Anda di halaman 1dari 5

UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN NASIONAL

DIMULAI DARI DESA 3T

Elshafira Anggiet Prahastie

Pendahuluan

Pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila


dan Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk memperoleh
pendidikan, sebagaimana tertera dalam UUD 1945 Pasal 28C ayat 1 yang
mengungkapkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Majunya sebuah negara salah satunya dapat ditinjau dari kualitas pendidikannya.
Negara yang memiliki kualitas pendidikan yang baik akan membangun Negara
yang maju sehingga Negara tersebut tidak akan tertinggal oleh Negara lain.
Hadirnya Indonesia di tengah keberadaan Negara lain merupakan kewajiban
Indonesia untuk membuktikan bahwa Indonesia mampu bersaing terhadap dunia
dalam hal pendidikan bahkan Indonesia merupakan Negara yang kaya dan subur
sehingga dapat melahirkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang cerdas, inovatif
dan kreatif.
Berbagai Masalah yang Menghambat Proses Pendidikan

Awalnya, peran pendidikan di mata masyarakat hanya sebagai alat untuk


meneruskan kebudayaan Indonesia dan struktur-struktur yang akan dilanjutkan
oleh satu generasi ke generasi penerusnya. Seiring berjalannya waktu hingga
perkembangan jaman pun sudah mulai berubah, masyarakat Indonesia telah
mempunyai kesadaran diri bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting
untuk memajukan kesejahteraan bangsa

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang mencirikan peradaban dan


kesejahteraan bangsa. Namun, berbagai masalah di bidang pendidikan masih
belum bisa dibenahi. Seperti salah satunya adalah fasilitas pendidikan yang tidak
merata di berbagai daerah termasuk di desa 3T (Tertinggal, Terdepan dan
Terpencil).

Bagaimana peran pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia yang belum


merata di daerah desa 3T? Berbicara tentang masalah pendidikan, dalam laporan
APBN 2014, pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan sebesar Rp.
368.899 triliun atau 20% dari total anggaran belanja negara (Rp1.842,495 triliun).
Selain itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mendapat anggaran sebesar
Rp. 80.661 triliun dan anggaran pendidikan untuk transfer ke daerah-daerah
termasuk desa 3T sebesar Rp. 238.619 triliun. Melihat laporan data anggaran
tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa pembangunan dan pemerataan
pendidikan telah menjadi prioritas utama di Indonesia. Namun, bagaimana kerja
nyatanya?

Sesuai laporan yang sama untuk Indonesia dilaporkan untuk usia pendidikan
SD/MI/Paket A adalah 104,30%, SMP/Mts/Paket B adalah 89,38% dan
SMA/SMK/MA/Paket C usia 19-24 adalah 68,22%. Sedangkan APM sesuai tahun
laporan yang sama untuk Indonesia dilaporkan untuk usia pendidikan
SD/MI/Paket A adalah 92,49%, SMP/Mts/Paket B adalah 70,84% dan
SM/SMK/MA/Paket C usia 19-24 adalah 51,46%. Dari angka-angka tersebut saja
belum mencapai angka ideal yaitu 100%, untuk mencapai angka tersebut memang
sulit tetapi harus ada usaha untuk mendekati angkat tersebut. Mungkin bagi
sebagian orang, khususnya kementerian terkait atau dinas di daerah sudah puas
bila angka-angka tersebut bisa melebihi angka 50%. Ya, kalau daerahnya hanya
berpenduduk usia sekolah 100 orang saja, maka 50 orang sisanya belum
memperoleh pendidikan mungkin karena banyak faktor penghambat. Namun
bagaimana daerah dengan penduduk usia sekolah suatu daerah dengan jumlah di
atas jutaan? Atau katakanlah 1 juta, maka 500.000 yang belum mengenyam
pendidikan harus dapat dilihat sebagai ketidak berhasilan program pemerataan
pendidikan.

Membenahi Pendidikan di Indonesia


Pendidikan di Indonesia masih mempunyai kendala di antaranya adalah
terbatasnya akses pendidikan, penyebaran guru yang tidak merata, biaya
pendidikan yang serba mahal, kurangnya profesionalisme guru terutama dalam
upaya optimalisasi proses pembelajaran (guru memangajar masih monoton
sedangkan siswa sudah menggunakan metode digital), banyaknya siswa yang
putus sekolah, serta sarana pendidikan yang kurang memadai.

Pendidikan di Indonesia perlu dibenahi lagi. Solusi atas permasalahan ini


pertama, berkaitan dengan terbatasnya akses pendidikan pemerintah
berkewajiaban memberikan keleluasaan bagi setiap warganya untuk memperoleh
akses pendidikan, tidak ada lagi diskriminasi dalam mendapatkan pendidikan
seperti membedakan antara fasilitas pendidikan di kota dan di desa. Setiap warga
negara di mana pun berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama tanpa
dibatasi oleh asal daerah.

Kedua, berkaitan dengan penyebaran guru yang kurang merata pemerintah


berkewajiban mendata-ulang guru mana daerah yang kelebihan guru dan mana
daerah yang kekurangan guru. Sampai saat ini kita masih menyaksikan terutama
untuk daerah desa masih banyak sekolah yang kekurangan guru sementara di kota
banyak guru yang kekurangan jam mengajar.
Ketiga, berkaitan dengan mahalnya biaya pendidikan terutama di Perguruan
Tinggi pemerintah seharusnya mampu mengoptimalkan penggunaan anggaran
pendidikan sebesar 20% sebagaimana amanat undang-undang. Pengawasan
terhadap penggunaan anggaran pendidikan harus lebih diperketat lagi sehingga
tidak ada penyelewengan anggaran. Sungguh ironis apabila dalam instansi
pendidikan yang seharusnya mencetak generasi masa depan bangsa yang
berkualitas dan berakhlak mulia ini terjadi korupsi seperti yang pernah terjadi di
sekitar kita, rektor salah satu Perguruan Tinggi dan kepala sekolah dari salah satu
Sekolah Dasar harus mendekam di jeruji besi akibat dari menyelewengkan
anggaran pendidikan yang seharusnya digunakan untuk menunjang oprasional
pendidikan.

Keempat, berkaitan dengan rendahnya kualitas guru, guru yang sudah diangkat
sebaiknya diberikan pelatihan khusus dan serta diberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi dan pemerintah
bertanggung jawab membiayai pelatihan dan pendidikan bagu guru tersebut demi
meningkatkan kualitas guru. Berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG)
tahun 2015, yang berhasil meraih nilai di atas rata-rata yang telah ditargetkan
sebelumnya hanya 7 Provinsi saja, yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,
DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur, dan Bangka Belitung. Walaupun demikian Hasil
UKG tidak bisa dijadikan untuk menentukan kualitas seorang guru, namun hasil
UKG dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur kemampuan guru, itupun
hanyalah dalam teori saja. Hasil tersebut jauh dari harapan, oleh karena itu untuk
membenahi kualitas pendidikan di Indonesia pemerintah berkewajiban
membenahi dahulu kualitas gurunya.sarana perlengkapan sekolah perlu diatur
lagi, memberikan beasiswa bagi siswa yang tidak mampu bersekolah, dan
pemerataan populasi guru pada setiap sekolah perlu dibenahi lagi.

Kelima, berkaitan dengan tingginya angka putus sekolah pemerintah pemerintah


memiliki kewajiban untuk terus menurunkan angka putus sekolah. Penyebab
tingginya angka putus sekolah bisa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya adalah 1) dari dalam diri
anak tersebut, putus sekolah disebabkan karena adanya rasa malas untuk pergi
bersekolah karena merasa minder, tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan
sekolahnya, sering menjadi bahan cemoohan karena tak mampu untuk membayar
kewajiban biaya sekolah, 2) karena adanya pula pengaruh yang berasal dari teman
sehingga dalam dirinya merasa ingin dan ikut-ikutan untuk diajak bermain, seperti
bermain PlayStation (PS), atau bermain Game Online di Warung Internet
(WarNet), hingga akhirnya sering membolos dan tidak ingin berangkat sekolah,
hal ini menjadi penyebab tidak naik kelas, prestasi di sekolah pun menurun dan
malu untuk pergi kembali ke sekolah, dan 3) anak yang terkena sanksi karena
mangkir sekolah, sehingga terkena Drop Out (DO). Sementara faktor eksternal
yang memengaruhi di antaranya adalah keadaan ekonomi keluarga, kurangnya
perhatian orang tua serta hubungan orangtua yang kurang harmonis.

Keenam, berkaitan dengan sarana pendidikan yang kurang memadai pemerintah


juga berkewajiban memenuhi segala kebutuhan yang berkaitan dengan sarana
pendidikan. Sampai saat ini kita masih sering menyaksikan baik di media cetak
maupun elektronik tentang sekolah yang kekurangan ruang belajar, ruang belajar
yang tidak layak, serta kekurangan buku pelajaran. Hal tersebut sering kita
temukan lagi-lagi di sekolah pinggiran seperti di daerah desa. Jika kita
bandingkan, untuk di sekolah perkotaan berbagai sarana dilengkapi namun
terkadang untuk sekolah di desa, atap sudah mau roboh saja terkadang dibiarkan.
Pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama bagi semua
sekolah. Warga negara Indonesia bukan hanya yang berada diperkotaan,
melainkan di daerah desa dan perbatasan negara pun masih warga negara
Indonesia yang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan salah satunya
dengan pemenuhan sarana pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai