I
3.7. Pendapatan Asli Daerah .......................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ..................... 28
Variasi Rata-Rata Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2010-2016 ..................................................................... 33
Dinamika Besar Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2010-2016 ..................................................................... 33
Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016........................................ 33
Rasio Belanja Modal Terhadap Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016........................................ 33
Komposisi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2014 ....................................................................................... 33
4.2. Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ................ 30
Kualitas Pelayanan Administrasi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2016 .............................................................................. 33
Ketersediaan Pelayanan Barang Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2016 .............................................................................. 33
Kondisi Pelayanan Jasa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2016 ....................................................................................... 33
Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2016 ....................................................................................... 33
4.3. Hubungan Belanja Modal dan Pelayan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara ....................................................................................... 30
4.4. Tipologi Hubungan Belanja Modal dan Pelayanan Publik Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara...................................................................... 32
4.5. Arahan Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Suatera
Utara ....................................................................................................... 33
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 28
5.2. Saran ........................................................................................................ 28
Daftar Pustaka
II
DAFTAR TABEL
III
Tabel 4.11 Klasifikasi Kelas Pelaynan Jasa Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2016 .......................................................... 66
Tabel 4.12 Rasio Penduduk Ber-KTP Elektronik Per Jumlah Penduduk Wajib
Ber-KTP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 70
Tabel 4.13 Persentase Rumah Tangga Terhubung Listrik PLN Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016......................................... 72
Tabel 4.14 Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2016 ................................................................................... 74
Tabel 4.15 Korelasi Belanja Modal dan Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara ................................................................ 78
Tabel 4.16 Tipologi Wilayah Antara Belanja Modal dan Indek Pleyanan Publik
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara .................................. 81
Tabel 4.17 Arahan Kebijakan Pemabangunan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara .............................................................................. 87
IV
DAFTAR GAMBAR
V
DAFTAR LAMPIRAN
VI
BAB I
PENDAHULUAN
1
daerah yang menjadi wujud manajemen yang baik. Pemerintah sebaiknya mampu
mengalokasikan dana untuk investasi. Pentingnya investasi ini dapat dilihat dai
adanya kebijakan yang khusus mengatur mengenai hal ini. Pasal 41 Ayat (3)
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menyusun Peraturan Pemerintah tentang
Investasi Pemerintah. Berdasarkan amanah ini telah terbit Peraturan Pemerintah
No. 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah yang telah digantikan dengan
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. Salah satu
wujud investasi pemerintah adalah belanja modal.
2
1.2. Rumusan Masalah
3
Tingginya kasus korupsi di Sumatera Utara menunjukkan kinerja
pemerintah yang tidak baik terutama dalam pengelolaan keuangan. Kasus korupsi
yang terkait anggran daerah menunjukkan banyaknya Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara yang tidak berhasil dalam mengelola keuangan daerahnya. Belanja modal
sebagai bagian dari pengaturan keungan daerah sebaiknya dimanfaatkan untuk
tujuan awalnya. Sektor vital seperti penididikan, kesehatan, dan infrastruktur
menjadi sasasaran utama korupsi yang dilakukan di Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara. Pelayanan publik yang tidak baik menjadi bukti dari adanya permasalahan
keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Belanja modal dan pelayanan publik
di Sumatera Utara harusnya menunjukkan adanya hubungan dan bersifat positif.
Sehingga perlu dilakukan kajian untuk memverifikasi apakah kedua konsep ini
memiliki hubungan. Apakah jika belanja modal pemerintah tinggi maka kondisi
pelayanan publiknya juga baik. Semakin tinggi realisasi belanja modal diharapkan
mampu meningkatkan kualitas layanan publik.
Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian,
yaitu:
1. Bagaimanakah variasi besar belanja modal Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara?
2. Bagaimanakah kondisi pelayanan publik Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara?
3. Apakah terdapat hubungan belanja modal dan pelayanan publik
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?
4
3. Menganalisis hubungan belanja modal dan pelayanan publik di
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Hasil yang akan dicapai dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis penelitian yang dilakukan dapt dijadikan sebagai bahan dan
masukan bagi penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. Penelitian dapat
memberikan informasi yang cukup dan melengkapi kajian-kajian yang
mengarah pada ilmu pembangunan wilayah dan geografi.
2. Secara praktis hasil penelitian dapat menjadi bahas masukan bagi
pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dalam menerapkan
kebijakan terkait belanja modal dan pelayanan publik guna mencapai
perkembangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
5
urusan-urusan tertentu. Urusan-urusan yang diserahkan itu disebut urusan rumah
tangga daerah atau isi otonomi daerah (Abdul, 2006).
Menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Dearah tujuan
otonomi daerah adalah sebagai berikut: Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahn yang menjadi urusan pemerintah,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah. Dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat
dipercepat perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan
pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan didaerah. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi
daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, pengembangan hidup demokrasi, keadilan, dan pemerataan serta
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mardiasmo, 2002),.
Menurut Halim (2009) dalam Sijabat et all (2013: 237) pelaksanaan
otonomi daerah, salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur rumah tangganya adalah self supporting di dalam bidang
keuangan. Artinya, daerah harus mampu untuk menggali sumber-sumber keuangan
sendiri serta mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan daerahnya
6
Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah
untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam
memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,
pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak
tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di
dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-
batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Syamsi, dalam Susantih dan
Saftiana, 2008).
Halim (2007) mengungkapkan bahwa kemampuan pemda dalam
mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan
pemda dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan sosial masyarakat. Selanjutnya untuk mengukur kemampuan keuangan
pemda adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang
telah ditetapkan dan dilaksanakannya.
Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka
mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belanja daerah
dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja
tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara belanja langsung merupakan
belanja yang dianggarkan yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan.
7
1.5.3. Belanja Modal
8
Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori pertama
(Syaiful, 2006):
a. Belanja Modal Tanah ialah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk
pengadaan pembelian dan pembebasan balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurungan, perataan, pemetangan tanah, pembuatan
sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas
tanah dan sampai tanah yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.
b. Belanja Modal Peralatan dan mesin ialah pengeluaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan, penggantian, penambahan dan peningkatan
kapasitas peralatan mesin serta investaris kantor yang memberikan manfaat
lebih dari 12 bulan dan sampai peralatan dan mesin yang dimksud dalam
kondisi siap pakai.
c. Belanja Modal dan Gedung ialah pengeluaran biaya yang digunakan untuk
penambahan/pengadaan, dan termasuk pengeluaran dan perencanaan,
pengawasan dan pengelolaan gedung dan bangunan yang menambah
kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
d. Belanja Modal Jalan, Irigrasi dan Jaringan ialah pengeluaran biaya yang
digunakan untuk penambahan/pengadaan, penggantian penigkatan
pembangunan atau pembuatan serta perawatan dan terasuk pengeluaran dan
perencanaan, pengawasa dang jaringan yang menambah kapasitas sampai
jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
e. Belanja Modal Fisik Lainnya ialah pengeluaran /biaya yang digunakan
untuk penambahan atau pengadaan dan penggantian pembangunan
pembuatan serta perawatan fisik lainnya yang tidak dikategorikan kedalam
kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini ialah belanja
modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang
purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-
buku, dan jurnal ilmiah.
9
Rasio belanja modal merupakan perbandingan antara total realisasi belanja
modal dengan total belanja daerah. Berdasarkan rasio ini, pembaca laporan dapat
mengetahui porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk investasi dengan bentuk
belanja modal pada tahun anggaran bersangkutan. Belanja modal memberikan
manfaat jangka menengah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya proporsi
belanja modal dengan belanja daerah adalah antara 5-20% (Mahmudi 2010). Rasio
belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut :
Total Belanja Modal
Rasio Belanja Modal =
Total Belanja Daerah
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja operasi
maupun modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh
dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang
diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.
10
Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara atau Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik,
pengadaan dan penyaluran barang dan jasa publik yang dilakukan oleh instansi
pemerintah dan badan usaha. Penyediaan barang dan jasa publik oleh instansi
pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Penyediaan barang dan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan. Penyediaan barang dan jasa publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang
ditetapkan ddam peraturan perundangundangan.
Timbulnya pelayanan umum atau publik dikarenakan adanya kepentingan,
dan kepentingan tersebut bermacam- macam bentuknya sehingga pelayanan publik
yang dilakukan juga ada beberapa macam. Berdasarkan keputusan MENPAN No.
63/ KEP/ M. PAN/ 7/ 2003 kegiatan pelayanan umum atau publik antara lain :
a. Pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status
kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan
terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain
Kartu Tanda Pendudukan (KTP), akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku
Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat
Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
Paspor, Sertifikat kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.
11
b. Pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau
jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
c. Pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
Selain itu, bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat
menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dibedakan ke dalam beberapa
jenis pelayanan yaitu :
a. Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat
dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu
Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Imigrasi.
b. Pelayanan Pembangunan, merupakan pelayanan masyarakat yang terkait
dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada
masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan
jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya.
c. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon,
dan transportasi.
d. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan bahan-
bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan seperti
penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.
e. Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan dengan
sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan,
penjara, rumah yatim piatu dan lainnya.
Edwin (dalam Permatasari, 2014) menguraikan prasarana umum terdiri
dari kategori-kategori dalam fasilitas pelayanan dan fasilitas produksi. Fasilitas
pelayanan meliputi kategori-kategori sebagai berikut:
1) Pendidikan, berupa Sekolah Dasar, SMP, SMA dan perpustakaan umum.
2) Kesehatan, berupa rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas pemeriksaan oleh
dokter keliling, fasilitas perawatan gigi dengan mobil keliling, fasilitas
12
kesehatan mental dengan mobil keliling, rumah yatim piatu, perawatan
penderita gangguan emosi, perawatan pecandu alkohol dan obat bius,
perawatan penderita cacat fisik dan mental, rumah buta dan tuli, serta mobil
ambulans.
3) Transportasi, berupa jaringan rel kereta api, bandar udara dan fasilitas yang
berkaitan, jalan raya dan jembatan di dalam kota dan antar kota serta terminal
penumpang.
4) Kehakiman, berupa fasilitas penegakan hukum dan penjara.
5) Rekreasi, berupa fasilitas rekreasi masyarakat dan olahraga.
Bappenas (Muta’ali, 2015) membuat ukuran indek pelayanan fasilitas
publik untuk mengukur kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyediakan dan
melayani kebutuhan fasilitas dasar bagi penduduknya, khususnya pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur jalan. Indikator yang akan digunakan ialah sebagai
berikut:
1. Jumlah Siswa per Sekolah
Indikator ini mengindikasikan daya tampung sekolah di satu daerah.
Rasionya dibedakan antara tingkat pendidikan dasar SD dan SMP (BEFI)
dan tingkat lanjutan SLTA (AEFI).
2. Jumlah Siswa per Guru
Indikator ini menyangkut ketersediaan tenaga pendidik. Indikator ini
dibedakan juga atas pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan
tingkat lanjut (SLTA). Rasio siswa per guru ini juga dibedakan antara
tingkat pendidikan dasar SD dan SMP (BETI) dan tingkat lanjutan SLTA
(AETI).
3. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan (PHFI)
Ketersediaan fasilitas kesehatan dinyatakan dalam rasio terhadap 10 ribu
penduduk (jumlah ini digunakan untuk mendekatkannya dengan skala
kecamatan). Fasilitas kesehatan dimaksud adalah rumah sakit, puskesmas,
puskesmas pembantu (pustu), dan balai pengobatan.
13
4. Ketersediaan Tenaga Kesehatan (PHOI)
Ketersediaan tenaga kesehatan dinyatakan dalam rasio terhadap 10 ribu
penduduk (jumlah ini digunakan untuk mendekatkannya dengan skala
kecamatan). Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter, tenaga
paramedis dan pembantu paramedis.
5. Kualitas infrastruktur (PRQI)
Indikator ini menyangkut besarnya persentase panjang jalan dengan
kualitas baik, terhadap keseluruhan panjang ruas jalan di kabupaten yang
bersangkutan.
Untuk mengetahui secara komprehensif kinerja pelayanan publik ini, maka
dibuat Indeks Pelayanan Publik (PPI) yang pada prinsipnya adalah rata-rata dari
keempat indikator di atas. Untuk kabupaten i di tahun t, indeks ini secara formal
dirumuskan sebagai berikut:
14
membesar. Pada tahap ini peranan pemerintah masih tetap besar, namun karena
peranan swasta yang semakin besar dapat menimbulkan kegagalan pasar, dan juga
menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah
yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, perkembangan ekonomi
menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit, misalnya
pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri,
menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah
harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari itu terhadap
masyarakat. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa
pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke
pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari
tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.
Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan teknis antara input
dengan output, yang mana hubungan ini menunjukkan output sebagai fungsi dari
input. Input sebagai mana digunakan dalam proses produksi antara lain modal,
tenaga kerja, dan lain-lain (Gasperz, 2004). Dalam ilmu ekonomi, output
dinotasikan dengan Q sedangkan input (faktor produksi) yang digunakan biasanya
terdiri dari input kapital (K) dan tenaga kerja (L). Sehingga fungsi produksi dapat
ditulis:
Q = f(K,L)
Q = Input
K = Modal
L = Tenaga kerja
Fungsi produksi merefeleksikan keberdaan modal dan tenaga kerja
mempengaruhi besar output yang dihasilkan. Pelayanan publik sebagai output yang
dihasilkan pemerintah dalam sistem perkonomian ditentukan oleh modal yang
diinvestasikan. Berdasarkan fungsi tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar
modal yang ditanamkan akan menyebabkan output seperti jasa yang didapatkan
dari pelayanan publik akan meningkat juga.
15
Pada teori ekonomi makro ditunjukkan dalam grafik bahwa investasi (I)
berbanding terbalik dengan suku bunga (r) dan suku bunga (r) juga berbanding
terbalik dengan output (Y). Sehingga secara tidak langsung dari kedua grafik
diketahui bahwa investasi melalui suku bunga berbanding lurus dengan output
(Mankiw, 2003).
16
Sarana umum dapat berupa fasilitas publik seperti kereta api, rumah sakit,
jembatan, jalan, sanitasi, telepon, air bersih, listrik, sekolah dan sebagainya.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi infrastruktur publik merupakan wujud dari modal
publik (public capital) dari investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Infrastruktur
dalam hal ini meliputi jalan, jembatan, dan sistem saluran pembuangan (Mankiw,
2003). Jadi pelayanan publik merupakan output dari investasi yang dilakukan
pemerintah melalui belanja modal.
Pemerintah akan melakukan peningkatan pelayanan publik serta sarana
dan prasaranana yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan
pemerintah. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari keberadaan dan
kondisi pelayanan publik. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan
meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah, sesuai dengan logika,
semakin banyak sumber yang menghasilkan, maka hasilnyapun akan semakin
banyak (Manik, 2014).
17
1.6. Keaslian Penelitian
18
Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terkait
Nama
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun)
1. Diyah Kinerja Keuangan Mengetahui apakah kinerja Metode data panel Hubungan positif antara kinerja
Nugraheni Daerah, Infrastruktur, pengelolaan keuangan daerah pengelolaan keuangan daerah dengan
dan D.S. dan Kemiskinan: cukup efektif dalam penyediaan infrastruktur dasar (khususnya
Priyarsono Analisis penyediaan infrastruktur dasar jalan dan listrik, namun tidak berlaku untuk
(2012) Kabupaten/Kota di dan apakah penyediaan air bersih). Adapun hubungan antara
Indonesia 2006-2009 infrastruktur dasar secara penyediaan infrastruktur dasar dengan
efektif mengurangi angka angka kemiskinan, sesuai harapan, ternyata
kemiskinan. negatif.
2. Jean-Faguet The Effects of Menganalisis pengaruh Regresi Di Bolivia, desentralisasi membuat
(2005) Decentralisation on investasi publik dengan pemerintah menjadi lebih tanggap dan
Public Investment: desentralisasi mengarahkan investasi publik pada daerah-
Evidence and Four daerah dengan kebutuhan besar
Lessons From Bolivia Di Colombia, desentralisasi berdampak
and Colombia signifikan terhadap investasi kota,
sedangkan biaya operasional kota menurun.
3. Marthen Anomali Flypaper Mengetahui ada atau tidaknya Model regresi data panel Variabel bebas baik secara individual
Anthon Effect Dan flypaper effect dan dengan metode estimasi maupun secara serempak berpengaruh
Pentury Pengaruhnya pengaruhnya terhadap total pooled least square positif terhadap total belanja modal
(2009) belanja modal pelayanan pelayanan publik dan belanja modal
Terhadap Belanja
publik maupun belanja modal pelayanan publik di bidang pendidikan,
Modal Pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hasil lain juga
Publik Pemerintah kesehatan maupun infrastruktur menunjukkan bahwa terjadinya anomali
Daerah Kabupaten daerah pada Kabupaten/Kota di flypaper effect yakni bukan hanya terjadi
Kota Di Propinsi Propinsi Papua Barat. pada dana alokasi umum sebagaimana
Papua Barat 2003- penelitian-penelitian sebelumnya namun
2007 yang terjadi justru pada dana otonomi
khusus dan dana alokasi khusus
Kabupaten/Kota di Propinsi Papua Barat.
19
Nama
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun)
4. Selamet Peningkatan Menganalisis besarnya Metode analisis Alokasi belanja modal Provinsi Jambi
Rahmadi dan Belanja Modal dan alokasi belanja modal yang deskriptif didominasi untuk belanja penyediaan
Muhammad Hubungannya dilakukan pemerintah kuantitatif yaitu infrastruktur yaitu sarana dan prasarana
Safri (2014) Terhadap Provinsi Jambi, pendekatan proporsi dalam bentuk belanja jaringan, irigasi
Peningkatan menganalisis dan metode kuantitatif dan jaringan, gedung dan bangunan
Belanja Aset dan hubungan peningkatan yaitu korelasi Pearson serta peralatan dan mesin. Peningkatan
PAD Provinsi belanja modal terhadap belanja modal berhubungan positif dan
Jambi peningkatan belanja aset mampu meningkatkan aset daerah
daerah Provinsi Jambi dan Provinsi Jambi, kecuali pada aset tetap
menganalisis hubungan lainnya yang negatif. Belanja modal,
peningkatan belanja aset aset peralatan dan mesin, gedung dan
daerah dan belanja modal bangunan serta jalan, irigasi dan
Provinsi Jambi terhadap jaringan tahun tertentu berhubungan
penerimaan Pendapatan Asli positif dan dapat dijadikan sebagai
Daerah Provinsi Jambi. sumber utama dalam meningkatkan
penerimaan PAD Provinsi Jambi,
sementara aset tanah dan aset tetap
lainnya tidak. belanja modal, aset tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, jaringan dan irigasi
serta aset tetap lainnya untuk tahun
sebelumnya tidak dapat dijadikan
sebagai faktor utama dalam
meningkatkan penerimaan PAD
Provinsi Jambi.
20
No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Peneliti
(Tahun)
5. Hariyati K. Analisis Belanja Untuk mengetahui apakah Metode deskriptif Proses pengakuan atas belanja modal yang
Danial, Modal dan belanja modal dan kuantitatif ada di Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Jantje J. Penyajiannya dalam penyajiannya dalam laporan Keuangan dan Barang Milik Daerah
Tinangon, Laporan Keuangan keuangan pemerintah kota (DPPKAD) Kota Tomohon terutama yang
Pemerintah Kota Tomohon telah memadai dan berkaitan dengan belanja modal telah
Harijanto
Tomohon sesuai dengan standar sesuai dengan Standar Akuntansi
Sabijono
akuntansi pemerintahan. Pemerintah. Sebaiknya pemerintah kota
(2014) Tomohon melakukan proses pencatatan dan
penyajian semua transaksi keuangan sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan
bukan hanya pada belanja modal.
6. Richard D.E Analisis Belanja mengetahui kendala atau Metode kualitatif dengan kendala dibagi menjadi (a) kendala
Gaghauna, Modal Pemerintah penghambat pelaksanaan pendekatan eksploratif Perencanaan anggaran, (b) pelaksanaan
David P.E Daerah Kabupaten belanja modal Pemerintah (exploratory approach) belanja modal dan (c) pertanggungjawaban.
Saerang, Jessy Kepulauan Talaud Kabupaten Kepulauan Talaud dan Analisis SWOT Faktor-faktor utama pendukung kendala
D.L dan bagaimana strategi adalah kendala rendahnya kualitas SDM,
Warongan mengatasinya. kendala kurangnya pemahaman terhadap
tugas pokok dan fungsi pejabat pelaksana
kegiatan dan penyedia barang/jasa, kendala
ketersediaan anggaran dan kendala
komitmen pimpinan daerah, kendala
pengawasan dan evaluasi secara berkala
dan terus menerus. NAD.
21
1.7. Kerangka Pemikiran
Otonomi Daerah
Peralatan Jalan,
Tanah Gedung dan irigasi, dan
Mesin jaringan Persentase
panjang
Daya Ketersediaan
jalan
Tampung Fasilitas
dengan
Sekolah Kesehatan
kualitas
baik
Rata-Rata
Realisasi
Belanja Modal
Indeks Pelayanan
Publik
Kabupaten/Kota
berdasarkan tipologi
hubungan belanja modal
dan pelayanan publik
Arahan Kebijakan
Pembangunan Kabupaten/Kota
di Sumatera Utara
22
BAB II
METODE DAN TEKNIK ANALISIS
Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan ketujuh untuk nilai realisasi
belanja modal pemerintah tahun 2017 di Indonesia. Posisi ini semakin meningkat
dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara
tampaknya beruapaya untuk terus menambahkan belanja modal dengan nilai yang
lebih besar dibanding pemerintah daerah lainnya di Indonesia. Urutan ini bisa saja
semakingkat untuk tahun-tahun kedapannya.
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi terbesar diluar pulau Jawa
dilihat dari jumlah penduduk, yang memiliki peran yang sangat strategis di wilayah
Indonesia bagian barat, sebagai pusat kegiatan perekonomian dan sebagai salah satu
gerbang utama wisatawan manca negara di bagian utara Pulau Sumatera, dan
berada pada jalur pelayaran tersibuk di dunia yang berhadapan langsung dengan
negara tetangga Malaysia, Singapura dan Thailand. Dengan posisi dan peranan
tersebut, maka pembangunan di wilayah Sumatera Utara mempunyai potensi yang
sangat besar, sekaligus tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi. Untuk
mengembangkan potensi dan menangani tantangan serta permasalahan yang
tersebut, diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang terarah, terpadu, dan
menyeluruh. Salah satu caranya adalah dengan pembangunan dengan peningkatan
pelayanan publik. Maka menjadi provinsi yang menarik untuk diteliti bagaimana
besar realisasi belanja modal daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara dan
hubungannya dengan kondisi pelayanan publik.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Unit analisi dari penelitian ini
adalah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Data yang digunakan berupa realisasi
belanja modal, jumlah siswa dan sekolah (SD, SMP, SMA), jumlah tenaga dan
23
fasilitas kesehatan, dan panjang jalan . Data didapatkan dari web resmi BPS,
Statistik Keuanngan Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten/Kota dalam angka untuk
semua kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder. Data sekunder didapatkan dari studi literatur sebelum dilakukan
penelitian dan data dari lembaga penyedia data. Data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini bersumber dari web resmi BPS Provinsi Sumatera Utara berupa
dokumen Statistik Keuangan Povinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara dalam Angka. Cara pengumpulan data bergantung pada jenis
24
variabel data yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan mencakup seluruh populasi
yang sesuai dengan batasan yang ditetapkan yakni belanja modal dan pelayanan
publik Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
3. Klasifikasi
25
Tabel 2.2 Perhitungan Interval
Kelas Interval
Tinggi >r+sd
Sedang (r+sd)-(<r-sd)
Rendah <r
Sumber: Muta’ali (2015)
Pengujian ini digunakan untuk menguji dua variabel apakah ada hubungan
atau tidak, dengan jenis data keduanya sama yaitu rasio atau interval. Nilai koefisien
korelasi merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kekuatan suatu
hubungan antarvariabel.
Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 hingga +1. Sifat nilai koefisien
korelasi antara plus (+) atau minus (-). Makna sifat korelasi:
26
1) korelasi positif (+) berarti bahwa jika variabel x1 mengalami kenaikan maka
variabel x2 juga akan mengalami kenaikan, begitu sebaliknya.
2) korelasi negatif (-) berarti bahwa jika variabel x1 mengalami penurunan maka
variabel x2 akan mengalami kenaikan, begitu sebaliknya.
Sifat korelasi akan menentukan arah korelasi. Keeratan korelasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) 0,00 sampai 0,20 berarti korelasi memiliki keeratan sangat lemah
2) 0,21 sampai 0,40 berarti korelasi memiliki keeratan lemah
3) 0,41 sampai 0,70 berarti korelasi memiliki keeratan cukup kuat
4) 0,71 sampai 0,90 berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat
5) 0,91 sampai 0,99 berarti korelasi memiliki keeratan kuat sekali
6) 1 berarti korelasi sempurna
Jika ada nilai korelasi antarvariabel bebas lebih besar dari 0,8 maka dapat
diindikasikan adanya multikolinearitas (korelasi sangat kuat). Data yang
mengandung multikolinearitas maka dilakukan proses analisis komponen utama.
27
Tabel 2.3 Tipologi Belanja Modal dan Indek Pelayanan Fasilitas Publik
Indek Pelayanan Fasilitas Publik
Kriteria
>rata-rata total <rata-rata total
28
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH
29
Gambar 3.1 Peta Administrasi Provinsi Sumatera Utara
30
Tabel 3.1 Luas, Jumlah kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan masing-masing
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Rasio
Luas Jumlah Jumlah
No Kabupaten/Kota Terhadap Total
(km²) Kecamatan Desa/Kelurahan
(%)
1 Nias 1 842,51 2,52 10 170
2 Mandailing Natal 6 134,00 8,4 17 329
3 Tapanuli Selatan 6 030,47 8,26 14 248
4 Tapanuli Tengah 2 188,00 3 20 215
5 Tapanuli Utara 3 791,64 5,2 15 252
6 Toba Samosir 2 328,89 3,19 16 244
7 Labuhan Batu 2 156,02 2,95 9 98
8 Asahan 3 702,21 5,07 25 204
9 Simalungun 4 369,00 5,99 31 413
10 Dairi 1 927,80 2,64 15 169
11 Karo 2 127,00 2,91 17 269
12 Deli Serdang 2 241,68 3,07 22 394
13 Langkat 6 262,00 8,58 23 277
14 Nias Selatan 1 825,20 2,5 35 461
15 Humbang Hasundutan 2 335,33 3,2 10 154
16 Pakpak Bharat 1 218,30 1,67 8 52
17 Samosir 2 069,05 2,84 9 134
18 Serdang Bedagai 1 900,22 2,6 17 237
19 Batu Bara 922 1,26 7 151
20 Padang Lawas Utara 3 918,05 5,37 12 388
21 Padang Lawas 3 892,74 5,33 12 304
22 Labuhan Batu Selatan 3 596,00 4,93 5 54
23 Labuhan Batu Utara 3 570,98 4,89 8 90
24 Nias Utara 1 202,78 1,65 11 113
25 Nias Barat 474 0,65 8 105
26 Kota Sibolga 41 0,06 4 17
27 Kota Tanjung Balai 108 0,15 6 31
28 Kota Pematang Siantar 56 0,08 8 53
29 Kota Tebing Tinggi 31 0,04 5 35
30 Kota Medan 265 0,36 21 151
31 Kota Binjai 59 0,08 5 37
32 Kota Padangsidimpuan 115 0,16 6 79
33 Kota Gunung Sitoli 281 0,38 6 101
Sumber: Provinsi Sumatera Utara dalam Angka, BPS 2017
31
3.2 Topografi
32
3.3 Iklim
33
3.4 Kependudukan
34
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin di
Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2016
35
3.5 Ketenagakerjaan
3.50
Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain
Berusaha dibantu anggota rumahtangga/buruh tidak tetap
Berusaha dengan buruh tetap
Buruh/karyawan
Pekerja bebas pertanian
Pekerja bebas non pertanian
Pekerja keluarga
36
3.6 Pendapatan Regional
Tabel 3.4 Perkembangan PDRB dan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku
dan Harga Konstan 2010 Tahun 2014-2016
37
3.7 Pendapatan Asli Daerah
38
Tabel 3.5 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara (ribu rupiah) Tahun 2014
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
4.1.1. Variasi Rata-Rata Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2010-2016
41
Tabel 4.1 Rata-Rata Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010-2016
Rata-Rata (Miliar
No Kabupaten/Kota Kelas
Rupiah)
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 228)
Kelas Sedang : (137-228)
Kelas Rendah : (< 137)
43
merupakan daerah yang sedang mengupayakan pembangunan yang biayanya
bersumber dari belanja modal.
Pembangunan gedung dan jaringan, pembelian mesin/peralatan, ataupun
belanja tanah yang dilakukan oleh daerah-daerah ini bisa menyebabkan realisasi
belanja modal yang cukup banyak. Kabupaten Nias, daerah yang sedang
mengupayakan jaringan internet, mengalokasikan dana yang cukup besar untuk
belanja modalnya. Contoh lainnya adalah pembangunan gedung kantor dan
laboratorium UPTD Metrologi Legal Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten
Asahan juga membelanjakan dana daerahnya untuk pembangunan jalan disalah satu
kecamatannya, Simpang Empat, dan sekitar perkotaan Kisaran.
Dearah yang memiliki rata-rata besar realisasi belanja modal rendah adalah
Kabupaten Dairi, Humbang Hasundutan, Karo, Labuhan Batu, Mandailing Natal,
Nias Barat, Nias, Nias Utara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Pakpak Bharat,
Samosir, Simalungun, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Kota
Binjai, Kota Gunung Sitoli, Kota Padangsidempuan, Kota Pematang Siantar, Kota
Sibolga, dan Kota Tanjung Balai. Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara
didominasi dengan rata-rata realisasi belanja modal yang rendah. Daerah-daerah ini
memiliki nilai rata-rata realisasi belanja modal di bawah rata-rata seluruh
kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.
Daerah-daerah yang memiliki rata-rata realisasi belanja modal rendah ini
secara umum adalah daerah-daerah dengan pendapatan asli daerah yang rendah.
Beberapa diantaranya juga kemungkinan ssangat mengandalkan dana transfer yang
bersumber dari pusat. Kemungkinan lainnya adalah nilai belanja untuk hal lainnya
seperti belanja pegawai lebih besar dibandingkan belanja modal. Hal ini
mengindikasikan ketidakmampuan pemerintah daerah untuk mengelola keunagan
daerahnya. Seringkali pemerintah daerah keliru terkait belanja modal. Banyak
pemerintah daerah yang menginginkan belanja untuk pegawai lebih besar karena
dianggap akan menghasilkan output yang lebih besar dibandingkan belanja modal
yang merupakan investasi.
44
45
Gambar 4.1 Peta Tingkatan Rata-Rata Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016
46
Belanja modal kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara bervariasi pada
setiap wilayah Sumatera Utara seperti yang ditunjukkan pada peta di gambar 4.1
Daerah-daerah di provinsi Sumatera Utara didominasi oleh kabupaten/kota dengan
rata-rata belanja modal yang rendah. Lebih dari setengah dari total jumlah daerah
di provinsi ini memiliki belanja modal yang rendah yaitu dibawah rata-rata seluruh
kabupaten/kota. Kota Medan sebagai pusat kegiatan provinsi Sumatera Utara dan
beberapa daerah disekitarnya merupakan daerah yang termasuk daerah dengan rata-
rata belanja modal tinggi. Beberapa daerah di bagian barat dan timur provinsi
Sumatera Utara memiliki belanja modal sedang. Daerah-daerah di pulau Nias juga
termasuk daerah yang memiliki belanja modal yang rendah. Secara umum daerah
dengan jarak dekat dari ibu kota memiliki belanja modal yang sedang dan tinggi
meskipun terdapat beberapa daerah yang masih rendah belanja modalnya walaupun
dekat Kota Medan. Hal ini bisa menunjukkan tingginya tingkat kemajuan dan
pendapatan daerah-daerah sekitar Kota Medan yang bisa jadi terkena pengaruh
tingginya tingkat kegiatan ibu kota provinsi ini.
47
300
150
100
50
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun
48
Tabel 4.2 Pertumbuhan Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2010-2016
Pertumbuhan Belanja Modal (%)
No Kabupaten/Kota 2010- 2011- 2012- 2013- 2014- 2015-
Rata-rata
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Asahan 12 -5 161 56 -46 5 30
2 Batu Bara -28 10 85 2 9 41 20
3 Dairi 5 -4 69 12 16 21 20
4 Deli Serdang 45 7 11 51 -8 14 20
5 Humbang Hasundutan -8 1 150 17 -12 14 27
6 Karo -31 13 239 -37 93 -23 42
7 Labuhan Batu Utara 25 -13 187 -27 2 17 32
8 LabuhanBatu 3 0 130 -8 -11 54 28
9 LabuhaBatu Selatan -31 2 382 -27 5 14 58
10 Langkat 33 20 65 7 51 26 34
11 Mandailing Natal 230 9 26 26 32 4 55
12 Nias Barat -52 12 183 -5 22 -17 24
13 Nias -6 -9 143 -9 23 17 27
14 Nias Selatan 14 11 112 -42 -7 -34 9
15 Nias Utara 117 25 119 -23 55 7 50
16 Padang Lawas -36 4 68 -25 120 -3 21
17 Padang Lawas Utara -15 13 132 -11 -1 40 26
18 Pakpak Bharat 38 8 87 -2 8 5 24
19 Samosir -12 -1 125 3 8 12 23
20 Serdang Bedagai -7 26 83 -27 8 46 22
21 Simalungun -16 12 68 -3 -18 14 9
22 Tapanuli Selatan -37 22 222 -17 37 1 38
23 Tapanuli Tengah 20 -1 212 -60 119 0 48
24 Tapanuli Utara 16 10 70 -29 64 -1 22
25 Toba Samosir -49 102 27 24 -1 18 20
26 Kota Binjai 33 27 48 15 14 16 26
27 Kota Gunungsitoli 148 409 -22 8 4 0 91
28 Kota Medan 48 5 -5 52 -4 2 16
29 Kota Padangsidempuan 130 208 -41 -11 17 31 56
30 Kota Pematang Siantar -12 17 50 -16 35 31 18
31 Kota Sibolga 70 9 5 22 20 46 29
32 Kota Tanjung Balai 1 29 23 57 -39 23 16
33 Kota Tebing Tinggi 128 17 40 2 -7 337 86
Rata-Rata 24 30 99 -1 18 24 32
Sumber: Data Olahan (Lampiran 1), 2019
49
retribusi bahan galian nonmineral dan minuman beralkohol. Hal ini dapat menjadi
penyebab besarnya pertumbuhan belanja modal pada daerah ini. Sementara itu,
Kabupaten Nias Selatan beberapa kali mengalami penurunan besar belanja modal.
Menurut hasil penelitian Samalua (2018) pertumbuhan PAD Kabupaten Nias
Selatan dari tahun ke tahun masih sangat rendah yaitu masih dibawah 1%, bahkan
tahun 2012 dan 2013 bukan pertumbuhan yang terjadi tetapi penurunan. Hal ini
disebabkan belum optimalnya pengelolaan sumber daya sebagai penyumbang PAD
Kabupaten Nias Selatan. Maka penurunan belanja modal Kabupaten Nias Selatan
dapat disebabkan oleh hal ini.
50
Tabel 4.3 Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016
No Kabupaten/Kota Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah Rata-Rata Kelas
2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010
1 Asahan 0,16 0,16 0,31 0,24 0,10 0,12 0,14 0,17 Rendah
2 Batu Bara 0,28 0,25 0,27 0,27 0,17 0,18 0,28 0,24 Sedang
3 Dairi 0,22 0,21 0,21 0,20 0,14 0,16 0,17 0,19 Rendah
4 Deli Serdang 0,19 0,18 0,22 0,17 0,17 0,18 0,15 0,18 Rendah
5 Humbang Hasundutan 0,25 0,25 0,32 0,32 0,15 0,18 0,21 0,24 Sedang
6 Karo 0,15 0,23 0,17 0,27 0,10 0,09 0,16 0,17 Rendah
7 Labuhan Batu Utara 0,26 0,25 0,28 0,38 0,15 0,22 0,22 0,25 Sedang
8 LabuhanBatu 0,24 0,18 0,23 0,27 0,13 0,16 0,16 0,20 Rendah
9 LabuhaBatu Selatan 0,34 0,34 0,37 0,46 0,16 0,16 0,31 0,30 Tinggi
10 Langkat 0,27 0,26 0,21 0,20 0,14 0,15 0,12 0,19 Rendah
11 Mandailing Natal 0,17 0,19 0,19 0,17 0,15 0,16 0,05 0,15 Rendah
12 Nias Barat 0,28 0,42 0,41 0,45 0,21 0,20 0,99 0,42 Tinggi
13 Nias 0,29 0,29 0,31 0,36 0,18 0,19 0,27 0,27 Sedang
14 Nias Selatan 0,15 0,22 0,28 0,39 0,26 0,30 0,27 0,27 Sedang
15 Nias Utara 0,33 0,36 0,32 0,42 0,25 0,24 0,22 0,30 Tinggi
16 Padang Lawas 0,23 0,28 0,20 0,27 0,19 0,19 0,33 0,24 Sedang
17 Padang Lawas Utara 0,23 0,24 0,29 0,33 0,15 0,16 0,28 0,24 Sedang
18 Pakpak Bharat 0,30 0,32 0,35 0,39 0,27 0,23 0,23 0,30 Sedang
19 Samosir 0,26 0,27 0,29 0,31 0,17 0,17 0,22 0,24 Sedang
20 Serdang Bedagai 0,20 1,63 0,18 0,25 0,16 0,15 0,17 0,39 Tinggi
21 Simalungun 0,10 0,10 0,14 0,16 0,10 0,11 0,15 0,12 Rendah
22 Tapanuli Selatan 0,26 0,27 0,26 0,32 0,12 0,12 0,23 0,23 Rendah
23 Tapanuli Tengah 0,21 0,23 0,14 0,30 0,12 0,15 0,16 0,19 Rendah
24 Tapanuli Utara 0,19 0,22 0,18 0,25 0,16 0,16 0,17 0,19 Rendah
25 Toba Samosir 0,18 0,18 0,20 0,19 0,16 0,10 0,21 0,18 Rendah
26 Kota Binjai 0,21 0,20 0,19 0,19 0,14 0,13 0,13 0,17 Rendah
27 Kota Gunungsitoli 0,27 0,32 0,36 0,37 0,52 0,12 0,12 0,30 Sedang
28 Kota Medan 0,21 0,21 0,22 0,20 0,22 0,21 0,19 0,21 Rendah
29 Kota Padangsidempuan 0,19 0,15 0,16 0,19 0,37 0,14 0,08 0,18 Rendah
30 Kota Pematang Siantar 0,21 0,17 0,15 0,18 0,14 0,14 0,19 0,17 Rendah
31 Kota Sibolga 0,27 0,21 0,20 0,19 0,20 0,21 0,15 0,21 Rendah
32 Kota Tanjung Balai 0,20 0,18 0,26 0,24 0,20 0,18 0,20 0,21 Rendah
33 Kota Tebing Tinggi 0,88 0,23 0,27 0,28 0,24 0,22 0,14 0,32 Tinggi
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 0,30)
Kelas Sedang : (0,23-0,30)
Kelas Rendah : (< 0,23)
Sumber: Data Olahan (Lampiran 2), 2019
51
belanja untuk aset daerah. Semenatar itu, Kota Medan dengan pendapatan dan besar
belanja modal tertinggi, memiliki rasio belanja modal terhadap belanja daerah yang
rendah. Belanja pegawai atau belanja barang bisa jadi menjadi prioritas bagi
pemerintah Kota Medan. Sehingga belanja modal yang besar belum tentu rasio
belanja unruk belanja modalnya tinggi.
Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara didominasi oleh proporsi
belanja modal relatif homogen, yaitu lebih dari 10% dan kurang dari 30% (Tabel
4.4). Sepanjang tahun 2010 hingga 2013, rata-rata kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Utara memiliki belanja modal 10-20%, namun di tahun 2014-2016
meningkat menjadi >20-30%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah
daerah yang semakin memprioritaskan belanja modal di Provinsi Sumatera Utara
dengan pengaturan belanjanya dan meningkatkan proporsi belanja modal.
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa masih terdapat daerah yang
memiliki belanja modal dibawah 10% sekitar satu hingga tiga daerah di sepanjang
tahun 2010-2016. Seharusnya daerah dengan rasio ini sudah tidak ada lagi. Prakosa
(2004) menunjukkan bahwa jumlah belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi
umum yang diterima dari pemerintah pusat. Ketergantungan Pemda terhadap
transfer pemerintah pusat menjadi semakin tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa
semakin besar DAU, maka semakin kecil proporsi belanja modal. Rendahnya rasio
belanja modal bisa terjadi karena ketidakmandirian daerah. Belanja modal sebagai
investasi daerah seharusnya memiliki proporsi yang besar dengan pengelolaan
keungan daerah termasuk belanja dengan porsi yang tepat.
52
4.1.4. Rasio Belanja Modal Terahadap Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016
53
Tabel 4.5 Rasio Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2016
Belanja Modal Jumlah
No Kabupaten/Kota Rasio Kelas
(Milliar Rupaiah) Penduduk
1 Asahan 237 141403 1,6 Sedang
2 Batu Bara 320 435303 0,7 Rendah
3 Dairi 217 276889 0,7 Rendah
4 Deli Serdang 561 356918 1,5 Sedang
5 Humbang Hasundutan 223 295613 0,7 Rendah
6 Karo 231 180694 1,2 Sedang
7 Labuhan Batu Utara 256 470511 0,5 Rendah
8 LabuhanBatu 285 712684 0,4 Rendah
9 LabuhaBatu Selatan 294 854489 0,3 Rendah
10 Langkat 626 280610 2,2 Sedang
11 Mandailing Natal 248 396598 0,6 Rendah
12 Nias Barat 156 2072521 0.07 Rendah
13 Nias 227 1021208 0,2 Rendah
14 Nias Selatan 122 311319 0,3 Rendah
15 Nias Utara 233 184915 1,2 Sedang
16 Padang Lawas 218 46392 4,7 Tinggi
17 Padang Lawas Utara 238 124496 1,9 Sedang
18 Pakpak Bharat 164 610906 0,2 Rendah
19 Samosir 202 404988 0,5 Rendah
20 Serdang Bedagai 291 257807 1,1 Rendah
21 Simalungun 210 263784 0,7 Rendah
22 Tapanuli Selatan 307 320381 0,9 Rendah
23 Tapanuli Tengah 223 354485 0,6 Rendah
24 Tapanuli Utara 238 135013 1,7 Sedang
25 Toba Samosir 181 80785 2,2 Sedang
26 Kota Binjai 202 86789 2,3 Tinggi
27 Kota Gunungsitoli 187 169084 1,1 Rendah
28 Kota Medan 936 249505 3,7 Tinggi
29 Kota Padangsidempuan 159 158902 1 Rendah
30 Kota Pematang Siantar 199 2229408 0,08 Rendah
31 Kota Sibolga 185 267901 0,6 Rendah
32 Kota Tanjung Balai 131 212917 0,6 Rendah
33 Kota Tebing Tinggi 666 137693 0,4 Rendah
Rata-Rata Rasio 1,2
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 2,2)
Kelas Sedang : (1,2-2,2)
Kelas Rendah : (< 1,2)
54
Berdasarkan tabel 4.5, terdapat tiga daerah yang memiliki rasio belanja
modal perkapita yang tinggi, yaitu Kota Tebing Tinggi dan Medan, serta Kabupaten
Padang Lawas. Kota Tebing Tinggi dengan jumlah penduduk yang tidak besar
memampukan pemerintah mengalokasikan belanja modal yang tinggi untuk
penduduknya. Kota Tebing Tinggi dengan jumlah kecamatan yang hanya
berjumlah lima, dimana jumlah ini lebih sedikit dibandingkan derah lainnya di
provinsi Sumatera Utara. Kebutuhan yang tidak terlalu besar dan pendapatan yang
cukup tinggi menjadikan rasio belanja modal perkapita yang tinggi untuk Kota
Tebing Tinggi. Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan
sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan
maupun untuk fasilitas publik. Daerah dengan wilayah yang lebih luas
membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk
pelayanan kepada publik bila dibandingkan dengan daerah dengan wilayah yang
tidak begitu luas (Kusnandar dan Dodik, 2009).
Kota Medan dan Kabupaten Padang Lawas mampu memiliki rasio belanja
modal perkapita yang tinggi karena jumlah pendapatan yang tingggi dan seimbang
dengan jumlah penduduknya yang besar. Kota Medan dengan pendapatan tertinggi
di provinsi Sumatera Utara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya yang besar
jumlahnya. Kabupaten Padang Lawas dengan pendapatan yang tinggi dan jumlah
penduduk yang tidak terlalu besar jumlahnya dibandingkan dengan daerah lainnya
di provinsi Sumatera Utara menjadikan nilai rasio belanja modal perkapitanya
tinggi. Kabupaten Nias Barat dan Kota Pematang Siantar adalah dua daerah dengan
rasio belanj modal terhadap jumlah penduduk yang terendah. Kabupaten Nias Barat
memiliki besar belanja modal yang rendah, semnetara Kota Pematang Siantar
memiliki jumlah penduduk yang besar. Jumlah penduduk sendiri sebagai konsumen
layanan yang di berikan oleh pemerintah daerah, sehingga banyaknya jumlah
penduduk juga akan mempengaruhi belanja modal. Semakin besar jumlah
penduduknya pemerintah daerah juga harus mengeluarkan dana besar untuk
memenuhi kebutuhan yang besar melalui belanja modal.
55
4.1.5. Komposisi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2014
3%
2%
19% Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
56% Jalan, Irigasi, dan Jaringan
20% Aset Tetap Lainnya
56
Provinsi Sumatera Utara terdiri dari kabupaten/kota dengan besar
kebutuhan berbeda-beda terhadap luas tanah, jumlah peralatan dan mesin, gedung,
jalan, dan aset lainnya. Secara umum belanja modal kabupaten/lota di provinsi
Sumatera Utara didominasi oleh belanja untuk jalan, irigasi, dan jaringan (Gambar
4.3). Pembangunan infrastruktur masih menjadi prioritas bagi pemerintah daerah di
provinsi Sumatera Utara. Pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan terus dilakukan
pemerintah daerah pada provinsi ini terutama pada daerah-daerah yang terpencil.
Perbaikan jalan yang rusak, terutama karean beberapa daerah di provins ini rawan
terhadap longsor menjadi penyebab besarnya belanja modal untuk jalan. Besarnya
dan yang harus dikeluarkan untuk pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan bisa
menjadi penyebab bsebarnya porsi belanja untuk aset ini pada masing-masing
kabupaten/kota. Setelah jalan, irigasi, dan jaringan, belanja untuk peralatan dan
mesin menjadi aset terbesar porsinya dalam belanja modal.
Secara umum belanja modal tahun kabupaten/kota di provinsi Sumatera
Utara tahun 2014 didominasi oleh belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan.
Terdapat beberapa daerah yang memiliki okmposisi belanja modal yang jauh
berebda dengan kabupaten/kota lainnya (Tabel 4.6). Tapanuli Selatan, Nias Utara,
dan Labuhan Batu Utara memiliki rasio belanja modal peralatan dan mesin yang
besar (Tabel 4.6). Kabupaten Labuhan Batu Utara memiliki lebih dari 90% belanja
modal peralatan dan mesin. Sebagai daerah yang baru saja mekar dan memiliki
pendapatan yang cukup tinggi sebagai dearah baru, pemerintah daerah Labuhan
Batu Utara memiliki kebijakan pemerataan pembanguan yang merupakan misi
pemerintah daerah dalam RPJMD tahun 2011-2015. Pemerintah berupaya
melakukan pemerataan dalam sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dan
infrastruktur di setiap kecamatan di Labuhan Batu Utara. Banyaknya kebutuhan
perlengkapan dan sarana/prasaran dalam sektor-sektor ini mengharuskan
pemerintah daerah mengeluarkan banyak dana untuk belanja peralatan dan mesin.
Humbang Hasundutan merupakan satu-satunya daerah dengan belanja modal tanah
tertinggi. Peningkatan aset tanah pemerintah daerah kabupaten Humbang
Hasundutan sebagai investasi untuk meningkatkan pendapatan melalui retribusi
57
yang dikenakan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
58
4.2. Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
59
4.2.1. Kondisi Pelayanan Jasa
60
Tabel 4.7 Rasio Fasilitas Kesehatan Per-10.000 Penduduk Kabuapetn/Kota di
Provinsi Sumaetera Utara Tahun 2016
No. Kabupaten/Kota Rasio Kelas
1 Asahan 0,18 Tinggi
2 Batu Bara 0,06 Rendah
3 Dairi 0,09 Sedang
4 Deli Serdang 0,16 Tinggi
5 Humbang Hasundutan 0,05 Rendah
6 Karo 0,09 Sedang
7 Labuhan Batu Utara 0,07 Sedang
8 LabuhanBatu 0,06 Rendah
9 LabuhaBatu Selatan 0,04 Rendah
10 Langkat 0,14 Tinggi
11 Mandailing Natal 0,06 Rendah
12 Nias Barat 0,02 Rendah
13 Nias 0,02 Rendah
14 Nias Selatan 0,02 Rendah
15 Nias Utara 0,02 Rendah
16 Padang Lawas 0,04 Rendah
17 Padang Lawas Utara 0,05 Rendah
18 Pakpak Bharat 0,02 Rendah
19 Samosir 0,04 Rendah
20 Serdang Bedagai 0,09 Sedang
21 Simalungun 0,17 Tinggi
22 Tapanuli Selatan 0,06 Rendah
23 Tapanuli Tengah 0,05 Rendah
24 Tapanuli Utara 0,05 Rendah
25 Toba Samosir 0,04 Rendah
26 Kota Binjai 0,04 Rendah
27 Kota Gunungsitoli 0,02 Rendah
28 Kota Medan 0,24 Tinggi
29 Kota Padangsidempuan 0,02 Rendah
30 Kota Pematang Siantar 0,03 Rendah
31 Kota Sibolga 0,00 Rendah
32 Kota Tanjung Balai 0,01 Rendah
33 Kota Tebing Tinggi 0,03 Rendah
Rata-Rata 0,06
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 0,12)
Kelas Sedang : (0,06-0,12)
Kelas Rendah : (< 0,06)
61
Berdasarkan tabel 4.7, dapat dilihat bahwa daerah dengan rasio tertinggi
adalah Kota Medan. Rasio ketersediaan fasilitas kesehatan adalah 0,24. Setiap
fasilitas kesehatan di Kota Medan melayani sebanyak 41.000 penduduk. Jumlah
fasilitas kesehatan yang cukup menciptakanpelayanan yang lebih maksimal. Kota
Medan sebagai pusat pertumbuhan provinsi Sumatera Utara dengan jumlah
penduduk yang banyak mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dengan
ketersediaan fasilitasnya.
62
Tabel 4.8 Rasio Panjang Jalan Kualitas Baik Terhadap Total Panjang Jalan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
No. Kabupaten/Kota Rasio Kelas
1 Asahan 0,17 Rendah
2 Batu Bara 0,40 Rendah
3 Dairi 0,22 Rendah
4 Deli Serdang 0,33 Rendah
5 Humbang Hasundutan 0,56 Rendah
6 Karo 0,37 Rendah
7 Labuhan Batu Utara 0,26 Rendah
8 LabuhanBatu 0,43 Rendah
9 LabuhaBatu Selatan 0,62 Rendah
10 Langkat 0,25 Rendah
11 Mandailing Natal 0,30 Rendah
12 Nias Barat 0,15 Rendah
13 Nias 0,25 Rendah
14 Nias Selatan 0,32 Rendah
15 Nias Utara 0,16 Rendah
16 Padang Lawas 0,16 Rendah
17 Padang Lawas Utara 0,18 Rendah
18 Pakpak Bharat 0,73 Tinggi
19 Samosir 0,24 Rendah
20 Serdang Bedagai 0,65 Tinggi
21 Simalungun 0,53 Rendah
22 Tapanuli Selatan 0,22 Rendah
23 Tapanuli Tengah 0,46 Rendah
24 Tapanuli Utara 0,43 Rendah
25 Toba Samosir 0,29 Rendah
26 Kota Binjai 0,81 Tinggi
27 Kota Gunungsitoli 0,49 Rendah
28 Kota Medan 0,94 Tinggi
29 Kota Padangsidempuan 0,21 Rendah
30 Kota Pematang Siantar 0,79 Tinggi
31 Kota Sibolga 0,57 Rendah
32 Kota Tanjung Balai 0,70 Tinggi
33 Kota Tebing Tinggi 0,50 Rendah
Rata-Rata 0,42
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 0,64)
Kelas Sedang : (0,42-0,64)
Kelas Rendah : (< 0,42)
63
Daya Tampung Sekolah
Pendidikan merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa yang menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal
14 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sekolah sebagai salah satu sarana
untuk pelayanan pendidikan. Perbandingan jumlah siswa terhadap jumlah sekolah
merupakan indikator daya tampung sekolah di satu daerah. Rasionya dibedakan
antara tingkat pendidikan dasar SD dan SMP, serta tingkat lanjutan SLTA.
Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara memiliki rata-rata daya tampung untuk
SD dan SMP sebesar 190 (Tabel 4.9) dan SLTA sebesar 300 (Tabel 4.10).
Berdasarkan tabel 4.9, dapat dilihat bahwa secara umum daya tampung SD
dan SMP kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara didominasi oleh kelas rendah.
Kota Sibolga, Medan, dan Padangsidempuan adalah tiga daerah dengan daya
tampung tertinggi. Jumlah penduduk yang tinggi pada daerah-daerah ini diimbangi
oleh jumlah fasilitas pendidikan dasar, yaitu SD dan SMP yang cukup.
Setangah dari seluruh kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara memiliki
daya tampung SLTA didominasi oleh kelas rendah (Tabel 4.10). Kota Pematang
Siantar merupakan daerah dengan daya tampung SLTA tertinggi. Sebagai salah satu
daerah yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi, Kota Pematang Siantar mampu
memenuhi kebutuhan yang besar dengan jumlah SLTA yang cukup. Jika
dibandingkan, secara umum kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utra masih
memiliki daya tampung yang lebih rendah pada SD dan SMPA dibandingkan
dengan SLTA. Pemerintah daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara perlu
memberikan perhatian lebih terhadap pemeuhan kebutuhan pendidikan dasar
termasuk jumlah gedung sekolah yang mencukupi untuk meningkatkan daya
tampung sekolah.
64
Tabel 4.9 Daya Tampung SD dan SMP Kabuapetn/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Jumlah Siswa Per
No. Kabupaten/Kota Kelas
Jumlah SD dan SMP
1 Asahan 197 Sedang
2 Batu Bara 178 Rendah
3 Dairi 191 Rendah
4 Deli Serdang 240 Sedang
5 Humbang Hasundutan 170 Rendah
6 Karo 193 Rendah
7 Labuhan Batu Utara 176 Rendah
8 LabuhanBatu 209 Sedang
9 LabuhaBatu Selatan 213 Sedang
10 Langkat 182 Rendah
11 Mandailing Natal 185 Rendah
12 Nias Barat 150 Rendah
13 Nias 176 Rendah
14 Nias Selatan 162 Rendah
15 Nias Utara 151 Rendah
16 Padang Lawas 205 Sedang
17 Padang Lawas Utara 169 Rendah
18 Pakpak Bharat 107 Rendah
19 Samosir 121 Rendah
20 Serdang Bedagai 149 Rendah
21 Simalungun 146 Rendah
22 Tapanuli Selatan 154 Rendah
23 Tapanuli Tengah 162 Rendah
24 Tapanuli Utara 145 Rendah
25 Toba Samosir 151 Rendah
26 Kota Binjai 232 Sedang
27 Kota Gunungsitoli 195 Sedang
28 Kota Medan 304 Tinggi
29 Kota Padangsidempuan 298 Tinggi
30 Kota Pematang Siantar 246 Tinggi
31 Kota Sibolga 331 Tinggi
32 Kota Tanjung Balai 261 Tinggi
33 Kota Tebing Tinggi 231 Sedang
Rata-Rata 193
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 245)
Kelas Sedang : (193-245)
Kelas Rendah : (< 193)
65
Tabel 4.10 Daya Tampung SLTA Kabuapetn/Kota di Provinsi Sumaetera Utara
Tahun 2016
Jumlah Siswa
No. Kabupaten/Kota Kelas
Per Jumlah SMA
1 Asahan 253 Rendah
2 Batu Bara 307 Rendah
3 Dairi 391 Sedang
4 Deli Serdang 250 Rendah
5 Humbang Hasundutan 434 Tinggi
6 Karo 383 Sedang
7 Labuhan Batu Utara 306 Rendah
8 Labuhan Batu 261 Rendah
9 Labuhan Batu Selatan 265 Rendah
10 Langkat 244 Rendah
11 Mandailing Natal 221 Rendah
12 Nias Barat 180 Rendah
13 Nias 250 Rendah
14 Nias Selatan 196 Rendah
15 Nias Utara 203 Rendah
16 Padang Lawas 219 Rendah
17 Padang Lawas Utara 171 Rendah
18 Pakpak Bharat 205 Rendah
19 Samosir 351 Sedang
20 Serdang Bedagai 249 Rendah
21 Simalungun 338 Sedang
22 Tapanuli Selatan 265 Rendah
23 Tapanuli Tengah 335 Sedang
24 Tapanuli Utara 437 Tinggi
25 Toba Samosir 350 Sedang
26 Kota Binjai 377 Sedang
27 Kota Gunungsitoli 332 Sedang
28 Kota Medan 362 Sedang
29 Kota Padangsidempuan 374 Sedang
30 Kota Pematang Siantar 513 Tinggi
31 Kota Sibolga 425 Tinggi
32 Kota Tanjung Balai 403 Tinggi
33 Kota Tebing Tinggi 336 Sedang
Rata-Rata 309
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 3955)
Kelas Sedang : (309-395)
Kelas Rendah : (< 309)
66
Tabel 4.11 Klasifikasi Kelas Pelayanan Jasa Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Kelas
Jenis Pelayanan
Tinggi Sedang Rendah
Kota Pematang Siatar, Kabupaten Dairi, Humbang Kabupaten Asahan, Batu Bara,
Sibolga, dan Tanjung Hasundutan, Karo, Tapanuli Deli Serdang, Labuhan Batu,
Balai, Kota Medan, Kota Utara, Kota Binjai, Kota Labuhan Batu Utara, Labuhan
Padangsidempuan, Kota Gunungsitoli, Kota Tebing Batu Selatan, Langkat,
Pematang Siantar, Kota Tinggi Mandailing Natal, Nias Barat,
Sibolga, Kota Tanjung Nias, Nias Selatan, Nias Utara,
Pendidikan
Balai Padang Lawas, Padang Lawas
Utara, Pakpak Bharat, Samosir,
Serdang Bedagai, Simalungun,
Tapanuli Selatan, Tapanuli
Tengah, Toba Samosir
Kota Medan, Kota Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Asahan, Batu Bara,
Pematang Siantar, Kota Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, Labuhan Batu Utara,
Sibolga, Kota Tanjung Langkat, Serdang Bedagai, LabuhanBatu, LabuhaBatu
Balai Tapanuli Utara, Kota Selatan, Mandailing Natal, Nias
Binjai, Kota Barat, Nias, Nias Selatan, Nias
Indek Pelayanan Padangsidempuan Utara, Padang Lawas, Padang
Jasa Lawas Utara, Pakpak Bharat,
Samosir, Simalungun, Tapanuli
Selatan, Tapanuli Tengah, Toba
Samosir, Kota Gunungsitoli, Kota
Tebing Tinggi
67
Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara masih didominasi oleh
pelayanan jasa yang rendah, baik pendidikan, kesehatan, dan jalan. Daerah-daerah
dengan indek pelayanan jasa tinggi merupakan kota-kota yang lebih berkembang
dari daerah lainya di provinsi Sumatera Utara (Tabel 4.11). Kota Medan, Kota
Pematang Siantar, Kota Sibolga, dan Kota Tanjung Balai merupakan daerah dengan
pelayanan jasa yang terbaik. Kondisi perekonomian yang baik, aparatur daerah
berkualitas, dan pertumbuhan yang pesat menjadikan pelayanan di daerah ini
menjadi maksimal. Kota Medan sebagai pusat pertumbuhan Provinsi Sumatera
Utara adalah satu-satunya daerah yang memiliki pelayanan jasa, baik pendidikan,
kesehatan, dan jalan yang termasuk kelas tinggi. Keadaan ini menujukkan
kemampuan pemerintah Kota Medan yang maksimal dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat Kota Medan.
JALAN 10 9 14
KESEHATAN 3 6 24
PENDIDIKAN 8 7 18
68
pendidikan dan kesehatan seperti gedung sekolah dan fasilitas keshatan. Jumlah
daerah yang termasuk kelas tinggi terbanyak adalah pada jalan. Jalan
kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara tampaknya menjadi fokus utama
pemerintah daerah secara umum. Jalan sebagai alat untuk memaksimalkan
pelayanan pemerintah daerah dalam bidang transportasi yang akan memperlancar
mobilitas sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun pendidikan dan
kesehatan juga merupakan pelayanan pokok yang perlu untuk diperhatikan.
Pelayanan jasa masih perlu ditingkatkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota di
provinsi Sumatera Utara, terutama pada pendidikan dan kesehatan.
69
memiliki E-KTP dibandingkan jumlah penduduk yang wajib memiliki KTP. Secara
umum terdapat perbedaan yang kontras pada setiap daerah di provinsi Sumtera
Utara (Tabel 4.12). Beberapa daerah sudah memuhi lebih dari 60% kebutuhan
masyarakat dalam penguruhsan E-KTP, bahkan mencapai nilai 85%. Disis lain
terdapat daerah-daerah yang masih sangat kecil nilai rasio jumlah penduduk yang
sudah memiliki E-KTP terhadap jumlah penduduk wajib KTP-nya. Terdapat enam
daerah yang nilai rasionya bahkan belum mencapai angka 10% dan selebihnya
belum mencapai 20%. Sebelas dari tiga puluh tiga kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Utara telah menunjukkan kualitas pelayanan administrasi melalui
pengrusan E-KTP yang menggambarkan bahkan setengah dari daerah-daerah di
provinsi Sumatera Utara belum memiliki pelayanan administrasi yang memuaskan.
Berdasarkan tabel 4.12, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki nilai
pelayanan administrasi tertinggi adalah Kabupaten Humbang Hasundutan,.
Pemerintah daerah Kabupaten Humbang Hasundutan memberikan pelayanan
terbaiknya dalam pengurusan adminitrasi kependudukan. Pengurusan yang cepat
dan tindakan pemerintah daerah dalam melakukan pelayanan, dengan menerbitkan
surat keterangan sebagai pengganti E-KTP, merupakan pendorong tercapainya
pelayanan administrasi terbaik pada Kabupaten Humbang Hasundutan.
Pelayanan administrasi terendah pada kabupaten/kota di provinsi Sumatera
Utara adalah Kabupaten Mandailing Natal (Tabel 4.12). Kabupaten Mandailing
Natal memiliki permaslahan E-KTP yang rusak dan invalid yang menjadi penyebab
kurang maksimalnya pelayanan admnistrasi yang diberikan pemerintah daerah.
Adanya E-KTP yang sudah ganti status, pindah, rusak dan lain sebagainya
merupakan penghambat kelanacaran proses pelayanan adminitrasi pada Kabupaten
Mandailing Natal.
70
Tabel 4.12 Rasio Penduduk Ber-KTP Elektronik Per Jumlah Penduduk Wajib
Ber-KTP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Rasio Penduduk Ber-KTP
No. Kabupaten/Kota Kelas
Elektronik (%)
1 Asahan 0,01 Rendah
2 Batu Bara 0,11 Rendah
3 Dairi 0,73 Tinggi
4 Deli Serdang 0,16 Rendah
5 Humbang Hasundutan 0,86 Tinggi
6 Karo 0,15 Rendah
7 Labuhan Batu Utara 0,12 Rendah
8 LabuhanBatu 0,15 Rendah
9 LabuhaBatu Selatan 0,78 Tinggi
10 Langkat 0,80 Tinggi
11 Mandailing Natal 0,01 Rendah
12 Nias Barat 0,19 Rendah
13 Nias 0,67 Tinggi
14 Nias Selatan 0,01 Rendah
15 Nias Utara 0,14 Rendah
16 Padang Lawas 0,11 Rendah
17 Padang Lawas Utara 0,09 Rendah
18 Pakpak Bharat 0,69 Tinggi
19 Samosir 0,02 Rendah
20 Serdang Bedagai 0,77 Tinggi
21 Simalungun 0,07 Rendah
22 Tapanuli Selatan 0,81 Tinggi
23 Tapanuli Tengah 0,74 Tinggi
24 Tapanuli Utara 0,68 Tinggi
25 Toba Samosir 0,07 Rendah
26 Kota Binjai 0,00 Rendah
27 Kota Gunungsitoli 0,19 Rendah
28 Kota Medan 0,08 Rendah
29 Kota Padangsidempuan 0,12 Rendah
30 Kota Pematang Siantar 0,18 Rendah
31 Kota Sibolga 0,01 Rendah
32 Kota Tanjung Balai 0,74 Tinggi
33 Kota Tebing Tinggi 0,18 Rendah
Rata-Rata 0,32
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 0,64)
Kelas Sedang : (0,33-2,0,63)
Kelas Rendah : (< 0,32)
71
4.2.3. Ketersediaan Pelayanaan Barang Listrik Rumah Tangga
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
72
Tabel 4.13 Persentase Rumah Tangga terhubung listrik PLN Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Persentase Rumah Tangga
No Kabupaten/Kota Kelas
terhubung listrik PLN
1 Asahan 98 Tinggi
2 Batu Bara 100 Tinggi
3 Dairi 98 Tinggi
4 Deli Serdang 99 Tinggi
5 Humbang Hasundutan 98 Tinggi
6 Karo 97 Tinggi
7 Labuhan Batu Utara 94 Tinggi
8 LabuhanBatu 96 Tinggi
9 LabuhaBatu Selatan 86 Rendah
10 Langkat 98 Tinggi
11 Mandailing Natal 89 Rendah
12 Nias Barat 79 Rendah
13 Nias 64 Rendah
14 Nias Selatan 55 Rendah
15 Nias Utara 67 Rendah
16 Padang Lawas 92 Rendah
17 Padang Lawas Utara 85 Rendah
18 Pakpak Bharat 91 Rendah
19 Samosir 99 Tinggi
20 Serdang Bedagai 100 Tinggi
21 Simalungun 97 Tinggi
22 Tapanuli Selatan 93 Tinggi
23 Tapanuli Tengah 95 Tinggi
24 Tapanuli Utara 95 Tinggi
25 Toba Samosir 94 Tinggi
26 Kota Binjai 96 Tinggi
27 Kota Gunungsitoli 98 Tinggi
28 Kota Medan 100 Tinggi
29 Kota Padangsidempuan 100 Tinggi
30 Kota Pematang Siantar 100 Tinggi
31 Kota Sibolga 99 Tinggi
32 Kota Tanjung Balai 99 Tinggi
33 Kota Tebing Tinggi 99 Tinggi
Rata-Rata 92
Keterangan:
Kelas Tinggi : (> 0,64)
Kelas Rendah : (≤ 0,92)
Kabupaten Nias Selatan hanya memiliki 55% rumah tangga yang terhubung
litrik PLN. Artinya masih ada setengah dari total jumlah rumah tangga di kabupetn
ini yang masih belum terjamin kebutuhan listrinya. Lambannya dan kurang
73
maksimalnya upaya pemerintah daerah menyebabkan masih banyak desa di
Kabupaten Nias Selatan yang masih belum dialiri listrik, contohnya sepuluh desa
di Kecamatan Mazo. Beberapa daerah masih mengandalkan genset sebagai sumber
listrik. Akses yang sulit, keterbatasan dana, dan pembangunan yang lamban bisa
menjadi penyebabnya, terutam daerah-daerah yang berada di Pulau Nias.
74
Tabel 4.14 Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
1 Asahan 10 Rendah
2 Batu Bara 11 Rendah
3 Dairi 13 Sedang
4 Deli Serdang 12 Sedang
5 Humbang Hasundutan 14 Tinggi
6 Karo 11 Rendah
7 Labuhan Batu Utara 11 Rendah
8 LabuhanBatu 11 Rendah
9 LabuhaBatu Selatan 12 Sedang
10 Langkat 14 Tinggi
11 Mandailing Natal 9 Rendah
12 Nias Barat 8 Rendah
13 Nias 12 Sedang
14 Nias Selatan 9 Rendah
15 Nias Utara 8 Rendah
16 Padang Lawas 8 Rendah
17 Padang Lawas Utara 8 Rendah
18 Pakpak Bharat 11 Rendah
19 Samosir 10 Rendah
20 Serdang Bedagai 14 Tinggi
21 Simalungun 11 Rendah
22 Tapanuli Selatan 13 Sedang
23 Tapanuli Tengah 13 Sedang
24 Tapanuli Utara 14 Tinggi
25 Toba Samosir 11 Rendah
26 Kota Binjai 12 Sedang
27 Kota Gunungsitoli 11 Rendah
28 Kota Medan 14 Tinggi
29 Kota Padangsidempuan 12 Sedang
30 Kota Pematang Siantar 14 Tinggi
31 Kota Sibolga 13 Sedang
32 Kota Tanjung Balai 16 Tinggi
33 Kota Tebing Tinggi 11 Rendah
Keterangan:
Kelas Tinggi : (>14)
Kelas Sedang : (13-14)
Kelas Rendah : (<12)
Berdasarkan tabel 4.14, dearah yang memiliki indek pelayanan publik tinggi
adalah Kabupaten Humbang Hasundutan, Langkat, Tapanuli Utara, Kota Medan,
Pematang Siantar, dan Tanjung Balai. Daerah-daerah ini adalah kabupaten/kota
dengan kondisi pelayanan publik terbaik. Dearah-daerah ini merupakan contoh
daerah yang berhasil dalam pelayanan publik, baik pelayanan adminitrasi, barang,
75
maupun pelayanan jasa. Kota Medan, Pematang Siantar, dan Tanjung Balai
merupakan daerah maju yang menunjukkan kesejahteraan penduduknya yang lebih
baik melalui terpenuhinya kebutuhan masyarkatnya terhadap pelayanan publik.
Kabupaten Humbang Hasundutan, Langkat, dan Tapanuli Utara adalah kabupaten
yang mampu memnuhi kebutuhan pelayanan publik penduduknya menunjukkan
keberhasilan pemrintah daerahnya yang maksimal dalam memberikan pelayanan.
Pada tabel 4.14 dearah yang memiliki indek pelayanan publik sedang adalah
Kabupaten Dairi, Deli Serdang, Labuhan Batu Selatan, Nias, Tapanuli Selatan,
Tapanuli Tengah, Kota Binjai, Padangsidempuan, dan Sibolga. Derah-daerah ini
merupakan kabupaten/kota yang pelayanan publiknya berada pada tingkatan rata-
rata atau sedikit diatas rata-rata. Pemerintah daerah kabupaten/kota ini tampaknya
sedang berupaya untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik.
Berdasarkan tabel 4.10 dearah yang memiliki indek pelyanan publik rendah
adalah Kabupaten Asahan, Batu Bara, Karo, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu,
Mandailing Natal, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Padang Lawas, Padang
Lawas Utara, Pakpak Bharat, Samosir, Simalungun, Toba Samosir, Kota Gunung
Sitoli dan Tebing Tinggi. Daerah-daerah ini masih memiliki kondisi pelayanan
publik yang berada dibawah rata-rata. Penduduk pada daerah ini belum terpenuhi
secara maksimal kebutuhannya terhadap pelayanan publik. Kabupaten ini secara
umum adalah daerah yang kurang maju dibanding daerah lainnya di provinsis
Sumatera Utara, bahkan daerah seperti Kota Gunung Sitoli dan Tebing Tinggi juga
masih termasuk daerah yang pelaaynaan publiknya rendah.
76
77
Gambar 4.5 Peta Tingkatan Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
78
Berdasarkan peta di gambar 4.5 provinsi Sumatera Utara didominasi oleh
daerah dengan indek pelaynan publik yang rendah. Kota Medan dan beberapa
daerah disekitarnya yang berada di bagian utara provinsi Sumatera Utara termasuk
kabupaten/kota yang memiliki indek pelayanan jasa yang tinggi. Kabupaten Deli
Serdang yang berada dekat dengan Kota Medan dan beberapa daerah lainnya
disekitar daerah yang memiliki indek pelayanan tinggi merupakan daerah dengan
indek pelayanan sedang. Tingginya jumlah penduduk di daerah-daerah ini
menuntut pelayanan publik yang cukup dengan tersedianya fasilitas keshatan dan
pendidikan, kualitas jalan yang baik, serta terpenuhinya kebutuhan listrik dan
pelayanan administrasi. Daerah-daerah yang maju dan atau berada disekitar daerah
yang maju cenderung memiliki indek pelayanan publik yang baik.
Pada pulau Nias sendiri terdapat satu daerah indek pelaynaan publiknya
kelas sedang diabndingkan dengan daerah-daerah lainnnya yang memiliki indek
pelayanan daerah yang rendah, yaitu Kabupaten Nias. Daerah-daerah di Pulau Nias
yang berada terpisah dari daerah-daerah di Pulau Sumatera ini cenderung memiliki
tingkat kemajuan yang lebih rendah. Hampir semua daerah pada pulau ini termasuk
pelayanan publik rendah. Keterbatasan pemerintah daerah memaksimalkan
pelayanan publik di daerah-daerah ini menjadi penyebabnya. Masih banyaknya
jalan yang berkualiats buruk, keterbatasan jumlah fasilitas kesehatan, dan gedung
sekolah membuat kabupaten-kabupaten ini didominasi oleh pelayanan publik yang
rendah. Jarak yang jauh menyebabkan pembangunan daerah pada Pulau Nias lebih
lamban. Pembanguunan manusia yang rendah dan dana pembangunan yang sedikit
menjadi penyebab lainnya.
79
oleh masyarakat. Untuk mendapatkan kondisi pelyanan publik yang terbaik harus
tersedia juga dana yang memadai. Belanja modal sebagai benntuk pendaanaan
untuk membeli aset untuk peningkatan pelayanan publik dimaksimalkan dengan
harapan kondisi pelyanan publik di daeah itu juga menjadi baik.
Analisis korelasi pearson dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara belanja modal dan pelayanan publik pada kabupaten/kota di
provinsi Sumatera Utara. Variabel belanja modal diapat dari nilai rata-rata realisasi
belanja modal kabupaten/kota dari tahuan 2010-2016. Variabel indek pelayanan
publik merupakan nilai indek hasil skoring dari pelayanan jasa. Pelayanan publik
dibatasi untuk pelyanan jasa karena belanja modal untuk tanah, gedung, dan jalan
secara umum merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan pelayanan jasa pendidikan,
kesehatan, dan jalan. Variabel untuk pelayanan jasa pendidikan adalah daya
tampung sekolah berupa rasio jumlah siswa terhadap jumlah gedung sekolah.
Variabel untuk pelayanan jasa keshatan adalah jumlah rasio fasilitas kesehatan
terhadap 10.000 penduduk. Variabel untuk pelayanan trasnportasi yatitu rasio
panjang jalan dengan kualitas baik terhadap total panjang ruas jalan.
Tabel 4.15 Korelasi Belanja Modal dan Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara
Indek
Jalan Kesehatan Pendidikan Pelayanan
Publik
Belanja sig korelasi sig korelasi sig korelasi sig Korelasi
Modal 0,175 0,242 0,000 0,774 0,491 0,124 0,04 0,357
80
Adanya hubungan yang bersifat positif antara belanja modal dan pelayanan
publik di provinsi Sumatera Utara ini sesuai dengan teori ekonomi makro. Belanja
yang dilakukan oleh pemerintah daerah berupa modal merupakan input. Semakin
besar inputnya maka output diharapkan juga semain besar, yaitu pelayanan publik
terutama pelayanan jasa. Belanja modal untuk membeli aset daerah seperti tanah,
gedung, peralatan/mesin, dan lainnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terutama dalam hal pelayanan jasa seperti fasilitas kesehatan, gedung
sekolah, dan jalan dengan kualitas baik. Kondisi pelayanan publik yang baik dapat
tercapai dengan meningkatkan kuantitas belanja modal atau proporsi belanja modal
dari total belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah setiap daerah. Bagi daerah
yang memiliki pendapatan yang tinggi akan memudahkan pemerintah dalam
melakukan pemenuhan kebutuhan belanja modal namun dengan proporsi yang
cukup.
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilhat bahwa ada hubungan yang signifikan
antara besar belanja modal dengan ketersedianan pelayanan kesehtan pada
kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Hal ini menujukkan bahwa dengan
belanja modal yang memadai suatu daerah dapat ememnuhi kebutuhan pelayanan
kesehtan masyrakatnya memuli penyedeiaan fasilitas kesehatan. Daerah-daerah
yang lebih berkembang si Sumatera Utara memiliki fasilitas kesehatan yang
memadai jumlahnya karena kemampuan daerahnya untuk membelanjakan aset
gedung melalui belanja modal yang tersedia.
Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilhat bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara besar belanja modal dengan ketersedianan pelayanan pendidikan
pada kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Hal ini menujukkan bahwa
daerah-daerah di provinsi Sumatera Utara belum menunjukkan adanya hubungan
belanja modal dengan daya tampung sekolah. Daerah dengan belanja moal yang
tinggi tidak selalu memiliki daya tampung sekolah yang memadai. Fasilitas
pendidikan lainnya bisa menjadi sasaran lainnya bagi belnaj modalaerah-daerah di
provinsi Sumatera Utara, seperti sarana dan prasarana lainnya dalam bentuk
peralatan, buku, perpustakaan dan lainnya.
81
Pada tabel 4.15 dapat dilhat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara besar belanja modal dengan kondisi jalan pada kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Utara. Hal ini menujukkan bahwa daerah-daerah di provinsi Sumatera
Utara belum menunjukkan adanya hubungan belanja modal dengan daya tampung
sekolah, yaitu daerah dengan belanja moal yang tinggi tidak selalu memiliki rasio
jalan kondisi baika yang tinggi. Masih banyaknya daerah dengan kondisi jalan tidak
baik sementara belanja modlnya cukup memadai menjadi penyebabnya. Besarnya
kasus korupsi pada bidang infrastruktur adalah menjadi salah satu penyebabnya.
Banyaknya jumlah Kepala Daerah yang melaukan korupsi ppada provinsi Sumatera
menjadi hambatan untuk peningkatan kulaitas jalan yang merupakan kebutuhan
yang sangat penting untuk setiap daerah.
Penyususnan tipologi wilayah ini didasarkan pada belanja modal dan indek
pelayanan publik. Belanja modal yang digunakan dalam penyususnan tipologi ini
menggunakan data rata-rata belanja modal kabupaen/kota di provinsi Sumatera
Utara tahun 2010-2016. Indek pelayanan publik yang diguaakan adalah pelayanan
jasa saja meningat belanja modal itu sendiri dialokasikan untuk belanja aset seperti
gedung dan jalan. Indek pelayanan publik merupakan nilai yang didapatkan dari
hasil skoring data dari variabel-variabel pelayanan jasa (pendidikan, kesehatan, dan
jalan).
Adapun pembagian tipologi wilayah ini terdapat empat tipe yang terdiri dari
belanja modal dan indek pelayanan publik diatas rata-rata, belanja modal di atas
rata-rata indek pelayanan publik dibawah rata-rata, belanja modal di bawah rata-
rata indek pelaynaan publik diatas rata-rata, serta belanja modal dan indek
pelayanan publik di bawah rata-rata. Agar lebih mudah dianalisis maka digunakan
tabel tipologi wilayah yang menampilkan belanja modal dan indek pelayanan
publik beserta kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Kemudian ditampilkan
dalam tabel dan peta untuk mempermudah analisis.
82
Tabel 4.16 Tipologi Wilayah anatara Belanja Modal dan Inndek Pelayanan
Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Belanja Modal
Kriteria
>rata-rata <rata-rata
Tipe I Tipe II
Deli Serdang, Langkat, Humbang Hasundutan, Tapanuli
Serdang Bedagai, Kota Utara, Kota Binjai, Kota
>rata-
Medan Padangsidempuan, Kota Pematang
rata
Siantar, Kota Sibolga, Kota
Tanjung Balai
(4 Daerah, 13%) (7 Daerah, 21%)
Indek
Tipe III Tipe IV
Pelayanan
Asahan, Batu Bara, Labuhan Dairi, Karo, LabuhanBatu,
Publik
Batu Utara, LabuhaBatu Mandailing Natal, Nias Barat, Nias,
Selatan, Nias Selatan, Nias Utara, Padang Lawas, Padang
<rata-
Tapanuli Selatan, Kota Lawas Utara, Pakpak Bharat,
rata
Tebing Tinggi Samosir, Simalungun, Tapanuli
Tengah, Toba Samosir, Kota
Gunungsitoli
(7 Daerah, 21%) (15 Daerah, 45%)
Tipe Wilayah I
Wilayah yang dicirikan oleh tipe I adalah wilayah yang belanja modal dan
indek pelayanan publik diatas rata-rata. Daerah yang termasuk tipe ini adalah
83
adalah Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Kota Medan. Daerah-daerah
yang belanja modalnya tinggi dapat memenuhi kebutuhan pelayanan publik untuk
penduduknnya karena ketersediaan aset yang diapat melalui belanja modal berupa
gedung dan jalan. Pembangunan yang maksimal melalui sarana prasarana yang ada
dapat dilakukan karena jumlah dana yang dibelanjakan oleh pemerintah daerahnya
juga tinggi. Daerah-daerah ini secara umum adalah daerah yang lebih maju
dibanding daerah lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Kemampuan daerahnya
seimbang dengan keterpenuhan kebutuhan masyarakatnya.
Tipe Wilayah II
Wilayah yang dicirikan oleh tipe II adalah wilayah yang belanja modalnya
di bawah rata-rata dan indek pelayanan publiknya di atas rata-rata. Daerah yang
termasuk tipe ini adalah Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Kota Binjai, Kota
Padangsidempuan, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, dan Kota Tanjung Balai.
Daerah pada wilayah ini memiliki kondisi pelyanan publik yang baik meskipun
belanja modalnya tidak di atas rata-rata. Hal ini menunjukkan maksimalnya
pemerintah daerahnya dalam memanfaatkan dana yang ada dalam memberikan
pelayanan publik. Namun belanja modal yang terbatas dengan kondisi pelayanan
publik yang bak ini akan menyebabkan perkembangan yang lambat. Keterpenuhan
pelayanan publik mungkin terpenuhi, namun perkembangan yang harus dicapai
dengan adanya perubahan yang tak dapat dibendung, seperti pertamabahan jumlah
penduduk.
Wilayah yang dicirikan oleh tipe III adalah wilayah yang belanja
modalnya di atas rata-rata dan indek pelayanan publiknya di bawah rata-rata.
Daerah yang termasuk tipe ini adalah Asahan, Batu Bara, Labuhan Batu Utara,
LabuhaBatu Selatan, Nias Selatan, Tapanuli Selatan, dan Kota Tebing Tinggi.
Daerah ini merupakan daerah yang perlu diupayakan peningkatan pelayanan
publiknya. Belanja modal yang tinggi harusnya memampukan pemerintahnya
84
memenuhi kebutuhan pelayanan publik penduduknya. Pemerintah daerah tidak
secara optimal memanfaatkan dana yang besar melalui belanja modal untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakatnya. Dearah ini juga berindikasi
memiliki masalah korupsi, dimana terdapat kasus tidak tersalurkannya dana belanja
modal untuk pemenuhan kebutuhan masyrakatnya.
Tipe Wilayah IV
Wilayah yang dicirikan oleh tipe IV adalah wilayah yang belanja modal
dan indek pelayanan publik di bawah rata-rata. Daerah yang termasuk tipe ini
adalah Dairi, Karo, Labuhan Batu, Mandailing Natal, Nias Barat, Nias, Nias Utara,
Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Pakpak Bharat, Samosir, Simalungun,
Tapanuli Tengah, Toba Samosir, dan Kota Gunungsitoli. Dearah-daerah ini
menggambarkan daerah yang masih belum maju. Belanja modal yang rendah
menunjukkan kemampuan daerah yang buruk untuk melakukan belanja aset yang
diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan penduduknya. Sementara itu pelayanan
publik yang juga masih di bawah rata-rata menunjukkan masih kurang
maskimalnya pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan pelayanan publik
oleh pemerintah daerah.
85
Gambar 4.6 Peta Tipologi Wilayah Belanja Modal dan Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
86
Berdasarkan gambar 4.6, secara umum kabupaten/kota di provinsi Sumatera
Utara dimoniasi dengan daerah tipe IV yaitu belanja modal dan pelayanan publik
di bawah rata-rata. Bagian tengah dan selatan provinsi Sumtaera Utara masih
ditemukan bayank daerah dengan kondisi buruk, dimana kondisi pelyanan
publiknya dan besar belanja modalnya di bawah rata-rata. Berbeda dengan daerah
di bagian utara.
Kota Medan dan beberapa daerah disekitarnya merupakan daerah tipe I.
Kota medan sebagai ibu kota provinsi dengan aktivitas tersibuk di provinsi
Sumatera Utara. Dengan kemajuan yang ada dan jumlah penduduk yang besar
menuntut pemenuhan kebutuhan pelayanan publik yang maksimal dan pengaturan
belanja yang baik oleh pemerintah daerah. Daerah disekitar Kota Medan dengan
jumlah penduduk yang besar juga, dipengaruhi oleh kemajuan Kota Medan.
Daerah-daerah di sekitar pusat memang lebih berkembang dibading daerah yang
jauh, sehingga wajar kondisi pelayanan publiknya juga lebih baik.
Di sebelah barat dan timur provinsi Sumatera Utara termasuk tipe daerah III
dan dibagian tengah terdapat daerah dengan tipe II. Daerah-daerah ini berpotensi
untuk dapat lebih berkembang lagi dengan kebijakan pembangunan yang tepat.
Beberapa diantaranya adalah daerah sekitar danau Toba yang berpotensi memicu
kemajuan ekonomi untuk pendapatan daerah yang lebih sehingga pemerintah
daerah diharapkan memiliki kemampuan untuk memaksimalkan pelayanan
publiknya. Sementara di pulau Nias sabagai wilayah yang terpisah dari Pulau
Sumatera, terdapat setengah bagian merupakan daerah yang termasuk tipe III dan
setengahnya adalah tipe IV.
87
4.5. Arahan Kebijakan Pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara
88
Tabel 4.17 Arahan Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara
No. Prioritas Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Impikasi Kebijakan
1. Pertama Belanja Modal Dairi, Karo, Peningkatan pendapatan dan
(Tipe IV) dan Pelayanan LabuhanBatu, penerimaan daerah
Publik dibawah Mandailing Natal, Nias Meningkatkan jumlah dan
rata-rata proporsi belanja modal
Barat, Nias, Nias Utara,
Padang Lawas, Padang Peningkatan kapasitas dengan
Lawas Utara, Pakpak pembangunan gedung sekolah
Bharat, Samosir, yang seimbang dengan jumlah
Simalungun, Tapanuli siswa
Tengah, Toba Samosir, Pembangunan fasilitas
Kota Gunungsitoli pelayanan kesehatan
Perbaikan jalan dengan
kondisi belum baik
Pengoptimalan program
pembangunan utnuk
pelayanan publik
89
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
90
1. Peningkatan besar dan proporsi belanja modal masing-masing
Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Utara. ,
Manajamen keungan daerah yang baik oleh pemerintah daerah
diperlukan di setiap kabupaten/kota. Pemerintah daerah harus mampu
menetapkan prioritas dalam melakukan belanja dan berupaya
meningkatkan belanja yang tujuannya dalah pemenuhan kebutuhan
masyrakatnya. Seabiknya masyrakat harus menjadi fokus utama
pemerintah daerah dalam negatur keungan daerahnya.
2. Evaluasi dan Monitoring penggunaan belanja modal di masing-masing
daerah.
Belanja modal yang besar namun tidak didukung dengan
pemanfaatan yang baik akan mengakibatkan kerugian besar bagi daerah.
Dengan adanya pengawasan dan evaluasi penggunaan belanja modal
yang dilakukan oleh pemerintah dearah akan menjamin pemanfaatan
belanja modal yang tepat.
3. Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan publik dengan
penggunaan dana yang tersedia secara optimal
Pemerintah daerah seharusnya mampu melakukan
pemabangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Kebuthan
dan kemmpuan setiap daerah berbeda-beda. Daerah dengan kebutuhan
pelayanan publik yang besar sebaiknya memaksimalkan pembangunan.
Dana yang tersedia sebaiknya digunakan secara optimal.
4. Peningkatan kualiats dan kuantitas pelayanan publik, baik pelayanan
adsminitrasi, pelayanan barang, dan pelayanan jasa.
Keterpenuhan kebutuhan pelayanan publik dapat dicapai
dengan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan.
Peningkatan pelayanan publik dengan menyesuaikan jumlahnya
terhadap jumlah penduduk penting utuk dilakukan. Selain itu
kualitasnyapun harus diperhatikan untuk keefektifan pemenuhan
kebutuhan publik.
91
Daftar Pustaka
Abdullah Syukriy dan Abdul Halim. 2006. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran
Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemerintahan dan
Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah vol. 2, No. 2.
Agustina, Silvia. 2013. Pengaruh Profitabilitas dan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Fakultas
Ekonomi. Universitas Negeri Padang.
Albrow, Martin. 1989. Birokrasi diterjemahkan oleh Rusli Karim dan Totok
Daryanto. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.
Ardhini dan S. Handayani. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap
Belanja Modal untuk Pelayanan Publik dalam Prespektif terhadap Teori
Keagenan: Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. Diambil dari
http://eprints.undip.ac.id/30929/1/JURNAL.pdf (dikses 12 April 2019).
Badrudin, Rudy. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN
Badrus Salam. Ahmad. 2016. Analisisfaktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Perubahan Anggaran Belanja Modal Padapemerintah Kabupaten/Kota di
Indonesia.Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga.
Eka, S. 1998. Publication Information Edisi 1. Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara.
Gaspersz, Vincent. 2004. Production Planning And Inventory Control. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Umum.
Halim, Abdul, 2004. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2007. Analisis Investasi Edisi kedua. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2016. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat
Imroatus dan Agus Wahyudin. 2014. Analisis Belanja Modal Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa. Jurnal Analisis Akutansi Fakultas Ekonomi.
Universitas Negeri Semarang.
92
Indriatno I dan Irwinsyah R. 1998. Aplikasi Analisis Tabulasi Silang (Crosstab)
dalam Perencanaan Wilayah dan Kota. Jurnal PWK, 9(2): 298-302.
Kusnandar dan Dodik Siswantoro. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum,
Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas
Wilayah Terhadap Belanja Modal. Unversitas Indonesia.
Maharani, Atria. 2011. Pengaruh Karakteristik Informasi Akuntansi Manajemen
Terhadap kinerja Manajerial Dengan Ketidakpastian Tugas dan Strategi
Bisnis Sebagai Variabel Moderating. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro: Semarang.
Mahmudi. 2010. Manajemen Keungan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Mahmudi. 2010.Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Manik, Tumpal. 2014. Analisis Pengaruh Kemakmuran, Ukuran Pemerintah
Daerah, Inflasi, Intergovernmental Revenue dan Kemiskinan Terhadap
Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Organisasi da
Manajemen. Volume 9, Number 2, 2014, pp. 107-124(18)
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan.
Jakarta: Erlangga.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Moenir, H.A.S. 2001. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Muta’ali, Luthfi. 2015. Teknik Analisis Regional. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Geografi (BPFG) UGM.
Noor, F, H.2007. Ekonomi Manajerial Edisi Kesatu. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Prakosa, K. B. 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah: Studi
empirik di Wilayah Jawa Tengah dan DIY. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia 8 (2): 101-118.
93
Permatasari, Desy, Y.E. 2014. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Ratminto dan Atik. 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sijabat Reviline. 2013. Pemilihan Moda Pergerakan Komuter di Kecamatan
Sayung. Tugas Akhir: Universitas Diponegoro.
Samalua. 2018. Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten
Nias Selatan. JURNAL AKUNTANSI. STIE Nias Selatan
Volume 2 Nomor 2 Februari 2018
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suprapto, Tri. 2006. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sleman Dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000 – 2004. Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Susantih, Henny dan Saftiana, Yulia. 2008. Perbandingan Indikator Kinerja
Keuangan Pemerintah Propinsi Se-Sumatera Bagian Selatan. Tesis.
Universitas Sriwijaya.
Syaiful. 2006. Pengertian Dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja
Modal Dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan. Makalah.
Tjiptono, Fandy, 2000. Manajemen Jasa, Edisi Kedua, Andy Offset. Jakarta
94
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1 Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016
Besar Belanja Modal (000 Rupiah)
No Kabupaten/Kota Rata-Rata
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
1 Asahan 98.005.398 109.696.308 104.233.501 271.753.134 424.188.251 227.438.270 237.676.952 145.922.085
2 Batu Bara 139.806.344 100.775.962 110.910.249 205.203.297 210.018.299 227.967.032 320.423.995 139.173.963
3 Dairi 81.170.558 85.078.415 81.944.095 138.859.862 155.712.106 180.098.060 217.941.187 96.763.233
4 Deli Serdang 203.001.499 294.673.201 316.547.927 352.334.309 533.705.890 491.710.226 561.285.600 291.639.234
5 Humbang Hasundutan 82.610.494 75.930.511 76.337.309 190.867.255 223.948.004 196.275.197 223.630.078 106.436.392
6 Karo 92.129.440 63.900.967 72.334.623 245.358.709 155.665.020 300.098.182 231.098.360 118.430.935
7 Labuhan Batu Utara 93.828.392 116.902.720 101.720.820 292.435.766 213.674.389 218.138.402 256.257.019 151.221.925
8 LabuhanBatu 95.675.924 98.752.253 98.625.295 226.693.799 209.025.598 185.515.383 285.089.741 129.936.818
9 LabuhaBatu Selatan 98.805.203 67.984.078 69.550.524 335.066.618 244.955.647 258.390.106 294.626.135 142.851.606
10 Langkat 117.392.907 156.299.248 186.990.493 308.212.155 329.542.795 497.257.525 626.295.461 192.223.701
11 Mandailing Natal 31.561.295 104.078.701 113.819.144 143.802.439 181.377.548 238.677.825 248.898.512 98.315.395
12 Nias Barat 106.153.917 50.647.405 56.874.892 161.067.997 153.098.310 187.110.062 156.180.258 93.686.053
13 Nias 83.037.053 78.236.608 71.224.211 173.429.299 158.098.310 194.330.739 227.559.502 101.481.793
14 Nias Selatan 127.832.510 146.212.104 161.679.672 343.475.132 198.944.305 184.978.091 122.786.141 194.799.855
15 Nias Utara 31.001.072 67.247.999 84.104.854 184.356.213 141.607.543 219.043.274 233.739.122 91.677.535
16 Padang Lawas 123.863.691 78.742.403 81.849.055 137.297.626 103.210.294 226.709.433 218.859.097 105.438.194
17 Padang Lawas Utara 86.311.993 73.399.878 83.296.950 193.425.841 171.951.495 170.639.986 238.440.428 109.108.666
18 Pakpak Bharat 52.908.474 73.170.656 78.964.079 147.986.633 144.433.403 156.407.390 164.178.920 88.257.461
19 Samosir 82.548.414 72.930.530 72.042.593 162.439.730 167.757.876 181.611.819 202.913.244 97.490.317
20 Serdang Bedagai 116.508.460 108.891.833 136.907.177 250.621.748 183.433.585 198.977.837 291.118.162 153.232.305
21 Simalungun 148.745.843 124.515.715 139.812.765 234.348.465 226.370.755 185.676.905 210.953.245 161.855.697
22 Tapanuli Selatan 108.628.630 68.073.328 82.972.543 267.454.273 222.350.225 303.915.013 307.152.297 131.782.194
97
Besar Belanja Modal (000 Rupiah)
No Kabupaten/Kota Rata-Rata
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
25 Toba Samosir 95.353.108 48.920.950 98.712.736 125.576.943 156.147.146 154.106.802 181.212.965 92.140.934
26 Kota Binjai 53.073.129 70.645.783 89.652.876 133.102.683 153.284.846 174.972.076 202.943.192 86.618.618
27 Kota Gunungsitoli 16.833.468 41.795.991 212.769.483 165.703.391 179.745.680 187.221.924 187.221.924 109.275.583
28 Kota Medan 423.443.461 628.567.319 661.376.771 630.802.959 956.334.028 916.888.038 936.599.133 586.047.628
29 Kota Padangsidempuan 27.867.290 64.126.070 197.461.987 117.216.919 104.032.328 121.667.415 159.508.882 101.668.067
30 Kota Pematang Siantar 86.407.152 76.283.187 89.402.696 134.009.853 112.533.369 152.228.323 199.557.081 96.525.722
31 Kota Sibolga 44.807.887 76.191.005 82.678.183 87.060.355 105.880.983 126.724.782 185.382.144 72.684.358
32 Kota Tanjung Balai 69.329.382 69.880.668 90.076.093 110.991.401 174.063.400 106.723.069 131.747.679 85.069.386
33 Kota Tebing Tinggi 43.176.471 98.324.320 114.917.292 160.860.325 163.582.124 152.487.242 666.789.251 104.319.602
98
Lampiran 2 Besar Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Besar Belanja Daerah (000 rupiah)
No Kabupaten/Kota
2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010
1 Asahan 1.501.954.701 1.395.720.715 1.388.135.949 1.143.614.491 1.037.633.546 892.574.470 716.231.011
2 Batu Bara 1.128.446.894 903.322.940 791.574.676 760.743.078 641.952.160 558.737.287 500.027.119
3 Dairi 993.346.050 867.993.509 746.087.911 694.246.838 593.188.127 535.857.676 487.883.816
4 Deli Serdang 3.005.435.387 2.735.624.355 2.392.252.735 2.034.622.489 1.826.070.426 1.654.873.747 1.333.248.402
5 Humbang Hasundutan 881.820.452 772.298.662 700.844.955 605.789.788 511.537.854 432.517.403 393.014.475
6 Karo 1.542.011.009 1.326.869.181 889.667.378 901.675.565 750.398.279 675.614.311 585.246.911
7 Labuhan Batu Utara 976.368.478 862.568.398 754.766.389 766.421.207 678.113.688 539.133.180 422.942.320
8 LabuhanBatu 1.194.338.051 1.019.728.252 915.110.451 827.146.775 760.581.998 632.347.460 599.477.429
9 LabuhaBatu Selatan 864.238.290 770.531.810 664.847.085 725.242.664 442.719.959 433.131.382 323.127.356
10 Langkat 2.287.199.857 1.934.943.728 1.605.301.211 1.536.811.928 1.329.229.103 1.063.869.134 967.881.061
11 Mandailing Natal 1.459.576.624 1.245.111.642 975.996.202 850.556.309 765.109.821 650.263.316 602.563.533
12 Nias Barat 563.175.768 449.951.260 370.809.893 358.643.130 275.424.899 257.203.207 107.260.376
13 Nias 796.586.640 666.992.376 512.571.338 476.487.660 404.093.407 406.403.024 305.518.683
14 Nias Selatan 810.002.816 855.252.081 719.011.176 871.660.788 622.728.970 479.421.890 465.293.478
15 Nias Utara 701.361.503 615.651.186 446.661.720 442.082.331 335.193.052 280.931.462 141.185.351
16 Padang Lawas 961.239.808 813.656.316 512.166.208 504.166.349 439.833.949 416.234.576 380.114.868
17 Padang Lawas Utara 1.038.512.288 700.724.949 588.450.005 588.852.484 571.471.637 453.839.538 304.464.479
18 Pakpak Bharat 547.657.997 489.296.966 416.527.377 381.852.027 296.781.858 318.568.754 231.573.004
19 Samosir 778.069.549 683.544.800 573.929.806 522.227.935 415.012.206 431.142.832 367.805.497
20 Serdang Bedagai 1.465.701.623 122.191.604 1.010.452.029 98.292.075 833.559.067 731.773.294 666.468.396
99
Besar Belanja Daerah (000 rupiah)
No Kabupaten/Kota
2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010
21 Simalungun 2.185.034.609 1.824.943.466 1.648.278.603 1.432.130.758 1.378.042.599 1.088.622.687 1.016.067.667
22 Tapanuli Selatan 1.176.894.126 1.119.177.035 862.248.440 842.846.295 676.023.654 554.348.545 472.067.567
23 Tapanuli Tengah 1.090.801.005 967.245.794 755.512.922 861.257.508 680.016.226 544.321.692 434.505.433
24 Tapanuli Utara 1.251.194.184 1.097.187.075 816.709.178 834.384.669 737.946.826 705.123.140 548.166.791
25 Toba Samosir 1.010.631.911 847.211.033 770.864.744 645.159.252 619.783.799 479.726.388 462.560.213
26 Kota Binjai 945.566.274 885.211.617 804.308.313 702.167.562 650.087.241 546.497.391 418.220.391
27 Kota Gunungsitoli 706.014.574 584.939.494 499.334.041 448.510.904 406.668.809 347.917.625 137.137.485
28 Kota Medan 4.525.231.332 4.374.968.274 4.366.467.365 3.224.449.048 3.021.172.391 3.041.037.853 2.235.195.758
29 Kota Padangsidempuan 854.914.604 795.676.473 670.016.493 614.899.498 527.246.070 463.524.730 356.260.243
30 Kota Pematang Siantar 940.116.287 884.146.658 774.365.721 741.073.062 639.607.160 564.819.922 458.837.652
31 Kota Sibolga 689.678.193 594.579.552 521.086.192 450.894.442 414.040.749 368.638.104 291.699.218
32 Kota Tanjung Balai 668.443.396 585.923.241 661.874.065 465.491.830 446.140.831 393.794.117 338.243.925
33 Kota Tebing Tinggi 760.702.935 666.789.251 614.015.440 584.572.436 479.585.196 437.485.436 315.430.692
100
Lampiran 3 Indek Pelayanan Publik (Jasa) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Rasio Panjang Hasil Standarisasi (Skoring)
Jumlah Rasio Fasilitas
Jalan Kondisi Indeks
Siswa Per Jumlah Siswa Per Kesehatan Per
No. Kabupaten/Kota Baik Terhadap Pelayanan
Jumlah SD Jumlah SMA (b) 10000 Penduduk
Total Panjang Publik
dan SMP (a) (c)
Jalan (d) (a) (b) (c) (d) (Jasa)
1 Asahan 197,2252125 252,5284553 0,0188 0,174324706 2 2 2 1 7
2 Batu Bara 177,782241 307,4655172 0,0096 0,400162549 2 2 2 2 8
3 Dairi 191,4778761 391,3571429 0,0064 0,220580921 2 2 2 2 8
4 Deli Serdang 239,9544499 249,9313725 0,0403 0,326217915 2 2 3 2 9
5 Humbang Hasundutan 169,5522388 433,6551724 0,0046 0,564629099 2 3 2 2 9
6 Karo 192,7479675 382,7073171 0,007 0,372778393 2 2 2 2 8
7 Labuhan Batu Utara 175,7125604 305,7307692 0,0095 0,261094663 2 2 2 2 8
8 LabuhanBatu 208,5214447 260,8202247 0,0125 0,429049788 2 2 2 2 8
9 LabuhaBatu Selatan 213,1399177 264,6470588 0,0049 0,62390072 2 2 2 2 8
10 Langkat 182,1679537 243,558011 0,0275 0,24905687 2 2 3 2 9
11 Mandailing Natal 185,2372881 221,2432432 0,0125 0,303882207 2 1 2 2 7
12 Nias Barat 149,584507 179,9310345 0,0039 0,14920065 2 1 2 1 6
13 Nias 176,0904762 249,9230769 0,0049 0,251286069 2 2 2 2 8
14 Nias Selatan 162,3518519 196,4307692 0,0132 0,317965736 2 1 2 2 7
15 Nias Utara 151,2110092 203,3513514 0,0054 0,161399897 2 1 2 1 6
16 Padang Lawas 204,6877323 218,88 0,0075 0,156314393 2 1 2 1 6
17 Padang Lawas Utara 169,1777108 170,9821429 0,0092 0,183365205 2 1 2 1 6
18 Pakpak Bharat 106,5408163 204,6 0,0029 0,732148015 1 1 2 3 7
101
Rasio Panjang Hasil Standarisasi (Skoring)
Jumlah Ratio Fasilitas
Jalan Kondisi Indeks
Siswa Per Jumlah Siswa Per Kesehatan Per
No. Kabupaten/Kota Baik Terhadap Pelayanan
Jumlah SD Jumlah SMA (b) 10000 Penduduk
Total Panjang Publik
dan SMP (a) (c)
Jalan (d) (a) (b) (c) (d) (Jasa)
19 Samosir 120,9029536 350,5909091 0,0034 0,241459117 1 2 2 2 7
20 Serdang Bedagai 149,1404321 249,2912621 0,0146 0,653496728 2 2 2 3 9
21 Simalungun 145,6814433 337,9354839 0,0147 0,531175 2 2 2 2 8
22 Tapanuli Selatan 154,4567568 264,5666667 0,0077 0,219208718 2 2 2 2 8
23 Tapanuli Tengah 161,8443936 335,2592593 0,0101 0,460093832 2 2 2 2 8
24 Tapanuli Utara 144,8025478 437,1851852 0,0082 0,425496279 2 3 2 2 9
25 Toba Samosir 151,2118959 350,4736842 0,0051 0,289997914 2 2 2 2 8
26 Kota Binjai 232,3026316 376,92 0,006 0,806533277 2 2 2 3 9
27 Kota Gunungsitoli 194,7385621 331,5517241 0,0039 0,4868878 2 2 2 2 8
28 Kota Medan 303,9233017 362,1836735 0,0443 0,935140216 3 2 3 3 11
29 Kota Padangsidempuan 298,0206897 373,9772727 0,0043 0,206067491 3 2 2 2 9
30 Kota Pematang Siantar 246,4752475 512,8 0,0042 0,794195718 3 3 2 3 11
31 Kota Sibolga 330,5342466 424,65 0,002 0,574749316 3 3 2 2 10
32 Kota Tanjung Balai 260,8120301 403,2 0,0031 0,695097111 3 3 2 3 11
33 Kota Tebing Tinggi 230,6884058 335,5384615 0,0032 0,501516684 2 2 2 2 8
102
Lampiran 4 Hasil Skoring Indek Pelayanan Publik Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2016
Indek
Pelayanan Pelayanan Pelayanan
No Kabupaten/Kota Pelayanan
Administrasi Barang Jasa
Publik
1 Asahan 1 2 7 10
2 Batu Bara 1 2 8 11
3 Dairi 3 2 8 13
4 Deli Serdang 1 2 9 12
5 Humbang Hasundutan 3 2 9 14
6 Karo 1 2 8 11
7 Labuhan Batu Utara 1 2 8 11
8 LabuhanBatu 1 2 8 11
9 LabuhaBatu Selatan 3 1 8 12
10 Langkat 3 2 9 14
11 Mandailing Natal 1 1 7 9
12 Nias Barat 1 1 6 8
13 Nias 3 1 8 12
14 Nias Selatan 1 1 7 9
15 Nias Utara 1 1 6 8
16 Padang Lawas 1 1 6 8
17 Padang Lawas Utara 1 1 6 8
18 Pakpak Bharat 3 1 7 11
19 Samosir 1 2 7 10
20 Serdang Bedagai 3 2 9 14
21 Simalungun 1 2 8 11
22 Tapanuli Selatan 3 2 8 13
23 Tapanuli Tengah 3 2 8 13
24 Tapanuli Utara 3 2 9 14
25 Toba Samosir 1 2 8 11
26 Kota Binjai 1 2 9 12
27 Kota Gunungsitoli 1 2 8 11
28 Kota Medan 1 2 11 14
29 Kota Padangsidempuan 1 2 9 12
30 Kota Pematang Siantar 1 2 11 14
31 Kota Sibolga 1 2 10 13
32 Kota Tanjung Balai 3 2 11 16
33 Kota Tebing Tinggi 1 2 8 11
103
Lampiran 5 Hasil Uji Korelasi Pearson Belanja Modal dan Pelayanan Publik
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
104
Belanja Modal dan Indek PelayananPublik (Jasa)
BM IPP
N 33 33
N 33 33
105
Lebih dari sekadar dokumen.
Temukan segala yang ditawarkan Scribd, termasuk buku dan buku audio dari penerbit-penerbit terkemuka.
Batalkan kapan saja.