Anda di halaman 1dari 35

Pembetasan Penyakit Menular Dan

Kesehatan Lingkungan Pemukiman

Dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok


Mata kuliah “ Keperawatan Komunitas”

Disusun oleh:
Natania (1751013)
Theofani( 1751001)
Cia putri silaban (1751043)
Novia grace golung 17510
Yehuda (1751037)
Mega aryanti
Jhon william (1751022)

Ilmu Keperawatan S1
Universitas Advent Indonesia
2019/2020
Yesaya 53:4
“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan
kesengsaraan kita yang dipikulnya”

Matius 9:35
“ Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar
dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan injil kerajaan sorga serta
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan”
Kutipan Roh Nubuat:
 Membina Anak yang bertanggung jawab, p.309.2
“Dalam mempelajari ilmu kesehatan, guru yang bersungguh-sungguh akan
menggunakan setiap kesempatan untuk menunjukan perlunya kebersihan
yang sempurna baik dalam kebiasaan-kebiasaan pribadi dan juga dalam
keadaan lingkungan seseorang. Manfaat mandi setiap hari dalam
meningkatkan kesehatan dan dalam merangsang pekerjaan pikiran harus
ditegaskan. Perhatian juga harus diberikan kepada sinar matahari dan
saluran udara, kesehatan dari kamar dan dapur. Ajarkan kepada para
murid bahwa sebuah kamar tidur yang sehat, sebuah dapur yang benar-
benar bersih, dan sebuah hidangan makanan yang diatur dengan cara
menyehatkan dan sesuai dengan cita rasa akan jauh lebih bermanfaat
dalam usaha untuk memperoleh kebahagiaan keluarga dan memperoleh
penghargaan setiap tamu yang mempunyai pengertian baik ketimbang
segala perkakas rumah tangga yang mahal-mahal yang ada di dalam
kamar tamu. Bahwa “hidup itu lebih penting daripada makanan dan
tubuh itu lebih penting daripada pakaian” (Lukas 12:23) adalah sebuah
pelajaran yang tidak kurang diperlukannya sekarang ini dibanding
bilamana hal itu diberikan oleh Guru Ilahi itu delapan belas abad yang
silam.
 Membina pola makan dan diet(Ellen G.White)
“Memelihara tubuh tetap sehat, agar semua organ tubuh berfungsi
teratur, harus menjadi satu pelajaran dalam kehidupan kita. Anak-anak
Allah tak dapat memuliakan Dia dengan tubuh yang sakit-sakitan atau
pikiran yang kerdil. Mereka yang memanjakan kegelojohan terhadap
makanan atau minuman membuang tenaga fisik dan melemahkan kuasa
pikiran”
Pendahuluan
Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini
(Purnama,2017). Sejak tahun 2016 hingga 2017, Rumah Sakit Tentara Binjai mendapatin 32
orang yang menderita penyakit Tuberculosis atau TBC. Didapati bahwa penderita TBC di
rumah sakit tersebut masih memiliki pengetahuan yang kurang akan penyakit TBC. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Bagus Prabudi, seorang dosen Akper Kesdam I/BB Binjai
pada tahun 2017, menyatakan bahwa tingkat pengetahuan keluarga yang baik tentang
pengertian TBC sebanyak 35%, penyebab TBC sebanyak 10%, tanda dan gejala TBC 10%,
dan pencegahan TBC sebanyak 60%. (Prabudi,B. 2017)

ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10
besar penyakit di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia. Menurut Profil Ditjen PP&PL thn
2006, 22,30% kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia. sedangkan morbiditas penyakit
diare dari tahun ketahun kian meningkat dimana pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000
penduduk, lalu meningkat menjadi 301 per 1000 penduduk pada tahun 2000 dan 347 per
1000 penduduk pada tahun 2003. Pada tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat
menjadi 423 per 1000 penduduk. (Purnama,2017)
Menurut Pedoman Arah Kebijakan Program Kesehatan Lingkungan Pada Tahun
2008 menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki penyakit menular yang berbasis
lingkungan yang masih menonjol seperti DBD, TB paru, malaria, diare, infeksi saluran
pernafasan, HIV/AIDS, Filariasis, Cacingan, Penyakit Kulit, Keracunan dan Keluhan akibat
Lingkungan Kerja yang buruk.. Pada tahun 2006, sekitar 55 kasus yang terkonfirmasi dan 45
meninggal (CFR 81,8%), sedangkan tahun 2007 - 12 Februari dinyatakan 9 kasus yang
terkonfirmasi dan diantaranya 6 meninggal (CFR 66,7%). Adapun hal - hal yang masih
dijadikan tantangan yang perlu ditangani lebih baik oleh pemerintah yaitu terutama dalam hal
survailans, penanganan pasien/penderita, penyediaan obat, sarana dan prasarana rumah sakit.
(Purnama,2017)
Dari beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, penulis ingin membahas
mengenai “Pemberantasan Penyakit Menular dan Kesehatan Lingkungan Pemukiman”
Pembahasan
2.1 Penyakit Menular
2.1.1 Pengertian
Menurut WHO(World Health Organization): “infection disesases are caused by
pathogenic microorganisme, such as bacteria, viruses, parasites or fung; the diseases can be
spread, directly on indirectly, from one person to another.”
Terjemahan: “Penyakit menular disebabkan oleh mikroorganisme patogen, seperti
bakteri,virus,parasit atau jamur; penyakit dapat menyebar, langsung, dari satu orang ke orang
lain.”
2.1.2 Pencegahan dan pengawasan penyakit menular
Penyakit menular dapat dicegah dan dikontrol. Program kontrol penyakit menular
adalah mengurangi pervalensi suatu penyakit yang dapat dilakukan dengan berfokus pada
hilangnya suatu penyakit dari area geografik.

2.1.2.1 Pengawasan penyakit menular

Pengawasan adalah suatu sistem observasi tertutup dari seluruh aspek kejadian dan
distribusi dari suatu kumpulan/kelompok yang sistematis, perawat melakukan konsolidasi
menganalisis dan dengan cepat memasukkan seluruh data yang relevan. Sistem pengawasan
harus mutakhir, akurat, lengkap, mempunyai maksud tertentu dan dinamik, harus
menggunakan rencana yang efektif, implementasi dan evaluasi terhadap pencegahan penyakit
dan program-program kontrol (Benenson,1990; Evans, 1989)

Ada sepuluh elemen pengawasan yang digunakan sebagai sumber data dalam
melakukan pengawasan rutin, yaitu:

1. Registrasi laporan kematian


2. Lapran epidemik
3. Laporan pemeriksaan epidemik
4. Laporan laboratorium
5. Pemeriksaan harus indidvidual
6. Survei
7. Penggunaan biologis dan obat-obatan
8. Distribusi vektor
9. Gudang penyimpanan binatang
10. Data demografis dan lingkungan

Peran perawat kesehatan menjadi sangat penting karena harus dapat mengumpulkan data,
memeberi diagnosis,dan, melaporkan kasus yang ada serta memberikan informasi sebagai
umpan balik kepada masyarakat umum.

2.1.3 Macam-macam penyakit menular


2.1.3.1 TBC
Tuberkulosis merupakan penyakit kronik, menular, yang cara penularannya melalui udara
(melalui percikan dahak penderita Tuberkulosis) dan disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis.

Cara-cara pemberantasan

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi mycobacterium


tuberkuloisi dengan melakukan penkes adalah sebagai berikut :

b) Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).

c) Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi

d) Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi
udara, dan penyinaran matahari di rumah.

e) Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor
(polusi).

f) Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.


2.1.3.2 HIV/AIDS
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terjadinya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan melakukan penkes menjelaskan tentang:
a. Melakukan abstinensi seks/melakukan hubungan kelamin dengan pasangan
yang terinfeksi
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodefieciency Virus (HIV) nya
d. Tidak bertukar jarum suntuik, jarum tato, dan sebaginya
e. Mencegah infeksi kejanin/bayi baru lahir
Peran pemerintah adalah sebagai pembuat kebijakan yang dapat memayungi
pihak-pihak yang terkait dalam menangani HIV/AIDS. Pemerintah juga diharapkan dapat
membuat kebijakan yang dapat mencegah penyebaran HIV/AIDS terutama memperketat
aturan warga Negara asing yang akan masuk ke Indonesia. Serta memperketat
pengawasan dan pelarangan praktek-praktek prostitusi dan penggunaan NAPZA
terutama penggunaan jarum suntik. Sedangkan masyarakat dan LSM bersama sama
mengawasi dan menangani pada tingkat praktis.
Upaya masyarakat sebagai peran aktif turut serta memberantas HIV/AIDS dapat
dikategorikan kedalam beberapa tindakan berupa :

1.Masyarakat berperan aktif turut serta dalam berbagai penyuluhan tentang cara- cara
hidup yang baik guna mencegah sedapat mungkin berjangkitnya HIV secara meluas.
Turut aktif sebagai peserta penyuluhan sudah merupakan bentuk kepedulian
masyarakat dan salah satu bentuk upya turut serta meberantas HIV/ AIDS.

2.Membantu aparat terkait dengan memberikan informasi tentang kebe- radaan


penduduk pengidap HIV, sehingga dengan informasi tersebut kasusnya secara cepat
tertangani.

3.Bagi masyarakat yang sudah faham benar tentang HIV, membantu masyarakat lain
dalam menginformasikan tentang bagaimana bahayanya HIV/AIDS.

4.Masyarakat dapat memberikan contoh perilaku yang tidak menularkan/


menyebarkan HIV/AIDS.

5.Stigma dikalangan masyarakat yang menggambarkan bahwa AIDS merupakan


penyakit kutukan, diluruskan pengertiannya yang benar oleh masyarakat yang sudah
memahami pengertian HIV/AIDS yang sebenarnya.

6.Disamping itu juga bantuan masyarakat yang paling mendasar adalah setiap
keluarga melakukan kontrol yang ketat bagi anak-anak mereka agar tidak terjun
dalam dunia pergaulan bebas. Bentuk pergaulan bebas merupakan pintu masuk yang
paling efektif bagi HIV.
2.1.3.3 ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respirtaory Infection(ARI). Penyakit
infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari
hidung(saluran atas) hingga alveoli(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga teliga tengah dan pleura.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem
pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata memndapat
serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. (Purnama,2017)

Cara pencegahan berdasarkan level of prevention:


1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health
promotion) dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap penyakit tertentu.
Termasuk disini adalah :
a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan
dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat
berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan
imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.
b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka
kesakitan ISPA.
c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.
2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis
sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita keadaan
penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai dengan
batuk, serak, pilek, panas atau demam (suhu tubuh lebih dari 370C), maka
dianjurkan untuk segera diberi pengobatan.
Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau bukan
pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan perawatan di
rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam).
b. Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air
es).
c. Pemberian makanan dan minuman
Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering,
memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air buah)
lebih banyak dari biasanya.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar tidak
menjadi lebih parah (pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan (pneumonia berat)
dan berakhir dengan kematian.
Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan pneumonia pada bayi
dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi
sesak, anak tidak mampu minum dan sakit menjadi bertambah parah, agar tidak
bertambah parah bawalah anak kembali pada petugas kesehatan dan pemberian
perawatan yang spesifik di rumah dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih
sering memberikan ASI.
Cara Pencegahan Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar
dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah
raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan
kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah
terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi
asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap
segar dan sehat bagi manusia.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri
di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara).
Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan
yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet
(campuran antara bibit penyakit).
2.1.4 Program Pemberantasan Penyakit Menular
Derajat kesehatan masyarakat merupakan cerminan kualitas sumber daya suatu
bangsa dalam memnciptakan kesejagteraan bersama. Salah satu indicator yang digunakan
untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat adalah persentase penduduk yang mempunyai
keluhan kesehatan. Salah satu isu Strategis dan Rancangan Kebijakan Pembangunan
Kesehatan 2015-2019 sebagai tindak lanjut pencapaian target MDGs pada tahun 2015 yaitu
pengendalian penyakit menular dan penyakit tidak menular (Kementrian kesehatan Republik
Indonesia 2015)
Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular. Penyakit
menular yang diprioritaskan dalam program ini adalah: malaria, demam berdarah dengue,
tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, diare, polio, filaria, kusta, pneumonia, dan penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi, termasuk penyakit karantina dan risiko masalah
kesehatan masyarakat yang memperoleh perhatian dunia internasional (public health risk of
international concern).
Adapun Kebijakan Pelaksanaannya yaitu:
d. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mendorong peran,
membangun komitmen, dan menjadi bagian integral pembangunan kesehatan dalam
mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi masyarakat
rentan dan miskin hingga ke desa.
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diselenggarakan melalui penatalaksanaan
kasus secara cepat dan tepat, imunisasi, peningkatan perilaku hidup bersih dan
sehat, serta pengendalian faktor risiko baik di perkotaan dan di perdesaan.
f. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mengembangkan dan
memperkuat jejaring surveilans epidemiologi dengan fokus pemantauan wilayah
setempat dan kewaspadaan dini, guna mengantisipasi ancaman penyebaran penyakit
antar daerah maupun antar negara yang melibatkan masyarakat hingga ke desa.
g. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mengembangkan sentra
rujukan penyakit, sentra pelatihan penanggulangan penyakit, sentra regional untuk
kesiapsiagaan penanggulangan KLB/ wabah.
h. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk memantapkan jejaring
lintas program, lintas sektor, serta kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta
untuk percepatan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
melalui pertukaran informasi, pelatihan, pemanfaatan teknologi tepat guna, dan
pemanfaatan sumberdaya lainnya.
i. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk dilakukan melalui
penyusunan, review, sosialisasi, dan advokasi produk hukum penyelenggaraan
program pencegahan dan pemberantasan penyakit di tingkat pusat hingga desa.
j. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk meningkatkan
profesionalisme sumberdaya manusia di bidang pencegahan dan pemberantasan
penyakit sehingga mampu menggerakkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat
secara berjenjang hingga ke desa.
k. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk meningkatkan cakupan,
jangkauan, dan pemerataan pelayanan penatalaksanaan kasus penyakit secara
berkualitas hingga ke desa.
“Keberhasilan implementasi kebijakan tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber
daya yang tersedia. Sumber daya yang dimaksud terdiri dari SDM, sarana dan prasarana,dan
finansial. SDM yang bertugas di bidang epidemiologi penyakit” (Yunigsih.R, 2017)
Adapun langkah-langkah pemberantasan penyakit menular yaitu :
a) Mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit.
b) Melaporkan penyakit menular.
c) Menyelidiki di lapangan untuk mengetahui benar atau tidaknya laporan yang masuk
untuk menemukan kasus-kasus lagi dan untuk mengetahui sumber penularan.
d) Menyembuhkan penderita hingga ia tidak lagi menjadi sumber infeksi.
e) Pemberantasan vektor (pembawa penyakit)
f) Pendidikan kesehatan.
Cara-cara pencegahan penyakit menular secara umum, yaitu :
a) Mempertinggi nilai kesehatan.
Ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha kesehatan
lingkungan (sanitasi).
b) Memberi vaksinasi/imunisasi
Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada dua macam, yaitu :
Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin ( bibit penyakit yang telah
dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi. Contohnya pemberian
vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis.
Menurut Direktorat Jendral Pengendalian penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
Tahun 2015-2019: “penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan
penyakit menular berpotensi wabah(kedauratan kesehatan masyarakat) adalah
Difteri, Pertusis, Tetanus, Campak, TBC, Poliomielitis, Hepatitis B, dan Hemofilius
influenza tipe b. (Rencana Aksi Program PP dan PL 2015-2019)
Pengebalan pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung antibodi. Contohnya
pemberian ATS (Anti Tetanus Serum).
c) Pemeriksaan kesehatan berkala
Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu penyakit, sehingga
munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara ini juga, masyarakat
bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan, penanganan suatu
penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapat vaksinasi.

