Anda di halaman 1dari 1

emonstrasi identik dengan berteriak-teriak sembari mengangkat poster berisi suara-

suara tuntutan setinggi-tingginya. Lainnya menyalurkan aspirasi lewat pertunjukan


teatrikal dengan membakar atribut-atribul simbolis. Unjuk rasa menuntut revisi KUHP
dan UU KPK yang kembali digelar di depan Gedung DPR-RI dan Gejayan, Yogyakarta pada
Senin (30/9/2019) pun tak jauh-jauh dari aksi tersebut. Namun, bagaimana jadinya
jika aksi demo dilakukan dengan cara menggunduli kepala? Demonstrasi gundul semacam
ini pernah dilakukan aktor Farouk Afero pada 1973. Tidak sekadar menggunduli
kepala, Farouk melingkarkan jubah yang terbuat dari poster-poster berisi tuntutan
di sekujur tubuhnya. Aktor Farouk Afero yang beken berkat memerankan tokoh-tokoh
jahat sepanjang dekade 1970-an ternyata memiliki rasa kepedulian tinggi kepada
perfilman nasional. Demi melawan diskriminasi terhadap film Indonesia yang
dilakukan Gabungan Pengusaha Bioskop se-Indonesia (GPBSI), Farouk menggelar aksi
yang disebutnya sebagai �demonstrasi gundul sorangan wae�. Pada 8 September 1973
Farouk mencukur habis rambutnya di muka Gedung PWI Jaya. Dia kemudian berjalan kaki
seorang diri dengan kepala plontos menuju Balaikota di Jalan Merdeka Selatan untuk
menyalurkan tuntutan kepada Gubernur Ali Sadikin. Farouk meminta agar pemerintah
bersedia menurunkan kuota film impor. Aksi gundul Farouk Afero menarik perhatian
ribuan pasang mata lantaran dinilai sebagai demonstrasi gundul pertama orang film
dalam melawan diskriminasi jadwal putar. Selain tuntutan kepada pemerintah, Farouk
juga meminta kepada pengusaha bioskop untuk memberlakukan wajib putar film
Indonesia.

Baca selengkapnya di artikel "Gaya Demonstrasi Insan Film Melawan Diskriminasi


Sinema Orba", https://tirto.id/eiZU

Anda mungkin juga menyukai