Jihan
Jihan
DISUSUN OLEH:
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSAMUS
2019
BAB I
PENGAWASAN TERHADAP KAS
Pengawasan intern meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta dan alatalat
yang dikoordinasikan yang digunakan didalam perusahaan dengan tujuan untuk
menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran
data akuntansi, memajukan efisiensi didalam usaha, dan membantu mendorong
dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu. 2
Pengawasan Kas merupakan bagian yang tidak terpisah dari pengawasan intern
secara umum. Oleh karena itu segala sesuatu mengenai pengawasan intern juga
berlaku terhadap pengawasan kas sebagai bagian yang lebih khusus dan mendetail.
Fungsi pengawasan kas secara umum antara lain ialah untuk menjamin
terselenggaranya pencatatan kas yang akurat, tersimpannya kas dengan aman dan
adanya pengeluaran kas yang dilakukan dan disyahkan oleh personil dan yang
berwenang dan dengan jumlah yang benar. Ciri-ciri dasar dari sebuah pengawasan
penentuan atau evaluasi mengenai apa yang telah dicapai, sampai sejauh mana
dalam pelaksanaan perlu diketahui agar jika perlu diadakan tindakan koreksi, karena
perencanaan sebagai standard atau alat pengawasan bagi pekerjaan yang sedang
dikerjakan. Pengawasan yang menyeluruh terhadap fungsi penanganan kas dan fungsi
posisi penerimaan dan pengeluaran kas untuk keperluan intern perlu mendapat
perhatian. Oleh karena itu pemeriksa intern terhadap kas harus dilakukan guna
mendorong efisiensi usaha dalam suatu pengawasan intern kas dan penilaian secara
Hampir setiap perusahaan memerlukan pembayaran sejumlah kecil uang untuk banyak hal,
seperti makan siang karyawan, perlengkapan kantor (ATK) yang kecil, dan beban rupa-rupa
lainnya. Penggunaan cek untuk membayar transaksi semacam itu dianggap tidak praktis
(ribet banget kali bayar uang makan karyawan pake cek… wkw). Oleh sebab itu, digunakan
Petty Cash alias Kas Kecil untuk membayar transaksi-transaksi tersebut. Saldo dari kas kecil
suatu perusahaan bergantung pada kebijakan perusahaan masing-masing. Ada yang
mentukan saldo kas kecil di bawah Rp. 2.000.000, ada yang menentukan saldo kas kecil di
bawah Rp. 3.000.000 dsb. Kas kecil juga perlu diawasi, metode yang digunakan untuk
mengawasi kas kecil ada dua, yaitu :
For example, berikut ini akan disajikan contoh kasus pengelolaan kas kecil antara Metode
Imprest dan Fluctuation :
PT. SOLALI-LALI menetukan kas kecil sebesar Rp. 3.000.000, pengeluaran selama satu
minggu (diasumsikan siklus pengisian kas kecil adalah tiap satu minggu) adalah sebagai
berikut :
10/01/2015 Pengisian kas kecil sebesar Rp. 3.000.000
11/01/2015 Pembelian makan tamu direksi Rp. 700.000
14/01/2015 Membeli perlengkapan kantor (ATK) Rp. 500.000
15/01/2015 Pembayaran bahan bakar Rp. 200.000
16/01/2015 Membeli makanan ringan untuk tamu Rp. 150.000
Dari total transaksi di atas, Total pengeluaran adalah Rp. 1.550.000, bagaimana pengelolaan
kas kecil antara Metode Imprest dan Fluctuation ?
Jawab :
Kas 3.000.00
Pada umumnya teknik pengawasan intern atas kas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Rekonsiliasi Bank
Tujuan rekonsiliasi bank adalah untuk memastikan bahwa saldo buku bank dan
saldo buku perusahaan mengenai kas di bank adalah sama. Perlu diingat masingmasing
bank dan perusahaan membuat catatan tersendiri mengenai kas di bank.
Setiap bulan petugas yang ditentukan menyiapkan rekonsiliasi bank untuk
memeriksa apakah kedua catatan yang saling independen tersebut mempunyai
saldo yang sama. Dengan dibuatkan daftar rekonsiliasi bank, maka kesalahan
dalam pencatatan transaksi kas dapat diketahui.
2. Piutang Wesel
Piutang wesel adalah tagihan perusahaan yang didukung dengan instrument formal sebagai
bukti tagihan yang disebut suraw wesel. Piutang wesel biasanya memiliki jangka waktu pelunasan
yang lebih panjang dari piutang usaha, yaitu sekitar 60-90 hari atau bahkan lebih panjang, dengan
kewajiban bagi si debitur untuk membayar bunga. Piutang wesel dan piutang usaha yang timbul
dari transaksi penjualan secara kredit disebut piutang usaha, dan Piutang wesel diklasifikasikan
dalam neraca sebagai aktiva lancar atau tidak lancar.
3. Piutang Lain-lain
Piutang ini mencakup semua tagihan yang bukan piutang usaha. Termaksud dalam piutang ini
adalah piutang yang timbul dri pemberian pinjaman kepada pihak lain, pinjaman kepada para
karyawan, uang muka gaji kepada karyawan, dan uang muka pajak (pajak yang ditangguhkan).
Atau piutang dapat diakui atau dicatat tergantung pada syarat penyerahan barang melalui:
1. FOB Shapping point
Jika perusahaan menggunakan FOB Shapping Point, dalam syarat penyerahan barang maka piutang
diakui/dicatat pada saat terjadinya transaksi.
2. FOB Destination
Jika perusahaan menggunakan FOB Destination, maka piutang diakuiatau dicatat pada saat barang
sudah sampai ketempat pembeli.
B. Penilaian Piutang Usaha
Apabila piutang usaha telah dicatat dalam pembukuan, persoalan berikutnya adalah bagaimana
melaporkan piutang usaha dalam laporan keuangan. Sesuai dengan prinsip akuntansi, perusahaan
harus melaporkan piutang usahan sebagai asset. Kesulitan sering dijumpai dalam melaporkan
jumlah rupiah yang akan di laporkan, karena sebagian piutang kadang-kadang tidak ditagih.
Kerugian Piutang
Penjualan secara kredit bisa mendatangkan keuntungan, juga bisa membawa kerugian bagi
perusahaan. Penjualaan secara kredit akan menguntungkan perusahaan karena lebih menarik dari
calon pembeli sehingga volume penjualan meningkat sehingga menaikan pendapatan perusahaan.
Di lain pihak penjualan secara kredit seringkali mendatangkan kerugian, apabila si debitur tidak
mau atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Kerugian ini dalam akuntansi dikenal dengan
berbagai nama, seperti kerugian piutang, bebn piutang tak tertagih, dan beban piutang ragu-ragu.
Dalam akuntansi, kerugian akibat piutang tak dapat ditagih dicatat dengan mendebet akun
Kerugian Piutang. Kerugian semacam itu dalam dunia usaha di anggap sebagai hal yang normal dan
merupakan resiko yang sudah selayaknya bagi perusahaan yang melakukan penjualan secra kredit.
Kerugian piutang yang terlalu rendah membrei pentunjuk bahwa pemberian kredit yang ditetapkan
perusahaan sudah tepat. Kerugian piutang yang terlalu rendah memberi pentunjuk bahwa kebijkan
perusahaan terlalu ketat, sebaliknya kerugian piutang yang terlalu tinggi dapat diartikan bahwa
kebijakan kredit perusahaan terlalu longgar.
Pencatatan kerugian piutang dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu: (1) metode pengahpusan
langsung, dan (2) metode cadangan. Berikut uraian metodenya:
2. METODE CADANGAN
Dalam metode cadangan untuk akuntansi atas piutang tak tertagih, perusahaan harus
menaksir besarnya piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih, pada setiap akhir tahun. Dengan
cara seperti itu akan diperoleh penandingan antara pendapatan dengan beban yang lebih tepat.
Selain itu dalam laporan posisi keuangan, piutang dapat disajikan sebesar (nilai bersih piutang yang
dpat direalisasi).
Prinsip akuntansi menjelaskan bahwa metode cadangan sebaiknya digunakan apabila
kerugian piutang berjumlah signifikan (material). Ada 3 hal penting yang terkandung dalam metode
ini adalah:
a. Perusahaan menaksir jumlah piutang yang diperkirakan tak tertagih. Taksiran beban ini akan
dibandingkan dengan pendapatan dari periode yang sama (periode pencatatan pendapatan)
b. Perusahaan mendebet taksiran kerugian kedalam akun Kerugian Piutang dan mengkredit
akun Cadangan Kerugian Piutang (sebuah akun kontra-aset) melalui jurnal penyesuaian yang dibuat
pada akhir setiap periode.
c. Apabila perusahaan akan menghapus piutang tertentu yang sudah tidak dapat ditagih lagi
(write off), maka jumlah yang sesungguhnya tidak dapat ditagih tersebut didebetka di akun
cadangan kerugian piutang dan jumlah yang sama dikreditkan ke akunpiutang usaha
Dasar-dasar Yang Digunakan Dalam Metode Cadangan
Untuk menaksir jumlah piutang yang tidak dapat ditagih, manajemen dapat menggunakan 2
dasar, yaitu (1) persentase dari penjualan, (2) persentase dari piutang. Dasar mana yang aka
digunakan tergantung kepada keputusan manajemen. Dalam situasi tertentu, manajemen lebih
menekankan pada penandingan pendapatan dan beban. Dalam situasi yang lain, manajemen lebih
menitikberatkan pada nilai tunai kas yang dapat direalisasi dalam neraca, seperti dalam diagram
berikut ini:
Penandingan
Surat wesel
Wesel adalah surat berharga yang berisi perintah dari si penarik (pembuat surat) kepada si
berwajib bayar untuk membayar sejumlah uang tertetu yang dibayar pada surat tersebut atau
orang lain yang ditunjuk. Dengan kata lain, wesel dapat diartikan sebagai surat perintah yang
ditulisakan oleh orang yang mepmunyai tagihan, dialamtkan kepada ornag yang berutang,
memintah agar jumlah uang yng tertulis dalam surat tersebut dibayar pada tanggalyang telah
ditetapkan, kepada orang-orag yang namanya tertulis dalam surat tersebut dibayar pada
tanggal yan telah ditetapkan, kepada orang-orang yang namanya tertulis salm surat tersebut.
Contoh surat wesel adalah sebagai berikut:
Bentuk surat wesel bisa bermacam-macam, asalkan memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat
pada pasal 100 KUHD yang memberi batasan-batasan sebagai beikut:
1. Di dalam surat wesel harus terdapat tulisan “surat wesel”
2. Surat wesel adlah perintah tak bersyarat untuk membayar uang sejumlah tertentu.
3. Disebutkan nama orang yang harus membayar.
4. Di tentukan hari jatu atau hari pembayaranya.
5. Disebutkan tempat pembayarannya.
6. Disebutkan nama orang yang di tunjukan.
7. Dicantumkan tanggal dan tempat penarikan (pembuatan) surat wesel/
8. Dibutuhi tanda tangan orang yang menarik wesel.
Beberapa hal penting yang harus dipahami, apabila kita mmbaca surat wesel adalah sebagai
berikut:
1. Misalnya: tanggal 1 juni 2010 adalah tanggal penarikannya
2. 90 hari menunjukan jangka waktu wesel. Hal ini menjukan bahwa tnaggal jatuh wesel atau
tanggal wesel tersebut harus dilunasi, adalah 90 hari sesudah tanggal 1 juni 2010
3. Martha disebut penarik wesel, sedangkan Ny.Grache disebut tertarik/
4. Bank Nusatara cabang Mapi adalah pemegang wesel
5. Sepuluh juta rupuah disebut nilai nominal wesel
6. Kata-kata “atas order” berararti bahwa bank Nusantara Cabang Mapi dapat menunjukan
pihak lain untuk melakukan penagihan pada tanggal jatuh tempo wesel.
7. Kata “harap” mengandung arti bahwa surat wesel adalah surat perintah.
Sebelum membahas ketiga hal di atas, terlebih dahulu marilah kita membahas tentang 2 hal
yang tidak dijumpai dalam piutang usaha, yaitu:
Nilai nominal wesel x Tingkat bunga per Tahun x Jangka waktu/tahun = Bunga
Tingkat bunga yang tertulis dalam surat wesel adalah tingkat bunga setahun. Factor jangka
waku dalam perhitungan di atas, dinyatakan dalam pecahan dari setahun, misalnya 3 bulan akan
ditulis menjadi 3/12. Apabila jangka waktu wesel dinyatakan dalam hari, maka factor waktu
dinyatakan dalam jumlah hari, maka dalam prhitungan bunga, jangka waktu akan dinyatakan
sebagai 60/360. Berikut adalah contoh perhitungan Bungan
Data dalam Wesel Tingkat bunga
(untuk mencatat
pengakuan piutang
wesel kepada CV
indragira)
Perusahaan mencatat piutang sebesar nilai nominalnya, yaitu nilai yang tercantum dalam
surat wesel. Pada saat ini perusahaan belum mencatat pendapatan bunga, karena prisip pengakuan
pendapatan tidak akn mengakui pendapatan hingga pendapatan tersebut diperoleh.
(untuk mencatat
pengakuan piutang
pada PT Barito)
Dalam hal wesel berbunga seperti contoh diatas, bunga wesel belum diperhitungkan saat
wesel diakui. Pendapatan bunga akan diperhitungkan pada saat perusahaan meneriman penyelesaian
wesel.
(Untuk mencatat
pengakuan piutang
wesel kepada PT
Sindoro)
Hal penting yang harus diperhatikan dalam ketiga contoh diatas adalah bahwa akun piutang
wesel selalu didebetkan (dan dikreditkan) sebesar nilai nominalnya.
4.2 Promes
Promes adalah surat janji untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu. Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) menetapkan bahwa surat promes harus memuat hal-hal
berikut:
Ditinjau dari sudut pemegang wesel atau promes, kedua surat berharga tersebut merupakan
piutang dan dicatat dalam akun Piutang Wesel, sedangkan untuk pihak yang berkewajiban untuk
membayar (tertarik), wesel dan premes merupakan utang dan dicatat dalam akun Utang Wesel.
Wesel Promes
a) Wesel adalah surat a) Promes adalah surat janji untuk
perintah untuk membayar membayar
b) Penarik dan yang b) Penarik dan yang
berkepentingan terdiri berkepentingan berada disuatu
atas 2 pihak tangan
c) Yang membuat adalah c) Yang membuat adalah pihak
pihak yang mempunyai yang berutang
piutang d) Tidak memerlukan akseptasi
d) Memerlukan akseptasi
Dari perbandingan di atas terlihat bahwa , wesel tidaklah sama dengan promes, baik dari
proses pembuatannya maupun isinya. Namun, ditinjau dari sisi akuntansi, keduanya di pandang
sama. Kedua surat tersebut merupakan bukti adanya piutang. Dalam akuntansi, piutang yang
didukung dengan bukti yang berupa surat wesel maupun promes disebut piutang wesel. Oleh krena
itu, dalam uraian selanjutnya istilah pitang wesel harus diartikan sebagai piutang yang di dukung
dengan bukti surat wesel ataupun surat promes. Wesel biasanya digunakan (1) apabila seseorang
atau perusahaan meminjam uang, (2) apabila jumlah rupiah transaksi dan jangka waktu
pinjaman/kredit melebihi batas normal, dan (3) sbagai penyelesaian piutang usaha.
Bila dibandingkan dengan piutang usaha piutang wesel mempunyai kekuatan hukum, yang
menetapkan pemegang wesel (atau promes) pada posisi yang kuat untuk menagih piutang pada
waktu yang telah ditetapkan. Seperti halnya piutang usaha, piutang wesel dengan mudahnya di
pindah tangankan (diual) kepada pihak lain.
Piutang
Piutang Wesel………………………. Rp 1.660.000,00
Piutang Usaha………………………. Rp37.510.000,00
Piutang Lain-lain……………………. Rp 6.070.000,00
Dalam laporan laba-rugi, beban kerugian piutang dilaporkan dalam kelompok beban
penjualan pada bagian operasi. Beban bunga dikelompokkan dalam biaya lain-lain, dan pendapatan
bunga dalam kelompok pendapatan lain-lain.
BAB III
SISTEM INFORMASI KEUANGAN
Banyak pertanyaan lainnya dapat dijawab oleh manajemen dengan sistem informasi akuntansi
yang efesien yang mampu menyediakan data-data yang dibutuhkan. Sistem informasi akuntansi
yang terancang-baik sangatlah bermanfaat bagi setiap jenis prusahaan.
11. AYAT JURNAL PENUTUP, Proses formal yang dipakai untuk mengurangi semua akun
nominal menjadi nol dan menetukan serta mentrasfer lab bersih atau rugi bersihke akun
ekuitas pemilik yang sudah disebut “menutup buku besar,” “menutup buku”, atau “menutup
saja”.
2.1.2 Debet dan Kredit
Istilah debet dan kredit masing-masing berarti kiri dan kanan, serta biasanya disingkat
menjadi Dr. untuk debet dan Kr. Untuk kredit. Kedua istilah ini tidak berarti peningkatan atau
penurunan, dan digunakan dalam proses pencatatan untuk menggambarkan dimana ayat jurnal
dibuat. Sebagai contoh, tindakan mencatat suatu jumlah pada sisi kiri akun mendebet akun, dan
membuat ayat jurnal disisi kanan disebut mengkredit akun. Apabila total dari kedua sisi
dibandingkan, maka sebuah akun dikatakan memiliki saldo debet jika jumlah debet melampaui
jumlah kredit. Sebaliknya, sebuah akun dikatakan memiliki saldo kredit jika jumlah kredit melebihi
jumlah debet.
Prosedur pencatatan debet pada sisi kiri dan kredit sisi kanan merupakan suatu kebiasaan
atau aturan akuntansi. Akuntansi bisa berfungsi sama baiknya jika debet dan kredit balik. Akan
tetapi, kebiasaan mendebet pada sisi kiri dan mengkredit sisi kanan telah diadopsi di A.S. aturan ini
berlaku untuk semua akun.
Kesamaan debet dan kredit menyediakan dasar bagi sistem berpasangan dalam mencatat
transaksi(kadang-kadang disebut dengan pembukuan berpasangan). Menurut sistem akuntansi
berpasangan yang digunakan secara universal, pengaruh berganda (dua-sisi) dari setiap transaksi
yang logis. Sistem ini juga menawarkan cara untukmembuktikan keakrutan dari jumlah-jumlah
yang telah dicatat. Jika setiap transaksi dicatat dengan jumlah yang sama pada sisi debet dan kredit,
maka jumlah semua debet pasti akan sama dengan jumlah semua kredit.
Saldo Normal—Debet
Akun Aktiva Saldo Normal—Kredit
Akun Kewajiban
Debet Kredit Debet Kredit
+(peningkatan) -(penurunan) +( penurunan) -( peningkatan)
Ilustrasi persamaan dasar yang diperluas serta aturan dan dampak debet/kredit.
Persamaan Dasar
Setiap kali transaksi terjadi unsur-unsur dari persamaan diatas akan berubah, tetapi
prsamaaan dasarnya tidak. Sebagai ilustarsi berikut adalah delapan transaksi yang berbeda untuk
Perez Inc.
Aktiva
kewajiban Ekuitas
+ 40.000 pemegang
saham +
40.000
2. Mengeluarkan kas sebesar $600 untuk membayar gaji sekretaris
Kewajiban – Ekuitas
aktiva pemegang
80.000
saham + 80.000
Aktiva
-16000
+16000
Ekuitas pemegang
kewajiban saham
Saham biasa dan saham ditahn dilaporkan dalam bagian ekuitas pemegang saham dari
neraca. Pendapatan dan beban dicatat didalam laporan L/R. deviden dilaporkan dalam laporan laba
ditahan. Karen adeviden, pndapatan,dan beban akan ditransfer ke laba ditahan pada akhir periode,
maka perubahan dalam sallah satu poss ini akn mempengaruhi ekuitas pemegam saham hubungan
yang berkaitan dengan ekuitas pemegang saham seperti ilustrasi berikut:
Jenis struktur kepemilikan yang dipakai perusahaan bisnis akan menetukan jenis-jenis akun
yang merupakan bagian dari ekuitas. Dalam sebuah korporasi akun-akun yang umumnya muncul
adalah saham biasa,tambahan modal setoran, dividen tambahan dan laba ditahan. Sementara
perusahaan perseorangan atau persekutuan menggunakan akun modal dan akun penarikan.
Akun modal digunakan untuk mengindikasikan investasi oleh pemilik dalam perusahaan. Akun
penarikan atau drawing digunkan untuk mengindikasikan penarikan oleh pemilik.
SISKLUS AKUNTANSI
2.2.1 Pemindahbukuan (posting)
Prosedur pertransferan ayat jurnal kea kun buku besar disebut pemindahbukuan (posting),
yang melibatkan langka-langkah berikut :
1. Dalam buku besar, catalah tanggal, halaman jurnal, dan jumlah debet yang tertera pada
jurnal ke kolom yang tepat untuk akun yang debet.
2. Pada kolom referensi jurnal, tulisla nomor akun atas jumlah debet yang diposting.
3. Dalam buku besar, catatlah tanggal, halaman jurnal, dan jumlah kredit yang tertera pada
jurnal kekolom yang tepat untuk akun yang dikredit.
4. Pada kolom referensi jurnal, tulislah nomor akun atas jumlah kredit yang diposting.
JURNAL UMUM
TANGGAL JUDUL AKUN DAN KETERANGAN REF DEBET KREDIT
1-Sep-07 Kas 101 15000
Saham biasa 311 15000
(menerbitkan saham dengan tunai)
BUKU BESAR
Kas
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
1-Sep-07 JU 1 15000 15000
Saham
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
5. 1-Sep-07 JU1 15000 15000
Ilustrasi 3-8 menggambarkan ke empat langkah tersebut, dengan menggunakan ayat jurnal
pertama dari softbite, inc. ilustrasi ini menunjukan akun-akun buku besar dalam bentuk akun
standar (standar account form). Beberapa perusahaan menyebutkan sebagai bentuk akun tiga
kolom (three collumm form of account) karena memiliki tiga kolom uang –debet. Kredit, dan saldo.
Saldo akun ditentukan setelah setiap transaksi dipindahbukukan. Ruang keterangan dan kolom
referensi memberikan informasi khusus tentang transaksi. Angka-angka didalam kotak
mengindikasikan urutan langkah-langkahnya.
Angka-angka dalam kurung “ref” jurnal umum menunjukkan akun buku besardi mana
perushaan akan memposting setiap pos. sebagai contoh, “101” yang ditempatkan disebelah kanan
“kas” mengindikasikan bahwa perusahaan telah mempoating pos senilai $15,000 ke akun No. 101
dalam buku besar.
Pemindahbukuan atau psoting dari jurnal umum dianggap selesai apabila semua angka
referensi posting telah dicatat disebelah judul-judul akun yang terdapat dalam jurnal. Jadi, angka
referensi memiliki fungsi : (1) untuk mengindikasikan nomor akun buku besar dari akun terkait, dan
(2) untuk mengindikasikan bahwa posting telah diselesaikan untuk item tertentu. Setiap perusahaan
bisinis menggunakan system penomoran sendiri untuk akun buku besarnya. Umumnya, akun aktiva
dinomori lebih dulu, lalu diikuti oleh akiun kewajiban, ekuitas pemilik, pendapatan, dan beban.
Berbagai akun buku besar yang ditunjukkan dalam ilustrasi 3-8 telah melalui proses posting.
Sumber dari data yang ditransfer kea kun buku besar diindikasikan oleh referensi JU1 (jurnal
umum, halaman 1).contoh yang diperluas. Untuk menunjukkan contph yang diperluas tentang
langkah-langkah dasar dalam proses pencatatan, kita digunakan transaksi pionner advertising
agency. Pada bulan oktober, dengan periode satu bulan. Ilustrasi 3-9 sampai 3-18 menunjukkan ayat
jurnal dan posting setiap transaksi. Untuk menyederhanakan , gunakan bentuk akun T ketimbang
bentuk akun standar. Pelajarilah analasis transaksi dengan seksama.
Tujuan analisis transaksi adalah untuk (1) mengindetifikasi jenis akun yang terkait, dan (2)
menetukan apakah diperlukan debit atau kredit. Anda harus selalu melakukan analisis jenis ini
sebelum membuat ayat jurnal. Hal ini akan membantu anda memahami ayat jurnal yang dibahas
dalam bab ini serta ayat jurnal yang lebih kompleks pada bab-bab selanjutnya. Ingatlah bahwa
setiap ayat jurnal mempengaruhi satu atau lebih pos-pos berikut : aktiva, kewajiban, ekuitas
pemegang saham, pendapatan, atau beban.
1. 1 Oktober: pemegang saham menginvestasikan kas sebesar $100.000 dalam sebuah perusahaan
periklanan yang dikenal sebagai pionner advertising agency inc.
Ayat Okt. 1 Kas 101 100.000
jurnal Saham biasa 311 100.000
(menerbitkan saham dengan
tunai
2. 1 Oktober pionner advertising membeli peralatan kantor senilai $50.000 dengan menanda
tangani wesel bayar tiga bulan, 12% senilai $50.000.
3. 2 Oktober: Pionner Advertising menerima uang muka sebesar $12.000 tunai dari R. Knox,
kliennya, untuk jasa periklanan yang diharapkan akan selesai pada 31 desember.
4. 3 Oktober: pionner advertising membayar sewa kantor secara tunai untuk bulan oktober sebesar
$9.000.
Ayat Okt, 3 Beban sewa 729 9.000
Jurnal Kas 101 9.000
(Mebayar sewa bulan oktober)
5. 4 Oktober: pionner Advertising membayar polis asuransi sebesar $6.000 yang akan jatuh tempo
tahun depan pada 30 September.
Ayat Okt, 4 Asuransi Dibayar Dimuka 130 6.000
Jurnal Kas 101 6.000
(Membayar polis satu tahun: yang
efeltif pada 1 Oktober)
7. 9 Oktober: Pionner Advertising menandatangani kontrak dengan Koran lokal untuk membuat
pamflet iklan yang akan dibagikan mulai minggu terakhir bulan November. Pionner akan
memulai menggarap isi pamflet di bulan November. Pembayaran sebesar $7.000 jatuh tempo
pada saat pengiriman Koran minggu yang berisis pamflet.
Tidak ada transaksi bisnis yang terjadi. Satu-satunya hal yang terjadi adalah perjanjian antara
Pionner dan penerbit Koran atas jasa yang akan diberikan di bulan November. Karena itu, tidak
ada ayat jurnal yang diperlukan di bulan oktober.
ILUSTRASI 3-15 Menandatangani Kontrak
8. 20 Oktober: Dewan Direksi Pionner Advertising mengumumkan dan membayar dividen tunai
sebesar $5.000 kepada pemegang saham.
Ayat Okt, Deviden 332 5.000
Jurnal 20 Kas 101 5.000
(Mengumumkan dan membayar
dividen tunai)
9. 26 Oktober: Pionner advertising membayar gaji karyawan secara tunai. Karyawan dibayar sekali
dalam sebulan, setiap 4 minggu. Total gaji yang dibayarkan adalah $10.00 per minggu, atau
$2.000 per hari. Dibulan Oktober, periode pembayaran dimulai pada senin tanggal 1 Oktober.
Akibatnya, periode pembayaran berakhir pada hari jumat tanggal 26 Oktober, dengan
pembayaran gaji sebesar $40.000.
Ayat Okt, Beban Gaji 726 40.000
Jurnal 20 Kas 101 40.000
(Membayar gaji karyawan)
10. 31 Oktober: Pionner Advertising menerima kas sebesar $28.000 dan menagih Copa company
sebesar $72.000 atas jasa periklanan senilai $100.000 di Bulan Oktober.
Tujuan utama dari neraca saldo aadalah untuk membuktikan kesamaan matematis dari debet
dan kredit setelah posting dilakukan. Berdasarkan system berpasangan, kesamaan ini akan
terjadi apabila jumlah saldo debet sama dengan kesalahaan dalam pembuatan ayat jurnal dan
posting, disamping bermanfaat untuk menyusun laporan keuangan. Prosedur pembuatan neraca
saldo adalah:
Neraca saldo yang dibuat dari buku besar Pionner Advertising Agency Inc. disajikan sebagai
berikut ini 3-19. Perhatikan bahwa total debet sebesar $287.000 sama dengan total kredit
$287.000. kadang-kadang neraca saldo juga menampilkan nomor0nomor akun yang ditempatkan
dikolom sebelah kiri judul akun.
A. Neraca saldo tidak membuktikan bahwa semua transaski telah dicatat atau buku besar
telah benar.
Berbagai kesalahan masih mungkin ada sekalipun kedua kolom neraca saldo telah usai. Sebagai
contoh, neraca saldo mungkin saja terlihat seimbang sekalipun (1) sebuah transaksi belum
dicatat, (2) ayat jurnal yang tepat belum dipindahkan , (3) suatu ayat jurnal dipindahkan dua
kali, (4) akun-akun yang salah digunakan dalam pembuatan yat jurnal atau posting, (5)
kesalahan yang saling menghilangkan telah dibuat dalam mencatat jumlah transaksi dengan kata
lain, sepanjang saldo debet dan kredit yang dipindahkan sama, walaupun kea kun atau dengan
jumlah yang salah, namun total debet akan sama dengan total kredit.
B. Ayat Jurnal Penyesuaian
Agar pendapatan perusahaan, seperti McDonald’s, dicatat pada periode dimana pendapatan itu
dihasilkan dan agar beban dicatat pada periode terjadinya, maka McDonald’s membuat ayat
jurnal penyesuaian pada akhir periode akuntansi. Singkanya, penyesuaian diperlukan untuk
memastikan bahwa McDonald’s mematuhi prinsip-prinsip pengakuan pendapatan dan
penandingan.
1. Beberapa kejadian tidak dijurnal secara harian karena tidak efektif. Contohnya adalah
pemkaian perlengkapan kecil dan upah periodic karyawan
2. Beberapa biaya tidak dijurnal selama [eriode akuntansi karena biaya-biaya ini akan jatuh
tempo seiring dengan berlalunya waktu, bukan sebagai hasil dari transaksi harian.
Contohnya adalah memburuknya kondisi bangunan atau peralatan biaya asuransi dan sewa.
3. Beberapa item mungkin belum di bayar.Contohnya adalah Tagihan listrik yang belum akan
di terima sampai periode akuntansi berikutnya.
Seperti telah di bahas sebelumnya, pembayaran dimuka bias berbentuk beban dibayar dimuka
atau pendapatan yeng belum di hasilkan.Ayat jurnal penyesuaian untuk pembayaran dimuka atau
pendapatan yang belum di hasilkan. Ayat jurnal penyusaian untuk pembayaraan di muka diperlukan
pada tanggal laporan keuangan untuk mencatat begian pembayaraan di muka yang merupakan
beban yang terjadi atau pendapatan yang dihasilkan dalam priode akutasi yang berjalan.
Apabila perusahan tidak membuat penyusaian terhadap pembayaraan di muka, maka aktiva
dann kewajiban akan di tetapkan terlaru tinggi dan beban serta pendapatan terkait akan di tetapkan
terlaru rendah. Sebagai contoh, dalam rencana saldo pioneer ( ilustrasi3-19), saldo akun
perlengkapan iklan hanya memperlihatkan perlengkapan yang sudah di beli. Saldo ini tentu saja di
tetapkan terlaru tinggi ; sementara akun beban yang berhubungan, yaitu beban perlengkapan, akan
di tetapkan terlaru rendah karena biaya perlengkapan yang telah digunakan belum diakui. Jadi, ayat
jurnal penyusaian untuk pembayaraan di muka akan menurunkan akun neraca dan menaikan akun
laporan laba rugi. Pengaruh ayat jurnal penyusaian untuk pembayaraan di muka akan di tunjukan
secara grafis dan ilustrasi 3-21
JURNAL UMUM
TANGGAL JUDUL AKUN DAN KETERANGAN REF DEBET KREDIT
1-Sep-07 Kas 101 15000
Saham biasa 311 15000
(menerbitkan saham dengan tunai)
BUKU BESAR
Kas
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
1-Sep-07 JU 1 15000 15000
Saham
TANGGAL KETERANGAN REF DEBET KREDIT SALDO
1-Sep-07 JU1 15000 15000
Beban yang di bayar secara tunai dan di catat sebagai aktiva sebelum di gunakan atau di
komsumsi, di identivikasi, sebagai beban di bayar di muka. Apaabila biaya yang telah terjadi,
maka akun aktiva akan di debet untuk memperlihatkan jasa atau manfaat yang akan di terima di
maa depan. Pembayaran di muka biasanya berhubungan dengan asuransi, perlengkapan,iklan,dan
sewa. Selain itu, pembayraan di muka juga di lakukan ketika bangunan dan perlaratan di beli Beban
di bayar di muka akan jatuh tempo baik karena berlarunya waktu ( misalnya, sewa dan
asuransi) ataupun karna pemakaian dan komsumsi ( misalnya, perlengkapan) jatuh temp ini biaya
biaya ini tidak memerlukan ayat jurnal harian yang berulang ulang, karena hal ini tidak perlu dan
tidak praktis. Karena itu, perusahaan seperti Wal greens, biasanya menunda pengakuan atas biaya
biaya ini sampe laporan keuangan di buat. Pada setiap tanggal laporan, ayat jurnal penyesuaian
dibuat Walgreens unutk mencatat beban yang dikeluarkan selama periode akuntansi berjalan dan
untuk mempertlihatkan biaya yang belum jatuh tempo dalam akun aktiva.
Sebelum penyesuaian, aktiva akan ditetapkan terlalu tinggi dan beban ditetapkan terlalu
rendah. Jadi, ayat jurnal penyeseuaian untuk beban dibayar dimuka akan berupa debet pada akun
beban dan kredit pada akun aktiva.
Perlengkapan. Berbagai jenis perlengkapan yang berbeda telah digunakan oleh perusahaan
bisnis. Sebagai contoh,sebuah kantor akuntan mungkin memiliki perlengkapan kantor seperti
stasioneri, amplop, dan kertas akuntansi. Sebaliknya, sebuah biro iklan bias memiliki perlengkapan
iklan seperti kertas grafis, film video, dan jertas poster. Perlengkapan biasanya di debet kea kun
aktiva pada saat dibeli. Penggakuan atas perlengkapan yang digunakan akan dituda sampai proses
penyesuaian dilakukan, yaitu ketika dilakukan perhitungan fisik atas perlengkapan. Selisih antara
saldo akun perlengkapan (aktiva) dengan biaya perlengkapan ditangan mencerminkan perlengkapan
yang telah digunakan (beban) selama periode berjalan.
Sebagai contoh, pionner advertising agency (lihat ilustrasi 3-19) membeli perlengkapan
iklam seharga $25.000 pada tanggal 5 Oktober. Perushaan lalu mendebet akun perlengkapan iklan,
dan akun ini memiliki saldo sebesar $25.000 dalam neraca saldo per 31 Oktober. Perhitungan fisik
pada persediaan pada tanggal 31 Oktober menemukan bahwa nilai perlengkapan yang masih
ditangan adalah $10.000. Jadi, biaya perlengkapan yang telah digunakan adalah $15.000 ($25.000-
$10.000)
31 Okt
Setelah ayat jurnal penyesuaian dipindahkan ke buku besar, akun perlengkapan iklan dan
beban perlengkapan iklan dalam akun bentuk T akan terlihat sebagai berikut:
Akun aktiva, yaitu perlengkapan iklan, sekarang memperlihatkan saldo sebesar $100.000,
yang setara dengan biaya perlengkapan ditangan pada tanggal laporan. Selain itu, beban
perlengkapan iklan juga memperlihatkan saldo sebesar $15.000, yang setara dengan biaya
perlengkapan yang telah digunakan selama bulan Oktober. Jika ayat jurnal penyesuaian tidak
dibuat, maka beban bulan oktober akan ditetapkan terlalu rendah dan laba bersih ditetapkan
terlalu tinggi sebesar $15.000. selain iti, baik aktiva maupun ekuitas pemilik akan ditetapka
terlalu tinggi sebesar $15.000 pada neraca per 31 Oktober.
Asuransi. Sebagaian besar perusahaan memiliki asuransi kebakaran dan pencurian barang
dagang serta peralatan, asuransi kewajiban pribadi untuk kecelakaan dialami konsumen, da asuransi
mobil untuk mobil serta truck perusahaan. Biaya perlindungan asuransi dicerminkan oleh
pembayaran premi asuransi. Jangka waktu dan cakupan perlindungan dijelaskann dalam polis
asuransi. Jangka waktu minimal biasanya 1 tahun, tetapi ada juga polis yang berjangka waktu 3-5
tahun dan menawarkan premi tahunan yang lebih murah. Premi asuransi.
Umumnya didebet ke akun aktiva, Ansuransi Dibayar di Muka, ketika dibayarkan Pada
tanggal laporan keuangan, perusahaan perlu mendebet Beban Ansuransi dan mengkredit Ansuransi
Dibayar di muka untuk mencatat biaya ansuransi yang telah jatuh tempo selama periode
bersangkutan.
Sebagai contoh, pada tanggal 4 Oktober, power advertising Agency Inc. membayar $6.000
untuk polis asuransi kebakaran berjangka satu tahun. Tanggal perlindungan efektifnya adalah 1
Oktober, Premi ini telath dicatat pada asuransi Dibayar di muka ketika dibayarkan dan akun ini
masih memperlihatkan saldo sebesar $6.000 dalam neraca saldo per 31 oktober. Analisis atas polis
ini menunjukan bahwa sebesar $500 ($6.000 + 12) dari premi asuransi jatuh tempo setiap bulannya
jadi, perusahaan membuat ayat junal penyesuaian berikut:
31 Okt.
Setelah ayat jurnal penyesuaian dipindahkan ke buku besar, akun-akun terlihat sebagai berikut:
Akun asuransi Dibayarkan di Muka kini memperlihatkan saldo sebesar $5.500, yang
merupakan biaya asuransi yang belum jatuh tempo dan akan berlaku untuk 11 bulan berikutnhya.
Pada saat yang sama, saldo Beban Asuransi yang telah jatuh tempo selama bulan Oktober. Jika
ayat junal penyusaian ini tidak dibuat, maka beban bualm Oktober akan ditetapkan terlalu
rendah sebesar $500 dan laba bersih akan ditetapkan terlalu tinggi sebesar $500. Selain itu,
baik aktiva maupun ekuitas pemilik juga akan di tetapkam terlalu tinggi sebesar $500 pada
neraca per 31 Oktober.
Penyusutan. Sebuah perusahaan bisnis, seperti caterpillar atau Boeing biasanya mempunyai
beragam fasilitaas produktif seperti bnagunan, peralatan, dan mobil. Aktiva-aktiva ini menyediakan
jasa selama lebih dari satu tahun yang biasa disebut dengan masa manfaat (userful live). Karena
Caterpillar, misalnya, mengharapkan aktiva seperti bangunan memberikan manfaat selama beberapa
tahun, maka Caterpillar mencatat banguanan sebagai aktiva, bukan sebagai beban, pada saat dibeli.
Pencatatan ini dilakukan pada biaya atau harga perolehan, seperti yang diharuskam oleh prinsip
biaya.
Menurut prinsip penandingan , sebagian biaya aktiva jangka panjang harus dilaporkan oleh
Caterpillar sebagai beban selama setiap periode masa manfaatnya. Penyusutan (depreciation) adlah
proses pengalokasian biaya aktiva menjadi beban sepanjang umur manfaatnya secara rasional dan
sistematis.
Kebutuhan akan penyesuaian penyusutan. Dari sudut pandang GAAP, pembelian fasilitas
produktif pada dasarnya dipandang sebagai pembayaran di muka jangka panjang atas manfaat yang
akan diterima. Karena itu, kebutuhan untuk membuat ayat jurnal penyesuaian periodik atas
penyusutan sama dengan kebutuhan untuk menyesuaikan beban dibayar di muka lainnya yang telah
dijelaskan sebelumnya; yaitu, untuk mengakui biaya yang telah jatuh tempo (beban) selama periode
berjalan dan untuk mengakui biaya yang telah jatuh tempo (beban) selama periode berjalan dan
untuk mencatat biaya yang belum jatuh tempo (aktiva) pada akhir periode. Penyebab utama
penyusutan fasilitas produktif adalah pemakaian aktual, kerusakan dan keuangan sebagai contoh
pada waktu Caterpillar membeli aktiva pengaruh faktor-faktor tersebut tidak diketahui secara pasti
sehingga harus diestimasi. Jadi, anda harus mengakui penyusutan merupakan suatu estimasi,
bukan pengukuran aktual atas biaya yang telah jatuh tempo.
Prosedur umum yang dipakai Caterpillar dalam menghitung beban penyusutan adalah
membagi biaya aktiva sepanjang masa manfaatnya. Sebagai contoh, jika Caterpillar membeli
peralatan dengan harga $10.000 dan memiliki masa manfaat 10 tahun, maka penyusutan tahunannya
adalah $1.000. Bagi Pionoer adversiting penyusutan peralatan kantor diestimasi sebesar $4.800
setahun (harga perolehan sebesar $50.000 dikurangi nilai sisa $2.000 dibagi dengan masa manfaat
10 tahun atau $400 per bulan. Karena itu, penyusutan bulan Oktober diakui dengan ayat jurnal
penyesuaian berikut:
31 Okt.
Setelah ayat jurnal penyusutan dipindahkan ke buku besar, akun akan terlihat sebagi berikut:
Peralatan Kantor
1/10 50.000
Saldo akun akumulasi penyusutan akan meningkat sebesar $400 tiap bulan. Jadi, setelah
membuat jurnal dan memosting ayat jurnal penyesuain pada tanggal 30 November, saldo akun
akumulasi penyusutan akan menjadi $800.
Selisih antara biaya setiap aktiva yang dapat disusutkan dengan akumulasi penyusutan yang
berhubungan disebut sebagai nilai buku (book value) aktiva. Dalam Ilustrasi 3-25, nilai buku
peralatan pada tanggal laporan keuangan. Dalam neraca adalah $49.600. Jadi, perhatikan bahwa
nilai buku dan nilai pasar aktiva biasanya berbeda. Perbedaan ini muncul karena penyusutan
bukanlah cara untuk menilai aktiva melaikan suatu lokasi biaya. Perhatiakan juga bahwa beban
penyusutan mencerminkan porsi biaya aktiva yang jatuh tempo pada bulan Oktober. Seperti halnya
penyesuaian untuk biaya dibayar di muka, kelalaian membuat ayat jurnal penyesuaian untuk
penyusutan akan menyebabkan total aktiva, total ekuitas, pemilik, dan laba bersih akan ditetapkan
terlalu tinggi dan beban penyusutan akan ditetapkan terlalu rendah.
Perusahaan akan mencatat beban penyusutan untuk setiap jenis peralatan, seperti peralatan
pengirim atau peralatan pengiriman atau peralatan took, dan untuk semua bangunan yang
dimilikinya. Perusahaan juga akan membentuk akun akumulasi penyusutan yang terpisah untuk
masing-masing jenis aktiva jangka panjang. Seperti Akumulasi Penyusutan – Peralatan Pengiriman
; Akumulasi Penyusutan – Peralatan Kantor; dan Akumulasi Penyusutan – Bangunan.
Pendapatan yang diterima dalam bentuk kas dan dicacat sebagai kewajiban sebagai kewajiban
sebelum dihasilkan dinamakan dengan pendapatan yang belum dihasilkan (uncarned rebentues)
Item-item seperti sewa langganan majalah, dan deposito pelanggan untuk jasa yang akan dilakukan
mungkin merupakan pendapatan yang belum dihasilkan. Maskapai penerbangan seperti Northwest,
American, dan Southwest, memperlukan penerimaan dari penjualan tiket sebagai pendapatan
yang belum dihasilkan sampai penumpangnya diangkut ke twmpat tujuan. Biaya kuliah yang
diterima sebelum dimulainya mas perkuliahan merupakan contoh lain dari pendapatan yang belum
dihasilkan. Sebetulnya pendapatan belum dihasilkan dalam pembukuan sebuah perusahaan mungkin
merupakan pembayaran dimuka dalam pembukuan perusahaan lainnya. Sebagai contoh, jika
menggunakan periode akuntansi yang identik, maka seorang pemilik gedung akan memiliki biaya
sewa dibayar di muka.
Apabila pembayaran di terima oleh sebuah perusahaan seperti Intel, untuk jasa yang akan di
sediakan di periode akuntansi berikutnya, maka akun pendapatan yang belum di hasilkan
(kewajiban) harus dikreditkan untuk mengakui kewajiban yang muncul. Pendapatan yang belum
dihasilkan akan diterima apabila jasa telah diberikan kepada konsumen. Selama periode akuntansi
merupakan hal yang tidak praktis membuat ayat jurnal harian yang berulang-ulang untuk mencatat
pendapatan yang telah dihasilkan. Dalam kasus semacam ini, Intel menunda pengakuan pendapatan
yang telah dihasilkan kewajiban yang masih tersisa. Dalam kasus tertentu, kewajiban akan di
tetapkan terlalu tinggi sementara pendapatan akan akan ditetapkan terlalu rendah sebelum
penyesuaian dilakukan. Jadi,ayat jurnal penyesuaian bagi pendapatan yang belum dihasilkan
akan berupa debet (penurunan) pada akun kewajiban dan kredit (kenaikan) pada akun
pendapatan.
Sebagai contoh Pioneer Advertising menerima $12.000 pada tanggal 2 Oktober dari R.
Knox sebagai pembayaran atas jasa iklan yang akan diselesaikan pada tanggal 31 Desember,
Pembayaran ini di kredit ke kaun Pendapatan jasa yang Belum Dihasilkan, dan akun ini
memperlihatkan saldo sebesar $12.000 saldo neraca saldo per 31 Oktober. Analisis yang dilakukan
mengungkapkan sebesar $4.000 dari jasa ini telah dihasilkan pada bulan Oktober, sehingga
membuat ayat jurnal penyesuaian berikut:
31 Okt.
Pendapatan Jasa yang Belum Dihasilkan 400
Pendapatan Jasa 400
Setelah ayat jurnal ini dipindahkan ke buku besar, akun-akunnya akan terlihat sebagai berikut:
Akun kewajiaban, yaitu Pendapatan Jasa Pendapatan Jasa yang belum Dihasilkan kini
memperlihatkan saldo sebesar $8.000, yang mencerminkan sisa jasa iklan yang masih harus di
sediakan di masa depan. Pada saat yang sama, pendapatan Jasa memperlihatkan total pendapatan
yang dihasilkan pada bualn Oktober sebesar $104.000. Jika penyesuaian ini tidak di bjuat, maka
pendapatan dan laba bersih akan ditetapkan terlalu rendah sebesar $4.000 dalam laporan
laba-rugi. Selain itu, kewajiban akan ditetapkan terlalu tinggi dan ekuitas pemilik akan
ditetapkan terlalu rendah sebesar $4.000 pada neraca per 31 Oktober.
Kategori ayat jurnal penhyesuaian kedua adalah akrual (accruals). Ayat jurnal penyesuaian
untuk akrual diperlukan untuk mencatat pendaptan yang telah diselesaikan dan beaban yang telah
terjadi tetapi belum tercatat dalam periode akuntansi berjalan.
Tanpa penyesuaian akrual, maka akun pendapatan (dan akun aktiva yang berhubungan) atau
akun beban (serta akun kewajiban yang berhubungan) akan ditetapkan terlalu rendah. Jadi, ayat
jurnal penyesuaian untuk akrual akan menaikkan akun neraca dan akun laporan laba – rugi.
Ayat jurnal penyesuaian untuk akrual diperlihatkan dalam Ilustrasi 3-27.
AYAT JURNAL PENYESUAIAN
Pendapatan Aktual
Aktiva Pendapatan
Beban Akun
Beban Kewajiban
Ayat jurnal Ayat jurnal
penyesuaian penyesuaian
debet (+) kredit (+)
Pendapatan Akrual. Pendepatan yang telah dihasilkan tetapi belum diterima dalam bentuk
kas atau dicatat pada tanggal laporan keuangan disebut pendapatan akrual (acccrued revenues).
Pendapatan akrual dapat terakumulasi (menjadi hak perusahaan) seiring dengan berlalunya waktu,
seperti dalam hal pendapatan bunga dan sewa. Pendapatan bunga atau sewa belum dicatat karena
penghasilan bunga dan sewa.
Ayat jurnal penyesuaian akan diperlukan untuk memperlihatkan piutang yang timbul pada
tanggal neracadan untuk mencatat pendapatan yang telah dihasilkan selama periode berjalan.
Sebelum penyesuaian dilakukan , baik aktiva maupun pendapatan masih ditetapkan terlalu rendah.
Untuk itu, AJP untuk pendapatan akrual akan berupa debet (menaikkan) pada akun aktiva dan
kredit (menaikkan) pada akun pendapatan.
Selama bulan oktober, Pioneer Advertising Agency telah menghasilkan $2.000 untuk jasa
iklan yang belum ditagih dari klien-klien sebelum tanggal 31 Oktober. Karena belum ditagih , jasa-
jasa ini belum dicatat. Jadi, perusahaan harus membuat ayat jurnal berikut :
31 Okt
Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan kebuku besar, akun piutang dan pendapatan
jasa akan terlihat sebagai berikut :
Akun aktiva, yaitu Piutang Usaha, memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki piutang
sebesar $74.000 pada tanggal neraca. Saldo sebesar $106.000 pada akun pendapatan jasa
mencerminkan total pendapatan jasa yang dihasilkan selama bulan oktober ($100.000 + $4.000 +
$2.000). Jika ayat jurnal penyesuaian tidak dibuat, maka aktiva dan ekuitas pemilik dalam
neraca, serta pendapatan dan laba operasi daalam laporan laba rugi , akan ditetapkan terlalu
rendah.
Beban akrual. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beban ini telah terjadi tetapi belum
dibayar atau dicatat pada tanggal laporan keuangan disebut sebagai beban akrual(accrued
expenses), seperti bunga sewa pajak dan gaji. Beban akrual bisa muncul karena penyebab yang
sama seperti pendapatan akrual. Dalam kenyataanya, beban akrual dalam pembukuan sebuah
perusahaan mungkin merupakan pendapatan akrual dalam pembukuan perusahaan lainnya. Sebagai
contoh, pendapatan akrual sebesar $2.000 dalam pembukuan pioneer advertising adalah beban
akrual dalam pembukuan klien yang menerima jasa pionner.
Jika ayat jurnal penyesuaian tidak dibuat, maka aktiva dan ekuitas pemilik dalam neraca,
serta pendapatan dan laba operasi daalam laporan laba rugi , akan ditetapkan terlalu rendah.
Beban akrual. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beban ini telah terjadi tetapi belum
dibayar atau dicatat pada tanggal laporan keuangan disebut sebagai beban akrual(accrued expenses),
seperti bunga sewa pajak dan gaji. Beban akrual bisa muncul karena penyebab yang sama seperti
pendapatan akrual. Dalam kenyataanya, beban akrual dalam pembukuan sebuah perusahaan
mungkin merupakan pendapatan akrual dalam pembukuan perusahaan lainnya. Sebagai contoh,
pendapatan akrual sebesar $2.000 dalam pembukuan pioneer advertising adalah beban akrual
dalam pembukuan klien yang menerima jasa pionner.
Nilai suku jangka = bunga
Nominal x bunga x waktu
wesel tahunan satu
tahun
Ayat jurnal penyesuaian untuk beban akrual per 31 Oktober adalah sebagai berikut:
31 Oktober
Beban Bunga 500
Utang Bunga 500
(mencatat bunga wesel bayar)
Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan ke buku kas besar, akun Beban Bunga dan
Utang Bunga akan dibayar sebagai berikut:
Beban Bunga mencerminkan bunga yang telah jatuh tempo untuk bulan oktober.Jumlah
bunga yang terutang pada tanggal laporan keuangan ditinjukkan oleh akun Utang Bunga. Bunga ini
akan dibayarkan sampai wesel jatuh tempo pada akhir bulan ketiga. Akun Utang Bunga, bukan
mengkredit Wesel Bayar secara langsung, yang akan digunakan untuk mengungkap dua jenis
kewajiban (yaitu bunga dan pokok utang) dalam laporan keuangan. Jika ayat jurnal penyesuaian
ini belum dibuat , maka kewajiban dan beban bunga akan ditetapkan terlalu rendah, dan
laba bersih serta ekuitas pemilik akan ditetapkan terlalu tinggi.
Gaji Akrual. Beberapa jenis beban, seperti gaji dan komisi karyawan, akan dibayarkan
setelah jasa diberikan. Pada Pioneer Advertising, pembayaran gaji terakhir terjadi pada tanggal 26
Oktober ; sementara tanggal berikutnya adalah tanggal 23 November. Seperti ditunjukkan dalam
kalender yang disajikan dibawah ini, masih ada tiga hari kerja yang belum digaji [ada bulan
Oktober (29 sampai 31 Oktober).
Pada tanggal 31 Oktober, gaji untuk ketiga hari ini merupakan beban akrual dan kewajiban
yang berkaitan dengan Poineer Advertising. Para karyawan akan menerima total gaji sebesar
$10.000 untuk lima-hari kerja dalam seminggu atau $2.000 per hari. Jadi jumlah gaji akrual pada
tanggal 31 Oktober adalah $6.000($2.000 x 3), dan ayat jurnal penyesuaian adalah:
31 Okt
Beban Gaji 6.000
Utang Gaji 6.000
(mencatat gaji akrual)
Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan ke buku besar, akun Beban Gaji dan Utang
akan terlihat sebagai berikut:
Setelah penyesuaian ini dilakukan, saldo Beban Gaji sebesar $46.000(23 hari x $2.000)
adalah beban gaji actual untuk bulan Oktober. Sementara saldo akun Utang Gaji adalah sebesar
$6.000 adalah jumlah kewajiban gaji yang terutang pada tanggal 31 Oktober. Jika penyesuaian
sebesar $6.000 untuk gaji tidak dicatat, maka beban Pioneer akan ditetapkan terlalu renda
sebesar $6.000, dan kewajibannya juga akan ditetapkan terlalu rendah sebesar $6.000.
Pada Poineer Advertising, gaji dibayar setiap empat minggu. Akibatnya, hari gajian
berikutnya adalah tanggal 23 November, ketika total gaji $40.000 akan dibayarkan. Pembayaran ini
terdiri dari utang gaji sebesar $6.000 pada tanggal 31 Oktober ditambah beban gaji untuk 17 hari-
kerja bulan November (seperti yang ditunjukkan oleh kalender ) sebesar $34.000. Karena itu,
Poineer akan membuat ayat jurnal berikut pada tanggal 23 November:
23 Nov
Utang Gaji 6.000
Beban Gaji 34.000
Kas 40.000
(untuk mencatat pembayaran gaji tanggal 9 Nivember)
Ayat jurnal ini meneliminasi kewajiban Utang Gaji yang telah dicatat pada ayat jurnal
penyesuaian per 31 Oktober dan mencatat jumlah Beban Gaji yang tepat untuk periode antara 1
november dan 23 November.
Piutang Tak Tertagih. Penandingan antara pendapatan dengan beban secara tepat akan
memerlukan pencatatan piutang ragu-ragu atau piutang tak tertagih(bad debt) sebagai beban pada
periode pendapatan itu dihasilkan, bukan pada periode piutang atau wesel dihapuskan.Di sini,
penilaian saldo piutang secara tepat mengharuskan pengakuan piutang yang diperkirakan tidak akan
tertagih. Penandingan dan penilaian piutang secara tepat memerlukan ayat jurnal penyesuaian.
Pada akhir setiap periode akuntansi, perusahaan seperti General Mills harus membuat
estimasi tenang jumlah pendapatan(piutang) periode berjalan yang tidak akan tertagih di masa
depan. Estimasi ini di dasarkan pada atas jumlah piutang tak tertagih yang dialami masa lalu,
kondisi ekonomi secara umum, berapa lama piutang lama telah jatuh tempo, dan faktor-faktor
lainnya yang mengindikasikan unsur-unsur ktidaktertagihan. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa,
berdasarkan pengalaman,estimasi yang masuk akal atas beban piutang tak tertagih untuk bulan
Oktober adalah $1.600.
Ayat jurnal penyesuaian yang harus dibuat adalah:
31 Okt
Beban Piutang Tak Tertagih 1.600
Penyisihan Piutang Tak Tertagih 1.600
(untuk mencatat beban piutang tak tertagih bulanan)
Setelah ayat jurnal penyesuaian ini dipindahkan ke buku besar, akun-akun di atas akan
terlihat sebagai berikut:
Piutang Usaha
1/10 72.000
31/10 penyesuaian
2.000
Penyisihan Piutang Tak Tertagih Beban Piutang Tak Tertagih
31/10 Penyesuaian 1.600 31/10 Penyesuaian 1.600
Perusahaan sering kali menyatakan piutang tak tertagih sebagai persentase dari pendapatan
piutang untuk periode berjalan. Atau Perusahaan dapat menghitung piutang tak tertagih dengan
menyesuaikan Penyisihan untuk Piutang Tak Tertagih pada persentase tertentu dari piutang usaha
dagang dan wesel tagih dagang pada akhir periode.
Neraca Saldo yang Telah Disesuaikan, setelah semua ayat jurnal penyesuaian dibuat dan
diposting, neraca saldo berikutnya lalu dibuat dari akun-akun buku besar. Neraca saldo ini
dinamakan dengan neraca saldo yang telah disesuaikan (adjusted trial balance). Neraca saldo ini
memperlihatkan saldo dari semua akun, termasuk akun-akun yang telah disesuaikan, pada akhir
periode akuntansi. Jadi tujuan neraca saldo yang telah diselesaikan adalah untuk memperlihatkan
pengaruh dari semua kejadian keuangan yang telah terjadi selama periode akuntansi.