2.1.5 Teori Orem


Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehtan yang profesional,
bersifat holistik dan komperhensif yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat baik dalam keadaan sehta maupun sakitmelalui kita-kiat keperawatan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Berbagai model konseptual keperawatan yang telah dikembangkan oleh para ahli,
salah satunya adalah self care defisit oleh Dorothea Orem. Fokus utama dari model
konseptual ini adalah kemampuan seseorang untuk merawat dirinya sendiri secara mandiri
sehingga tercapai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan dan
kesejahteraannya.(Muhlisin Abhi,2010)
2.1.5.1 Konsep Sehat Sakit
Menurut WHO(1947) sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang
sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan.(WHO,1947)
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat
meningkatkan konsep seha yang positif(Edelman dan Mandle, 1994):
1. Memeperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal
3. Penghargan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup
UU No.23,1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
prosuktif secara sosial dan ekonmi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
didalamnya kesehtan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
2.1.5.2 Ciri-ciri sehat
Kesehatan fisik terwujud apabila seorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memamng secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh
berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2.1.5.3 Aspek-aspek Pendukung Kesehatan
Banyak orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada
gejala penyakit yang terasa berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu kurang tepat.
Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, dimna seluruh sistem organ
di tubuuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor yang mempengaruhi keselarasan tersebut
berlangsung seterusnya adalah:
1. Nutrisi yang lengkap dan seimbang
2. Istirahat yang cukup
3. Olahraga yang teratur
4. Kondisi mental, sosial dan rihani yang seimbang
5. Lingkungan yang bersih
Rentang sehat-sakit
 Suatu skala ukur secara relative dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan seseorang
 Kedudukannya pada tingkat skala ukur: dinamis dan bersifat individual
 Jarak dalam skala ukur: keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kematian
pada titik yang lain.
2.1.5.4 Tahapan sakit menurut Suchmen
Tahapan dibagi menjadi empat tahap:
1. Tahap mengalami gejala
 Tahap taransisi: Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuhnya; merasa
dirinya tidak sehat/merasa timbulnya berbagai gejala/merasa ada bahaya
 Mempunyai 3 aspek:
 Secara fisik: nyeri, panas tinggi
 Kognitif: interprestasi terhadap gejala
 Respon emosi terhadap ketakutan/kecemasan
 Konsultasi terhadap orang terdekat: gejala+perasaan, kadang-kadang mencoba
pengobatan dirumah
2. Tahap asusmsi terhadap peran sakit(stick role)
 Penerimaan terhadap sakit
 Individu mencari kepastian sakitnya keluarga atau teman: menghasilkan peran
sakit
 Mencari pertolongan dari profesi kesehatan, yang lain mengobati sendiri,
mengikuti nasehat teman atau keluarga
 Akhir dari tahap ini dapat ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa
lebih baik, individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya.
Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman
selanjutnya.
3. Tahapan kontak dengan pelayan kesehatan
 Individu yang sakit: meminta nasehat dari profesi kesehatan dan inisiatif
sendiri
 3 tipe informasi
 Validasi keadaan sakit
 Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti
 Keyakinan bahwa akan baik
4. Tahap penyembuhan
 Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada peran sakit dan
fungsi sebelum sakit
 Kesiapan untuk fungsi sosial.
Level dan Clark13, dalam Preventive Medicine, mengemukakan ada 2 periode
seseorang menjadi sakit yaitu prepathogenesis dan if pathogenesis di mana 2 periode
tersebut bisa di cegah melalui 3 tahapan yaitu : primary preventive, secondary
preventive, dan tertiary preventive yang masing-masing tahapan diupayakan untuk
mencegah seseorang untuk tidak menjadi sakit misalnya tertularnya penyakit malaria
klinis. (Dwi Noerjoedianto, 2017)
Lebih lanjut Notoatmodjo, mengemukakan bahwa untuk menilai kedalaman
pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, memahami aplikasi, dan evaluasi. Aplikasi
seseorang yang lebih tahu, maka ia akan berespon untuk melakukan sesuatu, dengan
demikian akan timbul dorongan atau keinginan untuk mewujudkannya dan dalam
mewujudkan perilaku kesehatan tersebut.
2.1.6 Pencegahan penyakit menular
Pencegahan penyakit menular meliputi tiga tingkatan:
1) Pencegahan primer, mempunyai tujuan untuk menurunkan kejadian penyakit,
peningkatan kesehatan dan pendidikan kesehatan. Contoh, imunisasi terhadap
penyakit menular, sanitasi air dan lingkungan serta perbaikan perilaku seks.
2) Pencegahan Sekunder, mempunyai tujuan menurunkan pervalensi penyakit
atau mengurangi morbiditas penyakit setelah diagnosis dini dan pengobatan.
Prevensi sekunder mencakup skin test terhadap Tuberkulosis, skrining
serologik terhadap HIV, skrining terhadap penyakit yang diularkan
tuberkulosis dan pemberitahuan tentang kasus AIDS.
3) Pencegahan Tersier, bertujuan menurunkan komplikasi dan ketidakmampuan
sehubungan dengan penyakit, pengobatan rehabilitasi fisik dan mental,
mencakup penyediaan hemoprofilaksis bagi penederita
(Konsep Dasar Kperawatan Komunitas, Hal 157)
Upaya Penanggulangan, disebutkan tujuh kriteria suatu daerah ditetapkan dalam
keadaan KLB:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun waktu dalam jam,
hari, atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakit
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakit
d. Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan padatahun sebelumnya
f. Angka kematian kasus penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
g. Angka proporsional penyakit penderita baru pada satu periode menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penetapan KLB atau wabah berbeda-beda untuk
masing-masing jenis penyakit. Namun, kriteria yang tertera dalam peraturan pemerintah
tersebut belum secara spesifik mengatur kriteria untuk masing- masing jenis penyakit yang
dapat berpotensi menjadi KLB atau wabah.

2.2 Kesehatan Lingkungan Pemukiman


2.2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan
Menurut Azwar dalam Harahap (2014) menyatakan bahwa Kesehatan lingkungan
adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan air kotoran atau limbah dan sebagianya. Adapun yang
dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk
terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya.
Menurut Al slamat riyadi dalam Harahap (2014) menyatakan bahwa defenisi lingkungan
adalah tempat pemukiman segala sesuatunya dimana mikroorganisme itu hidup berserta segala
keadaan dan kondisinya yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diduga ikut
mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum
pula(Notoatmodjo S., 2003)
Pada dasarnya pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut adalah sama, yang intinya
adalah hubungan interaksi antara manusia/komunitas dengan limgkungan. Untuk mendapatkan
derajat kesehatan maupun kehidupan sehat optimal diperlukan keseimbangan ekologi yang
dinamis diantara manusia/komunitas dengan lingkungannya.
2.2.2 Pengertian Lingkungan Pemukiman
Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup yang digunakan sebagai tempat
tinggal dari sekelompok manusia yang saling berinter - aksi serta berhubungan setiap hari
dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat yang tenteram, aman dan damai. Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi
sebagai hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan
(Depkes RI, 1999).
Menurut Sarudji dalam Harahap (2014) Pemukiman adalah suatu struktur fisik
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, termasuk juga semua fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rokhani
serta keadaan sosialnya, baik untuk keluarga maupun individu. Pemukiman atau perumahan
sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi sosial, pendidikan, tradisi atau kebiasaan, suku,
geografi dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan atau pemukiman dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut antara
lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya
kesehatan fisik, kesehatan mental, kesehatan sosial bagi individu dan keluarganya.Menurut
WHO dalam Harahap (2014) menyatakan penyehatan lingkungan tempat pemukiman adalah
segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan tempat pemukiman beserta
lingkungannya dan pengaruhnya terhadap manusia. Hubungan Pemukiman dan Kesehatan
adalah Kondisi- kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, geografi dan
kondisi lokal sangat terkait dengan pemukiman/perumahan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi atau yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan / pemukiman
antara lain : fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang
terselenggaranya keadaan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu dan
keluarganya. Pada daerah pedesaan terdapat berbagai penyakit seperti Malaria, Kolera,
Kusta, Tipes, Pes dan Framboesia, karena lingkungan yang kurang bersih dan kurangnya
pendidikan bagi masyarakatnya. (RUMASTYO, 2017)

2.2.3 Ruang Lingkup Kesehatan Komunitas


Menurut Haryoto K. (1985), lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
ada di sekitar manusia. Secara lebih rinci, lingkungan disekitar manusia dapat dikategorikan
sebagai:
1) Lingkungan fisik, meliputi tanah, air, dan udara serta hasil interaksi diantara
faktor-faktor tersebut.
2) Lingkugan Biologis, yang termasuk kedalam lingkungan ini adalah semua
organisme hidup seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan, serta
mikroorganisme lainnya.
3) Lingkungan sosial. Lingkunagn sosial yang dimaksud adalah semua interaksi
antara manusia, yang meliputi faktor budaya, ekonomi, dan psikososial.
2.2.4 Sejarah Kesehatan Lingkungan
Secara historis keberadaan kesehatan lingkungan baik didalam negeri maupun didunia
luar perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh perawat komunitas, hal ini penting untuk
memberikan gambaran dan dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
perkembangan yang lebiih baik dimasa yang akan datang.
2.2.4.1 Sejarah Kesehatan Lingkungan di Dunia
Sejak 400 tahun sebelum masehi, manusia telah menduga adanya hubungan antara
lingkungan dan penyakit. Upaya kesehatan masyarakat yang betujuan untuk perbaikan
kualitas lingkunga fisik, atau dikenal sebagai awal dari upaya kesehatan lingkungan telah
dimulai sejak jaman Romawi dan Mesir. Misalnya di berbagai kota Romawi Kuno yang telah
membangun “leprosaria”, yakni tempat merawat penderita kusta/lepra serta membangun
proyek persiapan air, sistem aliran limbah dan lain-lain yang terkait dengan lingkungan. Dari
bukti-bukti empirik yang ada menunjukkan bahwa masalah maupum upaya kesehatan yang
berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan pemukiman, area umum maupun lingkungan
kerja telah dimulai sejak jaman Hipocrates.
2.2.5 Pendekatan Teori Kritis Pada Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan suatu hal yang penting dalam pelaksanaan
perawatan komunitas. Dari beberapa penelitian yang terkumpul, menunjukan bahwa
perubahan lingkungan di beberapa dekade terakhir telah mempengaruhi keadaan kesehatan
komunitas yang menyebabkan menurunnya keamanan, keindahan dan kapasitas pendukung
hidup pada lingkungan fisik. Pendekatan ekologis pada tahun 60-an dan 70-an cenderung
berfokus pada air bersih, udara bersih dan pelestarian sumber daya alam pada wilayah
tertentu.
Menjelang akhir 90-an secara jelas terlihat adanya kepunahan berbagai spesies,
penciutan area hutan tropis, bertambah banyaknya pembuangan limbah beracun, pengaruh
dari hujan asam, meningkatnya kerusakan lapisan ozon, konsekuensi dari pemanasan global,
pengembangan zat-zat kimia bracun dan senjata balistik, makanan yang tercampur pestisida,
lautan yang tercemar akibat limbah beracun serta tumpahan minyak, peningkatan jumlah
penduduk di daerah perkotaan sebagai akibat urbanisasi tak terkendali, kemacetan lalulintas
serta minimnya proteksi terhadap tenaga kerja yang ada, membuat masalah kesehatan
kimunitas semakin kompleks.tujuan dari teori kritis adalah melakukan penelitian hubungan
anatara kesehatan komunitas yang dikaitkan dan lingkungan untuk dijadiakan kerangka kerja
dalam melakukan intervensi. Teori kritis merupakan suatu cara pendekatan yang memuat
berbagai pertanyaan tentang permasalahan yang mempengaruhi kesehatan kelompok,
komunitas serta cara penanggulangannya. Hal ini sejalan dengan pendekatan proses
keperawatan yang juga telah diakui oleh profesi lain sebagai teori kritis, yang perawat secara
aktif ikut terlibat dalam pemecahan masalah, sejak dari pengkajian sampai dengan tingkat
evaluasi.
2.2.5.1 Teori Florence Nightingale

I. Model Konsep Dan Teori Keperawatan Menurut Florence Nightingale

Model konsep Florence Nightingale memposisikan lingkungan adalah sebagai fokus


asuhan keperawatan,dan perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit model
konsep ini dalam upaya memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Orientasi
pemberian asuhan keperawatan/tindakan keperawatan lebih diorientasikan pada pemberian
udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang adekuate
(jumlah vitamin atau mineral yang cukup), dengan dimulai dari pengumpulan data
dibandingkan dengan tindakan pengobatan semata, upaya teori tersebut dalam rangka
perawat mampu menjalankan praktik keperawatan mandiri tanpa tergantung dengan profesi
lain.
Model konsep ini memberikan inspirasi dalam perkembangan praktik keperawatan,
sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam tindakan
keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan adalah kurang benar, akan tetapi
lingkungan dapat mempengarui proses perawatan pada pasien, sehingga perlu diperhatikan.
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam konteks lingkungan secara
keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psiklologis dan lingkungan sosial.

1. Lingkungan fisik (Physical environment)


Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan udara.
Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan
mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap,
bau-bauan. Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara bersih, tidak lembab,
bebas dari bau-bauan.
Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi
orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan
memberikan keleluasaan pasien untuk beraktivitas. Tempat tidur harus mendapatkan
penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi pasien ditempat tidur
harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.
2. Lingkungan psikologi (Psychology environment)
Florence Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat
menyebabkan stress fisik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu,
ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari,
makanan yang cukup dan aktivitas manual dapat merangsang semua faktor untuk dapat
mempertahankan emosinya. Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks
lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau
terputus-putus.
Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya
dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau
jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu muluk,
menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu, membicarakan kondisi-
kondisi lingkungan dimana dia berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para
pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
3. Lingkungan Sosial (Social environment)
Observasi (pengamatan) dari lingkungan sosial terutama hubungan spesifik (khusus),
kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit, sangat penting
untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan
kemampuan observasi (pengamatan) dalam hubungan dengan kasus- kasus secara spesifik
lebih sekadar data- data yang ditunjukan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komoniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu
dibicarakan dalam hubungan individu pasien yaitu lingkungan pasien secara menyeluruh
tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan
komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.

II. Komponen Lingkungan Menurut Teori Florence Nightingale

1. Lima (5) komponen pokok lingkungan sehat menurut Florence Nightingale

1) Peredaran hawa baik.


Maksudnya adalah suatu keadaan dimana suhu berada dalam keadaan normal.
2) Cahaya yang memadai
Cahaya yang cukup dalam pemenuhan kesehatan pasien.
3) Kehangatan yang cukup
Kehangatan yang diperlukan untuk proses pemulihan.
4) Pengendalian kebisingan
Suatu cara agar pasien merasa nyaman dan tidak terganggu oleh kebisingan
(keributan).
5) Pengendalian effluvia (bau yang berbahaya)
Menjauhkan pasien dari bau yang menyebabkan gangguan dalam kesehatan.
2. Ada 12 macam Komponen Lingkungan dalam Teori Florence Nightingale

1) Kesehatan rumah
Rumah yang sehat adalah rumah yang bersih, sehingga seseorang merasa nyaman.
2) Ventilasi dan pemanasan
Ventilasi merupakan perhatian utama dari teori Nightingale. Ventilasi merupakan
indikasiyang berhubungan dengan komponen lingkungan yang menjadi sumber
penyakit dan dapat juga sebagai pemulihan penyakit.
3) Cahaya
Pengaruh nyata terhadap tubuh manusia. Untuk mendapatkan manfaat dari
pencahayaan konsep ini sangat penting dalam teori Florence, dia mengidentifikasi
secara langsung bahwa sinar matahari merupakan kebutuhan pasien. Menurutnya
pencahayaan mempunyai sinar matahari, perawat diinstruksikan untuk
mengkondisikan agar pasien terpapar dengan sinar matahari.
4) Kebisingan
Kebisingan ditimbulkan oleh aktivitas fisik di lingkungan atau ruangan. Hal tersebut
perlu dihindarkan karena dapat mengganggu pasien.
5) Variasi/keanekaragaman
Berbagai macam faktor yang menyebabkan penyakit bagi sesorang, misalnya
makanan.
6) Tempat tidur
Tempat tidur yang kotor akan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan juga
pola tidur yang kurang baik akan menyebabkan gangguan pada kesehatan.
7) Kebersihan kamar dan halaman
Kebersihan kamar dan halaman sangat berpengaruh bagi kesehatan. Oleh karena itu,
pembersihan sangat perlu dilakukan pada kamar dan halaman.
8) Kebersihan pribadi
Kebersihan pribadi sangat mendukung kesehatan seseorang karena merupakan bagian
dari kebersihan secara fisik.
9) Pengambilan nutrisi dan makanan
Pengambilan nutrisi sangat perlu dalam hal menjaga keseimbangan tubuh. Adanya
nutrisi dan pola makan yang baik sangat berpengaruh bagi kesehatan.
10) Obrolan, harapan dan nasehat
Dalam hal ini, komponen tersebut menyangkut kesehatan mental seseorang dalam
menyikapi lingkungannya. Komunikasi sangat perlu dilakukan antara perawat, pasien
dan keluarga. Mental yang yang terganggu akan mempengaruhi kesehatan pasien.
11) Pengamatan orang sakit
Pengamatan sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat, dimana seorang perawat
harus tahu sebab dan akibat dari suatu penyakit.
12) Pertimbangan sosial
Tidak melihat dari suatu aspek, untuk mengambil suatu keputusan tetapi dari berbagai
sisi.
III. Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep
1. Manusia
Manusia terdiri dari komponen fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual.
Walupun memang lebih terfokus pada aspek fisik tetapi tetap saja ide yang
dikemukakan oleh Nightingle tentang seseorang yang sedang sakit mempunyai
semangat hidup yang lebih besar daripada mereka yang sehta, sebenarnya terkait
dengan dimensi psikologis dari manusia.
2. Lingkungan
Lingkungan menurut Nightingel merujuk pada lingkungan fisik eksternal yang
mempengaruhi proses penyembuhan dan kesehatan meliputi lima komponen
lingkungan terpenting dalam memepertahankan kesehatan individu yang meliputi:
 Udara bersih
 Air yang bersih
 Pemeliharaaan yang efisien
 Kebersihan, serta
 Penerangan atau pencahayaan
3. Kesehatan
Nightingel mendefinisikan kesehatan sebagai merasa sehat dan menggunakan
semaksimal mungkin setiap kekuatan yang dimiliki yang merupakan proses aditif,
yaitu hasil kombinasi dari faktor lingkungan, fisik, dan psikologis. Terutama faktor
lingkungan meliputi:
 Kebersihan
 Minuman
 Nutrisi
 Kelembapan
 Jalan udara
 Saluran air
Yang mempengaruhi kesehatan.
Menurut Nightingale keadaan sehat dapat dicapai melalui pendidikan dan perbaikan
kondisi lingkungan. Penyakit merupakan proses perbaikan, tubuh berusaha untuk
memperbaiki masalah. Juga merupakan suatu kesempatan untuk meningkatkan pandangan
spritual. Oleh karena itu Nigthingake sangat menekankan bahwa kesehatan tidak hanya
berorientasi dalam lingkunganrumah sakit tetapi juga komunitas.
4. Keperawatan
Nightingale memandang keperawatan sebagai ilmu kesehatan dan menguraikan
keperawatan sebagai mengarahkan terhadap peningkatan dan pengelolaan
lingkungan fisik sehingga alam akan menyembuhkan pasien. Oleh karena itu,
kegiatan keperawatan termasuk memberikan pendidikan tentang kebersihan
dirumah tangga dan lingkungan untuk membantu wanita menciptakan atau
membuat lingkungan sehat bagi keluarganya dan komunitas yang pada dasarnya
betujuan untuk mencegah penyakit.

2.2.6 Kesehatan Lingkungan Pemukiman

Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang
lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai
tujuan tersebut meliputi:
1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3. Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan
Dari berbagai permasalah yang ada mengenai lingkungan di negara berkembang, maka
ada lima area penting yang perlu untuk dipahami, yaitu perumahan, penyendiaan air
bersih, penanganan sampah, penangan tinja, dan pembuangan air limbah.
2.2.6.1 Perumahan
Rumah merupakan salah satu persyaratan bagi kehidupan manusia. Oleh karena
sebagian besar waktku kehidupan manusia dihabiskan di rumah. Persyaratan rumah sehat
menjadi sangat penting. Beberapa faktor yang ikut berepengaruh dalam pembangunan rumah
antara lain sebagai berikut:
1) Faktor Lingkungan. Pembangunan rumah harus memperhatikan lingkungan
tempat rumah tersebut didirikan, sepeti kondisi lokasi dan udara. Selanjutnya,
rumah tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang tinggal
didalamnya merasa aman dan juga nyaman.
2) Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Rumah dibangun sesuai dengan
kemapuan penghuninya. Permasalahan yang timbul dimasyarakat adalah
urbanisasi yang tidak terkendali, sehingga di tempat-tempat tertentu dikota
besar, rumah menjadi salah satu faktor yang memperburuk keindahan kota.
3) Teknologi yang dimiliki masyarakat. Bentuk, keindahan, dan kekokohan
rumah sangat bergantung pada pembuatannya. Dewasa ini bisnis tentang
perumahan semakin marak, sehingga masyarakat dapat membangun sesuai
dengan keinginan dan kemampuannya dengan mudah.
4) Kebijakan pemerintah. Pemerintah menentukan tentang rumah yang antara
lain adalah hak guna tanah, sertifikat, pajak dan izin bangun.
Persyaratan perumahan
Susana dkk, 1999
1) Memenuhi kebutuhan psikologis
Rumah harus memenuhi kriteria sebagai berikut.
 Bahan bangunan
Bahan bangunan tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat berbahaya bagi
kesehatan, seperti asbes. Selain itu, bahan bangunan juga tidak terbuat dari bahan
yang dapat menjadi sarang tumbuhnya mikroorganisme patogen.
 Ventilasi
Ventilasi yang baik berukuran antara 10-20% dari luas lantai, memeberikan udara
segar dari luar, serta memberi suhu optimum 22-24 derajat C dan kelembapan
60%.
 Pencahayaan
Cahaya harus dapat masuk dengan baik dan dapat mebunuh kuman. Standar
minimal cahaya adalah 60 lux.
 Kebisingan
Rumah yang baik harus jauh dari sumber kebisingan. Tingkat kebisingan yang
ideal adalah antara 40-45 dbA dan diusahakan tidak lebih dari dari 55 dbA.
Kebisingan dapat mempengaruhi kenyamanan, aktivitas dan dapat menimbulkan
stres.
 Kepadatan
Luas ruang tidur minimal 8M pesegi dan tidak disarankan untuk digunakan oleh
lebih dari 2 orang. Kecuali untuk anak dibawah 5 tahun. Sedangkan luas rumah
yang ideal adalah 2,5-3 M/ jiwa
 Tersediannya ruang bermain/keluarga
Perlu adanya area yang cukup untuk bermain.
2) Kebutuhan Psikologis
Memberikan penghuninya kebebasan dan kehangatan dalam berinteraksi.
3) Pencegahan dan perlindungan terhadap gangguan kesehatan
 Mencegah bersarangnya binatang sepeti lalat, kecoa, dan tikus
 Tersedianya air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan dengan kapasitas
60l/orang/hari
 Pengelolaan limbah cair dan padat tidak mencemari lingkungan
 Tersedianya tempat penyimpanan makanan yang menjamin tidak
terkontaminasinya makanan tersebut.
Menurut Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada tahun 2019, berdasarkan peneliti,
kepala keluarga yang berperilaku baik juga cukup dalam menguras bak mandi atau tempat
penampungan air sudah mempunyai kesadaran dalam dirinya bahwa menguras
bak mandi dalam pencegahan penyakit demam berdarah itu sangat penting bukan karena
ingin imbalan, paksaan ataupun ingin meniru saja, dan penyuluhan-penyuluhan
yang dilakukan oleh para petugas kesehatan diaplikasikan dengan baik oleh kepala keluarga
tersebut.

4) Penggunaan bahan baku rumah yang memenuhi syarat agar tidak menimbulkan
kecelakaan dan kebakaran.

2.2.6.2 Penyediaan Air Bersih


Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Di
dalam tubuh manusia sendiri, sebagian besar terdiri dari air. Menurut proporsinya, tubuh
orang dewasa mengandung air sekitar 55-60%, anak-anak 65% dan bayi 80%. Menurut
WHO, dinegara maju, setiap orang memerlukan sekitar 60-120 liter per hari. Sedangkan di
negara berkembang termasuk indonesia memerlukan antara 30-60 liter air per hari. Air yang
dikonsumsi juga harus melewati syarat-syarat kesehatan yang telah ditentukan.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air
yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas
air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik
dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air antara lain menyebabkan
penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan
bahaya bagi mahluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu
diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama (Effendi,
2003).

Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharukan(renewable natural


resources). Air memeiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting untuk kehidupan mahluk
hidup, karena tanpa adanya air seluruh proses kehidupan tidak akan berlangsung. Oleh karena
itu keberadaanya harus dijaga dan dilestarikan dengan cara memanfatkannya secara hati-hati
dan hemat (Jurnal Masyarakat Sehat, 2018)
Persyaratan air minum yang sehat (Diadaptasi dari Notoatmodjo S., 2003)
1. Syarat fisik: tidak berwarna, berasa dan berbau.
2. Syarat bakteorologis: bebas dari segala bakteri, terutama yang bersifat patogen
3. Sayarat kimia: air minum yang sehat juga harus mengandung zat-zat tertentu.
Kelebihan atau kekurangan zat tersebut akan mengganggu fisiologis manusia
Tetapi menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/I/2010, tentang persyaratan kualitas
air minum MPN Coli tidak memenuhi syarat, E Coli memenuhi syarat sedangkan
parameter pH dan suhu memenuhi persyaratan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terbatas
terhadap parameter suhu dan pH sampel air yang diperiksa, memenuhi sebagai bahan air
bersih dan air minum. Jadi dengan demikian air yang akan digunakan untuk air minum
harus diolah terlebih dahulu misalnya dimasak sampai mendidih.

2.2.6.3 Pembuangan Kotoran Manusia


Permasalah pembuangan kotoran manusia(tinja) semakin meningkat dengan adanya
pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman. Ditinjau dari segi
ilmu kesehatan masyarakat, masalah pembuangan tinja merupakan masalah yang urgen untuk
diatasi, karena tinja dapat menyebarkan penyakit, antar lain tifus, disentri, kolera, dan
bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi,tambang dan pita. Untuk mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungannya, maka perlu adanya persyaratan yang harus
dipenuhi.

Persyaratan tempat pembuangan tinja (jamban). (Diadaptasi dari Notoatmodjo S.,


2003)

1. Jamban dibangun tertutup, artinya terlindung dari pandan orang lain(privasi),


terhindar dari hujan dan panas, serta serangga dan binatang lain.
2. Bangunan jamban mempunyai tempat berpijak dan laintai yang kuat, mudah
dibersihkan dan tidak terlalu licin.
3. Loksi jamban tidak mengganggu pandanga/merusak estetika bangunan dan tidak
menimbulkan bau yang idak sedap.
4. Perlengkapan/ sarana di jamban selalu tersedia, seperti: sabun, air dan kertas
pembersih.
“Masyarakat masih belum mengenal metode mencuci tangan dengan sabun, sehingga
memudahkan mereka terjangkit bakteri yang tidak disadari. Seseorang juga belum bisa
memilih makanan yang dianggap bersih” ( RUMASTYO, 21017)

2.2.6.4 Penanganan Sampah


Menurut para ahli kesehatan masyarakat di Amerika, sampah (limbah) adalah sesuatu
yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah terdiri dari tiga jenis, yaitu
sampah padat, sampah cair dan gas. Untuk selanjutnya hanya dibahas sampah padat saja.
Sampah padat tersebut dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yakni:

a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah padat dibagi menjadi:
 Sampah anorganik yaitu sampah yang idak dapat membusuk seperti
logam/besi, pecahan gelas dan plastik
 Sampah organik, adalah sampah yang dapat membusuk, contohnya: sisa-sisa
makanan, daun-daunan dan buah-buahan.
b. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar
 Sampah yang mudah terbakar, seperti kertas, karet, baju dan kain bekas
 Sampah yang tidak dapat terbakar, seperti kaleng bekas, dan pecahan
gelas/kaca.
c. Berdasarkan karakteristik sampah
 Garbage, jenis sampah hasil pengolahan makanan yang umumnya mudah
membusuk
 Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran dan perdagangan, baik yang
mudah terbakar maupun tidak, seperti kertas, plastik, klip, kaleng dan
pecahan kaca.
 Asbes(abu), berasal dari sisa pembakaran termasuk rokok.
 Street sweeping(sampah jalanan), berasal dari pembersihan jalanan yang
berupa daun, kertas, plastik, debu, dsb.
 Sampah industri berasalal dari industri atau pabrik
 Dead animal(bangkai binatang)
 Contruction waste(sampah pembangunan), berasal dari puing-puing,
potongan kayu dan besi beton.
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah tersebut
dapat hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri patogen). Selain itu tempat
bersarangnya berbagai serangga sebagi pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh karena itu
sampah harus dikelola dengan baik sehingga tidak berdampak buruk pada masyarakat.
Pengelolaan sampah meliputi pengumpulan dan pengangkatan serta pemusnahan dan
pengolahan sampah.

Pengelolaan sampah (Diadaptasi dari NotoatmodjoS., 2003)

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah, merupakan


tanggung jawab rumah tangga atau instansi penghasil sampah. Oleh karena iitu,
tempat penampungan, wajib disediakan agar mudah untuk penanganannya.
Selanjutnya sampah akan di angkut ke temoat penampungan sementara(TPS) dan
akhirnya akan dibawa ke tempat penampungan akhir (TPA).
Mekanisme atau sistem pengangkutan untuk daerah perkotaan, menjadi tanggung
jawab pemerintah setempat, yang didukung pendanaanya oleh partisipasi
masyarakat. Sedangkan untuk daerah pedesaan umunya didaur ulang menjadi
pupuk.

“Menutup rapat tempat penampungan air memegang peranan penting dalam PSN
DBD yaitu seperti menutup rapat ember, tempayan, baskom, bak mandi, dan lain- lain
(Depkes,2005) dalam Lagu1, Damayati2, & 3, (2017) Perilaku Masyarakat Dalam
Mengubur Barang-Barang Bekas Dalam Upaya Pencegahan Penyakit DBD.

2. Pemusnahan dan pengolahan sampah. Pengolahan sampah dapat dilakukan


dengan berbagai cara, yaitu:
a. Ditanam (land fill)
b. Dibakar (inceneration)
c. Dijadikan pupuk (composing)
2.2.6.5 Penanganan Air Limbah

Pencemaran air tanah adalah suatu keadaan dimana air tanah tersebut telah
mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung
pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 1995).
Ketika limbah cair dibuang ke tanah, partikel tanah berfungsi sebagai filter, mencegah
kandungan limbah yang berukuran besar dan meloloskan cairan untuk meresap ke dalam
tanah. Zat berbahaya yang terlarut dalam air ikut meresap ke dalam tanah mencemari air
tanah yang ada

Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun
tempat-tempat umum lainnya. Pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang
dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Secara garis
besar, air limbah dapat dibagi menjadi:

a) Domestic wastes water (berasal dari rumah tangga). Pada umunya air limbah terdiri
dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, umumnya
terdiri dari bahan-bahan organik.
b) Industrial wastes water ( bearsal dari industri). Pada umumnya mengandung zat-
zat kimia, seperti nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-garam, zat perwarna,
mieneral, logam berat dan zat pelarut. Pengolahannya lebih rumit dibandingkan
dengan air buangan yang lain.
c) Municipal waste water (berasal dari kotapraja). Pada umumnya zat-zat yang
terkandung di dalamnya sama dengan limnah rumah tangga.

Terbatasnya sarana pengolahan limbah (domestik) serta tingginya penggunaan tangki


septik pada daerah pemukiman telah mencemari air tanah dangkal. Pada beberapa
daerah pemukiman di Bandung, Jakarta, Semarang, dan kota lainnya di Indonesia air
tanah dangkal mengandung coli tinja > 2000 MPN/100 ml, deterjen > 0.5 mg/lt, zat
organik >10 mg/ltd dan nitrat > 10 mg/lt (Syarif, 2002).

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran
yang akan terjadi. Bebrapa cara sederhana yang dapat dilakukan antara lain:

1. Dilution (pengenceran). Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang


cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk, cara ini sudah tidak efektif lagi. Di samping itu cara
tersebut juga menimbulkan kerugian, yakni bahaya kontaminasi dan pendangkalan
terhadap badan-badan air sebagai akibat dari pengendapan.
2. Oxidation fonds (kolam oksidasi)
Pada prinsipnya cara ini me ggunakan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan
oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Lokasi kolam harus jauh dari daerah
pemukiman dan di daerah terbuka agar sirkulasi angin lebih baik.
3. Irigasi
Air limbah di alirkan kedalam parit terbuka yang digali dan air akan merembes masuk
kedalam tanah. Hal ini dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga,
perusahaan susu sapi dan rumah potong hewan, karena limbah tersebut mengandung
zat organik dan protein yang tinggi, sehingga dapat juga digunakan sebagai pupuk
tanaman

2.2.7 Penanggulangan Masalah Kesehatan Lingkungan

Tahun 1970-an adalah masa ketika masalah lingkungan sangat mempriahtinkan.


