Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Remaja adalah periode dalam kehidupan dimana terjadi masa peralihan dari masa kanak ke
masa dewasa.(WHO, 2014) Sebagai fase peralihan yang berjalan natural, remaja mencoba
berbagai perilaku yang kadang merupakan perilaku berisiko (Lestary dan Sugihani, 2011)
Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah penduduk yang berusia 10-19
tahun, tidak jauh berbeda di Indonesia dimana menurut Undang-Undang Republik Indonesia
no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia 10-18 tahun. (Pratiwi, 2013 dan
WHO, 2014)

Terdapat beberapa alasan untuk meningkatkan perhatian akan kesehatan remaja yaitu; pertama
adalah karena jumlah populasi remaja yang banyak di Indonesia maupun secara global yang
hampir mencapai 1/5 dari populasi penduduk keseluruhan di mana menurut data WHO di tahun
2012 jumlah remaja adalah 1,2 miliar atau sekitar 16,4%; kedua adalah remaja sehat akan
memiliki dampak besar pada perkembangan sosial dan ekonomi; dan ketiga adalah remaja
yang sehat penting untuk masa depan dan sekarang dimana remaja adalah aset dan sumber
daya penting untuk keluarga, komunitas dan bangsa. (WHO, 2012)

Peningkatan perhatian pada kesehatan remaja ini akan mempengaruhi status kesehatan pada
fase hidup setelahnya. Dengan contoh, banyak dari penyakit tidak menular pada usia dewasa
berawal dari kebiasaan yang kurang sehat yang terkadang dimulai sejak remaja seperti
konsumsi tembakau, alkohol, pola makan tidak sehat ataupun aktivitas fisik yang
kurang.(WHO, 2012) Perilaku berisiko ini mengacu pada semua yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian dan adaptasi sosial dari remaja. Menurut definisi Departemen
Kesehatan Republik Indonesia seperti dikutip dalam sebuah jurnal; remaja berisiko adalah
remaja yang pernah melakukan perilaku berisiko bagi kesehatan seperti merokok, konsumsi
alkohol, penyalahgunaan narkoba, dan melakukan hubungan seksual pranikah. (Lestary dan
Sugihani, 2011)

Seperti dilaporkan dalam Survei Kesehatan Remaja Republik Indonesia tahun 2007 bahwa
pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi masih rendah.Pengetahuan remaja
perempuan terhadap menstruasi sebagai tanda akhil balig perempuan relatif tinggi, namun
remaja laki-laki masih rendah. Remaja laki-laki yang mengetahui mimpi basah sebagai tanda
akhil balig laki-laki sekitar 29%, sedangkan yang tidak tahu sekitar 10%, pada remaja wanita
mengetahui mimpi basah 16% sebagai tanda akhil balig laki-laki dan 11% menyatakan tidak
tahu. Sementara yang mengetahui sebatas ciri fisik pada akhil balik laki-laki sejumlah 61%
pada kelompok remaja laki-laki dan 73% pada remaja perempuan.Rendahnya pengetahuan
terhadap ciri reproduksi dapat menyebabkan remaja memiliki perilaku berisiko. (IDAI, 2011)

Masalah lain yang berkenaan dengan perilaku berisiko remaja menurut hasil Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, adalah tingginya perokok aktif dengan
presentase perempuan dan laki-laki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun yang merupakan
perokok aktif hingga waktu diadakan survei yaitu laki-laki sebanyak 47% sementara
perempuan 0,7%. Selain itu juga pada kelompok usia ini sudah ditemukan perilaku konsumsi
alkohol dengan presentasi perempuan 3,7% dan laki-laki 15,6%. Temuan lain yang juga
mengejutkan adalah pengalaman seksual pada usia 15-17 tahun pada perempuan sebesar 1,3%
dan pada laki-laki sebesar 3,7% dimana alasan untuk melakukan hubungan seksual untuk
pertama kali sebelum menikah pada remaja usia 15-24 tahun paling tinggi pada kelompok usia
perempuan adalah karena terjadi begitu saja (38,4%) dan dipaksa oleh pasangan (21,2%)
sementara pada kelompok laki-laki alasan tertinggi karena ingin tahu (51,3%). (Pratiwi, 2013)

Kasus HIV/AIDS secara global menjadi 5 besar penyebab mortalitas pada remaja.(WHO,
2014) Di mana laporan dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2014 Bali memiliki
prevalensi kasus AIDS sebesar 109,52 per 100 penduduk dan menempati posisi ketiga secara
nasional. (Kemenkes, 2014) dan dari hasil SKKRI 2007 menyebutkan bahwa pengetahuan
remaja tentang cara paling penting untuk menghindari infeksi HIV masih terbatas, hanya 14%
wanita yang menyebutkan pantang berhubungan seks, 18 % wanita dan 25% pria menyebutkan
menggunakan kondom, serta 11% wanita dan 8% pria menyebutkan membatasi jumlah
pasangan seksual sebagai cara menghindari HIV/AIDS.

Berbagai faktor kesehatan reproduksi remaja berhubungan satu sama lainnya, sehingga untuk
menciptakan status remaja sehat diperlukan pengetahuan mendasar mengenai kesehatan
reproduksi remaja. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatan tingkat kesehatan
reproduksi remaja, tetapi masih saja didapatkan data yang menunjukkan bahwa remaja masih
kurang memiliki pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.Berawal dari kurangnya
pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi remaja dalam proyek mini ini mengangkat
upaya peningkatan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

1.2. Pernyataan Masalah

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan remaja, baik dari
pemerintah maupun pihak lain di antaranya, program kelompok siswa peduli AIDS dan
narkoba (KSPAN) ataupun Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Berdasarkan
wawancara dengan petugas puskesmas, di puskesmas sendiri program kesehatan remaja sudah
dilaksanakan bersama dengan program lain seperti Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan
melaksanakan penyuluhan. Selain penyuluhan juga dilaksanakan penjaringan terhadap siswa
baru di sekolah.Akan tetapi, program kesehatan reproduksi belum secara khusus dilaksanakan
dalam program tertentu. Selama ini pula target program masih terbatas pada siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA).

Berbagai masalah berkaitan dengan kesehatan reproduksi seperti pernikahan dini,


penyalahgunaan NAPZA, ataupun infeksi menular seksual sebenarnya bisa dicegah dengan
berbagai upaya.Melihat kebutuhan remaja dan melihat fungsi puskesmas sebagai lini terdepan
dalam usaha kesehatan masyarakat maka usaha-usaha preventif bisa dilakukan untuk
menurunkan angka kesakitan ataupun angka kematian akibat masalah yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.

Bentuk pelayanan kesehatan remaja ideal menurut WHO adalah adolescent friendly health
services (AFHS) yang kemudian disesuaikan di Indonesia menjadi Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR), di mana kegiatan yang bisa dilakukan untuk mendukung adalah
dengan pemberian infomasi dan edukasi. (Pratiwi, 2013) Degan melaksanakan promosi
kesehatan dalam bidang kesehatan reproduksi remaja ini, diharapkan bahwa tingkat
pengetahuan remaja yang dalam proyek mini ini bisa meningkat sehingga akan memberi
dampak pada sikap dan perilakunya. Dalam menentukan responden proyek mini ini, remaja
usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dirasa sudah bisa menerima materi tentang kesehatan
reproduksi karena usia remaja SMP adalah usia permulaan akhil balig atau pubertas sehingga
upaya peningkatan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja bisa dimulai sedini
mungkin dan diberikan sesuai dengan usia responden.Dalam SKRRI 2007 juga telah
disampaikan bahwa tingkat pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi masih kurang,
maka dalam proyek mini ini dilakukan penyuluhan sebagai usaha untuk meningkatkan
pengetahuan.

1.3. Tujuan

Tujuan penyuluhan ini yaitu untuk memberikan pengetahuan yang benar kepada para siswa
SMP tentang kesehatan reproduksi remaja. Adapun hal-hal yang akan disampaikan dalam
penyuluhan ini adalah:

1. Upaya Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja

2. Perubahan Remaja pada Masa Pubertas

3. Perilaku Remaja Sehat

4. Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

5. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) dan Rokok

1.4. Manfaat

1. Siswa SMP mendapat informasi mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja, Perubahan


Remaja pada Masa Pubertas, Perilaku Remaja Sehat, IMS dan HIV, dan Penyalahgunaan
NAPZA dan Rokok
2. Siswa SMP mendapat pengetahuan yang benar mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja,
Perubahan Remaja pada Masa Pubertas, Perilaku Remaja Sehat, IMS dan HIV, dan
Penyalahgunaan NAPZA dan Rokok.

Anda mungkin juga menyukai