Pendapatan :
Pendapatan Jasa 106.000
Beban :
Beban Gaji 46.000
Beban Perlengkapan Iklan 15.000
Beban Sewa 9.000
Beban Asuransi 500
Beban Bunga 500
Beban Penyusutan 400
Beban Piutang Tak Tertagih 1600
Total Beban 73.000 -
Laba Bersih 33.000
Seperti ditnjukan dala ilustrasi 3-34 pionner mulai menyusun laporan laba rugi dari akun-akun
pendapatan dan beban .setelah itu , laporan laba rugi dari akun’’pendapatan dan beban. Laporan
laba ditahan dapat disusun dari akunlaba ditahan dan dividen , serta laba bersih (atau rugi
bersih)yang ditunjukan dalam laporan laba rugi . kemudian seperti ditnjukan pada ilustrasi 3-35 .
Pionner menyusun neraca dari akun’ aktiva dan kewajiban , akun saham biasa dan saldo akhir laba
ditahan seperti yang dilaporkan dalam laporan laba ditahan.
Jurnal Umum
Tanggal Judul Akun dan Keuangan Debet Kredit
Ayat Jurnal Penutup (1)
Okt. 31 Pendapatan Jasa 106.000
Ikhtisar Laba Rugi 106.000
Untuk Menutup Akun
Pendapatan (2)
31 Ikhtisar Laba Rugi 73.000
Beban PerlengkapanIklan 15.000
Beban Penyusutan 400
Beban Asuransi 500
Beban Gaji 46.000
Beban Sewa 9.000
Beban Bunga 500
Beba Piutang Tak Tertagih 1.600
Untuk Menutup Akun-aku
Beban (3)
31 Ikhtisar Laba Rugi 33.000
Laba Ditahan 33.000
Untuk Menutup Laba Bersih Ke
Laba Ditahan (4)
31 Laba Ditahan 5.000
Dividen 5.0000
Untuk Menutup Dividen ke Laba
Ditahan
Dividen 332
5.000 (4). 5.000
Setelah laporang keuanan selsai dibuat dan pembukaan ditutup, peusahaan biasana
membalikan sebagian aat jurnal penyesuaian sebelum mencatat transaksi rguler pada periode
berikutny. Ayat jurnal semacam ini biasanya disebut sebagai ayat jurnal pembalik (reversing
entries). Ayat jurnal pembalik dibuat pada awal periode akuntansi berikutnya dan merupakan
kebalikan dari ayat jurnal penyesuaian terkait yang telah diibuat pada periode sebbelumnya.
Pencatatan ayat jurnal pembalik merupakan langkah opsional dalam siklus akuntansi yang akan
dilakukan pada awal periode akuntansi berikkunya.
Pioneer Advertising Agency Inc adalah perusahaan jasa serangkaian laporan keuangan yang
terinci sekarang diperlihatkan untuk perusahaan dagang, uptown cabinet cabinet corp. Laporan
keuangan yang disajikan pada ilistrasi 3-38 hingga 3-40 disusun berdasarkan neraca saldo setelah
penyesuaian.
4. Laporan Laba-Rugi
Laporan laba-rugi untuk uptown merupakan laporang self-explanation. Laporan laba-rugi ini
mengklasifikasikan jumlah ke dalam kategori seperti laba kotor atas penjulan, laba operasi , laba
sebelum pajak, dan laba bersih. Meskipun informasi tentang laba per sham harus disajikan dalam
laporan laba-rugi perusahaan, kita mengabaikan pos ini disini hal tersebut.
Laba bersih yang dihasilkan oleh korporasi bisa ditahan dalam peruahaan atau bisa juga
didistribusikan kepada para pemegang saham dalam bentuk deviden. Dalam ilustrasi, uptown
menambahkan laba bersih yang dihasilkan dalam setahun ke saldo laba ditahan per 1 januari ,
sehingga saldo laba ditahan mengalami peningkatan. Dengan dikurangi pembagian deviden sebesar
2000 menyebabkan saldo laba ditahan per 31 desember menjadi 26.400
Neraca uptown adalah suatu neraca berklasifikasi. Piutang bunga, asuransi dibayar dimuka,
dan bebas sewa bibayar dimuka dimasukkan sebagai aktiva lancar. Aktiva-aktiva ini dipandang
lancar karena akan dikonversikan menjadi kas atau digunakan sebagai bagaian dari operasi rutin
dalam jangka pendek,. Uptown mengurangi jumlah penyisihan piutang tak tertagih dari total
piutang usaha, wesel tagih, dan piutang bunga karena distimasi bahwa hanya 54.800 dari jumlah
seluruh piutang sebesar 57.800 yang akan dapat ditagih.
Dalam pembian properti, pabrik, dan peralatan akumulasi penyusutan dikurangkan dari
biaya perabotan dan peralatan. Selisihnya merupakan nilai buku atau nilai tercatat dari perabotan
dan peralatan.
Aktiva lancar
Kas $1.200
Wesel tagih $16.000
Piutang usaha 41.000
Piutang bunga 800 $57.800
Dikurangi: penyisihan piutang tak tertagih 3.000 54.800
Persediaan barang dagang 40.000
Asuransi dibayar dimuka 540
Beban sewa dibayar dimuka 500
Total aktiva lancar 97.040
Property,pabrik,dan peralatan
Perabotan dan peralatan 67.000
Dikurangi: akumulasi penyusutan 18.700
Total property,pabrik dan peralatan 48.300
Total aktiva $145.340
Kewajiban dan ekuitas pemegang saham
Kewaiban lancar
Wesel bayar $ 20.000
Utang usaha 13.500
Utang pajak property 2.000
Utang pajak penghasilan 3.440
Total kewajiban lancar 38.940
Kewajiban jangka panjang
Utang obligasi, jatuh tempo 30 juni 2015 30.000
Total kewajiban 68.940
Ekuitas pemegang saham
Saham biasa, nilai per $5, 10.000 lembar telah
diterbitkan dan beredar $50.000
Laba ditahan 26.400
Total ekuitas pemegang saham 76.400
Total kewajiban dan ekuitas pemegang saham $145.340
Utang pajak properti diperlihatankan sebagai kewajuban lancar karena utang pajak ini
merupakan kewajiban ang akan dibayar dalam satu tahun. Neraca juga menunjukan kewajiban
jangka pendek lainnya seperti utang usaha.
Utang obligasi yang akan jatuh tempo tahun 2015 merupakan kewajiban jangka panjang
dan diperlihatkan dalam bagian terpisah pada neraca.(bunga atas oblogasi ini akan dibayarkan pada
tanggal 31 desember).
Karena uptown cabinet adalah sebuah korporasi maka bagian modal pada neraca yang
Ayat jurnal yang dibuat uptown untuk proses penutupan adalah sebagai berikut:
Jurnal Umum
31 Des 2007
Pendapatan bunga 800
Penjualan 400.000
Ikhtiar laba-rugi 400.800
(untuk menutup pendpatan ke ikhtiar laba-rugi)
Ikhtiar laba-rugi 388.600
Harga pokok pnjualan 316.000
Beban gaji penjualan 20.000
Beban perjalanan 8.000
Beban iklan 2.200
Gaji,kantor dan umum 19.000
Beban penyusutan perabotan dan peralatan 6.700
Beban sewa 4.300
Beban pajak property 5.300
Beban piutang tak tertagih 1.000
Beban telepon dan internet 600
Beban asuransi 360
Beban bunga 1.700
Beban pajak penghasilan 3.440
(untuk menutup beban ke ikhtiar laba-rugi)
Ikhtiar laba rugi 12.200
Laba ditahan 12.200
(untuk menutup laba rugi ke laba ditahan)
Laba ditahan 2.000
Dividen 2.000
(untuk menutup dividen kelaba ditahan)
disebut bagian ekuitas pemgang saham agak nebeda dengan bagian modal sebuah peusahaan
perorangan. Total ekuitas pemegang saham tedii dai saham biasa, yang meupakan investasi awal
oleh para pemegang saham , dan laba yang ditahan dalam bisnis. Untuk tujuan pekejaan rumah,
kecuali diminta sebaliknya, buatlah neraca yang tidak berklasifikasi.
Karena uptown adalah perusahaan dagang, peusahaan itu memiliki persediaan. Peusahaan
yang memiliki peusahaan umumnya menggunakan sistem ppesediaan perpetual (perpetual
inventory system), dengan sistem semacam itu, peusahaan mencatat biaya pembelian dan penjualan
persediaan secara langsung pada akun persediaan pada saat terjadianya. Karena itu, saldo akun
perrrsediaan harus mencerminkan jumlah persediaan akhir, dan tidak dibutuhkan ayat jurnal
penyesuaian. Untuk menjamin keakuratan ini, perhitungan fisik persediaan biasanya dilakukan
sekali setahun.
Selain itu tidak ada akun pembelian yang digunakan karena pembelian didebe secara
langsung ke akun persediaan, namuan, akun haraga pokok penjualan akan digunakan untuk
mengakumulasikan barang-barang yang dikeluarkan dari persediaan. Yaitu ketik intem-intem
persediaan dijual harga pokok intem-intem tersebut dikredit ke persediaan dan didebet ke harga
pokok penjualan. Dalam menutup akun perusahaan menggunakan harga pokok penjulan dan
mendebet ikhtisar laba-rugi.
Sebuah perusahaan dagang (merchandising concern), seperi WaI-Matt, biasanya membeli barang dagang
dalam bentuk yang siap untuk dijual. Perusahaan dagang ini melaporkan biaya yang terkait dengan unit-
unit yang belum terjual dan masih ada di tangan sebagai persediaan barang dagang (merchandise
inventory). Hanya satu akun persediaan, Persediaan Barang Dagang, yang muncul dalam laporan keuangan.
Perusahaan manufaktur (manufacturing concern), di sisi lain, memproduksi barang yang akan dijual kepada
perusahaan dagang. Banyak perusahaan besar AS merupakan perusahaan manufaktur-seperti Boeing, IBM,
EronMobil, Procter Gamble, Ford, dan Motorola. Walaupun produk yang mereka hasilkan sangat berbeda,
perusahaan manufaktur biasanya memiliki tiga akun persediaan-Bahan Baku, Barang dalam Proses, dan
Barang Jadi.
Biaya yang dibebankan ke barang dan bahan baku yang ada di tangan tetapi belum dialihkan ke produksi
dilaporkan sebagai persediaan bahan baku (raw materials inventory) Bahan baku mencakup kayu yang akan
dibuat menjadi tongkat bisbol atau baja untuk membuat mobil. Bahan-bahan ini dapat ditelusuri secara
langsung ke produk akhir.
Pada setiap titik dalam proses produksi yang berkelanjutan, ada sejumIah unit yang belum selesai diprorses
sepenuhnya. Biaya bahan baku untuk produk yang telah dibuat tetapi belum selesai, ditambah biaya tenaga
kerja langsung yang diaplikasilcan secara khusus ke bahan baku ini dan biaya overhead yang di alokasikan,
merupakan persediaan barang dalam proses (work in process inventory).
Biaya yang berkaitan dengan produk yang telah selesai tetapi belum terjual pada akhir periode fiskal
dilaporkan sebagai persediaan barang jadi (finished goods inventory). Kelompok aktiva lancar yang disajikan
dalam Ilustrasi 8-1 membedakan penyajian persediaan antara perusahaan dagang (Wal-Mart) dengan
perusahaan manufaktur (Caterpillar) dalam laporan keuangan. Kelompok neraca Iain pada dasarnya tidak
memiliki perbedaan di antara kedua jenis perusahaan itu.
Ilustrasi Perbandingan Penyajian Aktiva Lancar untuk Perusahaan Dagang dan Perusahaan
Manufaktur (dalam laporan Neraca).
Perusahaan Dagang Wal-Mart
Neraca
31 Januari 2018
Aktiva Lancar (dlm jutaan)
Kas 5.199
Piutang 1.254
Persediaan 26.612
Beban dibayar dimuka dll 1.356
Total aktiva lancar 34.421
Sebuah perusahaan manufaktur, seperti Caterpillar, juga dapat mencantumkan akun persediaan
perlengkapan manufaktur atau pabrik. Akun ini akan mencakup pos-pos seperti oli mesin, paku, bahan
pembersih, dan barang-barang sejenis yang digunakan dalam produksi tetapi bukan merupakan bahan baku
primer.
b. Pengendalian
Karena berbagai alasan, manajemen sangat berKepentingan dengan perencanaan dan pengendalian
persediaan. Sistem akuntansi yang akurat dan catatan yang up-to-date merupakan hal yang sangat penting.
Penjualan dan petanggan bisa hilang jika produk-produk yang dipesan oieh pelanggan tidak tersedia
dengan model, kualitas, dan kuantitas yang diinginkan. Begitu juga, perusahaan harus selalu me-monitor
tingkat persediaan secara seksama untuk membatasi biaya pembiayaan akibat banyaknya timbunan
persediaan.
Perusahaan menggunakan salah satu dari dua jenis sistem agar pencatatan persediaan tetap akurat-sistem
perpetual atau sistem periodik.
Sistem Perpetual
Sistem persediaan perpetual (perpetual inoentory system) secara terus-menerus melacak perubahan
akun Persediaan. Yaitu, semua pembelian dan penjualan (pengeluaran) barang dicatat secara
langsung ke akun Persediaan pada saat terjadi. Karakteristik akuntansi dari sistem persediaan
perpetual adalah:
1. Pembelian barang dagang untuk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi didebet ke
Persediaan dan bukan ke Pembelian.
2. Biaya transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, serta _diskon pembelian
didebet ke Persediaan dan bukan ke akun terpisah.
3. Harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan mendebet akun _Harga Pokok
Penjualan, dan mengkredit Persediaan.
4. Persediaan merupakan akun pengendali yang didukung oleh buku besar pembantu yang berisi
catatan persediaan individual. Buku besar pembantu memperlihatkan kuantitas dan biaya dari
setiap jenis persediaan yang ada di tangan.
Sistem persediaan perpetual menyediakan catatan yang berkelanju:an tentang saldo baik dalam akun
Persediaan maupun akun Harga Pokok Penjualan.
Menurut sistem pencatatan yang terkomputerisasi, penambahan dan pengeluaran persediaan dapat
dicatat hampir secara langsung. Naiknya popularitas kemampuan perangkat lunak (software) akuntansi
yang terkomputerisasi telah membuat sistem perpetual menjadi hemat biaya (efektif biaya) bagi banyak
jenis perusahaan. Pencatatan penjualan dengan pemindai optik pada register kas telah dipadukan ke dalam
sistem akuntansi perpetual di banyak toko ritel seperti Target, Best Buy, dan Sears Holdings.
Sistem Periodik
Menurut sistem persediaan periodik (periodic inventory system), kuantitas persediaan di tangan
ditentukan, seperti yang tersirat oleh namanya, secara periodik. Semua pembelian persediaan selama
periode akuntansi dicatat dengan mendebet akun Pembelian. Total akun Pembelian pada akhir
periode akuntansi ditambahkan ke biaya persediaan di tangan pada awal periode untuk menentukan
total biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode berjalan.
Kemudian total biaya barang yang tersedia untuk dijual dikurangi dengan persediaan akhir untuk
menentukan harga pokok penjualan. Perhatikan bahwa dalam sistem persediaan periodik, harga pokok
penjualan adalah jumlah residu yang tergantung pada hasil perhitungan persediaan akhir secara fisik.
Perhitungan fisik persediaan (physical inventory count) yang diharuskan oleh sistem persediaan
periodik dilakukan sekali setahun pada setiap akhir tahun. Akan tetapi, sebagian besar perusahaan
membutuhkan informasi mutakhir mengenai tingkat persediaan untuk melindunginya dari stockout
atau over-purchasing dan untuk membantu penyusunan data keuangan bulanan atau kuartalan.
Sebagai akibatnya, banyak perusahaan menggunakan sistem persediaan perpetual yang dimodifikasi
(modified perpetual inventory system), di mana hanya penurunan dan kenaikan kuantitas-bukan
jumlah dolar-yang disimpan dalam catatan persediaan yang terinci. Catatan ini hanya merupakan
perangkat memorandum di luar sistem berpasangan (double entry) yang membantu menentukan
tingkat persediaan pada suatu waktu tertentu.
Apakah mencatat persediaan perpetual dalam kuantitas dan nilai dolar, kuantitas saja, atau tidak
memiliki catatan persediaan perpetual sama sekali, sebuah perusahaan sedikitnya melakukan
perhitungan fisik sekali dalam setahun. Apapun jenis catatan persediaan yang digunakan atau betapa
pun baiknya prosedur pencatatan pembelian dan pesanan, namun selalu ada bahaya kesalahan dan
kerugian. Pemborosan, kerusakan, pencurian, ayat jurnal yang tidak tepat, kegagalan untuk rnembuat
serta mencatat pesanan. dan setiap kemungkinan yang serupa bisa menyebabkan catatan persediaan
berbeda dengan persediaan aktual di tangan. Hal ini memerlukan pengujian periodik atas catatan
persediaan melalui perhitungan aktual, penimbangan, atau pengukuran. Perhitungan ini kemudian
dibandingkan dengan catatan persediaan yang terinci. Catatan ini harus dikoreksi jika berbeda dengan
kuantitas aktual yang ada di tangan.
Sebisa mungkin, perhitungan fisik harus dilakukan menjelang akhir tahun fiskal perusahaan
sehingga kuantitas persediaan yang tepat dapat digunakan dalam pembuatan catatan akuntansi dan
laporan tahunan. Namun, karena hal ini tidak selalu dimungkinkan. maka perhitungan fisik yang
dilakukan dua atau tiga bulan sebelum akhir tahun bisa dipakai, jika catatan persediaan yang terinci
memiliki tingkat keakuratan yang memadai.
Untuk mengilustrasikan perbedaan antara sistem perpetual dengan sistem periodik, asumsikan
bahwa Fesmire Company memiliki transaksi-transaksi berikut selama tahun berjalan:
Persediaan awal 100 unit @ Rp 6 = Rp 600
Pembelian 900 unit @ Rp 6 = Rp 5.400
Penjualan 600 unit @ Rp 12 = Rp 7.200
Persediaan akhir 400 unit @ Rp 6 = Rp 2.400
Ayat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut selama tahun berjalan ditunjukan dalam ilustrasi sistem
perpetual dan ilustrasi sistem persediaan periodik.
Sistem Persediaan Perpetual
1. Persediaan awal, 100 unit @ Rp 6 :
Akun persediaan memperlihatkan persediaan di tangan Rp 600
2. Pembelian 900 unit @ Rp 6 :
Persediaan Rp 5.400
Utang Usaha Rp 5.400
Persediaan 200
Kelebihan dan kekurangan persediaan perpetual umumnya merupakan salah saji harga pokok penjualan.
Perbedaan ini merupakan hal yang normaI. yang mungkin diakibatkan oleh penciutan, kerusakan,
pencurian, kesalahan pencatatan, dan sebagainya. Kelebihan dan kekura'ngan persediaan merupakan
penyesuaian Harga Pokok Penjualan. Dalam praktik, Akun Kelebihan dan Kekurangan Persediaan (Inventory
Over and Short) kadang-kadang dilaporkan dalam kelompok "pendapatan dan keuntungan lain-lain" atau
dalam kelompok "Beban dan kerugian lain-lain" dari laporan laba-rugi, tergantung pada saldonya.
Perhatikan bahwa dalam sistem persediaan periodik, akun Kelebihan dan Kekurangan Persediaan tidak
muncul karena tidak tersedianya catatan akuntansi yang bisa dibandingkan dengan hasil perhitungan fisik.
Jadi, kelebihan dan kekurangan persediaan tersembunyi dalam harga pokok penjualan.
Penilaian persediaan bisa menjadi proses yang kompleks yang memerlukan penentuan atas:
1. Barang fisik yang harus dimasukkan dalam persediaan (siapa yang memiliki barang?-barang dalam
perjalanan, barang konsinyasi, perjanjian penjualan khusus).
2. Biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan (biaya produk vs. biaya periode).
3. Asumsi arus biaya yang harus diadopsi (identifikasi khusus, biaya rata-rata, FIFO, LIFO, ritel. dan
sebagainya).
Kami akan menguraikan masalah dasar di atas dalam tiga bagian berikut.
Pedoman Umum
Persediaan menjadl milik pembeli pada saat dlterlma, kecuali :
FOB s'uppdng paInt - Menjadi mllil pembeli pada saat barang dl tangan
perusahaan pengangkut
Penjualan dengan tingkat retur yang tinggi - Milik pembeli, jlka tingkat pengembaliannya dapat diestimasl.
Aturan akuntansinya adalah barang yang hak legalnya telah berpindah ke pembeli (Walgreens) harus
dicatat sebagai pembeIian pada periode fiskaI. Barang yang dikirimkan atas dasar f.o.b shipping paint yang
masih berada dalam perjalanan pada akhir periode akan menjadi milik pembeli dan harus diperlihatkan
dalam catatan pembeli. Hak legal atas barang ini berpindah ke pembeli pada saat brang dikirimkan.
pengabaian pembelian semacam itu akan menyebabkan persediaan dan utang usaha ditetapkan terlalu
rendah dalam neraca, serta pembelian dan persediaan akhir ditetapkan terlalu rendah dalam laporan
laba.rugi.
Barang Konsinyasi
Salah satu metode pemasaran khusus untuk produk-produk tertentu dikenal dengan konsinyasi
(consignment). Menurut kesepakatan ini, perusahaa seperti William Art Gallery (consignor) mengirimkan
barang dagang ke Sotheby's Holdings (consignee), yang bertindak sebagai agen consignor dalarn menjual
barang konsinyasi. Consignee setuju untuk menerima barang tanpa kewajiban apapun, kecuali menjaga dan
melindunginya dari kehilangan atau kerusakan, sampai barang terjual kepada pihak ketiga. Ketika consignee
menjual barang, pendapatan dikurangi komisi penjualan dan beban penjualan diserahkan kepada
consignor.
Barang yang telah diserahkan kepada consignee tetap merupakan properti consignor (WiIliam dalam
contoh di atas) dan dimasukkan dalam persediaan consignor pada harga beli atau biaya produksi.
Kadang.kadang, persediaan yang telah dikonsinyasikan ditunjukan sebagai pos terpisah, tetapi kecuali
jumlahnya besar, hal ini tidak diperlukan. Kadangkala persediaan yang telah dikonsinyasikan dilaporkan
dalam catatan atas laporan keuangan. Sebagai contoh, EaSle Clothes, Inc. melaporkan pos-pos berikut yang
berkaitan dengan barang konsinyasi: "Persediaan yang terdiri dari barang jadi yang telah dikirimkan kepada
anak perusahaan Eagle, April-Marcus, inc., sebagai barang konsinyasi untuk dijual kepada para pelanggan.”
Consignee tidak membuat ayat jurnal pada akun persediaan untuk barang konsinyasi yang diterima karena
barang tersebut merupakan milik consignor. Consignee harus sangat berhati-hati agar tidak memasukkan
setiap barang konsinyasi sebagai bagian dari persediaan.
Tiga situasi penjualan khusus akan diilustrasikan di sini untuk mengindikasikan jenis-jenis masalah yang
dapat ditemukan dalam praktik, yaitu:
1. Penjualan dengan perjanjian beli kembali.
2. Penjualan dengan tingkat retur yang tinggi.
3. Penjualan cicilan.
Penjualan Cicilan
“Barang yang dijual secara cicilan" menjelaskan setiap jenis penjualan yang pembayarannya
dicicil secara periodik sepanjang periode waktu tertentu. Karena resiko kerugian dari piutang tak
tertagih lebih besar dalam penjualan cicilan (sales on installment) dibandingkan dengan transaksi
penjualan lain, maka penjual biasanya menahan hak legal atas barang sampai seluruh
pembayaran dilakukan.
Pertanyaannya adalah apakah persediaan harus dipandang telah terjual, sekali pun hak
legalnya belum berpindah? Jawabannya adalah barang harus dihapus dari persediaan penjual
jika persentase piutang tak tertagih dapat diestimasi secara memadai.
Pengaruh Kesalahan Persediaan
Pos-pos yang dimasukkan atau dikeluarkan secara tidak benar dalam penentuan harga pokok penjualan
akibat salah saji persediaan akan menyebabkan laporan keuangan tidak tepat. Mari kita lihat dua kasus
berikut, dengan asumsi digunakan sistem persediaan periodik.
Apa yang akan terjadi jika persediaan awal dan pembelian IBM dicatat secara tepat, tetapi sejumlah pos
tidak dimasukkan dalam persediaan akhir? Dalam SituaSi ini, kita akan memiliki pengaruh berikut terhadap
laporan keuangan pada akhir periode. Jika persediaan akhir kurang saji, maka modal kerja dan rasio lancar
kurang saji. Jika harga pokok penjualan lebih saji, maka laba bersih kurang saji.
Untuk mengilustrasikan pengaruhnya terhadap laba bersih sepanjang periode 2-tahun (2006-2007)
asumsikan bahwa persediaan akhir Jay Weiseman Corp. kurang-saji sebesar Rp10.000 pada tahun 2006;
semua pos Iainnya telah disajikan secara tepat. Pengaruh kesalahan ini adalah menurunkan Iaba bersih
pada tahun 2006 dan meningkatkan laba bersih pada tahun 2007. Kesalahan tersebut akan dioffset pada
periode berikutnya karena persediaan awal akan kurang-saji dan laba bersih akan lebih-saji. Kedua angka
laba bersih itu akan salah-saji, tetapi total untuk kedua tahun sudah benar, seperti ditunjukkan dalam
Ilustrasi dibawah ini.
Ilustrasi Pengaruh kesalahan persediaan Akhir terhadap Dua Periode.
(Rp)
JAY WAISEMAN CORP
(semua angka adalah fiktif)
Pencatatan yang salah Pencatatan yang benar
2006 2007 2006 2007
Pendapatan Harga Pokok 100.000 100.000 100.000 100.000
Penjualan
Persediaan awal 25.000 20.000 25.000 30.000
Pembelian atau produksi 45.000 60.000 45.000 60.000
Barang yg tersedia untuk di 70.000 80.000 70.000 90.000
jual
Dikurangi : persediaan akhir 20.000 40.000 30.000 40.000
Harga Pokok Penjualan 50.000 40.000 40.000 50.000
Laba Kotor 50.000 60.000 60.000 50.000
Beban Adm dan Penjualan 40.000 40.000 40.000 40.000
Laba Bersih 10.000 20.000 20.000 10.000
Jika persediaan akhir pada tahun 2006 lebih-saji, maka pengaruh yang sebaliknya akan terjadi. Persediaan,
modal kerja, rasio lancar, serta laba bersih akan lebih-saji dan harga pokok penjualan akan kurang-saji.
Pengaruh dari kesalahan ini terhadap laba bersih akan hilang pada tahun 2007, tetapi angka laba bersih
pada laporan laba-rugi di kedua tahun akan salah-saji.
Anggaplah bahwa barang tertentu yang dimiliki Bishop Company tidak dicatat sebagai pembelian dan tidak
diperhitungkan dalam persediaan akhir. Pengaruh dari kesalahan ini terhadap laporan keuangan (dengan
mengasumsikan bahwa hal ini merupakan pembelian kredit) disajikan pada ilustrasi pengaruh salah saji
pembelian dan persediaan terhadap Laporan Keuangan.
Kelalaian mencantumkan barang dari pembelian dan persediaan akan menyebabkan persediaan dan utang
usaha kurang-saji dalam neraca serta pembelian dan persediaan akhir kurang-saji dalam laporan laba-rugi.
Namun, laba bersih untuk periode berjalan tidak dipengaruhi oleh pengabaian seperti itu. Mengapa tidak?
Karena pembelian dan persediaan akhir sama-sama kurang-saji dengan jumlah yang sama-kesalahan
tersebut kemudian akan saling-mengoffset dalam harga pokok penjualan. Modal kerja total juga tidak
berubah, tetapi rasio lancar (current ratio) akan lebih-saji karena persediaan dan utang usaha kurang-saji
dengan jumlah yang sama.
Ilustrasi Pengaruh Salah Saji Pembelian dan Persediaan terhadap Laporan Keuangan
Neraca Laporan Laba Rugi
Persediaan Kurang-Saji Pembelian Kurang-Saji
Laba ditaha Tanpa Pengaruh Harga Pokok Penjualan Tanpa Pengaruh
Utang usaha Kurang Saji Laba Bersih Tanpa Pengaruh
Modal kerja Tanpa Pengaruh Persediaan (akhir) Kurang-Saji
Rasio Lancar Lebih-Saji
Untuk mengilustrasikan pengaruhnya terhadap rasio lancar, asumsikan bahwa hutang usaha dan
persediaan akhir Bishop kurang-saji sebesar 40.000. Data me- ngenai kurang-saji dan yang benar
ditunjukkan pada Ilustrasi di bawah ini :
Rasio yang benar adalah 2 : 1 bukan 3 : 1. Jadi, kurang-saji utang usaha dan persediaan akhir dapat
menciptakan "window dressing" atas rasio lancar-dapat membuat rasio lancar terlihat lebih baik dari yang
sebenarnya.
Jika pembelian (secara kredit) dan persediaan akhir Bishop lebih-saji, maka pengaruhnya terhadap neraca
akan sebaliknya. Persediaan serta utang usaha akan lebih-saji dan rasio lancar akan kurang-saji. Harga
pokok penjualan dan laba bersih tidak terpengaruh karena kesalahan tersebut saling-mengoffset satu sama
lain. Begitu juga modal kerja tidak terpengaruh.
