Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

“Gambaran Trend Dan Kebijakan Serta Permasalahan Terkini Peternakan


Ayam Petelur Di Indonesia”

DISUSUN OLEH:
KELAS A
KELOMPOK 6

MUHAMMAD FAJAR LUKMAN A. 200110170020


NENDEN NOVITA DEWI 200110170106
CHRISTINA MEYLINDA HARAHAP 200110170228
HAEQAL FAHURRAHMAN ELFAKHRIANO 200110170132
MEGA FEBRIA 200110170172
MUHAMMAD REZEKI GANTANA 200110170187
MUHAMMAD HARUN PANANJUNG 200110170254

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia

yang telah diberikan, sehingga Laporan Akhir Praktikum Culling ini bisa diselesaikan

dengan baik. Tidak lupa penulis sampaikan salawat dan salam tercurah limpahkan kepada

Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya, para sahabat sahabatnya dan kepada kita

semua selaku umatnya.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyususnan makalah ini. Semoga, dengan adanya
makalah ini, akan menambah ilmu bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa

makalah ini belum dikatakan sempurna, untuk itu penulis dengan sangat terbuka

menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi pembacanya.

Sumedang, September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................. iii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1


1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 2
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................. 2

II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ..................................................... 3

III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Trend ....................................................................... 6


3.1.1 Sejarah Perunggasan di Indonesia ..................................... 6
3.1.2 Trend Telur Cage Free ..................................................... 8
3.1.3 Trend Ekspor Produk Peternakan ..................................... 9
3.2 Kebijakan.................................................................................. 9
3.3 Permasalan Terkini Peternakan Ayam Layer ............................. 21
3.3.1 Harga Pakan ..................................................................... 21
3.3.2 Harga Acuan Telur ........................................................... 22

IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan .............................................................................. 24


4.2 Saran ......................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 26

iii
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahun

terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi dalam

kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga akan terus

meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan makanan sebagai pemberi zat gizi

bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup, manusia juga

menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan telah

melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu

makanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial. Secara

ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam petelur di Indonesia memiliki

prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, B.

1995).

Besarnya peluang pasar ayam petelur ini merupakan kesempatan yang

sangat potensial untuk mengembangkan peternakan ayam petelur. Bagi seorang

peternak kesalahan pemeliharaan ayam akan menghasilkan pertumbuhan ayam

yang buruk sehingga mengakibatkan hasil produksi menurun. Pemeliharaan ayam

petelur membutuhkan penanganan khusus dan sangat penting untuk diperhatian.

Karena dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan pertumbuhan ayam

yang baik, kondisi ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang rendah dan pada

akhirnya akan menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur yang tinggi.

Bagaimana cara mengoptimalkan produksi ayam petelur? Pertanyaan ini sering kita

jumpai dilapangan. Pelaku bisnis peternakan ayam petelur sering dihadapkan pada

1
situasi dimana ayam petelurnya tidak mampu berproduksi secara optimal. Kunci

utama untuk mencapai produksi yang optimal yaitu manajemen yang baik pada fase

Starter, layer dan grower serta didukung dengan baiknya sistem recording di Farm.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Bagaimana gambaran trend peternakan ayam petelur di Indonesia.

(2) Bagaimana kebijakan mengenai peternak ayam petelur di Indonesia.

(3) Bagaimana permasalahan terkini pada peternakan ayam layer dan solusinya.

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Agar mahasiswa mengetahui gambaran trend peternakan ayam petelur di

Indonesia.

(2) Agar mahasiswa mengetahui kebijakan mengenai peternak ayam petelur di

Indonesia.

(3) Untuk memberikan pengetahuan baru mengenai permasalahan yang

dihadapi peternakan ayam petelur di Indonesia beserta solusinya.

2
II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri

yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan

ayam – ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

memiliki keunggulan antara lain laju pertumbuhannya relatif cepat, mencapai

dewasa kelamin pada umur 5 bulan, roduktivitas tinggi, dapat mencapai produksi

280 butir per tahun dengan bobot sekitar 60 g per butir, efisien dalam penggunaan

pakan, dan tidak memiliki sifat pengeram sehingga dapat berproduksi dalam waktu

relatif panjang (Setyono dkk., 2013).

Fase starter pada ayam petelur adalah saat ayam berumur 0-5 minggu,

biasanya saat fase starter menggunakan kandang tipe postal. Fase starter atau tahap

awal pemeliharaan DOC biasanya disebut tahap pemanasan (brooding period).

Brooding period umumnya dilakukan hingga ayam berumur 6 minggu. Faktor

penting yang harus dilakukan dalam masa pemeliharaan ini adalah mempersiapkan

kandang pemanasan, mengontrol kondisi kandang, pemberian pakan dan minum,

serta melakukan proses seleksi pada akhir masa brooding period (Sari, 2016).

Fase grower merupakan ayam yang sudah memasuki umur 5-10 minggu.
Tipe kandang yang digunakan dapat berupa kandang litter, namun disarankan

menggunakan kandang tipe baterai yang terbuat dari bahan kawat atau bambu agar

pertumbuhan ayam lebih seragam. Pemeliharaan ayam dara atau grower dimulai

sejak ayam berumur 6 minggu (lepas dari masa brooding) hingga berumur 18

minggu. Seekor ayam yang telah melewati fase grower biasa disebut pullet. Hal

yang harus diperhatikan pada fase ini adalah persiapan kandang yang baik,

3
mengatur pakan dan minum, mengontrol teknis pemeliharaan, hingga melakukan

program vaksinasi dan pencegahan penyakit (Sari, 2016).

Fase layer atau masa produksi (umur di atas 16 minggu) umumnya

menggunakan kandang baterai. Kandang baterao merupakan kandang yang di mana

satu kandang berisi satu ayam, bentuknya berjajar-jajar dan dipisahkan dari ayam

lainnya. Berdasarkan umur, ayam yang sudah berumur 18 minggu sudah masuk ke

dalam periode bertelur. Pullet yang dipelihara sendiri dapat langsung dimasukkan

ke kandang baterai atau kandang produksi, namun jika membeli pullet diperlukan

beberapa penanganan awal agar ayam tidak stres. Pullet yang dibeli harus
ditempatkan di lokasi teduh, setelah itu pindahkan ke kandang baterai dan

sebaiknya jangan ditimbang dahulu agar tidak stres. Beri air minum secukupnya

dengan campuran gula merah dan vitamin C serta beri pakan starter dan grit selama

10-14 hari (Sari, 2016).

Pemeliharaan ayam ras petelur biasanya dilakukan dengan sistem baterai,

yaitu ayam dipelihara dalam kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari

permukaan tanah dengan dasar kandang yang berlubang, sehingga kotoran akan

jatuh dan bertumpuk di bawah kandang. Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan

setiap harinya cukup banyak, rata-rata per ekor ayam 0,15 kg. Kotoran ayam sering

dianggap sebagai penyebab pencemaran pada lingkungan sekitar usaha peternakan

ayam. Adanya usaha peternakan ayam mulai dirasakan mengganggu warga sekitar.

Hal ini dikarenakan dekatnya usaha peternakan ayam dengan pemukiman

masyarakat serta rendahnya kesadaran peternak untuk mengolah limbah yang

dihasilkan. Permasalahan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah

timbulnya bau amoniak yang menyengat dan tingginya jumlah populasi lalat

(Marconah, 2012).

4
Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna.

Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa organik

lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula

bentuk nitrogen anorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam atau kotoran ternak

pada umumnya sangat bervariasi bergantung pada jenis, keadaan individu, dan

makanan yang dimakan ternak (Murtidjo, 2001).

Mengolahan kotoran ayam yang sudah umum dilakukan adalah dengan

menjadikannya pupuk. Kandungan pupuk kandang dari kotoran ayam baik padat

maupun cair mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium yang cukup tinggi

dibandingkan dengan pupuk kandang lainya (Setyamidjaja, 1986).

5
III

PEMBAHASAN

3.1 Tren Peternakan Ayam Petelur di Indonesia


3.1.1 Sejarah Perunggasan di Indonesia

Ada 3 tahap dalam sejarah perunggasan di Indonesia, yaitu:

1) Tahap Perintisan (1953 – 1960)

Pada tahap ini para pecinta ayam impor yang tergabung dalam wadah

GAPUSI (Gabungan Peternak Unggas Indonesia) mengimpor ayam jenis White


Leghorn (WL), Whole Island Red, New Hampire, dan Australop yang peruntukkan

untuk hiburan saja tidak untuk tujuan komersil. Selain itu GAPUSI juga

mengadakan kegiatan penyilangan terhadap breed murni ayam impor dengan ayam

lokal.

2) Tahap Perkembangan (1961 - 1970)

Pada tahap ini di tahun 1967 diadakan pameran ternak unggas nasional dan

juga dibarengi dengan kegiatan bimbingan masyarakat untuk memasyarakatkan

unggas ke peternak. Tujuannya adalah guna meningkatkan konsumsi protein sekitar


5 gram/kapita/hari. Pada saat itu komsumsi protein hewani masih 3,5

gram/kapita/hari.

3) Tahap Pertumbuhan (1970 - 1980)

Pada tahap ini di tahun 1971 tepatnya tanggal 2 Maret diadakan pameran

ternak ayam di Istana Presiden. Tahun 1978 diadakan kembali sosialisasi atau

bimbingan masyarakat kepada peternak mengenai peternakan ayam broiler. Pada

tahun 1980 industri perunggasan dari hulu ke hilir produksinya mengalami

peningkatan yang cukup pesat sehingga dapat menggantikan protein heani yang

berasal dari kerbau/sapi. Namun sayangnya masa keemasan tersebut harus hilang

6
akibat krisis moneter yang menimpa Indonesia tahun 1998 yang memyebabkan

para peternak mengalami kebangkrutan.

Ayam liar atau ayam hutan adalah ayam yang pertama kali dipelihara oleh

masyarakat Indonesia. Ayam liar tersebut merupakan bagian dari kehidupan

masyarakat Indonesia yang pada saat itu sangat dekat dengan alam bebas. Pada

periode 1940-an, masyarakat mulai mengenal ayam lain selain ayam liar. Pada saat

itu masyarakat mulai membedakan antara ayam orang Belanda dengan ayam liar

Indonesia. Ayam liar Indonesia tersebut kemudian diberi nama ayam kampong

sedangkan ayam orang Belanda dikenal dengan sebutan ayam negeri. Hingga akhir
periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Pada

saat itu, sifat ayam dipandang sebagai ayam kampung saja. Ayam yang pertama

kali masuk dan mulai diternakan pada periode ini adalah ayam ras petelur white

leghorn yang kurus dan umumnya diternakan setelah masa produktifnya (Rasyaf,

2001).

Tahun 1990-an, peternakan ayam broiler mulai meningkat. Ayam ini

diusahakan untuk diambil dagingnya. Ayam petelur dwiguna atau yang lebih
dikenal dengan ayam petelur coklat juga mulai meningkat jumlahnya. Disinilah

masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur

yang handal dan pedaging yang enak. Setelah diketahuinya keuntungan yang

didapat dalam beternak ayam ras maka mulai terjadi persaingan yang cukup berarti

antara menghasilkan telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam

kampung. Persaingan juga terjadi diantara peternak ayam sehingga peternakan

ayam petelur semakin banyak (Rasyaf, 2001).

7
3.1.2 Tren Telur Cage Free

Egg Cage Free atu Free range eggs adalah telur yang berasal dari ayam yang

dibiarkan bebas berkeliaran di rerumputan. Karena di beberapa Negara Eropa tidak

memperbolehkan praktek ternak ayam dikandang baterai. Pada tahun 2014,

sebanyak 62% masyarakat California menyatakan bahwa mereka lebih memilih

mengkonsumsi makanan yang berada di restoran yang menyediakan telur cage free.

Sebuah Farm Animal Welfare Survey ditahun yang sama menemukan sekitar 76%

masyarakat Amerika Serikat, bersedia membyar lebih untuk ayam broiler, telur dan

dairy yang dipelihara dengan mengutamakan prinsip hewani. Dengan mulai


maraknya tren egg cage free ini banyak perusahaan besar seperti McDonald’s

hingga Walmart menyatakan komitmennya untuk hanya menjual telur Cage Free

atau bebas hingga tahun 2025 di AS. Diperlukan 200 juta ekor ayam tambahan cage

free, jika angka permintaan pada perusahaan besar banyak.

Untuk di Negara Indonesia sendiri Tren Free Cage System ini diperkirakan

akan menjadi tantangan berikutnya bagi perunggasan Indonesia, setelah tantangan

perdagangan dan pelarangan antibiotic growth promoter (AGP). Kesmavet


Syamsul Ma’arif menyatakan bahwa isu cage free system merupakan bagian dari

tugasnya dalam bidang animal welfare. Menurut Dawn Neo selaku Corporate

Outrach Asia Farm Animal Welfare menjelaskan bahwa cage system ini bukan

berarti ayam dilepaskan begitu saja di halaman tanpa pengawasan, tetapi juga bisa

dimaknai sistem perkandangan dalam ruang tertutup tanpa kandang baterai.

Menurut Sarwono (1995) dari sebutir telur ayam dapat menyumbang

kecukupan gizi bagi masyarakat, telur ayam terdiri dari 10% kerabang ( kulit telur,

cangkang), 60% putih telur dan 30% kuning telur. Menurut North dan Bell (1990)

kandungan dari zat-zat makanan kuning telur yaitu protein 17,5%, lemak 32,5%.

8
3.1.3 Tren Ekspor Produk Peternakan

Tren ekspor produk pertanian merupakan bukti keberhasilan dalam

peningkatan daya saing petani maupun peternak Indonesia dalam menghasilkan

produk pertanian. Usaha Indonesia untuk meningkatkan produktivitas, daya saing,

sekaligus kemampuan untuk memenuhi standar dan aturan internasional adalah

kunci bagi produk pertanian Indonesia untuk bisa tembus ke pasar Internasional.

Produk pertanian punya standar khusus dalam perdagangan internasional,

bahkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengeluarkan mekanisme terkait

Sanitary and Phytosanitary (SPS) dengan tujuan menjaga manusia, hewan, dan
tumbuhan dari penyakit, hama, dan kontaminasi. Peternak Indonesia mengekspor

17.340 ekor bibit ayam petelur (day old chicken full stock layer/DOC FS Layer) ke

Timor Leste melalui Bandara Ngurah Rai, Bali (Lestari, 2018). Ekspor produk

peternakan Indonesia ini adalah bukti bahwa petani dan peternak di Indonesia

mampu memenuhinya.

Tren peningkatan ekspor hewan hidup ini sekaligus membuktikan

keseriusan Indonesia dalam menerapkan sistem biosekuriti berbasis kompartemen


bebas penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI). Sistem ini merupakan jaminan

dalam kesehatan hewan yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan

Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian dengan melakukan sertifikasi bagi

perusahaan yang akan melakukan ekspor.

