Anda di halaman 1dari 54

BAB 2 SISTEM LTI

Pertemuan ke : 5-8
Topik belajar : Pengertian sistem LTI
Alokasi waktu : 2 sks / 2 js

Sub Bahasan:
1. Representasi sinyal dalam bentuk impulse
2. Sistem LTI Waktu Diskrit
3. Sistem LTI Waktu Kontinyu
4. Sifat-sifat Sistem LTI
5. Persamaan Diferensial dan Persamaan Beda
6. Diagram blok Sistem LTI

Tujuan pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu menyatakan sinyal dalam persamaan impulse
2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan operasi kerja pada sistem LTI
Waktu Diskrit
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan operasi kerja pada sistem LTI
Waktu Kontinyu
4. Mahasiswa mampu menjelaskan sifat-sifat sistem LTI
5. Mahasiswa mampu menyatakan persamaan diferensial dan persamaan beda
6. Mahasiswa mampu merepresentasikan sistem LTI menggunakan diagram
blok berdasarkan persamaan beda.

PENDAHULUAN
Dua sifat penting sistem yang dijelaskan pada Bab 1 adalah linieritas dan time-
invariant yang berperanan penting dalam menganalisis sebuah sistem karena banyak
proses fisis dapat dimodelkan sebagai sistem linear time–invariant (LTI) dan dapat
dianalisis secara mendalam. Salah satu alasan utama menganalisis sistem LTI adalah
bahwa sistem ini mempunyai sifat superposisi seperti dijelaskan oleh persamaan. (1.75)
dan (1.76) untuk sistem LTI diskrit. Jika sistem LTI waktu kontinyu diberikan input-
input sinyal dengan kombinasi linier :

37 Pengolahan Sinyal
38

x(t )  a1 x1 (t )  a 2 x 2 (t )  a3 x3 (t )  ... ……………………………. (2.1)


dengan superposisi maka outputnya adalah :
y (t )  a1 y1 (t )  a 2 y 2 (t )  a3 y 3 (t )  ... …………….………. (2.2)
dimana yk(t) adalah respon dari xk(t), k = 1, 2, 3, ... maka dari itu jika dapat menyatakan
input ke dalam suatu sistem LTI dalam bentuk kumpulan sinyal dasar maka dapat
digunakan superposisi untuk menghitung output dari sistem dalam bentuk respon dari
sinyal dasar tersebut.

MATERI

2.1 REPRESENTASI SINYAL DALAM BENTUK IMPULSE


Seperti telah dibahas sebelumnya unit impulse waktu kontinyu dan unit
impulse waktu diskrit dapat digunakan sebagai sinyal dasar untuk menyusun sinyal
yang sangat luas. Sebuah sinyal diskrit x[n] ditunjukkan pada Gambar 2.1 (a). lima
bagian gambar lainnya adalah hasil pergeseran dan penskalaan deret unit impulse,
dimana penskalaan pada masing-masing impulse sama dengan nilai dari x[n] pada
waktu sesaat tertentu pada unit sampel berada.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


39

Gambar 2.1 Komposisi sinyal waktu diskrit dalam bentuk penjumlahan impulse tergeser yang
diboboti.

Sebagai contoh,
 x[1], n  1
x[1] [n  1]  
0, n  1

 x[0], n  0
x[0] [n]  
0, n0

 x[1], n  1
x[1] [n  1]  
0, n 1
Sehingga jumlahan dari lima gambar hasil pergeseran itu dapat dinyatakan:
x[2] [n  2]  x[1] [n  1]  x[0] [n]  x[1] [n  1]  x[2] [n  2] …. (2.3)

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


40

sama dengan x[n] untuk –2  n  2. Lebih umum, dengan menyertakan penambahan


pergeseran, penskalan impulse, dapat dituliskan :
x[n]  ....  x[3] [n  3]  x[2] [n  2]  x[1] [n  1]  x[0] [n] 
(2.4)
x[1] [n  1]  x[2] [n  2]  x[3] [n  3]  ...
Untuk setiap nilai n hanya satu dari bentuk pada ruas kanan persamaan (2.4) akan
bernilai bukan nol dan penskalaan pada bagian tersebut adalah sebesar x[n].
Dalam bentuk yang lebih sederhana asumsi ini dapat dituliskan:

x[n]   x[k ] [n  k ]
k  
………………………………….. (2.5)

Hasil ini berkaitan dengan representasi sembarang deret sebagai sebuah kombinasi linier
dari unit impulse yang digeser [n-k], dimana bobot dalam kombinasi linier ini adalah
x[k]. Contoh lain x[n] = u[n], sebuah unit step. Dalam hal ini jika u[k]=0 untuk k < 0
dan u[k] = 1 untuk k  0, persamaan (2.5) menjadi :

u[n]    [n  k ]
k 0

Yang identik dengan pernyataan yang diturunkan pada bagian 2.4 (persamaan (2.30)).
Persamaan (2.5) disebut sifat pergeseran dari unit impulse waktu diskrit.
Untuk kasus waktu kontinyu representasi yang sesuai dapat dibuat dalam bentuk
unit impulse, sebuah pendekatan pulsa atau anak tangga (“staircase”), xˆ (t ) , dari sebuah
sinyal waktu kontinyu x(t) ditunjukkan pada gambar 2.2a seperti yang dilakukan pada
waktu diskrit. Pendekatan ini dapat menyatakan kombinasi linier dari pulsa yang
tertunda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.a-e. Jika didefinisikan,
 1
, 0t 
  (t )    ………………………………….. (2.6)
0, lainnya

Kemudian jika (t) mempunyai amplitudo satu, maka



xˆ (t )   x(k)
k  
 (t  k ) ………………………….. (2.7)

Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa untuk setiap harga t, hanya ada satu suku dalam
penjumlahan pada ruas kanan persamaan (2.7) yang tidak nol.
Jika 0, pendekatan xˆ (t ) akan menjadi semakin baik dan mendekati x(t). Sehingga,

x(t )  lim
 0
 x(k)
k  
 (t  k ) ………………………….. (2.8)

Juga jika 0 maka penjumlahan dalam persamaan (2.8) mendekati sebuah integral.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


41

Interpretasi grafik pada Gambar 2.3 membantu pemahaman persamaan (2.8) ini.
Terdapat tiga sinyal x(), (t-) dan hasil perkaliannya. Dapat ditunjukkan bahwa
daerah terasir adalah mendekati luasan dibawah x()(t-) untuk 0. Dari persamaan
(2.22) diketahui bahwa jika 0 maka (t) adalah fungsi unit impulse (t). sehingga,

x(t )   x( ) (t   )d

………………………………….. (2.9)

Persamaan ini menyatakan sifat pergeseran impulse dalam waktu kontinyu. Jika x(t) =
u(t), persamaan (2.9) menjadi:
 
x(t )   u ( ) (t   )d    (t   )d ………………… (2.10)
 0

Jika u() = 0 untuk  < 0 dan u() = 1 untuk  > 0. Persamaan (2.10) identik dengan
pernyataan yang diturunkan pada sub-bab 1.3 (persamaan (1.33)).
Persamaan (2.9) dapat diturunkan langsung dengan menyatakan sifat dari unit
impuse seperti yang telah dibahas pada bagian 1.3.2. Seperti ditunjukkan pada Gambar
2.4(b), sinyal (t-) untuk t tetap adalah berupa unit impulse pada  = t. Sehingga pada
Gambar 2.4(c) sinyal x()(t-) sama dengan x(t)(t-) (yaitu impulse terskala pada  = t
dengan luasan yang sama dengan harga x(t)). Akibatnya integral dari sinyal ini dari  = -
 sampai dengan  = + sama dengan x(t), yaitu:
  

 x( ) (t   )d 

 x(t ) (t   )d  x(t )   (t   )d  x(t )
 

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


42

Gambar 2.2 Pendekatan anak tangga terhadap sinyal kontinyu

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


43

Gambar 2.3 Interpretasi grafik persamaan (2.8)

Gambar 2.4(a) Sinyal x() sebarang, (b) impulse (t - ) sebagai fungsi  dengan t tetap, (c)
perkalian sinyal (a) dan (b)

2.2 SISTEM LTI WAKTU DISKRIT : JUMLAHAN KONVOLUSI


Sistem linier diskrit dan sebuah input sembarang x[n] diberikan pada sistem
tersebut, maka x[n] dapat dinyatakan dalam bentuk kombinasi dari unit sample yang

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


44

tergeser, seperti dinyatakan dalam persamaan (2.5) yang dituliskan kembali sebagai
berikut:

x[n]   x[k ] [n  k ]
k  
…………………………………….. (2.5)

Dengan menggunakan sifat superposisi dari sistem linier (persamaan (2.75) dan
(2.76)), output y[n] dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari respon-respon sistem
terhadap unit sampel-unit sampel yang tergeser. Jika hk[n] menyatakan respon sebuah
sistem linier untuk unit sampel yang tergeser [n-k], maka respon dari sistem untuk
input sembarang x[n] dapat dinyatakan:

y[n]   x[k ]h [n]
k  
k …………………………………………….. (2.11)

Berdasar persamaan (2.11), jika diketahui respon dari sistem linier untuk unit
sampel yang berpindah tempat, maka dapat menyusun laporan respon dari sembarang
input. Interpretasi persamaan (2.11) ditunjukkan pada gambar 2.5. Pada Gambar 2.5(a)
ditunjukkan sinyal x[n] yang mempunyai nilai tidak nol pada n = -1, 0 dan 1. Sinyal ini
digunakan sebagai input untuk sebuah sistem linier yang mempunyai respon terhadap
sinyal [n + 1], [n] dan [n + 1] seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5(b). Jika x[n]
dapat dituliskan dalam bentuk kombinasi linier dari [n + 1], [n] dan [n-1], dengan
superposisi memungkinkan untuk membuat respon y[n] sebagai kombinasi linier dari
respon untuk impulse tunggal tergeser. Impulse tunggal tergeser dan terskala ditunjukan
pada Gambar 2.5(c), dimana respon dari komponen-komponen sinyal ditunjukkan pada
sisi kanan Gambar 2.5(c) dan output aktual y[n], dengan menggunakan superposisi
adalah jumlahan dari komponen-komponennya pada Gambar 2.5(c). Sehingga respon
pada waktu n dari sistem linier adalah superposisi dari respon-respon untuk setiap nilai
input yang berurutan.
Secara umum, respon hk[n] tidak memerlukan hubungan antara masing-masing
komponen untuk nilai k yang berbeda. Jika sistem linier sekaligus time-invariant, maka:
hk [n]  h0 [n  k ] …………………………………………….. (2.12)

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


45

Gambar 2.5 Interpretasi grafik dari respon sistem linier pada persamaan (2.11)
Jika sistem [n-k] adalah versi pergeseran waktu dari [n], maka respon hk[n]
adalah versi pergeseran waktu dari h0[n]. Untuk notasi yang dikenal, subscript dari h0[n]
dapat dihilangkan dan dituliskan sebagai h[n] yaitu respon unit impulse,
h[n]  h0 [n] …………………………………………………….. (2.13)

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


46

(yaitu [n]h[n]) kemudian untuk sebuah sistem LTI, persamaan (2.11) menjadi:

y[n]   x[k ]h[n  k ]
k  
…………………………………….. (2.14)