Kami tidak perlu lagi menjelaskan betapa pentingnya perhitungan persediaan yang tepat dalam rangka
menyajikan Iaporan keuangan yang akurat. Sebagai contoh, Leslie Fay, produsen pakaian wanita,
mengalami kekacauan akuntansi yang memusnahkan laba bersih pada suatu tahun dan menyebabkan laba
tahun sebelumnya harus dihitung kembali. Alasannya cuma satu: perusahaan secara sengaja meninggikan
persediaan dan menurunkan harga pokok penjualan. Anixter Bros. Inc. harus menetapkan kembali labanya
sebesar 1,7 juta karena seorang akuntan dalam divisi pembuatan antena telah melebih-sajikan persediaan
akhir, dan dengan demikian, menurunkan harga pokok penjualan. Begitu juga, AM International secara
sengaja mencatat produk yang disewakan sebagai produk yang terjual. Akibatnya, angka persediaan yang
tidak akurat telah menambah laba sebelum-pajak sebesar 7,9 juta.
Biaya Produk
Biaya produk (product costs) adalah biaya-biaya yang "melekat" pada persediaan dan dicatat dalam akun
persediaan. Biaya-biaya ini berhubungan langsung dengan transfer barang ke lokasi bisnis pembeli dan
pengubahan barang tersebut ke kondisi yang siap dijual. Beban seperti itu mencakup ongkos pengangkutan
barang yang dibeli, biaya pembelian langsung lainnya, dan biaya tenaga kerja serta produksi lainnya yang
dikeiuarkan dalam memproses barang ketika dijual.
Tampaknya juga tepat untuk mengalokasikan bagian dari setiap biaya pembelian atau beban departemen
pembelian, biaya penyimpanan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan dalam penyimpanan atau penanganan
barang ke dalam persediaan sebelum dijual. Namun, karena adanya kesulitan praktis dalam
mengalokasikan biaya dan beban semacam itu, maka pos-pos ini biasanya tidak dimasukkan dalam
penilaian persediaan.
Biaya perusahaan manufaktur meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead
manufaktur. Biaya overhead manufaktur meliputi bahan tidak langsung, tenaga kerja ddak langsung, serta
berbagai biaya seperti penyusutan, pajak, asuransi, dan listrik.
Biaya Periode
Biaya periode (period costs) merupakan biaya-biaya yang terkait secara tidak langsung dengan akuisisi atau
produksi barang. Biaya-biaya periode seperti beban penjualan (selling expenses) dan, dalam kondisi yang
biasa, beban umum serta administrasi (general and administrative expenses) tidak dianggap sebagai bagian
dari biaya persediaan.
Namun secara konseptual, beban ini merupakan biaya dari produk seperti halnya harga beli awal dan
ongkos pengangkutan. Lalu mengapa biaya-biaya ini tidak dianggap sebagai bagian dari biaya persediaan?
Beban penjualan secara umum dianggap lebih berhubungan dengan harga pokok penjualan daripada
dengan persediaan yang belum terjual. Akan tetapi, dalam sebagian besar kasus, biaya semacam itu
terutama beban administrasi, sangat tidak berhubungan atau tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi sehingga alokasi biaya semacam ini ke biaya persediaan akan sangat arbitrer.
Biaya bunga merupakan biaya periode Iainnya. Biaya bunga (interest costs) yang berhubungan dengan
penyiapan persediaan agar siap dijual biasanya dibebankan pada saat dikeluarkan. Para pendukung
pendekatan ini berargumen bahwa biaya bunga merupakan biaya pembiayaan (cost of financing). Namun,
pihak lainnya berpendapat bahwa biaya bunga yang dikeluarkan untuk membiayai aktivitas yang terkait
dengan penciptaan dan pengangkutan persediaan ke kondisi serta lokasi siap-jual merupakan biaya aktiva
seperti bahan, tenaga kerja, dan overhead, dan karenanya, harus dikapitalisasi.
FASB menetapkan bahwa biaya bunga yang berhubungan dengan aktiva yang dibuat untuk pemakaian
internal atau aktiva yang diproduksi sebagai proyek khusus (seperti kapal atau riil estat) yang akan dijual
atau dilease harus dikapitalisasi. FASB menekankan bahwa proyek khusus ini membutuhkan waktu lama,
pengeluaran berskala besar, dan kemungkinan besar akan melibatkan biaya bunga yang signifikan. Biaya
bunga yang terkait dengan persediaan yang diproduksi secara rutin atau diproduksi dalam kuantitas besar
secara berulang-ulang tidak boleh dikapitalisasi, karena manfaatnya tidak sesuai dengan biayanya
Untuk mengilustrasikan perbedaan antara metode kotor dengan metode bersih, lihat transaksi-transaksi
yang disajikan pada llustrasi ayat jurnal menurut metode kotor dan metode bersih.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa kesulitan praktis dalam menggunakan metode bersih-yang agak
lebih rumit-tidak sebanding dengan manfaatnya. Hal ini membuat metode kotor yang kurang logis tetapi
lebih sederhana dipakai secara luas. Selain itu, sejumlah pihak juga berpendapat bahwa manajemen enggan
melaporkan jumlah diskon pembelian yang hilang dalam laporan keuangan.
Sebetulnya, arus fisik barang aktual dan asumsi arus biaya seringkali sangat berbeda. Tidak ada keharusan
bahwa asumsi arus biaya yang dipakai terus konsisten dengan pergerakan fisik barang. Tujuan utama dari
pemilihan asumsi arus biaya adalah untuk memilih asumsi yang paling mencerminkan laba periodik, sesuai
kondisi yang berlaku.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Call-Mart Inc. melakukan transaksi-transaksi berikut selama bulan
pertama operasinya.
(Rp)
Dari informasi tersebut, kita dapat menghitung persediaan akhir sejumlah 6.000 unit dan biaya barang yang
tersedia untuk dijual (persediaan awal + pembelian) sebesar Rp 43.900 (2.000 @ 4,00) + (6.000 @ 440) +
(2.000 @ 4,75). Pertanyaannya adalah, harga mana yang harus dibebankan terhadap 6.000 unit persediaan
akhir? Jawabannya tergantung pada asumsi arus biaya mana yang digunakan.
Identifikasi Khusus
Identifikasi khusus (specific identification) digunakan dengan cara mengidentifikasi setiap barang yang
dijual dan setiap barang dalam pos persediaan. Biaya barang- barang yang telah terjual dimasukkan dalam
harga pokok penjualan, sementara biaya barang-barang khusus yang masih berada di tangan dimasukkan
pada persediaan. Metode ini hanya bisa digunakan dalam kondisi yang memungkinkan perusahaan
memisahkan pembelian yang berbeda yang telah dilakukan secara fisik. Metode ini dapat diterapkan
dengan baik dalam situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan. Dalam
industri ritel hal ini meliputi beberapa jenis perhiasan, jas bulu, mobil, dan sejumlah furnitur. Dalam area
manufaktur, meliputi produk pesanan khusus dan banyak produk yang diproduksi menurut job cost system.
Untuk mengilustrasikan metode identifikasi khusus, asumsikan bahwa 6.000 unit persediaan Call-Mart Inc.
terdiri dari 1.000 unit yang berasal dari pembelian tanggal 2 Maret, 3.000 unit dari pembelian tanggal 15
Maret, dan 2.000 unit dari pembelian tanggal 30 Maret. Perhitdngan persediaan akhir dan harga pokok
penjualan ditunjukkan dalam Ilustrasi dibawah ini :
Salah satu argumen yang menentang metode identifikasi khusus menyatakan bahwa metode ini
memungkinkan perusahaan memanipulasi laba bersih. Sebagai contoh, asumsikan bahwa sebuah
perusahaan grosiran membeli kayu lapis yang identik pada awal tahun dengan tiga harga berbeda. Saat
kayu lapis itu dijual. perusahaan dapat memilih harga tertinggi atau harga terendah yang akan dibebankan
ke beban hanya dengan menentukan kayu lapis yang akan dikirimkan kepada pembeli. Oleh karena itu,
seorang manajer bisnis dapat memanipulasi laba bersih hanya dengan memilih pos-pos berharga tinggi
atau rendah untuk dikirimkan kepada pembeli, tergantung pada apakah yang diinginkan adalah laba yang
lebih tinggi atau laba yang lebih rendah.
Masalah lainnya berkaitan dengan alokasi biaya secara arbitrer yang kadang- kadang terjadi dengan pos-
pos persediaan khusus. Dalam kondisi tertentu, sulit untuk mengaitkan secara memadai, misalnya, beban
pengiriman, biaya penyimpanan, dan diskon secara langsung ke pos persediaan tertentu. Alternatifnya
adalah mengalokasikan biaya-biaya ini secara agak arbitrer, yang akan menyebabkan "penurunan"
ketepatan metode identifikasi khusus.
Biaya Rata-rata
Seperti tersirat dalam namanya, metode biaya rata-rata (average cost method) menghitung harga pos-pos
yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama suatu
periode. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Call-Mart Inc. menggunakan metode persediaan periodik, di
mana persediaan akhir dan harga pokok penjualan akan dihitung sebagai berikut dengan menggunakan
metode rata-rata tertimbang (weighted-average method):
Metode biaya rata-rata yang lain adalah metode rata-rata begerak (moving average method), yang
digunakan dalam sistem persediaan perpetual. Aplikasi metode biaya rata-rata untuk catatan persediaan
perpetual ditunjukan dalam ilustrasi dibawah ini :
Dalam metode ini. biaya rata-rata per unit yang baru akan dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Sebagai
contoh, pada tanggal 15 Maret, setelah 6.000 unit dibeli dengan harga Rp26.400, Call-Mart memiliki 8.000
unit persediaan berharga pokok 34.400 (8.000 + 26.400). Dengan demikian. biaya rata-rata per unit adalah
34.400 dibagi 8.000, atau 4,30. Biaya per unit ini digunakan dalam kalkulasi biaya penarikan sampai
pembelian berikutnya dilakukan, ketika biaya rata-rata per unit yang baru dihitung. Oleh karena itu, biaya
dari 4.000 unit yang dikeluarkan pada tanggal 19 Maret adalah 4,30, atau total harga pokok penjualan
sebesar 17.200. Pada tanggal 30 Maret, menyusul pembelian 2.000 unit seharga 9.500, biaya per unit yang
baru sebesar 4,45 ditetapkan untuk persediaan akhir sebesar 26.700.
Pemakaian metode rata-rata biasanya dapat dibenarkan dari sisi praktis, bukan karena alasan konseptual.
Metode ini mudah diterapkan, objektif, dan tidak dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi laba seperti
halnya beberapa metode penentuan harga persediaan lainnya. Selain itu, pendukung metode biaya rata-
rata berpendapat bahwa secara umum perusahaan tidak mungkin mengukur arus fisik persediaan secara
khusus, dan karenanya, lebih baik menghitung biaya persediaan atas dasar harga rata-rata. Argumen ini
memang ada benarnya jika persediaan yang terlibat relatif bersifat homogen.
Fir st-In, First-Out (FIFO)
Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan (dikeluarkan) sesuai urutan pembeliannya.
Dengan kata lain, metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama
yang digunakan (dalam perusahaan manufaktur) atau dijual (dalam perusahaan dagang). Karena itu,
persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling terakhir.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Call-Mart Inc. menggunakan sistem persediaan periodik (jumlah
persediaan hanya dihitung pada akhir bulan). Biaya per- sediaan akhir dihitung dengan mengambil biaya
dari pembelian paling terakhir dan dikerjakan kembali sampai semua unit dalam persediaan
diperhitungkan. Penentuan persediaan akhir dan harga pokok penjualan ditunjukkan dalam Ilustrasi
dibawah ini :
Jika yang digunakan adalah sistem pesediaan perpetual baik dalam kuantitas maupun nilai dolar, maka
angka baiaya dikaitkan dengan setiap penarikan barang. Kemudian biaya dari 4.000 unit yang dikeluarkan
pada tanggal 19 Maret akan terdiri dari item-item yang di beli pada tanggal 2 Maret dan 15 Maret. Nilai
persediaan akhir menurut metode FIFO dalam sistem persediaan perpetual untuk Call-Mart Inc, ditunjukan
dalam ilustasi dibawah ini:
Nilai persediaan akhir dalam kasus ini adalah 27.100, dan harga pokok penjualan adalah 16.800 [(2.000 @
4,00) + (2.000 @ $4,40)].
Perhatikan bahwa dalam kedua contoh FIFO di atas, harga pokok penjualan (16.800) dan persediaan akhir
(27.100) adalah sama. Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada
akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual atau periodik. Mengapa?
Hal ini disebabkan karena yang akan menjadi bagian dari harga pokok penjualan adalah barang-barang
yang dibeli terlebih dahulu, dan karenanya dikeluarkan lebih dulu, terlepas dari apakah harga pokok
penjualan dihitung seiring barang dijual sepanjang periode akuntansi (sistem perpetual) atau sebagai
residu pada akhir periode akuntansi (sistem periodik).
Salah satu tujuan dari FIFO adalah menyamai arus fisik barang. Jika arus fisik barang secara aktual adalah
yang pertama masuk, yang pertama keluar, maka metode FIFO akan menyerupai metode identifikasi
khusus. Pada saat yang sama, metode FIFO tidak memungkinkan perusahaan memanipulasi laba karena
perusahaan tidak bebas memilih item-item biaya tertentu untuk dimasukkan ke beban.
Keunggulan lain dari FIFO adalah mendekatkan nilai persediaan akhir dengan biaya berjalan. Karena barang
pertama yang dibeli adalah barang pertama yang akan keluar, maka niIai persediaan akhir akan terdiri dari
pembelian paling akhir, terutama jika laju perputaran persediaan cepat. Pendekatan ini umumnya
menghasilkan nilai persediaan akhir di neraca yang mendekati biaya pengganti (replacement cost) jika
tidak terjadi perubahan harga sejak pembelian paling terakhir.
Kelemahan mendasar dari FIFO adalah bahwa biaya berjalan tidak ditandingkan dengan pendapatan
berjalan pada laporan laba-rugi. Biaya-biaya paling tua dibebankan ke pendapatan paling akhir, yang
mungkin akan mendistorsi laba kotor dan laba bersih.
Contoh berikut mengasumsikan bahwa 4.000 unit yang keluarkan berasal dari 2.000 unit yang dibeli tanggal
30 Maret dan 2.000 unit (dari 6.000 unit) yang dibeli tanggal 15 Maret. Perhitungan persediaan dan harga
pokok penjualan Call-Mart untuk situasi ini ditunjukkan dalam Iiustrasi dibawah ini :
Jika yang digunakan call-mart adalah sistem persediaan perpetual baik dalam kuantitas maupun nilai dollar,
aplikasi metode LIFO menghasilkan nilai persediaan dan harga pokok penjualan yang berbeda, seperti
ditunjukan dalam ilustrasi dibawah ini :
Perhitungan persediaan periodik akhir-bulan yang ditunjukkan dalam Ilustrasi Metode Lifo Persediaan
Periodik (persediaan 25.600 dan harga pokok penjualan 18.300) mempcrlihatkan hasil yang berbeda
dengan hasil perhitungan persediaan perpetual (persediaan 26.300 dan harga pokok penjualan 17.600).
Perbedaan ini disebabkan karena sistem periodik menandingkan total penarikan selama bulan
bersangkutan dengan total pembelian untuk bulan yang sama dalam mengaplikasikan metode LIFO,
sementara sistem perpetual menandingkan setiap penarikan dengan pembelian terakhir yang
mendahuluinya. Sebenarnya, perhitungan persediaan periodik mengasumsikan bahwa biaya barang yang
dibeli Call-Mart pada tanggal 30 Maret telah dimasukkan dalam penjualan atau pengeluaran persediaan
pada tanggal 19 Maret.
MASALAH KHUSUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN LIFO
Cadangan LIFO
Banyak perusahaan menggunakan LIFO untuk tujuan pajak dan pelaporan eksternal, tetapi menggunakan
FIFO, biaya rata-rata, atau sistem biaya standar untuk tujuan pelaporan internaI. Ada beberapa alasan
mengapa mereka melakukan hal ini:
1. Perusahaan seringkali mendasarkan keputusan penentuan harga pada asumsi FIFO, biaya rata-rata,
atau biaya standar, bukan atas dasar LIFO.
2. Pencatatan yang dilakukan atas beberapa dasar lainnya lebih mudah karena asumsi LIFO biasanya
tidak menyerupai arus fisik produk.
3. Pembagian-laba dan perjanjian bonus lain. biasanya tidak didasarkan pada asumsi persediaan LIFO.
4. pemakaian sistem LIFO murni tidak praktis untuk periode interim, di mana perusahaan harus
membuat estimasi untuk kuantitas dan harga akhir tahun.
Perbedaan antara metode persediaan yang digunakan untuk tujuan pelaporan internal dengan LIFO disebut
sebagai Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke LIFO atau cadangan LIFO (LIFO reserve). Perubahan
saldo penyisihan di atas dari satu periode ke periode berikutnya dinamakan dengan dampak LIFO. Dampak
LIFO (LIFO effect) adalah penyesuaian yang harus dilakukan atas catatan akuntansi pada suatu tahun
tertentu.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Acme Boot Company menggunakan metode FIFO untuk tujuan
pelaporan internal dan metode LIFO bagi tujuan pelaporan ekstemal. Pada tanggal 1 Januari 2007,
Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke saldo LIFO adalah 20.000 dan pada tanggal 31 Desember 2007
saldonya harus 50.000. Karena itu, dampak LIFO adalah 30.000, dan ayat jurnal berikut dibuat pada akhir
tahun:
Penyisihan untuk Mengurangi Persediaan ke LIFO akan dikurangkan dari persedia- an untuk memastikan
bahwa persediaan dilaporkan atas dasar LIFO pada akhir tahun.
Likuidasi LIFO
Sampai saat ini, kita telah membahas pendekatan barang-khusus (specific goods approach) untuk
mengkalkulasi biaya persediaan LIFO (yang juga disebut LIFO tradisional atau LIFO unit). Pendekatan ini
sering kali tidak realistis karena dua alasan:
1. Jika perusahaan memiliki banyak item persediaan yang berbeda, maka pene- lusuran atas setiap
item persediaan itu akan membutuhkan biaya akuntansi yang tinggi.
2. Erosi persediaan LIFO dapat terjadi dengan mudah (yang disebut dengan likuidasi LIFO). Hal ini
sering kali akan mendistorsi laba bersih dan pem- bayaran pajak yang substansial.
Untuk memahami masalah likuidasi LIFO, asumsikan bahwa Basler Co. memiliki 30.000 Ton baja dalam
persediaannya per 31 Desember 2007, yang dinilai dengan menggunakan pendekatan LIFO barang khusus.
(Rp)
Seperti telah diperlihatkan, persediaan akhir tahun 2007 Basler Co. terdiri dari biaya-biaya yang berasal dari
periode scbelurnnya. Biaya-biaya ini disebut lapisan (yang meningkat dari periode ke periode), di mana
lapisan pertama diidentifikasi sebagai lapisan dasar. Lapisan persediaan Basler Co. diperlihatkan dalam
Ilustrasi dibawah ini.
Perhatikan bahwa harga baja terus meningkat sepanjang periode 4-tahun. Pada tahun 2008, Basler Co.
mengalami kekurangan baja dan harus melikuidasi sebagian besar persediaannya (likuidasi LIFO). Pada
akhir tahun 2008, hanya tersisa 6.000 ton baja dalam persediaan. Karena perusahaan menggunakan LIFO,
maka lapisan paling atas, 2007, dilikuidasi terlebih dahulu, diikuti dengan lapisan 2006, dan begitu
seterusnya Hasilnya: biaya dari periode sebelumnya ditandingkan dengan pendapatan penjualan yang
dilaporkan dalam dolar berjalan. Hal inl menimbulkan distorsi laba benih dan membuat perusahaan
menanggung utang pajak yang substansial pada periode berjalan. Dampak ini ditunjukan dalam Ilustrasi
dibawah ini. Sayangnya, likuidasi LIFO bisa serimg lerjadi jika yang digunakan adalah pendekatan LIFO
barang khusus.
Dijual
50.000
5.000 Ton Hasil
(5.000 x 10)
Pendapatan penjualan
(semua harga bejalan)
63.000 Laba yang
Dijual
lebih tinggi
(7.000 x 9) dan
7.000 Ton
kemungkin
Dijual = an utang
60.000 pajak yang
Harga pokok penjualan
(10.000 x 6) 10.000 Ton lebih tinggi
(Sebagian Harga Berjalan
Sebagian Harga Lama)
32.000 Dijual
Untuk meminimalkan masalah likuidasi LIFO dan menyederhanakan akuntansi, barang dapat digabungkan
dalam pool. Sebuah pool didefinisikan sebagai kelompok item yang bersifat serupa. Jadi, sejumlah unit atau
produk yang serupa, bukan hanya unit-unit yang identik, digabungkan dan diperlakukan secara sama.
Metode ini, yang dinamakan dengan specific goods pooled LIFO approach, biasanya jarang menghasilkan
likuidasi LIFO. Mengapa? Karena penurunan satu kuantitas dalam pool bisa ditutupi oleh kenaikan dalam
pool yang lain.
Specific goods pooled LIFO approach mengeliminasi kelemahan dari pendekatan LIFO barang khusus (LIFO
tradisional). Namun, pendekatan pool ini, dengan menggunakan kuantitas sebagai dasar pengukuran,
menciptakan masalah lain.
Pertama, sebagian besar perusahaan terus mengubah komposisi produk. bahan, dan metode produksinya.
Jika yang dipakai adalah pendekatan pool berdasar kuantitas, maka perubahan semacam itu menyiratkan
bahwa pool-pool harus terus diubah. Ini dapat menghabiskan waktu dan mahal.
Kedua, meskipun pendekatan semacam itu praktis, namun erosi lapisan persediaan ("likuidasi LIFO") sering
terjadi, dan akibatnya sebagian besar manfaat dari pendekatan tersebut menjadi hilang. Erosi Iapisan
persediaan terjadi karena barang atau bahan tertentu dalam pool bisa digantikan oleh barang atau bahan
lain. Item yang baru mungkin tidak cukup serupa untuk diperlakukan sebagai bagian dari pool lama. Jadi,
setiap laba inflasioner yang ditangguhkan dalam barang-barang lama, mungkin harus diakui pada saat
barang lama itu digantikan.
LIFO Nilai-Dollar
Untuk mengatasi masalah pengubahan pooI dan masalah erosi lapisan persediaan, dikembangkanlah
metode LIFO nilai-dolar (dollar-value LIFO method). Karakteristik penting dari metode LIFO nilai-dolar
adalah bahwa kenaikan atau penurunan dalam sebuah pool ditentukan dan diukur dari segi total nilai-
dolar bukan kuantitas fisik barang dalam pool persediaan.
Pendekatan ini memiliki dua keunggulan penting dibanding pendekatan specific-goods pooled. Pertama,
berbagai jenis barang kini bisa dimasukkan dalam pool LIFO nilai-dolar. Kedua, dalam sebuah pool LIFO
nilai-dolar, penggantian dibolehkan jika penggantinya merupakan bahan yang sama, atau memiliki tujuan
pemakaian yang sama, atau dapat saling-dipertukarkan. (Sebaliknya, dalam pool LIFO barang-khusus, suatu
item hanya bisa digantikan dengan item yang identik secara substansial.)
Jadi, teknik LIFO nilai-dolar membantu melindungi lapisan LIFO dari erosi. Karena keunggulan ini, metode
LIFO nilai-dolar kini dipakai secara luas dalam praktek. Hanya dalam situasi yang tidak melibatkan banyak
barang dan jarangnya perubahan bauran produk, pendekatan LIFO tradisional lebih banyak digunakan.
Dalam metode LIFO nilai-dolar, adalah mungkin untuk menempatkan seluruh persediaan dalam satu pool,
walaupun biasanya perusahaan menggunakan lebih dari satu pool. Secara umum, semakin banyak barang
yang dimasukkan dalam sebuah pool, semakin besar kemungkinan bahwa penurunan kuantitas sebagian
barang akan dioffset oleh kenaikan kuantitas barang lain dalam pool yang sama; jadi, likuidasi lapisan LIFO
akan terhindari. Dengan kata lain, jumlah pool yang lebih sedikit berarti penghematan biaya dan
berkurangnya kemungkinan likuidasi lapisan LIFO.
Contoh LIFO Nilai-Dolar
Untuk mengilustrasikan bagaimana metode LIFO nilai-dolar diterapkan, asumsikan bahwa LIFO nilai-dolar
pertama kali digunakan pada tanggal 31 Desember 2006 (periode dasar), di mana persediaan berdasar
harga berjalan pada tanggal tersebut bernilai $20.000, dan persediaan pada tanggal 31 Desember 2007
berdasar harga berjalan berjumlah $26.400.
Bisakah kita langsung menyimpulkan bahwa kuantitas telah meningkat 32% selama tahun berjalan ($26.400
÷ $20.000) = 132%)? Pertama, kita perlu bertanya: Berapa nilai persediaan akhir berdasar harga awal-
tahun? Dengan mengasumsikan bahwa harga telah meningkat 20% selama tahun berjalan, persediaan akhir
berdasar harga awal-tahun bernilai $22.000 ($26.400 ÷ 120%). Jadi, kuantitas persediaan telah meningkat
10%, atau dari $20.000 menjadi $22.000 dilihat dari sisi harga awal-tahun.
Langkah berikutnya adalah menentukan harga kenaikan kuantitas dolar-riil ini. Kenaikan kuantitas dolar-riil
sebesar $2.000 ini jika dinilai berdasar harga akhir- tahun adalah $2.400 (120% x $2.000). Kenaikan (lapisan)
sebesar $2.400 ini, jika ditambahkan ke persediaan awal sebesar $20.000, akan menghasilkan persediaan
total sebesar $22.400 pada tanggal 31 Desember 2007, seperti ditunjukkan berikut ini:
Periu ditekankan di sini bahwa sebuah lapisan hanya akan terbentuk apabila persediaan akhir berdasar
harga tahun.dasar melebihi persediaan awal berdasar harga tahun-dasar. Dan hanya saat lapisan baru
terbentuk indeks yang baru harus dihitung.
Untuk mengilustrasikan pemakaian metode LIFO nilai-dolar dalam situasi yang lebih kompleks, asumsikan
bahwa Bismark Company memiliki informasi berikut:
Perlu ditekankan disini bahwa sebuah lapisan hanya akan terbentuk apabila persediaan akhir berdasarkan
harga tahun dasar melebihi persediaan awal berdasar harga tahun dasar. Dan hanya saaat lapisan baru
terbentuk indeks yang baru harus dihitung.
Persediaan akhir
Persediaan pada + Indeks Harga = Tahun pada Harga
31 Desember harga akhir Tahun (Persentase) Tahun Dasar
(tahun Dasar) 2004 $ 200.000 100 $ 200.000
2005 299.000 115 260.000
2006 300.000 120 250.000
2007 351.000 130 270.000
Pada tanggal 31 Desember 2004, pesediaan akhir Bismark menurut LIFO nilai dollar adalah $200.000, yang
di hitung sebagai mana ditunjukan dalam ilustrasi di bawah ini :
Pada tanggal 31 Desember 2005, perbandingan antara persediaan akhir pada harga tahun dasar ($260.000)
dengan persediaan awal pada harga tahun dasar ($200.000) menunjukan bahwa kuantitas barang telah
meningkat sebesar $60.000 ($260.000 - $200.000). kenaikan (lapisan) ini kemudian dihitung kembali
dengan menggunakan indeks tahun 2005 (115%) untuk menentukan lapisan baru sebesar $69.000.
persediaan akhir tahun 2005 adalah $269.000,yang terdiri dari persediaan awal $200.000 dan lapisan baru
$69.000. perhitungannya ditunjukan dalam Ilustrasi di bawah ini :
Pada tanggal 31 Desember 2006, perbandingan antara persediaan akhir menurut harga tahun_dasar
($250.000) dengan persediaan awal pada harga tahun-dasar ($260.000) menunjukkan bahwa kuantitas
barang telah menurun $10.000 ($250.000 - $260.000). Jika persediaan akhir pada harga tahun-dasar lebih
kecil dari persediaan awal menurut harga tahun-dasar, maka penurunan ini harus dikurangkan dari lapisan
yang baru saja ditambahkan. Jika terjadi penurunan. maka lapisan sebelumnya harus “dfkelupas” pada
harga yang berlaku ketika lapisan yang bersangkutan ditambaan. Dalam kasus Bismark Company, ini
berarti bahwa $10.000 harus dihapus dari lapisan tahun 2005 pada harga tahun-dasar $60.000. Saldo
sebesar $50.000 ($60.000 - $10.000) haru di nilai ulang berdasarkan indeks harga tahun 2005 (115%). Jadi,
lapisan tahun 2005 kini bernilai $57.500 ($50.000 x 115%). Jadi persediaan akhir akan bernilai $257.500,
yang terdiri dari persediaan awal $200.000 ditambah lapisan kedua, $57.500. Perhitungan untuk tahun
2006 ditunjukkan dalam Ilustrasi dibawah ini:
Perhatikan bahwa jika telah dihilangkan, sebuah lapisan atau dasar (atau porsi dari lapisan) tidak bisa
dibentuk kembali pada periode berikutnya. Dengan kata lain, hilang untuk selamanya.
Pada tanggal 31 Desember 2007, perbandingan antara persediaan akhir menurut harga tahun-dasar
($270.000) dengan persediaan awal menurut harga tahun-dasar ($250.000) menunjukkan bahwa kuantitas
barang telah naik $20.000 ($270.000 - $250.000). Setelah mengubah kenaikan sebesar $20.000 dengan
indeks harga tahun 2007, persediaan akhir akan berjumlah $283.500, yang terdiri dari lapisan awal.
$200.000, lapisan tahun 2005, $57.500, dan lapisan tahun 2007, $26.000 ($20.000 x 130%). Perhitungan ini
ditunjukkan dalam llustrasi dibawah ini :
Persediaan akhir menurut harga tahun-dasar harus selalu sama dengan total lapisan menurut harga
tahun-dasar. Perusahaan harus memeriksa situasi ini untuk membantu memastikan bahwa perhitungan
nilai-dolar telah dilakukan secara tepat.
Jika indeks harga khusus ekstemal tidak tersedia atau tidak relevan, maka per- usahaan dapat menghitung
indeks harga khusus internalnya sendiri. Pendekatan yang diinginkan adalah menilai kerja persediaan akhir
menurut biaya paling akhir. Biaya berjalan biasanya di peroleh dengan melihat biaya aktual dari barang-
barang yang dibeli paling kahir. Indeks harga menyediakan ukuran menyangkut perubahan harga atau
tingkat biaya antara tahun dasar dengan tahun berjalan. Suatu indeks harus dihitung setiap tahun setelah
tahun dasar. Rumus-rumus umum perhitungan indeks adalah sebagai berikut :
Pendekatan ini secara umum disebut dengan doble-extension method karena nilai unit persediaan
diperbesar menurut harga tahun dasar berbasis harga tahun berjalan.
Untuk mengilustrasikan perhitungan ini, asumsikan bahawa persediaan tahun dasar Toledo Company (1
januari 2007) terdiri dari item-item berikut :
(Rp)
(Rp)
Toledo men-double extend persediaanseperti yang diperlihatkan dalam ilustrasi di bawah ini :
Setelah persediaan di-double extend, rumus diatas digunakan untuk menghitung indeks tahun berjalan
(2007) seperti yang ditunjukan dalam ilustrasi dibawah ini :
Indeks ini (121,74%) kemudian di aplikasikan kelapisan yang di tambahkan pada tahun 2007. Perhatikan
bahwa dalam ilustrasi ini Toledo Company menggunakan pembelian aktual paling akhir untuk menetukan
Biaya Berjalan ; pendekatan lainnya seperti FIFO dan Biaya Rata-rata juga bisa di gunakan. Asumsi arus
biaya apapun yang dipakai, pemakainnya harus konsisten dari periode ke periode.
Pemakaian double-extension method membutuhkan banyak waktu dan sulit dalam kondisi yang melibatkan
perubahan teknologi yang signifikan atau banyak item. Yaitu, seiring dengan berlalunya waktu, biaya tahun-
dasar baru harus ditentukan untuk produk baru, dan biaya tahun-dasar harus dihitung untuk setiap item
persediaan.
Perbandingan Pendekatan LIFO
Tiga pendekatan yang berbeda untuk menghitung persediaan LIFO telah dibahas dalam bab ini-LIFO
barang-khusus, LIFO pool barang-khusus, dan LIFO nilai dollar. Seperti telah dibahas sebelumnya,
penggunaan LIFO barang-khusus adalah tidak realistis karena sebagian besar perusahaan memiliki berbagai
jenis barang dalam persediaan pada akhir periode, dan penentuan harga persediaan ini atas dasar per unit
membutuhkan banyak biaya dan waktu
Pendekatan LIFO pool barang-khusus (specific goods pooled LIFO appraach) Iebih baik karena mengurangi
biaya pencatatan dan biaya klerikaI. Selain itu, Iapisan per- sediaannya menjadi lebih sulit mengalami erosi
karena penurunan suatu kuantitas dalam satu pool bisa dioffset oleh kenaikan kuantitas lain. Meskipun
demikian, pendekatan pool yang menggunakan kuantitas sebagai dasar pengukuran bisa menyebabkan
likuidasi LIFO yang prematur.
Akibatnya, LIFO nilai-dolar adalah mefode yang dipakai alen sebagian besar perusahaan yang
menggunakan sistem LIFO. Walaupun pendekatan ini tampak rumit, namun logika dan cara
perhitungannya sebetulnya sangat sederhana, jika indeks yang tepat telah diperoieh.
Hal ini tidak menyatakan bahwa metode LIFO nilai-dolar tidak memiliki kelemahan. Pemilihan item-item
yang akan dimasukkan ke dalam sebuah pool bisa bersifat subjektif. Akan tetapi, penentuan seperti itu
sangat penting karena manipulasi item-item yang terdapat dalam sebuah pooI tanpa justifikasi konseptual
dapat mempengaruhi laba bersih yang dilaporkan. Sebagai contoh, SEC memberitahu bahwa sejumlah
perusahaan telah membentuk pool-pool yang bisa dilikuidasi dengan mudah Akibatnya, ketika ingin
menaikkan laba. perusahaan menurunkan persediaan, dan dengan demikian, menandingkan item-item
persediaan berbiaya- rendah dengan pendapatan berjalan.
Untuk menghilangkan praktik ini, SEC telah mengambil sikap yang lebih tegas menyangkut jumlah pool
yang bisa dibentuk oleh perusahaan. Dalam kasus Stauffer Chemical Company yang terkenaI, Stauffer
menaikkan jumlah pool LIFO dari 8 menjadi 280, dan berhasil menaikkan laba bersih sebesar $16.515.000
atau sekitar 13%. Stauffer berkilah dalam Laporan Tahunannya bahwa perubahan tersebut ditujukan untuk
"meraih penandingan yang lebih baik antara biaya dengan pendapatan." SEC meminta Stauffer untuk
mengurangi jumlah pool persediannya, dengan menyatakan bahwa sejumlah pool tidak tepat dan
menuduh Stauffer telah rnelakukan manipulasi laba.
Akan tetapi, situasi tumpukan batubara di atas hanya salah satu dari beberapa situasi di mana arus fisik
aktual cocok dengan arus biaya LIFO. Oleh karena itu, sebagian besar penganut LIFO menggunakan
argumen lain untuk mendukung pemakaiannya, yaitu
1. Penandingan
Dalam LIFO, biaya paling akhir ditandingkan dengan pendapatan berjalan untuk menghitung ukuran
laba berjalan yang lebih baik. Selama periode inflasi, banyak pihak mempertanyakan kualitas darilaba
non-LIFO, dengan menyatakan bahwa kegagalan untuk menandingkan biaya berjalan dengan
pendapatan berjalan akan menciptakan laba trransitori atau laba "kertas" ("Iaba persediaan"). Laba
persediaan terjadi apabila biaya dari persediaan yang ditandingkan dengan penjualan lebih kecil dari
biaya penggantinya. Karena itu, harga pokok penjualan akan kurang-saji dan laba lebih-saji. Dengan
menggunakan LIFO (bukan metode lain seperti FIFO) biaya berjalan akan ditandingkan dengan
pendapatan, sehingga mengurangi laba persediaan.
2. Manfaat PajakMemperbaiki Arus Kas
Manfaat pajak adalah alasan utama mengapa LIFO sangat populer. Sepanjang tingkat harga terus
naik dan kuantitas persediaan tidak menurun. pemakaian LIFO akan menangguhkan pajak
penghasilan, karena item-item yang dibeli paling akhir dengan harga yang Iebih tinggi ditandingkan
dengan pendapatan Sebagai contoh, ketika Fuqua Industries memutuskan untuk beralih ke LIFO,
perusahaan berhasil menghemat pajak sebesar $4 juta. Sekalipun tingkat harga kemudian menurun,
namun perusahaan telah berhasil menangguhkan pembayaran pajak penghasilan secara temporer.
jadi penggunaan LIFO dalam situasi tersebut dapat memperbaiki arus kas perusahaan.
U.U Pajak mewajibkan bahwa jika sebuah perusahaan menggunakan LIFO untuk tujuan perpajakan,
maka perusahaan tersebut juga harus menggunakan LIFO untuk tujuan pelaporan
keuangan(walaupun baik hukum pajak maupun GAAP tidak mewajibkan perusahaan membuat pool
persediaan dengan cara yang serupa untuk tujuan pelaporan keuangan dan tujuan perpajakan).
Persyaratan ini seringkali disebut dengan aturan keselarasan LIFO (LIFO conformity rule). Metode
penilaian persediaan lainnya tidak memiliki aturan ini.
3. Pembendung atas Laba di Masa Depan
Jika memakai LIFO, laba masa depan perusahaan yang dilaporkan tidak akan dipengaruhi secara
signifkan oleh penurunan harga. Jadi LIFO menghilangkan atau meminimalkan secara substansial
write-downs to market sebagai akibat dari penurunan harga. Alasannya: karena persediaan yang
dibeli paling akhir dijual terlebih dahulu, maka tidak banyak persediaan berbiaya tinggi yang tersisa,
yang rentan terhadap penurunan harga. Sebaliknya, persediaan yang dinilai menurut FIFO lebih
rentan terhadap penurunan harga, yang bisa menurunkan laba bersih secara substansial.
Kelemahan Utama Pendekatan UFO
Meskipun memiliki banyak keunggulan, namun LIFO juga memiliki kelemahan berikut:
1. Berkurangnya Laba
Banyak manajer korporasi memandang penurunan laba yang dilaporkan menurut metode LIFO selama
periode inflasioner sebagai kelemahan yang nyata, dan lebih memilih untuk melaporkan laba yang
lebih tinggi dari pada pajak yang lebih rendah. Sejumlah manajer merasa khawatir bahwa perubahan
akuntansi ke LIFO akan disalah artikan oleh investor dan bahwa, sebagai akibat dari menurunnya laba,
harga saham perusahaan akan jatuh.
2. Persediaan Kurang-Saji
LIFO mungkin memiliki pengaruh yang mendistorsi terhadap neraca perusahaan. Penilaian persediaan
biasanya ketinggalan zaman karena biaya yang paling tua masih ada dalam persediaan. Kurang-saji ini
membuat posisi modal kerja perusahaan tampak lebih buruk dari kondisi aktualnya. Contoh yang
sesuai adalah Caterpillar, yang menggunakan kalkulasi biaya LIFO untuk sebagian besar persediaannya,
senilai $4,7 miliar pada akhir tahun 2004. Dalam kalkulasi biaya FIFO, persediaan Caterpillar bernilai
$6,8 miliar-hampir 50% lebih tinggi dari jumlah LIFO.
Besar dan arah variasi ini di antara nilai buku persediaan dengan harga berjalannya tergantung pada
tingkat dan arah perubahan harga serta jumlah perputaran persediaan. Dampak gabungan dari
naiknya harga produk dan batalnya likuidasi persediaan akan menaikkan selisih antara nilai buku
persediaan menurut LIFO dengan harga berjalannya, sehingga memperparah distorsi neraca yang
diakibatkan oleh pemakaian LIFO.
3. Arus Fisik
LIFO tidak menyerupai arus fisik item-item persediaan kecuali dalam situasi tertentu (seperti
tumpukan batubara). Pada awalnya, LIFO hanya dapat digunakan dalam situasi tertentu. Situasi ini
berubah dari tahun ke tahun sampai titik di mana karakteristik arus fisik tidak lagi mematnkan peranan
penting dalam menentukan apakah LIFO layak dipakai atau tidak.
Karena adanya persoalan Iikuidasi, maka LIFO bisa menimbulkan kebiasaan pembelian yang buruk. Sebuah
perusahaan bisa membeli lebih banyak barang dan menandingkan pembelian ini dengan pendapatan untuk
memastikan bahwa biaya lama tidak dicatat sebagai beban. Selain itu, penggunaan LIFO selalu
memunculkan kemungkinan bahwa perusahaan akan berupaya untuk memanipulasi laba bersih pada akhir
tahun dengan hanya mengubah pola pembelian.
Sebuah survei menemukan alasan-alasan berikut tentang mengapa perusahaan menolak LIFO.
Ilustrasi Mengapa Perusahaan Menolak LIFO ?
Alasan Menolak LIFO Jumlah % dari Total*
Tidak mengharapkan manfaat pajak
Tidak ada lewajiban membayar pajak 34 16%
Haraga menurun 31 15
Perputaran persediaan yang cepat 30 14
Persediaan yang tidak material 26 12
Pajak rupa-rupa yang berkaitan 36 17
159 74%
1. harga jual dan pendapatan telah meningkat lebih cepat dibanding biaya, sehingga mendistorsi
laba.
2. dalam situasi di mana LIFO sudah menjadi tradisi, seperti toko swalayan dan industri yang
dicirikan oleh "stok dasar" konstan seperti industri penyulingan, kimia, dan kaca.
Sebaliknya, LIFO mungkin tidak akan tepat dalam situasi di mana:
Dapat dipertanyakan apakah perusahaan harus beralih dari LIFO ke FIFO hanya untuk menaikkan laba.
Secara intuitif, Anda mungkin berpikir bahwa perusahaan yang melaporkan laba yang lebih tinggi akan
memiliki harga penilaian saham (harga saham biasa) yang tinggi pula. Namun sejumlah studi menemukan
bahwa pemakai laporan keuangan memiliki kemampuan pemahaman yang lebih tinggi dari yang
diperkirakan. Harga saham tidak berubah dan, dalam sejumIah kasus, bahkan lebih tinggi meskipun laba
yang dilaporkan turun.
Kekhawatiran akan penurunan laba karena pemakaian LIFO kini menjadi kurang penting karena IRS telah
melonggarkan aturan kesesuaian LIFO yang mewajibkan perusahaan yang memakai LIFO bagi tujuan
perpajakan urtuk juga menggunakan LIFO bagi tujuan pelaporan keuangan. IRS telah melonggarkan restriksi
yang membatasi penyediaan angka-angka laba non-LIFO sebagai informasi pelengkap. Akibatnya, profesi
akuntansi kini membolehkan penyajian pengungkapan pelengkap non-LIFO, tetapi tidak dalam bagian muka
laporan keuangan. Pengungkapan pelengkap, walaupun tidak dimaksudkan untuk mengenyampingkan
metode LIFO dasar yang dipakai bagi tujuan pelaporan keuangan, mungkin berguna dalam membandingkan
laba operasi dan modal kerja dengan perusahaan yang tidak memakai LIFO.
Sebagai contoh, JCPenney, Inc. (pemakai LIFO) menyajikan informasi dalam laporan tahunannya seperti
yang diperlihatkan pada Ilustrasi dibawah ini :
Pelonggaran aturan keserasian LIFO telah membuat banyak perusahaan memili LIFO sebagai metode
penilaian persediaan karena perusahaan kini dapat mengungkapkan angka laba FIFO dalam laporan
keuangan jika di perlukan.
Sering kali metode persediaan digunakan bersama-sama dengan metode persediaan yang lain. Sebagai
contoh, sebagian besar perusahaan tidak pernah menggunakan LIFO secara total, tetapi dikombinasikan
dengan metode penilaian yang lain. Salah satu alasannya adalah bahwa lini produk tertentu sangat rentan
terhadap deflasi, bukan inflasi. Selain itu, jika tingkat persediaan tidak stabil, maka likuidasi yang tidak
diinginkan dalam lini produk tertentu bisa terjadi apabila perusahaan menggunakan LIFO. Terakhir, jika
perputaran persediaan dalam lini produk tertentu tinggi, maka biaya pencatatan dan beban tambahan bisa
melebihi manfaat dari LIFO. Biaya rata-rata seringkali digunakan dalam kasus semacam itu karena mudah
untuk dihitung.
Meskipun perusahaan dapat menggunakan berbagai metode persediaan untuk membantu menghitung
laba bersih secara akurat, namun sekali perusahaan memilih metode penetapan harga yang paling cocok,
metode itu harus diterapkan secara konsisten dari waktu ke waktu. Jika kondisi yang muncul kemudian
menunjukkan bahwa metode penetapan harga persediaan yang digunakan tidak lagi cocok. peru- sahaan
harus mempertimbangkan semua kemungkinan lain secara serius sebelum beralih ke metode lain.
Peralihan ke metode lain harus dijelaskan secara seksama dan dampaknya diungkapkan dalam laporan
keuangan.
(Rp)
Data Terpilih
Saldo kas awal 7.000
Laba ditahan awal 10.000
Persediaan awal 4.000 unit @ 3 12.000
Pembelian 6.000 unit @ 4 24.000
Penjualan 5.000 unit @ 12 60.000
Beban operasi 10.000
Tarif pajak penghasilan 40%
Hasil-hasil komparatif dari pemakaian biaya rata-rata, FIFO, dan LIFO atas laba bersih ditunjukan dalam
Ilustrasi dibawah ini :
Perhatikan bahwa laba kotor dan laba bersih paling rendah menurut LIFO, paling tinggi menurut FIFO, dan
ditengah-tengah menurut biaya raat-rata.
Ilustrasi dibawah ini memperlihatkan saldo akhir dari pos-pos terpilih pada akhir periode :
LIFO menghasilkan saldo lebih tinggi pada akhir tahun karena pajaknya rendah. Contoh ini mengasumsikan
bahwa harga terus meningkat; hasil yang sebaliknya akan muncul jika harga terus menurun.
BAB V
PERSEDIAAN LANJUTAN
PENILAIAN PERSEDIAAN BARANG
Penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca.
Persediaan akhir bisa dihitung harga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harga
pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak selalu nampak dalam neraca, jumlah yang dicantumkan dalam
neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan.
METODE HARGA POKOK ATAU NILAI REALISASI BERSIH YANG LEBIH RENDAH
PSAK No. 14 menyatakan bahwa persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai
sebesar harga pokoknya atau nilai realisasi bersihnya, yang lebih rendah. Menurut PSAK No. 14 nilai
realisasi bersih (net realizable value) adalah harga taksiran dalam penjualan usaha normal dikurangi
taksiran biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan. Dalam
kondisi tertentu, nilai realisasi bersih diukur dengan nilai pengganti atau biaya mereproduksi persediaan
(replacement cost). Untuk menentukan besarnya harga pokok penjualan, dalam PSAK No. 14 disebut biaya
persediaan, meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan
berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).
Dalam rangka penerapan standar biaya atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah, berikut ini
ketentuannya :
a. Taksiran harga jual dalam kegiatan usaha sehari – hari dikurangi biaya – biaya yang dapat
diperkirakan terlebih dahulu untuk penyelesaiannya atau penjualannya.
b. Tidak boleh lebih rendah dari nilai realisasi bersih sesudah dikurangi dengan laba normal.
Nilai realisasi bersih merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan
persediaan disebut BATAS ATAS. Nilai realisasi bersih dikurangi laba normal merupakan batas minimum
dimana nilai persediaan barang tidak boleh lebih rendah disebut BATAS BAWAH. Untuk mencantumkan
dengan nilai berapakah persediaan pokok akan dicantumkan dalam neraca, pertama kali dibandingkan
antara harga pokok dengan nilai realisasi bersih, dipilih yang lebih rendah. Jumlah yang lebih rendah
tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawah. Apabila yang jumlah lebih rendah
tersebut masih dalam batas atas dan batas bawah, maka nilai persediaan dalam neraca adalah jumlah yang
lebih rendah tersebut. Tetapi apabila jumlah yang lebih rendah di luar batas atas atau di bawah batas
bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah.
Aapabila taksiran harga jual, harga pokok dan nilai realisasi bersih (harga pokok pengganti) dalam
beberapa keadaan seperti contoh dibawah ini ( no. 1 s.d. no.6), maka harga pokok atau nilai realisasi bersih
yang lebih rendah ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Keterangan :
1. Nilai realisasi bersih yang dipilih adalah batas atas (Rp 100), karena harga pokok pengganti (Rp 1.200)
lebih tinggi dari batas atas. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 1.100) dibandingkan dengan harga
pokonya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 1.050.
2. Harga pokok pengganti (Rp 950) masih didalam batas atas dan batas bawah, sehingga harga pokok
penggganti ini (Rp 950) dipilih sebagai niali realisasi bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp
950) dibandingkaan dengan harga pokok (Rp 1.050) dan dipilih yag lebih rendah, yaitu Rp 950.
3. Harga pokok pengganti (Rp 750) lebih rendah dari batas bawah (Rp 800) sehingga batas bawah (Rp
800) dipilih sebagai nilai realisai bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 800) kemiduan
dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 800.
4. Harga pokok pengganti (Rp 1.000) lebih tinggi dari batas atas (Rp 950) sehinga yang dipilih adalah
batas atas (Rp 950). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga
pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah yaitu, Rp 950.
5. Harga pokok pengganti (Rp 850) masih berada diantara batas bawah dan batas atas, sehingga harga
pokok pengganti ini dipilih (Rp 850). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 850) dibandingkan
dengan harga pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 850.
6. Harga pokok pengganti (Rp 600) lebih rendah dari batas bawah (Rp 650) sehingga yang dipilih adalah
batas bawah. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian yang dibandingkan dengan harga
pokoknya (Rp 1.050) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 650.
CARA PENERAPAN HARGA POKOK atau NILAI REALISASI BERSIH yang LEBIH
RENDAH
Cara metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah bisa diterapkan kepada
masing – masing jenis persediaan, masing – masing kelompok persediaan atau kelompok jumlah
keseluruhan persediaan.
Dibawah ini adalah contoh penerapan untuk ketiga cara diatas. Misalnya Toko Maju mempunyai
persediaan barang pada tanggal 31 Desember 2005 dengan harga pokok dan nilai realisasi bersih sebagai
berikut :
Apabila metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah diterapkan kepada :
Masing - masing jenis persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca
pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 255.000.
Kelompok - kelompok persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca
pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 265.000.
Keseluruhan persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada
tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 267.000.
Dari perhitungan diatas nampak bahwa penerapan utnuk masing- masing jenis persediaan akan
menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan cara penerapan yang lain. Sedangkan
penerapan untuk masing – masing kelompok atau keseluruhan persediaan menghasilkan nilai yang
mendekati keadaan, karena penurunan harga salah satu jenis barang akan di imbangi dengan kenaikan
harga barang yang lain. Masing – masing cara diatas dapat digunakan untuk menilai persediaan barang
dengan batasan hendaknya diterapkan secara konsisten setiap periode.
PENCATATAN METODE HARGA POKOK atau NILAI REALISASI BERSIH yang LEBIH
RENDAH
Pembelian barang – barang dicatat pada saat terjadinya berdasar harga pokok, oleh karena itu jika
persediaan akan dicatat dibawah harga pokoknya (misalnya, apabila nilai realisasi bersih lebih rendah)
maka ada 2 hal yang perli duperhatikan, yaitu :
Ada prosedur yang dapat digunakan untuk memcatat aturan harga pokok atau nilai realisasi bersih
yang lebih rendah.
a) Metode pengurangan persediaan langsung, dimana kerugian penurunan harga persediaan tidak
dilaporkan tersendiri.
b) Metode pengurangan persediaan langsung, dimana hanya kerugian penurunan harga persediaan
akhir yang dilaporkan tersendiri.
c) Metode cadangan persediaan, di mana kerugian penurunan harga persediaan awal dan akhir
dilaporkan tersendiri.
Untuk mengilustrasikan penggunaan ketiga metode diatas, dipakai contoh persediaan barang sebagai
berikut :
Cara pencatatan dan akibat penggunaan ketiga metode diatas terhadap laporan laba rugi sebagai
berikut :
1. METODE PENGURANGAN PERSEDIAAN LANGSUNG
Kerugian Tidak Disendirikan
Dalam cara ini harga pokok penjualan dan persediaan barang awal dan akhir dicatat dengan jumlah
harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah. Apabila nilai realisasi lebih rendah dari harga
pokok, maka rekening harga pokok penjualan mengandung 2 elemen, yaitu:
Metode ini sederhana tetapi tidak memisahkan harga pokok penjualan dan kerugian penurunan harga
persediaan. Apabila dipakai metode buku, harus dibuat penyesuaian terhadap buku pembantu persediaan
barang.
METODE FISIK
Tahun 2005 :
Tahun 2006 :
METODE BUKU
Tahun 2005 :
Tahun 2006 :
Harga pokok penjualan Rp 16.000
Persediaan Barang Rp 16.000
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok
atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah)
Dalam cara ini persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok atau nilai realisasi bersih yang
lebih rendah. Tetapi laba rugi di kredit dengan persediaan barang akhir sebesar harga pokoknya, selisihnya
merupakan kerugian penurunan harga persediaan yang dicatat tersendiri.
METODE FISIK
Tahun 2005 :
Tahun 2006 :
METODE BUKU
Tahun 2005 :
Tahun 2006 :
Dalam cara ini rekening harga pokok penjualan dan persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga
pokok. Apabila nilai realisasi bersih lebih rendah maka kerugian penurunan persediaan barang awal periode
dicatat tersendiri dan di kreditkan ke rekening cadangan.
Rekening cadangan ini setiap periode disesuaikan dengan jumlah kerugian penurunan harga pada
saat itu. Apabila kerugian penurunan harga persediaan akhir lebih besar daripada kerugian penurunan
harga persediaan awal periode, maka rekening cadangan ditambah dan dibebankan sebagai kerugian.
Tetapi, apabila rugi penurunan harga persediaan akhir lebih kecil dari rugi penurunan harga persediaan
awal, maka rekening cadangan dikurangi dan dicatat sebagai laba.
Jika dipakai metode buku, tidak diperlukan penyesuaian terhadap buku pembantu persediaan
barang.
METODE FISIK
Tahun 2005 :
Tahun 2006 :
METODE BUKU
Tahun 2005 :
Tahun 2006 :
Ketiga metode diatas menghasilkan perhitungan pendapatan bersih yang sama seperti yang terlihat
berikut :
Periode Periode
2005 2006
Penjualan Rp 800.000 Rp 880.000
Harga pokok
penjualan
Persediaan awal Rp 300.000 Rp 280.000
Pembelian Rp 460.000 Rp 472.000
Tersedia untuk
Rp 760.000 Rp 752.000
dijual
Persediaan akhir Rp 280.000 Rp 224.000
Rp 480.000 Rp 528.000
Penghasilan
Rp 80.000 Rp 88.000
bersih
Periode Periode
2005 2006
Harga pokok
penjualan
Tersedia untuk
Rp 760.000 Rp 752.000
dijual
Rp 440.000 Rp 512.000
Rugi
penurunan Rp 120.000 Rp 104.000
harga Rp 40.000 Rp 16.000
persediaan
Penghasilan
Rp 80.000 Rp 88.000
bersih
Harga pokok
penjualan
Tersedia untuk
Rp 760.000 Rp 792.000
dijual
Rp 440.000 Rp 552.000
Rugi
penurunan Rp 120.000 Rp 64.000
harga Rp 40.000
persediaan
Laba dari
pengurangan - -
cadangan rugi
Penurunan
harga - Rp 24.000
persediaan
Penghasilan
Rp 80.000 Rp 88.000
bersih
Misalnya pada bulan November 2005 PT Risa Fadila membuat kontrak pembelian barang sebanyak
1.000 unit dengan harga Rp 1.500 per unit yang akan diterima pada bulan April 2006.
Pada akhir tahun 2005, nilai realisasi bersih barang - barang tersebut sebesar Rp 1.400 per unit.
Kerugian dalam kontrak pembelian sebesar :
Rugi : Rp 100.000
Pada tanggal 31 Desember 2005 kerugian Rp 100.000 dicatat dengan jumlah sebagai berikut:
Pada saat barang - barang diterima dalam bulan April 2006, rekening pembelian akan didebit
dengan jumlah Rp 1.400.000 dan rekening taksiran rugi kontrak pembelian dihapuskan.
Pembelian Rp 1.400.000
Taksiran rugi kontrak pembelian Rp 100.000
Utang dagang Rp 1.500.000
Apabila kontrak pembelian dapat diubah jika terjadi perubahan harga, maka penuruna harga
tanggal 31 Desember 2005 diatas tidak dibuatkan jurnal, tetapi dalam beraca diberi catatan kaki yang
menjelaskan adanya penurunan harga tersebut.
Penyimpangan dari prinsip harga pokok untuk penilaian persediaan yaitu dengan mencantumkan
persediaan dengan harga jual bersihnya dapat diterima asalkan dipenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
Ada kepastian bahwa barang - barang itu akan dapat segera dijual dengan harga yang telah
ditetapkan.
Merupakan produk standar, yang pasarnya mampu menampung serta sulit untuk menentukan
harga pokoknya.
Penyimpangan dengan penilaian sebesar harga jual biasanya dilakukan untuk produk dari tambang
logam mulia (emas dam perak) dan hasil - hasil pertanian / peternakan. Apabila persediaan dicantumkan
dalam neraca sebesar harga jual bersihnya maka metode penilaian yang digunakan hendaknya dijelaskan
dalam neraca.
