Laporan Pendahuluan Demam Tifoid
Laporan Pendahuluan Demam Tifoid
Oleh:
NH0117009
CI LAHAN CI INSITUSI
(…………………) (…………………)
DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai panas berkepanjangan, ditopang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Apriyadi E, 2018).
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri ditandai
dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan lemah,
anoreksia, dan bradikardi. (Dr. H. Masriadi, 2017).
B. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015).
C. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yaitu dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat
mual dan muntah di medulla oblongata dan akan menskresi asam lambung berlebih
sehingga mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila nafsu makan
berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan terjadi perubahan nutrisi. Selain itu
juga kuman yang masih hidup akan masuk kejaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer)
dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya. (Dr. H.
Masriadi, 2017).
D. Manifestasi klinis
1. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
2. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak bertentangan
akan menyebakan syok, stupor dan koma
3. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
4. Nyeri kepala, nyeri perut
5. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
6. Pusing, bradikardi, nyeri otot
7. Batuk
Lidak yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremor)
(Nurarif & Kusuma, 2015).
E. Pentalaksanaan Medik
1. Non farmakologi
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan kahirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan
rendah serat.
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
b. Bila ada kontraindikasi kloamfenikol diberikan ampisilin dengan
dosis 200mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intarvena
saat belum dapat minum obat selama 21 hari atau amokcisilin
dengan dosis 100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 hari. Pemberian
oral/intravena selama 21 hari kontrimoksasol dengan dosis 8
mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, intarvena selama 5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga megalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
F. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Illeus paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan syndrome
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis, dan
perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dn
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : dellirium, meningiusmus, menigitis,
polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatinia.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan uji widal
Ujia widal dilakukan untuk mendeteksi danya antibodi terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujia widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin).
3. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering menignkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus.
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urin : bisa postif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bila positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti Salmonela typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi karena antibodi IgM muncul pada hari ke 3 dan 4
terjadinya demam.
H. Prognosis
Prognosis demam tifoid pada anak baik asal pasien cepat
berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi
tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti demam tinggi
(hiperpireksia), febris kontinu, kesadaran sangat menurun (sopor, koma atau
delirium), terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis,
perforasi.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko kekuarngan volume cairan berhubungan dengan iantake yang
tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipsi berhubungan dengan penurunan morlititas trakus
gastrointestinal (penurunan motilitas usus).
C. Intervensi
No DX. Kep Noc SIKI
- Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia
dan BB, Bj urine normal
dan HT normal
- Tekanan darah, suhu dan
nadi dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
5 Konstipasi - Bowel elimination - Monitor tanda dan
- Hydration gejala konstipasi
Kriteria Hasil - Monitor feses :
- Mempertahankn bentuk feses frekuensi, konsistensi
lunak setiap 1-3 hari dan volume
- Bebas dari ketidaknyamanan - Dukung intake cairan
dan konstipasi - Anjurkan pasien
- Mengidentifikasi indikator untuk diet tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Feses lunak dan berbentuk
D. Penyimpangan KDM
DAFTAR PUSTAKA
Amina Huda Nurarif, S. N., & Hardi Kusuma, S. N. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Ni-Noc. Yogyakarta: Medication
publishing.
Apriadi E, & Sarwili Indri. 2018. Perilaku Hygiene Seseorang dengan Kejadian Demam
Tifoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia.