Epidemiologi Penyakit Menular Kusta PDF
Epidemiologi Penyakit Menular Kusta PDF
“KUSTA”
OLEH
BALQIS HAFIDHAH
2013710019
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, serta hidayah-
NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi Penyakit
Menular yang berjudul “Kusta” tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih tak lupa penulis haturkan kepada Ibu Munaya Fauziah
S.KM, M.Kes sebagai dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular yang
telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini serta teman-teman yang
ikut membantu dalam pembuatan makalah baik secara langsung ataupun tidak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi
penulis sendiri. Aamiin ya Rabbal’alamin
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
2.1 Definisi 3
2.2 Etiologi 3
2.3 Manifestasi klinis 4
2.4 Diagnosa 4
2.5 Patofisiologi 5
2.6 Program nasional 5
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5
5.1 Rekomendasi 12
5.2 Kesimpulan dan Saran 12
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Filariasis, Kecacingan, Schistosomiasis, Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF), Rabies, Frambusia, Lepra, Japanese B. Encephalitis, Cysticercosis,
Fasciolopsis, dan Anthrax. Salah satunya adalah kusta. Kusta atau juga
biasa disebut dengan Morbus Hansen dengan segala faktor penyebarannya
membuat Indonesia menjadi negara ke-3 dengan prevalensi kusta tertinggi
setelah (WHO,2012) dengan provinsi Jawa Timur mendominasi
sumbangan kasus sebanyak 4.132 (Pusdatin,2013).
Kusta ini sebenarnya dapat disembuhkan jika diagnosis dilakukan lebih
dini, sehinga pencegahan dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat
kusta yang biasanya menyebabkan stigma di masyarakat (WHO,2012).
Rapor merah pemerintah Indonesia yang harus diperjuangkan yaitu
menurunkan penyakit menular agar bisa fokus pada pengembangan negara
di aspek lainnya.
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan gambaran umum tentang epidemiologi Kusta
b. Tujuan Khusus
Menjadi pembelajaran pembaca
Sebagai acuan pembuatan program kesehatan mengenai
kusta
1.3 Manfaat
a. Masyarakat
Menjadi referensi penulisan dan ilmu pengetahuan
b. Penulis
Sebagai media pengembangan diri dan mengasah kemampuan
menulis
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Merupakan penyakit infeksi mikobakterium yang bersifat kronik
progresif, mula-mula menyerang saraf tepi dan kemudian terdapat
manifestasi kulit. (Siregar,2004)
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra
disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan
kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh
diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan
lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak
ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit,
saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitor yang beredar di
masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebgitu
mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering
disamakan dengan kusta. (Pusdatin,2015)
2.2 Etiologi
Penyakit kusta telah menyerang manusia sepanjang sejarah.
Banyak para ahli percaya bahwa tulisan pertama tentang ksta muncul
dalam sebuah dokumen Papirus Mesir ditulis sekitar tahun 1550 SM.
Sekitar tahun 600 SM, ditemukan sebuah tulisan berbahsa india
menggambarkan penyakit yang menyerupai kusta. Di Erpo, kusta pertama
kali muncul dalam catatan Yunan Kuno setelah tentara Alexander Agung
kembali dari India. Kemudian di Roma pad 62 SM bertepatan dengan
kembalinya pasukan Pompei dari Asia kecil.
Pada tahun 1973, Dr Gerhard Armauer Henrik Hanen dari
Norwegia adalah orang pertama yang mengidentifikasi kuman yang
3
menyeabkan penyakit kusat di bawah mikroskop. Penemuan
Mycobacterium leprae membuktikan bahwa kusta disebabkan oleh kuman,
dan dengan demikian tidak turun menurun, dari kutukan atau dari dosa.
(Pusdatin,2015)
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Diagnosa
Ada 3 tanda penting. Jika salah satunya ada maka bisa diperkuat
bahwa penyakit tersebut merupakan penyakit kusta.
4
2.5 Patofisiologi
5
a. Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat;
b. Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi yang
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan;
c. Penyebarluasan informais tentang kusta di masyarakat;
d. Eliminasi stigma terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta
(OPYMK) dan keluarganya;
e. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai
aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya
pengendalian kusta;
f. Kemitraan dengan bebagai pemangku kepentingan;
g. Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan
advokasi kepada pengambil kebijakan dan penyedia layanan lain;
serta
h. Penerapan pendekatan berbeda berdasarkan endemisitas kusta.
Peringatan hari kusta setiap 25 Januari juga menjadi metode promosi
tentang
6
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
7
BAB 4
PEMBAHASAN
8
Sebuah penelitian di India mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan dan umur
ada kaitannya dengan kejadian kusta.
4.2 Faktor Risiko
a. Bangsa atau ras : pada ras kulit hitam insiden bentuk tuberkuloid
lebih tinggi. Pada kulit putih lebih cenderung tipe lepromatosa.
b. Sosio ekonomi : banyak pada negara berkembang dan golongan
ekonomi rendah. Kurang makan makanan yang bergizi juga hygiene
9
karna faktor ekonomi biasa terjadi. Yang penting makan entah itu
bergizi atau tidak.
c. Kebersihan Lingkungan yang kurang memenuhi kriteria sehat.
Lingkungan kotor menjadi tempat berkembangnya vektor maupun
sumber. Menjadi enabler bertumbuh pesatnya kuman atau bakteri di
tempat tetentu.
d. Turunan : tampaknya faktor genetik berperan penting dalam
penularan penyakit ini. Namun penyakit ini tidak diturunkan pada bayi
yang dikandung ibu lepra.
e. Penyakit HIV dan TB dapat memperparah penyakit kusta ini.
f. Tidak imunisasi BCG juga merupakan faktor resikonya.
4.3 Pencegahan
Menurut teori Leavell dan Clark (1956) ada 5 langkah pencegahan
Promosi kesehatan, berupa edukasi mengenai kusta.
Perlindungan khusus, contohnya imunisasi BCG.
Diagnosis dini dan pengobatan segera. Menggunakan metode Multi
Drug Therapy
Pembatasan cacat.
Rehabilitasi.
10
c. Memantau pelayanan MDT, kualitan pelayanan pasien dan menciptakan
progress dr penyakit.
d. Kesinambungan dan komitmen oleh program nasional dengan terus
dukungan secara nasional maupun internasional. Menaikan pemberdayaan
mantan pengidap kusta,bersama-sama membuat mereka lebih mengambil
peran pada lingkungannya akan membawa dunia tanpa kusta.
11
BAB 5
PENUTUP
5.1 Rekomendasi
a. Pemerintah
Program yang dilaksanakan sudah sesuai dengan paduan WHO
maupun kerangka kerja yang ada. Namun pemerintah Indonesia harus
mengemas program dengan menarik dan mudah dimengerti. Tindak
nyata pemerintah untuk hadir melindungi rakyatnya dari kusta masih
belum terlihat. Sehingga tidak heran kalau peningkatan prevalensi
kusta terjadi tiap tahun.
Peningkatan sosial ekonomi masyarakat terutama pengidap kusta
berupa pemberdayaan harus lebi digalakan lagi. Mengingat sosial
ekonomi merupakan akar masalah kusta. Pengadaan peer-conselor bagi
penderita kusta sangat disarankan demi terselesaikannya kasus kusta di
Indonesia yang mengadi penyumbang kasus no 3 di dunia.
b. Kurikulum Kesmas
Ahli kesehatan masyarakat harus lebih menekankan pengembangan
softskill menjadi konselor-konselor yang ahli. Dan juga menekankan
praktik intervensi ke mahasiswa. Mengingat kusta ini merupakan salah
satu tanggungan ahli kesehatan masyarakat, ditambah dengan penyakit
lainnya.
5.2 Kesimpulan Dan Saran
Kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra
disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan
kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh
diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan
lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak
12
ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit,
saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di
masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebgitu
mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering
disamakan dengan kusta.
Menurut teori Leavell dan Clark (1956) ada 5 langkah pencegahan
Promosi kesehatan, berupa edukasi mengenai kusta.
Perlindungan khusus, contohnya imunisasi BCG.
Diagnosis dini dan pengobatan segera. Menggunakan metode Multi
Drug Therapy
Pembatasan cacat.
Rehabilitasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bello, Ajediran et. (2013) Al Health related quality of life amongst people
Lusli, Mimi et al. (2015). Lay and peer counsellors to reduce leprosy-related
stigma – lessons learnt in Cirebon, Indonesia. Lepr Rev (2015) 86, 37–53
http://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Mar15/1959.pdf (diakses
Siregar. (2013). Altas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Raju et al. (2015). What stops people completing multi-drug therapy? Ranked
http://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Mar15/1970.pdf (diakses
pada 08 November 2015)
WHO. (2012). WHO Expert Committee on Leprosy : Eight repot. Geneva : WHO
Press
WHO. (2012). Weekly Epidemiological Record. No. 34, 2012, 87, 317–328
november 2015)