CONTOH :
PT Tina Guna menerima kontrak untuk membangun sebuah kompleks perumahan pada tanggal 1
Februari 2005 yang diperkirakan akan selesai pada tanggal 21 Februari 2007 dengan harga kontrak sebesar
Rp 30.000.000. Data lain yang diketahui sebagai berikut :
Dalam metode ini semua biaya yang dikeluarkan dalam kontrak pembangunan dikumpulkan dalam
rekening bangunan dalam pelaksanaan. Uang yang diterima dari pemesan dikreditkan ke rekening uang
muka pesanan, sebelum bangunan selesai tidak ada pendapatan yang diakui.
Dalam metode ini semua biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dicatat dalam rekening
bangunan dalam pelaksanaan. Penerimaan uang dari pemesan dikreditkan ke rekening uang muka
pesanan. Setiap akhir periode dilakukan perhitungan laba atau rugi berdasarkan persentase penyelesaian
Taksiran laba dicatat dengan mendebit rekening bangunan dalam pelaksanan dan mengkredit rekening
pengakuan laba kontral jangka panjang.
Dari data diatas setiap akhir periode diadakan perhitungan laba rugi sebagai berikut:
Tahun 2005 :
Rp 7.000.000
Rp 27.000.000
= Rp 777.780
Tahun 2006 :
Taksiran laba
Rp 18.000.000
Rp 27.000.000
= Rp 1.852.940
Tahun 2007 :
Rp 847060
Persentase
Transaksi Rekening Kontrak selesai
penyelesaian
2005
Bangunan dalam pelaksanaan
Biaya Rp 7.000.000 Rp 7.000.000
pembangunan
Bahan, utang, kas, dll Rp 7.000.000 Rp 7.000.000
Uang muka Kas Rp 6.000.000 Rp 6.000.000
pemesanan Uang muka pemesanan Rp 6.000.000 Rp 6.000.000
Bangunan dalam pelaksanaan Rp 777.780
Pengakuan laba Pengakuan laba kontrak
Rp 777.780
jangka panjang
2006
Biaya Bangunan dalam pelaksanaan Rp 11.000.000 Rp 11.000.000
pembangunan Bahan, utang, kas, dll Rp 11.000.000 Rp 11.000.000
Uang muka Kas Rp 11.500.000 Rp 11.500.000
pemesanan Uang muka pemesanan Rp 11.500.000 Rp 11.500.000
Bangunan dalam pelaksanaan Rp 1.075.160
Pengakuan Laba Pengakuan laba kontrak
Rp 1.075.160
jangka panjang
2007
Biaya Bangunan dalam pelaksanaan Rp 9.300.000 Rp 9.300.000
pembangunan Bahan, utang, kas, dll Rp 9.300.000 Rp 9.300.000
Uang muka Kas Rp 12.500.000 Rp 12.500.000
pemesanan Uang muka pemesanan Rp 12.500.000 Rp 12.500.000
Bangunan dalam pelaksanaan Rp 847.060
Pengakuan Laba Pengakuan laba kontrak
Rp 847.060
jangka panjang
Penyerahan Uang muka pemesanan Rp 30.000.000 Rp 30.000.000
bangunan kepada
Bangunan dalam pelaksaan Rp 30.000.000 Rp 30.000.000
pemesan
Jumlah laba pembangunan yang dihitung dengan cara persentase penyelesaian atau kontrak selesai
berjumlah Rp 27.000.000. Dalam metode kontrak selesai laba diakui dalam tahun 2007 yaitu pada saat
selesainya kontrak, dalam tahu 2005 dan 2006 tidak ada laba yang diakui. Dalam metode persentase
penyelesaian laba sebesar Rp 27.000.000 diakui dalam tiga periode yaitu tahun 2005, 2006, dan 2007.
Pencatatan transaksi dalam hubungannya dengan proses penagihan uang muka pesanan dapat juga
dilakukan dengan memakai rekening piutang dagang dan tagihan kontrak jangka panjang. Apabila
digunakan cara ini, maka rekening uang muka pesanan tidak ada., tetapi diganti dengan rekening tagihan
kontrak jangka panjang. Rekening ini digunakan untuk mencatat jumlah yang ditagih kepada pemesan
sebesar kemajuan dan di debitkan ke rekening piutang dagang. Uang yang diterima dari pesanan akan di
kreditkan ke rekening piutang dagang. Pada masa akhir pembangunan (saat selesainya pekerjaan) rekening
tagihan kontrak jangka panjang ditutup bersama dengan rekening bangunan dalam pelaksanaan.
Misalnya dari data diatas, pada tahun 2005 jumlah yang ditagihkan pada pemesan sebesar Rp
7.700.000 (7/27 x Rp 3.000.000 dibulatkan) dan pemesan membayar Rp 6.000.000. Data lainnya sama
seperti diatas, maka jurnal yang dibuat pada tahun 2005 sebagai berikut :
Jurnal yang dibuat pada saat bangunan diserahkan pada pemesan adalah sebagai berikut :
Di dalam neraca, rekening tagihan kontrak jangka panjang dilaporkan mengurangi rekening
bangunan dalam pelaksanaan. Rekening – rekening ini disajikan dalam kelompok aktiva lancar dan bersifat
seperti persediaan barang.
METODE – METODE TAKSIRAN
Dengan digunakannya metode fisik untuk pencatatan persediaan, jumlah persediaan akhir dapat
diketahui sesudah dilakukan perhitungan fisik atas barang – barang yang ada. Kadang – kadang perhitungan
fisik ini tidak mungkin dilakukan sehingga penentuan jumlah persediaan dilakukan dengan cara – cara
taksiran. Ada dua cara untuk menaksir jumlah persediaan pada tanggal tertentu adalah sebagai berikut :
Menentukan jumlah persediaan dengan metode laba bruto, biasanya dilakukan dengan keadaan –
keadaan sebagai berikut :
Untuk menaksir jumlah persediaan laba yang diperlukan untuk menyusun laporan – laporan
jangka pendek, dimana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan.
Untuk menaksir persediaan barang yang rusak karena terbakar dan jumlah barang sebelum
terjadinya kebakaran. Perhitungan ini sering diperlukan untuk menentukan besarnya klaim
terhadap perusahaan asuransi. Dalam keadaan seperti ini metode laba bruto dapat digunakan
bila sebagian catatan – catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar.
Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara – cara lain, disebut test laba
bruto.
Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir, dan laba bruto. Taksiran ini
dihitung sesudah dibuat budget penjualan.
Dalam metode laba bruto, pertama kali harus ditentukan besarnya persentase laba bruto. Presentase
ini didasarkan pada penjualan atau harga pokok penjualan. Biasanya persentase laba bruto ditentukan
dengan menggunakan data – data tahun lalu. Sesudah persentase laba bruto diketahui, kemudian dikalikan
pada penjualan dan hasilnya dikurangkan pada penjualan sehingga dapat ditentukan jumlah harga pokok
penjualan. Selisih antara harga pokok penjualan dengan barang – barang yang tersedia untuk dijual
merupakan persediaan akhir.
Misalnya laba brtuo sebesar 40% dari harga pokok penjualan, maka :
Harga pokok penjualan =Rp 100%
Laba bruto = Rp 40%
Penjualan = Rp 140%
Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut :
Persediaan awal Rp 100.000
Pembelian (neto) Rp 400.000
Tersedia untuk dijual Rp 500.000
Penjualan Rp 300.000
Laba bruto = 40/140 x 100% Rp 300.000 Rp 85.710
Taksiran harga pokok penjualan Rp 214.290
Taksiran nilai persediaan akhir Rp 285.710
Apabila barang – barang yang dijual bermacam – macam dan persentase laba brutonya berbeda –
beda, maka perhitungan taksiran nilai persediaan dilakukan untuk masing – masing kelompok barang yang
persentase laba brutonya sama. Dengan demikian, hasil perhitungan akan lebih mendekati kenyataan bila
dibandingkan dengan perhitungan seluruh persediaan barang sekaligus.
Metode harga eceran biasanya digunakan dalam toko – toko yang menjual bermacam – macam
barang secara eceran, termasuk toko serba ada. Dalam perusahaan – perusahaan seperti itu biasanya
digunakan metode fisik untuk pencatatan persediaan karena metode buku akan menimbulkan banyak
pekerjaan. Metode harga eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah persediaan akhir tanpa
mengadakan perhitungan fisik. Metode harga eceran bisa digunakan untuk :
Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan keungan jangka pendek.
Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung itu dicantumkan dengan harga
jualnya, maka untuk mengubahnya ke harga pokok ialah dengan mengalihkannya dengan
persentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing – masing fakturnya.
Mutasi barang dapat diawasi yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai
dengan harga jual hasil perhitungan dari metode harga eceran.
Dalam metode harga eceran persentase harga pokok yang dihitung merupakan persentase harga
pokok periode yang bersangkutan, sedangkan dalam metode laba bruto, persentase laba brutonya
ditentukan dari tahun – tahun sebelumnya. Untuk menentukan jumlah persediaan akhir pertama kali
dihitung persentase harga pokok yaitu perbandingan barang – barang yang tersedia untuk dijual dengan
harga pokok dan harga jual. Kemudian barang tersedia untuk dijual (dengan harga jual), dikurangi jumlah
penjualan akan menunjukkan persediaan akhir menurut harga jual. Persediaan akhir dengan harga pokok
dihitung dengan mengalihkan persentase harga pokok dengan persediaan akhir menurut harga jual. Agar
metode harga eceran ini dapat digunakan maka catatan – catatan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
dapat menunjukkan data sebagai berikut :
Pembelian awal yang dinilai dengan harga pokok dan harga jual.
Pembelian yang dilakukan dengan harga pokok dan harga jual.
Perubahan – perubahan terhadap harga jual pertama, misalnya kenaikan harga, pembatalan
kenaikan harga, penurunan harga, pembatalan penurunan harga dan potongan – potongan khusus.
Data penyesuaian lain seperti transfer antar bagian dalam toko, pengembalian dan barang – barang
rusak.
Jumlah penjualan
Penjualan Rp 1.040.000
Rp 840.000
Persentase harga pokok x 100% = 70%
Rp 1.200.000
Metode harga eceran menghasilkan suatu jumlah taksiran persediaan barang akhir, oleh karena itu
paling sedikit setahun sekali harus diadakan perhitungan fisik dari barang – barang yang ada untuk
memeriksa apakah ada perbedaan hasil perhitungan atau tidak. Apabila terdapat perbedaan hasil
perhitungan yang jumlahnya cukup besar maka perbedaan tersebut perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menentukan sebab – sebabnya.
Metode harga eceran ini dapat digunakan dengan dasar – dasar yang berbeda, yaitu :
MKPK (FIFO)
Rata – rata Tertimbang
Harga Pokok Atau Harga Pasar Yang Lebih Rendah
MTKP (LIFO)
Biasanya karena beberapa hal, diadakan perubahan – perubahan terhadap harga jual yang sudah
ditetapkan. Perubahan – perubahan ini perlu mendapatkan perhatian dalam perhitungan persediaan akhir
dengan metode harga eceran. Dalam hubungannya dengan metode harga eceran, dipakai istilah – sitilah
sebagai berikut :
Perubahan – perubahan harga ini akan lebih jelas bila dilihat pada gambar berikut ini :
Rp 110.000
Rp 5 Pembatalan kenaikan
Rp 105 harga
Kenaikan harga Rp 10 Rp 5 Pembatalan kenaikan
Harga jual pertama Rp 100 harga
Rp 95
Pembatalan penurunan Rp 10 Rp 15 Penurunan harga
harga Rp 85
Perubahan – perubahan harga jual ini adalah untuk setiap inti barang, sehingga untuk mengetahui
jumlah perubahan – perubahan harga perlu di pertimbangkan jumlah persediaan barang yang ada pada
waktu terjadinya perubahan – perubahan tersebut, jumlah perubahan harga ini dicatat dalam rekening –
rekening.
Sebelum sampai pada contoh penggunaan metode harga eceran denan dasar – dasar yang ada,
perlu diketahui dahulu sifat – sifat khusus dari masing – masing dasar yang digunakan dan pengaruhnya
terhadap perhitungan persentase harga pokok sebagai berikut :
Untuk menjelaskan penggunaan masing – masing dasr diatas dalam metode harga eceran diberikan
contoh sebagai berikut :
Toko serba ada “LENGKAP” mempunyai data persediaan, pembelian dan penjualan sebagai berikut
:
Keterangan :
Potongan untuk pegawai, barang – barang rusak dalam keadaan normal, akan diperlakukan sama
dengan penurunan harga. Kerusakan barang yang tidak normal akan mengurangi jumlah yang tersedia
untuk dijual dalam kolom harga pokok dan harga eceran. Perlakuan seperti ini diperlukan agar persediaan
yang tersedia untuk dijual tidak dinyatakan terlalu tinggi. Kerusakan barang yang tidak normal ini
dilaporkan dengan judul barang – barang rusak atau rugi kerusakan barang.
Perhitungan persediaan akhir dari data diatas untuk masing – masing dasar sebagai berikut :
MKPK (FIFO)
(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan harga Rp 40.000
Rp 200.000 -
(-)
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan harga Rp 33.340
Rp 86.000
Potongan pegawai Rp 60.000
( Rp 146.660 ) -
Dalam metode MPKP ini persentase harga pokok dihitung dari pertandingan harga beli dengan
harga jual untuk barang – barang yang dibeli dalam periode tersebut dan tidak termasuk persediaan
awalnya sehingga persentase harga pokok merupkan persentase dari harga – harga terakhir dan akibatnya
persediaan akhir akan mendekati hasil perhitungan dengan metode MPKP.
Dalam metode ini persediaan awal dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok
sehingga persentase harga pokok mrupakan hasil rata – rata dari persediaan awal dan pembelian –
pembeliaan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan persediaan akhir dari data diatas akan
nampak sebagai berikut :
(+)
Kenaikan harga Rp 240.000
Pembatalan kenaikan harga Rp 40.000
Rp 200.000 -
(-)
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan harga Rp 33.340
Rp 86.660
Potongan pegawai Rp 60.000
( Rp 146.660 ) -
Penjualan Rp 1.653.340
Dalam metode ini persediaan akan dicantumkan dengan nilai yang lebih rendah antara harga pokok
atau harga pasar. Agar dapat mencapai tujuan ini maka dalam menghitung persentase harga pokok tidak
diperhitungkan penurunn harga dan potongan pegawai. Jumlah – jumlah yang mengurangi harga jual atau
mengurangi persediaan seperti penurunan harga, potongan untuk pegawai, barang – barang rusak dan lain
– lain akan diperlakukan menambah jumlah penjualan. Dasar harga pokok atau harga pasar yang lebih
rendah dapat diterapkan dalam metode MPKP maupun Rata – Rata.
Misalnya, dari data diatas jika dihitung untuk menunjukkan harga pokok atau harga pasar yang
lebih rendah ( lower of cost or market ) dengan dasar MPKP maka persediaan akhir nampak seperti dalam
perhitungan berikut :
Catatan : Hasil perhitungan dengan cara ini adalah yang lebih rendah diantara harga pokok (dihitung
dengan cara MPKP ) dan harga pasarnya.
Rp 1.300.000
Presentase harga pokok = x 100 % = 69,15 %
Rp 1.880.000
Jumlah termasuk
Rp 2.180.000
persediaan awal
Penjualan Rp 1.653.340
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan Rp 33.340
harga
Rp 86.660
Potongan untuk pegawai Rp 60.000
Rp 1.800.000
Bila metode lower of cost or market dihitung dengan menggunakan metode rata – rata, maka persediaan
akhir akan nampak sebagai beriku :
Rp 2.180.000 Rp 1.540.000
Rp 1.540.000
Presentase harga pokok = x 100 % = 70,64 %
Rp 2.180.000
Penjualan Rp 1.653.340
Penurunan harga Rp 120.000
Pembatalan penurunan Rp 33.340
harga
Rp 86.660
Potongan untuk pegawai Rp 60.000
Rp 1.800.000
Penurunan harga tidak dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok akan memberikan
hasil yang lebih konservatif. Jika ada penurunan harga pasar yang mempengaruhi harga jual eceran, maka
persentase harga pokok yang dihitung tanpa memasukkan harga tadi akan menghasilakan nilai persediaan
akhir dengan harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah. Jika penurunan harga tersebut hanya untuk
barang – barang tertentu saja dan bukan akibat penurunan harga pasar maka persediaan akhir yang
dihitung dengan cara ini akan menunjukkan jumah sebesar harga pokonya.
MTKP (LIFO)
Penggunaan metode MTKP ( LIFO ) dalam harga eceran dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu Bila
Harga – Harga Stabil dan Bila Harga – Harga Berfluktuasi.
a. HARGA STABIL
Dalam keadaan harga – harga stabil, metode MTKP dalam harga eceran akan menghasilkan
persediaan akhir yang mendekati harga perolehannya. Untuk menghitung persentase harga pokok, ada dua
ketentuan, yaitu :
Kenaikan dan penurunan harga bersih dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok
Kenaikan dan penurunan harga bersih diperhitungkan hanya pada barang yang dibeli dalam
periode itu, sehingga persediaan awalnya tidak memperhitungkan perubahan harga ini.
Misalnya, dengan menggunakan angka – angka yang ada di muka, perhitungan persentase harga
pokok dan persediaan akhir adalah sebagai berikut :
b. HARGA BERFLUKTUASI
Dalam keadaan harga yang berubah – ubah, jika diinginkan harga pokok persediaan yang dihitung
dengan metode harga eceran itu mendekati hasil perhitungan dengan cara MTKP, maka akan dipergunakan
metode MTKP nilai rupiah. Metode ini akan disebut metode harga eceran MTKP. Untuk menentukan nilai
persediaan, yaitu dengan cara mengalihkan indeks harga dengan nilai persediaan yang dicantumkan
dengan menggunakan harga jual dasar dan kenaikan persediaan dengan indeks yang timbul dengan
persentase harga pokok akan diperhitungkan dengan jumlah tersebut.
Perhitungan persentase harga pokok dan kenaikan persediaan dengan indeks dilakukan sebagai
berikut :
1. Persediaan barang awal tidak diperhitungkan sehingga persediaan dan persentase harga pokok
akan terdiri dari harga – harga sekarang. Nilai persediaan akan terdiri dari jumlah dasar
ditambah harga pokok kenaikan persediaan dengan indeks berikutnya.
2. Kenaikan harga dan penurunan harga akan diperhitungkan dalam perhitungan persentase harga
pokok. Persentase harga pokok ini hanya diperhitungkan jika terjadi kenaikan atau penurunan
persediaan.
Contoh penggunaan metode harga eceran akan dihitungan dengan data berikut :
Tanggal 1 Januari 2005 mulai digunakan metode harga eceran MTKP dimana indeks harga = 100
dan persediaan barang dengan harga jual sebesar Rp 300.000 dan dengan harga pokok sebesar Rp 240.000.
Data untuk tahun 2005 dan berikutnya sebagai berikut :
Perhitungan harga pokok persediaan barang pada akhir tiap tahun adalah sebagai berikut :
TAHUN 2005 :
Persentase
31 Desember 2005 Harga eceran Indeks harga Harga pokok
pokok
Persediaan barang 1 Januari 2005 Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Pembelian bersih ...................... Rp 1.680.000 Rp 1.300.000
Kenaikan harga bersih .............. Rp 200.000
Penurunan harga bersih ............ ( Rp 80.000) -
Jumlah tanpa persediaan awal .... Rp 1.800.000 72 Rp 1.300.000
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.100.000 Rp 1.540.000
Penjualan ................................... Rp 1.600.000
Persediaan barang 31 Desember 2005
Rp 500.000 104
dengan harga eceran ..........
Persediaan barang 31 Desember 2005
dengan harga eceran dasar Rp Rp 480.770
500.000 : 1,04 ......................
Kenaikan persediaan dengan harga
Rp 180.770
eceran dasar Rp 480.770 – Rp 300.000
Kenaikan persediaan dengan indeks Rp 180.770
104 72 Rp 130.155
2005 ................................
Nilai persediaan 31 Desember 2005
terdiri dari :
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 180.770 104 72 Rp 130.155
2005 ................................
Jumlah persediaan dasar ............. Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Rp 480.770 Rp 370.155
TAHUN 2006 :
Persentase
31 Desember 2006 Harga eceran Indeks harga Harga pokok
pokok
Persediaan barang 1 Januari 2006 Rp 300.000
dengan harga eceran ..........
Pembelian bersih ...................... Rp 1.890.000 Rp 1.400.000
Kenaikan harga bersih .............. Rp 260.000
Penurunan harga bersih ............ ( Rp 150.000)
Jumlah tanpa persediaan awal .... Rp 2.000.000 70 Rp 1.400.000
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.300.000
Penjualan ................................... Rp 1.700.000
Persediaan 31 Desember 2006
Rp 600.000
dengan harga eceran ..........
Persediaan barang 31 Desember 2006
dengan harga eceran dasar: Rp Rp 555.555
600.000 : 1,08 ......................
Kenaikan persediaan 2006 dengan
harga eceran dasar Rp 555.555 – Rp Rp 74.785
480.770
Kenaikan persediaan dengan indeks Rp 74.785
108 70 Rp 52.350
2006 ................................
Nilai persediaan 31 Desember 2006
terdiri dari :
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 74.785 108 70 Rp 52.350
2006 ................................
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 180.770 104 72 Rp 130.155
2005 ................................
Jumlah persediaan dasar ............. Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Rp 555.555 Rp 422.505
TAHUN 2007 :
Persentase
31 Desember 2007 Harga eceran Indeks Harga pokok
harga
pokok
Persediaan barang 1 Januari 2007 Rp 600.000
dengan harga eceran ..........
Pembelian bersih ...................... Rp 2.100.000 Rp 1.600.000
Kenaikan harga bersih .............. Rp 160.000
Penurunan harga bersih ............ ( Rp 60.000)
Jumlah tanpa persediaan awal .... Rp 2.200.000 73 Rp 1.600.000
Jumlah termasuk persediaan awal Rp 2.800.000
Penjualan bersih .......................... Rp 2.300.000
Persediaan 31 Desember 2007
Rp 500.000
dengan harga eceran ..........
Persediaan barang 31 Desember 2007
dengan harga eceran dasar = Rp Rp 471.698
500.000 : 1,06 ......................
Penurunan persediaan 2005 dengan
harga eceran dasar: Rp 555.555 – Rp Rp 83. 857
471.698 =
Penurunan persediaan dengan indeks
Rp 74.785 108 70 Rp 52.350
2006 ...............................
Penurunan persediaan dengan indeks Rp 9.072
104 72 Rp 6.532
2005 ...............................
Nilai persediaan 31 Desember 2007
terdiri dari :
Kenaikan persediaan dengan indeks
Rp 171.698 104 72 Rp 132.623
2005 ................................
Jumlah persediaan dasar ............. Rp 300.000 100 80 Rp 240.000
Rp 471.698 Rp 363.623
Dari perhitungan dimuka dapat dilihat bahwa kenaikan persediaan dengan indeks setiap tahun
akan dipisahkan dengan kenaikan persediaan dengan indeks tahun sebelumnya. Sedangkan penurunan
persediaan akan mengurangi kenaikan persediaan dengan indeks urut dari tahun terakhir ke tahun
sebelumnya. Jika kenaikan persediaan dengan indeks tiap – tiap tahun sudah habis maka penurunan
persediaan akan mengurangi jumlah persediaan dasar.
BAB VI
AKTIVA TETAP BERWUJUD
PENGERTIAN AKTIVA TETAP BERWUJUD
Aktiva tetap berwujud Adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanen
yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif permanen menunjukan sifat
dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
Aktiva Tetap Berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam-macam
bentuk seperti tanah, bangunan, mesin-mesin dapat alat-alat, kendaraan, mebel dan lain-lain. Dari
macam-macam aktiva tetap berwujud tersebut, untuk tujuan akutansi dilakukan pengelompokan
sebagai berikut :
a) Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan, pertanian dan
peternakan.
b) Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bias diganti
dengan aktiva yang sejenis.
c) Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat
diganti dengan aktiva yang sejenis.
A. PEROLEHAN
a) Harga beli
b) Komisi pembelian
c) Bea balik nama
d) Biaya penelitian tanah
e) Iuran-iuran (pajak-pajak) selama tanah belum dipakai
f) Biaya merobohkan bangunan lama
g) Biaya perataan tanah pembersihan dan pembagian
h) Pajak-Pajak yang jadi beban pembelian pada waktu pembelian
2. Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus dialokasikan pada tanah dan
gedung. Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah :
a) Harga beli
b) Biaya Perbaikan sebelum gedung itu dipakai
c) Komisi pembelian
d) Bea balik nama
e) Pajak-Pajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian
3. Alat-Alat Kerja
Alat-alat kerja yang dimiliki biasa berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan.
Yang merupakan harga perolehan mesin dan alat-alat adalah
a) Harga beli
b) Pajak-pajak yang menjadi beban pembeli
c) Biaya angkut
d) Asuransi selama dalam perjalanan
e) Biaya pemasangan
f) Biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin
4. Cetakan-Cetakan
Cetakan-cetakan yang dipakai untuk peroduksi dalam beberapa periode dicatat dalam rekening
aktiva tetap dan didepresiasi selam umur ekonomisnya.
6. Kendaraan
Seperti halnya perabot, maka kendaraan yang dimiliki juga harus dipisahkan untuk setiap fungsi
yang berbeda.
Tanah Rpxx
Kas Rpxx
Contoh :
PT Risa Fadillah membeli aktiva tetap dari sebuah perusahaan dalam proses likuidasi terdiri dari
tanah bangunan dan mesin – mesin pembelian dilakukan secara paket (lumpsum) dengan harga Rp.
80.000.000,00. Harga pasar setiap aktiva tetap sebagai berikut :
Gedung : Rp 25.000.000,00
Tanah : Rp 50.000.000,00
Mesin : Rp 25.000.000,00
Harga perolehan setiap aktiva di hitung dengan cara sebagai berikut :
Rp 25.000.000,00
Gedung : × Rp 80.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Rp 100.000.000,00
Rp 50.000.000,00
Tanah : Rp 100.000.000,00 × Rp 80.000.000,00 = Rp 40.000.000,00
Rp 25.000.000,00
Mesin : Rp 100.000.000,00 × Rp 80.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Gedung Rp 20.000.000,00
Tanah Rp 40.000.000,00
Mesin Rp 20.000.000,00
Kas Rp 80.000.000,00
Adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya tidak sama seperti misalnya
pertukaran tanah dengan mesin – mesin, tanah engan gedung dll.
Contoh soal :
Pada awal tahun 2006 PT saya menukar mesin produksi dengan truk baru. Harga perolehan
mesin produksi sebesar Rp 2.000.000,00, akumulasi depresiasi sampai tanggal pertukaran
sebesar Rp 1.500.000,00 sehingga nilai bukunya sebesar Rp 500.000,00. Nilai wajar mesin
produksi tersebut sebesar Rp 800.000,00 dan PT saya harus membayar uang sebesar Rp
1.700.000,00. Harga perolehan truk adalah Rp 2.500.000,00 yang perhitungan sebagai
berikut :
Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukaran diatas adalah sebagai berikut :
Truk Rp 2.500.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp 1.500.000,00
Kas Rp 1.700.000,00
Mesin Rp 2.000.000,00
Laba pertukaran mesin Rp 300.000,00
Adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya sama dengan mesin produksi merek A dengan
merek B, truk merek A dengan merek B dan seterusnya.
Contoh 1 : pertukaran dengan mengeluarkan kas
PT Raisa fadillah menukar truk merek A dengan truk baru merek B. harga peroleh truk A sebesar Rp
10.000.000,00. Truk B harga pasarnya (nilai wajarnya ) Rp. 25.000.000,00. PT Raisa Fadillah
membayar Rp 20.000.000,00 tunai. Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukaran tersebut adalah
sebagai berikut :
Truk B Rp 26.000.000,00
Akumulasi depresiasi truk A Rp 4.000.000,00
Truk A Rp 10.000.000,00
Kas Rp 20.000.000,00
Misalnya PT Raisa Fadillah menukar truk A dengan Truk B. harga perolehan truk A sebesar
Rp50.000.000,00 dan akumulasi depresiasinya sebesar Rp 20.000.000,00. Harga pasar ( nilai wajar )
truk B Rp 35.000.000,00 dan PT Raisa Fadillah menerima uang Rp 5.000.000,00. Jurnal yang dibuat
untuk mencatat pertukaran ini sebagai berikut :
Truk B Rp 25.000.000,00
Akumulasi depresiasi truk A Rp 20.000.000,00
Kas Rp 5.000.000,00
Truk A Rp 50.000.000,00
Perhitungan sebagai berikut :
Harga perolehan truk A Rp 50.000.000,00
Akumulasi depresiasi Rp 20.000.000,00
Nilai buku truk A Rp 30.000.000,00
Kas yang diterima Rp 5.000.000,00
Harga perolehan truk B Rp 25.000.000,00
4. Pembelian angsuran
Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian anggsuran, maka dalam harga perolehan kativa tetap
tidak boleh termasuk bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran
angsuran sebagai berikut:
Contoh :
PT Risa Fadila membeli mesin seharga Rp. 5.000.000,00 pada tanggal 1 januari 2005.
