Anda di halaman 1dari 25

INFRASTRUKTUR SISTEM INFORMASI ORGANISASI BISNIS

STUDI KASUS : PENERAPAN ERP DALAM PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


MILIK GOODHOPE ASIA HOLDINGS LTD
Contoh kasus penerapan e-business di Indonesia :

“Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Terapkan Solusi ERP Oracle”

(Dikutip dari http://www.tabloidpcplus.com)

JAKARTA, JUMAT – Mungkin kamu tidak tahu siapa itu PT Agro Indomas dan
apa produknya? Agro Indomas adalah perkebunan tertua dan terbesar di
Indonesia di bawah naungan Goodhope Asia Holdings Ltd. Goodhope adalah
induk perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Malaysia dan
Indonesia. Mereka juga punya perkebunan di Sri Lanka. Kantor pusat
Goodhope sendiri berada di Singapura.

Nah, akhir April lalu, untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya yang makin
kompleks di sektor perkebunan, Agro Indomas meng-upgrade sistemnya
ke Oracle JD Edwards Grower Management. Ini merupakan implementasi
pertama Grower Management di ASEAN dan juga menjadi implementasi
Oracle JD Edwards Grower Management pertama bagi industri
perkebunan kelapa sawit. Sebelumnya, untuk mengelola operasional
perkebunannya, Agro Indomas menggunakan sistem lama yang tidak terpusat.
Mau tahu apa itu JD Edwards Grower Management? Solusi ini
memungkinkan perusahaan untuk menangkap rincian dan atribut penting
terkait blok tanah yang dikelola. Sistem akan memberikan informasi mengenai
beragam kegiatan yang dilakukan sepanjang siklus pertumbuhan, mulai dari
rencana pra-tanam sampai data mengenai perawatan umum. Solusi ini
menyederhanakan teknologi informasi dan pelaporan melalui sebuah aplikasi
enterprise yang terintegrasi.

Penggunaan solusi Oracle di perusahaan perkebunan Indonesia


sesungguhnya dipicu oleh kesuksesan sang induk perusahaan,
Goodhope, menggunakan Oracle E-Business Suite Financials, Oracle
Inventory Management, dan Oracle Purchasing di anak perusahaannya di Sri
Lanka. Goodhope akan mengimplementasikan Oracle E-Business Suite
Human Capital Management dan Oracle Payroll di operasional perkebunannya
di Sri Lanka, Indonesia dan Malaysia. “Kami terkesan dengan kemampuan
Oracle JD Edwards dalam menyediakan integrasi end- to- end, mulai dari
pengelolaan perkebunan sampai proses pengolahan sampai ke keuangan,
menyediakan aplikasi terintrasi bagi seluruh perkebunan dan memberikan
kemudahan untuk membakukan proses di seluruh lini operasi kami, ” ujar
Kevin de Silva (Director IT, Goodhope Asia Holdings Ltd).

Pembahasan dari kasus

ERP UNTUK INDUSTRI KELAPA SAWIT (dikutip dari Lintas arta, edisi 10,
2007)

Selain harga yang ditentukan sepenuhnya oleh pasar serta kebijakan


pemerintah, karakteristik lainnya dari industri CPO adalah padat modal.
Perusahaan harus mempersiapkan investasi untuk tiga tahun pertama, ketika
perkebunan belum berproduksi. Jika investasi terhenti di tahun kedua,
misalnya, maka semua modal yang telah ditanamkan akan hilang. Di luar
faktor-faktor di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat dikontrol oleh
perusahaan, yakni biaya langsung dan tidak langsung, efisiensi, dan
produktivitas. Selama ini, banyak industri kelapa sawit yang masih
menerapkan manajemen tradisional.

Masalah-masalah kecil yang berdampak besar bagi perusahaan pun


kerap terjadi, misalnya pihak manajemen yang melakukan transaksi penjualan
tanpa mengetahui persis jumlah CPO yang tersedia di pabrik mereka. Belum
lagi kebocoran yang terjadi di lapangan tidak dapat terkontrol oleh pihak
manajemen. “Tanpa pengawasan yang terintegrasi, losses di lapangan bisa
mencapai 8%,” tegas Yudi. Solusi dari permasalah ini adalah menerapkan ERP
yang memantau setiap proses bisnis yang berlangsung di industri kelapa sawit
dari hulu ke hilir. Dengan aplikasi ini, perusahaan dapat mengintegrasikan dan
mengontrol setiap proses bisnis yang berlangsung, mulai dari perkebunan,
pabrik pangolahan, kantor cabang, dan kantor pusat. Perusahaan juga dapat
menghitung setiap aktivitas yang dilakukan, membandingkan kondisi
sebelum dan keadaan sesudah sebuah aktivitas dilaksanakan. Dari sisi
logistik, untuk menekan biaya, perusahaan dapat melakukan sentralisasi
pembelian bibit, pupuk, pestisida, dan sebagainya, serta mengatur keluar
masuk barang sesuai dengan wilayah yang membutuhkannya. Perusahaan
juga mampu menghitung setiap biaya dan anggaran yang dibutuhkan dalam
setiap aktivitas, mengontrol transaksi dari beberapa perkebunan dan
perusahaan, mempersingkat financial close-cycle, serta pajak.

TANTANGAN PENERAPAN ERP

Tantangan terbesar penerapan ERP di industri-industri kelapa sawit di


Indonesia terletak pada “kesadaran” pelaku industri ini bahwa mereka
membutuhkan peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam setiap proses bisnis
yang berlangsung. Sebagai perbandingan, di Malaysia semua industri kelapa
sawit telah memanfaatkan IT. Mereka mendapat sokongan penuh dari
pemerintah Malaysia yang membangunkan infrastruktur komunikasi di wilayah-
wilayah perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. “Walaupun dari luas areal
lahan dan produksi CPO Indonesia melampaui Malaysia, namun dari segi
keuntungan, Malaysia masih jauh di atas Indonesia,” kata Yudi.
Perusahaan juga harus mempersiapkan perangkat-perangkat yang
dibutuhkan untuk menunjang aplikasi ini. Perangkat yang paling kritikal,
selain penyiapan SDM yang melek IT, adalah jaringan komunikasi data. VSAT
merupakan solusi jaringan komunikasi data bagi lokasi perkebunan dan kantor
cabang yang biasanya terletak jauh dari kota dan belum terjangkau jaringan
komunikasi terrestrial.

Selain memanfaatkan VSAT sebagai pendukung aplikasi ERP,


perkebunan dapat menggunakannya untuk percakapan VoIP, video
conference, video surveillance, dan lain-lain. Sementara itu, untuk site-site
yang hanya menggunakan aplikasi transaksional, yang tidak membutuhkan
bandwidth yang besar, dapat menggunakan jaringan VPN Ezy dengan
berbagai pilihan akses yang tersedia. Pengertian ERP (Enterprise Resource
Planning) adalah sebuah sistem informasi perusahaan yang dirancang untuk
mengkoordinasikan semua sumber daya, informasi dan aktifitas yang
diperlukan untuk proses bisnis lengkap. Sistem ini didasarkan pada database
pada umumnya dan rancangan perangkat lunak modular. Selain itu juga
terdapat pengertian lain dari ERP yaitu merupakan software yang
mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu perusahaan ke dalam
satu sistem komputer yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan,
baik dari departemen penjualan, HRD, produksi atau keuangan. Sehingga
tujuan dari ERP ini secara garis besar yaitu dengan rancangan perangkat lunak
modular maka sebuah bisnis dapat memilih modul-modul yang diperlukan,
dikombinasikan dan disesuaikan dari vendor yang berbeda, dan dapat
menambahkan modul baru untuk meningkatkan unjuk kerja bisnis. Dengan
menerapkan ERP yang sebagai salah satu bentuk kemajuan di bidang
teknologi informasi ini maka diharapkan tujuannya untuk memantau aktivitas
yang ada di perkebunan dapat tercapai. Sehingga dengan penerapan ERP
(sebagai kemajuan teknologi informasi) ini tidak hanya membuat agribisnis
kelapa sawit ini melakukan efisiensi improve atau melakukan penghematan
saja tetapi dapat membuat menjadi lebih efektif dalam menjalankan usaha
agribisnisnya (Allan, 1996).

Keefektifan ini dapat terjadi karena dengan penerapan system informasi


ERP ini maka struktur yang ada dalam perusahaan dapat terpantu dan saling
terintegrasi satu sama lain. Secara structural sumber daya ini dikelompokkan
berdasarkan hirarki tertentu. Dengan menerapkan system informasi ERP ini
dapat dinikmati beberapa manfaatnya yaitu :

1. Dengan system yang terintegrasi maka proses pengambilan keputusan


akan lebih efektif dan efisien

2. Dengan system informasi ini memungkinkan melakukan integrasi


secara global. Sehingga perbedaan – perbedaan yang terjadi dalam
bisnis internasional dapat diintegrasikan.

3. ERP menghilangkan kebutuhan pemutakhiran dan koreksi data pada


banyak system computer yang terpisah.

4. ERP memberikan lingkup kerja manajemen tidak hanya memonitor


saja tetapi melakukan manajemen pengelolaan operasi juga.

5. Supply chain management juga dapat dibantu sehingga pelaksanaannya


dapat berjalan dengan lancar.
Pada artikel tentang penerapan ERP di atas terdapat informasi bahwa
dengan menggunakan ERP, maka perusahaan dapat menangkap rincian dan
atribut penting terkait blok tanah yang dikelola. Sebenarnya tidak hanya itu
saja manfaat penerapan ERP. Karena dengan penerapan ERP ini, maka
diharapkan dapat meningkatkan tulang punggung fungsionalitas yang terdapat
pada fungsionalitas maupun operasional. Karena dengan ERP ini maka
manajemen dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan perusahaan
dengan cepat, akurat, mudah dan on-line.

Sebagai pengelola agribisnis kelapa sawit yang menerapkan ERP


ini, maka dapat diperoleh manfaat dalam sisi fungsionalitas dan operasional.
Secara lebih spesifik, manfaat yang diperoleh yaitu adanya informasi yang
tepat, cepat serta akurat dalam bidang keuangan, manajemen bahan baku,
penjualan, personalia, perawatan dan pemeliharaan serta pengontrolan
produksi. Tujuan dari ERP yaitu melakukan pengintegrasian terhadap sumber
daya yang digunakan untuk menjalankan roda organisasi ini dapat terwujud
karena didukung oleh adanya siklus SDLC (System Development Life Cycle).
Siklus ini akan memberikan panduan dan prosedur bagi semua yang terlibat
dalam system informasi ERP ini. Manfaat yang diperoleh dengan alur kerja ini
adalah adanya alokasi waktu yang terencana, mengurangi resiko kegagalan
proyek, memastikan bahwa semua kebutuhan tercakup dalam proyek,
mengidentifikasikan masalah teknikal dan manajerial yang mungkin muncul,
mengukur kemajuan jalannya proyek dan mempermudah pengaturan sumber
daya serta anggaran. Sebagai system yang ada ERP ini juga memiliki
kelebihan dan kekurangan yang ada. Faktor ini perlu diperhatikan pengguna
system ERP ini sehingga penggunanya dapat mengentisipasinya dan
melakukan persiapan untuk menangani kekurangan dengan system lain atau
tindakan yang lainnya. Adapun kekurangan dan kelebihannya adalah sebagai
berikut :

Sistem yang digunakan untuk ERP dalam kasus di atas adalah


Oracle JD Edwards Grower Management. Secara lebih mendalam tentang
system tersebut akan dijelaskan dari penjelasan yang dikutip dari (ariyanto,
2008). JD Edwards sebagai penyedia Produk ERP, lebih mengedepankan
aspek keluwesan (flexibility) dan keterbukaan (interoperability) antar modul
aplikasi software di dalamnya. Jika menerapkan solusi ERP dari SAP, klien
harus menggunakan modul-modul terstruktur yang dikembangkan secara
internal dari vendor tersebut. Sedangkan JD. Edwards mendukung dan
mengakomodasi sistem yang mengintegrasikan berbagai modul-modul dari
vendor berbeda yang diinginkan oleh pelanggannya. Sehingga kita dapat
memilih sendiri database, sistem operasi dan hardware apa yang akan
digunakan sehingga solusi dapat dibangun berdasarkan kebutuhan dan
kemampuan perusahaan. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi
para pelanggan yang ingin mengintegrasikan sistem yang sudah berjalan baik
(running well) ke dalam sistem ERP dari JD. Edwards baik dari sisi waktu dan
biaya.Sistem yang diterapkan oleh JD. Edwards menggunakan arsitektur yang
terpusat namun dalam pengolahan datanya terdistribusi serta didukung
layanan fungsi penjelajah yang mengakses berbagai aplikasi software sistem
informasi yang terintegrasi dalam jaringan komunikasi data elektronik
perusahaan klien.

Selain itu dengan filosofi platform terbuka, produk ERP dari JD.
Edwards mampu berjalan di hampir setiap jenis platform perangkat keras dan
perangkat lunak yang ada. Filosofi platform terbuka dan karakteristik sistem
terbuka antar modul aplikasi ini menjadi keunggulan dari produk ERP yang
dikembangkan oleh JD. Edwards dalam memberikan solusi bagi perusahaan-
perusahaan yang masih berkembang. System ERP ini tidak selamanya
menghasilkan yang bermanfaat dalam setiap penggunaanya. Karena sekitar 10
sampai dengan 40 % dari penggunaan ERP ini mengalami kegagalan. Untuk
mengatasi ini maka diperlukan beberapa hal penting yang dilakukan supaya
penerapan ini bisa menghasilkan keberhasilan dalam penerapan ERP ini.
Faktor – faktornya tersebut adalah :

1. Pemahaman yang jelas atas sasaran strategis

2. Komitmen dari seluruh jajaran manajemen

3. Manajemen proyek implementasi yang baik

4. Mampu mengatasi isu-isu teknik


5. Tim implementasi yang baik

6. Rekayasa ulang proses bisnis

7. Komitmen organisasi untuk berubah

8. Pendidikan dan pelatihan yang insentif

9. Data yang akurat

10. Sosialisasi dan komunikasi yang insentif

11. Pengukuran kinerja yang jelas fokusnya

12. Mampu mengatasi isu multi-site

Dengan melakukan ke-12 hal tersebut serta memperhatikannya maka


tingkat keberhasilan dari ERP akan meningkat. Karena sebenarnya yang
diperlukan supaya ERP ini berhasil adalah adanya komitmen dari seluruh
tim dari perusahaan tersebut dari awal proses sampai dengan akhir. Selain
itu juga diperlukan adanya pengetahuan serta pengalaman yang baik dan
pemahaman yang cukup. Suatu system ERP dikatakan berhasil apabila :

1. Waktu dan biaya implementasi melebihi anggaran

2. Pre-implementasi tidak dilakukan dengan baik

3. Strategi operasi tidak sejalan dengan desain bisnis proses dan


pengembangan.

4. Orang-orang tidak sanggup untuk menerima dan beroperasi dengan


system baru.

Kegagalan dari implementasi system informasi ERP dapat dideteksi


sebelum ERP itu sendiri dinyatakan gagal, yaitu dengan adanya tanda-tanda
kegagalan, seperti :

1. Kurangnya komitmen dari top management

2. Kurangnya pendefinisian kebutuhan perusahaan (analisis strategi


bisnis)
3. Cacatnya proses seleksi software (tidak lengkap dan buru-buru
memutuskan)

4. Kurangnya sumber daya (manusia, infrastruktur dan modal)

5. Kurangnya “buy in” sehingga muncul resistensi untuk berubah dari


karyawan

6. Kesalahan penghitungan waktu implementasi

7. Tidak cocoknya software dengan proses bisnis

8. Kurangnya training dan pembelajaran

9. Cacatnya project design dan management

10. Kurangnya komunikasi

11. Saran penghematan yang menyesatkan

Selain itu ERP ini juga memiliki kelebihan yaitu :

1. Akses informasi yang andal, DBMS konsistensu dan akurasi data


yang diinput, report yang ditingkatkan

2. Menghindari data dan operasi, modal-modal yang mengakses data


yang sama dari database yang terpusat sehingga menghindari
pemasukan data yang berkali – kali.

3. Mempercepat waktu pemrosesan data, meminimimasi proses


penarikan dan penampilan data. Dengan sekali klik. Laporan dapat
ditampilkan tanpa harus mencari-cari sumber data dan
memanipulasinya lagi

4. Kemudahan adaptasi, proses perubahan bisnis dapat diatasi dengan


mudah

5. Meningkatkan skalabilitas, desain yang terstruktur dan modular

6. Kemudahan pemeliharaan, dukungan purnajual system yang berjangka


panjang
7. Pengembangan global, modal customer relationship management dan
Electronic Data Interchange

8. e-commerce, membuka akses ke internet dan kultur kerjasama

ERP, sebagai sebuah system juga memiliki kelemahan. Adapun


kelemahannya adalah sebagai berikut :

1. Mahal, biaya bervariasi dari ribuan dollar sampai jutaan dollar.


Biaya bisnis proses reengineering akan sangat tinggi.

2. Kesesuaian modul, arsitektur dan komponen dari system yang dipilih


harus sesuai dengan proses bisnis, kultur dan sasaran strategis
organisasi.

3. Ketergantungan pada satu vendor tertentu, memerlukan jangka


panjang support dari vendor tertentu yang mengimplementasikan ERP

4. Kompleksitas, system ERP biasanya memiliki terlalu banyak fitur dan


terlalu kompleks untuk digunakan oleh end user.

(Ariyanto, 2008) menjelaskan bahwa untuk ERP yang digunakan


untuk perkebunan kelapa sawit ada aplikasi yang dinamakan Ademsawit
merupakan aplikasi Adempiere yang di localize dan di customize untuk
memenuhi kebutuhan Perusahaan Perkebunan Kelapa sawit. Ademsawit
selain menggunakan modul standard seperti purchasing, inventory sales
dan akuntansi, juga dirancang untuk dapat mengakomodasi kebutuhan
ERP untuk perkebunan, diantaranya adalah mengelola pembibitan, mengelola
penanaman dan perawatan pohon kelapa sawit serta mengelola panen. Semua
proses ini akan langsung tercatat di laporan akuntansi sehingga kita bisa
dengan cepat mengetahui kondisi akuntansi perusahaan atau bahkan dalam
scope yang lebih kecil misalnya per kebun, per blok dan seterusnya.

Adem Sawit yang merupakan aplikasi yang berbahasa Indonesia ini saat
ini statusnya masih dalam pengembangan, dimana keterangan tentang
ademsawit dapat dilihat di website. AdemNiaga adalah aplikasi Adempiere
yang di customize dan localize untuk memenuhi kebutuhan perusahaan
distribusi dan perdagangan di indonesia. Kelebihan aplikasi ini adalah
seluruhnya menggunakan bahasa indonesia, serta penambahan terhadap
fungsi fungsi dan laporan yang disesuaikan dengan kebutuhan distribusi lokal.
Perkembangan ERP dalam perkebunan belum maksimal, seperti perkebunan
kelapa sawit dan karet, dan lain lain merupakan penghasil devisa nonmigas
terbesar di tanah air. Tetapi sektor ini belum digarap secara profesional.
Hampir 80% industri perkebunan masih belum memanfaatkan IT, khususnya
aplikasi enterprise resource planning (ERP), untuk mengintegrasikan proses
bisnis mereka. Jika perusahaan-perusahaan perkebunan di indonesia dapat
menerapkan ERP, sehingga proses bisnis lebih efisien dan keuntungan bisa
ditingkatkan tentu saja usaha agro industri akan bisa lebih berkembang,
hasil perkebunan indonesia dapat lebih bersaing di dunia internasional serta
dapat meningkatkan devisa negara.

Terdapat hal menarik dari perusahaan perkebunan di Indonesia yaitu


mereka memiliki jenis usaha yang cukup beragam, baik dikelola dibawah divisi
tersendiri maupun sebagai anak perusahaan, sebagai contoh: Sebuah
perusahaan perkebunan Kelapa sawit di Riau memiliki beberapa bidang
usaha yang berbeda beda seperti: Pembibitan, Kebun Induk, Pabrik CPO,
Pengelolaan Pelabuhan, Perikanan, Peternakan, dan Rumah sakit/Klinik.
Disamping itu mereka umumnya juga memiliki usaha usaha binaan (milik
petani) yang jumlahnya cukup banyak. Sehingga ketika kita akan menerapkan
ERP pada perusahaan perkebunan tersebut tentu saja harus mampu meliputi
seluruh aspek bidang usaha yang ada, dan inilah letak kesulitannya karena
untuk memenuhi hal tersebut akan membutuhkan banyak kustomisasi. Sebut
saja untuk Rumah sakit / klinik , dimana opensource ERP seperti Adempiere,
Compiere atau Openbravo belum sepenuhnya mensupport bidang industri
tersebut (tanpa kustomisasi). Demikian halnya juga untuk Pelabuhan dan
Pabrik CPO (proses continuous, repetitive).

Sebaliknya apabila perusahaan tersebut adalah murni perkebunan,


tidaklah terlalu sulit untuk menerapkan Opensource ERP baik Compiere,
Adempiere atau Openbravo pada perusahaan tersebut. Namun sayangnya
perusahaan yang murni perkebunan tersebut rata rata skalanya masih
perusahaan kecil dan menengah dimana masih dikelola secara tradisional
sehingga kebutuhan akan ERP belum menjadi prioritas. Beberapa
tantangan lain dalam penerapan ERP di perkebunan adalah Infrastruktur
dimana kita tahu umumnya lokasi perkebunan berada di remote area yaitu
jauh dari kota sehingga ketersediaan jaringan LAN dan internet hanya bisa
dipenuhi dengan sistem wireless dan VSAT. Sehingga dalam berbagai
kesempatan untuk penggunaan ERP di perkebunan lebih disarankan untuk
menggunakan ERP berbasis web, hal ini bisa dipenuhi dengan menggunakan
Adempiere atau Openbravo, dan apabila perusahaan memiliki budget untuk
membeli lisensi bisa juga dipertimbangkan untuk menggunakan Compiere
Profesional Edition. Sehingga kita bisa meletakkan server di kantor pusat
(misalnya di jakarta) dan dari lokasi perkebunan (misal di sumatera,
kalimantan) cukup menghubungkan komputer ke internet dan membuka
aplikasi ERP menggunakan internet browser. Dengan demikian biaya
pemeliharaan dan perawatan server juga dapat di minimalisir. Disamping
infrastruktur, SDM IT untuk perkebunan juga perlu dibina dan dikembangkan
dengan baik, terutama dalam menangani aplikasi ERP, hal ini mengingat
dewasa ini perusahaan perkebunan umumnya masih belum menggunakan
aplikasi terintegrasi seperti ERP. Untuk hal tersebut perlu adanya sosialisasi
dan training aplikasi ERP terhadap karyawan perekebunan sebelum proses
implementasi dilakukan. Training implementasi ERP terhadap SDM ini mutlak
diperlukan karena salah satu faktor penunjang keberhasilan implementasi ERP
adalah SDM yang terlatih. Kebutuhan dalam membangun system informasi
ERP :

1. Perangkat keras; stand alone, client server (2-tiers) dan 3-tiers.

2. Perangkat lunak; system operasi, bahasa pemrograman dan system


database.

3. Sumber Daya Manusia; business proses analyst, system analyst,


programmer, tester, system administrator, database administrator,
hardware team, operational team, maintenance team, help desk
Dengan perangkat lunak yang ada tersebut, maka terbayang bahwa
tidak sedikit sumber daya dan dana yang diperlukan untuk merintis ERP,
implementasi dan perawatan yang dilakukan. Pada tahun 2003 dilakukan
survey terhadap implementasi ERP yang dilakukan oleh Tech Republic. Hasil
dari survey tersebut yaitu :

1. Biaya yang digunakan untuk implementasi ERP

Hampir 80 % suatu perusahaan mengeluarkan biaya hingga $ 5 juta,


sementara 10 % perusahaan mengeluarkan biaya sebesar $ 5 juta
hingga $ 10 juta dan sisanya mengeluarkan dana di atas $ 10 juta.

2. Masalah setelah implementasi ERP

Hasil survey menunjukkan masalah utama setelah implementasi ERP


adalah kemampuan end-user di dalam mengadopsi system ERP
sebagai system baru. Sebanyak 32 % responden mengkawatirkan hal
tersebut. Kekawatiran tersebut diikuti kekawatiran lain yaitu perawatan
system sebesar 29 %, 23 % tentang up-grade system pada masa
yang akan datang dan 15 % tentang implementasi yang melebihi
anggaran.

3. Lama waktu ketahanan system ERP

44 % dari responden yakin bahwa system ERP tidak akan bertahan


lebih dari 5 tahun. Akan tetapi cukup banyak yang merasa optimis, 34 %
menyatakan bahwa ERP akan bertahan 5 hingga 10 tahun. Bahkan 21
% responden merasa yakin bahwa ERP akan terus bertahan dalam
jangka waktu yang lama.
Berikut ini adalah testimoni dari perusahaan agribisnis yang
menerapkan ERP di Indonesia selain dari di perkebunan kelapa sawit,
yaitu:

1. PT. Sinar Sosro (sumber : Lintas Arta.net) sumber : Aug 10th, 2004
Oleh: Heri Suharyanto | Kategori: Advertorial, Tempo

Yang dikatakan oleh Kristanto bukanlah isapan jempol. “Kami


sungguh merasakan berbagai bentuk efisiensi setelah melakukan komputerisasi
dengan pendekatan ERP,” kata Hugo Winanto, Manajer Teknologi Informasi PT
Sinar Sosro, yang kita kenal dengan produk Teh Botol Sosro. Winanto
mengaku perusahaan itu sudah merancang untuk mengintegrasikan sistem
komputernya sejak tahun 1999. Semula, menurut dia, ada dua jaringan
komputer terpisah, yakni jaringan komputer unit produksi, dan jaringan
komputer unit distribusi. Dua jaringan tersebut terpisah karena pada mulanya
keduanya adalah unit bisnis yang memang terpisah. “IT kedua unit itu
sudah dimerger sejak sebelum kedua unit usaha tersebut dimerger,” kata
Winanto. Saat ini PT Sinar Sosro, sedang menangani proses integrasi
jaringan komputer seluruh unit kerja perusahaan itu. “Kami mempunyai
delapan pabrik, sembilan kantor cabang besar dan lebih dari seratus stockist,
sehingga kami perlu mengintegrasikan komputer yang tersebar di sekitar 140
tempat yang berbeda,” kata Winanto. Dalam waktu dekat, menurut dia, seluruh
140 unit kerja itu sudah akan tergabung dalam satu sistem yang terintegrasi
menggunakan database dan aplikasi yang disediakan oleh Oracle.
Walaupun proses integrasi antara unit produksi dengan unit distribusi belum
sepenuhnya tuntas, Winanto mengaku manajemen sudah mendapatkan banyak
sekali manfaat dari sistem online yang sudah berhasil dicapai di masing-
masing jalur. Dulu misalnya, perlu waktu yang sangat lama untuk
mendapatkan berbagai data terbaru perusahaan, misalnya data produksi, data
stock barang atau data penjualan. Kelambatan itu terjadi karena seluruh
proses pengumpulan data dilakukan secara manual. “Di pabrik dilakukan data
entry, kemudian data direkap dan dikirim melalui fax, dan di kantor pusat
dilakukan konsolidasi setelah dilakukan data entry lagi,” kata Winanto. Tetapi
dengan sistem online semuanya berubah. Hari ini kantor pusat sudah bisa
mendapatkan data penjualan, data produksi, sampai dengan stock barang per
kemarin. Hal itu bisa terjadi karena hanya diperlukan satu kali proses input
data, dan seluruh proses konsolidasi dilakukan oleh komputer.

Integrasi ini, menurut Winanto, telah mendongkrak efisiensi perusahaan


secara signifikan. Kesalahan manusia (human error) dalam proses konsolidasi
data kini bisa diabaikan. Jumlah tenaga kerja sudah bisa dikurangi, dan
kini sejumlah staf sudah dialihkan untuk bidang kerja yang lain. “Dan yang
pasti, walaupun belum bisa paperless, tetapi pasti sudah less paper dalam
manajemen perusahaan.” Karena penyebaran unit kerja PT Sinar Sosro
yang sedemikian luas, diperlukan satu sistem jaringan yang sangat luas (wide
area network, WAN), dan untuk itu diperlukan layanan pihak ketiga untuk
menyediakan layanan komunikasi data untuk tujuan tersebut. Untuk layanan
tersebut PT Sinar Sosro mempercayakan pada PT Lintasarta Aplikanusa,
perusahaan yang sudah puluhan tahun berkecimpung dalam bisnis layanan
komunikasi data. Saat ini Sinar Sosro menggunakan layanan Frame Relay
untuk mengintegrasikan sistem komputernya, tetapi perusahaan itu tengah
mempertimbangkan untuk menggunakan teknologi jaringan virtual privat
berbasis Internet (VPN IP) yang juga ditawarkan oleh Lintasarta. “VPN IP
adalah teknologi baru yang lebih murah tetapi bisa diandalkan, sehingga
kami berencana untuk migrasi ke sana,” kata Winanto. Ketika ditanya
mengenai kualitas layanan Lintasarta, Winanto mengatakan bahwa pihaknya
cukup puas. “Kami sudah menggunakan layanan Lintasarta sejak sebelum

1999, dan bukannya memuji kami cukup puas. Karena itu setiap kali mau
memperluas jaringan, kami selalu bertanya apakah Lintasarta siap
menyediakan jaringan untuk kami,” kata Winanto lagi.

PT Sinar Sosro sendiri hanyalah salah satu dari puluhan perusahaan


sektor manufaktur yang menggunakan layanan komunikasi data PT
Lintasarta Aplikanusa. Kendati sudah banyak perusahaan sektor manufaktur
yang mendapat layanan jasa Lintasarta, manajemen perusahaan itu mengakui
bahwa selama ini banyak anggota masyarakat yang mengira bahwa Lintasarta
hanya melayani sektor keuangan dan sektor perbankan. “Kami memang
memulai bisnis komunikasi data untuk melayani sektor perbankan. Tetapi
kini bukan hanya sektor perbankan yang membutuhkan layanan kami.
Permintaan layanan komunikasi data dari sektor manufaktur termasuk
yang cukup tinggi,” kata Widhy N. Soeranto, general manager penjualan
Lintasarta.

2. PT. Bentoel Prima (sumber : swa.co.id) Sumber : Thursday, January 7th,


2010 oleh : A. Mohammad BS

Bentoel: Dengan Be-One Integrasikan Sistem dari Ujung ke Ujung

Bisnis rokok di Tanah Air diprediksi banyak orang tengah menuju


sunset. Terutama karena adanya imbauan untuk mengurangi konsumsinya
terkait dengan masalah kesehatan dan makin terbatasnya aktivitas
berpromosi. Namun, bukan berarti pemainnya harus berhenti berinovasi.
Dengan bantuan teknologi informasi, PT Bentoel Prima menunjukkan bahwa
keterbatasan bukan halangan untuk terus maju.

Untuk menjalankan agenda inovasinya yang berbasis TI itu,


perusahaan rokok yang baru saja dibeli BAT dari Peter Sondakh ini telah
memiliki direktorat TI. Karena berperan sebagai integrated agent dalam hal
TI dan business process, direktorat ini disebut Direktorat Information System
dan Business Process (ISBP). “Kami mempunyai business process dan
pengelolaan TI dalam satu wadah tersendiri, sebagai salah satu inisiatif dari
digital business design, di mana Bentoel ingin menjadi perusahaan yang efektif
dan efisien,†ungkap K. S. Paul Ong, Chief Information Officer Bentoel.
Menurut Ong, sejak dibentuk pada 2003, divisinya ditugasi untuk mendukung
tujuan bisnis Bentoel. Salah satu proyek besar yang dikerjakan ISBP adalah
pengembangan B1 (Be-One) Enterprise System. Ong menjelaskan,
pengembangan Be- One ini mengacu pada standar Telecommunicatiom
Industry Association 942 yang diimplementasikan di sentra data di
Malang; IT service management berdasarkan framework IT Infrastructure
Library; dan information security management system yang sudah mendapat
standar ISO/IEC 27001.
Sistem Be-One ini diimplementasikan pada 2004. Sistem ini
berpusat pada aplikasi enterprise resource planning (ERP) dari SAP. Di
dalam ERP yang sistemnya diimplementasi Soltius Indonesia ini ada
beberapa modul utama. Antara lain, material management, sales and
distribution, production planning, fund management, controlling dan financial
accounting. Dengan sistem ini, semua data bisa seragam. “Jadi, angka
yang diakui company hanya satu, yakni yang ada di ERP. Di luar itu, tidak
dipercaya, ujar Ong. Dijelaskan Ong, secara sederhana Be-One merupakan
sebuah sistem yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, dari transaksi sampai
pelaporan untuk manajemen. Dengan demikian, setiap data transaksi
dimasukkan ke sistem Be-One sekali saja di tempat yang sedekat mungkin
dengan terjadinya transaksi. Contohnya, data penjualan oleh tenaga penjualan
dimasukkan ke dalam PDA di lapangan saat melakukan penjualan. Pada akhir
hari, seluruh transaksi diunggah (upload) secara otomatis ke sistem di Area
Sales & Marketing Office (ASMO), untuk selanjutnya akan terkirim secara
otomatis juga ke sistem di Kantor Pusat, dan semua data yang terkena
dampak transaksi penjualan itu pun akan ter-update. Ong melanjutkan,
pihaknya berhasil menghubungkan semua sistemnya ke sistem ERP yang
berfungsi sebagai back-end system. Dengan begitu, semua sistem terkoneksi
secara otomatis secara end to end. Sistem yang terhubung dengan Be-One
Enterprise System cukup banyak, mulai dari Be-One Portal, Be-One ASMO &
Mobile (sales administration & management system serta sales force
automation & mobile management), Be-One Deal (pembayaran), Be-One
Synergy (SAP-HRMS), Be-One Poli (Kitech Hospital System), Be-One
Intelligence (business intelligence), Be-One Business Planning & Simulation,
serta Be-One War Map & War Room. “Semua terintegrasi atau ter-
interface dengan ERP sebagai satu kesatuan sistem, ujarnya. Salah satu
aplikasi penting yang sukses diimplementasi pada 2005 adalah sistem
administrasi penjualan dan mobile management, yang diterapkan untuk 1.200
PDA di seluruh Indonesia. Dalam waktu dekat, jumlah PDA-nya akan ditambah
menjadi 1.600 unit. PDA ini dipakai oleh para tenaga penjualan sampai
manajer penjualan. Nanti dari situ juga akan diimplementasikan beberapa
aplikasi seperti portal, business intelligence dan sistem war map. Jadi, sistem
inilah yang memberi kami kemampuan analitis, kata Ong bangga. Selain sistem
yang terhubung langsung tadi, ada tiga sistem yang tidak terkoneksi dengan
back-end system (ERP), karena memang tak ada hubungannya, yakni IP
Telephony, Document Management System, serta E-mail & Internet. Kendati
begitu, ketiga sistem tersebut memakai jaringan yang sama. Saat ini, sistem
jaringan di Bentoel terhubung dengan jaringan MPLS (multiprotocol label
switching) di kantor pusat melalui tiga vendornya: Telkom, XL dan Icon +.
Jaringan ini berfungsi menghubungkan 8 pabrik di seputar Malang dan 37
ASMO yang dimiliki Bentoel.

Bagaimana dampaknya terhadap bisnis? Menurut Ong, dengan adanya


sistem yang terintegrasi, produktivitas bisnis Bentoel bisa meningkat. Juga,
memberikan kecepatan proses data, dan kecepatan proses bisnis itu sendiri.
Misalnya, data penjualan dari kira- kira 1.000 tenaga penjualan di seluruh
Indonesia dapat dikumpulkan dan dilaporkan pada hari yang sama. Manajemen
Bentoel pun dapat segera mengetahui situasi pasar dan hasil dari aksi-aksi
yang dilakukan, untuk selanjutnya bisa melakukan langkah penyesuaian yang
dibutuhkan. Selain itu? Tidak ada lagi inkonsistensi atau dispute di antara unit-
unit dalam perusahaan. Semua melihat data yang sama dan bergerak
berdasarkan data yang sama. Dengan sendirinya pengambilan keputusan
menjadi tajam dan cepat, ujar Ong. Lebih jauh, lanjut Ong, pengembangan
sistem Be-One memberi sejumlah benefit. Antara lain, dari segi penjualan dan
pemasaran, yang paling utama adalah instant feedback, business intelligence
dan operational excellence. Data penjualan bisa diterima pada hari yang
sama, mulai dari sales supervisor hingga direksi bisa menerima dalam
waktu bersamaan. Dengan demikian, mereka bisa mengetahui efektivitas
sales performance- nya. Misalnya, ada satu kesulitan penetrasi di suatu
daerah, maka dari supervisor sampai BOD tahu, dan bisa segera diambil
tindakan. Begitu pula, informasi mengenai kompetitor yang ada di lapangan
bisa langsung ter-update. Dalam hal operational excellence effectiveness,
kami perkirakan 1,5 jam waktu salesman bisa dipangkas, karena
menghapus semua administrasi berkat penggunaan aplikasi mobile lewat PDA,
ucap Ong. Dari segi produktivitas, Ong mengklaim, pihaknya berhasil
meningkatkan hingga 15%. Demikian pula dari segi penjualan. Sayangnya,
Ong enggan berbagi informasi soal peningkatan ini. Stock level juga
terkontrol, mulai dari pabrik sampai penjualan. Demikian pula dari segi
keuangan, tambahnya. Sementara itu, dengan adanya aplikasi business
intelligence, orang pemasaran bisa tahu produk, profil dan value seperti apa
yang laku di suatu pasar. Salah satu kesuksesan adalah peluncuran produk
rokok baru — Ong enggan menyebutkan nama produknya yang belakangan
sebenarnya mulai dipromosikan — pada pertengahan 2009. Padahal, ketika itu
sistem baru rampung. Hebatnya, produk baru itu menorehkan sejarah terbaik
sepanjang perjalanan Grup Bentoel. Dalam waktu 18 minggu, produk ini
mampu terjual dua kali lipat dari produk yang di-launch sebelumnya,â€
katanya bangga. Sudah begitu, waktu yang dibutuhkan untuk produk baru ini
meroket jauh lebih singkat. Ini terjadi karena positioning maupun segmentasi
produk ini sangat pas, berdasarkan informasi yang dikumpulkan sistem
Business Intelligence dari pasar. Sistem Be-One, disebutkan Ong, juga bisa
meningkatkan produktivitas di area supply chain, manufacturing dan
pengadaan. Semua proses yang sebelumnya dilakukan manual sudah
ditinggalkan, katanya dengan nada bangga. Yang lebih penting, revenue
Bentoel mengalami kenaikan signifikan. Tahun 2005 revenue Bentoel hanya
Rp 2 triliun, lalu meningkat hingga Rp 6,9 triliun di tahun 2008. Tak hanya itu,
dari segi volume juga mengalami lonjakan, dari sebelumnya 6,6 miliar batang
pada 2005 menjadi menjadi 17,5 miliar batang di tahun 2008. Market share
kami juga meningkat dua kali lipat, tambahnya. Kepiawaian Bentoel
memanfaatkan TI diacungi jempol oleh Richard Kartawijaya. Juri Best e-Corp
yang sehari-hari merupakan Direktur Utama PT Informatika Solusi Bisnis ini
menilai, meski perusahaan lokal, Bentoel memiliki sistem TI yang bagus.
Bentoel juga menggunakan beberapa software dan hardware yang sangat kuat
dari vendor terkemuka. Ini membuat Bentoel semakin kuat, kata mantan Presdir
Microsoft Indonesia itu. Richard juga memuji Bentoel mampu mempertahankan
sistem TI-nya meski kepemilikan sudah berpindah ke asing. Bahkan, kata Pak
Paul Ong, orang BAT terkagum-kagum dengan TI Bentoel, katanya. Dalam
presentasinya, Ong memang menceritakan, ada beberapa perwakilan BAT di
negara lain yang mengatakan, saking majunya sistem TI Bentoel, salah satu
jagoan industri rokok Indonesia ini harus mundur dulu beberapa langkah
agar mereka bisa berjalan seiring. Namun, Richard mengkritisi karakter
bisnis Bentoel yang masih sangat patronistis. Semua tergantung pada satu-
dua orang. Ini sangat berbeda dari perusahaan multinasional, yang sudah
menggunakan sistem matriks, di mana satu orang bisa bertanggung jawab
kepada satu sampai tiga orang atau lebih. “Kalau Bentoel bisa berkembang
seperti itu, akan sangat bagus sekali,” katanya.

Mohammad B.S. & Sigit A. Nugroho

3. PT. Astra Agro Lestari Tbk

Mengelola Kebun Sawit Gaya Mutakhir

Thursday, January 21st, 2010 oleh : A. Mohammad BS

Untuk mengelola secara efektif kebun sawit dengan luas ratusan ribu
hektare “ seperti dijalankan PT Astra Agro Lestari “ tak cukup hanya
memperhatikan masalah sarana produksi ataupun mekanisasi. Manajemen data
secara modern pun menjadi syarat penting keberhasilan. Mengelola dan
mengontrol bisnis kebun sawit yang luasnya mencapai ratusan ribu ha bukan
soal mudah. Apalagi site kebunnya terpencar-pencar. Untuk mengawasi secara
fisik saja, sudah terbayang repotnya. Begitu pula kaitannya dengan pengelolaan
dan pengawasan data/informasinya. Dalam banyak kasus, tak jarang koordinasi
dan pelaporan data ke kantor pusat terlambat. Contohnya, dokumen yang
dikirim dari site berupa hard copy baru bisa sampai ke kantor pusat sebulan
kemudian. Dengan begitu, pengambilan keputusan yang dilakukan bisa dibilang
action terhadap kondisi yang sudah lama terjadi. Persoalan semacam itu
pernah dialami PT Astra Agro Lestari Tbk. (AAL) beberapa tahun lalu, ketika
mekanisme kerja di perusahaan agribisnis Grup Astra ini masih banyak
dilakukan secara manual. Komunikasi antar-site dan juga ke head office
merupakan aktivitas yang tidak dapat dihindarkan lagi, baik dengan pengiriman
dokumen hard copy maupun komunikasi via elektronik (e-mail), ujar Dedi
Kurniadi, Kepala Divisi TI AAL. Kadang-kadang terjadi misalignment antara
kebijakan manajemen dengan pelaku operasional. Kebijakan itu juga terkadang
tidak sampai ke front liner, ia menambahkan.

Sebagai perusahaan agribisnis besar, jangkauan wilayah kerja AAL


cukup luas, dari ujung barat Sumatera (Aceh) sampai ujung timur Sulawesi
(Morowali). Perusahaan ini memiliki 43 site. Perkebunan kelapa sawit AAL
terbagi atas beberapa wilayah, yaitu Andalas 1 (A1) meliputi tiga site dengan
luas 12,6 ribu ha; Andalas 2 (A2) mencakup 10 site seluas 61 ribu ha; Andalas 3
(A3) terdiri dari tiga site seluas 33 ribu ha; Borneo 1-3 lebih dari 100 ribu ha;
dan Sulawesi seluas 185 ribu ha. Ke depan, AAL menargetkan bisa memiliki
luas kebun hingga 500 ribu ha. Dengan kebun luas yang tersebar seperti itu
jelas menghadirkan tantangan tersendiri. Ada lagi kekhasan bisnis AAL, yakni
yang dikelolanya tanaman sawit merupakan makhluk hidup yang memiliki masa
produktivitas tertentu, dan tidak dapat dipaksakan seperti halnya memproduksi
barang manufaktur/otomotif. “Pengelolaan makhluk hidup lebih kompleks
dan rumit. Tergantung pada karakteristiknya: usia, topologi tanah, nutrisi, dan
sebagainya, Dedi menjelaskan. Melihat situasi dan permasalahan seperti itu,
menurut Dedi, pemanfaatan dan implementasi teknologi informasi (TI) yang
dipilih mestilah solusi yang cocok, sehingga bisa membantu perusahaan
meningkatkan performa, yang berujung pada peningkatan revenue dan net
profit. Nah, untuk dapat meningkatkan performa, dengan kondisi areal AAL yang
tersebar di beberapa tempat, diperlukan alur informasi yang cepat, tepat dan
tertib dari kantor afdeling ke kantor besar, dan dari site ke kantor pusat.
Tersajinya informasi secara cepat, tepat, tertib dan akurat, dapat membantu
manajemen dalam proses pengambilan keputusan untuk terwujudnya
continuous improvement, kata Dedi menegaskan. Perlu dijelaskan, istilah site
mengacu pada sebuah lokasi yang menandai legalitas perusahaan yang
dikepalai oleh seorang kepala cabang. Satu site biasanya terdiri dari 15-20
afdeling. Satu afdeling terdiri dari 20-25 blok, yang dikomandoi oleh dua-tiga
mandor. Satu mandor mengawasi 15-20 orang pemanen sawit.

Bertolak dari pentingnya kehadiran TI yang memadai walaupun agak


terlambat jika melihat sejarah perusahaan itu yang berdiri sejak 1983 AAL pun
mulai memodernisasi sistem TI secara total pada 2005. Implementasi teknologi
canggih di industri perkebunan yang dilakukan AAL berfokus pada
pengembangan tiga sistem aplikasi. Pertama, Enterprise Resource Planning
(ERP), yang menggunakan solusi khusus perkebunan dari sebuah vendor asal
Eropa. Investasinya mencapai US$ 2 juta, dengan modul mencakup Finance,
Distribution dan Human Resouce Management (HRIS). Menurut Dedi,
sebelumnya masing-masing sistem aplikasi (modul) berdiri sendiri, dan
disesuaikan dengan unit bisnisnya, misalnya HR, Accounting, Tax, dan
sebagainya. Ketika itu, masing-masing sistem aplikasi dari site dikonsolidasikan
ke kantor pusat menggunakan jalur File Transfer Protocol (FTP). Agar masing-
masing bagian lebih mudah melakukan rekonsiliasi, maka diimplementasikanlah
sistem ERP yang terintegrasi dan tersentral di kantor pusat. Dengan begitu,
konsolidasi data tidak diperlukan lagi, karena setiap site melakukan transaksi
yang langsung terkoneksi ke kantor pusat secara real time. Singkatnya, dengan
sistem ERP ini, tracking transaksi di site dapat diperoleh pada hari dan jam
yang sama. Contohnya, ketika ada pengiriman armada CPO ke dermaga dari
sebuah site, saat itu pula di kantor pusat sudah dapat diketahui jumlah (tonase)
CPO yang dikirim, berikut data jam pengiriman, sesuai dengan nomor SJ/DO
pengiriman. “Ketika armada tiba di dermaga pun sudah langsung dapat
diketahui pada saat itu,†papar Dedi yang membawahkan 24 staf TI.

Aplikasi penting kedua adalah Plantation Management System (PMS).


Aplikasi yang dikembangkan sendiri ini dibutuhkan untuk seluruh proses di site.
Total investasi buat PMS ini sekitar Rp 1,6 miliar. Seperti diketahui, pada
umumnya kualitas CPO menyangkut rendemen dan free fatty acid (FFA). Guna
mendapatkan CPO yang berkualitas diperlukan kontrol (grading) tandan buah
segar (TBS) yang akan diolah. Kualitas TBS dapat dijaga pada saat panen.
Nah, dengan sistem PMS, kualitas TBS dicatat secara harian, sehingga mandor
dan asisten dapat mengetahui kualitas TBS secara harian. Jika ada kualitas
yang tidak sesuai dengan standar, informasi dari PMS dapat dijadikan umpan
balik untuk perbaikan di hari selanjutnya. Karena itu pula, setiap hari
mandor/asisten dapat memacu produktivitas karyawan. Performa setiap
karyawan akan terpampang di semacam fitur “majalah dinding (dengan
adanya modul Performance-Driven Management System). Dengan
terpampangnya performa harian, setiap karyawan dapat terpacu dengan
sendirinya. Tentunya, menjadi sebuah kebanggaan ketika prestasi bagus kami
terpampang, ujar Dedi. Aplikasi penting ketiga adalah Geographical Information
& Management System (GIMS), yang juga dikembangkan sendiri oleh tim TI
AAL. GIMS ini merupakan dashboard dalam pengelolaan site. Informasi yang
disajikan merupakan hasil pengolahan data yang dikirim dari site ke kantor
pusat setiap hari. Informasi disajikan sampai level blok, sehingga para manajer
site dapat mudah memonitor blok yang menjadi wilayahnya.

GIMS ini masih terus dikembangkan ke arah lini-lini lain untuk dapat
membantu kalangan manajemen yang berkepentingan, Dedi menerangkan.
Begitulah, ketiga sistem aplikasi penting tadi menjadi pilar bagi berjalannya alur
kerja di perkebunan kelapa sawit ini. Gambarannya bisa dicontohkan sebagai
berikut. Misalnya, satu afdeling melakukan panen, per 11 Desember oleh 15
pemanen. Seorang pemanen rata-rata mendapat 1,3 ton. Hasil panen itu dicatat
di kertas oleh mandor, lalu direkap di kantor afdeling. Selanjutnya diberikan ke
kantor besar untuk di-input di aplikasi PMS. Dari PMS setiap hari data seperti itu
dikirim via satelit. Data itu kemudian masuk ke aplikasi GIMS, yang selanjutnya
bisa diakses oleh direktur area, dewan direksi (BoD), dan manajemen site.
Tentunya, untuk menjalankan sistem aplikasi tersebut pihak AAL telah
membangun infrastrukturnya. Antara lain, server yang ditujukan untuk
mempermudah aliran informasi. Jika sebelumnya lalu lintas data dari satu site
ke kantor pusat dikirim melalui pos berbentuk hard copy, sekarang sudah ada
teknologi elektronik pendukungnya, dengan infrastruktrur satelit/VSAT. Begitu
pula ada infrastruktur server untuk aplikasi back office (ERP).

Infrastruktur lainnya, yakni jaringan Local Area Network (LAN) dan Wi-Fi.
Jaringan LAN dipasang di kantor pusat dan seluruh site. Juga, ada jaringan
Wide Area Network yang menghubungkan site dengan kantor pusat, dan
Internet. Tak heran, transaksi berbasis ERP dapat dilakukan secara real time
dan tersentralisasi. Adapun Wi-Fi merupakan nilai tambah, yang berfungsi agar
kantor pusat lebih mudah mengakses aplikasi e-mail Lotus Notes, FTP, dan dan
server data dari lantai dasar sampai lantai lima, hingga sekeliling perkantoran.
AAL pun tak lupa dengan langkah antisipasi. Saat ini kami sedang menyusun
skenario Disaster Recovery Plan dan konfigurasi Disaster Recovery Centre
sebagai antisipasi agar bisnis dapat tetap berlangsung jika terjadi bencana.
Paling tidak, data transaksi masih dapat terselamatkan, Dedi mengungkapkan.
Di luar itu, guna meningkatkan pelayanan kepada user dan unit bisnis, AAL
telah pula membentuk IT Service Desk yang membantu karyawan jika ada
masalah terkait dengan TI. Selain itu, program pelatihan rutin diberikan kepada
karyawan untuk mendukung pekerjaan mereka. Dalam praktik di AAL, satu site
biasanya dilengkapi satu server PMS dan empat PC untuk kebutuhan entri.
Sementara itu, di kantor pusat disediakan satu server PMS, dua server ERP, 20
unit terminal server lainnya, dan 20 terminal klien. Bagaimana dampak bisnis
dari segenap inisiatif di bidang TI ini? Diklaim Dedi, dalam beberapa tahun
terakhir AAL memperlihatkan pertumbuhan kinerja yang signifikan. Misalnya,
produksi fresh fruit bunch selama 15 tahun terakhir (sejak 1992) mengalami
kenaikan hampir 15 kali lipat. Bila tahun 1992 jumlah produksinya 256 ribu ton,
meningkat jadi 921 ribu ton pada 2007, dan melonjak jadi 3.938 ribu ton pada
2008. Sementara itu, produksi CPO naik hampir 19 kali lipat. Tahun 1992
produksinya hanya 49 ribu ton, meningkat drastis jadi 921 ribu ton pada 2007
dan 982 ribu ton tahun berikutnya. Adapun revenue dalam 15 tahun terakhir
mengalami kenaikan hampir 124 kali lipat. Jika pada 1992, revenue AAL hanya
Rp 48 miliar, meningkat drastis menjadi Rp 5,96 triliun pada 2007, dan menjadi
Rp 8,16 triliun pada 2008. Di samping itu, net profit yang pada 2007 sebesar Rp
1,97 triliun menjadi Rp 2,6 triliun pada 2008. Tak hanya itu. Revolusi sistem TI
yang dilakukan manajemen AAL juga dirasakan manfaatnya oleh kalangan
internal. Hal itu diakui Dony Yoga, Kepala Operasional Site Area Andalas 2
AAL. Menurut Dony, sebelumnya data operasional masih terkotak-kotak di
bagian masing-masing, sehingga belum menjadi sebuah informasi yang holistik.
Tentu saja, hal itu menyulitkan dalam proses pengambilan keputusan karena
informasinya masih berupa pulau-pulau (island). Sekarang sudah sangat
berubah, baik dalam hal data maupun informasi. Juga, sistem komunikasi
antara personel site dan head office jauh lebih baik, kata Dony. Yang terpenting,
menurut Dony, dengan adanya analisis data operasional yang lengkap ia dapat
melakukan positioning kinerja, karena bisa melihat performa perkebunan dalam
satu grup AAL. Dengan begitu, ia punya pegangan untuk selalu meningkatkan
performa menjadi yang terbaik. Saya berharap, ke depan, sistem TI yang
terintegrasi harus dibuat lebih presisi dan lebih detail lagi dalam menyediakan
informasi yang dibutuhkan oleh bagian operasional, katanya berharap. Saldin
Rusmajadin dari Divisi Internal Auditor AAL juga merasakan manfaat dari
perombakan sistem TI di perusahaannya. Terutama membantu proses auditing
di AAL, serta proses tracking data yang lebih cepat, akurat dan transparan. Ke
depan, yang perlu lebih diperbaiki adalah meningkatkan kemampuan hardware
dan software sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, meningkatkan bandwidth
sesuai dengan peningkatan transaksi, Saldin menyarankan.

Daftar Pustaka

Cox, Alan. 1996. Redefining Corporate Soul : Linking Purpose & People.
Irwin Professional Publishing. Amerika

http://www.erpweaver.com

http://lulu.staff.gunadarma.ac.id diakses 9 juli 2011 10: 33 PM WIB

Juwono, Wiwiek. http://www.tabloidpcplus.com. dipublikasikan pada 06 Mei,


2011. Lintas arta. ERP Untuk Industri Kelapa Sawit. edisi 10, 2007

Anda mungkin juga menyukai