2. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi
ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan
insiden kanker paru :
a. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih
dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma
bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh
kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok
berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan
radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif.
c. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang
bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.
d. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam
atmosfer di kota.
e. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
1) Proton oncogen.
2) Tumor suppressor gene.
3) Gene encoding enzyme
3. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen
maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan
diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada
stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
4. Manifestasi
a. Gejala awal.
1) Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi bronkus.
b. Gejala umum.
1) Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan
purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
2) Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.
3) Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi
lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse
pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
3) Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
d. Histopatologi.
1) Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya
gagal mendapatkan sel tumor.
e. Pencitraan.
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura.
2) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
6. Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.
1) Toraktomi eksplorasi.
2) Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
3) Pneumonektomi pengangkatan paru.
4) Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua
lesi bisa diangkat.
5) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
6) Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi
jamur; tumor jinak tuberkulois.
7) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
8) Resesi baji.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru. Tumor
jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
9) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
b. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
c. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data ini dari
berbagai sumber data untuk engevaluasi dan untuk mengindenfiklasi
status kesehatan klien. (Nursalam 2001 : 17)
Wawancara, memberikan data yang perawat dapatkan dari pasien dan
orang terdekat lainnya melalui percakapan dan pengamatan :
a. Identitas klien :
Meliputi nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
status marital, suku bangsa, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, no.rekam medis, ruang dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab :
Meliputi nama, umur, pendidikan, hubungan dengan klien dan alamat.
c. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama : apa yang paling dirasakan saat ini ditanyakan
meliputi paliative/propokativ, quality, region/radian, skala dan
time (PQRST).
2) Riwayat kesehatan sekarang : dikaji tentang proses penjalaran
penyakit sampai dengan timbulnyakeluhan 1 faktor yang
memperberat dan yang memperingan kualitas dari keluhan dan
bagaimana klien menggambarkan yang dirasakan.
3) Riwayat kesehatan dahulu : dikaji penyakit yang pernah dialami
klien yang berhubungan dengan penyakit sekarang/penyakit lain
seperti riwayat penyakit kandung kemih (gagal jantung), penyakit
sistemik (DM), dan hipertensi.
4) Riwayat kesehatan keluarga : dikaji kemungkinan pada keluarga
ada riwayat penyakit gangguan perkemihan, riwayat kesehatan
yang menular/keturunan.
d. Pemeriksaan fisik.
1) Dikaji keadaan umum dan tanda-tanda vital
2) Sistem penglihatan : dikaji bentuk simetris, reflek pupil terhadap
cahaya positif, bisa membaca papan nama perawat dalam jarak 30
cm.
3) Sistem pernafasan : dikaji bentuk hidung simetris, mukosa hidung
lembab, septum letar ditengah, tidak terdapat pernafasan cupig
hidung, pada palpasi sinus frontalis dan sinus maksilaris tidak
terdapat nyeri tekan, trakea ditengah, tidak terdapat retraksi
dinding dada, frekuensi nafas 24 x/menit, paru-paru resonan.
4) Sistem pencernaan : dikaji bentuk bibir simetris, mukosa merah
muda lembab, jumlah gigi, tidak terdapat caries uvula ditengah,
tidak ada pembesaran, tonsil refleks menelan, bentuk abdomen,
turgor, bising usus 10 x/menit.
5) Sistem kardiovaskuler : dikaji konjungtiva, oedema, sianosis,
peningkatan JVC, bunyi jantung 5152 tekanan darah.
6) Sistem perkemihan : dikaji vesika urinaria, pembesaran ginjal, ada
nyeri tekan.
7) Sistem persyarafan dikaji :
a) sistem syaraf cranial, dikaji GCS dan 12 nervus saraf otak.
b) Sistem motorik, dikaji gerakan tubuh dari ujung kepala sampai
kaki.
c) Sistem sensorik, dikaji respon klien dengan menggunakan
rangsangan.
d) Sistem endokrin : dikaji pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar
lemfe, dan menanyakan riwayat penyakit DM.
e) Sistem integumen : dikaji suhu tubuh, turgor, lesi dan luka,
warna kulit, kepala
f) Sistem genetalia, dikaji genetalia jika klien mau.
g) Data sosial, dikaji tingkat pendidikan, hubungan sosial, gaya
hidup, dan pola interaksi melalui wawancara / menanyakan
kepada orang terdekat (keluarga).
h) Data psikologis, dikaji status emosi, gaya komunikasi, konsep
diri, immage, harga diri, ideal diri, peran diri, identitas diri.
i) Data spiritual, dikaji ibadah yang dilakukan klien jika berada di
rumah sakit.
e. Pemeriksaan diagnostic
1) Jadwal rutin pemantauan tekanan darah
2) Rontgen foto
3) Pemeriksaan hematologi
4) Pemeriksaan urinalisa
5) Elektrokardiografi (EJG)
6) Pemeriksaan kimia darah
2. Penyimpangan KDM
Bronchus (percabangan segmen atau subsegmen)
Ketidakefektifan
Hyperplasi, metaplasi
bersihan jalan
napas
Cell kanker
Manifestasi klinis
proksimal
distal
sumbatan parsial
bronkiektasis/aktelektasis
sesak napas
Ketidakefektifan
pola napas
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
c. Gangguan pertukaran gas
4. Intervensi