Hasil ini disebut jumlahan konvolusi atau jumlahan superposisi, dan operasi
pada ruas kanan persamaan (2.14) disebut konvolusi dari deret x[n] dan h[n] yang
dinyatakan secara simbolis dengan y[n]= x[n]*h[n]. Persamaan (2.14) menyatakan
respon sebuah sistem LTI untuk input sebarang dalam bentuk respon unit impulse. Dari
pernyataan ini jelas bahwa sistem LTI dapat dikarakterisasi secara lengkap dengan
menggunakan respon impulsenya.
Interpretasi dari persamaan (2.14) adalah sama dengan yang diberikan untuk
persamaan (2.11) dimana respon input x[k] yang diberikan pada waktu k adalah x[k]h[n
- k], yang merupakan pergeseran dan penskalaan dari h[n]. Output aktualnya adalah
superposisi dari semua respon sehingga untuk setiap waktu tetap n, output y[n] terdiri
dari jumlahan seluruh k nilai dari jumlah x[k]h[n - k]. Seperti ditunjukkan pada Gambar
2.6, interpretasi dari (2.14) ini mengarahkan pada cara yang sangat berguna untuk
visualisasi kalkulasi y[n] menggunakan jumlahan konvolusi. Evaluasi output dari
beberapa nilai n tertentu ditunjukkan pada Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6(a) ditunjukkan
h[k], dan pada Gambar 2.6(b) menunjukkan h[n - k] sebagai fungsi dari k dengan n
tetap, dimana h[n - k] diperoleh dari h[k] yang dicerminkan pada sumbu tegak lurus k =
0 dan kemudian digeser sebesar n, kekanan jika n positif dan kekiri jika n negatif.
Gambar 2.6(c) menunjukkan x[k]. Output y[n] untuk harga n tertentu dihitung
berdasarkan pembobotan setiap nilai x[k] dengan nilai dari h[n - k] yang bersesuaian,
yaitu dengan mengalikan titik yang bersesuaian dari Gambar 2.6(b) dan Gambar 2.6(c)
dan kemudian menjumlahkan hasilnya. Perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.1
Sebuah input x[n] dan respon unit sampel h[k] dinyatakan sebagai berikut :
x[n]   n u[n] , dan h[n]  u[n]
Dengan 0<<1. Gambar 2.7 menunjukkan h[k], h[-k], h[-1-k] dan h[1-k], yaitu h[n-k]
untuk n= -1, 0 dan 1; dan h[n-k] untuk nilai n positif sembarang dan sebuah nilai n
negatif sembarang. Akhirnya, x[k] ditunjukkan pada Gambar 2.7(g). Dari Gambar ini
terlihat bahwa untuk n<0 tidak ada yang overlapping (tumpang tindih) antara titik bukan
nol dalam x[k] dan h[n-k] sehingga untuk n<0, x[k]h[n-k] = 0, Untuk semua harga k
sehingga g[n] = 0 untuk n<0. Untuk n0, x[k]h[n-k] adalah:
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
47

Gambar 2.6(a) Interpretasi persamaan (2.6), (b) y[n] hasil perkalian dari x[k] dengan h[n-k], (c)
penjumlahan dari hasil perkalian.

 k , 0  k  n
x[k ]h[n  k ]  
0, lainnya

Sehingga untuk n  0,
n
y[n]    k
k 0

Dan dapat dituliskan sebagai:


1   n 1
y[n]  , untuk n  0
1
Sehingga untuk semua harga n, y[n] dapat dinyatakan dengan:
1   n 1
y[n]  u[n]
1
dan ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


48

Gambar 2.7 Interpretasi grafik dari perhitungan konvolusi Contoh 2.1.

Gambar 2.8 Output dari Contoh 2.1

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


49

Contoh 2.2
Dua deret x[h] dan h[n] diberikan:
1, 0  n  4
x[n]  
0, lainnya
 n , 0  n  6
h[n]  
0, lainnya
Sinyal-sinyal ini ditunjukkan pada Gambar 2.9. Untuk menghitung konvolusinya, maka
interval dibagi menjadi 5 bagian, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Interval 1. Untuk n < 0 tidak terjadi overlap antara nilai x[k] dan h[n-k] yang bukan nol
sehingga y[n]=0.
Interval 2. Untuk 0  n  4 perkalian x[k]h[n-k] menghasilkan:
 n  k , 0  k  n
x[k ]h[n  k ]  
0, lainnya

Gambar 2.9 Sinyal yang dikonvolusikan pada Contoh 2.2

Sehingga dalam interval ini:


n
y[n]    n  k
k 0

Dengan merubah variabel penjumlahan dari k menjadi r = n - k, diperoleh:


n
1   n 1
y[n]     r

r 0 1
Interval 3. Untuk n > 4 dan n-6  0 (yaitu untuk 4  n  6), x[h]h[n - k] diperoleh:

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


50

 n  k , 0  k  4
x[k ]h[n  k ]  
0, lainnya
Sehingga dalam hal ini,
4 4
1   5  n  4   n 1
y[n]    n  k   n  ( 1 ) k   n 
k 0 k 0 1   1 1
Interval 4. Untuk n > 6 dan n - 6 < 4 (yaitu untuk 6 < n  10), diperoleh:
 n  k , (n  6)  k  4
x[k ]h[n  k ]  
0, lainnya
Sehingga,
4
y[n]  
k  n 6
nk

Untuk r = k – n + 6, maka y[n] dapat dinyatakan:


10  n 10  n
1   n 11  n  4   7
y[n]  
r 0
6 r
   ( )  
6

r 0
1 r

1   1
6

1
Interval 5. Untuk n – 6 < 4 atau ekivalen dengan n > 10, tidak terjadi overlap antara x[k]
dan h[n-k] yang tidak nol, sehingga:
y[n]  0
Kelima interval tersebut disatukan, sehingga diperoleh:
0, n0
1   n 1
 , 0n4
 1n 4 n 1
  
y[n]   , 4n6
 n4 1  
   ,
7

 1 6  n  10
0, 10  n

seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


51

Gambar 2.10 Interpretasi grafik dari konvolusi pada Contoh 2.2

Gambar 2.11 Hasil konvolusi dari Contoh 2.2.

Kedua contoh tersebut memberikan gambaran yang berguna dalam interpretasi


kalkulasi penjumlah konvolusi dalam bentuk grafik. Berikut akan dibahas sifat-sifat
konvolusi yang berguma dalam banyak pembahasan.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


52

Sifat dasar dari konvolusi adalah sifat komutatif,


x[n] * h[n]  h[n] * x[n] …………………………………….. (2.15)
Sifat ini dapat dibuktikan dengan menukar variabel pada persamaan (2.14). Untuk r = n
- k, atau ekivalen dengan k = n - r, maka persamaan (2.14) menjadi :
 
x[n] * h[n]   x[k ]h[n  k ]   x[n  r ]h[r ]  h[n] * x[n]
k   r  
…….. (2.16)

Dengan substitusi variabel ini, atau pada x[n] dan h[n] ditekankan berdasarkan
persamaan (2.16) ini, output sistem LTI dengan input x[n] dan respon unit sampel h[n]
adalah identik dengan output dengan sistem LTI dengan input h[n] respon unit sample
x[n]. Sebagai contoh dapat dihitung konvolusi pada contoh 2.2 dengan mencerminkan
dan menggeser x[k]. kemudian mengalikan sinyal x[n-h] dengan h[n] dan kemudian
menjumlahkan hasil perkalian ini untuk semua h.
Sifat penting kedua adalah asosiatif,
x[n] * (h1 [n] * h2 [n])  ( x[n] * h1 [n]) * h2 [n] …………………….. (2.17)
Sifat ini dapat dibuktikan dengan manipulasi penjumlahan yang digunakan. Interpretasi
dari sifat asosiatif ditunjukkan pada Gambar 2.12 (a) dan (b). Sistem yng ditunjukkan
dengan diagram blok adalah sistem LTI dengan responh unit sample yang ditunjukkan.
Representasi gambar ini lebih mudah digunakan dan membatasi kenyataan bahwa
sebuah sitem LTI dapat dikarakterisasi perilakunya secara menyeluruh menggunakan
respon impulse ini.
Pada Gambar 2.12 (a),
y[n]  w[n] * h2 [n]
 ( x[n] * h1 [n]) * h2 [n]
Pada Gambar 2.12 (b)
y[n]  x[n] * h[n]
 x[n] * (h1 [n]) * h2 [n]
Berhubungan dengan sifat asosiatif, hubungan seri dari dua sistem dalam Gambar 2.12
(a) adalah ekivalen dengan sistem tunggal dalam Gambar 2.12 (b). Hal ini dapat
dikembangkan untuk sejumlah sistem LTI yang dikaskadekan. Akibat sifat asosiatif
yang dipadukan dengan sifat komutatif dari konvolusi, maka respon impulse
keseluruhan dari sistem LTI kaskade adalah independen terhadap sistem-sistem yang
dikaskadekan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.12. Dari sifat komutatif, sistem pada
Gambar 2.12(b) ekivalen dengan sistem pada Gambar 2.12(c), kemudian dari sifat

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


53

asosiatif sistem ini ekivalen dengan sistem pada Gambar 2.12(d). Hubungan berlaku
jika sistem-sistem disusun seperti Gambar 212(a) dan tidak dalam hubungan yang lain.

w[n]
x[n] h1[n] h2[n] y[n]

(a)

x[n] h[n]=h1[n]*h2[n] y[n]

(b)

x[n] h[n]=h2[n]*h1[n] y[n]

(c)

w[n]
x[n] h2[n] h1[n] y[n]

(d)

Gambar 2.12 Sifat asosiatif dari konvolusi dengan implikasinya, dan sifat komutatif.

Karena sifat asosiatif konvolusi, pernyataan:


y[n]  x[n] * h1 [n] * h2 [n] …………………………………….. (2.18)
menjadi dapat ditentukan (unambigous). Berdasar persamaan (2.17) tidak menjadi
masalah urutan konvolusi dari sinyal-sinyal ini.
Sifat ketiga dari konvolusi adalah sifat distributif, yaitu konvolusi
menjabarkan/mendistribusikan pada penjumlahan sehingga:
x[n] * (h1 [n]  h2 [n])  x[n] * h1 [n]  x[n] * h2 [n] ………….…. (2.19)
Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut. Dua buah sistem LTI dihubungkan pararel
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13 (a). Dua buah sistem h1[n] dan h2[n] mempunyai
input yang sama (identik) dan outputnya dijumlahkan.
y1[n]
h1[n]

+
x[n] y[n]

h2[n]
y2[n]

(a)

x[n] h2[n]+h2[n] y[n]

(b)

Gambar 2.13 Interpretasi dari sifat distributif konvolusi untuk hubungan paralel.
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
54

Jika,
y1 [n]  x[n] * h1 [n]
dan
y 2 [n]  x[n] * h2 [n]
Sistem pada Gambar 2.13 (a) mempunyai keluaran:
y[n]  x[n] * h1 [n]  x[n] * h2 [n] ………………………….…. (2.20)
yang sama dengan ruas kanan persamaan (2.19). Sistem pada Gambar 2.13 (b)
mempunyai output:
y[n]  x[n] * (h1 [n]  h2 [n]) ………….…………………………. (2.21)
yang sama dengan ruas kiri persamaan (2.19). Sehingga berdasar sifat distributif dan
konvolusi sebuah sistem LTI pararel dapat diganti dengan sistem LTI tunggal yang
mempunyai respon unit sampel berupa jumlahan dari respon unit sampel masing-masing
sistem yang dipararelkan.
Contoh berikut akam membantu dalam memehami sifat-sifat konvolusi pada
sistem LTI . Sebuah sistem LTI mempunyai respon unit impulse
1, n  0,1
h[n]   ………………………………………….…. (2.22)
0, lainnya
Dari persamaan tersebut jelas bahwa hanya ada satu sistem LTI dengan respon unit
impulse tersebut dan diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan (2.22) ke
persamaan (2.14), diperoleh :
y[n]  x[n]  x[n  1] ………………………………………….…. (2.23)
Terdapat banyak sistem non linier yang mempunyai ouput respon unit impulse tersebut
jika diberikan input [n]. Sebagai contoh, sistem berikut mempunyai sifat-sifat:
y[n]  ( x[n]  x[n  1]) 2
y[n]  max( x[n], x[n  1])
Sehingga secara umum tidak benar menghubungkan sistem-sistem non linier secara
kaskade tanpa merubah respon unit impulse secara keseluruhan. Sebagai contoh jika ada
2 sistem memory less, yang satu dikalikan dengan 2 dan yang lain kuadrat dari input
yang sama , kemudian jika pertama dikalikan kemudian dikuadratkan maka diperoleh:
y[n]  4 x[n] 2
Tetapi jika dikalikan 2 setelah dikuadratkan akan diperoleh :
y[n]  2 x[n] 2
Sehingga perubahan urutan operasi hanya dapat dilakukan untuk sistem LTI.
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
55

2.3 SISTEM LTI WAKTU KONTINYU: INTEGRAL KONVOLUSI


Sama dengan hasil dari penurunan dan diskusi pada kajian sebelumnya, tujuan
dari bagian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik selengkapnya dari sebuah sistem
LTI waktu kontinyu dalam bentuk respon unit impulsenya. Dalam pembahasan
selanjutnya x(t) adalah input sistem dan y(t) adalah output sistem. Pada sub-bab 2.1,
persamaan (2.8) dan (2.9) terlihat bahwa sinyal waktu kontinyu sembarang dapat
dinyatakan dalam bentuk limit dari kombinasi pulsa yang tergeser:

x(t )  lim
 0
 x(k)
k  
 (t  k ) ………………………….…. (2.24)

dimana (t) adalah diberikan oleh persamaan (2.6). Selanjutnya didefinisikan hk(t)
sebagai respon dari sistem LTI untuk input (t-k). Dari persamaan (2.24) dan sifat
superposisi dari sistem linier, diperoleh :

x(t )  lim
 0
 x(k)hˆ
k  
k (t ) …………….………………….…. (2.25)

Interpretasi persamaan (2.25) sama dengan persamaan (2.11) untuk waktu diskrit.
Gambar 2.14 menunjukkan pasangan waktu kontinyu dari Gambar 2.5. Pada Gambar
2.14 (a) ditunjuukan input x(t) dan pendekatan/prakiraan x’(t), sedangkan Gambar 2.14
(b)-(d) adalah respon sistem dari 2 pulsa yang diboboti dalam bentuk xˆ (t ) . Output y(t)
yang berkaitan dengan xˆ (t ) adalah superposisi dari semua tersebut (Gambar 2.14 (e)).
Limit dari yˆ (t ) untuk 0 seperti ditunjukkan oleh persamaan (2.25) diberikan pada
Gambar 2.14(f), untuk memperoleh respon y(t) dari input sebenarnya x(t). Jika pulsa
(t-k ) adalah sebuah unit impulse yang digeser dengan 0, respon h’k(t) menjadi
respon dari suatu impulse dalam bentuk limit, maka dari itu jika h (t) menyatakan
respon pada waktu t terhadap unit impulse (t-) yang ada pada waktu , maka :

x(t )  lim
 0
 x(k)h
k  
k (t ) …………….…….……………..…. (2.26)

untuk 0, jumlah pada ruas kanan menjadi bentuk integral, yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.15, sehingga

y (t )   x( )h ( )d

 ………………………………………….…. (2.27)

Interpretasi persamaan (2.27) adalah sama persis dengan persamaan (2.25). Seperti telah
ditunjukkan pada sub-bab 2.1, input x(t) dapat dinyatakan sebagai:

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


56


x(t )   x( ) (t   )d


Hal ini dapat diartikan bahwa x(t) adalah sebuah jumlah dari unit inpulse yang diboboti,
dimana bobotnya adalah x()d pada (t-). Dengan menggunakan interpretasi ini,
persamaan (2.27) menyatakan superposisi dari respon dari setiap input-input tersebut,
dan bobot pada respon h(t) dari impulse tergeser (t - ) adalah sebesar x()d juga.
Persamaan (2.27) menyatakan bentuk umum dari respon sistem linier dalam
waktu kontinyu. Jika sistem linier tersebut juga time-invariant, maka h(t) = ho(t - ).
Dan sekali lagi subscript akan dibuang untuk penulisan yang lebih umum dan
didefinisikan respon unit impulse h(t) sebagai:
h(t )  h0 (t ) ………………………………………………….…. (2.28)
(yaitu (t)h(t)). Dalam hal ini persamaan (2.27) menjadi:

y (t )   x( )h(t   )d

………………………………….…. (2.29)

Persamaan (2.29) dikenal sebagai integral konvolusi atau integral superposisi, yang juga
merupakan pasangan jumlahan konvolusi persamaan (2.14) dalam waktu kontinyu, dan
berkaitan dengan representasi sistem LTI waktu kontinyu dalam bentuk respon dari unit
impulse. Konvolusi dari dua sinyal x(t) dan h(t) dapat dinyatakan sebagai berikut:
y (t )  x(t ) * h(t ) ………………………………………….…. (2.30)

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


57

Gambar 2.14 Interpretasi grafik dari respon sistem linier waktu kontinyu yang dinyatakan oleh
persamaan (2.25).

Gambar 2.15 Ilustrasi grafik dari persamaan (2.26) dan (2.27).

Simbol yang digunakan adalah sama untuk semua konvolusi waktu diskrit dan
konvolusi waktu kontinyu. Konvolusi waktu kontinyu mempunyai sifat komutatif,
asosiatif dan distributif, yaitu:
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
58

x(t ) * h(t )  h(t ) * x(t ) komutatif (2.30)


x(t ) * [h1 (t ) * h2 (t )]  [ x(t ) * h1 (t ) * h2 (t ) asosiatif (2.31)
x(t ) * [h1 (t )  h2 (t )]  [ x(t ) * h1 (t )]  [ x(t ) * h2 (t )] distributif (2.32)
Sifat-sifat ini mempunyai pengaruh yang sama seperti dalam konvolusi waktu diskrit.
Sifat komutatif menyebabkan sinyal input dan respon impulse dapat saling ditukar. Sifat
asosiatif dari sistem LTI kaskade adalah dapat disatukan menjadi sebuah sistem tunggal
dimana respon impulsenya adalah konvolusi dari respon impulse masing-masing sistem.
Sehingga respon impulse keseluruhan tidak dipengaruhi oleh urutan susunan sistem.
Sistem distributif dari sistem LTI pararel adalah ekivalen dengan sistem tunggal yang
mempunyai respon impulse adalah jumlah dari respon impulse masing-masing sistem
yang diparalelkan.
Sifat-sifat yang dijelaskan diatas sekali lagi hanya berlaku untuk sistem LTI.
Seperti halnya dalam waktu diskrit, sistem kontinyu non-linier tidak cukup
dikarakterisasi dengan menggunakan respon impulsenya. Demikian juga untuk sistem
yang merupakan kombinasi hubungan (serial atau pararel) beberapa sistem tunggal tidak
dapat dikarakterisasi dengan menggunakan respon impulsenya.

Contoh 2.3
Input x(t) dari sebuah sistem LTI yang mempunyai respon unit impulse h(t) adalah
x(t )  e  at u (t ) dan h(t )  u (t )
dimana a>0. Pada Gambar 2.16 ditunjukkan h(), x() dan h(t - ) untuk harga t negatif
dan harga t positif. Dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk t < 0 perkalian dari x()
dan h(t - ) adalah nol sehingga y(t) = 0.
Untuk t > 0:
e  a , 0    t
x( )h(t   )  
0, lainnya
Dari persamaan tersebut dapat dihitung y(t) untuk t > 0,
t
t 1 1
y (t )   e  a
d   e  a  (1  e  at )
0 a 0 a
Sehingga untuk semua t, y(t) adalah:
1
y (t )  (1  e  at )u (t )
a
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


59

h()
1

0 

Gambar 2.16 Perhitungan integral konvolusi pada Contoh 2.3

Gambar 2.17 Respon sistem pada Contoh 2.3 dengan respon impulse h(t) = u(t) terhadap input
x(t)=e-atu(t).

Contoh 2.4
Dapatkan konvolusi dari dua sinyal berikut :
1, 0  t  T t , 0  t  2T
x(t )   dan h(t )  
0, lainnya 0, lainnya
Seperti pada Contoh 2.2 untuk konvolusi waktu diskrit, cara yang lebih mudah untuk
mendapatkan y(t) adalah dengan membaginya dalam beberapa inteval. Gambar 2.18
menunjukkan x() dan h(t - ) untuk setiap interval yang digunakan.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


60

Gambar 2.18 Sinyal x() dan h(t - ) untuk nilai t yang berbeda untuk Contoh 2.4

Untuk t < 0 dan 3T < t maka x()h(t - ) = 0 sehingga y(t) = 0. Untuk interval yang lain
perkalian x()h(t - ) ditunjukkan pada Gambar 2.19. Untuk ketiga interval tersebut dari
grafik diperoleh:
0, t0
1 t 2 , 0t T
 2
y (t )  Tt  12 T 2 , T  t  2T
 1 t 2  Tt  3 T 2 , 2T  t  3T
 2 2
0, 3T  t
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


61

Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa seperti halnya dalam waktu diskrit
penggunaan gambar sangat berguna dalam mengevaluasi integral konvolusi.

Gambar 2.19 Hasil perkalian x()h(t-) pada Contoh 2.4, untuk nilai t yang tidakmenghasilkan
perkalian tersebut nol.

Gambar 2.20 Sinyal y(t) = x(t)*h(t) pada Contoh 2.4.

2.4 SIFAT-SIFAT SISTEM LTI


Pada bagian sebelumnya telah diberikan representasi yang sangat penting dari
sistem LTI waktu diskrit dan waktu kontinyu. Representasi ini akan terus digunakan
pada bagian-bagian selanjutnya, yang dapat dituliskan kembali sebagai berikut:
 
y[n]   x[k ]h[n  k ] 
k  
 h[k ]x[n  k ]  x[n] * h[n]
k  
(2.34)

 
y (t )   x( )h(t   )   h( ) x(t   )  x(t ) * h(t )
 
(2.35)

Dengan menggunakan reperesentasi ini sistem LTI dapat dikarakterisasi dengan


menggunakan respon unit impulsenya. Berikut sifat-sifat penting dari sistem LTI.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


62

2.4.1 Sistem LTI Dengan dan Tanpa Memory


Sistem dikatakan memoryless jika output sistem pada suatu saat adalah hanya
tergantung pada nilai input saat itu. Dari persamaan (2.34), syarat tersebut terpenuhi
untuk sistem LTI hanya jika h[n] = 0 untuk n  0. Dalam hal ini respon impulse
mempunyai bentuk:
h[n]  K [n] ………………………………………………….…. (2.36)
dimana K = h[0] adalah sebuah konstanta , dan sistem kemudian ditentukan oleh:
y[n]  Kx[n] ………………………………………………….…. (2.37)
Jika sistem LTI waktu diskrit mempunyai respon impulse h[n] yang tidak bernilai nol
untuk n  0 maka sistem mempunyai memory. Sebuah contoh sistem LTI dengan
memory adalah sistem yang dinyatakan dengan persamaan (2.23). Respon impulse dari
sistem ini diberikan oleh persamaan (2.22), yang tidak nol pada n = 1
Dari persamaan (2.35) dapat diperoleh sifat yang sama dari sistem LTI waktu
kontinyu tanpa dari dengan memory. Sistem LTI waktu kontinyu dikatakan memoryless
jika h() = 0 untuk n  0 dan sistem memoryless dinyatakan dengan:
y (t )  Kx (t ) ………………………………………………….…. (2.38)
Untuk K konstan sistem ini mempunyai respon impulse:
h(t )  K (t ) ………………………………………………….…. (2.39)
Jika K pada persamaan (2.36) dan (2.39) sama dengan 1 maka sistem ini menjadi sistem
identitas, dimana input sama dengan output dan respon impulse sama dengan unit
impulse. Dalam hal ini jumlah konvolusi dan integral konvolusi menjadi:
x[n]  x[n] *  [n]
x(t )  x(t ) *  (t )
Yang merupakan bentuk yang lebih dikenal daripada bentuk berikut:

x[n]   x[k ] [n  k ]
k  


x(t )   x( ) (t   )


2.4.2 Invertabilitas dari Sistem LTI


Sifat kedua seperti yang dibahas pada bagian 2.6.2 adalah invertabilitas sebuah
sistem LTI yang mempunyai respon impuls h(t). Sistem dikatakan dapat diinverskan
jika dapat dibuat sistem invers yang jika dihubungkan dengan sistem aslinya akan

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


63

menghasilkan output yang sama dengan input dari sistem pertama. Jadi sistem LTI
dapat diinverskan jika mempunyai sistem LTI invers.Gambar 2.21 menunjukkan
persyaratan ini. Sebuah sistem dengan respon impulse h(t) dan kemudian didesain
dengan respon impulse h1(t) sehingga z(t) = x(t), sehingga hubungan seri pada Gambar
2.21(a) identik dengan sistem identitas pada Gambar 2.21(b). Jika respon impulse
keseluruhan sistem pada Gambar 2.21(a) adalah h(t)*h1(t), maka ada kondisi bahwa
h1(t) harus memenuhi syarat agar menjadi respon impulse dari sistem invers:
h(t ) * h1 (t )   (t ) ………………………………………….…. (2.40)
Dengan cara yang sama respon unit sampel dari sebuah sistem LTI waktu diskrit dengan
respon unit sampel h[n] harus memenuhi:
h[n] * h1 [n]   [n] ………………………………………….…. (2.41)

y(t)
x(t) h(t) h1(t) z(t)

(a)
x(t) Sistem identitas x(t)
(t)

(b)

Gambar 2.21 Konsep sistem invers dari sistem LTI waktu kontinyu.

Contoh 2.5
Sebuah sistem LTI mempunyai pegeseran waktu sempurna
y (t )  x(t  t 0 ) ………………………………………….…. (2.42)
Sebuah sistem disebut sebuah delay jika t > 0 dan mendahului (advance) jika t0<0.
Respon impulse dari sistem ini dapat diperoleh dari persamaan (2.42) dengan memberi
input (t).
h(t )   (t  t 0 ) ………………………………………….…. (2.43)
Sehingga
x(t  t 0 )  x(t ) *  (t  t 0 ) ………………………………….…. (2.44)
yaitu konvolusi dari sebuah sinyal dengan impulse tergeser akan menghasilkan
pergeseran sinyal.
Invers dari sistem ini dapat diperoleh dengan mudah yaitu dengan menggeser
outputnya kembali,

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


64

h1 (t )   (t  t 0 )
maka
h(t ) * h1 (t )   (t  t 0 ) *  (t  t 0 )   (t )
Dengan cara yang sama diperoleh untuk sistem waktu diskrit mempunyai respon unit
sampel [n - n0] dan respon sampel inversnya adalah [n + n0].

Contoh 2.6
Sebuah sistem LTI mempunyai respon unit impulse:
h[n]  u[n] ………………………………………………….…. (2.45)
Dengan menggunakan jumlah konvolusi, dapat dihitung respon dari sistem ini untuk
sembarang input:

y[n]   x[k ]u[n  k ]
k  
………………………………….…. (2.46)

Jika u[n-k] sama dengan 0 untuk [n-k] < 0 dan 1 untuk [n-k]  0, persamaan(2.46)
menjadi:
n
y[n]   x[k ]
k  
………………………………………….…. (2.47)

Sistem ini telah dibahas pada bagian 2.6 (lihat persamaan (2.54)) yaitu sebuah
penjumlahan atau akumulator yang menghitung penjumlahan dari semua nilai dari input
sampai saat ini (suatu saat). Sistem ini dapat diinverskan dan sistem inversnya adalah:
y[n]  x[n]x[n  1] ………………………………………….…. (2.48)
yang merupakan persamaan beda pertama. Jika diberikan x[h] = [n] maka respon
impulse dari sistem invers adalah:
h[n]   [n]   [n  1] ………………………………………….…. (2.49)
yang merupakan respon unit sampel dari invers sistem LTI yang diberikan oleh
persamaan (2.45) atau ekivalen dengan persamaan (2.47) yang dapat dibuktikan dengan
perhitungan berikut;
h[n] * h1 [n]  u[n] * ( [n]   [n  1])
 u[n] *  [n]  u[n] [n  1]
………………….…. (2.50)
 u[n]  u[n  1]
  [ n]
2.4.3 Kausalitas dari Sistem LTI
Pada sub-bab 2.6 telah dijelaskan konsep kausalitas yaitu output dari sistem
kausal tergantung hamya pada input saat ini dan saat sebelumnya. Dengan
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
65

menggunakan jumlah dan integral konvolusi dari persamaan (2.34) dan (2.35) dapat
diperoleh sifat kausal untuk sebuah sistem yang bersesuaian dengan respon impuse dari
sebuah sistem LTI. Sebuah sistem LTI diskrit disebut kausal jika y[n] tidak tergantung
pada x[k] untuk k > n. Dari persamaan (2.34), hal ini dapat dipenuhi jika:
h[n]  0 untuk n  0 ………………………………….…. (2.51)
Dalam hal ini persamaan (2.34) menjadi:
n n
y[n]   x[k ]h[n  k ]   h[k ]x[n  k ]
k   k  
……………..……… (2.52)

Dengan cara yang sama sistem LTI waktu kontinyu disebut kausal jika:
h(t )  0 untuk t  0 …………………..………………… (2.53)
dan integral konvolusinya diberikan oleh:
t t
y (t )   x( )h(t   )d   h( ) x(t   )d
 
…………..………… (2.54)

Penjumlahan {h[n] = u[n]} dan inversnya {h[n] = [n] - [n-1]} pada Contoh 2.6
memenuhi persamaan (2.51) sehingga sistem-sistem tersebut kausal. Pergeseran waktu
murni dengan respon impulse h(t) = [t-t0) akan kausal jika t0  0 (pergeseran waktu
adalah untuk delay) dan tidak kausal jika t0 < 0 (pergeseran waktu mendahului).

2.4.4 Stabilitas Sistem LTI


Dari persamaan 26.4 sistem dikatakan stabil jika setiap input yang terbatas
menghasilkan sebuah output yang terbatas. Untuk menentukan kondisi stabil dari sistem
LTI, sebuah input x[n] yang terbatas magnitudonya dinyatakan :
x[n]  B untuk semua n …………………..………………… (2.55)
Input ini diberikan pada sistem LTI dengan respon impuls h[n]. Dengan menggunakan
jumlah konvolusi diperoleh pernyataan magnitudo dari output:

y[n]   h[k ]x[n  k ]
k  
…………………..………………… (2.56)

jika magnitudo dari penjumlahan beberapa angka tidak lebih besar dari jumlah dan
magnitudo angka tersebut, dari persamaan (2.56), diperoleh:

y[n]   h[k ] x[n  k ]
k  
…………………..………………… (2.57)

Dari persamaan (2.55) diperoleh |x[n-k]| < B untuk semua harga k dan n. dengan
persamaan (2.57) diperoleh :

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


66


y[n]  B  h[k ] untuk semua n …………………..………… (2.58)
k  

Dapat disimpulkan bahwa jika respon unit impulse pasti dapat dijumlahkan:


 h[k ]  
k  
…………………………………………..………… (2.59)

kemudian persamaan (2.58) menyebabkan g[n] terbatas pada magnitudo sehingga


sistem stabil. Maka dari itu persamaan (2.59) adalah syarat cukup untuk menjamin
stabilitas dari sebuah sistem LTI waktu diskrit. Pada kenyataannya kondisi ini
merupakan syarat perlu, jika persamaan (2.59) tidak terpenuhi maka ada input terbatas
yang menghasilkan output tidak terbatas. Sehingga stabilitas dari sistem LTI waktu
diskrit harus ekivalen dengan persamaan (2.59).
Untuk sistem waktu kontinyu diperoleh karakterisasi stabilitas yang sama dalam
bentuk respons impulse dari sebuah sistem LTI. Jika |x(t)| < B. Untuk semua t, maka
seperti persamaan (2.56) - (2.58), diperoleh:

y (t )   h( ) x(t   )d


  h( ) x(t   ) d


 B  h( ) d


Maka sistem akan stabil jika respon impulse dapat diintegralkan secara absolut,


 h( ) d   …………………………………………..…………

(2.60)

dan seperti halnya waktu diskrit jika persamaan (2.60) tidak terpenuhi, terdapat input
terbatas yang menghasilkan output tidak terbatas sehingga stabilitas dari sistem LTI
waktu kontinyu ekivalen dengan persamaan (2.60).
Sebagai contoh sebuah sistem waktu diskrit maupun waktu kontinyu digeser
waktunya. Dalam hal ini,
 

 h[n] 
n  
  [n  n
n  
0 1

 

 h( ) d    (  t
 
0 ) d  1

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


67

dan dapat disimpulkan bahwa kedua sistem adalah stabil. Hal ini tidak terlalu
mengejutkan karena sebuah sinyal yang magnitudonya terbatas akan terbatas juga dalam
semua pergeseran waktu dari sinyal tersebut.
Akumulator yang dibahas dalam Contoh 2.6 merupakan sistem yang tidak stabil
jika diberikan input yang konstan karena outputnya meningkat terus, seperti
pembahasan pada sub-bab 2.6.4. Sistem tidak stabil yang dapat juga dilihat dari
kenyataan bahwa respon impulsenya u[n] tidak dapat dijumlahkan secara absolut:
 

 u (n)   u[n]  
n   n 0

Dengan cara yang sama sebuah integrator pasangan waktu kontinyunya dari
akumulator:
t
y (t )   x( )d

…………………………………..………… (2.61)

Merupakan sistem yang tidak dapat stabil secara tepat dengan alasan yang sama yang
diberikan untuk akumulator (yaitu input konstan akan menghasilkan keluaran yang terus
bertambah). Respon impulse dari sistem ini dapat diperoleh dengan memberi x(t) = (t),
sehingga didapat:
t
h(t )    ( )d  u (t )


dan
 

 u ( ) d   d
 0

yang menguatkan pernyataan bahwa persamaan (2.61) menyatakan sistem yang tidak
stabil.