Pembayaran pertama Rp. 2.000.000,00 dan sisanya diangsur tiap tanggal 31 desember selama 3 tahun
dengan bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran angsuran sebagai
berikut :
1 januari 2005
Pembelian mesin Mesin Rp. 5.000.000,00
Utang Rp. 3.000.000,00
Kas Rp. 2.000.000,00
31 Desember 2005
Pembayaran angsuran I Rp. 1.000.000,00
Bunga: Utang Rp. 1.000.000,00
12% x Rp. 3.000.000,00 Rp. 360.000,00 Biaya Rp. 360.000,00
Rp. 1.360.000,00 Kas Rp 1. 360.000,00
31 Desember 2006
Pembayaran angsuran I Rp. 1.000.000,00 Utang Rp. 1.000.000,00
Bunga: Biaya Rp. 240.000,00
12% x Rp. 2.000.000,00 Rp. 240.000,00 Kas Rp. 1.240.000,00
Rp. 1.240.000,00
Apabila dalam penerimaan hadiah tersebut PT Saya mengeluarkan biaya sebesar Rp.100.000,00 maka
modal hadiah akan dikredit dengan jumlah Rp. 6.400.000,00 jurnal untuk mencatat penerimaan
hadiah tersebut menjadi sebagai berikut
Tanah Rp.2.500.000,00
Gedung Rp. 4.000.000,00
Modal – hadiah Rp. 6.400.000,00
Kas Rp. 100.000,00
Aktiva tetap :
Peralatan kantor Rp. 30.000.000
Peralatan toko Rp. 50.000.000
Kendaraan Rp. 25.000.000
Gedung Rp.105.000.000
Tanah Rp. 20.000.000 +
Rp. 230.000.000
Akumulasi penyusutan ( Rp 52.500.000 )
Total aktiva tetap,neto Rp. 177.500.000
Buku Aktiva Tetap
Perkiraan aktiva tetap dibuku besar perlu dibuatkan rinciannya dalam buku aktiva tetap (fixed
assets subsidiary ledger). Buku tambahan ini merinci aktiva tetap dibuku besar menurut jenisnya.
C. PENARIKAN
1. Penjualan
Aktiva tetap yang sudah tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian. Penarikan
(retirements) dapat dilakukan dengan dijual, ditukarkan dengan aktiva lain atau dibuang begitu saja
(dihapuskan). Ayat jurnal yang harus dibuat untuk ketiga macam transaksi tersebut sedikit
berbeda, namun yang pasti, nilai buku aktiva yang bersangkutan harus dikeluarkan dari
pembukuan. Hal ini dilakukan dengan mengkredit harga perolehan dan mendebit akumulasi
penyusutannya. Suatu aktiva tetap tidak boleh dikeluarkan dari pembukuan hanya karena telah habis
disusutkan. Harga perolehan maupun akumulasi penyusutan aktiva tetap yang telah habis disusutkan
tetap disajikan, walaupun kalau dinettokan, nilai bukunya sama dengan nol.
Apabila suatu aktiva tetap dijual, nilai bukunya dihitung sampai dengan tanggal penjualan. Nilai
buku ini kemudian dibandingkan dengan hasil penjualan yang diterima. Selisih yang diperoleh
merupakan keuntungan atau kerugian karena penjualan aktiva tetap.
2. Penukaran
Suatu aktiva tetap yang sudah berkurang manfaatnya, dapat ditukarkan dengan yang lain.
Penukaran aktiva tetap dapat dilakukan dengan aktiva sejenis (misalnya mobil dengan mobil) atau
dapat juga dengan tidak sejenis (misalnya mobil dengan mesin).
Dalam penukaran (trade in) aktiva tetap, terlebih dahulu harus ditentukan nilai tukarnya (trade in
allowance). Selisih antara nilai tukar aktiva lama dengan harga aktiva baru merupakan keuntungan
atau kerugian dari penukaran. Apabila nilai tukar lebih besar dari nilai buku, maka memperoleh
keuntungan dan sebaliknya jika nilai tukar lebih kecil dari nilai buku maka merupakan kerugian. Ada
dua cara pencatatan untuk transaksi penukaran aktiva tetap yaitu :
a) penukaran aktiva tidak sejenis, keuntungan dan kerugian dibebankan dalam tahun berjalan.
b) Untuk penukaran aktiva sejenis, keuntungan dikurangkan pada harga aktiva baru, sedangkan
kerugian dibebankan dalam tahun berjalan.
3. Penghapusan
Kemungkinan lain bagi aktiva yang sudah tidak bermanfaat adalah dihapuskan. Ini terjadi kalau
aktiva tetap tidak dapat dijual atau ditukarkan. Apabila aktiva belum disusutkan penuh, maka akibat
penghapusan ini adalah terjadinya kerugian sebesar nilai buku. Seperti halnya kerugian dari penjualan
aktiva tetap kerugian karena penghapusan aktiva juga dilaporkan sebagai biaya lain-lain. Adakalanya
penghapusan aktiva tetap dilakukan karena kejadian – kejadian yang tidak diharapkan seperti
kebakaran.
Untuk menggambarkan kejadian ini, anggaplah bahwa mobil yang dibeli pada tanggal 2 januari
199 AA dengan harga Rp. 10.000.000, pada tanggal 1 Juli 199 B mengalami tabrakan berat dan tidak
dapat dipakai lagi. Ganti rugi yang diterima dari perusahaan asuransi adalah Rp. 8.000.000.
Ayat jurnal (1) adalah ayat jurnal untuk mencatat penyusutan dari tanggal 1 Januari 199 A
sampai dengan 1 Juli 199 B yang belum dicatat. Ayat jurnal (2) mencatat penghapusan aktiva
tetap, sedang ayat jurnal (3) mencatat klaim asuransi yang akan diterima.
D. PEMBERHENTIAN
Aktiva tetap bisa diberhentikan pemakaiannya dengan cara dijual, ditukarkan, ataupun karena rusa. Pada
waktu aktiva tetap diberhentikan dari pemakaian maka semua rekenig yang berhubungan dengan aktiva
tersebut dihapuskan. Apabila aktiva itu dijual maka selisih harga jual dengan nilai buku atau nilai residu
dicatat sebagai laba atau rugi.
Contoh soal :
Mesin yang dibeli pada tanggal 1 februari 2005 dengan harga Rp. 3.200.000,00, pada tanggal 1 juli 2009
dijual dengan harga Rp 650.000,00. Mesin tersebut ditaksir umurnya 5 tahun dan depresiaisnya dengan
cara garis lurus, taksiran nilai residu Rp.200.000,00. Penjualan mesin pada tanggal 1 juni 2009 dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :
Depresiasi 6 bulan :
Harga perolehan
Akumulasi depresiasi :
Rp. 2.650.000,00
Rp. 550.000,00
A. DEPRESIASI
Depresiasi adalah sebagian dari harga perolehan aktiva ttap yang secara sistematis di alokasikan
menjadi biaya setiap periode akuntansi. Aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah aktiva yang :
Metode Penyusutan
Ada dua faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan yaitu nilai aktiva tetap yang
digunakan dalam penghitungan penyusutan (dasar penyusutan) dan taksiran manfaat. Dasar
penyusutan dapat berupa : harga perolehan dan nilai buku. Untuk menghitung penyusutan, taksiran
manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan dan dapat dihitung dengan rumus :
a. Metode garis lurus
metode ini adalah metode depresiasi yang paing sederhana dan banyak digunakan dalam cara ini
beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama (kecuai kalau ada penyesuaian-penyesuaian)
Contoh Soal :
Mesin dengan harga perolehan Rp 600.000,00. taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp 40.000,00 dan
umurnya di taksir selama 4 tahun. Depresiasi tiap tahun di hitung sebagai berikut :
𝐻𝑃−𝑁𝑆
Depresiasi =
𝑛
𝑅𝑝 600.000,00−𝑅𝑝 40.000,00
=
4
=Rp 140.000,00
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
n = Taksiran Umur Kegunaan
Jika di susun dalam bentuk table, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi dari mesin
dimuka adalah sebagai berikut :
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak
bila digunakan sepenuhnya di banding. Dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya. Dalam cara ini
beban depresiasi di hitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban depreiasi periodik besarnya akan
sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan).
Contoh soal :
Mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000,00 nilai sisa Rp. 40.000,00 ditaksir akan dapat digunakan
selama 800 jam. Depresiasi perjam di hitung sebagai berikut :
𝐻𝑃−𝑁𝑆
Depresiasi per jam =
𝑛
𝑅𝑝 600.000,00−𝑅𝑝 40.000,00
=
8.000
=Rp 70,00
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran jam jasa
apabila dalam tahun pertama, mesin tersebut digunakan selama 300 jam maka beban depresiasinya :
3000 x Rp. 70,00 =Rp. 210.000,00. Apabila disuusn dalam bentuk tablel maka perhitungan depresiasi
dan akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut :
Tahun Jam kerja Debit Kredit Total akumulasi Nilai buku mesin
mesin depresiasi akumulasi depresiasi
depresiasi
Rp. 600.000,00
1 3.000 Rp. 210.000,00 Rp. 210.000,00 Rp. 210.000,00 Rp. 390.000,00
2 2.500 Rp. 175.000,00 Rp. 175.000,00 Rp. 385.000,00 Rp. 215.000,00
3 1.500 Rp. 105.000,00 Rp. 105.000,00 Rp. 490.000,00 Rp. 110.000,00
4 1.000 Rp. 70.000,00 Rp. 70.000,00 Rp. 560.000,00 Rp. 40.000,00
8000 Rp. 560.000,00 Rp. 560.000,00
Dalam metode ini umur kegunaan aktina ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi. Beban
depresiasi di hiting dengan dasar satuan hasil produksi sehingga, depresiasi tiap periode akan
berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Dasar teori yang dipakai adalah bahwa
suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga depresiasi juga di dasarkan pada ju,lah
produk yng dapat dihasilkan
Contoh soal :
Mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000,00 taksiran nilain sisa sebesar Rp. 400.000,00 mesin ini
ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan Rp. 56.000,00 unit produk. Depresiasi per unit
produk dihitung sebagai berikut
𝐻𝑃−𝑁𝑆
Depresiasi/ unit = 𝑛
𝑅𝑝 600.000,00−𝑅𝑝 40.000,00
= 56.000
=Rp 10,00
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran hasil produksi (unit )
Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin tersebut menghasilan 18.000 unit produk, maka
beban depresiasi untuk tahun itu sebesar 18.000 x Rp. 10,00 = Rp. 180.000,00. Apabila disusun dalam
bentuk table maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresisi selama umur mesin adalah sebagai
berikut :
Dalam metode ini beban depresiasi tahun- tahun pertama alan lebih besar dari pada beban depresiasi
tahun – tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru akan dapat
digunakan dengan lebih efisien dibandingkan dengan aktiva yang lebih tua. Begitu juga biaya reparasi
dan pemeliharaannya. Biasanya aktiva yang baru akan memerlukan reparasi dan pemeliharaan yang
lebih seikit disbanding dengan aktiva yang lama. Jika dipakai metode ini maka diharapkan jumlah
beban depresiasi dan biaya reparasi dan pemeliharaan dari tahun ke tahun akan relative stabil karena
jika deprsiasinya besar maka biaya reparasi dan peeliharaannya kecil ( dalam tahun pertama ) dan
sebaliknya dalam tahun terakhir, beban depresiasi kecil sedangkan biaya reparasi dan
pemeliharaannya besar.
Ada 4 cara untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke tahun, yaitu:
di dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurang yang setiap
tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan di kurangi nilai residu bagian pengurang ini di
hitung sebagai berikut:
pembilang = bobot untuk tahun yang bersangkutan
penyebut = jumlah angka tahun selama umur ekonomis aktiva atau jumlah angka bobot.
Contoh soal :
Mesin yang harga perolehannya Rp. 100.000,00, residu Rp. 10.000,00 ditaksir umur ekonomisnya 3
tahun. Depresiasi mesin dihitung sebagai berikut:
Keterangan :
penyebut dalam bagian pengurang dihitung dengan cara menjumlahkan angka bobot= 3+2+1
=6
pembilang dalam bagian pengurang adalah angka bobot tahun yang bersangkutan. Untuk
tahun pertama : 3 dan seterusnya
Jika aktiva itu umur ekonomisnya panjang, maka penyebut (jumlah angka tahun ) bisa dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
(𝑛+1)
Jumlah angka tahun :n ( 2
)
n = umur ekonomis
(3+1)
untuk mesin di atas (umur 3 tahun ) : 3 ( 2
)=6
Dalam cara ini beban depresiasi perioik dihitung dengan cara mengalikan tarif yang ttap dengan nilai
buku aktiva. Karena nilai buku aktiva ini setiap tahun selalu menurun maka beban depresiasi tiap
tahunnya juga menurun. Trif ini dihitung dengan menggunakan rumus :
𝑛 𝑁𝑆
T= 1− √
𝐻𝑃
Keterangan :
T : Tarif
n : Umur ekonomis
NS : Nilai Sisa
HP : Harga Perolehan
Untuk menghitung depresiasi tiap tahun, tarif ini ( 53,6%) dikalikan kepada nilai buku mesin apabila
disusun dalam bentuk tabel maka perhitungan depresiasi adalah sebagai berikut :
Tahun Debit depresiasi Kredit akumulasi Total akumulasi Nilai buku mesin
depresiasi depresiasi
0 Rp. 100.000,00
1 53,6% x Rp 100.000,00= Rp Rp. 53.600,00 Rp. 53.600,00 Rp. 46.000,00
53.600,00
2 53,6% x Rp 46.400,00 = Rp Rp. 24.870,00 Rp. 78.470,00 Rp. 21.530,00
24.870,00
3 53,6% x Rp 21.530,00 = Rp Rp. 11.530,00 Rp. 90.000,00 Rp. 10.000,00
11.530,00
Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahunya menurun, untuk dapat ,mengitung beban depresiasi
yang selalu menurun, dasar yang digunakan adalah perentase depresiasi dengan cara garis lurus
persentasi ini dikalikan 2 dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aktiva tetap karena nilai buku
selalu menurun maka beban depresiasi juga selalu menurun.
Contoh soal :
Misalnya dari contoh dimuka depresiasi dengan cara garis lurus adalah sebesar Rp. 140.000,00 tiap
tahun. Jumlah ini jika dihitung dari harga perolehan adalah sebesar 23,33%. Jika dihitung dari jumlah
yang didepresiasi ( Rp. 560.000,00) adalah sebesar 25%. Tarif 25% ini dikalikan 2 menjadi 50%,
depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut :
Tahun Debit depresiasi Kredit Total akumulasi Nilai buku
akumulasi depresiasi mesin
depresiasi
1 50% x Rp.600.000,00 = Rp.300.000,00 Rp.300.000,00 Rp.300.000,00
Rp.300.000,00
2 50% x Rp.300.000,00 = Rp.150.000,00 Rp.450.000,00 Rp.150.000,00
Rp.150.000,00
3 50% x Rp.150.000,00 = Rp.75.000,00 Rp.525.000,00 Rp.75.000,00
Rp.75.000,00
4 50% x Rp.75.000,00 = Rp.37.500,00 Rp.562.500,00 Rp.37.500,00
Rp.37.500,00
Disamping metode-metode yang telah diuraikan dimuka, kadang-kadang dijumpai cara menghitung
depresiasi dengan menggunakan tariff (%) yang selalu menurun. Tarif (%) ini setiap periode dikalikan
dengan harga perolehan.Penurunan tariff (%) setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar
yang pasti,tetapi ditentukan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Karena tarif (%)-nya
setipa periode selalu menurun maka beban depresiasinya juga selalu menurun.
Metode ini merupakan cara perhitungan depresiasi untuk kelompok aktiva tetap sekaligus. Metode
ini adlah metode metode garis lurus yang diperhitungkan terhadap sekelompok aktiva. Apabila
aktiva yang dimiliki mempunyai umur dan fungsi yang berbeda,maka aktiva ini dibagi menjadi
beberapa kelompok, untuk masing – masing fungsi. Depresiasi diperhitungkan terhadap masing –
masing kelompok. Perhitungan tarif depresiasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Aktiva Harga perolehan Nilai sisa HP yang Taksira Depresiasi
dideppresiasi n umum tahunan
A Rp. 1.000.000,00 Rp. 250.000,00 Rp. 750.000,00 20 tahun Rp. 37.500,00
B Rp. 600.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 500.000,00 10 tahun Rp. 50.000,00
C Rp. 400.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 300.000,00 8 tahun Rp. 37.500,00
D Rp. 110.000,00 Rp. 10.000,00 Rp. 100.000,00 4 tahun Rp. 25.500,00
Rp. 2.110.000,00 Rp. 1.650.000,00 Rp. 150.000,00
Tarif yang sudah dihitung akan di pakai terus kalau ada pnambahan umur atau ada penggantian aktiva
yang mempengaruhi tarif tersebut. Perhitungan depresiasi secara kelompok atau gabungan ini
sesungguhnya tidak begitu teliti dibandingkan dengan perhitungan depresiasi untuk tiap – tiap aktiva.
f. Metode – metode Khusus
Pembebanan depresiasi bisa dilakukan dengan dasar alokasi harga perolehan, tetapi dengan
menggunakan dasar – dapatd asar yang lain. Metode ini dapat diterima jika terdapat kesulitan -
kesulitan untuk menghitung depresiasi dengan cara yang bias. Biasanya metode - metode khusus ini
dipakai untuk membebankan depresiasi alat – alat kerja (small tools ) yang dimiliki dalam jumlah
besar dan digunakan dalam perusahaan – perusahaan jasa umum. Metode perhitungan depresiasi
yang khusu adalah sebagai berikut :
1. System penilaian atau persediaan
Dalam cara ini rekenig aktiva didebit dengan dengan jumlah harga perolehan aktiva. Setiap
periode aktiva tersebut dinilai Dan rekening aktiva dikurangi sampai pada jumlah penilaian
tersebut. Penguragannya dibebankan sebagai depresiasi.
2. System pemberhentian
Dalam cara ini rekening aktiva didebit dengan harga perolehan aktiva. Pada akhir periode
rekening aktiva itu dikredit dengan jumlah harga perolehan aktiva yang dihentikan
penggunaannya selama peride tersebut dan dibebenkan sebagai biaya depresiasi.
3. System penggantian
Dalam cara ini rekening atau aktiva didebit dengan harga perolehan aktiva. Pembebanan
sebagai biaya dilakukan jika aktiva tersebut diganti. Jadi harga perolehan aktiva. Baru
dikurangi nilai sisa aktiva lama dibebankan sebagai depresiasi.
Sebagai contoh perhitungsn depresiasi sebagian periode dengan metode jumlah angka tahunan, mesin
foto copy dibeli pada tanggal 12 maret 2005 seharga Rp. 12.000.000,00 umur 3 tahun dengan nilai
residu nol. Perhitungan deoresiasi mengunakan metode jumlah angka tahun dengan langkah sebagai
berikut :
1) Menghitung depresiasi tahunan
Tahun Depresiasi
B. DEPLESI
Berkurangnya harga perolehan atau nilai sumber – sumber alam seperti tambang dan kayu
yang disebabkan oleh perubahan (pengolahan) sumber – sumber alam tersebut sehingga menjadi
persediaan di sebut deplesi.
Deplesi merupakan pengakuan terhadap pengurangan kuantitatif yang terjadi dalam sumber –
sumber alam, sedangkan depresiasi merupakan pengakuan terhadap pengurangan service
yang terjadi dalam aktiva tetap.
Deplesi digunakan untuk aktiva tetap yang tidak dapat diganti langsung dengan aktiva yang
sama jika sudah habis, sedangkan depresiasi digunakan untuk aktiva tetap yang pada
umumnya dapat di ganti jika sudah habis.
Deplesi adalah pengakuan terhadap perubahan langsung dari suatu sumber alam menjadi
barang yang dapat dijual, sedangkan depresiasi adalah alokasi harga perolehan ke pendapatan
periode yang bersangkutan untuk suatu service yang dihasilakan ( kecuali dalam perusahaan
dimana depresiasi dihitung berdasarkan produksi ).
a) Harga perolehan aktiva. Dalam hal – hal sumber alam, harga perolehannya adalah
pengeluaran sejak memperoleh izin sampai sumber alam itu dapat diambil hasilnya.
Jika kumpulan pengeluaran itu terlalu kecil maka dilakukan penilaian terhadap
sumber alam tersebut.
b) Taksiran nilai sisa apabila sumber alam sudah selesai di eksploitasi.
c) Taksiran hasil yang secara ekonomis dapat dieksploitasi.
Deplesi dihitung untuk tiap unit hasil sumber alam (ton, barel, dan lain – lain ). Untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diilustrasikan contoh sebagai berikut :
Tanah yang mengandung hasil tambang dibeli dengan harga Rp. 20.000.000,00. Taksiran isinya
sebesar 150.000 ton. Tanah tersebut sudah dieksploitasi ditaksir bernilai Rp. 2.000.000,00. Deplesi
per ton dihitung sebagai berikut :
𝑅𝑝.20.000.000,00−𝑅𝑝.2.000.000,00
Deplesi = 150.000
= Rp. 120,00 perton
Jika pada tahun pertama bisa dieksploitasi sebanyak 40.000 ton, maka deplesi untuk tahun
tersebut = 40.000 x Rp. 120,00 = Rp. 4.800.000,00
Perhitungan :
Harga perolehan suku cadang yang diganti :
20% × Rp. 10.000.000,00 = Rp. 2.000.000,00
Akumulasi depresiasi : 70% × Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.400.000,00
Rugi sebesar nilai buku suku cadang tersebut = Rp. 600.000,00
Pemasangan suku cadang yang bari dicatat dengan jumlah sebagai berikut :
Perhitungan depresiasi sesuah adanya penggantian suku cadang di atas menjadi berubah.
3. Perbaikan
Adalah penggantian suatu aktiva dengan aktiva baru untuk memperoleh kegunaan yang lebih
besar. Perbaikan yang biayanya kecil dapat diperlakukan seperti reparasi biasa, tetapi perbaikan yang
memakan biaya besar dicatat sebagai aktiva baru. Aktiva lama yang diganti dan akumulasi
depresiasinya dihapuskan dari rekening – rekeningnya.
4. Penambahan
Adalah memperbesar atau memperluas fasilitas suatu aktiva seperti penambahan ruang dalam
bangunan ruang parkir dan lain-lain.
5. Penyusunan Kembali aktiva tetap
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam penyusunan kembali aktiva atau perubahan route produksi
atau untuk mengurangi biaya produksi, jika jumlahnya cukup berarti dan manfaat penyusunan
kembali itu akan dirasakan lebih dari satu periode akuntansi maka harus di kapitalisasi.
ASURANSI AKTIVA
Asuransi Kebakaran
Perusaahan biasanya mengasuransikan harta benda terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
karena kebakaran. Perjanjian asuransi ini dinyatakan dalam polis. Perusahan asuransi akan mengganti
kerugian dalam hal adanya kebakaran, maksimum sebesar jumlah pertanggungan yang dinyatakan
dalam polis.
Asuransi Bersama
Syarat asuransi bersama adalah syarat menyatakan bahwa apabila harta benda diasuransikan
(dipertanggung jawabkan) dengan jumlah yang lebih rendah dari pada suatu persentase tertentu dari
pasar benda tersebut pada saat terjadinya kebakaran, maka perusahan yang mempertanggungkan
akan memikul kerugian karena kebakaran sebanding dengan selisih jumlah pertanggungan dengan
persentase tertentu dari harga pasar harta tersebut
Jumlah kerugian yang akan diganti oleh perusahaan asuransi adalah yang paling rendah dari
jumlah berikut :
a. Jumlah yang dibebankan kepada perusahaan asuransi yang dihitung dengan car
asuransi bersama
b. Jumlah pertanggungan dalam polis
c. Jumlah kerugian yang sebenarnya
Polis Gabungan
Apabila perusahaan mengasuransikan beberapa aktiva dalam satu polis, maka polis itu akan
menunjukkan syarat alokasi yang dasarnya adalah harga pasar aktiva-aktiva tersebut pada saat
terjadinya kebakaran.
Contoh soal :
Polis asuransi dengan jumlah pertanggunagn sebesar Rp. 3.000.000,00 untuk mesi- mesin dan gedung,
dengan syarat asuransi bersama 80%. Pada saat kebakaran , harga pasar mesin sebesar Rp.
2.000.000,00 dan gedung Rp. 4.000.000,00. Kebakaran melanda gedung dan perhitungan ganti rugi
untuk gedung sebagai berikut :
2.000.000
Mesin : × Rp 3.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
6.000.000
4.000.000
Gedung : × Rp 3.000.000,00 = Rp 2.000.000,00
6.000.000
2.000.000
× Rp 4.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
3.200.000
Karena jumlah pertanggungan yang dialokasikan untuk gedung (Rp 2.000.000,00) lebih rendah dari
kerugian (Rp. 4.000.000,00) dan hasil perhitungan dengan rumus asuransi bersama (Rp.
2.500.000,00), maka ganti rugonya sebesar Rp. 2.500.000,00
BAB VII
DEPRESIASI AKTIVA TETAP BERWUJUD
1. Pengertian Aktiva Tetap
Aktiva Tetap Berwujud adalah aktiva-aktiva yang berwujud yang sidatnya relatif permanen yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah realatif permanen menunjunkkan sifat
dimana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
Untuk tujuan akuntansi, jangka waktu penggunaan ini dibatasi dengan “lebih dari satu periode
akuntansi”. Jadi aktiva berwujud yang umurnya lebih dari satu periode akuntansi dikelompokkan
sebagai aktiva tetap berwujud.
Aktiva tetap berwujud yang dimilki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam-macam
bentuk seperti tanah, bangunan, mesin-mesin dan alat-alat, kendaraan, mebelair dll. Dari macam-
macam aktiva tetap berwujud di atas untuk tujuan akuntansi dilakukan penelompokkan sebagai
berikut;
a. aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan pertanian dan
peternakan
b. aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas dan apabila yang sudah habis masa penggunaanya
bisa diganti dengan aktiva yang sejenis
c. aktiva yang tetap umurnya terbatas dan apabila yang sudah habis masa penggunaanya bisa
diganti dengan aktiva yang sejenis
Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas tidak dilakukan penyusutan terhadap harga
perolehannya, sedangkan aktiva tetap yang terbatas umurnya dilakukan penyusutan harga
perolehannya. Sedangkan aktiva tetap yang terbatas umurnya dilakukan pentusutan harga
perolehannya. Aktiva tetap yang dapat diganti denagn aktiva yang sejenis penyusutannya disebut
depresiasi sedangakn penyusutan sumber alam disebut depresi.
Kadang-kadang dipakai judul pabrik dan alat-alat sebagai ganti dari aktiva tetap berwujud. Yang
termasuk dala judul ini dineraca hanyalah aktiva-aktiva tetap berwujud yang dimilki perusahaan dan
digunakn dalam usaha perusahaannya. Aktiva tetap berwujud yang dimilki tetapi tidak digunakan.
Aktiva adalah sumber daya ekonomi yang diperoleh dan dikuasai oleh suatu perusahaan sebagai
hasil dari transaksi masa lalu, salah satunya adalah aktiva tetap yang digunakan perusahaan dalam
kegiatan operasional perusahaan dalam menghasilkan produk. Untuk menghasilkan produk ini
maka peranan aktiva tetap sangat besar, seperti lahan sebagai tempat berproduksi, bangunan sebagai
tempat pabrik dan kantor, mesin dan peralatan sebagai alat untuk berproduksi dan lain-lain. Aktiva
tetap juga merupakan bagian utama dalam penyajian posisi keuangan perusahaan.
Terdapat beberapa pendapat yang akan dikemukakan antara lain sebagai berikut:
c. Berdasarkan Jenis, Aktiva tetap berdasarkan jenis dapat dibagi sebagai berikut:
Lahan - Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan
maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang didirikan bangunan
diatasnya harus dipisahkan pencatatan dari lahan itu sendiri.
Bangunan gedung - Gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas
lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung.
Mesin - Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang
bersangkutan.
Kendaraan - Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkut, truk, grader, traktor, forklift,
mobil, kendaraan bermotor dan lain-lain.
Perabot - Dalam jenis ini termasuk perabotan kantor, perabot laboratorium, perabot pabrik
yang merupakan isi dari suatu bangunan
Inventaris - Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam
perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboratorium, inventaris
gudang dan lain-lain.
Prasarana - Prasarana merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus
prasarana seperti: jalan, jembatan, pagar dan lain-lain.
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki keadaan tanah tetapi mempunyai umur yang
terbatas tidak di kapitalisasi dalam rekening tanah tetapi dicatat sendiri dalam rekening
perbaikan tanah.
Contohnya harga perolehan tempat parkir kendaraan yang baru dibangun, meliputi semua
pengeluaran untuk pengerasan dan pengaspalan, saluran air dan pembuatan fasilitas
penerangan, serta pemagaran di seputar wilayah tempat parkir. Perbaikan tanah agar dapat
digunakan sebagai sebagai temapat parkir diatas, mempunyai masa pemakaiaan yang terbatas,
sebab dalam waktu beberapa tahun akan rusak karena dipakai atau dimakan usia. Oleh karena
itu, pengeluaran-pengeluran diatas didebetkan ke rekening perbaikan tanah
Jika tanah dimiliki untuk tujuan investasi, maka semua biaya yang timbul dalam hubungannya
dengan tanah tersebut selama masa pemilikan kapitalisasi menambah harga perolehan tanah.
Sebagai contoh, misalkan harga tunai tanah adalah Rp 5.000.000,- dan pembeli setuju untuk
membayar pakjak bumi dan bangunan ( PBB ) yang belum dibayar oleh pemilik lama sebesar
Rp 100.000,- , maka harga perolehan tanah akan menjadi Rp 5.100.000,-
Semua pengeluaran lain yang diperlukan agar tanah siap untuk digunakan yang bersifat
perbaikan permanen didebet ke rekening tanah. Seandainya tanah yang dibeli tidak rata,
berbatu-batu atau penuh dengan tanaman liar, maka harga perolehan tanah akan meliputi juga
pengeluaran untuk pembersihan dan peralatan tanah.
Sebagai contoh, misalkan sebuah PT. Ardi Jaya membeli sebidang tanah dengan harga tunai
Rp. 80.000.000,-. Di atas atas tanah tersebut terdapat sebuah gudang tua yang membutuhkan
pengeluaran bersih untuk membongkarnya sebesar Rp. 6.000.000,- (pengeluaran sesunguhnya
Rp. 7.500.000,- dikurangi hasil penjualan sisa bongkaran Rp. 1.500.000,-. Pengeluaran lain
terdiri dari biaya balik nama Rp. 1.000.000,- dan komisi perantara Rp. 8.000.000,-.
Berdasarkan data tersebut, harga perolehan tanah akan menjadi Rp. 115.000.000,- dengan
perhitungan sebagai berikut:
Harga Perolehan Tanah : Harga tunai tanah Rp. 80.000.000,-
Pembongkaran gudang Rp. Rp. 6.000.000,-
Biaya balik nama Rp. 900.000,-
Komisi perantara Rp. 7.000.000,-.
Rp. 93.900.000,-
Berikut ini jurnalnya:
Dengan membuat jurnal diatas, dalam istilah akuntansi mengtakan bahwa perusahaan
mengkapitalisasi biaya perolehan tanah sebesar Rp. 93.900.000. kapitalisasi berarti bahwa akun
asset didebet (bertambah) karena adanya pembelian asset.
b. Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus di alokasikan pada tanah dan
gedung. Biaya yang di kapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah:
a. Harga beli
b. Biaya perbaikan sebelum gedung itu dipakai
c. Komisi pembelian
d. Bea balik nama
e. Pajak-pajak yang menjadi tanggungan pembelian pada waktu pembelian
Alat-alat perlengkapan gedung seperti tangga berjalan, lift, dan lain-lain dicatat tersendiri
dalam rekening. Alat-alat gedung dan akan didepresiasi selama umur alat-alat tersebut.
Apabila mesin itu dibuat sendiri maka harga perolehannya terdiri dari semua biaya yang
dikeluarkan untuk membuat mesin. Mesin disewa dari pihak lain, biaya sewanya tidak di
kapitalisasi tetapi dibebankan sebagai biaya pada priode terjadinya.
d. Alat-alat kerja
Alat-alat kerja yang dimiliki bisa berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan seperti drey,
catut, pukul besi, dan lain-lain. Karena harga perolehannya relatif kecil maka biasanya alat-alat
ini tidak didepresiasi tetapi diperlukan sebai berikut :
a. Pada waktu pembelian dikapitalisasi, kemudian setiap akhir periode dihitung fisiknya,
selisihnya dicatat sebagai biaya untuk periode itu dan rekening alat-alat kerja di kredit,
atau
b. Dikapitalisasi sebagai aktiva dengan jumlah tertentu dan dianggap sebagai persediaan
normal kemudian setiap kali pembelian baru dibebankan sebagai biaya.
e. Kendaraan
Seperti halnya perabot, maka kendaraan yang dimiliki juga harus dipisahkan untuk setiap
fungsi yang berbeda. Yang termasuk harga perolehan kendaraan adalah harga faktor, bea balik
nama, dan biaya angkut. Pajak-pajak yang dibayar setiap periode seperti pajak kendaraan
bermotor, jasa raharja, dan lain-lain dibebankan sebagai biaya pada periode yang bersangkutan.
Harga perolehan kendaraan ini di depresiasi selama masa kegunaannya.
Yang termasuk dalam returnable container adalah barang-barang yang dipakai sebagai tempat
dari produk yang dijual seperti botol, drum, tanki, dan lain-lain. Barang-barang tersebut
merupakan aktiva perusahaan dan akan disusut selama umur kegunaannya.apabila tempat
barang itu bisa di kembalikan maka harga jual tidak termasuk harga tempat barang tersebut.
Contoh pencatatan tempat barang misalnya :
Pabrik minuman es menjual minuman sebanyak 1000 botol dengan harga jual pernotol Rp.100 .
Uang tanggungan sebesar Rp.50/botol. Jurnal untuk mencatat penjualan tersebut sebagai
berikut :
Perhitungan :
Rp. 150.000
Dalam hal penjualan dengan tunai maka uang tanggungannya yang diterima dikreditkan ke
rekening uang tanggungan botol. Pengembalian botol-botol tersebut keperusahaan dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :
Apabila tempat barang tidak dikembalikan maka uang tanggungan botol ini menjadi milik
perusahaan. Bila pembeli belum membayar uang tanggungan botol maka pembeli harus
melunasinya. Uang tanggungan botol yang dibebankan pada pembeli mungkin sebesar harga
perolehan botol atau mungkin lebih besar. Misalnya harga perolehan botol sebesar Rp. 50 , jika
pembeli tidak mengembalikan botol dalam contoh diatas, maka jurnal yang dibuat sebagai
berikut :
Jurnal diatas dibuat dalam hal pembeli belum membayar uang tanggungan botol pada saat
membeli minuman. Jika uang tanggungan botol sudah dibayar maka jurnal diatas tidak perlu
dibuat. Tempat barang (botol) yang tidak dikembalikan dihapuskan dari relening tempat barang
dengan jurnal sebagai berikut :
Aktiva tetap dapat diperoleh dalam berbagai cara, dimana masing-masing cara perolehan akan
mempengaruhi penentuan harga prolehan.
Harga perolehan adalah SELURUH BIAYA yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap tersebut
mulai dari biaya pembelian hingga semua biaya yang timbul hingga aset tetap tersebut siap
digunakan atau dioperasikan.
Singkatnya:
Harga beli + semua biaya yang timbul dari proses pembelian hingga aset siap digunakan
Tanah xxx
Kas xxx
b. Perolehan Pembelian secara Lumpsum/Gabungan
Apabila aset tetap yang dibeli secara gabungan, atau lebih dari satu jenis aset tetap, harga
perolehannya dialokasikan atau dibagi kepada masing masing aset tersebut.
Pengalokasian harga perolehan gabungan berdasar pada perbandingan nilai wajar pada tiap aset
yang bersangkutan.
Jika harga pasar masing-masing aktiva tidak diketahui, alokasi harga perolehan dapat dilakukan
dengan menggunakan dasar surat bukti pembayaran pajak (misalnya pajak bumi dan
bangunan). Jika tidak ada dasar yang dapat di gunakan alokasi harga perolehan maka
alokasinya didasarkan pada putusan pimpinan perusahaan.
Contoh :
PT.Risa Fadilah membeli aktiva tetap dari sebuah perusahaan dalam proses likuidasi aktiva
tetap yang terdiri dari tanah, bangunan dan mesin-mesin. Pembelian dilakukan secara paket
dengan harga Rp 80.000.000 harga pasar setiap aktiva tetap itu diketahui sebagai berikut :
Gedung : Rp. 25.000.000
Tanah : Rp. 50.000.000
Mesin : Rp. 25.000.000
Harga perolehan setiap aktiva tetap dihitung dengan cara sebagai berikut :
Rp.25.000.000
Gedung 𝑥 𝑅𝑝. 80.000.000 = Rp. 20.000.000
Rp.100.000.000
Rp.50.000.000
Tanah 𝑥 𝑅𝑝. 80.000.000 = Rp. 40.000.000
Rp.100.000.000
Rp.25.000.000
Mesin 𝑥 𝑅𝑝. 80.000.000 = Rp. 20.000.000
Rp.100.000.000
Perolehan aest tetap diakui sebesar Harga Pasar saham yang dikeluarkan pada saat
pembelian aset terjadi.
Apabila harga pasar lebih besar/tinggi dari harga nominalnya maka diakui adanya premiun
(Agio Saham)
Apabila harga pasar lebih kecil dari harga nominalnya, maka diakui adanya Discount
(Disagio Saham)
Misalnya PT. Kami menukar sebuah mesin dengan 1000 lembar saham biasa, nominal @10.000.
pada saat pertukaran, harga pasar saham sebesar Rp. 11.000/lembar. Pertukaran mesin dengan
saham ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Apabila pertukaran tersebut menimbulkan kerugian maka ruginya dibebankan dalam periode
terjadinya pertukaran.
Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan
fungsinya tidak sama seperti misalnya pertukaran tanah dengan mesin-mesin, tanah dengan
gedung dan lain-lain.
Contohnya pada awal tahun 2006 PT. Kami menukarkan mesin produksi dengan truk baru.
Harga perolehan mesin sebesar Rp. 2.000.000 akumulasi depresiasi sampai tanggal pertukaran
sebesar Rp. 1.500.000 sehingga nilai bukunya sebesar Rp. 500.000. nilai wajar mesin produksi
tersebut sebesar Rp. 800.000 dan PT. Kami harus membayar uang sebesar Rp. 1.700.000. harga
perolehan truk adalah Rp. 2.500.000 yang perhitungannya sebagai berikut :
Nilai wajar mesin produksi Rp. 800.000
Uang tunai yang dibayarkan Rp. 1.700.000
Harga perolehan truk Rp. 2.500.000
Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukaran diatas adalah sebagai berikut :
Truk Rp. 2.500.000
Akum. Depresiasi mesin Rp. 1.500.000
Kas Rp. 1.700.000
Mesin Rp. 2.000.000
Laba pertukaran mesin Rp. 300.000
Laba pertukaran mesin sebesar Rp. 300.000 dihitung sebagai berikut :
Nilai wajar mesin Rp. 800.000
Harga perolehan mesin Rp. 2.000.000
Akum. Depresiasi mesin Rp. 1.500.000
Rp. 500.000
Rp. 300.000
Apabila mesin diatas ditkarkan pada pertengahan tahun 2006 dan bukannya awal tahun 2006,
maka pertama kali harus diadakan pencatatan depresiasi untuk ½ tahun 2006 dan baru
dilakukan pencatatan transaksi pertukaran. Bila diketahui umur mesin tersebut 5 tahun maka
jurnal-jurnalnya sebagai berikut :
Depresiasi Rp. 200.000
Akum. Depresiasi mesin Rp. 200.000
Pertukaran aktiva tetap sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya
sama seperti pertukaran mesin produksi merek A dengan merek B, truk merek A dengan
merek B, dan seterusnya.
Contoh PT. Kartini menukar truk merek A dengan truk baru merek B. harga perolehan truk A
sebesar Rp. 10.000.000 dan akumulasi depresiasi sebesar Rp. 4.000.000. truk B harga pasarnya
(nilai wajar) Rp. 26.000.000. PT. kartini membayar Rp. 20.000.000 tunai.
Jurnal yang dibuat untuk mencatat pertukarran tersebut adalah sebagai berikut :
Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam harga perolehan aktiva
tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik jelas-jelas dinyatakan atau
tidak dinyatakan tersendiri, harus dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan sebagai
biaya bunga.
Cara pencatatannya adalah pembayaran setiap tahun dibuat jurnal yang mengurangi utang
sebesar pokok pinjaman yang dilunasi dan mendebit biaya bunga untuk tahun yang bersangkutan
dan kreditnya kas sebesar angsuran.
Contoh : PT. Santi membeli mesin seharga Rp. 5.000.000 pada tanggal 1 Januari 2010.
Pembayaran pertama Rp. 2.000.000 dan sisanya diangsur tiap tanggal 31 Desember selama 3
tahun dengan bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran angsuran
sebagai berikut :
1 januari 2010 Mesin Rp. 5.000.000
Utang Rp. 3.000.000
Pembelian mesin
Kas Rp. 2.000.000
31 Desember 2010
Angsuran I Rp. 1.000.000 Utang Rp. 1.000.000
Bunga Rp. 360.000
12%xRp.3.000.000 Rp. 360.000
Kas Rp. 1.360.000
Rp. 1.360.000
31 Desember 2011
Angsuran II Rp. 1.000.000 Utang Rp. 1.000.000
Bunga Rp. 240.000
12%xRp.2.000.000 Rp. 240.000
Kas Rp. 1.240.000
Rp. 1.240.000
31 Desember 2012
Angsuran III Rp. 1.000.000 Utang Rp. 1.000.000
Bunga Rp. 120.000
12%xRp.1.000.000 Rp. 140.000
Kas Rp. 1.120.000
Rp. 1.120.000
Contohnya : CV. Markus membeli peralatan pabrik yang harga tunainya Rp. 10.000.000. CV.
Markus memberikan uang muka sebesar Rp. 2.000.000, dan sisanya dibayar dengan wesel yang
bernilai nominal Rp. 8.000.000 jangka waktu 1 tahun dengan bunga 10%. Jurnal untuk mencatat
transaksi pembelian ini adalah sebagai berikut :
Peralatan pabrik Rp. 10.000.000
Kas Rp. 2.000.000
wesel Rp. 8.000.000
Mencatat uang muka dan penarikan wesel dlm rangka pembelian mesin pabrik.
Pada saat jatuh tempo wesel, dibayar sejumlah nilai nominal wesel di tambah bunga Rp. 800.000,
dan dicatat dengan jurnal sebagai berikut :
Utang wesel Rp. 8000.000
Bunga wesel Rp. 800.000
Kas Rp. 8.800.000
Dalam pembelian secara paket, penentuan biaya perolehan tiap golongan asset biasanya tidak
didasarkan pada harga buku menurut pembukuan pihak penjual, karena umumnya harga buku tidak
mencerminkan harga pasar asset pada saat pembelian terjadi.
Depresiasi adalah proses pengalokasian biaya perolehan asset tetap menjadi beban selama masa
manfaatnya dengan cara yang rasional dan sistematis. Pengalokasian biaya perolehan diperlukan
agar dapat dilakukan penandingan yang tepat antara pendapatan dengan beban, sebagaimana
diminta oleh prinsip penandingan. Depresiasi adalah proses pengalokasian biaya perolehan, bukan
proses penilaian asset. Perubahan harga asset tetap yang terjadi di pasar, tidak perlu dicatat dalam
pembukuan perusahaan, karena asset tetap dimiliki perusahaan untuk digunakan, bukan untuk dijual
kembali.
Menurut Penyataan Standar Akuntansi Keuangan no 17 Depresiasi atau penyusutan adalah
lokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaatnya yang diestimasi
yang akan dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung, aktiva tetap
tidak dapat disusutkan adalah :
a. Aktiva yang diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi
b. Memiliki masa manfaat yang terbatas
c. Dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang atau
jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.
Menurut Sofyan Harahap pengertian depresiasi adalah pengalokasian harga pokok aktiva tetap
selama masa penggunaanya atau dapat juga kita sebut sebagai biaya dibebankan terhadap
produksi akibat pengunaan aktiva tetap itu dalam proses produksi.
Dari definisi diatas bahwa akuntansi depresiasi bukannya suatu proses penilaian aktiva atau
prosedur pengumpulan dana untuk mengganti aktiva., tetapi adalah suatu metode untuk
mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap keperiod-periode akuntansi.
Istilah depresiasi digunakan untuk menunjukkan alokasi harga perolehan aktiva tetap berwujud
yang dapat diganti, seperti gedung, mesin, alat-alat, dan lain-lain.
Alokasi harga perolehan aktiva tetap berwujud yang tidak dapat diganti seperti sumber-sumber alam
disebut Deplesi.
Sebab-sebab Depresiasi
a. Faktor-faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aktiva tetap adalah Aus karena dipakai, aus
karena umur, dan karena kerusakan-kerusakan.
b. Faktor-faktor Fungsional
Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aktiva tetap antara lain, ketidakmampuan
aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu digantikan dan karena adanya
perubahan permintaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan, atau karena adanya
kemajuan teknologi sehingga aktiva tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai.
Untuk menentukan taksiran umur kegunaan suatu aktiva tetap, kedua faktor diatas harus di
pertimbangkan.
Misalnya secara fisik, mesin ditaksir dapat digunakan dalam jangka waktu 20 tahun, tetapi
diperkirakan pada tahun ke 12 akan ada penemuan baru yang dapat menghasilkan mesin yang lebih
modern. Dalam keadaan seperti ini taksiran umur fisik (20 tahun) tidak dapat digunakan sebagai
dasar perhitungan depresiasi. Apabila dipekirakan dengan adanya mesin baru tersebut perusahaan
harus mengganti mesinnya maka umur ekonomis mesin maksimum yang dapat digunakan dalam
perhitungan depresiasi adalah 12 tahun. Selain faktor-faktor di atas, taksiran umur aktiva tetap juga
dipengaruhi oleh rencana reparasi dan pemeliharaan.
Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban depresiasi setiap periode.
Faktor-faktor itu adalah :
Deplesi adalah berkurangnya harga perolehan atau nilai sumber-sumber alam seperti tambang dan
hutan kayu yang disebabkan oleh perubahan (pengolahan) sumber-sumber alam tersebut sehingga
menjadi persediaan disebut Deplesi.
Deplesi merupakan pengakuan terhadap pengurangan kuantitatif yang terjadi dalam sumber-
sumber alam, sedangkan depresiasi merupakan pengakuan terhadap pengurangan service
(manfaat ekonomi) yang terjadi dalam aktiva tetap.
Deplesi digunakan untuk aktiva tetap yang tidak dapat diganti langsung dengan aktiva yang
sama jika sudah habis, sedangkan depresiasi digunakan untuk aktiva tetap yang pada umumnya
dapat diganti jika sudah habis.
Deplesi adalah pengakuan terhadap perubahan langsung dari suatu sumber alam menjadi
barang yang dapat dijual, sedangkan depresiasi adalah alokasi harga perolehan pendapatan
periode yang bersangkutan untuk suatu service yang dihasilkan (kecuali dalam perusahaan
dimana depresiasi dihitung berdasar hasil produksi).
Depresiasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung beban depresiasi periodic. Untuk
dapat memilih salah satu metode hendaknya dipertimbangkan keadaan-keadaan yang
mempengaruhi aktiva tersebut. metode-metode itu adalah :
Metode garis lurus adalah suatu metode penyusutan aktiva tetap di mana beban penyusutan
aktiva tetap per tahunnya sama hingga akhir umum ekonomis aktiva tetap tersebut. Metode ini
termasuk metode yang paling sederhana dan banyak dipakai. Metode garis lurus dipergunakan
untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya
volume produk atau jasa yang dihasilkan seperti bangunan dan peralatan kantor.
Contohnya :
Mesin yang harga perolehan Rp. 600.000 taksiran nilai sisa (residu) sebesar Rp. 40.000 dan
umurnya ditaksir selama 4 tahun. Depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut :
𝐇𝐏−𝐍𝐒
Depresiasi =
𝐧
Rp.600.000−Rp.40.000
=
4
= Rp. 140.000
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
N = Taksiran umur kegunaan
Jika disusun dalam bentuk table, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi dari mesin
di muka adalah sebagai berikut :
Akhir tahun ke- Debit Depresiasi Kredit akum. Total akum. Nilai buku
depresiasi Depresiasi aktiva
1 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 600.000
2 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 280.000 Rp. 460.000
3 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 420.000 Rp. 320.000
4 Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 560.000 Rp. 40.000
1. Kegunaan ekonomis dari suatu aktiva akan menurun secara proporsional setiap periode.
2. Biaya reparasi dan pemeliharaan tiap-tiap periode jumlahnya relatif tetap
3. Kegunaan ekonomis berkurang karena lewatnya waktu
4. Penggunaan (kapasitas) aktiva tiap-tiap periode relatif tetap
Dengan adanya anggapan-anggapan seperti diatas, metode garis lurus sebaiknya digunakan
untuk menghitung depresiasi gedung, mebel, dan alat-alat kantor biaya depresiasi yang dihitung
dengan cara ini jumlahnya setiap periode tetap, tidak menghiraukan kegiatan dalam periode
tersebut.
Metode depresiasi garis lurus dipakai oleh sebagian besar perusahaan di Amerika. Dalam
suatu survey yang dilakukan di Negara tersebut, dari 600 perusahaan yang diteliti, 559
perusahaan diantaranya menggunakan metode garis lurus. Salah satu penyebabnya ialah karena
metode ini sangat sederhana dan sangat cocok digunakan bila pemakaian asset relatif sama dari
tahun ke tahun.
𝐇𝐏−𝐍𝐒
Depresiasi =
𝐧
Rp.600.000−Rp.40.000
=
8.000 jam
= Rp. 70
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
n = Taksiran jam jasa
Apabila dalam tahun pertama, mesin tersebut digunakan selama 3.000 jam maka beban
depresiasinya 3.000 x Rp. 70 = Rp. 210.000. apabila disusun dalam bentuk tabe, maka
perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi adalah sebagai berikut :
Tahun Jam kerja Debit Kredit akum Total akum. Nilai buku
mesin depresiasi Depresiasi Depresiasi Mesin
Rp. 600.000
1 3.000 Rp. 210.000 Rp. 210.000 Rp. 210.000 Rp. 390.000
2 2.500 Rp. 175.000 Rp. 175.000 Rp. 385.000 Rp. 215.000
3 1.500 Rp. 105.000 Rp. 105.000 Rp. 490.000 Rp. 110.000
4 1.000 Rp. 70.000 Rp. 70.000 Rp. 560.000 Rp. 40.000
Karena beban depresiasi dasarnya adalah jumlah jam yang digunakan, maka metode ini paling
tepat jika digunakan untuk kendaraan. Dengan anggapan bahwa kendaraan ini lebih banyak aus
karena dipakai disbanding dengan tua karena waktu.
Contohnya : mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000 taksiran nilai sisa sebesar Rp. 40.000. mesin ini
ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan 56.000 unit produk. Depresiasi per unit produk
dihitung sebagai berikut :
𝐇𝐏−𝐍𝐒
Depresiasi =
𝐧
Rp.600.000−Rp.40.000
=
56.000
= Rp. 10
Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa (residu)
n = Taksiran hasil produksi (unit)
Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin tersebut menghasilkan 18.000 unit produk,
maka beban depresiasi untuk tahun ini sebesar 18.000 x Rp. 10 = Rp. 180.000. apabila disusun
dalam bentuk table, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi selama umur mesin
adalah sebagai berikut :
Tahun Jam kerja Debit Kredit akum Total akum. Nilai buku
mesin depresiasi Depresiasi Depresiasi Mesin
Rp. 600.000
1 18.000 Rp. 180.000 Rp. 180.000 Rp. 180.000 Rp. 420.000
2 16.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 260.000
3 12.000 Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 140.000
4 10.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 560.000 Rp. 40.000
Metode ini seperti beban halnya metode jam jasa sebaliknya digunakan untuk aktiva-aktiva
yang dapat diukur hasil produksinya, seperti mesin-mesi. Beban depresiasi yang dihitung
dengan metode hasil produksi dan jam jasa, jumlahnya setiap periode tergantung pada jumlah
produksi atau jam kerja aktiva.
Dalam metode ini beban depresiasi tahun-tahun pertama akan lebih besar dari pada beban
depresiasi tahun-tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru
dapat digunakan lebih efesien dengan dibandingkan aktiva yang lebih tua. Begitu juga dengan
biaya reparasi dan pemeliharaannya.
Biasanya aktiva yang baru akan memerlukan reparasi dan pemeliharaan yang lebih sedikit
disbanding dengan aktiva yang lama. Juga di pakai metode ini maka diharapkan jumlah beban
depresiasi dan biaya reparasi dan pemeliharaan dari tahun ke tahun akan relatif stabil, karena jka
depresiasinya besar maka biaya reparasi dan pemeliharaannya kecil dalm tahun pertama, maka
sebaliknya dalam tahun terakhirs, beban depresiasi kecil sedangkan biaya reparasi dan
pemeliharaannya besar.
Ada 4 cara menghitung beban depresiasi menurun dari tahun ke tahun yaitu :
Didalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurangan yang
setiap tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan di kurangi dengan nilai residu.
Penyebut = jumlah angka tahun selama umur ekonomis aktiva atau jumlah angka bobot
(weight)
Contoh : mesin yang harga perolehannya Rp. 100.000 residu Rp. 10.000 ditaksir ekonominya 3
tahun. Depresiasi mesin dihitung sebagai berikut :
1 3 3/6
2 2 2/6
3 1 1/6
6 6/6
Keterangan :
Penyebut dalam bagian pengurangan dihitung dengan cara menjumlahkan angka bobot
3+2+1 = 6
Pembilang dalam bagian pengurangan adalah angka bobot tahun yang bersangkutan. Untuk
tahun pertama 3 dan seterusnya.
0 Rp. 100.000
3
1 𝑥 𝑅𝑝. 90.000 = 𝑅𝑝. 45.000 Rp. 30.000 Rp.45.000 Rp. 55.000
6
2
𝑥 𝑅𝑝. 90.000 = 𝑅𝑝. 30.000
6
1
2 𝑥 𝑅𝑝. 90.000 = 𝑅𝑝. 15.000 Rp. 30.000 Rp. 75.000 Rp. 25.000
6
Jika aktiva itu umur ekonomisnya panjang, maka penyebut (jumlah angka tahun) bisa dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
(𝑛+1
Jumlah angka tahun =n( )
2
n = umur ekonomis
(3+1)
untuk mesin diatas (umur 3 tahun) = 3 ( )=6
2
Dalam cara ini beban depresiasi periodic dihitung dengan cara mengalihkan tariff yang tetap
dengan nilai buku aktiva. Karena nilai buku aktiva ini setiap tahun selalu menurun maka beban
depresiasi tiap tahunnya juga selalu menurun. Tarif ini dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
𝒏 𝑵𝑺
T=1- √
𝑯𝑷
Keterangan
T = Tarif
n = umur ekonomi
NS = Nilai sisa
HP= harga perolehan
Cotohnya : depresiasi mesin dihitung sebagai berikut :
3 10.000
T=1- √ = 0.536 atau 53.6%
100.000
Untuk menghitung depresiasi tiap tahun, tarif ini 53,6% dikalikan kepada nilai buku mesin.
Apabila disusun dalam bentuk table, maka perhitungannya sebagai berikut :
Tahun Debit Depresiasi Kredit akum. Total akum, Nilai buku
depresiasi depresiasi mesin
0 Rp. 100.000
Nilai buku aktiva pada akhir tahun ke 3 menunjukkan jumlah Rp. 10.000 yaitu taksiran nilai residu.
Apabila aktiva yg dihitung depresiasinya itu tidak mempunyai nilai residu, maka metode ini tidak
dapat digunakan. Untuk mengatasi kelemahan ini, biasanya untuk aktiva yang tidak mempunyai
nilai residu, akan dipakai jumlah residu Rp. 1
Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahunnya menurun. Untuk dapat menghitung
beban depresiasi yang selalu menurun, dasar yang di gunakan adalah persentase depresiasi
dengan cara garis lurus. Persentase ini di kalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada
nilai buku aktiva tetap. Karena nilai buku selalu menurun makan beban depresiasi juga
selalu menurun.
Misalnya dari contoh dimuka, depresiasi dengan cara garis lurus adalah sebesar Rp.
140.000 tiap tahun. Jumlah ini jika dihitung dari harga perolehan adalah sebesar 23,33%.
Jika dihitung dari jumlah yang didepresiasi Rp. 560.000 adalah sebesar 25% tarif 25% ini
dikalikan 2 menjadi 50%, depresiasi tiap tahun di hitung sebagai berikut :
Dengan menggunakan 2x persentase yang didapat dari metode garis lurus, dapat dibuat perhitungan
depresiasi seperti diatsas. Nilai residu dengan cara ini sebesar Rp. 37.500 , jika dibandingkan
dengan cara garis lurus terdapat perbedaan sebesar Ro. 2.500 .
Metode lain yang dapat di gunakan untuk menghitung beban depresiasi adalah metode
perhitungan bunga majemuk. Dalam metode ini beban depresiasi bisa dihitung dengan
cara anuitas.
Anuitas dalam teori keuangan adalah suatu rangkaian penerimaan atau pembayaran tetap
yang dilakukan secara berkala pada jangka waktu tertentu.
Metode ini merupakan cara perhitungan depresiasi untuk kelompok aktiva tetap sekaligus.
Metode ini adalah metode garis lurus yang diperhitungkan terhadap sekelompok aktiva.
Apabila aktiva yang dimiliki mempunyai umur dan fungsi yang berbeda, maka aktiva ini
bisa dibago-bagi menjadi beberapa kelompok, untuk masing-masing fungsi. Depresiasi
diperhitungkan terhadap masing-masing kelompok. Perhitungan tarif depresiasi dilakukan
dengan cara sebagai berikut: