Anda di halaman 1dari 6

Fariza Widy Athia

14020118140112

 Pengelolaan pesisir di Kepulauan Karimunjawa

Dengan ditetapkannya Kepulauan Karimunjawa menjadi Taman Nasional maka


pengelolaan kawasan konservasi di Kepulauan Karimunjawa dibagi berdasarkan zonasi dan
dimanfaatkan untuk menunjang konservasi alam, pariwisata, peneltian, serta pendidikan. Terdapat
delapan zonasi di Taman Nasional Karimunjawa, zona-zona tersebut adalah zona inti, zona
perlindungan, zona pemanfaatan perikanan tradisional, zona pemanfaatan pariwisata, zona
budidaya, zona rehabilitasi, zona pemukiman, zona religi, budaya, dan sejarah.

Zona inti adalah kawasan yang memiliki kondisi alam baik atau belum diganggu oleh
aktivitas manusia dan berfungsi untuk melindungi keanekaragaman hayati serta ekosistemnya.
Zona perlindunngan adalah zona yang khusus untuk melindungi satwa dan tumbuhan yang rawan
kepunahan karena eksploitasi yang tinggi. Zona pemanfaatan perikanan tradisional adalah
kawasan perairan yang diperuntukkan sebagai daerah pemanfaatan perikanan tradisional oleh
masyarakat. Zona pemanfaatan pariwisata adalah zona untuk pengembangan aktivitas wisata
alam bahari maupun untuk pendidikan, penelitian. Zona budidaya adalah zona yang
diperuntukkan untuk mendukung kepentingan budidaya perikanan seperti budidaya rumput laut,
karamba jaring apung dan sebagainya oleh masyarakat setempat dengan tetap memperhatikan
aspek konservasi. Zona rehabilitasi adalah zona yang diperuntukkan untuk kepentingan
pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan, seperti
penggunaan bom atau bahan kimia beracun. Zona pemukiman adalah zona yang ditetapkan
sebagai pemukiman penduduk. Zona religi, budaya, dan sejarah adalah zona yang
diperuntukkan untuk melindungi nilai-nilai hasil karya budaya, sejarah, arkeologi, maupun
keagamaan, sebagai wahana penelitian, pendidikan dan wisata alam sejarah.

Untuk pengelolaan perikanan di Karimunjawa masih perlu perhatian khusus, karena masih
terdapat nelayan-nelayan yang menggunakan alat yang dilarang. Perikanan tangkap di
Karimunjawa secara umum didominasi oleh penangkapan ikan khususnya jenis tengiri dan tongkol
serta penangkapan ikan karang. Perikanan tangkap di Karimunjawa terus berkembang seiring
pertumbuhan penduduk yang meningkat. Hal ini ditandai oleh semakin beragamnya penggunaaan
alat tangkap di Karimunjawa. Sayangnya sebagian alat tangkap tersebut memiliki sifat merusak
seperti potasium sianida, muroami dan cantrang. Potasium sianida digunakan sebagai alat bius
ikan sehingga ikan-ikan yang bersembunyi dikarang dapat dengan mudah ditangkap ketika
disemprotkan bahan tersebut, nelayan yang menggunakan potasium didorong oleh permintaan
ikan-ikan karang hidup dari Korea dan Hongkong, penggunaan potasium sianida ini ditenggarai
sebagai salah satu penyebab rusaknya terumbu karang karena dalam operasinya menyemprotkan
sianida yang membuat karang-karang mati. Lalu penangkapan ikan dengan muroami yaitu
penangkapan dengan cara menggiring ikan kedalam jaring yang sudah dipasang sebelumnya ini
menargetkan ikan ekor kuning sebagai ikan tangkapan utama. Penangkapan ikan dengan
menggunakan cantrang juga sangat tidak ramah lingkungan karena menangkap ikan dengan cara
menarik jaring sampai dengan dengan ukuran jaring yang sangat kecil. Banyak terumbu karang
yang mati akibat penangkapan jenis ini. Hasil ikan sampingan berupa ikan-ikan kecil juga cukup
besar sehingga menguras sumber daya yang ada di Karimunjawa. Penggunaan alat-alat tangkap
tersebut membuat kondisi lingkungan semakin terdegradasi sehingga sumberdaya ikan pun
semakin menurun. Saat ini muroami dan cantrang sudah tidak beroperasi lagi tetapi potasium
masih cukup banyak digunakan.

Untuk pengelolaan pariwisata di Karimunjawa belum dilakukan secara maksimal terutama


dalam koordinasi dengan instansi terkait. Perlu upaya peningkatan koordinasi antarinstansi terkait.
Namun dengan peningkatan wisatawan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun tetap harus
dikontrol dengan ketat. Sebagai contoh, beberapa wisatawan yang tidak pandai berenang terpaksa
menginjak terumbu karang ketika melakukan snorkeling. Dengan semakin meningkatnya karang
yang mati maka perlu dilakukan pengendalian kegiatan pariwisata di Karimunjawa agar tutupan
karang tidak mengalami degradasi, salah satu caranya yaitu memberikan edukasi kepada para
wisatawan tentang kelestarian lingkungan pesisir dan laut.

 Solusi pengelolaan pesisir agar lebih baik lagi


1. Pengelolaan Pesisir Terpadu

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor, misalnya
perikanan, pariwisata, industri, dan sektor lainnya. Oleh karena itu, pesisir harus dikelola secara
terpadu agar tidak terjadi benturan kepentingan antara sektor yang satu dengan sektor lainnya.
Pengelolaan pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam dan
jasa lingkungan dilakukan melalui pengelolaan secara menyeluruh (Yulianda et al., 2010).
Pariwasata merupakan salah satu sektor di wilayah pesisir yang harus dikelola secara terpadu
dengan sektor lainnya.
Prinsip pertama, pengelolaan berbasis ekosistem dilakukan dengan memandang suatu area
sebagai suatu kesatuan, yang terdiri atas aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Ketiga aspek tersebut
dipandang sebagai kesatuan sistem sosial ekologis. Sistem sosial ekologis didefinisikan sebagai
sistem ekologis yang dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial. Dalam hal ini, sistem
ekologisnya adalah TNKJ, yang dipengaruhi dan mempengaruhi sistem sosial di dalamnya.
Implementasinya, upaya konservasi ekosistem harus dapat mengeliminasi kemiskinan masyarakat.
Hal itu merupakan konektivitas sosial-ekologi yang utama (Adrianto, 2013). Kegiatan ekowisata
bahari di TNKJ tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perikanan, industri, transportasi, dan yang
lainnya. Semuanya harus dipandang sebagai satu ekosistem.

Prinsip kedua, integrasi dan koordinasi merupakan hal penting untuk mencapai pengelolaan
pesisir terpadu. Integrasi dan koordinasi dilakukan pada beberapa sektor secara vertikal, di
antaranya adalah pemerintah, swasta, LSM, nelayan, dan pihak lain dalam mengelola perikanan.
Integrasi juga terjadi antara lingkungan perairan (habitat), tata kelola (kelembagaan), dan sosial.
Integrasi dan koordinasi harus menjamin adanya keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan
wilayah pesisir dan laut yang mencakup empat aspek, yaitu: keterpaduan wilayah ekologis;
keterpaduan sektor; keterpaduan disiplin ilmu; dan keterpaduan pemangku kepentingan (Yulianda
et al., 2010).

Prinsip ketiga, pengelolaan ekowisata bahari dilakukan dengan penyesuaian-penyesuaian


berdasarkan fakta yang terjadi. Konsep pengelolaan yang sudah digariskan dapat berubah jika ada
fakta kejadian yang menuntut perubahan pengelolaan. Jadi, pengelolaan tidak bersifat kaku.
Misalnya: (1) penerapan biaya masuk untuk wisatawan yang mengunjungi TNKJ, yang
sebelumnya tidak dikenakan biaya masuk, (2) edukasi wisatawan mengenai kelestarian ekosistem,
dll.

2. Edukasi masyarakat

Keberhasilan daerah konservasi dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat lokal dan tata
kelolanya. Oleh karena itu pemahaman masyarakat tentang konservasi dan pemanfaatannya sangat
diperlukan. Pihak yang sangat berhubungan dengan kegiatan ekowisata bahari di TNKJ adalah
para pemandu wisata. Mereka yang berhubungan langsung dengan para wisatawan dan
mengarahkannya dalam kegiatan pariwisata. Pemandu wisata harus dibekali dengan pengetahuan
dan pemahaman tentang pemanfaatan kawasan konservasi perairan dan konservasi sumber daya
perairan. Dengan demikian, pemandu wisata dapat mendampingi wisatawan dalam melakukan
kegiatan pariwisata dengan benar. Selain pemandu wisata, wisatawan yang berkunjung ke TNKJ
juga harus dibekali dengan pemahaman tentang perbedaan ekowisata bahari dengan pariwisata
pada umumnya. Kegiatan ekowisata bahari mengharuskan wisatawan mempunyai minat khusus
terhadap pelestarian alam.

Daftar Pustaka:

Balai Taman Nasional Karimunjawa. 2014. Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten
Jepara Provinsi Jawa Tengah.

Ramadhan, Andrian. Tenny Apriliani. 2016. Karakteristik Penangkapan Sumberdaya Ikan di Karimunjawa.

Yuliana, Ernik. 2017. Pengelolaan Ekowisata Bahari di Kawasan Konservasi Perairan Taman Nasional
Karimun Jawa.
 Ketidakserasian antara masyarakat (nelayan), Pemda, dan BTNKJ

Adanya ketidakserasian atau perbedaan kepentingan yang dihadapi TNKJ telah menimbulkan
konflik karena adanya perbedaan interpretasi terhadap aturan (BTNKJ dan Pemda Kabupaten
Jepara dalam hal pemanfaatan ruang dan kewenangan pengelolaan TNKJ) dan antara BTNKJ
dengan masyarakat Karimunjawa karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tujuan
pengelolaan. Menurut para nelayan dengan adanya TNKJ dianggap tidak pernah melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Para nelayan memiliki tingkat
kepercayaan yang masih rendah terhadap BTNKJ. Hal ini disebabkan karena BTNKJ masih belum
mampu menjelaskan aturan yang berlaku kepada nelayan, sehingga kesadaran nelayan untuk patuh
terhadap aturan masih rendah. Komunikasi yang terjalin di antara BTNKJ dan nelayan dapat
dikatakan tidak efektif karena pihak BTNKJ hamper tidak pernah berbaur atau berkomunikasi
dengan para nelayan secara langsung. Para nelayan di Karimunjawa beranggapan bahwa
kepercayaan masyarakat tidak akan terbentuk selama belum terjalin komunikasi yang baik antara
pihak BTNKJ dengan para nelayan. Walaupun media komunikasi sudah dipergunakan oleh pihak
BTNKJ sebagai upaya untuk memberikan informasi kepada nelayan. Akan tetapi, para nelayan
membutuhkan penjelasan lebih rinci dengan adanya penggunaan media tersebut.

Konflik yang masih sering terjadi antara BTNKJ (Pemda) dengan nelayan yaitu mengenai
penentuan zonasi di TNKJ. Penduduk Kepulauan Karimunjawa yang mayoritas bermata
pencaharian sebagai nelayan, sangat menggantungkan hidupnya dari sumberdaya alam laut
terutama perikanan yang ada di sekitar perairan kepulauan Karimunjawa. Hal ini terkadang
membuat nelayan Karimunjawa melanggar fungsi zonasi apabila terdesak oleh kebutuhan hidup
atau kondisi cuaca yang membatasi mereka dalam mencari ikan. Pelanggaran zonasi dapat terjadi
ketika masyarakat yang memiliki berbagai sudut pandang berbeda. Disini akan terjadi cara
pandang yang beda antar pihak karena sudut pandang nelayan akan berbeda dengan BTNKJ yang
lebih memprioritaskan konservasi daripada eksploitasi sumber daya alam. Namun, keberadaan
masyarakat yang lebih dulu ada di banding TNKJ di wilayah kepulauan Karimunjawa harus diakui
dan diperhatikan dalam membuat suatu kebijakan pengelolaan di TNKJ.

Inti persoalan dari konflik yang terjadi adalah masalah kesejahteraan (ekonomi) dan konservasi.
Di satu pihak ada yang ingin mengeksploitasi sumberdaya alam perairan laut Karimunjawa
sedangkan di pihak lain ada yang ingin menjaga kelestariannya agar dapat mendatangkan manfaat
dalam jangka panjang bagi masyarakat meskipun tidak disadari atau kadang tidak dirasakan secara
langsung. Konflik antara nelayan dengan BTNKJ sudah lama terjadi dan tidak ada solusi jelas
dalam penegakan aturan. BTNKJ telah melakukan beberapa intervensi guna menyelesaikan
konflik yang terjadi, diantaranya revisi zonasi yang melibatkan masyarakat, meningkatkan peran
serta masyarakat dalam mengamankan kawasan, dan kolaborasi pemanfaatan sumberdaya alam
laut untuk kegiatan ekowisata. Namun konflik antara nelayan dengan BTNKJ masih tetap terjadi.
Melihat adanya dua kepentingan yang berbeda antara kesejahteraan dengan konservasi maka
konflik kepentingan akan selalu terjadi di kawasan TNKJ. Nelayan dengan sudut pandangnya akan
berpikir bahwa mereka dapat hidup dengan layak dengan mengandalkan sumberdaya alam laut
yang dimiliki oleh perairan kepulauan Karimunjawa yang selama ini menjadi sumber nafkah hidup
mereka. Di pihak lain, BTNKJ selaku pemangku kawasan berkewajiban untuk menjaga
sumberdaya alam yang dimiliki TNKJ agar tetap lestari.

Menurut para nelayan zona inti dekat dengan zona penangkapan ikan dan disekitar kawasan
zona tersebut tidak ada tanda batas yang jelas. Walaupun ada beberapa nelayan yang mematuhi
aturan tersebut karena takut dengan sanksi yang berat akan tetapi masih banyak juga nelayan yang
diam-diam memasuki kawasan zona inti pada malam hari. Menurut nelayan aturan yang berlaku
(zonasi) sangat banyak dan ketat karena aturan tersebut mengurangi daerah tangkapan ikan,
membatasi alat tangkap, serta membatasi jenis ikan yang boleh ditangkap. Sedangkan persepsi
BTNKJ terhadap zonasi TNKJ adalah menguntungkan dan dapat mensejahterakan bagi nelayan
karena ikan yang masuk dapat berkembangbiak di dalam zona inti dan dapat ditangkap kembali
oleh nelayan jika ikan-ikan tersebut sudah besar dan keluar dari zona inti serta dapat menjaga
keseimbangan ekosistem TNKJ.

Daftar Pustaka:

Aulia, Titania. Sarwititi Sarwoprasodjo. 2015. Komunikasi Konflik Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

Mardiyanto, Agus. 2015. Konflik Sumberdaya Alam Laut di Perairan Taman Nasional Karimunjawa (Studi
Kasus Konflik Antara Nelayan Dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa).

Anda mungkin juga menyukai