Dengan meningkatnya rasa sinisme masyarakat terhadap institusi pemerintahan di Amerika,
memicu tumbuhnya aktivis-aktivis legislatif dala usaha perservasi lingkungan.

Perawkilan-perwakilan baru dibentuk untuk mengatur kondisi lingkungan, yang


diprakarsai oleh Kongres Amerika pada saat itu. Occupational Health and Safety
Administration (OSHA) dan Nuclear Regulation Commision (NRC) ikut bertanggug jawab
dan membantu dalam usaha melindungi dan meminimalkan bahaya lingkungan terhadap
kesehatan manusia.

Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. pembuatan standar kualitas air dan udara


2. Pemeriksaan dan pemantauan kesehatan
3. Evaluasi terhadap bahaya lingkungan
4. Penerimaan informasi tentang kesehatan yang terkait dengan lingkungan
5. Penyaringan terhadap bahan-bahan kimia baru
6. Pemeliharaan data dasar
7. Menetapkan, mengevaluasi dan mengusahakan agar peraturan-peraturan yang
telah dibuat dapat ditepati.

Dalam menyelesaikan tugasnya untuk menanggulangi permasalahan lingkungan yang


menyebabkan gangguan kesehatan, perawat dapat melakukan pendekatan sebagai berikut.
a) Pendekatan terhadap jaringan organisasi masyarakat, keluarga dan mitra kerja
serta mendorong berbagai kelompok untuk bergabung.
b) Menjelaskan secara rinci bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan yang
kurang sehat.
c) Memperkirakan berbagai kebutuhan, rencana tentang langkah yang akan
diambil
d) Laporan kepada legislatif tentang permasalahan yang ada di lapangan,
kendala, sumber daya yang diperlukan, ketenagakerjaan, dana dan perubahan
yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesehatan masyarakat.
e) Memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan para ahli/pihak tertentu
yang terkait dengan kesehatan lingkungan.
f) Hal-hal lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya serta situasi dan
kondisi yang ada.

Sebuah strategi pembangunan koalisi yang baik harus melihat jauh kedepan serta
membayangkan bagaimana caranya dapat berjuang dalam satu kesatuan yang utuh guna
memecahkan masalah yang dihadapi.

Berbagai strategi kolektif dapat digunakan oleh perawat ketika berkoalisi dengan
orang lain, dengan melakukan intervensi dalam level kelompok tertentu dan memfasilitasi
perubahan yang sesuai dalam masyarakat. Mengorganisir orang-orang untuk memperbaiki
lingkungan dapat dilakukan melalui komninasi dari berbagai strategi kolektif yang anatara
lain:

a) Membangun kelompok sadar kesehatan lingkungan


b) Forum pendidikan di lingkungan tempat tinggal, sekolah, tempat ibadah dan
perkumpulan sosial lainnya.
c) Seminar bagi kalangan provider kesehatan, pegawai pemerintah, guru dan karyawan
umum
d) Perkiraan terhadap kebutuhan masyarakat
e) Penelitian klinis dan analisis politik
f) Penggunaan media masa
g) Lobi kepada badan legislatif
h) Penelitian partisipasi (bersama-sama dan melibatkan semua kalangan)
Keberhasilan implementasi kebijakan tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber
daya yang tersedia. Sumber daya yang dimaksud terdiri dari SDM, sarana dan prasarana,dan
finansial. SDM yang bertugas di bidang epidemiologi penyakit
PENCEGAHAN DAN EDUKASI MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ENDEMIK PENYAKIT BERBASIS . . . . .

Daftar pustaka
Sumijatun, el al. (2005). “Konsep Dasar Keperawatan Komunitas”. EGC

Harahap, A.Y. (2014). Skripsi.” Hubungan Lingkungan Rumah dan Status Imunisasi
terhadap Kejadian kasus campak pada anak dan balita”. Universitas Sumatra Utara.

Wulandari,D.A.(2017).Jurnal.” HUBUNGAN PENGETAHUAN PENCEGAHAN PENYAKIT


TBC DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN TBC PADA KEPALA KELUARGA DI
PADUKUHAN NOLOGATEN, KECAMATAN DEPOK”. STIKES Wira Husada Yogyakarta
(Natania)

Noerjoedianto,D. (2017).Jurnal.Vol.1 No.2. “ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP


MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI
PUSKESMAS KONI KOTA JAMBI”.Universitas Jambi (Natania)

Yuningsih,R. (2017).Jurnal.Vol 20 No.1”Penanggulangan Wabah Penyakit Menular Di


Kabupaten Bantul Tahun 2014”.(fani )

Rumastyo,Y.W (2017).jurnal skripsi. “PERKEMBANGAN DAN PEMBERANTASAN


PENYAKIT FRAMBOESIA DI YOGYAKARTA TAHUN 1946-1978”.Universitas Negeri
Yogyakarta (fani)
Anggraeni,P. (2018).Jurnal.” FAKTOR RISIKO (BREEDING PLACES, RESTING
PLACES, PERILAKU KESEHATAN LINGKUNGAN, DAN KEBIASAAN HIDUP) PADA
KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG.Universitas Pertahanan. (Cia)

Rachmawati,D.D, et al. jurnal. Vol 4, No 3.” Timbulan Limbah Medis Padat dan Penggunaan
Alat Pelindung Diri pada Petugas Limbah Medis Rumah Sakit X Jawa Timur”. Universitas
Airlangga (Novia)

Faizah,A. (2018). Jurnal Vol 6 No 5.”EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM


PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (P2DBD) DI PUSKESMAS
MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2018”. Universitas Diponegoro (cia)

Widianingsih,N, et al. (2019). Jurnal vol 19 No 2. “PERILAKU MASYARAKAT DALAM


UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH (DBD) MELALUI
METODE PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DI DESA KARYALAKSANA
KECAMATAN IBUN KABUPATEN BANDUNG”. Universitas Padjajaran (jhon william)

Setiawan,T.A, et al. {2018}. Jurnal Vol 12. “PENCEGAHAN DAN EDUKASI


MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ENDEMIK PENYAKIT BERBASIS WEB
UNTUK PENINGKATAN KESEHATAN MASYARASTMIK. Widya Pratama Pekalongan
(Novia)
Sali,W, et al. (2018). Jurnal. “Penyuluhan dan Perbaikan Sarana Perlindungan
Penampungan AirDi Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan Tahun
2018”. Poltekes Kemenkes Denpasar. (jhon william)

Gufran, M. et al. (2019). Jurnal Vol IV No 1. “Dampak Pembuangan Limbah Domestik


terhadap Pencemaran Air Tanah di Kabupaten Pidie Jaya”. Universitas
Muhammadiyah Aceh. (yehuda)

Anda mungkin juga menyukai