo kas awal 7.000
Laba ditahan awal 10.000
Persediaan awal 4.000 unit @ 3 12.000
Pembelian 6.000 unit @ 4 24.000
Penjualan 5.000 unit @ 12 60.000
Beban operasi 10.000
Tarif pajak penghasilan 40%

Hasil-hasil komparatif dari pemakaian biaya rata-rata, FIFO, dan LIFO atas laba bersih ditunjukan dalam
Ilustrasi dibawah ini :

 Ilustrasi hasil-hasil komparatf dari Biaya rata-rata FIFO dan LIFO


(Rp)
Biaya FIFO LIFO
Rata-rata
Penjulan 60.000 60.000 60.000
Harga pokok penjualan 18.000 16.000 20.000
Laba kotor 42.000 44.000 40.000
Beban operasi 10.000 10.000 10.000
Laba sebelum pajak 32.000 34.000 30.000
Pajak penghasilan (40%) 12.800 13.600 12.000
Laba bersih 19.200 20.400 18.000

4.000 @ 3 = 12.000 4.000 @ 3 = 12.000 5.000 @ 4 = 20.000


6.000 @ 4 = 24.000 1.000 @ 4 = 4.000
36.000 16.000

36.000 ÷ 10.000 = 3,60


3,60 x 5.000 = 18.000

Perhatikan bahwa laba kotor dan laba bersih paling rendah menurut LIFO, paling tinggi menurut FIFO, dan
ditengah-tengah menurut biaya raat-rata.
Ilustrasi dibawah ini memperlihatkan saldo akhir dari pos-pos terpilih pada akhir periode :

 Ilustrasi Saldo pos-pos Terpilih Menurut Metode Penilaian Persediaan Alternatif


(Rp)
Persediaan Laba Pajak Laba Laba Kas
Kotor Bersih Ditahan
Biaya 18.000 42.000 12.800 19.200 29.200 20.200
Rata-rata (5.000 x 3,6) (10.000+19.200)

FIFO 20.000 44.000 13.600 20.400 30.400 19.400


(5.000 x 4) (10.000 + 20.400)
LIFO 16.000 40.000 12.000 18.000 28.000 21.000
(4.000 x 3) (10.000 + 18.000)
(1.000 x 4)
Kas padaakhir tahun = saldo awal + Penjualan - Pembelian - Beban Operasi - Pajak
Biaya rata-rata – 20.200 = 7.000 + 60.000 - 24.000 - 10.000 - 12.800
FIFO – 19.400 = 7.000 + 60.000 - 24.000 - 10.000 - 13.600
LIFO – 21.000 = 7.000 + 60.000 - 24.000 - 10.000 - 12.000

LIFO menghasilkan saldo lebih tinggi pada akhir tahun karena pajaknya rendah. Contoh ini mengasumsikan
bahwa harga terus meningkat; hasil yang sebaliknya akan muncul jika harga terus menurun.
BAB V
PERSEDIAAN LANJUTAN
PENILAIAN PERSEDIAAN BARANG
Penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca.
Persediaan akhir bisa dihitung harga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harga
pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak selalu nampak dalam neraca, jumlah yang dicantumkan dalam
neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan.

METODE HARGA POKOK


Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca. Disini tidak ada
perbedaan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan dalam neraca. Harga pokok persediaan
barang dapat ditentukan dengan cara MPKP (FIFO), Rata- rata Tertimbang, MTKP (LIFO) atau yang lain dan
hasilnya dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan. PSAK No. 14 tidak membenarkan digunakannya
metode harga pokok untuk menentukan nilai persediaan dalam neraca.

METODE HARGA POKOK ATAU NILAI REALISASI BERSIH YANG LEBIH RENDAH
PSAK No. 14 menyatakan bahwa persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai
sebesar harga pokoknya atau nilai realisasi bersihnya, yang lebih rendah. Menurut PSAK No. 14 nilai
realisasi bersih (net realizable value) adalah harga taksiran dalam penjualan usaha normal dikurangi
taksiran biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan. Dalam
kondisi tertentu, nilai realisasi bersih diukur dengan nilai pengganti atau biaya mereproduksi persediaan
(replacement cost). Untuk menentukan besarnya harga pokok penjualan, dalam PSAK No. 14 disebut biaya
persediaan, meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan
berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).

Dalam rangka penerapan standar biaya atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah, berikut ini
ketentuannya :

a. Taksiran harga jual dalam kegiatan usaha sehari – hari dikurangi biaya – biaya yang dapat
diperkirakan terlebih dahulu untuk penyelesaiannya atau penjualannya.
b. Tidak boleh lebih rendah dari nilai realisasi bersih sesudah dikurangi dengan laba normal.

Nilai realisasi bersih merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan
persediaan disebut BATAS ATAS. Nilai realisasi bersih dikurangi laba normal merupakan batas minimum
dimana nilai persediaan barang tidak boleh lebih rendah disebut BATAS BAWAH. Untuk mencantumkan
dengan nilai berapakah persediaan pokok akan dicantumkan dalam neraca, pertama kali dibandingkan
antara harga pokok dengan nilai realisasi bersih, dipilih yang lebih rendah. Jumlah yang lebih rendah
tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawah. Apabila yang jumlah lebih rendah
tersebut masih dalam batas atas dan batas bawah, maka nilai persediaan dalam neraca adalah jumlah yang
lebih rendah tersebut. Tetapi apabila jumlah yang lebih rendah di luar batas atas atau di bawah batas
bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah.

Sebagai contoh penggunaan metode diatas misalnya diketahui :

Biaya penjualan barang A perunit = Rp 400

Laba normal perunit = Rp 300

Aapabila taksiran harga jual, harga pokok dan nilai realisasi bersih (harga pokok pengganti) dalam
beberapa keadaan seperti contoh dibawah ini ( no. 1 s.d. no.6), maka harga pokok atau nilai realisasi bersih
yang lebih rendah ditentukan dengan cara sebagai berikut :

Nilai Realisasi Bersih Harga Pokok


Taksiran atau Nilai
No Harga Pokok Batas Harga Pokok
Harga Jual Batas Atas Realisasi yang
Bawah Pengannti Lebih Rendah

1 Rp 1.500 Rp 1.050 Rp800 Rp1.100 Rp1.200 Rp1.050


2 Rp 1.500 Rp 1.050 Rp 800 Rp 1.100 Rp 950 Rp 950
3 Rp 1.500 Rp 1.050 Rp 800 Rp 1.100 Rp 750 Rp 800
4 Rp 1.350 Rp 1.050 Rp 650 Rp 950 Rp 1.000 Rp 950
5 Rp 1.350 Rp 1.050 Rp 650 Rp 950 Rp 850 Rp 850
6 Rp 1.350 Rp 1.050 Rp 650 Rp 950 Rp 600 Rp 650

Keterangan :

1. Nilai realisasi bersih yang dipilih adalah batas atas (Rp 100), karena harga pokok pengganti (Rp 1.200)
lebih tinggi dari batas atas. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 1.100) dibandingkan dengan harga
pokonya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 1.050.
2. Harga pokok pengganti (Rp 950) masih didalam batas atas dan batas bawah, sehingga harga pokok
penggganti ini (Rp 950) dipilih sebagai niali realisasi bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp
950) dibandingkaan dengan harga pokok (Rp 1.050) dan dipilih yag lebih rendah, yaitu Rp 950.
3. Harga pokok pengganti (Rp 750) lebih rendah dari batas bawah (Rp 800) sehingga batas bawah (Rp
800) dipilih sebagai nilai realisai bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 800) kemiduan
dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 800.
4. Harga pokok pengganti (Rp 1.000) lebih tinggi dari batas atas (Rp 950) sehinga yang dipilih adalah
batas atas (Rp 950). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga
pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah yaitu, Rp 950.
5. Harga pokok pengganti (Rp 850) masih berada diantara batas bawah dan batas atas, sehingga harga
pokok pengganti ini dipilih (Rp 850). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 850) dibandingkan
dengan harga pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 850.
6. Harga pokok pengganti (Rp 600) lebih rendah dari batas bawah (Rp 650) sehingga yang dipilih adalah
batas bawah. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian yang dibandingkan dengan harga
pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 650.

CARA PENERAPAN HARGA POKOK atau NILAI REALISASI BERSIH yang LEBIH
RENDAH
Cara metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah bisa diterapkan kepada
masing – masing jenis persediaan, masing – masing kelompok persediaan atau kelompok jumlah
keseluruhan persediaan.

Dibawah ini adalah contoh penerapan untuk ketiga cara diatas. Misalnya Toko Maju mempunyai
persediaan barang pada tanggal 31 Desember 2005 dengan harga pokok dan nilai realisasi bersih sebagai
berikut :

Harga Pokok atau Harga Pasar yang Lebih


Rendah
Jenis Barang Harga Pokok Harga Pasar Masing- Kelompok-
Keseluruhan
masing Jenis kelompok
Persediaan
Persediaan persediaan
Kelompok 1 Rp 267.000
Barang A Rp 50.000 Rp 45.000 Rp 45.000
Barang B Rp 45.000 Rp 52.000 Rp45.000
Rp 95.000 Rp 97.000 Rp 95.000
Kelompok 2
Barang C Rp 105.000 Rp 110.000 Rp 105.000
Barang D Rp 70.000 Rp 60.000 Rp 60.000
Rp 175.000 Rp 170.000 Rp 170.000
Jumlah Rp 270.000 Rp 267.000
Nilai Persediaan Rp 225.000 Rp 265.000 Rp 267.000

Apabila metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah diterapkan kepada :

 Masing - masing jenis persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca
pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 255.000.
 Kelompok - kelompok persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca
pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 265.000.
 Keseluruhan persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada
tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 267.000.

Dari perhitungan diatas nampak bahwa penerapan utnuk masing- masing jenis persediaan akan
menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan cara penerapan yang lain. Sedangkan
penerapan untuk masing – masing kelompok atau keseluruhan persediaan menghasilkan nilai yang
mendekati keadaan, karena penurunan harga salah satu jenis barang akan di imbangi dengan kenaikan
harga barang yang lain. Masing – masing cara diatas dapat digunakan untuk menilai persediaan barang
dengan batasan hendaknya diterapkan secara konsisten setiap periode.

PENCATATAN METODE HARGA POKOK atau NILAI REALISASI BERSIH yang LEBIH
RENDAH
Pembelian barang – barang dicatat pada saat terjadinya berdasar harga pokok, oleh karena itu jika
persediaan akan dicatat dibawah harga pokoknya (misalnya, apabila nilai realisasi bersih lebih rendah)
maka ada 2 hal yang perli duperhatikan, yaitu :

 Harga pokok penjualan / harga pokok barang – barang yang dipakai.


 Kerugian karena turunnya harga persediaan

Ada prosedur yang dapat digunakan untuk memcatat aturan harga pokok atau nilai realisasi bersih
yang lebih rendah.

a) Metode pengurangan persediaan langsung, dimana kerugian penurunan harga persediaan tidak
dilaporkan tersendiri.
b) Metode pengurangan persediaan langsung, dimana hanya kerugian penurunan harga persediaan
akhir yang dilaporkan tersendiri.
c) Metode cadangan persediaan, di mana kerugian penurunan harga persediaan awal dan akhir
dilaporkan tersendiri.

Untuk mengilustrasikan penggunaan ketiga metode diatas, dipakai contoh persediaan barang sebagai
berikut :

Harga Pokok atau Nilai Realisasi


Harga Pokok Selisih/Rugi
Bersih yang Lebih Rendah
1 Januari 2005 Rp 300.000 Rp 300.000 -

31 Desember 2005 Rp 320.000 Rp 280.000 Rp 40.000

31 Desember 2006 Rp 240.000 Rp 224.000 Rp 16.000

Cara pencatatan dan akibat penggunaan ketiga metode diatas terhadap laporan laba rugi sebagai
berikut :
1. METODE PENGURANGAN PERSEDIAAN LANGSUNG
 Kerugian Tidak Disendirikan

Dalam cara ini harga pokok penjualan dan persediaan barang awal dan akhir dicatat dengan jumlah
harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah. Apabila nilai realisasi lebih rendah dari harga
pokok, maka rekening harga pokok penjualan mengandung 2 elemen, yaitu:

 Harga pokok penjualan barang – barang dijual berdasarkan harga pokok.


 Kerugian penurunan harga persediaan barang

Metode ini sederhana tetapi tidak memisahkan harga pokok penjualan dan kerugian penurunan harga
persediaan. Apabila dipakai metode buku, harus dibuat penyesuaian terhadap buku pembantu persediaan
barang.

METODE FISIK

Tahun 2005 :

Harga pokok penjualan Rp 300.000


Persediaan Barang Rp 300.000
(Menutup persediaan awal)
Persediaan Barang Rp 280.000
Harga pokok penjualan Rp 280.000
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok atau nilai
realisasi bersih yang lebih rendah)

Tahun 2006 :

Harga pokok penjualan Rp 280.000


Persediaan Barang Rp 280.000
(Menutup persediaan awal)
Persediaan Barang Rp 224.000
Harga pokok penjualan Rp 224.000
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok atau nilai
realisasi bersih yang lebih rendah)

METODE BUKU

Tahun 2005 :

Harga pokok penjualan Rp 40.000


Persediaan Barang Rp 40.000
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok
atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah)

Tahun 2006 :
Harga pokok penjualan Rp 16.000
Persediaan Barang Rp 16.000
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok
atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah)

2. METODE PENGURANGAN PERSEDIAAN LANGSUNG


 Kerugian Penuruna Harga Persediaan Akhir Disendirikan

Dalam cara ini persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok atau nilai realisasi bersih yang
lebih rendah. Tetapi laba rugi di kredit dengan persediaan barang akhir sebesar harga pokoknya, selisihnya
merupakan kerugian penurunan harga persediaan yang dicatat tersendiri.

Rekening harga pokok penjualan mengandung 2 elemen, yaitu :

 Harga pokok barang yang dijula berdasar harga pokok.


 Penurunan harga persediaan barang awal periode.

Apabila dipakai metode buku, buku pembantu persediaan harus disesuaikan.

METODE FISIK

Tahun 2005 :

Harga pokok penjualan Rp 300.000


Persediaan Barang Rp 300.000
(Menutup persediaan awal)
Persediaan Barang Rp 280.000
Rugi penurunan harga persediaan Rp 40.000
Harga pokok penjualan Rp 320.000
(Mencatat persediaan akhir dan mengakui kerugian)

Tahun 2006 :

Harga pokok penjualan Rp 280.000


Persediaan Barang Rp 280.000
(Menutup persediaan awal)
Persediaan Barang Rp 224.000
Rugi penurunan harga persediaan Rp 16.000
Harga pokok penjualan Rp 224.000
(Mencatat persediaan akhir dan mengakui kerugian)

METODE BUKU

Tahun 2005 :

Rugi penurunan harga persediaan Rp 40.000


Persediaan Barang Rp 40.000
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok
atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah)

Tahun 2006 :

Rugi penurunan harga persediaan Rp 16.000


Persediaan Barang Rp 16.000
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok
atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah)

3. METODE CADANGAN PERSEDIAAN


 Kerugian Penurunan Harga Persediaan Awal dan Akhir Disendirikan

Dalam cara ini rekening harga pokok penjualan dan persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga
pokok. Apabila nilai realisasi bersih lebih rendah maka kerugian penurunan persediaan barang awal periode
dicatat tersendiri dan di kreditkan ke rekening cadangan.

Rekening cadangan ini setiap periode disesuaikan dengan jumlah kerugian penurunan harga pada
saat itu. Apabila kerugian penurunan harga persediaan akhir lebih besar daripada kerugian penurunan
harga persediaan awal periode, maka rekening cadangan ditambah dan dibebankan sebagai kerugian.
Tetapi, apabila rugi penurunan harga persediaan akhir lebih kecil dari rugi penurunan harga persediaan
awal, maka rekening cadangan dikurangi dan dicatat sebagai laba.

Jika dipakai metode buku, tidak diperlukan penyesuaian terhadap buku pembantu persediaan
barang.

METODE FISIK

Tahun 2005 :

Harga pokok penjualan Rp 300.000


Persediaan Barang Rp 300.000
(Menutup persediaan awal)
Persediaan Barang Rp 320.000
Rugi penurunan harga persediaan Rp 40.000
Harga pokok penjualan Rp 320.000
Cadangan penurunan harga persediaan Rp 40.000
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok dan
mengakui kerugian)

Tahun 2006 :

Harga pokok Rp 320.000


k penjualan Rp 320.000
Persediaan Barang
(Menutup persediaan awal)
Persediaan Barang Rp 240.000
Cadangan penurunan harga persediaan Rp 24.000
Harga pokok penjualan Rp 240.000
Laba dari pengurangan cadangan penurunan harga Rp 24.000
persediaan
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok
dan mengakui kerugian)

METODE BUKU

Tahun 2005 :

Rugi penurunan harga persediaan Rp 40.000


Cadangan penurunan harga persediaan Rp 40.000
(Mengurngi persediaan akhir dengan jumlah harga pokok atau
niali realisasi bersih, yang lebih rendah)

Tahun 2006 :

Cadangan penurunan harga persediaan Rp 24.000


Laba dari pengurangan cadangan penurunan harga Rp 24.000
persediaan
(Menyesuaikan perkiraan cadagan agar sesuai dengan rugi
turunya harga persediaan akhir)

Ketiga metode diatas menghasilkan perhitungan pendapatan bersih yang sama seperti yang terlihat
berikut :

LAPORAN LABA RUGI

a) Metode Pengurangan Persediaan Langsung


Kerugian Tidak Tersendirikan

Periode Periode
2005 2006
Penjualan Rp 800.000 Rp 880.000
Harga pokok
penjualan
Persediaan awal Rp 300.000 Rp 280.000
Pembelian Rp 460.000 Rp 472.000

Tersedia untuk
Rp 760.000 Rp 752.000
dijual
Persediaan akhir Rp 280.000 Rp 224.000

Rp 480.000 Rp 528.000

Laba bruto Rp 320.000 Rp 352.000


Biaya usaha Rp 240.000 Rp 264.000

Penghasilan
Rp 80.000 Rp 88.000
bersih

b) Metode Pengurangan Persediaan Langsung


Kerugian Penurunan Harga Persediaan Akhir Disendirikan

Periode Periode
2005 2006

Penjualan Rp 800.000 Rp 880.000

Harga pokok
penjualan

Persediaan awal Rp 300.000 Rp 280.000

Pembelian Rp 460.000 Rp 472.000

Tersedia untuk
Rp 760.000 Rp 752.000
dijual

Persediaan akhir Rp 320.000 Rp 240.000

Rp 440.000 Rp 512.000

Laba bruto Rp 360.000 Rp 368.000

Biaya usaha Rp 240.000 Rp 264.000

Rugi
penurunan Rp 120.000 Rp 104.000
harga Rp 40.000 Rp 16.000
persediaan

Penghasilan
Rp 80.000 Rp 88.000
bersih

c) Metode Cadangan Persediaan, Rugi Penurunan


Harga Persediaan Awal Dan Akhir Disendirikan
Periode Periode
2005 2006

Penjualan Rp 800.000 Rp 880.000

Harga pokok
penjualan

Persediaan awal Rp 300.000 Rp 320.000

Pembelian Rp 460.000 Rp 472.000

Tersedia untuk
Rp 760.000 Rp 792.000
dijual

Persediaan akhir Rp 320.000 Rp 240.000

Rp 440.000 Rp 552.000

Laba bruto Rp 360.000 Rp 368.000

Biaya usaha Rp 240.000 Rp 264.000

Rugi
penurunan Rp 120.000 Rp 64.000
harga Rp 40.000
persediaan
Laba dari
pengurangan - -
cadangan rugi
Penurunan
harga - Rp 24.000
persediaan

Penghasilan
Rp 80.000 Rp 88.000
bersih

KERUGIAN DALAM KONTAK PEMBELIAN


Seringkali perusahaan mengadakan kontrak pembelian barang dengan pemasok barang. Dalam
kontrak ditentukan jumlah yang akan dibeli dengan harga tertentu. Kontrak pembelian ini ada yang ada
yang dapat diubah dengan persetujuan kedua belah pihak, ada juga yang tidak bisa diubah. Apabila terjadi
penurunan harga sesudah dibuatnya kontrak sebelum saat pengiriman barang maka dalam hal kontrak
yang tidak dapat diubah, kerugian penurunan harga diakui pada periode tersebut. Kerugian itu dicatat
dengan cara mendebit rekening kerugian dan mengkredit taksiran kerugian. Rekening rugi penurunan
harga ini adalah rekening nominal dan dicantumkan dalam laporan laba rugi, sedang rekening taksiran
kerugian kontak pembelian merupakan rekening utang yang akan dicantumkan dalam neraca.

Misalnya pada bulan November 2005 PT Risa Fadila membuat kontrak pembelian barang sebanyak
1.000 unit dengan harga Rp 1.500 per unit yang akan diterima pada bulan April 2006.

Pada akhir tahun 2005, nilai realisasi bersih barang - barang tersebut sebesar Rp 1.400 per unit.
Kerugian dalam kontrak pembelian sebesar :

Harga kontrak : Rp 1.500 x 1.000 unit = Rp 1.500.000

Nilai realisasi bersih : Rp 1.400 x 1.000 unit = Rp 1.400.000

Rugi : Rp 100.000

Pada tanggal 31 Desember 2005 kerugian Rp 100.000 dicatat dengan jumlah sebagai berikut:

Rugi dari kontrak pembelian Rp 100.000


Taksiran rugi kontrak pembelian Rp 100.000

Pada saat barang - barang diterima dalam bulan April 2006, rekening pembelian akan didebit
dengan jumlah Rp 1.400.000 dan rekening taksiran rugi kontrak pembelian dihapuskan.

Jurnal yang dibuat pada bulan April 2006 sebagai berikut :

Pembelian Rp 1.400.000
Taksiran rugi kontrak pembelian Rp 100.000
Utang dagang Rp 1.500.000

Apabila kontrak pembelian dapat diubah jika terjadi perubahan harga, maka penuruna harga
tanggal 31 Desember 2005 diatas tidak dibuatkan jurnal, tetapi dalam beraca diberi catatan kaki yang
menjelaskan adanya penurunan harga tersebut.

METODE HARGA JUAL

Penyimpangan dari prinsip harga pokok untuk penilaian persediaan yaitu dengan mencantumkan
persediaan dengan harga jual bersihnya dapat diterima asalkan dipenuhi syarat - syarat sebagai berikut :

 Ada kepastian bahwa barang - barang itu akan dapat segera dijual dengan harga yang telah
ditetapkan.
 Merupakan produk standar, yang pasarnya mampu menampung serta sulit untuk menentukan
harga pokoknya.

Penyimpangan dengan penilaian sebesar harga jual biasanya dilakukan untuk produk dari tambang
logam mulia (emas dam perak) dan hasil - hasil pertanian / peternakan. Apabila persediaan dicantumkan
dalam neraca sebesar harga jual bersihnya maka metode penilaian yang digunakan hendaknya dijelaskan
dalam neraca.

PENILAIAN PERSEDIAAN DALAM KONTRAK JANGKA PANJANG


Dalam pekerjaan pembangunan jangka panjang (lebih dari satu periode akuntansi), pada akhir
periode timbul masalah penilaian persediaan dan penentuan laba atau rugi untuk periode tersebut. Apabila
pekerjaan yang belum selesai pada akhir periode tetap dicatat berdasarkan harga pokoknya, maka laba
baru akan diakui pada saat pembangunan itu selesai, metode ini disebut METODE KONTRAK SELESAI
(completed contract method). Tetapi, bila pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan laba rugi atas
pekerjaan yang belum selesai, maka pekerjaan yang belum selesai akan dicatat diatas atau dibawah harga
pokoknya, metode ini disebut METODE PRESENTASE PENYELESAIAN (precentage of completion method).

CONTOH :

PT Tina Guna menerima kontrak untuk membangun sebuah kompleks perumahan pada tanggal 1
Februari 2005 yang diperkirakan akan selesai pada tanggal 21 Februari 2007 dengan harga kontrak sebesar
Rp 30.000.000. Data lain yang diketahui sebagai berikut :

2005 2006 2007


Biaya yang dikeluarkan Rp 7.000.000 Rp 11.000.000 Rp 9.3000.000
Taksiran biaya penyelesaian
Rp 20.000.000 Rp 9.200.000 -
(akhir tahun)
Uang muka pemesaan Rp 6.000.000 Rp 11.500.000 Rp 12.500.000

a. METODE KONTAK SELESAI

Dalam metode ini semua biaya yang dikeluarkan dalam kontrak pembangunan dikumpulkan dalam
rekening bangunan dalam pelaksanaan. Uang yang diterima dari pemesan dikreditkan ke rekening uang
muka pesanan, sebelum bangunan selesai tidak ada pendapatan yang diakui.

b. METODE PRESENTASE PENYELESAIAN

Dalam metode ini semua biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dicatat dalam rekening
bangunan dalam pelaksanaan. Penerimaan uang dari pemesan dikreditkan ke rekening uang muka
pesanan. Setiap akhir periode dilakukan perhitungan laba atau rugi berdasarkan persentase penyelesaian
Taksiran laba dicatat dengan mendebit rekening bangunan dalam pelaksanan dan mengkredit rekening
pengakuan laba kontral jangka panjang.

Dari data diatas setiap akhir periode diadakan perhitungan laba rugi sebagai berikut:

Tahun 2005 :

Harga Kontrak Rp 30.000.000


Taksiran biaya :
Dikeluarkan tahun 2005 Rp 7.000.000
Taksiran biaya penyelesaian Rp 20.000.000
Rp 27.000.000
Rp 3.000.000

Rp 7.000.000

Taksiran laba untuk tahun 2005 = x Rp 3.000.000

Rp 27.000.000

= Rp 777.780

Tahun 2006 :

Harga Kontrak Rp 30.000.000


Taksiran biaya :
Dikeluarkan tahun 2005 Rp 18.000.000
Taksiran biaya penyelesaian Rp 9.200.000
Rp 27.200.000
Rp 2.800.000

Taksiran laba

Rp 18.000.000

Taksiran laba untuk th 2005 & 2006 = x Rp 2.800.000

Rp 27.000.000

= Rp 1.852.940

Taksiran laba tahun 2005 = Rp 777.780

Taksiran laba tahun 2006 = Rp 1.075.160

Tahun 2007 :

Harga Kontrak Rp 30.000.000


Taksiran biaya :
Dikeluarkan tahun 2005 Rp 18.000.000
Taksiran biaya penyelesaian Rp 9.300.000
Rp 27.300.000
Rp 2.700.000
Laba dari pembangunan
Laba yang sudah diakui :
Tahun 2005 Rp 777.780
Tahun 2006 Rp 1.075.160 Rp 1.852.940

Rp 847060

Taksiran laba tahun 2007

Jurnal untuk mencatat transaksi diatas sebagai berikut:

Persentase
Transaksi Rekening Kontrak selesai
penyelesaian
2005
Bangunan dalam pelaksanaan
Biaya Rp 7.000.000 Rp 7.000.000
pembangunan
Bahan, utang, kas, dll Rp 7.000.000 Rp 7.000.000
Uang muka Kas Rp 6.000.000 Rp 6.000.000
pemesanan Uang muka pemesanan Rp 6.000.000 Rp 6.000.000
Bangunan dalam pelaksanaan Rp 777.780
Pengakuan laba Pengakuan laba kontrak
Rp 777.780
jangka panjang

2006
Biaya Bangunan dalam pelaksanaan Rp 11.000.000 Rp 11.000.000
pembangunan Bahan, utang, kas, dll Rp 11.000.000 Rp 11.000.000
Uang muka Kas Rp 11.500.000 Rp 11.500.000
pemesanan Uang muka pemesanan Rp 11.500.000 Rp 11.500.000
Bangunan dalam pelaksanaan Rp 1.075.160
Pengakuan Laba Pengakuan laba kontrak
Rp 1.075.160
jangka panjang

2007
Biaya Bangunan dalam pelaksanaan Rp 9.300.000 Rp 9.300.000
pembangunan Bahan, utang, kas, dll Rp 9.300.000 Rp 9.300.000
Uang muka Kas Rp 12.500.000 Rp 12.500.000
pemesanan Uang muka pemesanan Rp 12.500.000 Rp 12.500.000
Bangunan dalam pelaksanaan Rp 847.060
Pengakuan Laba Pengakuan laba kontrak
Rp 847.060
jangka panjang
Penyerahan Uang muka pemesanan Rp 30.000.000 Rp 30.000.000
bangunan kepada
Bangunan dalam pelaksaan Rp 30.000.000 Rp 30.000.000
pemesan
Jumlah laba pembangunan yang dihitung dengan cara persentase penyelesaian atau kontrak selesai
berjumlah Rp 27.000.000. Dalam metode kontrak selesai laba diakui dalam tahun 2007 yaitu pada saat
selesainya kontrak, dalam tahu 2005 dan 2006 tidak ada laba yang diakui. Dalam metode persentase
penyelesaian laba sebesar Rp 27.000.000 diakui dalam tiga periode yaitu tahun 2005, 2006, dan 2007.

Pencatatan transaksi dalam hubungannya dengan proses penagihan uang muka pesanan dapat juga
dilakukan dengan memakai rekening piutang dagang dan tagihan kontrak jangka panjang. Apabila
digunakan cara ini, maka rekening uang muka pesanan tidak ada., tetapi diganti dengan rekening tagihan
kontrak jangka panjang. Rekening ini digunakan untuk mencatat jumlah yang ditagih kepada pemesan
sebesar kemajuan dan di debitkan ke rekening piutang dagang. Uang yang diterima dari pesanan akan di
kreditkan ke rekening piutang dagang. Pada masa akhir pembangunan (saat selesainya pekerjaan) rekening
tagihan kontrak jangka panjang ditutup bersama dengan rekening bangunan dalam pelaksanaan.

Misalnya dari data diatas, pada tahun 2005 jumlah yang ditagihkan pada pemesan sebesar Rp
7.700.000 (7/27 x Rp 3.000.000 dibulatkan) dan pemesan membayar Rp 6.000.000. Data lainnya sama
seperti diatas, maka jurnal yang dibuat pada tahun 2005 sebagai berikut :

Biaya pembangunan Bangunan dalam pelaksanaan Rp 7.000.000


Pers. Bahan, uatang, kas, dll Rp 7.000.000

Pembuatan faktur Rp 7.700.000 Piutang dagang Rp 7.700.000


untuk menagih pada pemesan
Tagihan kontrak jangka panjang Rp 7.700.000

Penerimaan uang sebesar Rp Kas Rp 6.000.000


6.000.000 dari pemesan
Piutang dagang Rp 6.000.000

Pengakuan laba Bangunan dalam pelaksanaan Rp 777.780


Pengakuan laba kontrak jangka
Rp 777.780
panjang

Jurnal yang dibuat pada saat bangunan diserahkan pada pemesan adalah sebagai berikut :

Tagihan kontrak jangka panjang


Rp 30.000.000
Bangunan dalam pelaksanaan
Rp 30.000.000

Di dalam neraca, rekening tagihan kontrak jangka panjang dilaporkan mengurangi rekening
bangunan dalam pelaksanaan. Rekening – rekening ini disajikan dalam kelompok aktiva lancar dan bersifat
seperti persediaan barang.
METODE – METODE TAKSIRAN
Dengan digunakannya metode fisik untuk pencatatan persediaan, jumlah persediaan akhir dapat
diketahui sesudah dilakukan perhitungan fisik atas barang – barang yang ada. Kadang – kadang perhitungan
fisik ini tidak mungkin dilakukan sehingga penentuan jumlah persediaan dilakukan dengan cara – cara
taksiran. Ada dua cara untuk menaksir jumlah persediaan pada tanggal tertentu adalah sebagai berikut :

a. METODE LABA BRUTO

Menentukan jumlah persediaan dengan metode laba bruto, biasanya dilakukan dengan keadaan –
keadaan sebagai berikut :

 Untuk menaksir jumlah persediaan laba yang diperlukan untuk menyusun laporan – laporan
jangka pendek, dimana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan.
 Untuk menaksir persediaan barang yang rusak karena terbakar dan jumlah barang sebelum
terjadinya kebakaran. Perhitungan ini sering diperlukan untuk menentukan besarnya klaim
terhadap perusahaan asuransi. Dalam keadaan seperti ini metode laba bruto dapat digunakan
bila sebagian catatan – catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar.
 Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara – cara lain, disebut test laba
bruto.
 Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir, dan laba bruto. Taksiran ini
dihitung sesudah dibuat budget penjualan.

Dalam metode laba bruto, pertama kali harus ditentukan besarnya persentase laba bruto. Presentase
ini didasarkan pada penjualan atau harga pokok penjualan. Biasanya persentase laba bruto ditentukan
dengan menggunakan data – data tahun lalu. Sesudah persentase laba bruto diketahui, kemudian dikalikan
pada penjualan dan hasilnya dikurangkan pada penjualan sehingga dapat ditentukan jumlah harga pokok
penjualan. Selisih antara harga pokok penjualan dengan barang – barang yang tersedia untuk dijual
merupakan persediaan akhir.

Contoh penggunaan metode laba bruto adalah sebagai berikut :

Persediaan barang awal Rp 100.000

Pembelian (neto) Rp 400.000

Penjualan (neto) Rp 300.000

 Misalnya laba bruto sebesar 25% dari penjualan, maka :


Penjualan = 100%
Laba bruto = 25%
Harga pokok penjualan = 75%
Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut :
Persediaan awal Rp 100.000
Pembelian (neto) Rp 400.000
Tersedia untuk dijual Rp 500.000
Penjualan Rp 300.000
Laba bruto (25% x Rp 300.000) Rp 75.000
Taksiran harga pokok penjualan Rp 225.000
Taksiran nilai persediaan akhir Rp 275.000

 Misalnya laba brtuo sebesar 40% dari harga pokok penjualan, maka :
Harga pokok penjualan =Rp 100%
Laba bruto = Rp 40%
Penjualan = Rp 140%
Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut :
Persediaan awal Rp 100.000
Pembelian (neto) Rp 400.000
Tersedia untuk dijual Rp 500.000
Penjualan Rp 300.000
Laba bruto = 40/140 x 100% Rp 300.000 Rp 85.710
Taksiran harga pokok penjualan Rp 214.290
Taksiran nilai persediaan akhir Rp 285.710

Apabila barang – barang yang dijual bermacam – macam dan persentase laba brutonya berbeda –
beda, maka perhitungan taksiran nilai persediaan dilakukan untuk masing – masing kelompok barang yang
persentase laba brutonya sama. Dengan demikian, hasil perhitungan akan lebih mendekati kenyataan bila
dibandingkan dengan perhitungan seluruh persediaan barang sekaligus.

b. METODE HARGA ECERAN (Retil Inventory Method)

Metode harga eceran biasanya digunakan dalam toko – toko yang menjual bermacam – macam
barang secara eceran, termasuk toko serba ada. Dalam perusahaan – perusahaan seperti itu biasanya
digunakan metode fisik untuk pencatatan persediaan karena metode buku akan menimbulkan banyak
pekerjaan. Metode harga eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah persediaan akhir tanpa
mengadakan perhitungan fisik. Metode harga eceran bisa digunakan untuk :

 Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan keungan jangka pendek.
 Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung itu dicantumkan dengan harga
jualnya, maka untuk mengubahnya ke harga pokok ialah dengan mengalihkannya dengan
persentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing – masing fakturnya.
 Mutasi barang dapat diawasi yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai
dengan harga jual hasil perhitungan dari metode harga eceran.

Dalam metode harga eceran persentase harga pokok yang dihitung merupakan persentase harga
pokok periode yang bersangkutan, sedangkan dalam metode laba bruto, persentase laba brutonya
ditentukan dari tahun – tahun sebelumnya. Untuk menentukan jumlah persediaan akhir pertama kali
dihitung persentase harga pokok yaitu perbandingan barang – barang yang tersedia untuk dijual dengan
harga pokok dan harga jual. Kemudian barang tersedia untuk dijual (dengan harga jual), dikurangi jumlah
penjualan akan menunjukkan persediaan akhir menurut harga jual. Persediaan akhir dengan harga pokok
dihitung dengan mengalihkan persentase harga pokok dengan persediaan akhir menurut harga jual. Agar
metode harga eceran ini dapat digunakan maka catatan – catatan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
dapat menunjukkan data sebagai berikut :

 Pembelian awal yang dinilai dengan harga pokok dan harga jual.
 Pembelian yang dilakukan dengan harga pokok dan harga jual.
 Perubahan – perubahan terhadap harga jual pertama, misalnya kenaikan harga, pembatalan
kenaikan harga, penurunan harga, pembatalan penurunan harga dan potongan – potongan khusus.
 Data penyesuaian lain seperti transfer antar bagian dalam toko, pengembalian dan barang – barang
rusak.
 Jumlah penjualan

Contoh perhitungan persediaan akhir dengan METODE HARGA ECERAN :

Harga eceran Harga pokok

Persediaan barang awal Rp 100.000 Rp 60.000

Pembelian (neto) Rp 1.100.000 Rp 780.000

Tersedian untuk dijual Rp 1.200.000 Rp 840.000

Penjualan Rp 1.040.000

Persediaan barang akhir Rp 160.000

Rp 840.000
Persentase harga pokok x 100% = 70%
Rp 1.200.000

Persediaan barang akhir dengan harga pokok : 70% x Rp 160.000 = Rp 112.000

Metode harga eceran menghasilkan suatu jumlah taksiran persediaan barang akhir, oleh karena itu
paling sedikit setahun sekali harus diadakan perhitungan fisik dari barang – barang yang ada untuk
memeriksa apakah ada perbedaan hasil perhitungan atau tidak. Apabila terdapat perbedaan hasil
perhitungan yang jumlahnya cukup besar maka perbedaan tersebut perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menentukan sebab – sebabnya.

Metode harga eceran ini dapat digunakan dengan dasar – dasar yang berbeda, yaitu :

 MKPK (FIFO)
 Rata – rata Tertimbang
 Harga Pokok Atau Harga Pasar Yang Lebih Rendah
 MTKP (LIFO)

KENAIKAN DAN PENURUNAN HARGA

Biasanya karena beberapa hal, diadakan perubahan – perubahan terhadap harga jual yang sudah
ditetapkan. Perubahan – perubahan ini perlu mendapatkan perhatian dalam perhitungan persediaan akhir
dengan metode harga eceran. Dalam hubungannya dengan metode harga eceran, dipakai istilah – sitilah
sebagai berikut :

ISTILAH KETERANGAN CONTOH


Harga pokok ditambah keuntungan, merupakan Rp 100
Harga jual pertama
harga jual biasa.
Rp 10
Kenaikan harga Suatu kenaikan diatas harga jual pertama.
Rp 110
Pembatalan kenaikan Pengurangan terhadap kenaikan harga, tidak Rp 5
harga sampai di bawah harga jual pertama. Rp 105
Suatu penurunan sampai dibawah harga jual
Penurunan harga pertama (Rp 5 = pembatalan kenaikan harga; Rp 15 Rp 20
= penurunan harga). Rp 85

Pembatalan Pengurangan terhadap penurunan harga, tidak Rp 10


penurunan harga sampai diatas harga jual pertama. Rp 95

Perubahan – perubahan harga ini akan lebih jelas bila dilihat pada gambar berikut ini :
Rp 110.000
Rp 5 Pembatalan kenaikan
Rp 105 harga
Kenaikan harga Rp 10 Rp 5 Pembatalan kenaikan
Harga jual pertama Rp 100 harga

Rp 95
Pembatalan penurunan Rp 10 Rp 15 Penurunan harga
harga Rp 85

Perubahan – perubahan harga jual ini adalah untuk setiap inti barang, sehingga untuk mengetahui
jumlah perubahan – perubahan harga perlu di pertimbangkan jumlah persediaan barang yang ada pada
waktu terjadinya perubahan – perubahan tersebut, jumlah perubahan harga ini dicatat dalam rekening –
rekening.

Contoh untuk menghitung perubahan harga sebagai berikut :

Transaksi dan perubahan harga Jumlah perubahan harga yang dicatat


Jumlah yang dibeli 200 @ Rp75
Jumlah yang dijual ( - ) 160 @ Rp100
Kenaikan harga 40 @ Rp10 Kenaikan harga Rp400
Jumlah yang dijual ( - ) 25 @ Rp110
Pembatalan kenaikan harga 15 @ Rp5 Pembatalan kenaikan harga Rp75
Jumlah yang dijual ( - ) 7@ Rp105
Pembatalan kenaikan harga Pembatalan kenaikan harga
8@ Rp20
dan penurunan harga ( 8 x Rp5 ) Rp40
Penurunan harga
( 8 x Rp15 ) Rp120
Jumlah yang dijual 6@ Rp85
2@
Pembatalan penurunan harga Rp10
2@ Pembatalan penurunan harga Rp20
Jumlah yang dijual ( - ) Rp95
0

Sebelum sampai pada contoh penggunaan metode harga eceran denan dasar – dasar yang ada,
perlu diketahui dahulu sifat – sifat khusus dari masing – masing dasar yang digunakan dan pengaruhnya
terhadap perhitungan persentase harga pokok sebagai berikut :

Dasar pembebanan Harga Pokok Perhitungan Persentase Harga Pokok


a MKPK (FIFO) Persediaan barang awal tidak dimasukkan dalam perhitungan
persentase harga pokok.
b Rata-rata (average) Persediaan awal dimasukkan dalam persentase harga pokok.
c Harga pokok atau harga Penurunan harga neto tidak dimasukkan dalam perhitungan
pasar yang lebih rendah persentase harga pokok tetapi ditambahkan pada penjualan.
d MTKP (LIFO)
 Harga stabil Kenaikan harga hanya diperhitungan pada barang yang dibeli
dalam periode sekarang, dan tidak diperhitungkan pada
persediaan awal.

Menggunakan metode nilai rupiah.


 Harga naik

Untuk menjelaskan penggunaan masing – masing dasr diatas dalam metode harga eceran diberikan
contoh sebagai berikut :

Toko serba ada “LENGKAP” mempunyai data persediaan, pembelian dan penjualan sebagai berikut
:

HARGA ECERAN HARGA POKOK

Persediaan awal Rp 300.000 Rp 240.000


Pembelian (satu periode) Rp 1.680.000 Rp 1.260.000
Biaya angkut pembelian - Rp 40.000
Kenaikan harga Rp 240.000 -
Pembatalan kenaikan harga Rp 40.000 -
Penurunan harga Rp 120.000 -
Pembatalan penurunan harga Rp 33.340 -
Potongan untuk pegawai Rp 60.000 -
Penjualan Rp 1.653.340 -

Keterangan :

Potongan untuk pegawai, barang – barang rusak dalam keadaan normal, akan diperlakukan sama
dengan penurunan harga. Kerusakan barang yang tidak normal akan mengurangi jumlah yang tersedia
untuk dijual dalam kolom harga pokok dan harga eceran. Perlakuan seperti ini diperlukan agar persediaan
yang tersedia untuk dijual tidak dinyatakan terlalu tinggi. Kerusakan barang yang tidak normal ini
dilaporkan dengan judul barang – barang rusak atau rugi kerusakan barang.

Perhitungan persediaan akhir dari data diatas untuk masing – masing dasar sebagai berikut :
MKPK (FIFO)

Harga Eceran Harga Pokok

Persediaan awal Rp 300.000 Rp 240.000

Pembelian Rp 1.680.000 Rp 1.260.000

Biaya angkut pembelian - Rp 40.000

(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan harga Rp 40.000

Rp 200.000 -

(-)
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan harga Rp 33.340
Rp 86.000
Potongan pegawai Rp 60.000
( Rp 146.660 ) -

Jumlah tanpa persediaan awal Rp 1.733.340 Rp 1.300.000

Persentase harga pokok


Rp 1.300.000
x 100% = 74,99%
Rp 1.733.340
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.033.340
Rp 1.653.340 Rp 1.540.000
Penjualan

Persediaan akhir Rp 380.000

Persediaan akhir dengan harga pokok : Rp 284.000


79,99% x Rp380.000 =

Dalam metode MPKP ini persentase harga pokok dihitung dari pertandingan harga beli dengan
harga jual untuk barang – barang yang dibeli dalam periode tersebut dan tidak termasuk persediaan
awalnya sehingga persentase harga pokok merupkan persentase dari harga – harga terakhir dan akibatnya
persediaan akhir akan mendekati hasil perhitungan dengan metode MPKP.

RATA – RATA (Average)

Dalam metode ini persediaan awal dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok
sehingga persentase harga pokok mrupakan hasil rata – rata dari persediaan awal dan pembelian –
pembeliaan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan persediaan akhir dari data diatas akan
nampak sebagai berikut :

Harga Eceran Harga Pokok

Persediaan awal Rp 300.000 Rp 240.000

Pembelian Rp 1.680.000 Rp 1.260.000

Biaya angkut pembelian - Rp 40.000

(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan harga Rp 40.000

Rp 200.000 -

(-)
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan harga Rp 33.340
Rp 86.660
Potongan pegawai Rp 60.000
( Rp 146.660 ) -

Jumlah tanpa persediaan awal Rp 2.033.340 Rp 1.540.000

Persentase harga pokok


Rp 1.540.000
x 100% = 75,7%
Rp 2.033.340

Penjualan Rp 1.653.340

Persediaan akhir Rp 380.000

Persediaan akhir dengan harga pokok : Rp 287.660


75,7% x Rp380.000 =
HARGA POKOK ATAU HARGA PASAR YANG LEBIH RENDAH

Dalam metode ini persediaan akan dicantumkan dengan nilai yang lebih rendah antara harga pokok
atau harga pasar. Agar dapat mencapai tujuan ini maka dalam menghitung persentase harga pokok tidak
diperhitungkan penurunn harga dan potongan pegawai. Jumlah – jumlah yang mengurangi harga jual atau
mengurangi persediaan seperti penurunan harga, potongan untuk pegawai, barang – barang rusak dan lain
– lain akan diperlakukan menambah jumlah penjualan. Dasar harga pokok atau harga pasar yang lebih
rendah dapat diterapkan dalam metode MPKP maupun Rata – Rata.

Misalnya, dari data diatas jika dihitung untuk menunjukkan harga pokok atau harga pasar yang
lebih rendah ( lower of cost or market ) dengan dasar MPKP maka persediaan akhir nampak seperti dalam
perhitungan berikut :

Catatan : Hasil perhitungan dengan cara ini adalah yang lebih rendah diantara harga pokok (dihitung
dengan cara MPKP ) dan harga pasarnya.

Harga eceran Harga pokok


Persediaan awal Rp 300.000 Rp 240.000

Pembelian Rp 1.680.000 Rp 1.260.000


Biaya angkut pembelian - Rp 40.000
(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan Rp 40.000
harga
Rp 200.000 -
Jumlah tanpa persediaan Rp 1.300.000
Rp 1.880.000
awal

Rp 1.300.000
Presentase harga pokok = x 100 % = 69,15 %
Rp 1.880.000

Jumlah termasuk
Rp 2.180.000
persediaan awal
Penjualan Rp 1.653.340
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan Rp 33.340
harga
Rp 86.660
Potongan untuk pegawai Rp 60.000
Rp 1.800.000

Persediaan akhir Rp 380.000

Persediaan akhir dengan harga pokok : 69,15 % x Rp 380.000 = Rp 262.770

Bila metode lower of cost or market dihitung dengan menggunakan metode rata – rata, maka persediaan
akhir akan nampak sebagai beriku :

Harga eceran Harga pokok


Persediaan awal Rp 300.000 Rp 240.000
Pembelian Rp 1.680.000 Rp 1.260.000
Biaya angkut pembelian - Rp 40.000
(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan Rp 40.000
harga
Rp 200.000 -

Rp 2.180.000 Rp 1.540.000

Rp 1.540.000
Presentase harga pokok = x 100 % = 70,64 %
Rp 2.180.000

Penjualan Rp 1.653.340
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan Rp 33.340
harga
Rp 86.660
Potongan untuk pegawai Rp 60.000
Rp 1.800.000

Persediaan akhir Rp 380.000

Persediaan akhir dengan harga pokok : 70,64 % x Rp 380.000 = Rp 268.432

Penurunan harga tidak dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok akan memberikan
hasil yang lebih konservatif. Jika ada penurunan harga pasar yang mempengaruhi harga jual eceran, maka
persentase harga pokok yang dihitung tanpa memasukkan harga tadi akan menghasilakan nilai persediaan
akhir dengan harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah. Jika penurunan harga tersebut hanya untuk
barang – barang tertentu saja dan bukan akibat penurunan harga pasar maka persediaan akhir yang
dihitung dengan cara ini akan menunjukkan jumah sebesar harga pokonya.

MTKP (LIFO)

Penggunaan metode MTKP ( LIFO ) dalam harga eceran dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu Bila
Harga – Harga Stabil dan Bila Harga – Harga Berfluktuasi.

a. HARGA STABIL

Dalam keadaan harga – harga stabil, metode MTKP dalam harga eceran akan menghasilkan
persediaan akhir yang mendekati harga perolehannya. Untuk menghitung persentase harga pokok, ada dua
ketentuan, yaitu :

 Kenaikan dan penurunan harga bersih dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok
 Kenaikan dan penurunan harga bersih diperhitungkan hanya pada barang yang dibeli dalam
periode itu, sehingga persediaan awalnya tidak memperhitungkan perubahan harga ini.

Misalnya, dengan menggunakan angka – angka yang ada di muka, perhitungan persentase harga
pokok dan persediaan akhir adalah sebagai berikut :

Harga eceran Harga pokok


Persediaan awal Rp 300.000 Rp 240.000

Pembelian Rp 1.680.000 Rp 1.260.000


Biaya angkut pembelian - Rp 40.000
(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan Rp 40.000
harga
(-) Rp 200.000
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan
Rp 33.340
harga
Rp 86.660
Potongan pegawai Rp 60.000
( Rp 146.660)
Jumlah tanpa persediaan Rp 1.300.000
Rp 1.733.340
awal
Jumlah termasuk
Rp 2.033.340 Rp 1.540.000
persediaan awal
Penjualan Rp 1.653.340
Rp 380.000
Rp 1.300.000
Presentase harga pokok = x 100 % = 74,99 % = 75 %
Rp 1.733.340

Perhitungan persediaan akhir sebagai berikut :


Harga pokok persediaan awal Rp 240.000
Tambahan persediaan :
Persediaan akhir Rp 380.000
Persediaan awal (Rp 300.000)

Harga eceran tambahan persediaan Rp 80.000


& harga pokok 75 %
Rp 60.000

Persediaan akhir dengan harga pokok MTKP Rp 300.000

b. HARGA BERFLUKTUASI

Dalam keadaan harga yang berubah – ubah, jika diinginkan harga pokok persediaan yang dihitung
dengan metode harga eceran itu mendekati hasil perhitungan dengan cara MTKP, maka akan dipergunakan
metode MTKP nilai rupiah. Metode ini akan disebut metode harga eceran MTKP. Untuk menentukan nilai
persediaan, yaitu dengan cara mengalihkan indeks harga dengan nilai persediaan yang dicantumkan
dengan menggunakan harga jual dasar dan kenaikan persediaan dengan indeks yang timbul dengan
persentase harga pokok akan diperhitungkan dengan jumlah tersebut.

Perhitungan persentase harga pokok dan kenaikan persediaan dengan indeks dilakukan sebagai
berikut :

1. Persediaan barang awal tidak diperhitungkan sehingga persediaan dan persentase harga pokok
akan terdiri dari harga – harga sekarang. Nilai persediaan akan terdiri dari jumlah dasar
ditambah harga pokok kenaikan persediaan dengan indeks berikutnya.
2. Kenaikan harga dan penurunan harga akan diperhitungkan dalam perhitungan persentase harga
pokok. Persentase harga pokok ini hanya diperhitungkan jika terjadi kenaikan atau penurunan
persediaan.

Contoh penggunaan metode harga eceran akan dihitungan dengan data berikut :
Tanggal 1 Januari 2005 mulai digunakan metode harga eceran MTKP dimana indeks harga = 100
dan persediaan barang dengan harga jual sebesar Rp 300.000 dan dengan harga pokok sebesar Rp 240.000.
Data untuk tahun 2005 dan berikutnya sebagai berikut :

2005 2006 2007


Pembelian bersih ( harga eceran ) Rp 1.680.000 Rp 1.890.000 Rp 2.100.000
Pembelian bersih ( harga pokok ) Rp 1.300.000 Rp 1.400.000 Rp 1.600.000
Kenaikan harga bersih Rp 200.000 Rp 260.000 Rp 160.000
Penurunan harga bersih Rp 80.000 Rp 150.000 Rp 60.000
Penjualan Rp 1.600.000 Rp 1.700.000 Rp 2.700.000
Indeks harga 104 108 106

Perhitungan harga pokok persediaan barang pada akhir tiap tahun adalah sebagai berikut :

TAHUN 2005 :

Persentase
31 Desember 2005 Harga eceran Indeks harga Harga pokok
pokok
Persediaan barang 1 Januari 2005 Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Pembelian bersih ...................... Rp 1.680.000 Rp 1.300.000
Kenaikan harga bersih .............. Rp 200.000
Penurunan harga bersih ............ ( Rp 80.000) -
Jumlah tanpa persediaan awal .... Rp 1.800.000 72 Rp 1.300.000
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.100.000 Rp 1.540.000
Penjualan ................................... Rp 1.600.000
Persediaan barang 31 Desember 2005
Rp 500.000 104
dengan harga eceran ..........
Persediaan barang 31 Desember 2005
dengan harga eceran dasar Rp Rp 480.770
500.000 : 1,04 ......................
Kenaikan persediaan dengan harga
Rp 180.770
eceran dasar Rp 480.770 – Rp 300.000
Kenaikan persediaan dengan indeks Rp 180.770
104 72 Rp 130.155
2005 ................................
Nilai persediaan 31 Desember 2005
terdiri dari :
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 180.770 104 72 Rp 130.155
2005 ................................
Jumlah persediaan dasar ............. Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Rp 480.770 Rp 370.155

TAHUN 2006 :

Persentase
31 Desember 2006 Harga eceran Indeks harga Harga pokok
pokok
Persediaan barang 1 Januari 2006 Rp 300.000
dengan harga eceran ..........
Pembelian bersih ...................... Rp 1.890.000 Rp 1.400.000
Kenaikan harga bersih .............. Rp 260.000
Penurunan harga bersih ............ ( Rp 150.000)
Jumlah tanpa persediaan awal .... Rp 2.000.000 70 Rp 1.400.000
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.300.000
Penjualan ................................... Rp 1.700.000
Persediaan 31 Desember 2006
Rp 600.000
dengan harga eceran ..........
Persediaan barang 31 Desember 2006
dengan harga eceran dasar: Rp Rp 555.555
600.000 : 1,08 ......................
Kenaikan persediaan 2006 dengan
harga eceran dasar Rp 555.555 – Rp Rp 74.785
480.770
Kenaikan persediaan dengan indeks Rp 74.785
108 70 Rp 52.350
2006 ................................
Nilai persediaan 31 Desember 2006
terdiri dari :
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 74.785 108 70 Rp 52.350
2006 ................................
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 180.770 104 72 Rp 130.155
2005 ................................
Jumlah persediaan dasar ............. Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Rp 555.555 Rp 422.505

TAHUN 2007 :

Persentase
31 Desember 2007 Harga eceran Indeks Harga pokok
harga
pokok
Persediaan barang 1 Januari 2007 Rp 600.000
dengan harga eceran ..........
Pembelian bersih ...................... Rp 2.100.000 Rp 1.600.000
Kenaikan harga bersih .............. Rp 160.000
Penurunan harga bersih ............ ( Rp 60.000)
Jumlah tanpa persediaan awal .... Rp 2.200.000 73 Rp 1.600.000
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.800.000
Penjualan bersih .......................... Rp 2.300.000
Persediaan 31 Desember 2007
Rp 500.000
dengan harga eceran ..........
Persediaan barang 31 Desember 2007
dengan harga eceran dasar = Rp Rp 471.698
500.000 : 1,06 ......................
Penurunan persediaan 2005 dengan
harga eceran dasar: Rp 555.555 – Rp Rp 83. 857
471.698 =
Penurunan persediaan dengan indeks
Rp 74.785 108 70 Rp 52.350
2006 ...............................
Penurunan persediaan dengan indeks Rp 9.072
104 72 Rp 6.532
2005 ...............................
Nilai persediaan 31 Desember 2007
terdiri dari :
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 171.698 104 72 Rp 132.623
2005 ................................
Jumlah persediaan dasar ............. Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Rp 471.698 Rp 363.623

Dari perhitungan dimuka dapat dilihat bahwa kenaikan persediaan dengan indeks setiap tahun
akan dipisahkan dengan kenaikan persediaan dengan indeks tahun sebelumnya. Sedangkan penurunan
persediaan akan mengurangi kenaikan persediaan dengan indeks urut dari tahun terakhir ke tahun
sebelumnya. Jika kenaikan persediaan dengan indeks tiap – tiap tahun sudah habis maka penurunan
persediaan akan mengurangi jumlah persediaan dasar.
BAB VI
AKTIVA TETAP BERWUJUD
PENGERTIAN AKTIVA TETAP BERWUJUD
Aktiva tetap berwujud Adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanen
yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif permanen menunjukan sifat
dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
Aktiva Tetap Berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam-macam
bentuk seperti tanah, bangunan, mesin-mesin dapat alat-alat, kendaraan, mebel dan lain-lain. Dari
macam-macam aktiva tetap berwujud tersebut, untuk tujuan akutansi dilakukan pengelompokan
sebagai berikut :
a) Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan, pertanian dan
peternakan.
b) Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bias diganti
dengan aktiva yang sejenis.
c) Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat
diganti dengan aktiva yang sejenis.

KARAKTERISTIK AKTIVA TETAP BERWUJUD


1. Tidak untuk dijual kembali
2. Memiliki wujud fisik
3. Memiliki nilai material, harga dari aset cukup signifikan misalnya seperti : harga tanah,
harga mesin, harga bangunan dan lain sebagainya
4. Memiliki periode manfaat dengan jangka waktu yang panjang (lebih dari 1 tahun)
5. Dapat memberikan banyak manfaat di masa yang akan datang
6. Aset dapat dipergunakan secara efektif dalam aktifitas normal perusahaan (tidak untuk
dijual kembali seperti halnya produk, persediaan dan investasi)
7. Dimiliki oleh perusahaan tidak sebagai investasi

JENIS AKTIVA TETAP BERWUJUD


1. Aktiva yang merupakan sumber dari penyusutan atau depresiasi Bangunan atau gedung,
mesin – mesin produksi, dll
2. Aktiva yang merupakan sumber dari deplesi/penyusutanTambang mineral, mineral
deposit, atau sumber alam, dll
3. Aktiva yang tidak mengalami penyusutan atau tidak mengalami deplesiTempat atau tanah
dimana bangunan perusahaan di dirikan, dll
PEROLEHAN, PELAPORAN, PENARIKAN,PEMBERHENTIAN AKTIVA TETAP BERWUJUD
Kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan disebut aktiva atau harta ( assets ).Aktiva
menunjukan bentuk kekayaan yang dimiliki perusahaan yang merupalan sumber daya (resources)
bagi perusahaan untuk melakukan usaha. Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan .Laporan
keuangan adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama pihak diluar
perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Laporan keuangan terdiri dari
neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas. Neraca adalah laporan keuangan yang dapat memberi
informasi tentang sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan dan sumber pembelanjaan untuk
memperolehnya. Laporan ini menyajikan posisi keuangan perusahaan yang didalamnya terdiri dari
tiga komponen penting yaitu aktiva, kewajiban dan modal. Aktiva dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
aktiva lancar dan aktiva tetap.

A. PEROLEHAN

Harga Perolehan Aktiva Tetap Berwujud


Untuk menentukan besarnya harga perolehan suatu aktiva, berlaku prinsip yang menyatakan
bahwa semua pengeluaran yang terjadi sejak pembelian sampai aktiva itu siap dipakai harus
dikapitalisasi. Karena jenis aktiva itu macam-macam maka masing-masing jenis mempunyai masalah-
masalah khusus, seperti berikut ini :
1. Tanah
Tanah yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat berdirinya perusahaan dicatat dalam
rekening tanah. Apabila tanah itu tidak digunakan dalam usaha perusahaan maka dicatat dalam
rekening investasi jangka panjang. Harga perolehan tanah terdiri dari berbagai elemen seperti :

a) Harga beli
b) Komisi pembelian
c) Bea balik nama
d) Biaya penelitian tanah
e) Iuran-iuran (pajak-pajak) selama tanah belum dipakai
f) Biaya merobohkan bangunan lama
g) Biaya perataan tanah pembersihan dan pembagian
h) Pajak-Pajak yang jadi beban pembelian pada waktu pembelian

2. Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus dialokasikan pada tanah dan
gedung. Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah :
a) Harga beli
b) Biaya Perbaikan sebelum gedung itu dipakai
c) Komisi pembelian
d) Bea balik nama
e) Pajak-Pajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian

3. Alat-Alat Kerja
Alat-alat kerja yang dimiliki biasa berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan.
Yang merupakan harga perolehan mesin dan alat-alat adalah
a) Harga beli
b) Pajak-pajak yang menjadi beban pembeli
c) Biaya angkut
d) Asuransi selama dalam perjalanan
e) Biaya pemasangan
f) Biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin

4. Cetakan-Cetakan
Cetakan-cetakan yang dipakai untuk peroduksi dalam beberapa periode dicatat dalam rekening
aktiva tetap dan didepresiasi selam umur ekonomisnya.

5. Perabotan dan Alat-Alat Kantor


Pembelian atau pembuatan alat-alat harus dipisahkan-pisahkan untuk fungsi-fungsi produksi,
penjulaan dan administrasi, sehingga depresiasinya dapat dibebankan pada maisng-masing fungsi
tersebut.

6. Kendaraan
Seperti halnya perabot, maka kendaraan yang dimiliki juga harus dipisahkan untuk setiap fungsi
yang berbeda.

7. Tempat Barang yang Dapat Dikembalikan


Yang termasuk dalam Tempat Barang yang Dapat Dikembalikan adalah barang – barang yang di
pakai sebagai tempat dari produk yang dijual seperti botol, drum, tangki dll.

Cara Perolehan Aktiva Tetap


Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing-masing cara perolehan
akan mempengaruhi penentuan harga perolehan berikut ini akan dibahas tetang harga perolehan.
1. Pembelian Tunai
Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam buku-buku dengan
jumlah sebesar uang yang dikeluarkan. Jurnal untuk membeli aktiva tetap misalnya tanah adalah:

Tanah Rpxx
Kas Rpxx

2. Pembelian secara gabungan


Apabila dalam suatu pembelian diperoleh lebih dari satu macam aktiva tetap maka harga
perolehan harus dialokasikan pada masing - masing aktiva tetap. Menurut PSAK No. 16:
Harga perolehan dari setiap aktiva yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar setiap aktiva yang
bersangkutan.

Contoh :
PT Risa Fadillah membeli aktiva tetap dari sebuah perusahaan dalam proses likuidasi terdiri dari
tanah bangunan dan mesin – mesin pembelian dilakukan secara paket (lumpsum) dengan harga Rp.
80.000.000,00. Harga pasar setiap aktiva tetap sebagai berikut :
Gedung : Rp 25.000.000,00
Tanah : Rp 50.000.000,00
Mesin : Rp 25.000.000,00
Harga perolehan setiap aktiva di hitung dengan cara sebagai berikut :

Rp 25.000.000,00
Gedung : × Rp 80.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Rp 100.000.000,00

Rp 50.000.000,00
Tanah : Rp 100.000.000,00 × Rp 80.000.000,00 = Rp 40.000.000,00

Rp 25.000.000,00
Mesin : Rp 100.000.000,00 × Rp 80.000.000,00 = Rp 20.000.000,00

Jurnal untuk mencatat transaksi diatas adalah :

Gedung Rp 20.000.000,00
Tanah Rp 40.000.000,00
Mesin Rp 20.000.000,00
Kas Rp 80.000.000,00

3. Perolehan Melalui Pertukaran


a) Ditukar dengan Surat-surat Berharga
Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau Obligasi perusahaan, dicatat
dalam buku sebesar harga pasar saham atau obligasi yang digunakan sebagai penukar.
Contoh soal :
PT saya menukar sebuah mesin dengan 1000 lembar saham biasa, nominal @Rp 10.000,00.
Pertukaran mesin dengan saham ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Mesin Rp 11.000.000,00
Modal saham biasa Rp 10.000.000,00
Agio saham Rp 1.000.000,00

b) Ditukar dengan aktiva tetap yang lain


Banyak pembelian aktiva tetap dilakukan dengan cara tukar-menukar atau sering disebut “tukar
tambah”. Dimana aktiva lama digunakan untuk membayar harga aktiva baru ada dua jenis
pertukaran yaitu :
1. Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis

Adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya tidak sama seperti misalnya
pertukaran tanah dengan mesin – mesin, tanah engan gedung dll.

Contoh soal :
Pada awal tahun 2006 PT saya menukar mesin produksi dengan truk baru. Harga perolehan
mesin produksi sebesar Rp 2.000.000,00, akumulasi depresiasi sampai tanggal pertukaran
sebesar Rp 1.500.000,00 sehingga nilai bukunya sebesar Rp 500.000,00. Nilai wajar mesin
produksi tersebut sebesar Rp 800.000,00 dan PT saya harus membayar uang sebesar Rp
1.700.000,00. Harga perolehan truk adalah Rp 2.500.000,00 yang perhitungan sebagai
berikut :

Nilai wajar mesin produksi Rp 800.000,00


Uang tunai yang di bayarkan Rp 1.700.000,00
Harga perolehan truk Rp 2.500.000,00

Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukaran diatas adalah sebagai berikut :

Truk Rp 2.500.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp 1.500.000,00
Kas Rp 1.700.000,00
Mesin Rp 2.000.000,00
Laba pertukaran mesin Rp 300.000,00

Laba pertukana mesin sebesar Rp 300.000,00 dihitung sebagai berikut :

Nilai wajar mesin Rp 800.000,00


Harga perolehan mesin Rp 2.000.000,00
Akumulais depresiasi mesin Rp 1.500.000,00
Rp 500.000,00
Laba pertukaran mesin Rp 300.000,00

2. Pertukaran aktiva tetap yang sejenis

Adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya sama dengan mesin produksi merek A dengan
merek B, truk merek A dengan merek B dan seterusnya.
Contoh 1 : pertukaran dengan mengeluarkan kas
PT Raisa fadillah menukar truk merek A dengan truk baru merek B. harga peroleh truk A sebesar Rp
10.000.000,00. Truk B harga pasarnya (nilai wajarnya ) Rp. 25.000.000,00. PT Raisa Fadillah
membayar Rp 20.000.000,00 tunai. Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukaran tersebut adalah
sebagai berikut :

Truk B Rp 26.000.000,00
Akumulasi depresiasi truk A Rp 4.000.000,00
Truk A Rp 10.000.000,00
Kas Rp 20.000.000,00

Perhitungan sebagai berikut :

Harga perolehan truk A Rp 10.000.000,00


Akumulasi depresiasi Rp 4.000.000,00
Nilai buku truk A Rp 6.000.000,00
Kas yang dibayarkan Rp 20.000.000,00
Harga perolehan truk B Rp 26.000.000,00

Contoh 2 : pertukaran dengan penerimaan kas

Misalnya PT Raisa Fadillah menukar truk A dengan Truk B. harga perolehan truk A sebesar
Rp50.000.000,00 dan akumulasi depresiasinya sebesar Rp 20.000.000,00. Harga pasar ( nilai wajar )
truk B Rp 35.000.000,00 dan PT Raisa Fadillah menerima uang Rp 5.000.000,00. Jurnal yang dibuat
untuk mencatat pertukaran ini sebagai berikut :

Truk B Rp 25.000.000,00
Akumulasi depresiasi truk A Rp 20.000.000,00
Kas Rp 5.000.000,00
Truk A Rp 50.000.000,00
Perhitungan sebagai berikut :
Harga perolehan truk A Rp 50.000.000,00
Akumulasi depresiasi Rp 20.000.000,00
Nilai buku truk A Rp 30.000.000,00
Kas yang diterima Rp 5.000.000,00
Harga perolehan truk B Rp 25.000.000,00

4. Pembelian angsuran
Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian anggsuran, maka dalam harga perolehan kativa tetap
tidak boleh termasuk bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran
angsuran sebagai berikut:

Contoh :
PT Risa Fadila membeli mesin seharga Rp. 5.000.000,00 pada tanggal 1 januari 2005.
Pembayaran pertama Rp. 2.000.000,00 dan sisanya diangsur tiap tanggal 31 desember selama 3 tahun
dengan bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran angsuran sebagai
berikut :

1 januari 2005
Pembelian mesin Mesin Rp. 5.000.000,00
Utang Rp. 3.000.000,00
Kas Rp. 2.000.000,00
31 Desember 2005
Pembayaran angsuran I Rp. 1.000.000,00
Bunga: Utang Rp. 1.000.000,00
12% x Rp. 3.000.000,00 Rp. 360.000,00 Biaya Rp. 360.000,00
Rp. 1.360.000,00 Kas Rp 1. 360.000,00

31 Desember 2006
Pembayaran angsuran I Rp. 1.000.000,00 Utang Rp. 1.000.000,00
Bunga: Biaya Rp. 240.000,00
12% x Rp. 2.000.000,00 Rp. 240.000,00 Kas Rp. 1.240.000,00
Rp. 1.240.000,00

31 Desember 2007 Utang Rp. 1.000.000,00


Pembayaran angsuran I Rp. 1.000.000,00 Biaya Rp. 120.000,00
Bunga: Kas Rp. 1.120.000,00
12% x Rp. 2.000.000,00 Rp. 120.000,00
Rp. 1.120.000,00

5. Diperoleh dari Hadiah atau Donasi


Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah atau donasi, pencatatannya bisa dilakukan
menyimpang dari prinsip harga perolehan. Untuk menerima hadiah, mungkin dikeluarkan biaya –
biaya, tetapi biaya – biaya tersebut jauh lebih kecil dari nilai aktiva tetap yang diterima. Apabila aktiva
dicatat sebesar biaya yang sudah dikeluarkan, maka hal ini akan menyebabkan jumlah aktiva dan
modal terlalu kecil, juga beban depresiasi menjadi terlalu kecil. Untuk mengatasi keadaan ini maka
aktiva yang diterima sebagai hadiah dicata sebesar harga pasarnya.
Contoh soal :
PT Saya menerima hadiah berupa tanah dan gedung yang dinilai sebagai berikut
Tanah Rp. 2.500.000,00
Gedung Rp. 4.000.000,00
Rp. 6.500.000,00
Jurnal yang dibuat oleh PT Saya untuk mencatat hadiah yang diterima adalah sebagai berikut :

Tanah Rp. 2.500.000,00


Gedung Rp. 4.00.000,00
Modal – hadiah Rp. 6.500.000,00

Apabila dalam penerimaan hadiah tersebut PT Saya mengeluarkan biaya sebesar Rp.100.000,00 maka
modal hadiah akan dikredit dengan jumlah Rp. 6.400.000,00 jurnal untuk mencatat penerimaan
hadiah tersebut menjadi sebagai berikut

Tanah Rp.2.500.000,00
Gedung Rp. 4.000.000,00
Modal – hadiah Rp. 6.400.000,00
Kas Rp. 100.000,00

6. Aktiva yang Dibuat sendiri


Perusahaan mungkin membuat sendiri aktiva tetap yang diperlukan seperti gedung, alat-alat
dan perabotan. Pembuatan aktiva ini biasanya dengan tujuan untuk mengisi kapasitas atau pegawai
yang masih diam.
Dalam pembuatan aktiva, semua biaya yang dapat dibebankan langsung seperti bahan,upah
langsung dan factory overhead langsung tidak menimbulkan masalah dalam menetukan harga pokok
aktiva yang di buat. Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk membebankan biaya factory overhead
yaitu:
(a) Kenaikan biaya factory overhead yang dibebankan pada aktiva yang dibuat
(b) Biaya factory overhead dialokasikan dengan tarif kepada pembuatan aktiva dan produksi
Apabila digunakan cara pertama maka harga pokok aktiva yang di buat adalah semua biaya-
biaya langsung untuk membuat aktiva itu ditambah dengan kenaikan biaya factory overhead.Sedang
dengan cara yang kedua harga pokok aktiva merupakan jumlah semua biaya langsung ditambah
dengan tarif yang menjadi beban aktiva yang di buat itu.
Dalam hal harga pokok aktiva yang dibuat lebih rendah daripada harga beli diluar, selisihnya
merupakan penghematan biaya dan tidak boleh diakui sebagai laba.Tetapi apabila harga pokok aktiva
yang dibuat itu lebih tinggidari harga beli diluar(dengan kualitas yang sama) maka selisih yang ada
diperlakukan sebagai kerugian, sehingga aktiva akan dicatat dengan jumlah sebesar harganya yang
normal.
B. PELAPORAN
Aktiva tetap dinilai sebesar nilai bukunya, yaitu harga perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutan. Tetapi apabila manfaat ekonomi dari suatu aktiva tetap tidak lagi sebesar nilai bukunya,
maka aktiva tersebut dinyatakan sebesar jumlah yang sepadan dengan nilai manfaat ekonomi yang
tersisa. Penurunan nilai kegunaan aktiva tersebut dicatat sebagai kerugian. Dalam laporan keuangan,
aktiva tetap dirinci menurut jenisnya, seperti tanah, gedung, mesin-mesin, peralatan dan lain-lain.
Contoh penyajian kelompok aktiva tetap di neraca apabila akumulasi penyusutan dikurangkan secara
keseluruhan adalah sebagai berikut :

Aktiva tetap :
Peralatan kantor Rp. 30.000.000
Peralatan toko Rp. 50.000.000
Kendaraan Rp. 25.000.000
Gedung Rp.105.000.000
Tanah Rp. 20.000.000 +
Rp. 230.000.000
Akumulasi penyusutan ( Rp 52.500.000 )
Total aktiva tetap,neto Rp. 177.500.000
Buku Aktiva Tetap
Perkiraan aktiva tetap dibuku besar perlu dibuatkan rinciannya dalam buku aktiva tetap (fixed
assets subsidiary ledger). Buku tambahan ini merinci aktiva tetap dibuku besar menurut jenisnya.

C. PENARIKAN
1. Penjualan
Aktiva tetap yang sudah tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian. Penarikan
(retirements) dapat dilakukan dengan dijual, ditukarkan dengan aktiva lain atau dibuang begitu saja
(dihapuskan). Ayat jurnal yang harus dibuat untuk ketiga macam transaksi tersebut sedikit
berbeda, namun yang pasti, nilai buku aktiva yang bersangkutan harus dikeluarkan dari
pembukuan. Hal ini dilakukan dengan mengkredit harga perolehan dan mendebit akumulasi
penyusutannya. Suatu aktiva tetap tidak boleh dikeluarkan dari pembukuan hanya karena telah habis
disusutkan. Harga perolehan maupun akumulasi penyusutan aktiva tetap yang telah habis disusutkan
tetap disajikan, walaupun kalau dinettokan, nilai bukunya sama dengan nol.
Apabila suatu aktiva tetap dijual, nilai bukunya dihitung sampai dengan tanggal penjualan. Nilai
buku ini kemudian dibandingkan dengan hasil penjualan yang diterima. Selisih yang diperoleh
merupakan keuntungan atau kerugian karena penjualan aktiva tetap.

2. Penukaran
Suatu aktiva tetap yang sudah berkurang manfaatnya, dapat ditukarkan dengan yang lain.
Penukaran aktiva tetap dapat dilakukan dengan aktiva sejenis (misalnya mobil dengan mobil) atau
dapat juga dengan tidak sejenis (misalnya mobil dengan mesin).
Dalam penukaran (trade in) aktiva tetap, terlebih dahulu harus ditentukan nilai tukarnya (trade in
allowance). Selisih antara nilai tukar aktiva lama dengan harga aktiva baru merupakan keuntungan
atau kerugian dari penukaran. Apabila nilai tukar lebih besar dari nilai buku, maka memperoleh
keuntungan dan sebaliknya jika nilai tukar lebih kecil dari nilai buku maka merupakan kerugian. Ada
dua cara pencatatan untuk transaksi penukaran aktiva tetap yaitu :
a) penukaran aktiva tidak sejenis, keuntungan dan kerugian dibebankan dalam tahun berjalan.
b) Untuk penukaran aktiva sejenis, keuntungan dikurangkan pada harga aktiva baru, sedangkan
kerugian dibebankan dalam tahun berjalan.

3. Penghapusan
Kemungkinan lain bagi aktiva yang sudah tidak bermanfaat adalah dihapuskan. Ini terjadi kalau
aktiva tetap tidak dapat dijual atau ditukarkan. Apabila aktiva belum disusutkan penuh, maka akibat
penghapusan ini adalah terjadinya kerugian sebesar nilai buku. Seperti halnya kerugian dari penjualan
aktiva tetap kerugian karena penghapusan aktiva juga dilaporkan sebagai biaya lain-lain. Adakalanya
penghapusan aktiva tetap dilakukan karena kejadian – kejadian yang tidak diharapkan seperti
kebakaran.
Untuk menggambarkan kejadian ini, anggaplah bahwa mobil yang dibeli pada tanggal 2 januari
199 AA dengan harga Rp. 10.000.000, pada tanggal 1 Juli 199 B mengalami tabrakan berat dan tidak
dapat dipakai lagi. Ganti rugi yang diterima dari perusahaan asuransi adalah Rp. 8.000.000.

Ayat jurnal yang sesuai yaitu :


1. (D) Biaya penyusutan Rp. 1.000.000
(K) Akumulasi penyusutan Rp. 1.000.000

2. (D) Akumulasi penyusutan Rp. 7.000.000


(D) Kerugaian karena penghapusan a.t Rp. 3.000.000
(K) Kendaraan Rp. 10.000.000

3. (D) Piutang klaim asuransi Rp. 8.000.000


(K) Pendapatan klaim asuransi Rp. 8.000.000

Ayat jurnal (1) adalah ayat jurnal untuk mencatat penyusutan dari tanggal 1 Januari 199 A
sampai dengan 1 Juli 199 B yang belum dicatat. Ayat jurnal (2) mencatat penghapusan aktiva
tetap, sedang ayat jurnal (3) mencatat klaim asuransi yang akan diterima.

D. PEMBERHENTIAN
Aktiva tetap bisa diberhentikan pemakaiannya dengan cara dijual, ditukarkan, ataupun karena rusa. Pada
waktu aktiva tetap diberhentikan dari pemakaian maka semua rekenig yang berhubungan dengan aktiva
tersebut dihapuskan. Apabila aktiva itu dijual maka selisih harga jual dengan nilai buku atau nilai residu
dicatat sebagai laba atau rugi.

Contoh soal :

Mesin yang dibeli pada tanggal 1 februari 2005 dengan harga Rp. 3.200.000,00, pada tanggal 1 juli 2009
dijual dengan harga Rp 650.000,00. Mesin tersebut ditaksir umurnya 5 tahun dan depresiaisnya dengan
cara garis lurus, taksiran nilai residu Rp.200.000,00. Penjualan mesin pada tanggal 1 juni 2009 dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :

Depresiasi mesin Rp. 300.000,00

Akumulasi depresiasi mesin Rp. 300.000,00

Depresiasi 6 bulan :

6/12 ×1/5× Rp(3.200.000,00 – 200.000,00 )= Rp 300.000,00

Kas Rp. 650.000,00


Akumulasi depresisasi mesin Rp. 2.650.000,00
Mesin Rp 3.200.000,00
Laba penjualan mesin Rp. 100.000,00
Perhitungan :

Harga jual Rp. 650.000,00


Nilai buku mesin Rp. 3.200.000,00

Harga perolehan

Akumulasi depresiasi :

2005 : 11 bulan = Rp. 550.000,00

2006 : 12 bulan = Rp. 600.000,00

2007 : 12 bulan = Rp. 600.000,00

2008 : 12 bulan = Rp. 550.000,00

2009 : 6 bulan = Rp. 300.000,00

Rp. 2.650.000,00

Rp. 550.000,00

Laba penjuala aktiva tetap Rp. 100.000,00

CARA MENGHITUNG METODE PERHITUNGAN DEPRESIASI DAN DEPLESI

A. DEPRESIASI
Depresiasi adalah sebagian dari harga perolehan aktiva ttap yang secara sistematis di alokasikan
menjadi biaya setiap periode akuntansi. Aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah aktiva yang :

a. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi


b. Memiliki masa manfaat yang terbatas
c. Dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang atau
jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi

Metode Penyusutan
Ada dua faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan yaitu nilai aktiva tetap yang
digunakan dalam penghitungan penyusutan (dasar penyusutan) dan taksiran manfaat. Dasar
penyusutan dapat berupa : harga perolehan dan nilai buku. Untuk menghitung penyusutan, taksiran
manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan dan dapat dihitung dengan rumus :
a. Metode garis lurus
metode ini adalah metode depresiasi yang paing sederhana dan banyak digunakan dalam cara ini
beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama (kecuai kalau ada penyesuaian-penyesuaian)
Contoh Soal :
Mesin dengan harga perolehan Rp 600.000,00. taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 40.000,00 dan
umurnya di taksir selama 4 tahun. Depresiasi tiap tahun di hitung sebagai berikut :

𝐻𝑃−𝑁𝑆
Depresiasi =
𝑛

𝑅𝑝 600.000,00−𝑅𝑝 40.000,00
=
4
=Rp 140.000,00
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
n = Taksiran Umur Kegunaan

Jika di susun dalam bentuk table, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi dari mesin
dimuka adalah sebagai berikut :

Akhir Debit Kredit Total akumulasi Nilai buku


tahun ke depresiasi akumulasi depresiasi aktiva
depresiasi
Rp.600.000,00
1 Rp. 140.000,00 Rp. 140.000,00 Rp. 140.000,00 Rp. 460.000,00
2 Rp. 140.000,00 Rp. 140.000,00 Rp. 280.000,00 Rp. 320.000,00
3 Rp. 140.000,00 Rp. 140.000,00 Rp. 420.000,00 Rp. 180.000,00
4 Rp. 140.000,00 Rp. 140.000,00 Rp. 560.000,00 Rp. 40.000,00
Rp 560.000.00 Rp 560.000.00

b. Metode Jam Jasa

Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak
bila digunakan sepenuhnya di banding. Dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya. Dalam cara ini
beban depresiasi di hitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban depreiasi periodik besarnya akan
sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan).

Contoh soal :

Mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000,00 nilai sisa Rp. 40.000,00 ditaksir akan dapat digunakan
selama 800 jam. Depresiasi perjam di hitung sebagai berikut :
𝐻𝑃−𝑁𝑆
Depresiasi per jam =
𝑛

𝑅𝑝 600.000,00−𝑅𝑝 40.000,00
=
8.000
=Rp 70,00

Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran jam jasa

apabila dalam tahun pertama, mesin tersebut digunakan selama 300 jam maka beban depresiasinya :
3000 x Rp. 70,00 =Rp. 210.000,00. Apabila disuusn dalam bentuk tablel maka perhitungan depresiasi
dan akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut :

Tahun Jam kerja Debit Kredit Total akumulasi Nilai buku mesin
mesin depresiasi akumulasi depresiasi
depresiasi
Rp. 600.000,00
1 3.000 Rp. 210.000,00 Rp. 210.000,00 Rp. 210.000,00 Rp. 390.000,00
2 2.500 Rp. 175.000,00 Rp. 175.000,00 Rp. 385.000,00 Rp. 215.000,00
3 1.500 Rp. 105.000,00 Rp. 105.000,00 Rp. 490.000,00 Rp. 110.000,00
4 1.000 Rp. 70.000,00 Rp. 70.000,00 Rp. 560.000,00 Rp. 40.000,00
8000 Rp. 560.000,00 Rp. 560.000,00

C. Metode Hasil Produksi

Dalam metode ini umur kegunaan aktina ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi. Beban
depresiasi di hiting dengan dasar satuan hasil produksi sehingga, depresiasi tiap periode akan
berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Dasar teori yang dipakai adalah bahwa
suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga depresiasi juga di dasarkan pada ju,lah
produk yng dapat dihasilkan
Contoh soal :
Mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000,00 taksiran nilain sisa sebesar Rp. 400.000,00 mesin ini
ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan Rp. 56.000,00 unit produk. Depresiasi per unit
produk dihitung sebagai berikut

𝐻𝑃−𝑁𝑆
Depresiasi/ unit = 𝑛

𝑅𝑝 600.000,00−𝑅𝑝 40.000,00
= 56.000
=Rp 10,00
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran hasil produksi (unit )

Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin tersebut menghasilan 18.000 unit produk, maka
beban depresiasi untuk tahun itu sebesar 18.000 x Rp. 10,00 = Rp. 180.000,00. Apabila disusun dalam
bentuk table maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresisi selama umur mesin adalah sebagai
berikut :

Tahun Hasil Debit Kredit Total Nilai buku


produksi depresiasi akumulasi akumulasi mesin
(unit) depresiasi depresiasi
Rp.600.000,00
1 18.000 Rp.180.000,00 Rp.180.000,00 Rp.180.000,00 Rp.420.000,00
2 16.000 Rp.160.000,00 Rp.160.000,00 Rp.340.000,00 Rp.260.000,00
3 12.000 Rp.120.000,00 Rp.120.000,00 Rp.460.000,00 Rp.140.000,00
4 10.000 Rp.100.000,00 Rp.100.000,00 Rp.560.000,00 Rp.40.000
56.000 Rp.560.000,00 Rp.560.000,00

d. Metode beban berkurang

Dalam metode ini beban depresiasi tahun- tahun pertama alan lebih besar dari pada beban depresiasi
tahun – tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru akan dapat
digunakan dengan lebih efisien dibandingkan dengan aktiva yang lebih tua. Begitu juga biaya reparasi
dan pemeliharaannya. Biasanya aktiva yang baru akan memerlukan reparasi dan pemeliharaan yang
lebih seikit disbanding dengan aktiva yang lama. Jika dipakai metode ini maka diharapkan jumlah
beban depresiasi dan biaya reparasi dan pemeliharaan dari tahun ke tahun akan relative stabil karena
jika deprsiasinya besar maka biaya reparasi dan peeliharaannya kecil ( dalam tahun pertama ) dan
sebaliknya dalam tahun terakhir, beban depresiasi kecil sedangkan biaya reparasi dan
pemeliharaannya besar.

Ada 4 cara untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke tahun, yaitu:

1. metode jumlah anggka tahun (sum of year’s digits methods )

di dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurang yang setiap
tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan di kurangi nilai residu bagian pengurang ini di
hitung sebagai berikut:
pembilang = bobot untuk tahun yang bersangkutan
penyebut = jumlah angka tahun selama umur ekonomis aktiva atau jumlah angka bobot.
Contoh soal :
Mesin yang harga perolehannya Rp. 100.000,00, residu Rp. 10.000,00 ditaksir umur ekonomisnya 3
tahun. Depresiasi mesin dihitung sebagai berikut:

Tahun Bobot Bagian pengurang


1 3 3/6
2 2 2/6
3 1 1/6
6 6/6

Keterangan :
 penyebut dalam bagian pengurang dihitung dengan cara menjumlahkan angka bobot= 3+2+1
=6
 pembilang dalam bagian pengurang adalah angka bobot tahun yang bersangkutan. Untuk
tahun pertama : 3 dan seterusnya

apabila disusun dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut

Tahun Debit depresiasi Kredit akumulasi Total akumulasi Nilai buku


depresiasi depresiasi mesin
0 Rp. 100.000,00

1 3⁄ × 90.000 = 45. 000 Rp. 30.000,00 Rp. 45.000,00 Rp. 55.000,00


6
2 2⁄ × 90.000 = 30. 000 Rp. 30.000,00 Rp. 30.000,00 Rp. 25.000,00
6
3 1⁄ × 90.000 = 15. 000 Rp. 15.000,00 Rp. 90.000,00 Rp. 10.000,00
6

Jika aktiva itu umur ekonomisnya panjang, maka penyebut (jumlah angka tahun ) bisa dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
(𝑛+1)
Jumlah angka tahun :n ( 2
)

n = umur ekonomis
(3+1)
untuk mesin di atas (umur 3 tahun ) : 3 ( 2
)=6

2. Metode saldo menurun

Dalam cara ini beban depresiasi perioik dihitung dengan cara mengalikan tarif yang ttap dengan nilai
buku aktiva. Karena nilai buku aktiva ini setiap tahun selalu menurun maka beban depresiasi tiap
tahunnya juga menurun. Trif ini dihitung dengan menggunakan rumus :
𝑛 𝑁𝑆
T= 1− √
𝐻𝑃

Keterangan :
T : Tarif
n : Umur ekonomis
NS : Nilai Sisa
HP : Harga Perolehan

Depresiasi mesin dalam contoh 1 dimuka dihitung sebagai berikut :


𝑛 𝑁𝑆
= 1− √
𝐻𝑃
3 10.000
= 1− √ = 0,536 atau 53,6 %
100.000

Untuk menghitung depresiasi tiap tahun, tarif ini ( 53,6%) dikalikan kepada nilai buku mesin apabila
disusun dalam bentuk tabel maka perhitungan depresiasi adalah sebagai berikut :

Tahun Debit depresiasi Kredit akumulasi Total akumulasi Nilai buku mesin
depresiasi depresiasi
0 Rp. 100.000,00
1 53,6% x Rp 100.000,00= Rp Rp. 53.600,00 Rp. 53.600,00 Rp. 46.000,00
53.600,00
2 53,6% x Rp 46.400,00 = Rp Rp. 24.870,00 Rp. 78.470,00 Rp. 21.530,00
24.870,00
3 53,6% x Rp 21.530,00 = Rp Rp. 11.530,00 Rp. 90.000,00 Rp. 10.000,00
11.530,00

3. Metode ( double declining balance method)

Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahunya menurun, untuk dapat ,mengitung beban depresiasi
yang selalu menurun, dasar yang digunakan adalah perentase depresiasi dengan cara garis lurus
persentasi ini dikalikan 2 dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aktiva tetap karena nilai buku
selalu menurun maka beban depresiasi juga selalu menurun.

Contoh soal :

Misalnya dari contoh dimuka depresiasi dengan cara garis lurus adalah sebesar Rp. 140.000,00 tiap
tahun. Jumlah ini jika dihitung dari harga perolehan adalah sebesar 23,33%. Jika dihitung dari jumlah
yang didepresiasi ( Rp. 560.000,00) adalah sebesar 25%. Tarif 25% ini dikalikan 2 menjadi 50%,
depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut :
Tahun Debit depresiasi Kredit Total akumulasi Nilai buku
akumulasi depresiasi mesin
depresiasi
1 50% x Rp.600.000,00 = Rp.300.000,00 Rp.300.000,00 Rp.300.000,00
Rp.300.000,00
2 50% x Rp.300.000,00 = Rp.150.000,00 Rp.450.000,00 Rp.150.000,00
Rp.150.000,00
3 50% x Rp.150.000,00 = Rp.75.000,00 Rp.525.000,00 Rp.75.000,00
Rp.75.000,00
4 50% x Rp.75.000,00 = Rp.37.500,00 Rp.562.500,00 Rp.37.500,00
Rp.37.500,00

4. Metode tarif menurun(Declining rate on cost method)

Disamping metode-metode yang telah diuraikan dimuka, kadang-kadang dijumpai cara menghitung
depresiasi dengan menggunakan tariff (%) yang selalu menurun. Tarif (%) ini setiap periode dikalikan
dengan harga perolehan.Penurunan tariff (%) setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar
yang pasti,tetapi ditentukan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Karena tarif (%)-nya
setipa periode selalu menurun maka beban depresiasinya juga selalu menurun.

e. Metode tarif kelompok/ gabungan

Metode ini merupakan cara perhitungan depresiasi untuk kelompok aktiva tetap sekaligus. Metode
ini adlah metode metode garis lurus yang diperhitungkan terhadap sekelompok aktiva. Apabila
aktiva yang dimiliki mempunyai umur dan fungsi yang berbeda,maka aktiva ini dibagi menjadi
beberapa kelompok, untuk masing – masing fungsi. Depresiasi diperhitungkan terhadap masing –
masing kelompok. Perhitungan tarif depresiasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Aktiva Harga perolehan Nilai sisa HP yang Taksira Depresiasi
dideppresiasi n umum tahunan
A Rp. 1.000.000,00 Rp. 250.000,00 Rp. 750.000,00 20 tahun Rp. 37.500,00
B Rp. 600.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 500.000,00 10 tahun Rp. 50.000,00
C Rp. 400.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 300.000,00 8 tahun Rp. 37.500,00
D Rp. 110.000,00 Rp. 10.000,00 Rp. 100.000,00 4 tahun Rp. 25.500,00
Rp. 2.110.000,00 Rp. 1.650.000,00 Rp. 150.000,00

Tarif depresiasi gabungan = 150.000 : 2.110.000 = 7,11 %


Umur aktiva gabungan = 1.650.000 : 150.000 = 11 tahun.

Tarif yang sudah dihitung akan di pakai terus kalau ada pnambahan umur atau ada penggantian aktiva
yang mempengaruhi tarif tersebut. Perhitungan depresiasi secara kelompok atau gabungan ini
sesungguhnya tidak begitu teliti dibandingkan dengan perhitungan depresiasi untuk tiap – tiap aktiva.
f. Metode – metode Khusus
Pembebanan depresiasi bisa dilakukan dengan dasar alokasi harga perolehan, tetapi dengan
menggunakan dasar – dapatd asar yang lain. Metode ini dapat diterima jika terdapat kesulitan -
kesulitan untuk menghitung depresiasi dengan cara yang bias. Biasanya metode - metode khusus ini
dipakai untuk membebankan depresiasi alat – alat kerja (small tools ) yang dimiliki dalam jumlah
besar dan digunakan dalam perusahaan – perusahaan jasa umum. Metode perhitungan depresiasi
yang khusu adalah sebagai berikut :
1. System penilaian atau persediaan
Dalam cara ini rekenig aktiva didebit dengan dengan jumlah harga perolehan aktiva. Setiap
periode aktiva tersebut dinilai Dan rekening aktiva dikurangi sampai pada jumlah penilaian
tersebut. Penguragannya dibebankan sebagai depresiasi.
2. System pemberhentian
Dalam cara ini rekening aktiva didebit dengan harga perolehan aktiva. Pada akhir periode
rekening aktiva itu dikredit dengan jumlah harga perolehan aktiva yang dihentikan
penggunaannya selama peride tersebut dan dibebenkan sebagai biaya depresiasi.
3. System penggantian
Dalam cara ini rekening atau aktiva didebit dengan harga perolehan aktiva. Pembebanan
sebagai biaya dilakukan jika aktiva tersebut diganti. Jadi harga perolehan aktiva. Baru
dikurangi nilai sisa aktiva lama dibebankan sebagai depresiasi.

g. Metode jumlah angka tahun


Dalam metode jumlah angka tahun bila terjadi perhitungan depresisasi untuk sebagian
periode,perlu dilakukan 2 langkah :
1. Mengitung depresiasi tahunan
2. Mengalokasikan depresiasi tahunan ke masing – masing periode atas dasar waktu.

Sebagai contoh perhitungsn depresiasi sebagian periode dengan metode jumlah angka tahunan, mesin
foto copy dibeli pada tanggal 12 maret 2005 seharga Rp. 12.000.000,00 umur 3 tahun dengan nilai
residu nol. Perhitungan deoresiasi mengunakan metode jumlah angka tahun dengan langkah sebagai
berikut :
1) Menghitung depresiasi tahunan

Tahun Depresiasi

Ke-1 3/6 ×Rp. 12.000.000,00 Rp. 6.000.000,00


Ke-2 2/6 ×Rp. 12.000.000,00 Rp. 4.000.000,00
Ke-3 1/6 ×Rp. 12.000.000,00 Rp. 2.000.000,00

2) Menghitung depresiasi untuk tiap – tiap tahun

2005 = 10/12 × Rp. 6.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

2006 = 2/12 × Rp. 6.000.000,00 =Rp. 1.000.000,00


10/12× Rp. 4.000.000,00 =Rp. 3.333.333,00
Rp. 4.333.333,00

2007 = 2/12 × Rp. 4.000.000,00 = Rp. 666.667,00


10/12 × Rp. 2.000.000,00= Rp.1.666.667,00
Rp.2.333.334,00

2008= 2/12 × Rp. 2.000.000,00 =Rp 2.000.000,00

B. DEPLESI
Berkurangnya harga perolehan atau nilai sumber – sumber alam seperti tambang dan kayu
yang disebabkan oleh perubahan (pengolahan) sumber – sumber alam tersebut sehingga menjadi
persediaan di sebut deplesi.

Beberapa perbedaan antara deplepsi dan depresiasi adalah sebagai berkut :

 Deplesi merupakan pengakuan terhadap pengurangan kuantitatif yang terjadi dalam sumber –
sumber alam, sedangkan depresiasi merupakan pengakuan terhadap pengurangan service
yang terjadi dalam aktiva tetap.
 Deplesi digunakan untuk aktiva tetap yang tidak dapat diganti langsung dengan aktiva yang
sama jika sudah habis, sedangkan depresiasi digunakan untuk aktiva tetap yang pada
umumnya dapat di ganti jika sudah habis.
 Deplesi adalah pengakuan terhadap perubahan langsung dari suatu sumber alam menjadi
barang yang dapat dijual, sedangkan depresiasi adalah alokasi harga perolehan ke pendapatan
periode yang bersangkutan untuk suatu service yang dihasilakan ( kecuali dalam perusahaan
dimana depresiasi dihitung berdasarkan produksi ).

Untuk mrnghitung deplesi ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu :

a) Harga perolehan aktiva. Dalam hal – hal sumber alam, harga perolehannya adalah
pengeluaran sejak memperoleh izin sampai sumber alam itu dapat diambil hasilnya.
Jika kumpulan pengeluaran itu terlalu kecil maka dilakukan penilaian terhadap
sumber alam tersebut.
b) Taksiran nilai sisa apabila sumber alam sudah selesai di eksploitasi.
c) Taksiran hasil yang secara ekonomis dapat dieksploitasi.

Deplesi dihitung untuk tiap unit hasil sumber alam (ton, barel, dan lain – lain ). Untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diilustrasikan contoh sebagai berikut :

Tanah yang mengandung hasil tambang dibeli dengan harga Rp. 20.000.000,00. Taksiran isinya
sebesar 150.000 ton. Tanah tersebut sudah dieksploitasi ditaksir bernilai Rp. 2.000.000,00. Deplesi
per ton dihitung sebagai berikut :
𝑅𝑝.20.000.000,00−𝑅𝑝.2.000.000,00
Deplesi = 150.000
= Rp. 120,00 perton

Jika pada tahun pertama bisa dieksploitasi sebanyak 40.000 ton, maka deplesi untuk tahun
tersebut = 40.000 x Rp. 120,00 = Rp. 4.800.000,00

jurnal yang dibuat untuk mencatat deplesi sebagai berikut

Deplesi Rp. 4.800.000,00

Akumulasi deplesi Rp. 4.800.000,00

PRINSIP PENILAIAN AKTIVA TETAP BERWUJUD


Adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang
diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva
tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan.
PSAK No. 16 menyatakan:
“Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aktiva dan
dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan”

PENGELUARAN – PENGELUARAN MODAL DAN PENDAPATAN

Perlakuan akuntansi terhadap pengeluaran – pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan


dan penggunaan aktiva tetap dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Pengeluaran modal (capital expenditure)


Adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang akan dirasakan lebih
dari satu periode akuntansi. Pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rekening aktiva
(dikapitalisasi).

2) Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)


Adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang hanya dirasakan dalam
periode akuntansi yang bersangkutan. Oleh karena itu pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat
dalam rekening biaya.

BIAYA – BIAYA SELAMA MASA PENGGUNAAN AKTIVA


Aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan dalam usaha perusahaan akan memerlukan
pengeluaran-pengeluaran yang tujuannya adalah agar dapat memenuhi kebutuhan perusahaan.
Pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat dikelompokan menjadi :

1. Reparasi dan Pemeliharaan


Biaya reparasi dapat merupakan biaya yang jumlahnya kecil jika reparasinya bisa dan
jumlahnya cukup besar jika reparasinya besar. Biaya reparasi kecil seperti penggantian baut, mur,
sekring mesin merupakan biaya yang sering terjadi. Biaya pemeliharaan merupaka biaya yang
dikeluarkan untuk memelihara aktiva agar tetap dalam kondisi yang baik, biaya seperti ini adalah
biaya penggantian oli, pembersihan, pengecataan, dan biaya - biaya lain yang serupa. Reparasi besar
biasanya terjadi setelah beberapa tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa manfaat reparasi seperti ini
akan dirasakan dalam beberapa periode. Oleh karena itu biaya reparasi besar dikapitalisasi dan
pembebanannya sebagai biaya dilakukan dalam periode-periode yang menerima manfaat.
Ada dua cara untuk mencatat untuk mencatat biaya reparasi besar yaitu :
a. Menambah harga perolehan aktiva tetap, apabila biaya ini dikeluarkan untuk menaikkan
nilai kegunaan aktiva dan tidak menambah umurnya.
b. Mengurangi akumulasi depresiasi, apabila biaya ini dikeluarkan untik memperpanjang
umur aktiva tetap dan mungkin juga nilai residunya.
2. Penggantian
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengganti aktiva atau suatu bagian aktiva dengan unit
yang baru yang tipenya sama,misalnya penggantian dinamo mesin. Penggantian seperti ini biasanya
terjadi karena aktiva lama sudah tidak berfungsi lagi (rusak).
Penggantian bagian – bagian aktiva yang biayanya kecil diperlakukan dengan cara yang sama
seperti reparasi kecil. Apabila bagian – bagian yang diganti itu biayanya cukup besar, maka harga
perolehan bagian itu dihapuskan dari rekening aktiva dan diganti dengan harga perolehan yang baru.
Begitu juga dengan akumulasi depresiasi untuk bagian yang diganti dihapuskan.
Contoh soal :
Misalnya mesin harga perolehannya Rp. 10.000.000,00 sesudah didepresiasi 70%, sebuah suku
cadang yang diperkirakan harga perolehannya sebesar 20% dari harga perolehan mesin diganti
dengan suku cadang yang baru,harganya Rp 3.000.000,00.

Jurnal untuk mencatat penggantian suku cadang tersebut sebagai berikut :

Akumulasi depresiasi – mesin Rp. 1.400.000,00


Rugi penggantia suku cadang mesin Rp. 600.000,00
Mesin Rp. 2.000.000,00

Perhitungan :
Harga perolehan suku cadang yang diganti :
20% × Rp. 10.000.000,00 = Rp. 2.000.000,00
Akumulasi depresiasi : 70% × Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.400.000,00
Rugi sebesar nilai buku suku cadang tersebut = Rp. 600.000,00

Pemasangan suku cadang yang bari dicatat dengan jumlah sebagai berikut :

Mesin Rp. 3.000.000,00


Kas Rp. 3.000.000,00

Perhitungan depresiasi sesuah adanya penggantian suku cadang di atas menjadi berubah.

3. Perbaikan
Adalah penggantian suatu aktiva dengan aktiva baru untuk memperoleh kegunaan yang lebih
besar. Perbaikan yang biayanya kecil dapat diperlakukan seperti reparasi biasa, tetapi perbaikan yang
memakan biaya besar dicatat sebagai aktiva baru. Aktiva lama yang diganti dan akumulasi
depresiasinya dihapuskan dari rekening – rekeningnya.

4. Penambahan
Adalah memperbesar atau memperluas fasilitas suatu aktiva seperti penambahan ruang dalam
bangunan ruang parkir dan lain-lain.
5. Penyusunan Kembali aktiva tetap
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam penyusunan kembali aktiva atau perubahan route produksi
atau untuk mengurangi biaya produksi, jika jumlahnya cukup berarti dan manfaat penyusunan
kembali itu akan dirasakan lebih dari satu periode akuntansi maka harus di kapitalisasi.
ASURANSI AKTIVA

Asuransi Kebakaran
Perusaahan biasanya mengasuransikan harta benda terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
karena kebakaran. Perjanjian asuransi ini dinyatakan dalam polis. Perusahan asuransi akan mengganti
kerugian dalam hal adanya kebakaran, maksimum sebesar jumlah pertanggungan yang dinyatakan
dalam polis.

Pencatatan Asuransi Kebakaran


Apabila terjadi kebakaran atas harta yang diasuransikan maka langkah-langkah yang dilakukan
untuk mengadakan pencatatan akuntansinya adalah sebagai berikut :
1. Menyusun kembali catatan-catatan yang terbakar
2. Menyesuaikan buku-buku agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada
saatkejadiannya kebakaran
3. Menentukan nilai buku aktiva yang terbakar
4. Membebankan nilai buku aktiva yang terbakar dan biaya-biaya yang timbul pada saat
kebakaran, ke rekening kerugian kebakaran
5. Menetukan jumlah yang diterima dari perusahaan asuransi
6. Rekening kerugian kebakaran dikredit dengan jumlah ini dan jumlah yang diterima dari
penjualan aktiva yang terbakar.
Menutup saldo rekening kerugian ke rekening laba rugi. Saldo ini menunjukkan rugi atau laba dari
kebakaran.

Asuransi Bersama
Syarat asuransi bersama adalah syarat menyatakan bahwa apabila harta benda diasuransikan
(dipertanggung jawabkan) dengan jumlah yang lebih rendah dari pada suatu persentase tertentu dari
pasar benda tersebut pada saat terjadinya kebakaran, maka perusahan yang mempertanggungkan
akan memikul kerugian karena kebakaran sebanding dengan selisih jumlah pertanggungan dengan
persentase tertentu dari harga pasar harta tersebut
Jumlah kerugian yang akan diganti oleh perusahaan asuransi adalah yang paling rendah dari
jumlah berikut :
a. Jumlah yang dibebankan kepada perusahaan asuransi yang dihitung dengan car
asuransi bersama
b. Jumlah pertanggungan dalam polis
c. Jumlah kerugian yang sebenarnya

Polis Gabungan
Apabila perusahaan mengasuransikan beberapa aktiva dalam satu polis, maka polis itu akan
menunjukkan syarat alokasi yang dasarnya adalah harga pasar aktiva-aktiva tersebut pada saat
terjadinya kebakaran.

Contoh soal :
Polis asuransi dengan jumlah pertanggunagn sebesar Rp. 3.000.000,00 untuk mesi- mesin dan gedung,
dengan syarat asuransi bersama 80%. Pada saat kebakaran , harga pasar mesin sebesar Rp.
2.000.000,00 dan gedung Rp. 4.000.000,00. Kebakaran melanda gedung dan perhitungan ganti rugi
untuk gedung sebagai berikut :

Pertanggungan Rp. 3.000.000,00 dialikasikan kepada :

2.000.000
Mesin : × Rp 3.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
6.000.000

4.000.000
Gedung : × Rp 3.000.000,00 = Rp 2.000.000,00
6.000.000

Coinsurance Requitment : 80% × Rp 4.000.000,00 = Rp 3.200.000,00

Perhitungan dengan rumus coinsurance :

2.000.000
× Rp 4.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
3.200.000

Karena jumlah pertanggungan yang dialokasikan untuk gedung (Rp 2.000.000,00) lebih rendah dari
kerugian (Rp. 4.000.000,00) dan hasil perhitungan dengan rumus asuransi bersama (Rp.
2.500.000,00), maka ganti rugonya sebesar Rp. 2.500.000,00
BAB VII
DEPRESIASI AKTIVA TETAP BERWUJUD
1. Pengertian Aktiva Tetap

Aktiva Tetap Berwujud adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sidatnya relatif permanen yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah realatif permanen menunjunkkan sifat
dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
Untuk tujuan akuntansi, jangka waktu penggunaan ini dibatasi dengan “lebih dari satu periode
akuntansi”. Jadi aktiva berwujud yang umurnya lebih dari satu periode akuntansi dikelompokkan
sebagai aktiva tetap berwujud.

Aktiva tetap berwujud yang dimilki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam-macam
bentuk seperti tanah, bangunan, mesin-mesin dan alat-alat, kendaraan, mebelair dll. Dari macam-
macam aktiva tetap berwujud di atas untuk tujuan akuntansi dilakukan penelompokkan sebagai
berikut;

a. aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan pertanian dan
peternakan
b. aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas dan apabila yang sudah habis masa penggunaanya
bisa diganti dengan aktiva yang sejenis
c. aktiva yang tetap umurnya terbatas dan apabila yang sudah habis masa penggunaanya bisa
diganti dengan aktiva yang sejenis

Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas tidak dilakukan penyusutan terhadap harga
perolehannya, sedangkan aktiva tetap yang terbatas umurnya dilakukan penyusutan harga
perolehannya. Sedangkan aktiva tetap yang terbatas umurnya dilakukan pentusutan harga
perolehannya. Aktiva tetap yang dapat diganti denagn aktiva yang sejenis penyusutannya disebut
depresiasi sedangakn penyusutan sumber alam disebut depresi.
Kadang-kadang dipakai judul pabrik dan alat-alat sebagai ganti dari aktiva tetap berwujud. Yang
termasuk dala judul ini dineraca hanyalah aktiva-aktiva tetap berwujud yang dimilki perusahaan dan
digunakn dalam usaha perusahaannya. Aktiva tetap berwujud yang dimilki tetapi tidak digunakan.
Aktiva adalah sumber daya ekonomi yang diperoleh dan dikuasai oleh suatu perusahaan sebagai
hasil dari transaksi masa lalu, salah satunya adalah aktiva tetap yang digunakan perusahaan dalam
kegiatan operasional perusahaan dalam menghasilkan produk. Untuk menghasilkan produk ini
maka peranan aktiva tetap sangat besar, seperti lahan sebagai tempat berproduksi, bangunan sebagai
tempat pabrik dan kantor, mesin dan peralatan sebagai alat untuk berproduksi dan lain-lain. Aktiva
tetap juga merupakan bagian utama dalam penyajian posisi keuangan perusahaan.
Terdapat beberapa pendapat yang akan dikemukakan antara lain sebagai berikut:

 Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 paragraf 5 menyebutkan


bahwa:
“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun
lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun”. (Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta, 2004, No
16 Paragraf 5)
Dari pengertian aktiva tetap di atas, yang dimaksud dengan aktiva tetap adalah:
1. Aktiva berwujud
2. Memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun
3. Digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan
4. Tidak dimaksudkan untuk dijual kembali
 Menurut pendapat Sofyan Safri H menyatakan bahwa pengertian aktiva tetap adalah sebagai
berikut:
“Aktiva tetap adalah aktiva yang menjadi hak milik perusahaan dan dipergunakan secara terus-
menerus dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa perusahaan”. (Sofyan Safri H. Akuntansi
Aktiva Tetap. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 20)
2. Klasifikasi Aktiva Tetap
Aktiva tetap dikelompokkan karena memiliki sifat yang berbeda dengan aktiva lainnya. Kriteria
aktiva tetap terdiri dari berbagai jenis barang maka dilakukan pengelompokkan lebih lanjut atas
aktiva-aktiva tersebut. Pengelompokkan itu tergantung pada kebijaksanaan akuntansi perusahaan
masing-masing karena umumnya semakin banyak aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan maka
semakin banyak pula kelompoknya.
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan terdiri dari berbagai jenis dan bentuk, tergantung pada
sifat dan bidang usaha yang diterjuni perusahaan tersebut. Aktiva tetap merupakan suatu bagian
utama dari aktiva perusahaan, karenanya signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Nilai yang
relatif besar serta jenis dan bentuk yang beragam dari aktiva tetap menyebabkan peusahaan harus
hati-hati dalam menggolongkannya
Menurut Sofyan Safri H aktiva tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut antara
lain: (Sofyan safri H, op.cit., Hal 22)
a. Sudut Substansi, aktiva tetap dapat dibagi:
 Tangible Assets atau aktiva berwujud seperti Tanah,Bangunan, Mesin, dan peralatan.
 Intangible Assets atau aktiva yang tidak berwujud seperti Goodwill, Patent, Copyright,
Hak Cipta, Franchise dan lain-lain.

b. Sudut disusutkan atau tidak:


 Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang disusutkan seperti Building (Bangunan),
Equipment (Peralatan), Machinary (Mesin), Inventaris, Jalan dan lain-lain.
 Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva yang tidak dapat disusutkan, seperti land (Tanah).

c. Berdasarkan Jenis, Aktiva tetap berdasarkan jenis dapat dibagi sebagai berikut:
 Lahan - Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan
maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang didirikan bangunan
diatasnya harus dipisahkan pencatatan dari lahan itu sendiri.
 Bangunan gedung - Gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas
lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung.
 Mesin - Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang
bersangkutan.
 Kendaraan - Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkut, truk, grader, traktor, forklift,
mobil, kendaraan bermotor dan lain-lain.
 Perabot - Dalam jenis ini termasuk perabotan kantor, perabot laboratorium, perabot pabrik
yang merupakan isi dari suatu bangunan
 Inventaris - Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam
perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboratorium, inventaris
gudang dan lain-lain.
 Prasarana - Prasarana merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus
prasarana seperti: jalan, jembatan, pagar dan lain-lain.

3. Penentuan Harga Perolehan Aktiva Tetap


Harga perolehan adalah semua pengeluaran yang dikorbankan untuk mendapatkan aktiva tetap
dan pengeluaran lain agar aktiva siap untuk di gunakan (Haryono Jusup, 2005)
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing-masing cara perolehan akan
mempengaruhi penentuan harga perolehan. Berikut ini akan dibicarakan masing-masing perolehan :
Harga perolehan diukur dengan kas yang dibayarkan pada suatu transaksi secara tunai. Dalam
hal aktiva tidak dibayar dengan kas, maka harga perolehan ditetapkan sebesar nilai wajar dari aktiva
yang diperoleh atau diserahkan,yang mana yang lebih banyak berdasarkan bukti atau data yang
tersedia. Apabila harga perolehan telah ditetapkan, maka harga perolehan tersebut akan menjadi
dasar untuk akutansi selama masa pemakaiaan aktiva yang bersangukutan. Akutansi tidak mengakui
pemakaiaan harga pasar atau harga pengganti selama suatu pemakaiaan suatu aktiva tetap.
a. Tanah
Tanah yang dimiliki dan digunakan sebahai tempat berdirinya perusahaan dicatat dalam
rekening tanah. Apabila tanah itu tidak digunakan dalam usaha perusahaan maka dicatat dalam
rekening investasi jangka panjang. Harga perolehan tanah terdiri dari berbagai elemen seperti :
 Harga beli
 Komisi pembelian
 Bea balik nama
 Biaya penelitian tanah
 Iuran-iuran (pajak) selama tanah belum dipakai
 Biaya merobohkan bangunan lama
 Biaya perataan tanah, pembersihan, dan pembagian
 Pajak yang menjadi beban pembeli pada waktu pembelian tanah

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki keadaan tanah tetapi mempunyai umur yang
terbatas tidak di kapitalisasi dalam rekening tanah tetapi dicatat sendiri dalam rekening
perbaikan tanah.

Contohnya harga perolehan tempat parkir kendaraan yang baru dibangun, meliputi semua
pengeluaran untuk pengerasan dan pengaspalan, saluran air dan pembuatan fasilitas
penerangan, serta pemagaran di seputar wilayah tempat parkir. Perbaikan tanah agar dapat
digunakan sebagai sebagai temapat parkir diatas, mempunyai masa pemakaiaan yang terbatas,
sebab dalam waktu beberapa tahun akan rusak karena dipakai atau dimakan usia. Oleh karena
itu, pengeluaran-pengeluran diatas didebetkan ke rekening perbaikan tanah
Jika tanah dimiliki untuk tujuan investasi, maka semua biaya yang timbul dalam hubungannya
dengan tanah tersebut selama masa pemilikan kapitalisasi menambah harga perolehan tanah.
Sebagai contoh, misalkan harga tunai tanah adalah Rp 5.000.000,- dan pembeli setuju untuk
membayar pakjak bumi dan bangunan ( PBB ) yang belum dibayar oleh pemilik lama sebesar
Rp 100.000,- , maka harga perolehan tanah akan menjadi Rp 5.100.000,-
Semua pengeluaran lain yang diperlukan agar tanah siap untuk digunakan yang bersifat
perbaikan permanen didebet ke rekening tanah. Seandainya tanah yang dibeli tidak rata,
berbatu-batu atau penuh dengan tanaman liar, maka harga perolehan tanah akan meliputi juga
pengeluaran untuk pembersihan dan peralatan tanah.
Sebagai contoh, misalkan sebuah PT. Ardi Jaya membeli sebidang tanah dengan harga tunai
Rp. 80.000.000,-. Di atas atas tanah tersebut terdapat sebuah gudang tua yang membutuhkan
pengeluaran bersih untuk membongkarnya sebesar Rp. 6.000.000,- (pengeluaran sesunguhnya
Rp. 7.500.000,- dikurangi hasil penjualan sisa bongkaran Rp. 1.500.000,-. Pengeluaran lain
terdiri dari biaya balik nama Rp. 1.000.000,- dan komisi perantara Rp. 8.000.000,-.
Berdasarkan data tersebut, harga perolehan tanah akan menjadi Rp. 115.000.000,- dengan
perhitungan sebagai berikut:
Harga Perolehan Tanah : Harga tunai tanah Rp. 80.000.000,-
Pembongkaran gudang Rp. Rp. 6.000.000,-
Biaya balik nama Rp. 900.000,-
Komisi perantara Rp. 7.000.000,-.
Rp. 93.900.000,-
Berikut ini jurnalnya:

Keterangan Debet Kredit


Tanah Rp. 93.900.000,-
Kas/Hutang Rp. 93.900.000,-

Dengan membuat jurnal diatas, dalam istilah akuntansi mengtakan bahwa perusahaan
mengkapitalisasi biaya perolehan tanah sebesar Rp. 93.900.000. kapitalisasi berarti bahwa akun
asset didebet (bertambah) karena adanya pembelian asset.

b. Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus di alokasikan pada tanah dan
gedung. Biaya yang di kapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah:
a. Harga beli
b. Biaya perbaikan sebelum gedung itu dipakai
c. Komisi pembelian
d. Bea balik nama
e. Pajak-pajak yang menjadi tanggungan pembelian pada waktu pembelian

Alat-alat perlengkapan gedung seperti tangga berjalan, lift, dan lain-lain dicatat tersendiri
dalam rekening. Alat-alat gedung dan akan didepresiasi selama umur alat-alat tersebut.

c. Mesin dan Alat-alat


Yang merupakan harga perolehan mesin dan alat-alat adalah :
a. Harga beli
b. Pajak-pajak yang menjadi beban pembeli
c. Biaya angkut
d. Asuransi selama dalam perjalanan
e. Biaya pemasangan
f. Biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin.

Apabila mesin itu dibuat sendiri maka harga perolehannya terdiri dari semua biaya yang
dikeluarkan untuk membuat mesin. Mesin disewa dari pihak lain, biaya sewanya tidak di
kapitalisasi tetapi dibebankan sebagai biaya pada priode terjadinya.

d. Alat-alat kerja

Alat-alat kerja yang dimiliki bisa berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan seperti drey,
catut, pukul besi, dan lain-lain. Karena harga perolehannya relatif kecil maka biasanya alat-alat
ini tidak didepresiasi tetapi diperlukan sebai berikut :

a. Pada waktu pembelian dikapitalisasi, kemudian setiap akhir periode dihitung fisiknya,
selisihnya dicatat sebagai biaya untuk periode itu dan rekening alat-alat kerja di kredit,
atau
b. Dikapitalisasi sebagai aktiva dengan jumlah tertentu dan dianggap sebagai persediaan
normal kemudian setiap kali pembelian baru dibebankan sebagai biaya.
e. Kendaraan

Seperti halnya perabot, maka kendaraan yang dimiliki juga harus dipisahkan untuk setiap
fungsi yang berbeda. Yang termasuk harga perolehan kendaraan adalah harga faktor, bea balik
nama, dan biaya angkut. Pajak-pajak yang dibayar setiap periode seperti pajak kendaraan
bermotor, jasa raharja, dan lain-lain dibebankan sebagai biaya pada periode yang bersangkutan.
Harga perolehan kendaraan ini di depresiasi selama masa kegunaannya.

f. Tempat barang yang dikembalikan (returnable Container)

Yang termasuk dalam returnable container adalah barang-barang yang dipakai sebagai tempat
dari produk yang dijual seperti botol, drum, tanki, dan lain-lain. Barang-barang tersebut
merupakan aktiva perusahaan dan akan disusut selama umur kegunaannya.apabila tempat
barang itu bisa di kembalikan maka harga jual tidak termasuk harga tempat barang tersebut.
Contoh pencatatan tempat barang misalnya :

Pabrik minuman es menjual minuman sebanyak 1000 botol dengan harga jual pernotol Rp.100 .
Uang tanggungan sebesar Rp.50/botol. Jurnal untuk mencatat penjualan tersebut sebagai
berikut :

Piutang Rp. 75.000

Penjualan Rp. 50.000

Cadangan tempat barang Rp. 25.000

Perhitungan :

Harga jual : Rp. 100.000 x 1.000 = Rp. 100.000

Tanggungan botol : Rp. 50x 1.000 = Rp. 50.000

Rp. 150.000

Dalam hal penjualan dengan tunai maka uang tanggungannya yang diterima dikreditkan ke
rekening uang tanggungan botol. Pengembalian botol-botol tersebut keperusahaan dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :

Cadangan tempat barang Rp. 50.000

Piutang Rp. 50.000

Apabila tempat barang tidak dikembalikan maka uang tanggungan botol ini menjadi milik
perusahaan. Bila pembeli belum membayar uang tanggungan botol maka pembeli harus
melunasinya. Uang tanggungan botol yang dibebankan pada pembeli mungkin sebesar harga
perolehan botol atau mungkin lebih besar. Misalnya harga perolehan botol sebesar Rp. 50 , jika
pembeli tidak mengembalikan botol dalam contoh diatas, maka jurnal yang dibuat sebagai
berikut :

Kas Rp. 50.000

Piutang Rp. 50.000

Jurnal diatas dibuat dalam hal pembeli belum membayar uang tanggungan botol pada saat
membeli minuman. Jika uang tanggungan botol sudah dibayar maka jurnal diatas tidak perlu
dibuat. Tempat barang (botol) yang tidak dikembalikan dihapuskan dari relening tempat barang
dengan jurnal sebagai berikut :

Cadangan tempat barang Rp. 50.000

Tempat Barang Rp. 50.000

Cara-cara Perolehan Aktiva Tetap

Aktiva tetap dapat diperoleh dalam berbagai cara, dimana masing-masing cara perolehan akan
mempengaruhi penentuan harga prolehan.

Harga perolehan adalah SELURUH BIAYA yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap tersebut
mulai dari biaya pembelian hingga semua biaya yang timbul hingga aset tetap tersebut siap
digunakan atau dioperasikan.

Singkatnya:
Harga beli + semua biaya yang timbul dari proses pembelian hingga aset siap digunakan

a. Perolehan pembelian tunai


Aktva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam buku-buku dengan
jumlah sebesar uang yang dikeluarka. Dalam uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva
tetap termasuk harga faktor dan semua biaya yang dikeluarkan agar aktiva tetap tersebut siap
untuk dipakai, seperti biaya angkut, premi asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya
pemasangan, dan biaya percobaan. Semua biaya-biaya diatas dikapitalisasi sebagai harga
perolehan aktiva tetap. Apabila dalam pembelian aktiva tetap ada potongan tunai, maka
potongan tunai tersebut merupakan pengurangan terhadap harga faktur, tidak memandang
apakan potongan itu didapat atau tidak. Jurnal untuk membeli aktiva tetap, misalnya tanah
adalah :

Tanah xxx
Kas xxx
b. Perolehan Pembelian secara Lumpsum/Gabungan

Apabila aset tetap yang dibeli secara gabungan, atau lebih dari satu jenis aset tetap, harga
perolehannya dialokasikan atau dibagi kepada masing masing aset tersebut.
Pengalokasian harga perolehan gabungan berdasar pada perbandingan nilai wajar pada tiap aset
yang bersangkutan.
Jika harga pasar masing-masing aktiva tidak diketahui, alokasi harga perolehan dapat dilakukan
dengan menggunakan dasar surat bukti pembayaran pajak (misalnya pajak bumi dan
bangunan). Jika tidak ada dasar yang dapat di gunakan alokasi harga perolehan maka
alokasinya didasarkan pada putusan pimpinan perusahaan.
Contoh :
PT.Risa Fadilah membeli aktiva tetap dari sebuah perusahaan dalam proses likuidasi aktiva
tetap yang terdiri dari tanah, bangunan dan mesin-mesin. Pembelian dilakukan secara paket
dengan harga Rp 80.000.000 harga pasar setiap aktiva tetap itu diketahui sebagai berikut :
Gedung : Rp. 25.000.000
Tanah : Rp. 50.000.000
Mesin : Rp. 25.000.000
Harga perolehan setiap aktiva tetap dihitung dengan cara sebagai berikut :

Rp.25.000.000
Gedung 𝑥 𝑅𝑝. 80.000.000 = Rp. 20.000.000
Rp.100.000.000
Rp.50.000.000
Tanah 𝑥 𝑅𝑝. 80.000.000 = Rp. 40.000.000
Rp.100.000.000
Rp.25.000.000
Mesin 𝑥 𝑅𝑝. 80.000.000 = Rp. 20.000.000
Rp.100.000.000

Jurnal untuk mencatat transaksi diatas adalah :


Gedung RP. 20.000.000
Tanah Rp. 40.000.000
Mesin Rp. 20.000.000
Kas Rp. 80.000.000
c. Perolehan Melalui Pertukaran Surat-surat Berharga
Aset yang diperoleh dengan surat berharga (saham atau obligasi) diakui senilai harga pasar
saham/obligasi. Apabila harga pasar sahamnya tak diketahui maka harga perolehan aset diakui
sebesar harga pasar dari aset yang diperoleh. Pertukaran aset dengan surat berharga dicatat
dalam akun rekening hutang obligasi atau modal saham sebesar nilai nominal. Selisih nilai
tukar dengan nilai nominal diakui dan dicatat dalam rekening Premium (Agio Saham) atau
Discount (Disagio Saham)
Poin poinnya:

 Perolehan aest tetap diakui sebesar Harga Pasar saham yang dikeluarkan pada saat
pembelian aset terjadi.
 Apabila harga pasar lebih besar/tinggi dari harga nominalnya maka diakui adanya premiun
(Agio Saham)
 Apabila harga pasar lebih kecil dari harga nominalnya, maka diakui adanya Discount
(Disagio Saham)

Misalnya PT. Kami menukar sebuah mesin dengan 1000 lembar saham biasa, nominal @10.000.
pada saat pertukaran, harga pasar saham sebesar Rp. 11.000/lembar. Pertukaran mesin dengan
saham ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut :

Mesin Rp. 11.000.000


Modal saham biasa Rp. 10.000.000
Agio saham Rp. 1.000.000
Apabila dalam pertukaran ini perusahaan menambah dengan uang maka harga perolehan mesin
adalah jumlah uang yang dibayarkan ditambah dengan harga pasar surat berharga yang
dijadikan penukar. Yang dimaksud dengan harga pasar surat berharga adalah harga yang terjadi
dalam bursa surat-surat atau dalam transaksi dengan pihak lain yang bebas.
d. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain
Banyak pembelian aktiva tetap dilakukan dengan cara tukar-menukar, atau sering disebut
“Tukar tambah”, dimana aktiva lama digunakan untuk membayar aktiva baru, baik seluruhnya
atau sebagian dan kekurangannya di bayar tunai. Kondisi seperti ini prinsip harga perolehan
tetap harus digunakan, yaitu aktiva baru dikapitalisasikan dengan jumlah sebesar harga aktiva
lama ditambah uang yang dibayarkan (kalau ada) atau dikapitalisasikan sebesar harga pasar
aktiva baru yang diterima. Masalah akan timbul apabila harga aktiva lama maupun aktiva baru
tidak bisa ditentukan. Kondisi seperti ini nilai buku aktiva lama akan digunakan sebagai dasar
pencatatan pertukaran tersebut.
Masalah lainnya adalah pengakuan rugi atau laba yang timbul karena adanya pertukaran aktiva
tersebut.
Ada dua hal yang berkaitan dengan laba rugi yaitu pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis
dan sejenis.
Apabila menyangkut aktiva tetap yang tidak sejenis, perbedaan antara nilai buku aktiva tetap
yang diserahkan dengan nilai wajar yang digunakan sebagai dasar pencatatan aktiva yang
diperoleh pada tanggal transaski harus diakui sebagai laba atau rugi pertukaran aktiva tetap.
Sedangkan bila menyangkut pertukaran aktiva tetap yang sejenis maka laba yang timbul akan
ditangguhkan.

Apabila pertukaran tersebut menimbulkan kerugian maka ruginya dibebankan dalam periode
terjadinya pertukaran.

 Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan
fungsinya tidak sama seperti misalnya pertukaran tanah dengan mesin-mesin, tanah dengan
gedung dan lain-lain.

Contohnya pada awal tahun 2006 PT. Kami menukarkan mesin produksi dengan truk baru.
Harga perolehan mesin sebesar Rp. 2.000.000 akumulasi depresiasi sampai tanggal pertukaran
sebesar Rp. 1.500.000 sehingga nilai bukunya sebesar Rp. 500.000. nilai wajar mesin produksi
tersebut sebesar Rp. 800.000 dan PT. Kami harus membayar uang sebesar Rp. 1.700.000. harga
perolehan truk adalah Rp. 2.500.000 yang perhitungannya sebagai berikut :
Nilai wajar mesin produksi Rp. 800.000
Uang tunai yang dibayarkan Rp. 1.700.000
Harga perolehan truk Rp. 2.500.000
Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukaran diatas adalah sebagai berikut :
Truk Rp. 2.500.000
Akum. Depresiasi mesin Rp. 1.500.000
Kas Rp. 1.700.000
Mesin Rp. 2.000.000
Laba pertukaran mesin Rp. 300.000
Laba pertukaran mesin sebesar Rp. 300.000 dihitung sebagai berikut :
Nilai wajar mesin Rp. 800.000
Harga perolehan mesin Rp. 2.000.000
Akum. Depresiasi mesin Rp. 1.500.000
Rp. 500.000
Rp. 300.000
Apabila mesin diatas ditkarkan pada pertengahan tahun 2006 dan bukannya awal tahun 2006,
maka pertama kali harus diadakan pencatatan depresiasi untuk ½ tahun 2006 dan baru
dilakukan pencatatan transaksi pertukaran. Bila diketahui umur mesin tersebut 5 tahun maka
jurnal-jurnalnya sebagai berikut :
Depresiasi Rp. 200.000
Akum. Depresiasi mesin Rp. 200.000

Perhitungan : 6/12 x 1/5 x Rp. 2.000.000 = Rp. 200.000

Truk Rp. 2.500.000


Akum. Depresiasi mesin Rp. 1.700.000
Kas Rp. 1.700.000
Mesin Rp. 2.000.000
Laba pertukaran mesin Rp. 500.000

Laba pertukaran mesin sebesar Rp. 500.000 dihitung sebagai berikut :

Nilai wajar mesin Rp. 800.000


Harga perolehan mesin Rp. 2.000.000
Depresiasi s.d awal 2006 Rp. 1.500.000
Depresiasi 6 bulan Rp. 200.000
Rp. 1.700.000
Rp. 300.000
Rp. 500.000

 Pertukaran aktiva tetap sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya
sama seperti pertukaran mesin produksi merek A dengan merek B, truk merek A dengan
merek B, dan seterusnya.

Contoh PT. Kartini menukar truk merek A dengan truk baru merek B. harga perolehan truk A
sebesar Rp. 10.000.000 dan akumulasi depresiasi sebesar Rp. 4.000.000. truk B harga pasarnya
(nilai wajar) Rp. 26.000.000. PT. kartini membayar Rp. 20.000.000 tunai.
Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukarran tersebut adalah sebagai berikut :

Truk B Rp. 26.000.000


Akum. Depresiasi truk A Rp. 4.000.000
Truk A Rp. 10.000.000
Kas Rp. 20.000.000

Perhitungan sebagai berikut :

Harga perolehan truk A Rp. 10.000.000


Akumilasi depresiasi Rp. 4000.000
Nilai buku truk A Rp. 6.000.000
Kas yang diterima Rp. 20.000.000
Harga perolehan truk B Rp. 26.000.000
e. Pembelian Angsuran

Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam harga perolehan aktiva
tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik jelas-jelas dinyatakan atau
tidak dinyatakan tersendiri, harus dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan sebagai
biaya bunga.
Cara pencatatannya adalah pembayaran setiap tahun dibuat jurnal yang mengurangi utang
sebesar pokok pinjaman yang dilunasi dan mendebit biaya bunga untuk tahun yang bersangkutan
dan kreditnya kas sebesar angsuran.
Contoh : PT. Santi membeli mesin seharga Rp. 5.000.000 pada tanggal 1 Januari 2010.
Pembayaran pertama Rp. 2.000.000 dan sisanya diangsur tiap tanggal 31 Desember selama 3
tahun dengan bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran angsuran
sebagai berikut :
1 januari 2010 Mesin Rp. 5.000.000
Utang Rp. 3.000.000
Pembelian mesin
Kas Rp. 2.000.000

31 Desember 2010
Angsuran I Rp. 1.000.000 Utang Rp. 1.000.000
Bunga Rp. 360.000
12%xRp.3.000.000 Rp. 360.000
Kas Rp. 1.360.000
Rp. 1.360.000
31 Desember 2011
Angsuran II Rp. 1.000.000 Utang Rp. 1.000.000
Bunga Rp. 240.000
12%xRp.2.000.000 Rp. 240.000
Kas Rp. 1.240.000
Rp. 1.240.000
31 Desember 2012
Angsuran III Rp. 1.000.000 Utang Rp. 1.000.000
Bunga Rp. 120.000
12%xRp.1.000.000 Rp. 140.000
Kas Rp. 1.120.000
Rp. 1.120.000

f. Diperoleh dari hadiah/donasi


Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah atau donasi pencatatannya bisa dilakukan menyimpang
dari prinsip harga perolehan. Untuk menerima hadiah seringkali juga dikeluarkan biaya-biaya
namun biaya-biaya tersebut jauh lebih kecil dari nilai aktiva tetap yang diterima. Bila aktiva
tetap dicatat sebesar biaya yang sudah dikeluarkan maka hal ini akan menyebabkan jumlah
aktiva dan modal terlalu kecil, juga beban depresiasi menjadi terlalu kecil. Untuk mengatasi
keadaan ini maka aktiva yang diterima sebagai hadiah dicatat sebesar harga pasarnya. Aktiva
yang diterima dari hadiah dihitung dengan cara yang sama dengan aktiva tetap yang lain:
Contoh : PT. Siska menerima hadiah berupa tanah dan gedung , apabilla dalam penerimaan
hadia tersebut mengeluarkan biaya sebesar Rp. 100.000 maka modal hadiah akan di kredit
dengan jumlah Rp. 6.400.000. jurnal untuk mencatat penerimaan hadiah tersebut menjadi
sebagai berikut:
Tanah Rp. 2.500.000
Gedung Rp. 4.000.000
Modal-Hadiah Rp. 6.400.000
Kas Rp. 100.000
Depresiasi aktiva yang diterima dari hadiah dilakukan dengan cara yang sama dengan aktiva
tetap yang lain. Apbila donasi yang diterima itu belum pasti akan menjadi milik perusahaan,
maka aktiva dan modal dicatat sebagai elemen yang belum pasti (contigent). Bila hak ativa
tersebut sudah diterima maka barulah contigent asset tadi dicatat sebagai harta (aktiva).
Contoh : PT. Hans mendapat hadiah berupa tanah yang harga pasarnya Rp. 10.000.000. hak
atas tanah akan diserahkan jika perusahaan sudah berjalan selama 2 tahun. Ketika hak tanah
sudah diterima dan dikeluarkan biaya sebesar Rp. 250.000 untuk pengurusan surat-surat
kepemilikan.
Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi diatas sebagai berikut :
Tanah Rp. 10.000.000
Modal yg belum pasti-hadiah Rp. 10.000.000
Aktiva yg belum pasti-tanah Rp. 10.000.000
Kas Rp. 250.000
Modal-Hadiah Rp. 9.750.000
Apabila hadiah yang belum pasti tersebut berupa aktiva yang didepresiasi, maka perhitungan
depresiasi dimuali sejak saat aktiva tersebut diterima sebagai hadiah yang belum pasti.
Perhitungan depresiasinya dilakukan dengan cara yang sama seperti aktiva-aktiva tetap yang
lain. Misalnya, kinerja sebuah truk angkut akan menjadi lebih menurun setelah digunakan 5
tahun ketimbang hanya digunakan 2 tahun. Oleh sebab itu, meskipun tanah adalah aktiva tetap,
namun tanah tidak mengalami penurunan nilai, sehingga tanah tidak digolongkan sebagai
aktiva tetap yang dapat didepresiasi

4. Masalah Khusus Dalam Penentuan Harga Perolehan


Penentuan biaya perolehan asset tetap. Kadang-kadang tidak sederhana karena adanya berbagai
masalah. Masalah tersebut biasanya muncul karena cara perolehan asset.
Beberapa cara perolehan yang menimbulkan masalah antara lain :
a. Pembelian dengan menggunakan wesel bunga
Perusahaan yang membayar dengan menggunakan wesel bunga dijumpai dalam pembelian
rumah, kendaraan, dan mesin-mesin pabrik. Biasanya pembelian ini diwajibkan membayar
uang dimuka sejumlah tertentu, dan sisanya dibayar dengan menggunakan wesel ditambah
bunga dengan presentase tertentu. Bunga wesel biasanya dibayar pada tanggal jatuh wesel.
Biaya perolehan asset adalah jumlah kas yang dibayarkan sebagai uang muka ditambah dengan
nilai nominal wesel.

Contohnya : CV. Markus membeli peralatan pabrik yang harga tunainya Rp. 10.000.000. CV.
Markus memberikan uang muka sebesar Rp. 2.000.000, dan sisanya dibayar dengan wesel yang
bernilai nominal Rp. 8.000.000 jangka waktu 1 tahun dengan bunga 10%. Jurnal untuk mencatat
transaksi pembelian ini adalah sebagai berikut :
Peralatan pabrik Rp. 10.000.000
Kas Rp. 2.000.000
wesel Rp. 8.000.000

Mencatat uang muka dan penarikan wesel dlm rangka pembelian mesin pabrik.

Pada saat jatuh tempo wesel, dibayar sejumlah nilai nominal wesel di tambah bunga Rp. 800.000,
dan dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Utang wesel Rp. 8000.000
Bunga wesel Rp. 800.000
Kas Rp. 8.800.000

b. Pembelian dalam satu paket


Pembelian dalam satu paket disebut juga pembelian secara lump-sum, terjadi bila beberapa jenis
asset dibeli secara bersamaan dalam satu transaksi. Peristiwa seperti ini misalnya terjadi jika
perusahaan membeli sebuah pabrik yang sudah tidak digunakan lagi oleh perusahaan lain.
Pembelian pabrik ini meliputi tanah, gedung, mesin-mesin, dan mebel. Apabila terjadi pembelian
secara paket, maka harga beli paket harus dialokasikan harga borongan adalah dengan
mendasarkan pada harga pasar masing-masing golongan asset yang tercukup dalam pembelian
tersebut.
Contoh : CV.Lawu yang bergerak dalam bidang perhotelan, pada tanggal 17 Juni 2005 membeli
sebuah hotel dari perusahaan lain dengan harga tunai Rp. 12.000.000.000. pengalokasian harga
beli dengan menggunakan harga pasar masing-masing golongan asset adalah sebagai berikut :
Alokasi Biaya Perolehan Bersama
(Dalam Ribuan Rupiah)
Golongan Harga pasar % dari total Perhitungan % dari Alokasi biaya
asset harga pasar biaya perolehan perolehan
pergolongan asset
Tanah Rp. 30.000.000 20% 20% x Rp.120.000.000 Rp. 24.000.000
Gedung Rp. 105.000.000 70% 70% x Rp. 120.000.000 Rp. 84.000.000
Peralatan Rp. 15.000.000 10% 10% x Rp 120.000.000 Rp. 12.000.000
Rp. 150.000.000 100% Rp. 120.000.000
Dibuat jurnal sebagai berikut :
Tanah Rp. 24.000.000.000
Gedung Rp. 84.000.000.000
Perolehan hotel Rp. 12.000.000
kas Rp. 120.000.000

Dalam pembelian secara paket, penentuan biaya perolehan tiap golongan asset biasanya tidak
didasarkan pada harga buku menurut pembukuan pihak penjual, karena umumnya harga buku tidak
mencerminkan harga pasar asset pada saat pembelian terjadi.

c. Perolehan dengan membangun sendiri


Kadang-kadang perusahaan membangun sendiri asset yang diperlukannya. Misalnya perusahaan
membangun sendiri garasi atau gudang tanpa memborongnya pada pihak luar, melainkan membeli
material dan mencari tukang sendiri dengan menggunakan fasilitas perusahaan yang ada.
Jika biaya perolehan asset yang diperoleh dengan membangun sendiri ternyata lebih murah dari
harga pasar asset sejenis, maka perusahaan tidak diperkenankan untuk mengakui adanya
keuntungan dari pembangunan yang dilakukan sendiri tersebut.
Contoh : harga pasaran pembangunan sebuah garasi ukuran 4 x 5m, adalah dengan biaya Rp.
5.000.000. seandainya perusahaan membangun garasi hanya dengan biaya Rp. 4.700.000, maka
yang harus dicatat sebagai biaya perolehan garasi adalah Rp. 4.700.000. prinsip akuntansi melarang
perusahaan untuk mengakui adanya keuntungan dalam peristiwa seperti ini.

5. Konsep Depresiasi dan Deplesi


 Depresiasi

Depresiasi adalah proses pengalokasian biaya perolehan asset tetap menjadi beban selama masa
manfaatnya dengan cara yang rasional dan sistematis. Pengalokasian biaya perolehan diperlukan
agar dapat dilakukan penandingan yang tepat antara pendapatan dengan beban, sebagaimana
diminta oleh prinsip penandingan. Depresiasi adalah proses pengalokasian biaya perolehan, bukan
proses penilaian asset. Perubahan harga asset tetap yang terjadi di pasar, tidak perlu dicatat dalam
pembukuan perusahaan, karena asset tetap dimiliki perusahaan untuk digunakan, bukan untuk dijual
kembali.
 Menurut Penyataan Standar Akuntansi Keuangan no 17 Depresiasi atau penyusutan adalah
lokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaatnya yang diestimasi
yang akan dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung, aktiva tetap
tidak dapat disusutkan adalah :

a. Aktiva yang diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi
b. Memiliki masa manfaat yang terbatas
c. Dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang atau
jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.
 Menurut Sofyan Harahap pengertian depresiasi adalah pengalokasian harga pokok aktiva tetap
selama masa penggunaanya atau dapat juga kita sebut sebagai biaya dibebankan terhadap
produksi akibat pengunaan aktiva tetap itu dalam proses produksi.
Dari definisi diatas bahwa akuntansi depresiasi bukannya suatu proses penilaian aktiva atau
prosedur pengumpulan dana untuk mengganti aktiva., tetapi adalah suatu metode untuk
mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap keperiod-periode akuntansi.
Istilah depresiasi digunakan untuk menunjukkan alokasi harga perolehan aktiva tetap berwujud
yang dapat diganti, seperti gedung, mesin, alat-alat, dan lain-lain.
Alokasi harga perolehan aktiva tetap berwujud yang tidak dapat diganti seperti sumber-sumber alam
disebut Deplesi.

Sebab-sebab Depresiasi

Faktor-faktor yang menyebabkan depresiasi bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Faktor-faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aktiva tetap adalah Aus karena dipakai, aus
karena umur, dan karena kerusakan-kerusakan.
b. Faktor-faktor Fungsional
Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aktiva tetap antara lain, ketidakmampuan
aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu digantikan dan karena adanya
perubahan permintaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan, atau karena adanya
kemajuan teknologi sehingga aktiva tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai.
Untuk menentukan taksiran umur kegunaan suatu aktiva tetap, kedua faktor diatas harus di
pertimbangkan.
Misalnya secara fisik, mesin ditaksir dapat digunakan dalam jangka waktu 20 tahun, tetapi
diperkirakan pada tahun ke 12 akan ada penemuan baru yang dapat menghasilkan mesin yang lebih
modern. Dalam keadaan seperti ini taksiran umur fisik (20 tahun) tidak dapat digunakan sebagai
dasar perhitungan depresiasi. Apabila dipekirakan dengan adanya mesin baru tersebut perusahaan
harus mengganti mesinnya maka umur ekonomis mesin maksimum yang dapat digunakan dalam
perhitungan depresiasi adalah 12 tahun. Selain faktor-faktor di atas, taksiran umur aktiva tetap juga
dipengaruhi oleh rencana reparasi dan pemeliharaan.

Faktor-faktor dalam Menentukan Biaya Depresiasi

Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban depresiasi setiap periode.
Faktor-faktor itu adalah :

a. Harga perolehan (cost)


Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang terjadi dalam
memperoleh suatu aktiva dan menempatkannya agar dapat digunakan.
b. Nilai sisa (Residu)
Nilai sisa suatu aktiva yang didepresiasi adalah jumlah yang diterima bila aktiva itu dijual,
ditukarkan atau cara-cara lain ketika aktiva tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi
dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat menjual/menukarnya.
c. Taksiran umur kegunaan (masa manfaat)
Taksiran umur kegunaan (masa manfaat) suatu aktiva dipengaruhi oleh cara-cara
pemeliharaan dan kebijakan-kebijakan yang dianut dalam reparasi. Taksiran umur ini bisa
dinyatakan dalam satuan periode waktu, satuan hasil produksi atau satuan jam kerjanya.
Dalam menaksir umur (masa manfaatnya) aktiva, harus dipertimbangkan sebab-sebab
keausan fisik dan fungsional.
Dari faktor-faktor diatas dapat dihitung biaya depresiasi tiap tahun. Biaya depresiasi ini
merupakan suatu taksiran yang ketelitiannya sangat tergantung pada ketelitian penentuan ke – 3
faktor diatas. Ketelitiannya biaya depresiasi ini akan mempengaruhi besarnya laba rugi
perusahaan setiap periode. Apabila depresiasi tidak dihitung dengan teliti maka jumlah laba
rugi perusahaan juga menjadi tidak teliti.
 Deplesi

Deplesi adalah berkurangnya harga perolehan atau nilai sumber-sumber alam seperti tambang dan
hutan kayu yang disebabkan oleh perubahan (pengolahan) sumber-sumber alam tersebut sehingga
menjadi persediaan disebut Deplesi.

Beberapa perbedaan antara deplesi dan depresiasi adalah sebagai berikut :

 Deplesi merupakan pengakuan terhadap pengurangan kuantitatif yang terjadi dalam sumber-
sumber alam, sedangkan depresiasi merupakan pengakuan terhadap pengurangan service
(manfaat ekonomi) yang terjadi dalam aktiva tetap.

 Deplesi digunakan untuk aktiva tetap yang tidak dapat diganti langsung dengan aktiva yang
sama jika sudah habis, sedangkan depresiasi digunakan untuk aktiva tetap yang pada umumnya
dapat diganti jika sudah habis.

 Deplesi adalah pengakuan terhadap perubahan langsung dari suatu sumber alam menjadi
barang yang dapat dijual, sedangkan depresiasi adalah alokasi harga perolehan pendapatan
periode yang bersangkutan untuk suatu service yang dihasilkan (kecuali dalam perusahaan
dimana depresiasi dihitung berdasar hasil produksi).

6. Metode-metode Depresiasi dan Deplesi

 Depresiasi

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung beban depresiasi periodic. Untuk
dapat memilih salah satu metode hendaknya dipertimbangkan keadaan-keadaan yang
mempengaruhi aktiva tersebut. metode-metode itu adalah :

a. Metode garis lurus (straight-line method)


b. Metode jam jasa (service-hours method)
c. Metode hasil produksi (productive-output method)
d. Metode beban berkurang (reducing-charge method)
 Jumlah angka tahun
 Saldo menurun
 Double declining balance method
 Tarif menurun
Berikut ini akan diberikan penjelasan tentang penggunaan masing-masing metode :

1) Metode garis lurus (Straight Line Method)

Metode garis lurus adalah suatu metode penyusutan aktiva tetap di mana beban penyusutan
aktiva tetap per tahunnya sama hingga akhir umum ekonomis aktiva tetap tersebut. Metode ini
termasuk metode yang paling sederhana dan banyak dipakai. Metode garis lurus dipergunakan
untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya
volume produk atau jasa yang dihasilkan seperti bangunan dan peralatan kantor.

Contohnya :

Mesin yang harga perolehan Rp. 600.000 taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp. 40.000 dan
umurnya ditaksir selama 4 tahun. Depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut :

𝐇𝐏−𝐍𝐒
Depresiasi =
𝐧
Rp.600.000−Rp.40.000
=
4

= Rp. 140.000

Keterangan :

HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
N = Taksiran umur kegunaan

Jika disusun dalam bentuk table, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi dari mesin
di muka adalah sebagai berikut :

Akhir tahun ke- Debit Depresiasi Kredit akum. Total akum. Nilai buku
depresiasi Depresiasi aktiva
1 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 600.000
2 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 280.000 Rp. 460.000
3 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 420.000 Rp. 320.000
4 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 560.000 Rp. 40.000

Rp. 560. 000 Rp. 560.000


Perhitungan depresiasi dengan garis lurus ini didasarkan pada anggapan-anggapan sebagai berikut
:

1. Kegunaan ekonomis dari suatu aktiva akan menurun secara proporsional setiap periode.
2. Biaya reparasi dan pemeliharaan tiap-tiap periode jumlahnya relatif tetap
3. Kegunaan ekonomis berkurang karena lewatnya waktu
4. Penggunaan (kapasitas) aktiva tiap-tiap periode relatif tetap

Dengan adanya anggapan-anggapan seperti diatas, metode garis lurus sebaiknya digunakan
untuk menghitung depresiasi gedung, mebel, dan alat-alat kantor biaya depresiasi yang dihitung
dengan cara ini jumlahnya setiap periode tetap, tidak menghiraukan kegiatan dalam periode
tersebut.
Metode depresiasi garis lurus dipakai oleh sebagian besar perusahaan di Amerika. Dalam
suatu survey yang dilakukan di Negara tersebut, dari 600 perusahaan yang diteliti, 559
perusahaan diantaranya menggunakan metode garis lurus. Salah satu penyebabnya ialah karena
metode ini sangat sederhana dan sangat cocok digunakan bila pemakaian asset relatif sama dari
tahun ke tahun.

2) Metode jam jasa


Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat
rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) disbanding dengan penggunaan yang tidak
sepenuhnya (part time). Dalam cara ini beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan jam jasa.
Beban depresiasi periodik besarnya akan sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai
(digunakan). Menurut metode ini, beban penyusutan aktiva tetap ditetapkan berdasarkan jumlah
satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan.
Contohnya : mesin, dengan harga perolehan Rp. 600.000 nilai sisa Rp. 40.000 ditaksir akan dapat
digunakan selama 8.000 jam. Depresiasi per jam dihitung sebagai berikut :

𝐇𝐏−𝐍𝐒
Depresiasi =
𝐧
Rp.600.000−Rp.40.000
=
8.000 jam

= Rp. 70

Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
n = Taksiran jam jasa

Apabila dalam tahun pertama, mesin tersebut digunakan selama 3.000 jam maka beban
depresiasinya 3.000 x Rp. 70 = Rp. 210.000. apabila disusun dalam bentuk tabe, maka
perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut :

Tahun Jam kerja Debit Kredit akum Total akum. Nilai buku
mesin depresiasi Depresiasi Depresiasi Mesin
Rp. 600.000
1 3.000 Rp. 210.000 Rp. 210.000 Rp. 210.000 Rp. 390.000
2 2.500 Rp. 175.000 Rp. 175.000 Rp. 385.000 Rp. 215.000
3 1.500 Rp. 105.000 Rp. 105.000 Rp. 490.000 Rp. 110.000
4 1.000 Rp. 70.000 Rp. 70.000 Rp. 560.000 Rp. 40.000

8.000 Rp. 560.000 Rp. 560.000

Karena beban depresiasi dasarnya adalah jumlah jam yang digunakan, maka metode ini paling
tepat jika digunakan untuk kendaraan. Dengan anggapan bahwa kendaraan ini lebih banyak aus
karena dipakai disbanding dengan tua karena waktu.

3) Metode Hasil Produksi (Productive Output Method)


Metode hasil produksi, masa manfaatnya tidak dinyatakan dalam satuan waktu, melainkan dalam
satuan hasil produksi atau pemakaian yang diharapkan dari asset. Metode hasil produksi sangat ideal
jika diterapkan untuk mesin pabrik dan kendaraan, namun tidak cocok bila diterapkan pada asset
berupa gedung atau mabel, karena depresiasi untuk assetsemacam ini lebih merupakan fungsi dari
waktu, bukan penggunaan.
Untuk menggunakan metode ini, perusahaan harus menaksir total satuan hasil produksi selama masa
manfaat asset dan selanjutnya membagikan biaya perolehan asset pada satuan-satuan hasil tersebut.
dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga
depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat dihasilkan.

Contohnya : mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000 taksiran nilai sisa sebesar Rp. 40.000. mesin ini
ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan 56.000 unit produk. Depresiasi per unit produk
dihitung sebagai berikut :
𝐇𝐏−𝐍𝐒
Depresiasi =
𝐧
Rp.600.000−Rp.40.000
=
56.000

= Rp. 10

Keterangan :

HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
n = Taksiran hasil produksi (unit)

Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin tersebut menghasilkan 18.000 unit produk,
maka beban depresiasi untuk tahun ini sebesar 18.000 x Rp. 10 = Rp. 180.000. apabila disusun
dalam bentuk table, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi selama umur mesin
adalah sebagai berikut :

Tahun Jam kerja Debit Kredit akum Total akum. Nilai buku
mesin depresiasi Depresiasi Depresiasi Mesin
Rp. 600.000
1 18.000 Rp. 180.000 Rp. 180.000 Rp. 180.000 Rp. 420.000
2 16.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 260.000
3 12.000 Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 140.000
4 10.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 560.000 Rp. 40.000

56.000 Rp. 560.000 Rp. 560.000

Metode ini seperti beban halnya metode jam jasa sebaliknya digunakan untuk aktiva-aktiva
yang dapat diukur hasil produksinya, seperti mesin-mesi. Beban depresiasi yang dihitung
dengan metode hasil produksi dan jam jasa, jumlahnya setiap periode tergantung pada jumlah
produksi atau jam kerja aktiva.

4) Metode Beban berkurang (reducing-charge method)

Dalam metode ini beban depresiasi tahun-tahun pertama akan lebih besar dari pada beban
depresiasi tahun-tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru
dapat digunakan lebih efesien dengan dibandingkan aktiva yang lebih tua. Begitu juga dengan
biaya reparasi dan pemeliharaannya.

Biasanya aktiva yang baru akan memerlukan reparasi dan pemeliharaan yang lebih sedikit
disbanding dengan aktiva yang lama. Juga di pakai metode ini maka diharapkan jumlah beban
depresiasi dan biaya reparasi dan pemeliharaan dari tahun ke tahun akan relatif stabil, karena jka
depresiasinya besar maka biaya reparasi dan pemeliharaannya kecil dalm tahun pertama, maka
sebaliknya dalam tahun terakhirs, beban depresiasi kecil sedangkan biaya reparasi dan
pemeliharaannya besar.

Ada 4 cara menghitung beban depresiasi menurun dari tahun ke tahun yaitu :

a. Metode jumlah angka tahun (sum of year’s digits method)

Didalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurangan yang
setiap tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan di kurangi dengan nilai residu.

Bagian pengurangan ini dihitung sebagai berikut :

Pembilang = bobot (weight) untuk tahun yang bersangkutan

Penyebut = jumlah angka tahun selama umur ekonomis aktiva atau jumlah angka bobot
(weight)

Contoh : mesin yang harga perolehannya Rp. 100.000 residu Rp. 10.000 ditaksir ekonominya 3
tahun. Depresiasi mesin dihitung sebagai berikut :

Tahun Bobot (weight) Bagian pengurangan

1 3 3/6

2 2 2/6

3 1 1/6

6 6/6

Keterangan :

 Penyebut dalam bagian pengurangan dihitung dengan cara menjumlahkan angka bobot
3+2+1 = 6
 Pembilang dalam bagian pengurangan adalah angka bobot tahun yang bersangkutan. Untuk
tahun pertama 3 dan seterusnya.

Apabila disusun dalam bentuk table adalah sebagai berikut :

Tahun Debit Depresiasi Kredit akum. Total akum, Nilai buku


depresiasi depresiasi mesin

0 Rp. 100.000
3
1 𝑥 𝑅𝑝. 90.000 = 𝑅𝑝. 45.000 Rp. 30.000 Rp.45.000 Rp. 55.000
6

2
𝑥 𝑅𝑝. 90.000 = 𝑅𝑝. 30.000
6
1
2 𝑥 𝑅𝑝. 90.000 = 𝑅𝑝. 15.000 Rp. 30.000 Rp. 75.000 Rp. 25.000
6

3 Rp. 15.000 Rp. 90.000 Rp. 10.000

Jika aktiva itu umur ekonomisnya panjang, maka penyebut (jumlah angka tahun) bisa dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

(𝑛+1
Jumlah angka tahun =n( )
2
n = umur ekonomis

(3+1)
untuk mesin diatas (umur 3 tahun) = 3 ( )=6
2

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Dalam cara ini beban depresiasi periodic dihitung dengan cara mengalihkan tariff yang tetap
dengan nilai buku aktiva. Karena nilai buku aktiva ini setiap tahun selalu menurun maka beban
depresiasi tiap tahunnya juga selalu menurun. Tarif ini dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
𝒏 𝑵𝑺
T=1- √
𝑯𝑷

Keterangan
T = Tarif
n = umur ekonomi
NS = Nilai sisa
HP= harga perolehan
Cotohnya : depresiasi mesin dihitung sebagai berikut :

3 10.000
T=1- √ = 0.536 atau 53.6%
100.000

Untuk menghitung depresiasi tiap tahun, tarif ini 53,6% dikalikan kepada nilai buku mesin.
Apabila disusun dalam bentuk table, maka perhitungannya sebagai berikut :
Tahun Debit Depresiasi Kredit akum. Total akum, Nilai buku
depresiasi depresiasi mesin

0 Rp. 100.000

1 53,6% x 100.000 = 53.600 Rp. 53.600 Rp.53.600 Rp. 46.400

2 53,6% x 46.400 = 24.870 Rp. 24.870 Rp. 78.470 Rp. 21.530

3 53,6% x 21.530 = 11.530 Rp. 11.530 Rp. 90.000 Rp. 10.000

Nilai buku aktiva pada akhir tahun ke 3 menunjukkan jumlah Rp. 10.000 yaitu taksiran nilai residu.
Apabila aktiva yg dihitung depresiasinya itu tidak mempunyai nilai residu, maka metode ini tidak
dapat digunakan. Untuk mengatasi kelemahan ini, biasanya untuk aktiva yang tidak mempunyai
nilai residu, akan dipakai jumlah residu Rp. 1

c. Metode saldo menurun ganda (Double Declining balance method)

Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahunnya menurun. Untuk dapat menghitung
beban depresiasi yang selalu menurun, dasar yang di gunakan adalah persentase depresiasi
dengan cara garis lurus. Persentase ini di kalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada
nilai buku aktiva tetap. Karena nilai buku selalu menurun makan beban depresiasi juga
selalu menurun.

Misalnya dari contoh dimuka, depresiasi dengan cara garis lurus adalah sebesar Rp.
140.000 tiap tahun. Jumlah ini jika dihitung dari harga perolehan adalah sebesar 23,33%.
Jika dihitung dari jumlah yang didepresiasi Rp. 560.000 adalah sebesar 25% tarif 25% ini
dikalikan 2 menjadi 50%, depresiasi tiap tahun di hitung sebagai berikut :

Tahun Debit Depresiasi Kredit akum. Total akum, Nilai buku


depresiasi depresiasi mesin

1 50% x 600.000 = 300.000 Rp. 300.000 300.000 Rp. 300.000

2 50% x 300.000 = 150.000 Rp.150.000 Rp.450.000 Rp. 150.000

3 50% x 150.000 = 75.000 Rp. 75.000 Rp. 525.000 Rp. 75.000

4 50% x 75.000 = 37.500 Rp. 37.500 Rp. 562.500 Rp. 37.500

Dengan menggunakan 2x persentase yang didapat dari metode garis lurus, dapat dibuat perhitungan
depresiasi seperti diatsas. Nilai residu dengan cara ini sebesar Rp. 37.500 , jika dibandingkan
dengan cara garis lurus terdapat perbedaan sebesar Ro. 2.500 .

d. Metode tarif menurun (declining rate on cost method)

Disamping metode-metode yang telah di uraikan dimuka, kadang-kadang di jumpai cara


menghitung depresiasi dengan menggunakan tarif % yang selalu menurun. Tarif simbol %
ini setiap periode dikalikan dengan harga perolehan penurunan tarif persen setiap periode
dilakukan tanpa menggunakan dasar yang pasti, tetapi ditentukan berdasarkan
kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Karena tarif persennya setiap periode selalu
menurun, maka beban depresiasinya juga selalu menurun.

Metode lain yang dapat di gunakan untuk menghitung beban depresiasi adalah metode
perhitungan bunga majemuk. Dalam metode ini beban depresiasi bisa dihitung dengan
cara anuitas.
Anuitas dalam teori keuangan adalah suatu rangkaian penerimaan atau pembayaran tetap
yang dilakukan secara berkala pada jangka waktu tertentu.

e. Metode tarif kelompok/gabungan

Metode ini merupakan cara perhitungan depresiasi untuk kelompok aktiva tetap sekaligus.
Metode ini adalah metode garis lurus yang diperhitungkan terhadap sekelompok aktiva.
Apabila aktiva yang dimiliki mempunyai umur dan fungsi yang berbeda, maka aktiva ini
bisa dibago-bagi menjadi beberapa kelompok, untuk masing-masing fungsi. Depresiasi
diperhitungkan terhadap masing-masing kelompok. Perhitungan tarif depresiasi dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

Aktiva Harga Nilai sisa HP yang di Taksiran Depresiasi


perolehan depresiasi umur tahunan

A Rp. 1.000.000 Rp. 250.000 Rp. 750.000 20 tahun Rp. 37.500

B Rp. 600.000 Rp. 100.000 Rp. 500.000 10 tahun Rp. 50.000

C Rp. 400.000 Rp. 100.000 Rp. 300.000 8 tahun Rp. 37.500

d Rp. 110.000 Rp. 10.000 Rp. 100.000 4 tahun Rp. 25.000

Rp. 2.110.000 Rp. 1.650.000 Rp. 150.000

Metode Perhitungan Deplesi

Untuk menghitung deplesi ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu :

a. Harga perolehan aktiva.


Dalam hal sumber-sumber alam, harga perolehannya adalah pengeluaran sejak memperoleh
izin sampai sumber alam itu dapat diambil hasilnya. Jika kumpulan pengeluaran itu terlalu
kecil maka dilakukan penilaian terhadap sumber alam tersebut.
b. Taksiran nilai sisa apa bila sumber alam sudah selesai di eksploitasi.
c. Taksiran hasil yang secara ekonomis dapat dieksploitasi.

Anda mungkin juga menyukai