Anda di halaman 1dari 15

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Matematika

Seperti kata Abraham S, Lunchins dan Edith N, Lunchins (Suherman, 2003)

bahwa sederhananya, apakah matematika itu? dapat di jawab secara berbeda-beda

tergantung pada bilamana pertanyaan itu akan dijawab, dimana dijawab, siapa yang

jawab, dan apa saja yang dipandang termasuk dalam matematika.

Berbagai pendapat yang muncul tentang pengertian matematika tersebut,

dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada

yang mengatakan bahwa matematika itu bahasa simbol, matematika itu bahasa

numerik, bahwa matematika itu yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan

emosional, matematika adalah logika pada masa dewasa, matematika adalah ratunya

ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya, matematika adalah sains mengenai kuantitas

dan besaran, matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-

kesimpulan yang perlu, matematika adalah sains yang formal yang murni,

matematika adalah sains yang memanipulasi symbol, matematika adalah ilmu

tentang bilangan dan ruang, matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan

pola, bentuk, dan struktur; matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif;

matematika adalah aktivitas manusia (Asmin, 2001)

5
6

Dari definisi yang berbeda tersebut, dapat di tarik ciri-ciri hakikat matematika antara

lain:

a) Matematika sebagai ilmu deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu yang deduktif berarti proses pengerjaan

matematika harus bersifat deduktif.

b) Matematika sebagai ilmu yang terstruktur

Matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang

terorganisasi. Konsep-konsep matematika terstruktur secara hierarkis, logis dan

sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang

paling kompleks. Matematika harus dipelajari secara bertahap, berurutan, serta

berdasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu. seseorang akan mudah

mempelajari matematika yang baru bila didasarkan pada apa yang telah ia ketahui

sebelumnya (Suharta, 2004).

c) Matematika memiliki objek kajian yang abstrak

Matematika itu terdiri atas fakta, konsep, operasi. Dan prinsip yang

dinyatakan dalam symbol.

d) Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu

Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa

matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Matematika tumbuh dan

berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk melayani

kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.


7

B. Pendekatan Matematika Realistik

Realistic mathematics education (RME) atau pembelajaran matematika

realistik merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME

ini mengacu pada pendapat freundenthl (Asmin, 2001) yang mengatakan bahwa

“matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-

hari”. Gravemeijer (Suharta, 2004) mengatakan bahwa “matematika sebagai aktivitas

manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep

matematika dengan bimbingan orang dewasa”. Adapun menurut Slettenhaar (Asmin,

2001) mengatakan bahwa “ Realistik yang dimaksud dalam hal ini tidak mengacu

pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat di bayangkan oleh siswa”.

Matematika realistik yang dimaksud disini adalah matematika sekolah yang

dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal

pembelajaran. Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai dan dapat

dibayangkan dengan baik oleh siswa digunakan sebagai sumber munculnya konsep

atau pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat semakin abstrak.

Pembelajaran matematika realistik tidak meniadakan fase penerapan

matematika, tetapi menempatkan realitas dan lingkungan sebagai fase awal

pembelajaran untuk membangun konsep-konsep tertentu yang selanjutnya juga untuk

mencapai simbolisasi atau perumusan umum. Upaya itu dapat diwujudkan dengan

cara memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau

mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya.


8

Ciri khas yang menonjol pada pembelajaran matematika realistik adalah

digunakannya masalah-masalah atau soal-soal yang berawal dalam kehidupan sehari-

hari, yang konkrit atau berada dalam alam pikiran siswa, sebagai titik awal

pembelajaran, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan realistik adalah sesuatu

pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak

pembelajaran.

Dalam kerangka pendidikan matematika realistik. Freundental (Asmin, 2001)

mengatakan bahwa “ Mathematics is a human activity”. Karena pembelajaran

matematika disarankan berangkat atau berawal dari aktivitas manusia. Terdapat lima

prinsip utama dalam kurikulum matematika realistik yaitu:

(1) Di dominasi oleh masalah-masalah yang konteks, melayani dua hal yaitu

sebagai sumber dan terapan konsep matematika.

(2) Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema dan

simbol-simbol.

(3) Sumbangan dari para siswa, sehingga dapat membuat pembelajaran menjadi

konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan

mengkonstruksi sendiri, sehingga dapat membimbing para siswa dari level

matematika informal menuju matematika formal.

(4) Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.

(5) Interwinning ( membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

Kerangka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik mempunyai

dua kelebihan. Menuntun siswa dari keadaan yang sangat konkrit (melalui proses
9

matematika horizontal atau matematika informal). Biasanya para siswa di bimbing

oleh masalah-masalah kontekstual, dalam falsafah realistik, dunia nyata digunakan

sebagai titik pangkal permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan

matematika.

