Anda di halaman 1dari 18

UJI ASUMSI-ASUMSI DESAIN EKSPERIMEN

Desain Analisis Eksperimen

ANNISA AZIZAH
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis

multivariate yang berfungsi untuk membedakan rata-rata lebih dari dua kelompok data

dengan cara membandingkan variansinya. Analisis varian termasuk dalam kategori

statistic parametrik. Sebagai alat statistik parametrik, maka untuk dapat menggunakan

rumus ANOVA harus terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi meliputi normalitas,

heterokedastisitas, dan random sampling.

Analisis varian dapat dilakukan untuk menganalisis data yang berasal dari

berbagai macam jenis dan desain penelitian. Analisis varian banyak dipergunakan pada

penelitian-penelitian yang banyak melibatkan pengujian komparatif yaitu menguji

variabel terikat dengan cara membandingkannya pada kelompok-kelompok sampel

independen yang diamati. Analisis varian saat ini banyak digunakan dalam penelitian

survey dan penelitian eksperimen. One way anova dilakukan untuk menguji perbedaan

tiga kelompok atau lebih berdasarkan satu variabel independen.

Konsep analisis variansi didasarkan pada konsep distribusi F dan biasanya dapat

diaplikasikan untuk berbagai macam kasus maupun dalam analisis hubungan antara

berbagai variabel yang diamati.dalam perhitungan statistik, analisis Variansi sangat

dipengaruhi asumsi-asumsi yang digunakan seperti kenormalan dari distribusi,

homogenitas variansi dan kebebasan dari kesalahan.Asumsi kenormalan distribusi

memberi penjelasan terhadap karakteristik data setiap kelompok. Asumsi adanya

homogenitas variansi menjelaskan bahwa variansi dalam masing-masing kelompok

1
dianggap sama. Sedangkan asumsi bebas menjelaskan bahwa variansi masing-masing

terhadap rata-ratanya pada setiap kelompok bersifat saling bebas.

Oleh karena itu penulis memfokuskan pembahasan annova dari sudut pandang uji

asumsi-asumsi Annova dalam desain eksperimen, yang akan disusun dalam sebuah

makalah berjudul “Uji Asumsi-Asumsi Desain Eksperimen”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dikaji secara spesifik dalam makalah ini adalah :
1. Apa saja uji asumsi-asumsi dalam desain eksperimen?
2. Apa yang menyebabkan uji asumsi-asumsi desain eksperimen tidak terpenuhi?
3. Bagaimana agar uji asumsi-asumsi dalam desain eksperimen terpenuhi?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam makalah ini difokuskan untuk :
1. Mengetahui jenis-jenis uji asumsi dalam desain eksperimen
2. Mengkaji penyebab uji asumsi-asumsi tersebut tidak terpenuhi
3. Menjelaskan syarat uji asumsi desain eksperimen agar terpenuhi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengujian Asumsi Pengaruh Perlakuan dan Lingkungan Bersifat Aditif

Pengaruh dari faktor perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, maksudnya


tinggi rendahnya respons semata-mata akibat dari pengaruh penambahan perlakuan
dan atau kelompok.
Pada model linier di atas, perlakuan (τi) dan galat (εij) bersifat aditif, dengan
kata lain pengaruh penambahan yang berasal dari perlakuan bersifat konstan untuk
setiap ulangan dan pengaruh ulangan bersifat konstan untuk setiap perlakuan. Nilai
Respons (Yij) merupakan nilai rata-rata umum ditambah dengan penambahan dari
perlakuan dan galat.
Agar lebih mudah memahami, perhatikan ilustrasi berikut: Misalkan nilai
rata-rata umum (μ) = 8 dan pengaruh penambahan dari masing-masing perlakuan
(τi) serta pengaruh penambahan dari masing-masing ulangan/kelompok (βj) seperti
terlihat pada tabel berikut. Untuk mempermudah pemisalan, anggap nilai ε ij = 0,
sehingga nilai respons Yij = μ+ τi + βj + εij bisa dihitung.

Faktor B (Ulangan/Kelompok) Selisih Pengaruh


Faktor A
β1 = +1 β1= +2 Ulangan

τ1 = +1 (8+1+1) = 10 (8+1+2) = 11 1

τ2 = +3 (8+3+1) = 12 (8+3+2) = 13 1
Selisih Pengaruh 2 2
Perlakuan

Pada tabel di atas anda perhatikan terlihat bahwa pengaruh perlakuan


konstan pada setiap ulangan dan pengaruh ulangan (atau pengaruh kelompok bila
anda menggunakan kelompok) selalu konstan pada semua perlakuan. Bila ini yang
terjadi, maka data tersebut adalah bersifat aditif. Namun, apabila pengaruh tersebut
tidak bersifat aditif, melainkan multiplikatif, maka data reponsnya akan tampak
seperti pada tabel berikut.

Faktor A Faktor B (Ulangan/Kelompok) Selisih Pengaruh

3
β1 = +1 β1= +2 Ulangan

τ1 = +1 (8+1+1) = 10 (8+1+2) = 11 1

τ2 = +3 (8+3+1) = 12 (8+3+2) = 13 1
Selisih Pengaruh 2 2
Perlakuan

Perhatikan, selisih baik dari pengaruh penambahan perlakuan ataupun


kelompok tidak lagi bersifat konstan! Apabila ada pengaruh penambahan dari faktor
lain diluar percobaan kita, maka pengaruh dari faktor yang kita cobakan sudah tidak
bersifat aditif lagi, melainkan multiplikatif.
Lebih jelasnya, perhatikan perbandingan antara pengaruh aditif dan multiplikatif
untuk rancangan acak kelompok berikut ini.

Tabel Perbandingan antara pengaruh aditif dan multiplikatif

Faktor A

Faktor B τ1= +1 τ2= +2 τ3= +3

β1= +1 2 3 4 Pengaruh aditif

1 2 3 Pengaruh multiplikatif

0 0.30 0.48 Pengaruh multiplikatif (log)

β2= +5 6 7 8 Pengaruh aditif

5 10 15 Pengaruh multiplikatif

Pengaruh multiplikatif
0.70 1.00 1.18
(log)

2.1.1 Penyebab Ketakaditifan


Ada pengaruh dari faktor lain diluar faktor yang kita cobakan:
 Pengaruh dari efek sisa penelitian sebelumnya.

4
 Terdapat interaksi antara perlakuan dengan faktor lain yang tidak
dimasukkan dalam model, seperti jenis kelamin, jenis varietas, dan
sebagainya.
 Dalam Rancangan Acak Kelompok, biasanya terjadi interaksi antara
perlakuan dengan kelompok

2.1.2 Uji Ketakaditifan


Dalam suatu percobaan dengan menggunakan analisis ragam satu
arah (RAL), selain perlakuan, semuanya adalah sama (homogen). Pernyataan
ini membawa konsekuensi bahwa, selain perlakuan, tidak ada faktor lain yang
dapat dianggap berpengaruh terhadap hasil pengamatan. Oleh karena itu,
model analisis yang bisa digunakan adalah :

𝒀𝒊𝒋 = 𝝁 + 𝝉𝒊 + 𝜺𝒊𝒋 𝒊 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒑

𝒋 = 𝟏, 𝟐, … , 𝒏
Dimana:
𝑌𝑖𝑗 = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
𝜇 = Nilai rata-rata
𝜏𝑖 = Pengaruh perlakuan ke-i
𝜀𝑖𝑗 = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-1 ulangan ke-j
𝑝 = Banyaknya perlakuan
𝑛 = Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i
Adanya ketidakaditivan dalam data mengakibatkan keheterogenan
galat yang disebabkan oleh tak terpenuhinya asumsi, karena tidak dilakukan
transformasi sebelumnya. Komponen ragam galat yang disumbang oleh
berbagai pengamatan tidak menduga ragam yang sama. Ragam galat
gabungan yang diperoleh sedikit tidak efisien untuk selang kepercayaan
pengaruh perlakuan, dan dapat memberi tingkat nyata yang palsu untuk
pembandingan nilai tengah perlakuan tertentu, tetapi tingkat nyata bagi uji F
yang mencakup semua nilai tengah perlakuan hanya dipengaruhi sedikit.

5
Tabel Analisis Ragam untuk Uji Aditivitas

Sumber
Derajat Jumlah Kuadrat (JK)
Keragaman
Bebas (db)
(SK)
𝑝 2
𝑛

Perlakuan p-1 ∑ (∑ 𝑌𝑖𝑗 ) ⁄𝑛 − 𝐹𝐾


𝑖=1 𝑗=1

𝑝 2
Non (∑𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑌𝑖𝑗 (𝑌̅𝑖 − 𝑌̅⋯ )(𝑌̅𝑗 − 𝑌̅⋯ ))
1 2
Aditivitas ∑𝑝𝑖=1(𝑌̅𝑖 − 𝑌̅⋯ )2 ∑𝑛𝑗=1(𝑌̅𝑗 − 𝑌̅⋯ )

Galat P(n-1)-1 JKT-JKP-JK NA


𝑝 𝑛

Total Np-1 ∑ ∑ 𝑌𝑖𝑗2 − FK


𝑖=1 𝑗=1

Hipotesis:
𝐻0 : 𝑎 = 0
𝐻0 : 𝑎 ≠ 0
Kaidah Keputusan:
 Terima H0 jika KT NA ≤ Fhit, maka dapat disimpulkan bahwa antara
pengaruh perlakuan dengan lingkungan dapat dikatakan bersifat aditif,
sehingga analisis ragam dapat digunakan pada data tersebut.
 Tolak H0 jika KT NA > Fhit, maka dapat disimpulkan bahwa antara
pengaruh perlakuan dengan lingkungan tidak memenuhi sifat keaditivan.

2.2 Pengujian Asumsi Ragam Galat Menyebar Normal


Normalitas berarti nilai residual (εij) dalam setiap perlakuan (grup) yang
terkait dengan nilai pengamatan Yi harus terdistribusi secara normal. Jika nilai
residual terdistribusi secara normal, maka nilai Yi pun akan berdistribusi normal.
Apabila ukuran sampel dan varians sama, maka uji ANOVA sangat tangguh terhadap
asumsi ini. Dampak dari ketidaknormalan tidak terlalu serius, namun apabila
ketidaknormalan tersebut disertai dengan ragam yang heterogen, masalahnya bisa
menjadi serius.
2.2.1 Penyebab Ketidaknormalan

6
Dalam praktiknya, jarang sekali ditemukan sebaran nilai pengamatan yang
mempunyai bentuk ideal, seperti distribusi normal, bahkan sebaliknya, kita
sering menemukan bentuk yang cenderung tidak normal (skewed atau
multimodal) karena keragaman dari sampling. Keragaman ini terjadi apabila
ukuran sampel yang terlalu sedikit, misalnya kurang dari 8–12 (Keppel &
Wickens, 2004; Tabachnick & Fidell, 2007), atau apabila terdapat outliers.
Outlier biasanya terjadi karena adanya kesalahan, terutama kesalahan dalam
entri data, salah dalam pemberian kode, kesalahan partisipan dalam
mengikuti instruksi, dan lain sebagainya.
Beberapa contoh kasus yang sebaran datanya cenderung tidak normal
misalnya:
 Banyaknya parasit dalam kehidupan liar
 Perhitungan jumlah bakteri
 Data dalam bentuk proporsi atau persentase
 Skala Arbitrary, seperti pengujian 10 skala uji rasa
 Penimbangan objek yang sangat kecil, berhubungan dengan
keterbatasan alat penimbangan.
Hal lain yang bisa merusak asumsi kenormalan ini adalah apabila dalam
melakukan pengacakan (randomization) tidak sesuai dengan prinsip
pengacakan suatu rancangan percobaan. Hal ini memungkinkan data akan
menyebar secara tidak normal.
2.2.3 Uji Ketaknormalan
Pemeriksaan asumsi kenormalan dapat dilakukan antara lain dengan
menggunakan uji Anderson Darling, uji Kolmogorov Smirnov, dan uji Jarque
Bera.
1. Uji Anderson Darling
Uji Anderson Darling ini, menggunakan fungsi sebaran komulatif empiris
berdasarkan fungsi sebaran data contoh. Sebaran empiris menaksir
fungsi sesungguhnya dari sebaran data tersebut, sehingga akan
mendekati nilai yang sebenarnya. Namun, untuk melakukan pengujian

7
dengan menggunakan uji ini, nilai kritis harus dihitung terlebih dahulu
dari setiap data contoh, sehingga kurang efsien.

Uji Anderson Darling menggunakan statistik uji 𝐴2 dengan persamaan


𝐴2 = −𝑛 − 𝑝, dimana 𝑛 = 𝑟𝑝 = ukuran contoh

𝑷 = ∑[(−𝟏⁄𝒏) 𝐥𝐨𝐠 𝑾 (𝑿𝒊 ) + 𝐥𝐨𝐠(𝟏 − 𝑾(𝑿𝒊 ))]

Dengan:
𝑊 = Fungsi sebaran kumulatif normal baku
𝑖 = 1, 2, … , 𝑛
Hipotesis:
H0 ∶ Data menyebar secara normal
H1 ∶ Data tidak menyebar secara normal
Untuk nilai kritis dari statistik uji ini diberikan:
𝛼 0.1 0.05 0.025 0.01
𝐴2 0.631 0.752 0.873 1.035

Kaidah Keputusan:
 Terima H0 jika 𝐴2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐴2𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , sehingga dapat disimpulkan bahwa
data tersebut menyebar normal.
 Tolak H0 jika 𝐴2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐴2𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , sehingga dapat disimpulkan bahwa
data tersebut tidak menyebar normal.
2. Uji Kolmogorov Smirnov
Statistik uji yang digunakan dalam uji ini adalah Chi Square. Uji ini
mampu memberikan pendekatan nilai eksak dengan nilai maksimum = 1
dan nilai kenormalan minimum = 0. uji Kolmogorov Smirnov menggunKan
sebaran kumulatif contoh dan sebaran kumulatif distribusi normal.
Statistik ujinya adalah
𝐃𝐧 = 𝐦𝐚𝐤𝐬 [𝐅𝐧(𝐲) − 𝐅𝐨(𝐲)]
Dengan:

8
𝑛 = jarak tegak maksimum antara fungsi sebaran empiris dan fungsi
sebaran normal
Fn(y)= sebaran kumulatif contoh
Fo(y)= sebaran kumulatif distribusi normal
Hipotesis:
H0 ∶ Fo(y)
H0 ∶ F(y) ≠ Fo(y)
Berdasarkan uji ini, Ho akan ditolak pada taraf apabila Dn > Dnα untuk
Dnα mempunyai titik kritis sepeti pada tabel berikut :
𝛼 0.01 0.05 0.1
dn𝛼 163⁄√𝑛 1.36⁄√𝑛 1.22⁄√𝑛

Uji ini memberikan informasi mengenai adanya ketidaksamaan model,


bila H0 ditolak. Kesimpulan suatu hipotesis, dapat dicari dengan
memperbandingkan anatara nilai p-value dengan 𝛼.
Kaidah Keputusan:
 Terima H0 jika Dn ≤ dn α, sehingga dapat disimpulkan bahwa data
tersebut menyebar normal.
 Tolak H0 jika Dn > dn α, sehingga dapat disimpulkan bahwa data
tersebut tidak menyebar normal.
3. Uji Jarque Bera
Uji Jarque Bera merupakan uji keasimtotan untuk sampel besar, karena
memperhitungkan skewness dan kurtosis suatu sebaran. Uji ini
didasarkan pada MKT sisaan dan digunakan untuk mengetahui uji fungsi
sebaran data, yang selanjutnya untuk menghitung nilai koefisien
skewness dan kurtosis. Dalam kaitannya dengan distribusi normal,
skewness harus bernilai sama dengan 0, bila kurang dari itu, fungsi padat
peluangnya menjulur ke kiri dan bila lebih dari 0 menjulur ke kanan.
𝑠 2 (𝐾 − 3)2
𝐉𝐁 = 𝐧 ( + ) ~𝑋𝟐𝟐
6 24
𝑚3
S=
𝑚2 √ 𝑚2

9
𝑚4
K=
(𝑚2 )2
Dan 𝑚𝑘 adalah momen ke k dengan persamaan
𝑝
1
𝑚𝑘 = ∑(𝑌𝑖 − 𝑦̅)𝑘
(𝑛 − 1)
𝑖=1

Dimana:
JB = Statistik uji untuk uji Jarque Bera
n = Ukuran data
S = Skewnss (keasimetrian) sebaran
K = kurtosis (kelandaian sebaran)
𝑚2 = momen kedua dari fungsi distribusi yang diuji
𝑚3 = momen ketiga dari fungsi distribusi yang di uji
𝑚4 = momen keempat fungsi distribusi yang diuji
Hipotesis
H0 ∶ Data menyebar secara normal
H1 ∶ Data tidak menyebar secara normal
Bila sebaran tersebut benar-benar berdistribusi normal, maka
skewnessnya akan mendekati 0 dan kurtosisnya mendekati 3. Sedangkan
dari hasil perhitungan statistic ujinya, dapat kita bandingkan dengan nilai
kritis dari 𝑋 2 dengan derajad bebas 2 pada taraf signifikan. Keputusan
untuk menolak H0 akan didapat apabila diperoleh statistik uji yang
bernilai lebih besar daripada nilai kritis sebaran 𝑋 2 .

Kaidah Keputusan:
 𝟐
Terima H0 jika JB ≤ 𝑋[(𝑝−1)(𝛼 , sehingga dapat disimpulkan bahwa
)]
2

data tersebut menyebar normal.


 𝟐
Tolak H0 jika JB > 𝑋[(𝑝−1)(𝛼 , sehingga dapat disimpulkan bahwa data
)]
2

tersebut tidak menyebar normal.

2.3 Uji Homogenitas Ragam

10
Asumsi lain yang mendasari analisis ragam adalah kehomogenan ragam atau asumsi
homoskedastisitas (homoscedasticity). Homoskedastisitas berarti bahwa ragam dari
nilai residual bersifat konstan. Asumsi homogenitas mensyaratkan bahwa distribusi
residu untuk masing-masing perlakuan/kelompok harus memiliki ragam yang sama.
Dalam prakteknya, ini berarti bahwa nilai Yij pada setiap level variabel independen
masing-masing beragam di sekitar nilai rata-ratanya.

i. Ragam nilai residual dan ragam data pengamatan dalam grup yang sama seharusnya
homogen
ii. Dampak ketidakhomogenan ragam lebih serius dibandingkan dengan
ketidaknormalan data karena dapat mempengaruhi Uji-F. Hal ini akan meningkatkan
kesalahan tipe I (tampak seperti ada pengaruh dari perlakuan padahal sebenarnya
tidak ada)
iii. Box plot data pengamatan seharusnya tersebar merata diantara kelompok perlakuan
(among grup)
iv. Sebaran residual harusnya merata pada saat diplotkan dengan nilai rata-ratanya

Ragam yang heterogen merupakan penyimpangan asumsi dasar pada analisis ragam.
Data yang seperti ini tidak layak untuk dianalisis ragam. Artinya untuk bisa dianalisis
ragam, data harus mempunyai ragam yang homogen.

2.3.1 Penyebab Heteroskedastisitas

Pertama, penentuan taraf atau klasifikasi dari faktor (variabel independent),


misalnya jenis kelamin, varietas, mempunyai keragaman alami yang unik dan
berbeda. Kedua, manipulasi faktor perlakuan yang menyebabkan suatu objek
(tanaman, peserta, dsb) mempunyai karakteristik atau perilaku yang cenderung lebih
sama atau berbeda dibandingkan dengan kontrol. Ketiga, keragaman dari respons
(variabel dependent) berhubungan dengan ukuran sampel yang kita ambil.
Keragaman bisa menjadi serius apabila ukuran sampel tidak seimbang (Keppel &
Wickens, 2004).

2.3.2 Konsekuensi Heteroskedastisitas

11
Ragam yang tidak homogen ditambah dengan ukuran sampel yang tidak sama, dapat
menjadi masalah serius pada pengujian hipotesis dengan ANOVA. Pelanggaran
terhadap asumsi ini lebih serius dibandingkan dengan asumsi Normalitas, karena
akan berdampak serius terhadap kepekaan hasil pengujian analisis ragam. Wilcox et
al. (1986) dengan menggunakan data simulasi membuktikan bahwa:

i. Dengan empat perlakuan/kelompok dan ukuran contoh (n) sama, yaitu sebelas,
rasio standar deviasi terbesar dengan terkecil = 4:1 (berarti rasio ragam = 16:1)
menghasilkan tingkat kesalahan Tipe I untuk taraf nyata 0.05 adalah sebesar
0.109.
ii. Selanjutnya, dengan batasan yang sama seperti di atas, namun ukuran sampelnya
yang berbeda, yaitu 6, 10, 16 dan 40, laju kesalahan Tipe I dapat mencapai 0,275.

Ragam yang lebih besar dengan ukuran sampel yang lebih kecil akan mengakibatkan
peningkatan tingkat kesalahan Tipe I sehingga uji F cenderung liberal dimana nilai
taraf nyata yang kita tentukan 0.05, pada kenyataannya nilai α tersebut lebih
longgar, misalnya 0.10. Sebaliknya, Ragam yang lebih besar dengan ukuran sampel
yang lebih besar mengakibatkan berkurangnya power, sehingga uji F cenderung lebih
konservatif dimana nilai taraf nyata yang kita tentukan 0.05, pada kenyataannya nilai
α tersebut lebih ketat, misalnya 0.01. Pengujian homogenitas ragam dapat dilakukan
dengan beberapa cara seperti uji bartlet dan uji levene.

2.3.3 Uji Homogenitas Ragam

a. Uji Bartlet

Hipotesis : 𝐻0 ∶ 𝜎1 2 = 𝜎2 2 = ⋯ = 𝜎𝑝 2 = 𝜎 2

: 𝐻1 ∶ minimal ada satu 𝜎𝑖 2 yang berbeda

Statistik uji yang digunakan :

𝑋ℎ𝑖𝑡 2 = (ln10)((∑𝑝𝑖=1 𝑛𝑖 -1)(log𝑆𝑖 2 )) ~ 𝑋 2 [𝑝−1]

Dimana: 𝑆 2 adalah ragam gabungan seluruh perlakuan

12
𝑝
∑𝑖=1(𝑛𝑖 −1)𝑆 2 𝑖
𝑆2 = 𝑝
∑𝑖=1(𝑛𝑖 −1)

2
̅̅̅2
(𝑌𝑖𝑗 −𝑌) 𝑛𝑖 ∑𝑛 2 𝑛
𝑗=1 𝑌 𝑖𝑗 −(∑𝑗=1 𝑌𝑗 )
𝑆 2 𝑖 = ∑𝑛𝑗=1 = dengan i = 1,2,..., p : j = 1,2,...,r
𝑛𝑖 −1 𝑛𝑖 (𝑛𝑖 −1)

Keputusan yang diambil :

 Terima 𝐻0 jika 𝑋ℎ𝑖𝑡 2 ≤ 𝑋 2 [𝑝−1][𝛼], sehingga dapat dikatakan bahwa data


2

mempunyai ragam yang sama.


 Tolak 𝐻0 jika 𝑋ℎ𝑖𝑡 2 > 𝑋 2 [𝑝−1][𝛼] dengan toleransi kesalahan sebesar 𝛼,
2

sehingga dapat dikatakan bahwa data mempunyai ragam yang berbeda.

Namun apabila 𝑋ℎ𝑖𝑡 2 secara nyata dekat dengan nilai kritis, maka 𝑋ℎ𝑖𝑡 2 dikoreksi
𝑋ℎ𝑖𝑡 2 ⁄
dengan 𝐹𝐾
1 1 1
FK = 1 + [(3(𝑝−1) [(∑𝑝𝑖=1 𝑛 −1) − ( 𝑝 1 )]]
𝑖 ∑𝑖=1
𝑛𝑖 −1

b. Uji Levene

Dari bentuk model klasifikasi 1 arah 𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝜏𝑖 + 𝜀𝑖𝑗 , maka dapat diduga
besarnya kuadrat terkecil untuk 𝜀𝑖𝑗 adalah

𝜀̂2 𝑖𝑗 = (𝑌𝑖𝑗 − 𝑌
̂𝑖 + 𝑌̂)2

Dengan uji lavene, maka dibentuk peubah baru yaitu g dan 𝑔2 sedemikian
sehingga 𝑔𝑖𝑗 |𝜀𝑖𝑗 | dan 𝑔2 𝑖𝑗 = |𝜀𝑖𝑗 |2

Tabel analisis ragam untuk peubah baru g adalah :

Sumber Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK)


Keragaman
(SK)
𝑝 2
Perlakuan p-2 ∑𝑖=1(∑𝑛
𝑗=1 𝑔𝑖𝑗 )
– FK = JKP
𝑛
Galat p(n-2)-1
Total (n-1)(p-1)-1 ∑𝑝𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑔2 𝑖𝑗 − 𝐹𝐾 =

JKT

13
Dengan faktor koreksi sebesar :

𝑝 2
(∑𝑖=1 ∑𝑛
𝑗=1 𝑔𝑖𝑗 )
FK = 𝑝𝑛

Hipotesis : 𝐻0 ∶ 𝜎1 2 = 𝜎2 2 = ⋯ = 𝜎𝑝 2 = 𝜎 2

𝐻1 : minimal ada satu 𝜎𝑖 2 yang berbeda

Statistik Uji :

𝐽𝐾𝑃⁄
𝐾𝑇𝑃 𝑑𝑏𝑃
𝐹ℎ𝑖𝑡 = = ~ 𝐹(𝛼)[𝑝(𝑛−2)]
𝐾𝑇𝐺 𝐽𝐾𝐺 ⁄𝑑𝑏𝐺 2

Keputusan yang diambil :

 Terima 𝐻0 jika 𝐹ℎ𝑖𝑡 ≤ 𝐹[𝑝(𝑝−2)][𝛼], sehingga dapat dikatakan bahwa data


2

mempunyai ragam yang sama.


 Tolak 𝐻0 jika 𝐹ℎ𝑖𝑡 > 𝐹[𝑝(𝑝−2)][𝛼] dengan toleransi kesalahan sebesar 𝛼,
2

sehingga dapat dikatakan bahwa data mempunyai ragam yang berbeda.

2.4 Uji kebebasan Galat


Nilai residual dan data setiap pengamatan satuan percobaan harus saling bebas, baik di
dalam perlakuan itu sendiri (within group) atau diantara perlakuan (between group).
Apabila kondisi ini tidak terpenuhi, akan sulit untuk mendeteksi perbedaan nyata yang
mungkin ada.

2.4.1 Penyebab Ketidakbebasan

i. Tidak bebas:
o Terdapat korelasi positif diantara ulangan dalam masing-masing kelompok
perlakuan (within group) yang akan menghasilkan nilai ragam yang berada di
bawah dugaan (under estimate) sehingga akan meningkatkan nilai kesalahan
tipe I (nilai α – pengaruh perlakuan yang terdeteksi tidak benar). Sering
terjadi pada pengamatan yang dilakukan secara berulang pada satuan
percobaan yang sama (repeated measure).

14
o Terdapat korelasi negatif diantara ulangan dalam masing-masing kelompok
perlakuan (within group) yang akan menghasilkan nilai ragam yang berada di
atas dugaan (over estimate) sehingga akan meningkatkan nilai kesalahan tipe
II (nilai β – pengaruh yang sebenarnya tidak terdeteksi)
o Respons pada salah satu perlakuan mempengaruhi respons pada perlakuan
lainnya, misalnya hewan yang bergerak ke perlakuan lainnya.
ii. Asumsi ini harusnya dipertimbangkan pada saat perancangan sebelum
percobaan dimulai.

2.4.2 Konsekuensi Ketidakbebasan Galat

Seringkali uji independensi ini di abaikan oleh para peneliti, terutama peneliti dalam
ilmu-ilmu sosial dan perilaku. Hays (1981) dan Stevens (2002) menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap independensi data merupakan masalah yang sangat serius
dalam analisis ragam. Konsekuensinya akan menyebabkan inflasi terhadap nilai taraf
nyata (α) yang sudah ditentukan. Sebagai contoh, Stevens (2002) menyatakan bahwa
meskipun indikasi adanya independensi di antara nilai pengamatan hanya sedikit,
namun akan meningkatkan nilai kesalahan tipe I (nilai α – pengaruh perlakuan yang
terdeteksi tidak benar) beberapa kali lebih besar, misalnya apabila taraf nyata yang
kita tentukan sebesar 0.05, nilai taraf nyata aktual akan jauh lebih besar (misalnya,
0.10 atau 0.20).

2.4.3 Pengujian Ketidakbebasan Galat

Plot antara nilai rata-rata perlakuan/kelompok dengan nilai ragamnya

o Apabila nilai perlakuan saling bebas, datanya akan tersebar di sekitar garis
horisontal
o Apabila independen, sebarannya akan mengikuti pola tertentu, misalnya linier,
kuadratik, atau bentuk kurva lainnya.

2.4.4 Solusi

15
 Asumsi kebebasan galat ini biasanya bisa terpenuhi apabila pengacakan satuan
percobaan sudah dilakukan dengan benar (sesuai dengan prinsip-prinsip
perancangan percobaan). Jadi apabila susunan satuan percobaan anda tersusun
secara sistematis, maka kemungkinan asumsi kebebasan galat akan dilanggar.
 Transformasi data yang sesuai akan membantu dalam menghilangkan pengaruh
dependensi ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Syafaruddin. 2004. Statistik Terapan Untuk Penelitian. Grasindo. Jakarta.

Steel, Robert G.D. dan James H. Torrie. 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika
Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Alih Bahasa: Bambang Sumantri.Gramedia
Pustaka Tama. Jakarta.

Yitnosumarno, Suntoyo. 1993. Percobaan, Perancangan, Analisis, dan Intrepretasinya.


Gramedia Pustaka Tama. Jakarta.

http://www.minitab.com/resources/whitepapers/normprob.aspx

17

Anda mungkin juga menyukai