2.4.5 Response Unit Step dari Sistem LTI


Pada bagian sebelumnya telah dibahas karakterisasi sistem LTI dengan
menggunakan respon unit impulse. Terdapat sinyal lain yang sering dipakai dalam
menjelaskan perilaku sistem LTI, yaitu respon unit step, s(t), s[n] yang merupakan
output sistem jika x(t) = u(t) atau x[n] = u[n]. Respon ini akan digunakan dalam diskusi
berikut dan menghubungkannya dengan respon unit impulse. Dari representasi jumlah
konvolusi, diketahui bahwa respon unit step dari sebuah sistem LTI waktu diskrit adalah
konvolusi dari unit step dengan respon unit impulse.
s[n]  u[n] * h[n]
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
68

Dengan menggunakan sifat komutatif dari konvolusi diperoleh [n]=u[n]*h[n] dan oleh
karena itu [n] dapat dipandang sebagai respon dari sistem LTI waktu diskrit dengan
respon unit sampel u[n] terhadap unit h[n]. Seperti telah diketahui u[n] adalah respon
unit impulse dari sebuah akumulator sehingga:
n
s[n]   h[k ]
k  
…………………………………..………… (2.62)

Dari persamaan diatas dan dari Contoh 2.6 diketahui bahwa h[n] dapat diperoleh
kembali dari s[n] dengan menggunakan hubungan:
h[n]  s[n]   s[n  1] ………..…………………………… (2.63)
Dengan cara yang sama, untuk waktu kontinyu s(t) sama dengan respon dari
sebuah integrator (dengan respon unit impulse u(t)) dengan input h(t). Respon unit step
adalah integral dari respon unit impulse:
t
s (t )   h( )d

…………………………………..………… (2.64)

dan dari persamaan tersebut diperoleh:


ds (t )
h(t )   s ' (t ) …………..………………………………… (2.65)
dt
Oleh karean itu baik dalam waktu diskrit maupun waktu kontinyu, respon unit step
dapat juga digunakan untuk mengkarakterisasi sistem LTI, dan dapat dihitung respon
unit impulse dari persamaan tersebut.

2.5 PENJELASAN PERNYATAAN SISTEM MENGGUNAKAN PERSAMAN DIFERENSIAL DAN


PERSAMAAN BEDA
Sebuah kelompok penting dari sistem waktu kontinyu adalah bahwa input dan
ouput dihubungkan melalui sebuah persamaan diferensial linier koefisien konstan.
Persamaan dari tipe ini berkembang pesat dalam mendiskripsikan banyak sistem dan
fenomena fisik. Respon rangkaian RLC dan sistem mekanik yang terdiri dari perangkat
restoring dan damping dapat dijelaskan dengan baik dari persamaan diferensial.
Demikian juga halnya untuk sistem waktu diskrit adalah bahwa input dan output
dihubungkan melalui persamaan beda linier koefisien konstan. Persamaan jenis ini
banyak digunakan dalam banyak proses berbeda anatara lain sampling suara,
pengembalian investasi dalam jangka waktu tertentu dan lain-lain.
Berikut akan dibahas mengenai kedua kelas tersebut, yaitu dalam waktu
kontinyu dan waktu diskrit. Selanjutnya akan dikembangkan perangkat lain untuk

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


69

menganalisis sinyal dan sistem yang akan memberikan metode yang berguna untuk
memecahkan persamaan difrensial linier dan persamaan beda linier.

2.5.1 Persamaan Diferensial Linier Koefisien Konstan


Untuk mendapatkan ide penting yang berkaitan dengan sistem yang ditentukan
oleh persamaan diferensial linier koefisien konstan, diberikan contoh berikut. Sebuah
sistem mempunyai input dan output yang dihubungkan melalui persamaan:
dy (t )
 2 y (t )  x(t ) …………………………………..………… (2.66)
dt
Persamaan tersebut menjelaskan pernyataan respon sistem secara eksplisit, dan harus
diperoleh persamaan diferensial yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh sebuah
pernyataan eksplisit untuk output sistem sebagai fungsi dari input. Untuk melihat ulang
metode umum euntuk solusi persamaan diferensial, diberikan sinyal input :
x(t )  K [cos  0 t ]u (t ) …………………………………..………… (2.67)
dimana k adalah bilangan real.
Penyelesaian lengkap dari persamaan (2.66) terdiri dari jumlah penyelesaian
sebagian yp(t), dan penyelesaian homogen, yn(t).
y (t )  y p (t )  y h (t ) …………………………………..………… (2.68)
dimana penyelesaian sebagian memenuhi persamaan (2.66) dan yp(t) adalah
penyelesaian untuk persamaan diferensial homogen.
dy (t )
 2 y (t )  0 …………………………………..………… (2.69)
dt
Untuk mendapatkan penyelesaian sebagian untuk input yang diberikan oleh persamaan
(2.69), untuk t > 0, x(t) dapat dituliskan:

x(t )  Re Ke j ot  …………………………………..………… (2.70)
Kemudian kemungkinan penyelesaian mempunyai bentuk:

y p (t )  Re Ye j 0t  …………………………………..………… (2.71)
dimana Y adalah bilangan kompleks. Substitusikan dua pernyataan ini ke dalam
persamaan (2.66), diperoleh:
   
Re j 0Ye j 0t  2Ye j 0t  Re Ke j 0t …………………..………… (2.72)
Jika persamaan (2.70) harus benar untuk t > 0, amplitudo kompleks dari eksponensial
kedua ruas dari persamaan tersebut harus sama yaitu:
j 0Y  2Y  K

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


70

atau
K K
Y  e  j …………………..………… (2.73)
j 0  2 4  0
2

dimana
 
  tan 1  0  …………………………………..………… (2.74)
 2 
maka

y p ( t )  Re Ye j 0t  …………………………………..………… (2.75)
Untuk menentukan yh(t), kemungkinan penyelesaiannya mempunyai bentuk:
yh (t )  Ae st …………………………………..………………… (2.76)
Substitusikan persamaan ini ke dalam persamaan (2.66), diperoleh:
Ase st  2 Ae st  Ae st ( s  2)  0 ………………………..…… (2.77)
Dari persamaan ini terlihat bahwa s = -2 dan Ae-2st adalah peneyelesaian dari persamaan
(2.69) untuk sembarang nilai A yang dipilih. Gabungkan persamaan ini dengan
persamaan (2.68) dan (2.75), diperoleh untuk t > 0, persamaan diferensial
penyelesaiannya adalah:
K
y (t )  Ase st  cos( 0 t   ), t  0 …………..… (2.78)
4  0
2

Dari persamaan (2.78) diketahui bahwa persamaan (2.66) telah menentukan


secara lengkap output y(t) dalam bentuk x(t). Dalam persamaan (2.77), konstanta A
belum ditentukan. Sifat-sifat dasar dari sistem yang dijelaskan oleh persamaan
diferensial. Untuk mendapatkan output yang ditentukan sepenuhnya oleh input,
diperlukan penentuan kondisi tambahan pada persamaan difrensial. Dalam contoh
diperlukan penentuan nilai y(t) pada waktu sesaat yang diberikan. Penentuan nilai A
akan menentukan y(t) pada semua waktu sebagai contoh, jika diberikan:
y (0)  y 0 …………………………………………………..… (2.79)
kemudian dari persamaan (2.78)
K cos  0
A  y0  …………..………………………………… (2.80)
4  0
2

Maka untuk t > 0


K
y (t )  y o e  2t  [cos( 0 t   )  e  2t t cos ], t  0
4  0
2

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


71

Untuk t < 0, x(t) = 0 dan y(t) memenuhi persamaan diferensial homogen (2.69). Telah
diketahui penyelesaian untuk persamaan ini adalah berbentuk Be-2st, dengan
menggunakan kondisi tambahan yang diberikan oleh persamaan (2.79), diperoleh:
y (t )  y 0 e 2t , t  0
Gabungkan penyelesaian untuk t > 0 dan t < 0 maka diperoleh:
K
y (t )  y o e  2t  [cos( 0 t   )  e  2t t cos ]u (t ) …….. (2.81)
4  0
2

Dengan menentukan kondisi tambahan untuk persamaan diferensial (2.66),


diperoleh pernyataan eksplisit untuk output y(t) dalam bentuk dari input x(t) kemudian
dapat ditentukan sifat-sifat sistem. Sistem yang diberikan oleh persamaan (2.66) dengan
kondisi tambahan ditentukan oleh persamaan (2.79) apakah sistem adalah linier.
Berdasarkan diskusi pada sub-bab 2.66, sebuah sistem linier jika input nol
menghasilkan output nol. Jika k = 0, x(t) = 0 (lihat persamaan (2.67)), tetapi dari
persamaan (2.81) diperoleh:
y(t)=yoe-2t
Sehingga sistem dinyatakan tidak linier jika yo  0. Sistem linier jika kondisi tambahan
adalah nol. Untuk melihat hal ini, dua input sinyal x1(t) dan x2(t), y1(t) dan y2(t) adalah
respon yang berkaitan . Sehingga:
dy1 (t )
 2 y1 (t )  x1 (t ) …………………………………….. (2.82)
dt
dy 2 (t )
 2 y 2 (t )  x 2 (t ) …………………………………….. (2.83)
dt
dan juga y1(t) dan y2(t) harus memenuhi kondisi tambahan:
y1 (0)  y 2 (0)  0 …………………………………………….. (2.84)
Kemudian sinyal input berikutnya x3(t) = x1(t) + y2(t), dimana  dan  adalah
bilangan kompleks. Dengan menggunakan persamaan (2.82) dan (2.83) tidak sulit untuk
mendapatkan bahwa y(t) = x1(t) + y2(t) memenuhi persamaan diferensial:
dy 3 (t )
 2 y 3 (t )  x3 (t ) …………………………………….. (2.85)
dt
dan juga dari persamaan (2.84)
y 3 (0)  y1 (0)  y 2 (0)  0 …………………………………….. (2.86)
Sehingga y3(t) adalah respon dari input x3(t) dan sistem adalah linier.
Walaupun sistem yang ditentukan oleh persamaan (2.66) dengan kondisi
tambahan tidak nol, sistem linier akan menaik (increment). Dalam persamaan (2.81)
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
72

terdapat solusi yang terdiri dari dua bentuk respon pertama berkaitan dengan kondisi
tambahan bukan nol saja dan kondisi kedua adalah respon jika y0 = 0, yaitu respon linier
dari sistem jika diasumsikan bahwa kondisi tambahan untuk nol. Hasil ini berlaku
umum untuk sistem yang dikarakterisasi oleh persamaan diferensial koefisen konstan.
Sistem yang linier secara menanjak (increment) secara konseptual ditunjukkan pada
Gambar 2.22 Sehingga jika kondisi tambahan adalah nol untuk sistem yang ditentukan
oleh persamaan diferensial koefisien konstan, sistem adalah linier, dan respon
ditentukan dari sistem dengan kondisi tambahan bukan nol adalah jumlah dari respon
sistem linier dengan kondisi bantu nol dan rspon dari kondisi tambahan itu sendiri.
Respon untuk syarat
tambahan saja

Sistem linier yang ditentukan y(t)


x(t) oleh persaman diferensial linier
koefisien konstan dengan +
syarat tambahan nol

Gambar 2.22 Struktur menaik linier dari sistem yang ditentukan oleh sebuah persamaan
diferensial linier koefisien konstan

Contoh 2.7
Sebuah sistem linier dinyatakan seperti persamaan (2.66) dan kondisi bantu
ditentukan pada titik waktu tetap:
y ( 0)  0 …………………………………………………….. (2.87)
Dua persamaan tersebut menentukan bahwa sistem linier. Diberikan dua input:
x1 (t )  0, untuk semua t …………………………………….. (2.88)

0, t  1
x 2 (t )   …………………………………………….. (2.89)
1, t  1
Jika sistem linier, respon y1(t) terhadap input x1(t) adalah:
y1 (0)  0, untuk semua t …………………………………….. (2.90)
solusi untuk persamaan diferensial untuk x(t) = x2(t) adalah sebagai berikut. Untuk t > -
1, x2(t) = 1, sehingga jika dicari solusi sebagian yang konstan diperoleh:
y p (t )  Y , t  1

dengan substitusi pada persamaan (2.66) diperoleh


2Y = 1
solusi homogen diperoleh:
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
73

y 2 (t )  Ae 2t  12 , t  1 …………………………………….. (2.91)


dan untuk memenuhi persamaan (2.87) maka A = -½ yang memberikan:
y 2 (t )  12  12 e 2t , t  1 …………………………………….. (2.92)
untuk memperoleh y2(t) untuk t < -1 pertama diketahui bahwa x2(t) = 0 untuk t < -1,
solusi sebagian adalah nol untuk t < -1, sehingga:
y 2 (t )  Be 2t , t  1 …………………………………….. (2.93)
Jika dua buah solusi pada persamaan (2.92) dan (2.93) harus sesuai pada t = -1 maka B
dapat ditentukan dari persamaan:
1
2  12 e 2  Be 2
diperoleh:
y 2 (t )  ( 12  12 e 2 )e 2 ( t 1) , t  1 …………………………….. (2.94)

Jika x1(t) = x2(t) untuk t < -1 maka y1(t) = y2(t) untuk t < -1 jika sistem adalah kausal.
Bagaimanapun juga dengan membandingkan persamaan (2.90) dan (2.94) diketahui
bahwa hal itu bukan masalahnya dan menyimpulkan bahwa sistem adalah tidak kausal.
Sistem kedua yang ditentukan oleh persamaan (2.66) dan asumsi jeda awal
mempunyai respon y1(t) terhadap input x1(t) yang diberikan oleh persamaan (2.90)
tetapi respon terhadap yang x2(t) diberikan oleh persamaan (2.89) berbeda dengan yang
diberikan oleh persamaan (2.92) dan (2.94) .Jika x2(t) = 0 untuk t < -1, jeda awal
menyebabkan y2(t) = 0 untuk t < -1. Untuk mendapatkan respon untuk t < -1 maka
persamaan (2.66) harus diselesaikan dengan kondisi yang ditentukan oleh jeda awal,
yaitu:
y 2 (1)  0 …………………………………………………….. (2.95)
Seperti sebelumnya bentuk umum dari solusi untuk y2(t) untuk t > -1 diberikan oleh
persamaan (2.91) tetapi dalam hal ini nilai A dipilih untuk memenuhi persamaan (2.95).
Diperoleh solusi:
y 2 (t )  12  12 e 2 ( t 1) , t  1 …………………………………….. (2.96)
dan dengan asumsi jeda awal maka dapat ditulis solusi untuk semua waktu:
y 2 (t )  [ 12  12 e 2 ( t 1) ]u (t  1) …………………………………….. (2.97)
Dengan demikian telah dipenuhi kondisi untuk kausalitas. Yaitu x1(t) = x2(t) = 0 untuk
t<-1 dan juga y1(t) = y2(t) = 0 untuk t < -1.
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa sistem linier adalah kausal jika dan hanya jika
x(t) = 0 untuk t  t0 maka y(t) = 0 untuk t  t0.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


74

Dari contoh diatas telah digunakan asumsi jeda awal jika x(t) = 0 untuk t  0
maka hanya diperlukan solusi untuk y(t) untuk t > t0 dan solusi ini dapat diperoleh
dengan menggunakan persamaan diferensial dan kondisi y(t0) = 0 yang dalam hal ini
disebut kondisi awal (initial condition).
Untuk menjamin linieritas dan kausalitas jeda awal juga menyebabkan time-
invariance untuk melihat hal ini, sistem yang diberikan oleh persamaan (2.66) yang
merupakan jeda awal dan y1(t) adalah respon dari input x1(t) yang bernilai nol pada tt0.
dy1 (t )
 2 y1 (t )  x1 (t ) …………………………………….. (2.98)
dt
y1 (t 0 )  0 …………………………………………………….. (2.99)
Berikutnya diberikan input:
x 2 (t )  x1 (t  T ) ……………………….………………….. (2.100)

Gambar 2.23 Ilustrasi yang menyatakan jika x1(t) = 0 untuk t < t0 dan x2(t) = x1(t – T) maka x2(t) =
0 untuk t < t0 + T.

Dari Gambar 2.23 terlihat bahwa x2(t) bernilai nol untuk t  t0 + T. sehingga respon y2(t)
terhadap input ini harus memenuhi persamaan diferensial:
dy 2 (t )
 2 y 2 (t )  x 2 (t ) .……….………………………….. (2.101)
dt
dengan kondisi awal:
y 2 (t 0  T )  0 ……….………….……………………….. (2.102)
Dengan menggunakan persamaan (2.98) dan (2.99) secara langsung menunjukkan
bahwa y1[t - T] memenuhi persamaan (2.102) dan (2.102) sehingga:
y 2 (t 0  T )  y1 (t  T ) ………………….………….…………….. (2.103)
Sebuah bentuk umum dari persamaan diferensial linier koefisien konstan orde-
N diberikan oleh:
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
75

N
d k y (t ) M k d k x(t )
 ak
k 0 dt k
 b
k 0 dt k
………………….…………….….. (2.104)

Orde dari persamaan tersebut adalah turunan tertinggi dari output y(t) yang ada pada
persamaan. Dalam hal ini jika N = 0, persamaan (2.101) menjadi:
1 M
d k x(t )
y (t ) 
a0
bk
k 0 dt k
…………………..……………….. (2.105)

Yaitu y(t) adalah fungsi eksplisit dari x(t) dan turunannya. Untuk N > 1 persamaan
(2.104) menyatakan output dalam bentuk input implisit. Dalam hal ini analisis dari
persamaan (2.104) dilakukan hanya dalam contoh saja. Solusi y(t) terdiri dari dua
bagian solusi homogen dan solusi sebagian. Persamaan (2.104) juga tidak menyatakan
secara lengkap output dalam bentuk input. Secara umum diperlukan sekelompok
kondisi bantu yang berhubungan dengan nilai:
dy (t ) d N 1 y (t )
y (t ), ,,
dt dt N 1
dalam beberapa titik waktu. Sistem yang ditentukan oleh persamaan (2.104) dan syarat
tambahannya akan linier hanya jika syarat tambahan tersebut nol. Sebaliknya, sistem
meningkat secara linier dengan respon terhadap syarat tambahan sendiri dijumlahkan
dengan respon dari input yang diasumsikan syarat tambahannya nol (Gambar 2.22).
Untuk sistem yang linier dan kausal maka harus diberikan jeda awal. Yaitu jika x(t) = 0
untuk t  t0, diasumsikan bahwa y(t) = 0 untuk t  t0 dan respon untuk t > t0 dapat
dihitung dari persamaan diferensial (2.104) dengan syarat awal.
dy (t 0 ) d N 1 y (t 0 )
y (t 0 )   0
dt dt N 1
Dalam hal ini sistem tidak saja linier dan kausal tetapi juga time–invariant.

2.5.2 Persamaan Beda Linier Koefisien Konstan


Pasangan waktu diskrit dari persamaan (2.104) adalah persamaan beda linier
koefisien konstan:
N M

 a k y[n  k ]   b k x[n  k ]
k 0 k 0
.………………….…….…. (2.106)

Sebuah persamaan jenis ini dapat diselesaikan dengan cara yang sama dengan
persamaan diferensial. Solusi y[n] dapat ditulis dalam bentuk jumlah dari solusi
sebagian dari persamaan (2.106) dan solusi untuk persamaan homogen:

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


76

a
k 0
k
y[n  k ]  0 ……………….………………….…….…. (2.107)

seperti halnya dalam waktu kontinyu persamaan (2.106) tidak menentukan secara
menyeluruh output dalam bentuk input dan untuk melakukannya maka diperlukan
kondisi bantu. Selanjutnya sistem yang ditentukan oleh persamaan (2.106) dan kondisi
bantu adalah linier secara menanjak, terdiri dari jumlah dari respon kondisi bantu saja
dan respon linier dari input dengan asumsi kondisi bantu nol sehingga sistem yang
ditentukan oleh persamaan (2.106) adalah linier jika kondisi bantunya nol.
Persamaan (2.106) dapat dituliskan dalam bentuk:
1 M k N

y[n]   b x[n  k ]   a y[n  k ]
k
.…………….….…. (2.108)
a 0  k 0 k 1 
Persamaan ini menyatakan secara langsung output pada waktu n dalam bentuk nilai
input sebelumnya dan output sebelumnya. Terlihat disini bahwa diperlukan kondisi
bantu untuk menghitung y[n] harus diketahui y[n-1]…….y[n-N]. Maka dari itu jika
diberikan input untuk semua n dan sejumlah kondisi bantu y[-N], y[-N+1],…y[-1],
persamaan (2.108) dapat diselesaikan untuk nilai y[n] berurutan.
Persamaan dengan bentuk seperti persamaan (2.106) atau (2.108) disebut
persamaan rekursif, jika persamaan menentukan prosedur rekursi untuk menentukan
output dalam bentuk input dan nilai sebelumnya. Kasus khusus jika N = 0, diperoleh:
M
bk
y[n]   x[n  k ] .…………….………………………….…. (2.109)
k 0 a 0

Persamaan ini adalah pasangan diskrit dari sistem untuk kontinyu yang diberikan oleh
persamaan (2.105). Dalam hal ini y[n] adalah sebuah fungsi eksplisit dari nilai input
sekarang dan sebelumnya. Dengan alasan ini maka persamaan (2.109) disebut
persamaan non–rekursif, jika tidak menggunakan komputasi secara rekursif dari nilai
output sebelumnya untuk menghitung nilai output saat ini. Oleh karena itu hanya dalam
kasus dalam persamaan (2.105) tidak diperlukan kondisi bantu untuk menentukan y[n].
Selanjutnya persamaan (2.109) menjelaskan sebuah sistem LTI dan komputasi langsung
respon impulse dari sistem diperoleh:
 bn
 , 0nM
h[n]   a 0 .…………….………………….…. (2.110)
0, lainnya
Maka persamaan (2.109) tidak lebih daripada penjumlahan konvolusi. Respon impulse
dari sistem ini mempunyai durasi yang terbatas yaitu bernilai tidak nol hanya pada

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


77

interval waktu terbatas. Karena sifat ini persamaan (2.109) disebut sebagai sistem
respon impulse terbatas (Finite Impulse Respon System, FIR).
Walaupun tidak dibutuhkan kondisi bantu untuk N = 0 beberapa kondisi
diperlukan untuk kasus rekusif jika N  1. Berikut sistem orde satu yang akan
membantu penjelasan tersebut:
y[n]  12 y[n  1]  x[n] .…………….………………….…. (2.111)
yang dapat dinyatakan dalam bentuk:
y[n]  12 y[n  1]  x[n] .…………….………………….…. (2.112)
Anggap bahwa diketahui y[-1] = a dan inputnya adalah:
x[n]  K [n] .…………….………………………………….…. (2.113)
dimana K adalah sebuah angka kompleks bantu. Nilai y[n] berurutan untuk n  0 dapat
diperoleh sebagai berikut:
y[0]  x[0]  12 y[1]  K  12 a
y[1]  x[1]  12 y[0]  ( 12 )( K  12 a )
y[2]  x[2]  12 y[1]  ( 12 ) 2 ( K  12 a )
.…….….…. (2.114)

y[n]  x[n]  12 y[n  1]  ( 12 ) n ( K  12 a ), n  0
 ( 12 ) n K  ( 12 ) n 1 a, n  0

Dengan menata ulang persamaan (2.113) dalam bentuk:


y[n  1]  2{ y[n]  x[n]} .…………….………………….…. (2.115)
Dan menggunakan lagi nilai yang diketahui y[n-1] = a, maka y[n] dapat ditentukan
untuk n < 0,
y[2]  2{ y[1]  x[1]}  2a
y[3]  2{ y[2]  x[2]}  2 2 a
y[4]  2{ y[3]  x[3]}  2 3 a .…….….…. (2.116)

y[ n]  2{ y[2  1]  x[2  1]}  2 n 1 a  ( 12 )  n 1 a
Persamaan (2.114) dan (2.16) digabungkan maak diperoleh y[n] untuk semua harga n,
y[n]  ( 12 ) n 1 a  K ( 12 ) n u[n] .…………….………………….…. (2.117)
Dari persamaan (2.17) terlihat bahwa dibutuhkan kembali kondisi bantu. Jika
persamaan ini adalah solusi yang benar untuk persamaan (2.111) untuk semua harga n,
harga ini harus ditentukan agar y[n] dapat ditentukan sebagai fungsi input. Juga, jika K
= 0, input adalah nol dan terlihat bahwa output juga nol hanya jika kondisi bantu adalah

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


78

nol. Jika masalahnya demikian ,maka sistem yang ditentukan oleh persamaan (2.111)
adalah linier. Hal ini dapat dibuktikan sama seperti halnya waktu kontinyu.
Selanjutnya untuk memastikan linieritas dan kausalitas sistem yang dinyatakan
dengan persamaan (2.111) dibuat asumsi jeda awal. Yaitu diasumsikan bahwa jika x[n]
= 0 untuk n < n0, maka y[n] = 0 untuk n < n0. Dalam hal ini diperlukan pemecahan
persamaan beda untuk waktu berikutnya untuk n > n0 dimulai g kondisi awal y[n0] = 0.
Pada kondisi ini sistem yang dinyatakan dengan persamaan (2.111) adalah tidak hanya
linier dan kausal, tetapi juga time-invariant. Linieritas dari kondisi awal n0 sedangkan
time-invariant dapat dibuktikan dengan cara yang sama dengan waktu kontinyu. Dari
persamaan (2.117) dan dengan asumsi jeda awal maka respon impulse sistem LTI
adalah:
h[n]  ( 12 ) n u[n]
Sistem ini mempunyai respon impulse yang mempunyai durasi tak terbatas. Sistem
demikian sering disebut sistem IIR (Infinite Impulse Response System).

2.6 REPRESENTASI DIAGRAM BLOK DARI SISTEM LTI BERDASAR PERSAMAAN


DIFERENSIAL DAN PERSAMAAN BEDA
Pada bagian ini akan diperkenalkan representasi diagram blok dari sistem yang
diberikan oleh persamaan diferensial dan persamaan beda.

2.6.1 Representasi Sisitem LTI berdasar Persamaan Beda


Penulisan dalam persamaan (2.108) sebuah persamaan beda linier koefisien
konstan dapat dilihat sebagai sebuah algoritma komputasi nilai y[n] yang berurutan
sebagai kombinasi linier dari nilai saat itu dan nilai sebelumnya dari input.
Implementasi sebuah sistem LTI pada sebuah komputer digital atau hardware khusus
akan menggunakan algoritma ini secara eksplisit. Kalau persamaan (2.108) merupakan
satu bentuk komputasi maka akan ada banyak cara atau altenatif yang mempunyai
struktur atau analisa yang berbeda dari sistem LTI.
Representasi persamaan (2.108) dalam bentuk Gambar memerlukan operasi
dasar ditunjukkan dalam Gambar 2.24. Representasi ini membutuhkan tiga operasi dasar
yang terdiri dari penjumlahan, perkalian dengan sebuah koefisen dan sebuah delay.
Berikut beberapa contoh penggunaan elemen dasar tersebut.
Sebuah sistem LTI dengan jeda awal dan ditentukan oleh persamaan berikut:
y[n]  ay[n  1]  bx[n] .…………….………………….…. (2.118)
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
79

yang dapat ditulis dalam bentuk algoritma rekursif:


y[n]   ay[n  1]  bx[n] .…………….………………….…. (2.119)
Algoritma ini disajikan bentuk gambar seperti ditunjukan pada Gambar 2.25.
Elemen delay membutuhkan memory pada waktu n, diperlukan untuk menyimpan y[n-
1] sehingga dapat digunakan kembali dalam menghitung y[n]. Gambar 2.25 merupakan
contoh sistem dengan umpan balik yaitu output diumpankan kembali melalui delay dan
koefisien perkalian dan kemudian ditambahkan dengan bx[n]. Keberadaan umpan balik
adalah konsekuensi langsung dari sifat rekursif persamaan (2.119).
x2[n]

x1[n] + x1[n]+x2[n]

(a)
a
x[n] ax[n]
(b)

x[n] D x[n-1]

(c)

Gambar 2.24 Elemen dasar dari representasi diagram blok dari sistem LTI diskrit yang dinyatakn
oleh persamaan beda linier koefisien konstan (a) adder, (b) perkalian dengan
konstanta, (c) unit delay.

b
x[n] + y[n]

-a
y[n-1]

Gambar 2.25 Representasi diagram blok dari sistem LTI pada persamaan (2.118)

Sebuah sistem LTI non-rekursif dinyatakan dengan persamaan:


y[n]  b0 x[n]  b1 x[n  1] .…………….………………….…. (2.120)
Algoritma yang diberikan oleh persamaan (2.120) ditunjukkan pada Gambar 2.26.
Sistem ini juga membutuhkan elemen delay. Tidak ada umpan balik pada diagram blok
ini karena nilai output sebelumnya tidak digunakan dalam perhitungan nilai saat ini.

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


80

bo
x[n] + y[n]

b1
x[n-1]

Gambar 2.26 representasi diagram blok dari sistem LTI pada persamaan (2.120)

Contoh ketiga sebuah sistem LTI dengan jeda awal dan dinyatakan oleh:
y[n]  ay[n  1]  b0 x[n]  b1 x[n  1] .…….………………….…. (2.121)
Yang menyatakan algoritma untuk menghitung y[n] secara rekursif :
y[n]   ay[n  1]  b0 x[n]  b1 x[n  1] .…….………………….…. (2.122)
Algoritma dinyatakan pada Gambar 2.27. Algoritma ini dapat dilihat sebagai hubungan
kaskade dua sistem LTI yang ditunjukkan pada Gambar 2.25 dan 2.26 (dengan b-1 pada
Gambar 2.25) kemudian dihitung:
w[n]  b0 x[n]  b1 x[n  1] .…….………………………….…. (2.123)
dan,
y[n]   ay[n  1]  w[n] .…….………………………….…. (2.124)
Jika respon keseluruhan dari kaskade dua sistem LTI tidak tergantung pada
urutan susunan sistem yang digabungkan maka urutan tersebut dapat ditukarkan satu
dengan yang lain dari Gambar 2.27 untuk mendapatkan algoritma alternatif untuk
menghitung respon sistem LTI yang ditentukan oleh persamaan(2.121). Sistem ini
ditunjukkan pada Gambar 2.28.
bo
x[n] w[n]
+ + y[n]

D D

b1
-a

Gambar 2.27 Representasi diagram blok dari sistem LTI pada persamaan (2.121).

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


81

z[n] bo
x[n] + + y[n]

D D

z[n-1] z[n-1]

-a b1

Gambar 2.28 Representasi diagram blok alternatif dari sistem LTI pada persamaan (2.121).

Dari gambar ini terlihat bahwa:


z[n]   az[n  1]  x[n] .…….………………………….…. (2.125)
y[n]  b0 z[n]  b1 z[n  1] .…….………………………….…. (2.126)
Dapat dibuktikan langsung bahwa y[n] yang ditentukan oleh persamaan (2.125) dan
(2.126) tidak memenuhi persamaan beda (2.121) tetapi telah diketahui bahwa hal ini
harus benar (y[n] memenuhi persamaan (2.121)) karena sifat komutatif dari konvolusi
dan implikasinya adalah perubahan urutan kaskade sistem LTI.
Gambar 2.28 yang ditunjukkan tidak mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan Gambar 2.27 .Pada Gambar 2.28 terlihat ada dua elemen delay yang mempunyai
input sama sehingga dapat disederhanakan dengan menggunakan satu elemen delay saja
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.29, yang lebih efisien dibandingkan Gambar 2.27.
bo
x[n] + + y[n]

-a b1

Gambar 2.29 Representasi diagram blok yang membutuhkan satu elemen delay untuk sistem LTI
pada persamaan (2.121).

Ide ini diterapkan dalam persamaan umum rekursif (2.108) .Untuk lebih
mamudahkan maka dibuat M = N. Jika M  N maka koefisien yang bersesuaian diatur
sama dengan nol (ak atau bk = 0).
1 N N

y[n]   k b x[ n  k ]   a k y[n  k ] .…….………….…. (2.127)
a 0  k 0 k 1 

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


82

Algoritma dari persamaan ini ditunjukkan pada Gambar 2.30 yang merupakan
realisasi dari persamaan beda (2.127) dan disebut sebagai realisasi bentuk langsung I.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa algoritma ini dapat interpretasikan sebagai kaskade
dari sebuah sistem non rekursif.
N
w[n]   bk x[n  k ] .…….………………………………….…. (2.128)
k 0

dan sebuah sistem rekursif,


1  N 
y[n]    a k y[n  k ]  w[n] .…….………………….…. (2.129)
a 0  k 1 
bo w[n] 1/ao
x[n] + + y[n]

D D

b1
-a1
+ +

D D

b2 -a2
+ +

bN-1 -aN-1
+ +

D D

bN
-aN

Gambar 2.30 Realisasi bentuk langsung I dari sistem LTI pada persamaan (2.127).

Dengan membalik urutan sistem-sistem tersebut, diperoleh konfigurasi yang


dinyatakan oleh Gambar 2.31 yang menyatakan bentuk alternatif untuk realisasi
persamaan (2.127). Persamaan beda yang bersesuain adalah:
1  N 
z[n]    a k z[n  k ]  x[n] .……………….……….…. (2.130)
a 0  k 1 
N
y[n]   bk z[n  k ] .…….………………………………….…. (2.131)
k 0

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


83

seperti sebelumnya, dua elemen delay pada Gambar 2.31 mempunyai input yang sama
sehingga dapat disatukan dalam satu elemen sehingga diperoleh valisasi bentuk
langsung II seperti ditunjukkan pada Gambar 2.32. Pada konfigurasi ini implementasi
oleh konfigurasi pada Gambar 2.30. Realisasi bentuk langsung II sering disebut sebagai
realisasi kanonik.

2.6.2 Representasi Sistem LTI berdasarkan Persamaan Diferensial


Persamaan diferensial linier umum koefisien konstan (2.104), diasumsikan M = N (atau
ak dan bk yang sesuai diset = 0) sehingga persamaan 2.104 dapat dituliskan:

1 N d k x(t ) N d k y (t ) 
y (t )   k b   a k  .…….………….…. (2.132)
a 0  k 0 dt k k 1 dt k 

Ruas kanan dari persamaan tersebut melibatkan tiga operasi dasar: penjumlahan,
perkalian, dengan konstanta dan penurunan/diferensial. Maka, jika ditentukan elemen
jaringan dasar ditunjukkan pada Gambar 2.33, dapat diimplementasikan persamaan
2.132 sebagai hubungan dari ketiga elemen dasar tersebut.
Dengan membandingkan persamaan 2.127 dan 2.132 maka dapat ditunjukkan
bahwa Gambar 2.30 menyatakan realisasi bentuk langsung I dan Gambar 2.33 adalah
realisasi bentuk langsung II dimana D disini adalah diferensiator.
Kesulitan yang dihadapi dalam imlementasi hardware dari Gambar 2.33 adalah
diferensiator yang umumnya susah untuk dibuat. Alternatif yang dapat dipilih adalah
dengan menggunakan op-amp, yang digunakan untuk merubah diferensial orde N dari
persamaan (2.104) menjadi persamaan integral.
y ( 0 ) (t )  y (t ) .…….………………………………………….…. (3.133)
t
y(1) (t )  y (t ) * u (t )   y( )d

…………………………… (2.134)

t
 
y ( 2 ) (t )  y (t ) * u (t ) * u (t )  y (1) (t ) * u (t )     y ( )d d .…... (2.135)
    
dan integral orde k dari y(t) adalah:
t
y ( k ) (t )  y ( k 1) (t ) * u (t )  y

( k 1) ( )d .…….………….…. (2.136)

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


84

x[n] 1/ao z[n] bo y[n] 1/aN bo


x[n] y[n]
+ + + +

D D D

b1 b1
-a1 -a1
+ + + +

D D D

-a2 b2 -a2 b2
+ + + +

-aN-1 bN-1 -aN-1 bN-1


+ + + +

D D D

bN bN
-aN -aN

Gambar 2.31 Struktur alternatif implementasi sistem Gambar 2.32 Realisasi bentuk langsung II
pada persamaan (2.127) dari sistem LTI pada persamaan (2.127)
x2(t)

x1(t) + x1(t)+x2(t)

(a)

a
x(t) ax(t)

(b)

dx(t)
x(t) D dt

(c)

Gambar 2.33 Salah satu kelompok elemen dasar untuk menyatakan diagram blok dari sistem LTI
kontinyu yang dinyatakan dengan persamaan diferensial linier koefisein konstan (a)
adder, (b) perkalian dengan koefisien, (c) diferensiator.

Persamaan diferensial (2.104) dengan M = N diperoleh :


N
d k y (t ) N d k x(t )
 ak
k 0 dt k
 
k 0
bk
dt k
.…………………….………….…. (2.137)

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


85

Jika diasumsikan jeda awal maka integral ke N dari dky(t)/dtk adalah y(N-k)(t) jika
kondisi awal dari integral adalah nol. Dengan cara yang sama diperoleh integral ke-N
dari dkx(t)/dtk. Maka integral ke-N dari persamaan (2.137) diperoleh:
N N

a
k 0
k y ( N  k ) (t )   bk x( N  k ) (t )
k 0
.………………………..…. (2.138)

Jika y0(t) - y(t), persamaan (2.138) menjadi:


1 N N 1

y (t )   k ( N  k )
b x (t )   a k y ( N  k ) (t )   .…………... (2.139)
a N  k 0 k 0 
t
x(t) 

 x( )d
Gambar 2.34 Representasi gambar dari sebuah integrator.

Implementasi persamaan (2.139) menggunakan adder (penjumlah) dan koefisien


pengali seperti ditunjukkan pada Gambar 2.33. Untuk menggantikan diferensiator maka
digunakan integrator seperti ditunjukkan pada Gambar 2.34. Elemen ini mempunyai u(t)
sebagai respon impulsenya dan dapat diimplementasikan dengan menggunakan op-amp.
Pengembangan realisasi bentuk langsung I dan II dilakukan secara bersama dan
hasilnya ditunjukkan pada Gambar 2.35 dan 2.36.

2.7 KESIMPULAN
Dalam bab ini telah dibahas mengenai representasi dari sistem LTI waktu
kontinyu dan waktu diskrit. Dalam waktu diskrit, representasi dari sebuah sinyal
dinyatakan dalam bentuk penjumlahan unit impulse tergeser yang diboboti dan
kemudian menggunakannya untuk menjelaskan representasi penjumlahan konvolusi
untuk respon sistem LTI waktu diskrit. Dalam waktu kontinyu, telah dijelaskan
representasi sinyal waktu kontinyu sebagai integral dari unit impulse tergeser yang
diboboti dan selanjutnya digunakan untuk menjelaskan respon dari sistem LTI waktu
kontinyu. Representasi ini sangat penting, misalnya komputasi respon sebuah sistem
LTI terhadap input sebarang dalam bentuk respon impulsenya.
Sebuah kelompok penting dari sistem waktu kontinyu adalah yang dijelaskan
dengan persamaan diferensial linier koefisien konstan, dan waktu diskrit pasangannya
yaitu persamaan beda linier koefisien konstan telah berperan penting dalam waktu
diskrit. Penyajian dalam bentuk gambar membantu dalam menjelaskan struktur
implementasi sistem-sistem tersebut.
Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal
bN 1/aN bo
w[n] 1/aN
x(t) + + y(t) x[n] + + y[n]

Dr. Muladi, S.T., M.T.


  D

b1
bN-1 -a1
-aN-1
+ + + +

  D

-a2 b2
bN-2 -aN-2
+ + + +

-aN-1 bN-1
b1 -a1
+ + + +

D
 
bN
b0 -aN
-ao

Gambar 2.35 Realisasi bentuk langsung II untuk sistem LTI Gambar 2.36 Realisasi bentuk langsung I untuk sistem LTI

Pengolahan Sinyal
86

pada persamaan (2.139) atau (2.132) pada persamaan


(2,139) atau ekivalen dengan (2.132)
87

2.8 SOAL-SOAL
1. Hitung konvolusi y[n] = x[n]*h[n] dari pasangan-pasangan sinyal berikut:
a. x[n]=nu[n] b. x[n] = h[n] = nu[n]
h[n]=nu[n]

c. x[n] = 2nu[-n] d. x[n] = (-1)n{u[-n] – u[-n – 8]}
h[n] = u[n] h[n] = u[n] - u[n – 8]
d. x[n] dan h[n] seperti ditunjukkan pada Gambar P2.1(a)
e. x[n] dan h[n] seperti ditunjukkan pada Gambar P2.1(b)
f. x[n] dan h[n] seperti ditunjukkan pada Gambar P2.1(c)
g. x[n] = (-½)n u[n - 4]
h[n] = 4n u[2 – n]
x[n] h[n]
1
1

-1 0 1 2 3 4 5 n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1213141516 n
(a)
2
x[n] h[n]

1 1
1
-2 -1 0 1 2 n 0 2 3 45 n
(b) -1

3
h[n]
2 2
x[n]
1 1 1

-1 0 1 2 3 n -2-1 0 1 2 n
(c)

Gambar P2.1
2. Sebuah sistem linier mempunyai respon terhadap (t - ) sebagai berikut:
h (t )  u (t   )  u (t  2 )
a. Apakah sistem time-invariant?
b. Apakah sistem kausal?
c. Tentkan respon sistem jika diberikan input-input berikut ini:
(i) x1(t) = u(t – 1) – u(t – 3) (ii) x2(t) = e-t u(t)
3. Sistem LTI terhubung seperti ditunjukkan pada Gambar P2.2.
a. Tentukan respon impulse sistem keseluruhan dalam bentuk h1[n], h2[n], h3[n],
h4[n] dan h5[n].

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


88

h1[n]

+ y[n]
h1[n] + +
-
x[n]
h1[n] h1[n]

h1[n]

Gambar P2.2

b. Tentukan h[n] jika:


h1[n] = 4 (½)n{u[n] – u[n-3]} h2[n] = h3[n] = (n + 1) u[n]
h4[n] = [n – 1] h5[n] = [n] - 4[n – 3]
c. Gambarkan respon sistem dari b) jika diberikan input seperti ditunjukkan pada
Gambar P2.3.
2
x[n] 1
-2 0 4
-1 1 2 3 n
-1 -1 -1

Gambar P2.3
4. Tiga sistem LTI kausal dihubungkan secara kaskade seperti ditunjukkan pada
Gambar P2.4 dibawah ini. Respon impulse h2[n] adalah:
h2[n] = u[n] – u[n – 2]
x[n] y[n]
h1[n] h2[n] h2[n]

Gambar P2.4
dan respon impulse keseluruhan ditunjukkan pada Gambar P2.5.
11
10
8

5 4

1 1

-1 0 1 2 3 4 5 6 7 n

Gambar P2.5

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


89

a. Tentukan respon impulse h1[n].


b. Tentukan respon impulse dari keseluruhan sistem jika diberikan input:
x[n] = [n] - [n – 1]
5. Jika luasan dibawah sebuah sinyal waktu kontiyu v(t) adalah:

Av   v(t )dt


Tunjukkan bahwa jika y(t) = x(t)*h(t), maka Ay = Ax Ah


6. Sebuah sistem LTI mempunyai hubungan input output berikut:
t

e
 ( t  )
y (t )  x(  2)d


a. Tentukan respon impulse h(t)


b. Jika sistem diberikan input seperti ditunjukkan pada Gambar P2.6, tentukan
respon sistem.
x(t)

-1 2 t

Gambar P2.6
c. Tiga buah sistem LTI dihubungkan seperti Gambar P.2.7, dimana h(t) seperti
dinyatakan diatas. Tentukan y(t) jika x(t) seperti ditunjukkan pada Gambar P2.6,
dengan cara (i) menghitung keseluruhan respon impulse dari sistem kemudian
dikonvolusikan dengan x(t), dan (ii) gunakan hasil b dan sifat-sifat konvolusi
untuk menentukan y(t) tanpa menggunakan integral konvolusi.

h(t)
x[n] y[n]
+

(t-1) h(t)

Gambar P2.7
7. Sebuah sistem LTI mempunyai respon impulse: h[n] = (n + 1) nu[n]
Tunjukkan bahwa respon step dari sistem adalah:
 1   
s[n]    n  (n  1) n u[n]
 (  1)
2
(  1) 2
(  1) 

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal


90

N
d N 1 k
Catatan:  (k  1) k 
k 0

d k  0
8. Sebuah sistem LTI mempunyai hubungan input output yang dinyatakan dengan
persamaan beda: y[n]= x[n] – 2x[n – 2] + x[n – 3] – 3x[n – 4]
Tentukan respon impulse sistem dan gambarkan respon impulse tersebut.
9. Sebuah sistem LTI dinyatakan dengan persamaan beda berikut:
y[n] + y[n – 1] = x[n] + 2x[n – 2]
Tentukan respon sistem jika diberikan input seperti ditunjukkan pada Gambar P2.8
dengan cara menyelesaikan persamaan beda tersebut secara rekursif.
x[n]
3
1 2 2 2 1

-2 -1 0 1 2 3 4 n

Gambar P.2.8
10. Dua buah sistem terhubung kaskade seperti ditunjukkan pada Gambar P2.9. Sistem
pertama, A adalah sistem LTI dan sistem B adalah invers dari sistem A. Jika y1(t)
menyatakan respon sistem A terhadap input x1(t) dan y2(t) adalah respon sistem A
terhadap input x2(t).

x(t) Sistem y(t) x(t)


LTI Sistem B
A

Gambar P2.9
a. Tentukan respon sistem B jika diberikan input ay1(t) + by2(t) dimana a dan b
adalah konstanta.
b. Tentukan respon sistem B untuk input y1(t - ).

Dr. Muladi, S.T., M.T. Pengolahan Sinyal

Anda mungkin juga menyukai