Agar pembelajaran bermakna bagi siswa maka pembelajaran seyogyanya

dimulai dengan masalah-masalah yang realistik. Kemudian siswa di beri kesempatan

menyelesaikan masalah itu dengan caranya sendiri dengan skema yang dimiliki

dalam pikirannya. Artinya siswa di beri kesempatan melakukan refleksi, interpretasi,

dan mencari strateginya yang sesuai. Keaktifan siswa dalam pembelajaran

matematika haruslah di pahami sebagai keaktifan melakukan matematisasi baik

horizontal maupun vertikal, yang memuat kegiatan refleksi dan tidak serta merta

siswa telah melakukan aktivitas konstruksi. Rekonstruksi terjadi bila siswa dalam

aktivitasnya melakukan refleksi, interpretasi dan intermalisasi. Rekonstruksi itu

dimungkinkan terjadi dengan probabilitas yang lebih besar melalui diskusi, baik

dalam kelompok kecil maupun diskusi kelas atau berbagai bentuk interaksi lainnya.

Penerapan pembelajaran matematika realistik secara tepat guna di lapangan

tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan dan ketersediaan materi kurikulum berbasis

pembelajaran matematika realistik. Untuk itu diperlukan kurikulum dengan konteks

Indonesia.

Menurut Hadi (Suherman, 2001) mengembangkan sendiri kurikulum

pembelajaran matematika realistik dengan konteks Indonesia akan memakan waktu

yang panjang karena harus melalui rangkaian :


10

(1) Olah pikir (pengembangan mendesain materi pembelajaran matematika

realistik yang relevan dengan kurikulum yang berlaku).

(2) Uji coba dengan kelompok kecil siswa (oleh pengembangan sendiri).

(3) Revisi berdasarkan hasil coba skala kecil.

(4) Uji coba oleh guru dikelas

(5) Revisi berdasarkan hasil uji coba dikelas.

Apabila rangkaian evaluasi dan revisi terdapat draft materi kurikulum

pembelajaran matematika realistik tersebut dilaksanakan secara baik, akan

menghasilkan materi yang userfriendly baik bagi siswa maupun guru. Walaupun

demikian ini tidak menjamin bahwa materi tersebut akan mendorong peningkatan

prestasi siswa dalam belajar matematika ini akan di buktikan setelah guru dan siswa

menggunakan materi tersebut dalam jangka waktu tertentu

C. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar adalah kecakapan yang diperoleh setelah melalui proses belajar.

Hasil belajar merupakan ukuran yang menyatakan seberapa jauh tujuan pembelajaran

yang telah dicapai oleh siswa dengan pengalaman yang telah di berikan dan

disiapkan oleh sekolah. Untuk menentukan hasil belajar matematika di lakukan

evaluasi yang biasanya menggunakan evaluasi berupa tes tertulis baik berupa essay

atau berapa pilihan ganda.

Adapun hasil belajar matematika yang di maksud dalam penelitian ini adalah

hasil belajar yang peroleh siswa setelah melalui proses pembelajaran dengan
11

menggunakan pendekatan realistik dengan indikator peningkatan skor rata-rata hasil

tes belajar dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dalam melakukan

evaluasi hasil belajar yang biasa dijadikan rujukan adalah Taksonomi Bloom yang

menggunakan tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah

kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang berarah pada pembentukan

kemampuan intelektual, kemampuan dasar dan tingkat kecerdasan yang dicapai.

Rana afektif menunjukkan kemampuan pendidikan yang berarah pada kemampuan

bersikap dalam menanggapi dan menghadapi realitas masalah yang muncul

disekitarnya, sehingga lebih mampu berpikir positif dalam menghadapi segala

tantangan dan ancaman dalam hidup. Ranah psikomotorik yang berarah pada

keterampilan khusus yang bersifat fisik, misalnya kemampuan melukis suatu bangun

Ranah kognitif banyak berhubungan dengan informasi dan pengetahuan.

Tujuan ini terutama dialamatkan kepada pengembangan intelektual siswa.

Perkembangan dalam bidang ini meliputi keterampilan dasar seperti kemampuan

melakukan operasi pertambahan, pengurangan, perkalian, konsep-konsep dan

generalisasi-generalisasi pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan terutama di tujukan

kepada tujuan-tujuan dalam ranah tersebut.

Menurut Bloom dalam (Sahabuddin, 1999;129) terdapat enam bagian dalam

rana kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi

keenam kategori tersebut digunakan sebagai rujukan utama dalam pembuatan alat

ukur untuk menilai keberhasilan suatu pembelajaran.


12

D. Hubungan Antara Pendekatan Realistik Dengan Hasil Belajar

Hasil belajar siswa langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan realitas

internal, pengalaman belajar siswa juga dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Faktor–

faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yang akan dibahas dalam tulisan ini

hanya faktor siswa, guru, sebagai berikut:

a. Siswa

Dalam faktor siswa sebagai input prasyarat masuk suatu lembaga pendidikan

harus dipenuhi sehingga dapat mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan yang

diharapkan. Dalam penelitian ini yang dibahas adalah yang berkaitan dengan

aktivitas siswa dan respon siswa.

a) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi

belajar mengajar. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa tidak hanya

mendengar sejumlah teori-teori secara pasif, melainkan siswa harus aktif dan

sungguh-sungguh dalam semua kegiatan pembelajaran, seperti mendengar, menulis,

tanya jawab, diskusi, praktik dan lain-lain. aktivitas selama pembelajaran matematika

realistik adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru atau teman

kelompok, mencatat pertanyaan guru, mengerjakan/mendiskusikan pertanyaan guru

melalui LKS, menyajikan hasil diskusi kelompok, menanggapi jawaban hasil diskusi

kelompok lain, merangkum materi pelajaran, menulis/mengerjakan PR/kuis, dan

perilaku yang tidak relevan dengan pembelajaran (Sardiman, 2000: 34)


13

b) Respon Siswa

Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan proses

pembelajaran adalah siswa. Faktor diri siswa yang berpengaruh terhadap proses

pembelajaran tersebut antara lain adalah perhatian, bakat, minat, intelegensi dan

motivasi untuk belajar (Slameto, 2003: 55). Motivasi dipandang sebagai suatu proses

dalam diri siswa yang menyebabkan munculnya tingkah laku ke arah tujuan yang

diharapkan. Motivasi dibedakan atas motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi instrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri siswa. Sedangkan

motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, (Sahabuddin 1999:63)

mengemukakan bahwa apabila seorang siswa memiliki motivasi tinggi dalam belajar

matematika, maka ia akan mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh

sehingga ia mempunyai pengertian yang lebih mendalam dan dengan mudah

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan, siswa yang

motivasi belajarnya rendah akan menimbulkan kegagalan dalam belajarnya.

Berdasarkan uarain di atas, maka dapat disimnpulkan bahwa seorang siswa

yang mempunyai motivasi tinggi dalam belajar matematika akan memberikan respon

positif dan sebaliknya siswa yang motivasi belajar rendah akan memberikan respon

negatif yang diwujudkan dalam sikap atau pendapat yang diberikan terhadap proses

pembelajaran yang sedang berlangsung.


14

b. Guru

Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru

merupakan pelaksana pembelajaran di kelas, sebab guru yang mampu mengelola

proses belajar akan mempengaruhi mutu pelajaran. Penguasaan materi dan cara

penyampaiannya merupakan syarat mutlak bagi seorang guru. Seorang guru yang

tidak menguasai materi matematika dengan baik, tidak mungkin ia dapat mengajar

matematika dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak menguasai berbagai

cara penyampaian dapat menimbulkan kesulitan siswa dalam memahami matematika

(Sardiman, 2000:87).

Dari uraian di atas, dalam kegiatan pengembangan perangkat ini kondisi guru

adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika realistik yang

meliputi pendahuluan, kegiatan inti, penutup.

E. Materi

Dalam Kehidupan sehari-hari, sering dijumpai benda-benda yang telah

terbagi menjadi beberapa bagian yang sama ? misalnya:

(1). Roti terbagi menjadi beberapa bagian yang sama, (2). Kertas di belah menjadi

beberapa bagian yang sama, (3). Apel yang telah terbagi menjadi beberapa bagian

yang sama. Semua bagian yang sama itu berkaitan dengan pecahan. Jika sebuah jeruk

mula-mula dibagi menjadi dua bagian yang sama, satu bagian dari dua bagian yang

1
sama itu di sebut dengan “satu per dua” atau “seperdua” dan ditulis “ ” , bilangan
2

inilah yang disebut dengan pecahan.


15

1. Mengubah Bentuk Pecahan

a. Mengubah Pecahan Biasa Ke bentuk pecahan campuran, desimal dan persen

Pecahan Biasa yang dapat diubah menjadi pecahan campuran adalah yang

memiliki nilai pembilang lebih besar dari pada nilai penyebut. Sedangkan untuk

mengubah menjadi pecahan desimal dengan mengubah nilai penyebutnya menjadi

10, 100, 1000 dan seterusnya. Dan untuk Mengubah ke persen yaitu dengan

mengubah nilai penyebutnya menjadi 100, dan ingat bahwa persen adalah perseratus

2
( ) yang dilambangkan dengan %. Misalkan 2% = ( ).
100 100

9
Contoh Ubahlah menjadi pecahan campuran, Desimal dan persen
2

Untuk mengubah pecahan campuran yaitu

9 2 2 2 2 1
    
2 2 2 2 2 2

1
= 1+1+1+1+
2

1
=4
2

Sedangkan untuk mengubah menjadi pecahan desimal dapat dilakukan dengan cara

mengalihkan pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama sehingga

penyebutnya menjadi 10, 100, 1000 dan seterusnya

9 9  5 45
   4,5
2 2  5 10
16

Dan untuk mengubahnya menjadi persen dapat dilakukan dengan mengubah

penyebut menjadi 100 dengan

9 9  50 450
   450%
2 2  50 100

b. Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa, pecahan desimal dan persen

Untuk mengubah pecahan campuran menjadi pecahan desimal atau menjadi

persen maka pecahan campuran tersebut dapat di ubah dulu menjadi pecahan biasa

uang kemudian dilakukan proses yang sama seperti langkah mengubah pecahan biasa

menjadi pecahan desimal dan persen diatas perhatikan contoh berikut ini:

1
Ubahlah 3 menjadi pecahan biasa, pecahan desimal dan persen
2

1 (3  2)  1 6  1
3  
2 2 2

7
=
2

Dan untuk mengubah menjadi pecahan desimal dan persen dapat dilakukan seperti di

atas.

c. Mengubah Pecahan Desimal ke pecahan Biasa, pecahan campuran dan persen

Perhatikan Contoh 1, 75  terdapat dua angka di belakang koma berarti penyebut

pecahan adalah 100. maka

175 7
1, 75 = =  pembilang dan penyebut di bagi dengan 25
100 4

7 4 3 3
untuk mengubahnya menjadi pecahan campuran    1
4 4 4 4

2. Menyederhanakan pecahan
17

Pecahan Biasa dan pecahan campuran dapat disederhanakan dengan cara

membagi pembilang dan penyebutnya dengan faktor persekutuan terbesar dari

45
keduanya. Misalnya sederhanakan pecahan
50

45 45 : 5 9
  (5 Adalah FPB dari 45 dan 50 ) 
50 50 : 5 10

3. Mengurutkan Pecahan

1
Satu pertanyaan yaitu manakah yang lebih besar 0,6 dengan dan
2

bagaimana membuktikan mana yang lebih besar? Untuk menjawab pertanyaan

tersebut perhatikan dulu contoh berikut ini :

Urutkanlah pecahan berikut ini dari yang terkecil sampai yang terbesar!

4 7 2 5
, , ,
9 9 9 9

2 4 5 7
karena   
9 9 9 9

2 4 5 7
Jadi urutannya dari yang terkecil adalah , , ,
9 9 9 9

Dari contoh tersebut dapat di lihat bahwa untuk membandingkan mana yang lebih

besar atau lebih kecil suatu pecahan yaitu dengan menyeragamkan pecahan dan

1
menyamakan penyebutnya. Dari pertanyaan di atas bandingkan 0,6 dengan , untuk
2
18

dapat membandingkan maka keduanya dapat di ubah menjadi pecahan biasa atau

pecahan desimal.

6 1 1  5 5
0, 6 = Sedangkan 2  2  5  10
10

6 5 1
karena  maka terlihat bahwa 0,6 lebih besar dari .
10 10 2

4. Menentukan nilai pecahan suatu bilangan atau kuantitas tertentu.

Menentukan nilai pecahan suatu kuantitas tertentu merupakan penerapan

konsep pecahan dalam kehidupan sehari-hari

1
Contoh Seorang pedagang mempunyai gula 45 kg. sebanyak bagian gulanya
5

terjual. Berapa kg gulanya yang belum terjual?

1
Jawab : Gula pedagang = 45 kg. terjual dari 45 kg
5

1 45
=  45  9 kg. jadi yang belum terjual adalah 45kg – 9kg = 36 kg
5 5

5. Operasi hitung yang melibatkan pecahan

a. Menjumlahkan pecahan Biasa

Menjumlahkan pecahan biasa terlebih dahulu dengan menyamakan

penyebutnya jika penyebutnya tidak sama dengan cara menentukan KPK penyebut-

penyebut, pembilang disesuaikan dengan mengalihkan angka yang sama.

3 4 18 20
Contoh.  = 
5 6 30 30

18 3  6 4 4  5 38 pembilang  Pembilang
 dan 6  6  5 = 30 
30 5  6 penyebut tetap
19

4
=1  Disederhanakan dengan mengubah menjadi pecahan campuran
15

b. Menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan lainnya

Sebelum menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan lainnya, baik

campuran desimal atau persen, maka perlu diingat cara mengubah pecahan tersebut

menjadi pecahan biasa.

Contoh

4 2 2 (4  1)  2 6
 1  1  
5 4 4 4 4

4 6 16  30 36 6 3
Maka    = 1 =1
5 4 20 20 20 10

Anda mungkin juga menyukai