Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SNAKE BITE
A. DEFINISI
Gigitan ular atau snake bite adalah gigitan ular yang dapat
disebabkan oleh ular berbisa atau tidak berbisa. Gigitan ular yang berbisa
mempunyai akibat yang beragam mulai dari luka yang sederhana sampai
dengan ancamannya dan menyebabkan kematian (BT&TLS, 2008). Gigitan
ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular
adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama
neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan (Suzanne Smaltzer dan
Brenda G. Bare, 2007). Gigitan ular merupakan salah satu kasus gawat darurat yang
terkait lingkungan, pekerjaan dan musim dan cukup banyak terjadi di berbagai belahan
dunia khususnya di daerah pedesaan. Pekerja di bidang pertanian dan anak-anak
merupakan golongan yang serin tergigit (Warrell 2010).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa snake bite
adalah gigitan ular yang dapat disebabkan oleh ular berbisa atau tidak berbisa
yang yang terkait di lingkungan, pekerjaan dan musim dan cukup banyak terjadi di
berbagai belahan dunia khususnya di daerah pedesaan.
B. ANATOMI FISIOLOGI
C. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae,
dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema
dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular
yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal
dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan
pada tempat gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
E. PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu
berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem
pernapasan. Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai
saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan
oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
bernapas. Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem
pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati
hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.
F. PATHWAY
Terlampir
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan penunjang gigitan ular antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium dasar
2. Pemeriksaaan kimia darah
3. Hitung sel darah lengkap
4. Penentuan golongan darah dan uji silang
5. Waktu protrombin
6. Waktu tromboplastin parsial
7. Hitung trombosit
8. Urinalisis
9. Penentuan kadar gula darah,
10. BUN
11. Elektrolit.
12. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan
H. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi
segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya
lakukan prinsip RIGT, yaitu:
a. Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga
racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien
pingsan/panik karena kaget.
b. Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit
pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau
kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
c. Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
d. Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang
munculada korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
a. Balut tekan pada kaki:
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari
kaki naik ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan
sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari
kaki yang tetap pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
b. Balut tekan pada tangan:
1) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
2) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4) Pasang papan sebagai fiksasi.
5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan (Foruniverse,
Nursing 2010).
4. Penatalaksanaan selanjutnya
5. ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 –
40 menit.
6. Heparin 20.000 unit per 24 jam.
7. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik,
tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1
flacon = 10 cc).
8. Bila ada tanda - tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria
atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100
mg IV.
9. Kalau perlu dilakukan hemodialise.
10. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
11. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
Catatan:Jika terjadisyokanafilaktik karena ABU, ABU harus
dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin..
12. Pemberian ABU
ASUHAN KEPERAWATAN
SNAKE BITE
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh sesak nafas dan terasa panas disertai nyeri
disekitar tubuh yang digigit.
b. Riwayat penyakit sekarang
Bagian ekstremitas digigit ular terasa panas disertai sesak nafas.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik bagian ekstremitas klien
ditemukan bekas gigitan luka yang sudah membengkak, dimana
pembengkakan tersebut sudah mengalami perubahan warna.
e. Riwayat penyakit dahulu
Apa pasien pernah di rumah sakit sebelumnya atau tidak.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Di dalam keluarga apa ada yang pernah mengalami hal yang sama
seperti dirinya atau memiliki penyakit keturunan.
g. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya perubahan kesehatan karena gigitan ular yang membuat
pasien merasa cemas.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pasien mengeluh tidak nafsu makan, mual dan muntah
disertai penurunan berat badan.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien biasanya mengalami kelemahan fisik untuk beraktivitas.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur pasien biasanya terganggu karena merasa cemas dan
rasa nyeri di daerah gigitan ular.
5) Pola eliminasi
Pasien yang mengalami gigitan ular biasanya mengeluh diare.
6) Pola reproduksi dan seksual
Biasanya tidak ada gangguan pada sistem reproduksinya.
7) Pola kognitif dan perseptual
Pengkajian kognitif pada pasien snake bite yaitu pasien merasa
nyeri di daerah yang terkena gigitan dan adanya pembengkakan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa cemas dan takut karena keadaannya yang
memerlukan pemulihan karena gigitan ular dan cemas masalah
pekerjaan.
9) Pola koping dan toleransi
Biasanya pasien merasa cemas karena bagian tubuhnya yang
digigit ular mengalami pembengkakan.
10) Pola Hubungan dan Peran
Kesulitanmenentukankondisi,misaltak mampubekerja,
mempertahankan fungsiperan biasanyadalam bekerja.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana cara klien melakukan
ibadah.
h. Pemeriksaan fisik
Integumen : rasa nyeri di daerah gigitan, kemerahan, memar, kulit
teraba hangat dan bengkak.
Pernafasan : takipnea dengan penurunan kedalaman pernafasan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan mengenai proses penyakit.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
6. Resiko infeksi
C. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola nafas 1. Respiratory status : Airway Management
Definisi: inspirasi dan atau ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
ekspirasi yang tidak memberi 2. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw
ventilasi airway patency thrust bila perlu
Batasan karakteristik : 3. Vital sign status 2. Posisikan pasien untuk
Perubahan kedalaman Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
pernafasan 1. Mendemostrasikan 3. Identifikasi pasien
Perubahan ekskursi dada batuk efektif dan perlunya pemasangan alat
Mengambil posisi tiga titik suara nafas yang jalan nafas buatan
D. EVALUASI
Adapun sasaran evaluasi pada pasien snake bite sebagai berikut :
1. Pola nafas pasien kembali efektif, dengan kriteria hasil :
a. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal ( tekanan darah, nadi,
pernafasan).
2. Nyeri dapat berkurang, dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologinuntuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
3. Suhu tubuh dalam batas normal, dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 – 37,5)
b. Nadi dan RR dalam rentang normal( dewasa, nadi : 60 – 100x/menit,
respirasi : 12 – 20x/ menit, anak – anak nadi : 70 – 120x/menit,
respirasi 18 – 30x/ menit).
c. Tidak ada perubahan warna kulitdan tidak ada pusing
4. Perfusi jaringan perifer kembali efektif, dengan kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
1) Tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
2) Tidak ada ortostatik hipertensi
3) Tidak ada tanda – tanda peningkatan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
b. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
1) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
2) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
3) Memproses informasi
4) Membuat keputusan dengan benar
c. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan – gerakan involunter.
5. Ansietas dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk
mengontrol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukan berkurangnya kecemasan
6. Resiko infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA
Hafid, Abdul, dkk. 2008. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana. Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi. EGC : Jakarta.
NANDA. (2007). Diagnosa Nanda ( NIC dan NOC ). Jakarta: Perima Medika.
Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah,
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh Agung.
Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO
Regional Office for South-East Asia.