3.2 Kebijakan

Pemerintah Indonesia memberikan dukungan yang cukup besar terhadap

perkembangan peternakan ayam ras petelur. Hal ini dibuktikan dengan

dikeluarkannya beberapa kebijakan yang mengatur keberadaan dan

9
keberlangsungan usaha peternakan ayam ras petelur dari mulai pengadaan sapronak

sampai ke pemasaran. Kebijakan tersebut dilakukan dalam upaya meningkatkan

pengembangan peternakan ayam ras petelur baik dari segi kualitatif maupun

kuantitatif, serta dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak dan memperluas

kesempatan kerja.

Kebijakan Pemerintah Mengenai Peternakan Ayam Layer di Indonesia

(Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang “Pedoman Budi Daya Ayam Pedaging dan

Ayam Petelur yang Baik”). Kebijakan ini menggantikan kebijakan sebelumnya


yaitu, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 425/Kpts/OT.201/7/2001 tentang

Pedoman Budi Daya Ternak Ayam Petelur Yang Baik, kebijakan tersebut dicabut

atau dinyatakan sudah tidak berlaku lagi kemudian digantikan dengan Peraturan

Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 31/Permentan/OT.104/2/2014

tentang “Pedoman Budi Daya Ayam Pedaging dan Ayam Petelur yang Baik”.

Pedoman Budi Daya Ayam Petelur ini ada pada lampiran II Peraturan

Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 31/Permentan/OT.104/2/2014, dan


di resmikan pada tanggal 24 Februari 2014.

1) Pengertian Ayam Layer

Pada Bab I lampiran II menjelaskan bahwa Ayam Petelur merupakan salah

satu komoditas unggas yang mempunyai peran penting dalam menghasilkan telur

dan daging untuk mendukung ketersediaan protein hewani, bulu, dan kotoran yang

dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri dan pupuk organik. Telur ayam telah

mendominasi produk telur sebagai konsumsi masyarakat, sehingga permintaan

telur ayam terus meningkat.

10
Budi daya ayam petelur mempunyai keunggulan antara lain: 1) telah

menjadi salah satu bidang usaha yang diterima dan dikembangkan oleh masyarakat;

2) teknologi budi dayatelah dikuasai; 3) mendukung usaha pertanian dan perikanan;

4) merupakan komoditas andalan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi; 5)

perputaran modal relatif cepat;dan 6) dapat menampung tenaga kerja yang cukup

besar terutama di kawasan pedesaan.

Dengan berbagai keunggulan tersebut, budi daya ayam petelur perlu lebih

dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak,

perusahaan peternakan, dan masyarakat.


2) Maksud dan Tujuan

Maksud Maksud ditetapkannya Peraturan Menteri ini sebagai dasar bagi

peternak dan perusahaan peternakan dalam melakukan budi daya ayam petelur

yang baik, dan bagi Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah

kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan pelaporan sesuai

dengan kewenangannya.

Tujuan ditetapkannya Peraturan Menteri ini untuk; 1) meningkatkan


produksi dan produktivitas; 2) mewujudkan budi daya ayam petelur yang sehat dan

ramah lingkungan; 3) meningkatkan mutu dan keamanan hasil ayam petelur; 4)

meningkatkan ketersediaan protein hewani; 5) meningkatkan daya saing; 6)

menciptakan lapangan pekerjaan; dan 7) meningkatkan pendapatan peternak,

perusahaan peternakan, dan masyarakat.

3) Sarana dan Prasarana

Pada Bab II menjelaskan Sarana dan Prasarana yang harus dipenuhi dalam

Budi Daya Ayam Layer adalah :

11
a) Prasarana

Lahan dan Lokasi

Lahan dan lokasi budi daya ayam petelur harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut :

 Upaya Kelestarian Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL/UPL);

 sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK), atau Rencana Detail Tata

Ruang Daerah (RDTRD);


 letak dan ketinggian lokasi dari wilayah sekitarnya memperhatikan

topografi dan fungsi lingkungan serta bebas dari bakteri patogen yang

membahayakan ayam petelur dan mudah diakses atau terjangkau alat

transportasi.

Air dan Sumber Energi

Tersedia cukup air bersih sesuai dengan baku mutu dan sumber energi

yang cukup sesuai kebutuhan dan peruntukannya.


b) Sarana

1) Bangunan

Bangunan untuk usaha budi daya ayam petelur yang baik, meliputi jenis

bangunan, konstruksi bangunan, dan tata letak bangunan.

 Jenis Bangunan

Jenis bangunan terdiri atas:

 kandang anak ayam petelur (starter) dan kandang pembesaran;

 kandang ayam petelur (layer);

 kandang isolasi ayam sakit;

12
 gudang penyimpanan pakan, peralatan, dan tempat penyimpanan obat;

 gudang penyimpanan telur;

 saluran air, bak air, bak pengolah limbah (digester);

 tempat pemusnahan/pembakaran bangkai ayam;

Ukuran kandang, sebagai berikut:

 Konstruksi Bangunan
Konstruksi bangunan dilengkapi antara lain dengan:

 ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara dengan baik;

 saluran limbah dan pemanfaatannya;

 gudang penyimpanan pakan, obat dan peralatan yang mampu

memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan higienis;

 dan kandang yang menjamin ternak terhindar dari kecelakaan dan

kerusakan fisik.

13
 Tata Letak Bangunan

Penataan letak bangunan kandang memperhatikan drainase, dan

mendapat sinar matahari yang cukup. Penataan letak bangunan kandang dan

bangunan lainnya di dalam lokasi budi daya ayam petelur sebagai berikut:

 dikelilingi bangunan pagar setinggi 2 (dua) meter dengan pintu masuk

tunggal (one way system) untuk kendaraan dan orang yang selalu

tertutup, dan dilengkapi dengan alat desinfeksi;

 bangunan kantor dan mess karyawan/pengelola budi daya terpisah dari

kandang dan dibatasi dengan pagar rapat;


 jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang

minimal 25 (dua puluh lima) meter;

 bangunan kandang, kandang isolasi, dan bangunan lainnya ditata agar

aliran air, saluran pembuangan limbah, udara dan penghantar lain tidak

menimbulkan penyakit;

 posisi kandang membujur dari barat ke timur dan sebaliknya untuk

mengurangi sinar matahari langsung; dan


 jarak antara lokasi budi daya ayam petelur dengan lokasi budi daya

unggas lainnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis risiko.

 Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan

Dalam melakukan budi daya ayam petelur yang baik perlu memiliki

alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan, antara lain:

 induk buatan (brooder);

 pelingkar (chick guard);

 tempat pakan (feeder);

 tempat minum (waterer);

14
 alat pensuci hama;

 alat penerangan;

 alat pembersih kandang;

 karung dengan kantong plastik di bagian dalam;

 timbangan; dan peralatan kesehatan hewan yang diperlukan.

2) Pakan

Pakan yang diberikan berasal dari pakan yang diolah sendiri atau

pakan yang telah terdaftar dan berlabel. Pemberian pakan disesuaikan dengan

jumlah dan kebutuhan nutrisi sesuai umur atau periode pertumbuhan. Pakan
yang diolah sendiri harus diuji dengan pengambilan sampel oleh petugas

pengawas mutu pakan untuk dilakukan pengujian di laboratorium pengujian

mutu pakan yang terakreditasi baik milik Pemerintah maupun swasta untuk

menjamin kandungan nutrisi dan keamanan pakan.

3) Obat Hewan

 obat hewan yang dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan

harus memiliki nomor pendaftaran.


 obat hewan yang digunakan sebagai imbuhan dan pelengkap pakan

meliputi premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan

peruntukannya; dan

 penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan di bidang obat hewan.

4) Kesehatan Hewan

Dalam budi daya ayam petelur yang baik harus diperhatikan kaidah

kesehatan hewan. Kaidah kesehatan hewan tersebut antara lain: situasi

penyakit, tindakan pengamanan penyakit dan pelaksanaan biosekuriti.

15
 Situasi Penyakit

Ayam petelur yang akan dibudidayakan harus bebas dari penyakit

unggas berbahaya yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, seperti: Avian

Influenza (AI), New Castle Disease (ND), Fowl Cholera, Infectious Bursal

Disease (IBD/Gumboro), Salmonellosis (S. pullorum; E. enteridis), dan

penyakit unggas lainnya.

 Tindakan Pengamanan Penyakit

 Membatasi mobilitas orang, hewan, alat angkut, dan peralatan keluar

masuk komplek perkandangan yang memungkinkan dapat


menularkan suatu penyakit;

 Melakukan desinfeksi terhadap orang, kandang, bahan dan peralatan

lainnya yang dilakukan dalam budi daya;

 Melakukan pembersihan dan penyucian kandang baik terhadap

kandang baru atau kandang yang telah dikosongkan;

 Menjaga kebersihan dan sanitasi seluruh komplek lokasi peternakan

sehingga memenuhi syarat higienis;


 Melakukan tindakan pemusnahan bangkai ayam;

 Pengamanan ayam sakit yang terkena penyakit menular berikut

bahan tercemar yang tidak dapat didesinfeksi, di bawah pengawasan

petugas setempat, agar tidak dibawa keluar komplek budi daya

setelah penetapan diagnosa penyakit oleh dokter hewan;

 Melakukan vaksinasi terhadap ayam petelur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan

hewan; dan

 Melakukan pengolahan limbah peternakan.

16
 Pelaksanaan Biosekuriti

Pelaksanaan biosekuriti pada budi daya ayam petelur yang baik pada

peternakan, sebagai berikut:

a) Tata Laksana

 lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk dan di pintu

masuk tersebut dilakukan penyemprotan desinfektan;

 tata letak bangunan/kandang sesuai dengan peruntukannya;

 rumah tempat tinggal, kandang ayam petelur dan kandang hewan lain

ditata pada lokasi yang terpisah;


 pemilik/manajer harus mampu membatasi masuknya orang, hewan

dan peralatan ke peternakan;

 area parkir efektif, berpagar dan gerbang;

 prosedur pelaporan yang ketat keluar masuknya staf dan pengunjung

ke peternakan; dan gunakan tanda di pintu gerbang dan di kantor.

b) Tindakan Desinfeksi dan Sanitasi

 desinfeksi dilakukan pada setiap kendaraan yang keluar masuk lokasi


peternakan;

 tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci tangan

disediakan dan diganti setiap hari dan ditempatkan di dekat pintu

masuk lokasi kandang/peternakan;

 pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk material,

hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran unggas, alas kandang,

liter, rak telur yang dapat membawa penyakit unggas;

 semua material dilakukan desinfeksi dengan desinfektan sebelum

masuk maupun keluar lokasi peternakan;

17
 pembatasan secara ketat keluar masuk orang dan kendaraan dari dan

ke lokasi peternakan;

 setiap orang yang menderita sakit yang dapat membawa penyakit

unggas agar tidak memasuki kandang;

 setiap orang yang akan masuk dan keluar lokasi kandang, harus

mencuci tangan dengan sabun/desinfektan dan mencelupkan alas kaki

ke dalam tempat/bak cairan desinfektan;

 setiap orang yang berada di lokasi kandang, harus menggunakan

pelindung diri seperti pakaian kandang, sarung tangan, masker


(penutup hidung/mulut), sepatu boot dan penutup kepala;

 mencegah keluar masuknya tikus, serangga, dan unggas lain seperti

itik, entok, burung liar yang dapat berperan sebagai vektor penyakit

ke lokasi peternakan;

 kandang, tempat makan dan minum, tempat pengeraman ayam, sisa

alas kandang/litter dan kotoran kandang dibersihkan secara berkala

sesuai prosedur; tidak diperbolehkan makan, minum, meludah, dan


merokok selama berada di lokasi kandang;

 tidak membawa ayam petelur yang mati atau sakit keluar dari area

peternakan;

 ayam petelur yang mati di dalam area peternakan harus dibakar dan

dikubur sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

 kotoran ayam petelur diolah misalnya dengan dibuat kompos sebelum

kotoran dikeluarkan dari area peternakan; dan

 air kotor hasil proses pencucian agar langsung dialirkan keluar

kandang secara terpisah melalui saluran limbah ke dalam tempat

18
penampungan limbah sehingga tidak tergenang di sekitar kandang

atau jalan masuk lokasi kandang.

5) Pelestarian Fungsi Lingkungan

Dalam melakukan budi daya ayam petelur yang baik harus

memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan, antara lain:1) Mencegah

pencemaran lingkungan dan timbulnya erosi; 2) Mencegah suara bising, bau

busuk, serangga, tikus, dan pencemaran air; 3) Mencegah unit pengolahan

limbah kotoran ayam petelur sesuai dengan kapasitas produksi untuk

menghasilkan pupuk organik; 4) Membuat tempat pembakaran atau penanaman


bangkai ayam yang mati; 5) Membuat saluran dan tempat pembuangan kotoran;

dan 6) Membuat sirkulasi udara yang memadai serta cukup mendapatkan

cahaya.

6) Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terlibat dalam budi daya ayam petelur harus

memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut: 1) Berbadan sehat; 2)

Mempunyai keterampilan sesuai dengan bidangnya dan memahami risiko


pekerjaan; dan 3) Menerapkan keselamatan dan keamanan kerja sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap peternakan ayam ras

Indonesia, salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan dibentuknya

Keputusan Presiden No.22 tahun 1990 tentang pembinaan usaha peternakan

ayam ras yang menggantikan Keputusan Presiden No. 50 tahun 1981. Ringkasan

dari keputusan tersebut antara lain (1) meningkatkan kesempatan berusaha,

ekspor dan kesejahteraan rakyat melalui usaha peternkana ayam ras dan (2)

19
Menteri Pertanian membimbing dan membina peternakan ayam ras petelur dan

pedaging.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH),

Kementan mendorong pengembangan dan Kemandirian Pakan. Hal ini

disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut

Diarmita pada Pertemuan Komisi Pakan (Kompak) I di Tahun 2019. Pertemuan

ini membahas pengelolaan jagung berkelanjutan sebagai bahan pakan unggas,

batasan maksimum penggunaan Distillers Dried Grain With Solubles (DDGS)

sebagai subsitusi jagung, pengembangan pakan alternatif untuk unggas,


kelayakan usaha pemanfaatan lahan perhutanan sosial untuk Silvopastura

peternakan. Pemerintah berkomitmen untuk terus dapat menyiapkan

ketersediaan pakan yang terjangkau dan berkualitas bagi peternak khususnya

untuk mendukung keberlanjutan program unggulan Kementan yakni Program

BEKERJA yaitu kegiatan peningkatan kesejahteraan petani-peternak melalui

budidaya unggas (ayam lokal dan itik).

Pada tahun 2017 Permentan telah disempurnakan untuk mengakomodir


permasalahan ayam petelur sehingga, diterbitkanlah Permentan

32/Permentan/PK.230/9/2017 Tahun 2017 yang mengatur tentang penyediaan,

peredaran dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi. Dirjen Peternakan dan

Keswa No. 3035/KPts/PK.010/F/3/2017 tentang pengurangan DOC FS Broiler,

DOC FS Jantan Layer dan FS Layer. Dengan adanya kebijakan Kepmentan 3035

Tahun 2017 berfungsi untuk menjaga keseimbangan industri perungggasan

tetap berkembang dan memberikan kontribusi kepada Negara melalui

penyediaan bahan pangan asal ternak yang berkualitas dengan harga terjangkau,

serta dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

20
Beberapa kebijakan tersebut antara lain dituangkan dalam Surat

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 362/kpts/TN/120/5/1990 tentang

ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin dan pendaftaran usaha

peternakan. Dalam SK. Mentan tersebut dijelaskan bahwa untuk usaha

peternakan yang jumlahnya 10.000 ekor ayam petelur dewasa atau dibawahnya,

maka termasuk kategori peternakan rakyat. Dalam pendiriannya, usaha

peternakan rakyat ini tidak perlu izin usaha, tetapi cukup didaftarkan saja. Hal

ini merupakan peluang yang dapat memicu berkembangnya agribisnis

perunggasan terutama ayam ras petelur. Kemudahan dalam perizinan telah


mendorong berkembangnya peternakan ayam ras petelur, yang pada akhirnya

dapat memacu peningkatan konsumsi dan produksi telur ayam di Indonesia.

Di pihak lain, yakni Kementerian Perdagangan sesuai kewenangannya

juga telah menerbitkan Permendag Nomor 27 Tahun 2017, tentang Penetapan

Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di konsumen. Hal

itu sebagai upaya untuk perlindungan terhadap harga Live Bird dan telur ayam

di tingkat peternak. Selain itu, untuk mengendalikan para broker, Kemendag


juga telah menetapkan regulasi berupa keharusan setiap broker terdaftar di

Kemendag. (Dede S, 2018).

3.3 Permasalah Terkini Peternakan Ayam Layer

3.3.1 Harga Pakan

Pakan utama pada ayam layer adalah jagung. Harga jagung naik otomatis

harga ayam layer juga ikut naik. Dan harga ayam petelur pada saat ini diatas Rp.

20.000/ kg. Ketua Dewan Jagung Nasional Tony J. Kristianto mengatakan, saat ini

harga jagung di tingkat petani telah menembus Rp4.000/kilogram (kg). Level harga

21
tersebut terus naik sejak April 2019, setelah masa panen raya jagung yang

berlangsung pada Februari—Maret 2019 berakhir. (Andri, Y. 2019). Secara teori,

setiap kenaikan harga pakan sebesar Rp100/kg, idealnya diikuti kenaikan harga

telur Rp300/kg (Anam, 2018).

Solusi yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan mendatangkan

jagung sebagai pakan utama ayam. Dengan begitu, maka harga jagung menjadi

terjangkau peternak dan dapat menekan ongkos produksi. Dengan proses produksi

yang efisien, maka peternak masih bisa memperoleh untung saat harga telur turun.

Untuk keperluan itu, pemerintah tidak harus melakukan ekspor jagung, tapi
bisa mendatangkan jagung dari produsen jagung. Dengan cara itu, selain dapat

memberikan akses pasar bagi petani, pemerintah juga tidak perlu melakukan impor

jagung yang bisa berdampak mengganggu cadangan devisa.

3.3.2 Harga Acuan Telur

Harga acuan telur yang ditetapkan pemerintah dengan ketentuan harga

terbawah Rp17.000/kg dan Rp19.000/kg sudah tidak memadahi lagi karena harga

pakan yang meningkat. Dengan kenaikan doc dan pakan mestinya harga telur naik
lebih tinggi. Namun hingga bulan september 2018, harga telur justru turun tajam

menjadi Rp15.600-Rp16.000/kg lebih rendah dari harga sepekan sebelumnya yang

mencapai Rp16.500-Rp17.000/kg. Padahal untuk memperoleh keuntungan,

setidaknya harga telur mencapai Rp19.000/kg karena harga pokok produksinya

mencapai Rp18.000/kg (Anam, 2018).

Turunnya harga telur diduga terkait dengan peningkatan produksi. Hal itu

terjadi karena ada kenaikan produksi dampak dari penggantian ayam petelur afkir

yang dijual pada Lebaran lalu. Saat ini, ayam pengganti ayam afkir berada pada

puncak produksi. Rerata produksi telur dalam dua pekan terakhir di Blitar mencapai

22
800 ton/hari, padahal saat normal produksi telur di kisaran 450-600 ton saja (Anam,

2018). Padahal peternak sudah mematuhi imbauan pemerintah mengurangi masa

produksi ayam dari 24 bulan menjadi 22,5 bulan.

Solusi yang bisa dilakukan pemerintah yaitu melakukan operasi pasar untuk

membeli telur dari peternak dan memperluas pasar telur dengan konsep kerja sama

dalam jangka panjang sehingga harganya bisa bertahan stabil. Selain itu, bisa

dilakukan memperluas pasar telur dengan sistem kontrak ke daerah-daerah. Contoh

yang sudah berhasil yaitu TPID Blitar dengan Pemprov DKI dengan permintaan

sebanyak 250 ton/bulan (Anam, 2018).


Saat ini, berdasarkan surat edaran Nomor 82/M-DAG/SD/1/2019 tertanggal

29 Januari 2019, harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat

peternak untuk periode Januri-Maret 2019 ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per

kilogram untuk batas bawah dan Rp 22 ribu per kilogram untuk batas atas.

Sementara itu, aturan juga mengatur harga penjualan di konsumen Rp 34 ribu per

kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 23 ribu per kilogram untuk telur ayam ras.

Perubahan untuk harga khusus dikarenakan harga daging ayam ras dan telur ayam
ras berada di atas harga acuan. (Michael, 2019).

23
IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

(1) Tren peternakan ayam petelur di Indonesia dimulai dari sejarah

berkembangnya peternakan ayam petelur di Indonesia yang di mulai dari

tahun 1990-an dimana peternak menggunakan sistem kandang baterai

kemudian muncul tren telur cage free yaitu telur yang berasal dari ayam

yang dibiarkan bebas berkeliaran di rerumputan, hingga kebutuhan telur

ayam yang semakin meningkat sehingga muncul kegiatan impor dan ekspor

bibit ayam petelur.

(2) Kebijakan Pemerintah Mengenai Peternakan Ayam Layer di Indonesia

diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang “Pedoman Budi Daya Ayam

Pedaging dan Ayam Petelur yang Baik”. Sedangkan untuk mengakomodir

permasalahan ayam petelur, telah diatur dalam Permentan

32/Permentan/PK.230/9/2017 Tahun 2017 yang mengatur tentang

penyediaan, peredaran dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.

(3) Permasalahan yang sedang terjadi dalam lingkup peternakan ayam petelur

di Indonesia yaitu mahalnya harga jagung yang merupakan pakan ayam

petelur.

24
4.2 Saran

Pemerintah seharusnya lebih memeperhatikan peternak ayam petelur

dengan sering melakukan survey harga telur agar kondisinya lebih stabil sehingga

kesejahteraan peternak lebih terjamin.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anam, C. 2018. Peternak Ayam Petelur Blitar Minta Pemerintah Revisi Harga
Acuan. (Online) https://surabaya.bisnis.com/read/20180925/532/842003/
peternak-ayam-petelur-blitar-minta-pemerintah-revisi-harga-acuan (diakses
pada 8 September 2019)

Andri, Y. 2019. Iklim Kering, Siap-Siap Harga Jagung Makin Mahal.


https://ekonomi.bisnis.com/read/20190705/12/1120481/iklim-kering-siap-
siap-harga-jagung-makin-mahal (diakses pada 3 september 2019)
Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler).
Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
http://trobos.com ( 6 september 2019 )
Hy-Line International. 2010. Hy-Line Brown Intensive Systems Performance
Standards. http://www.hyline.com/redbook/performance. B. Kanisius.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Lelystad, P.V. 2004. Welfare Aspects Of Various Systems For Keeping Laying
Hens. The EFSA Journal (197): 1-23

Lestari, M. 2018. Peternak RI Ekspor Belasan Ribu Bibit Ayam Petelur ke Timor
Leste. (Online). https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
4201555/peternak-ri-ekspor-belasan-ribu-bibit-ayam-petelur-ke-timor-leste
(diakses pada 8 September 2019).
Marconah. 2012. Beternak Ayam Petelur. Jakarta: Balai Pustaka.
Michael, R. 2019. Jagung Mahal, Kemendag Terapkan Harga Khusus Daging
Ayam dan Telur. https://katadata.co.id/berita/2019/01/31/jagung-mahal-
kemendag-terapkan-harga-khusus-daging-ayam-dan-telur (diakses pada 3
September 2019).
Murtidjo, B. A. 2001. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta :
Penerbit Penebar Swadaya.
North, M.O and D.D Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual.4th Ed.
Chapman and Hall. London.
Permentan RI NO 31/Permentan/OT.140/2/2014

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

26
Sari, N. 2016. Kiat Sukses Beternak Ayam Petelur. Jakarta: Lumentha Publishing

Sejati, Wahyuning K. 2011. Analisis Kelembagaan Rantai Pasok Telur Ayam Ras
Peternakan Rakyat Di Jawa Barat. Volume 9 No 2 Juni 2011: 183- 198
https://media.neliti.com/media/publications/53529-ID-analisiskelembagaan-
rantai-pasok-telur.pdf (Diakses pada 1 September 2019)
Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta : CV. Simplex
Setyono, D.J., Maria, U., dan Sri, S. 2013. Sukses Beternak Ayam Petelur. Jakarta:

Susanti, Dede. 2018. Pembenahan Hulu-Hilir bikin Peternak Ayam Untung.


https://mediaindonesia.com/read/detail/150003-pembenahan-hulu-hilirbikin-
peternak-ayam-untung (diakses pada 1 September 2019)
Widya, Maya. 2014. Subsistem Agribisnis Hulu. (Online)
https://blog.ub.ac.id/mayaik awidya/2014/02/24/subsistem agribisnis-hulu/.
(4 september 2019 ).
www.bisnis.tempo.co ( 4 september 2019 )
www.pertanian.go.id ( 4 september 2019 )
www.poultryindonesia.com ( 6 september 2019 )

27

Anda mungkin juga menyukai