Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi dan Prevalensinya


Masalah utama dalam rongga mulut anak sampai saat ini adalah penyakit karies
gigi. Penyakit karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai
dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi oleh bakteri organik yang
bersifat asam, yaitu L. acidophilus dan S. mutans diikuti dengan kerusakan bahan
organik, akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran
infeksinya ke jaringan periapeks sehingga dapat menyebabkan rasa ngilu dan nyeri.11
Karies gigi dapat ditemui diseluruh dunia tanpa memandang usia, bangsa ataupun
keadaan ekonomi. Diperkirakan 90% anak usia sekolah diseluruh dunia pernah
menderita karies. Penelitian di negara-negara Eropa, Amerika, Asia, termasuk
Indonesia, ternyata 80%-95% dari anak-anak di bawah usia 18 tahun terserang karies
gigi.12
Insiden karies gigi setiap tahunnya cenderung meningkat. Data hasil penelitian
yang dilakukan oleh WHO pada tahun 1970 menunjukkan nilai indeks DMF-T: 0,70,
pada tahun 1980 kemudian meningkat menjadi 2,30; dan pada akhir tahun 1999
menjadi 2,70. Data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi
masalah dunia yang dapat memengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup. Karies
gigi dapat menyebabkan sakit, gangguan penyerapan makanan, memengaruhi
pertumbuhan tubuh anak dan hilangnya waktu sekolah jika tidak diobati.13
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dari Departemen Kesehatan
Republik Indonesia menunjukkan sebanyak 25,9% penduduk Indonesia mengalami
masalah gigi dan mulut. Data menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki
rata- rata pengalaman karies sebesar 4,6 , dengan kelompok usia 12 sampai 14 tahun
memiliki skor DMFT sebesar 1,4. Provinsi Sumatera Utara memiliki rata-rata
pengalaman karies sebesar 3,6 dengan rata-rata Missing/ kehilangan gigi sebesar 2,3.
Hasil Riskesdas juga menunjukkan bahwa 68,9% masyarakat Indonesia berusia 12

Universitas Sumatera Utara


tahun keatas tidak melakukan perawatan pada masalah gigi dan mulut yang
dialaminya.3

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Karies


Sejak berkembangnya Ilmu Kedokteran Gigi banyak teori menyebutkan
penyebab terjadinya karies gigi. Saat ini, seluruh ahli telah menyetujui bahwa karies
merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial dimana banyak faktor yang berperan
dalam terjadinya karies. Penyebab karies gigi dapat kita jabarkan menjadi tiga faktor
yaitu tersedianya host (gigi), substrat dan mikroorganisme, ketiga faktor ini akan juga
dipengaruhi oleh faktor waktu.13

Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit


multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen,
substrat, dan waktu13

Universitas Sumatera Utara


Karies dapat timbul akibat kondisi setiap faktor yang saling mendukung yaitu
host (gigi) yang rentan mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai, dan
waktu yang lama.16 Plak memegang peranan penting menyebabkan karies. Plak
adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang di atas suatu matrik yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan
gigi yang tidak dibersihkan.13 Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif
merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans,
Streptokokus sanguins, Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius. Penelitian
lain menunjukkan adanya Lactobacilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif,
jumlah Lactobacilus pada plak gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Streptokokus
Mutans diakui sebagai penyebab utama karies karena mempunyai sifat asidogenik
dan asidurik (resisten terhadap asam).13
Keadaan host yang sesuai untuk pertumbuhan populasi mikroorganisme seperti
keadaan karbohidrat yang tinggi dalam mulut dan laju aliran saliva yang rendah
menyebabkan dominasi lokal dari Streptococcus mutan, diikuti dengan demineralisasi
permukaan enamel dan terbentuk kavitas yang melibatkan Lactobacillus.14
Proses demineralisasi terjadi di lapisan enamel yang berkembang secara
perlahan sampai menembus lapisan dentin. Proses pembusukan dentin berlangsung
lebih cepat dibanding enamel. Waktu yang dibutuhkan untuk menembus enamel
berkisar antara 2 sampai 3 tahun tetapi perjalanan infeksi dari dentin sampai
menembus pulpa hanya memerlukan waktu 1 tahun.15
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel
pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi enamel.
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri tetapi tidak
semua karbohidrat memiliki derajat keriogenik yang sama. Karbohidrat yang
kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna dengan sempurna
di rongga mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti
gula akan langsung meresap ke dalam plak dan segera dimetabolisme dengan cepat
oleh bakteri. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH
plak dengan cepat sampai level yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel. Plak

Universitas Sumatera Utara


akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Dibutuhkan waktu 30 sampai 60
menit untuk mengembalikan pH sampai kondisi normal. Kondisi pH yang tertahan
dibawah batas normal dapat terjadi jika anak memiliki kebiasaan mengonsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang.16
Menurut Arisman, karies gigi banyak terjadi pada anak-anak karena anak-anak
cenderung lebih menyukai makanan dan minuman yang manis. Gigi-geligi anak akan
mengalami karies apabila anak malas membersihkan rongga mulutnya.12
Karies gigi bersifat multifaktorial. Sifat multifaktorial dari karies menunjukkan
bahwa karies tidak dapat terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lainya. Faktor host
substrat, mikroorganisme dan waktu merupakan faktor karies yang saling
berhubungan. Hal-hal seperti lingkungan, keadaan sosial ekonomi, dan tingkah laku
pun dapat berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal inilah yang disebut sebagai
faktor resiko.
Beberapa faktor resiko karies akan dijabarkan sebagai berikut:13
1. Status sosioekonomi
Status sosioekonomi berpengaruh terhadap terjadinya karies. Anak dengan
status sosioekonomi rendah beresiko tinggi untuk terkena karies. Seperti yang
dilaporkan The Surgeon General’s report bahwa anak- anak dan remaja yang hidup
dalam kemiskinan mengalami karies dua kali lebih banyak daripada teman sebayanya
yang hidup berkecukupan.13 Penelitian observasional yang dilakukan tahun 2010
menunjukkan hubungan yang positif antara sosioekonomi dengan karies. Faktor-
faktor seperti diet tinggi gula, kue, dan minuman seperti soft drink dan es krim
merupakan teori yang paling mungkin untuk menggambarkan hubungan antara
sosioekonomi dengan karies.17
2. Biologik
Hal-hal biologik seperti usia, jenis kelamin dan hereditas juga mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya karies. Usia dan jenis kelamin akan mempengaruhi
sikap seorang anak dalam menjaga kebersihan mulutnya. Faktor herediter hanya
sedikit berperan dalam terjadinya karies, meskipun ditemukan beberapa faktor
herediter yang berperan dalam mengakibatkan karies.13

Universitas Sumatera Utara


3. Tingkah laku
Beberapa aspek tingkah laku yang berperan seperti, asupan makanan yang
mengandung gula dalam satu hari, pemakaian dot, cara pemberian ASI, diet, dll.
Penelitian menurut Folayan et al menunjukkan bahwa semakin besar asupan gula
dalam satu hari, maka resiko untuk terkena karies juga semakin tinggi.13

2.3 Indeks Pemeriksaan Karies


Data yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah karies biasanya diperoleh
menggunakan indeks karies gigi. Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan
jumlah karies gigi seseorang atau sekelompok orang. Indeks yang digunakan dapat
mengukur derajat keparahan karies dari ringan sampai berat. Salah satu indeks karies
yang biasa digunakan adalah indeks Klein.13
Indeks DMF merupakan indeks yang paling banyak digunakan dan dapat
diterima secara universal. Dapat digunakan untuk perorangan maupun kelompok.
Indeks ini didasarkan pada kenyataan bahwa kerusakan yang terjadi pada jaringan
keras gigi tidak dapat pulih sendiri dan akan meninggalkan bekas kerusakan yang
menetap. Indeks DMF mengukur total life time caries experience.16
Indeks DMF yang diperkenalkan oleh Klein H, Plamer CE, Knutson JW pada
tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaan
meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi
diperiksa kecuali molar ketiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah
dicabut, atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor; pada kolom yang
tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang), dan F (gigi
yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan
gigi desidui hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT ( decay missing filled
tooth) atau DMFS (decay missing filled surface). Rerata DMF adalah jumlah seluruh
nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa.13
Kriteria dalam perhitungan rata-rata DMFT menurut WHO sebagai berikut:18
a. Nilai rata-rata 0,0 – 1,1 termasuk dalam kategori sangat rendah
b. Nilai rata-rata 1,2 – 2,6 termasuk dalam kategori rendah

Universitas Sumatera Utara


c. Nilai rata-rata 2,7 – 4,4 termasuk dalam kategori sedang
d. Nilai rata-rata 4,5 – 6,5 termasuk dalam kategori tinggi
e. Nilai rata-rata > 6,6 termasuk dalam kategori sangat tinggi
Beberapa hal perlu dipertimbangkan pada saat pemberian kode adalah:13
1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukkan dalam kategori D.
3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.
4. Semua gigi yang hilang dan dicabut karena karies dimasukkan dalam
katergori E. Gigi dengan kondisi D yang sangat parah dan diindikasikan pencabutan
juga dimasukkan dalam kategori E. Anamnesis yang adekuat dibutuhkan untuk
menentukan penyebab pencabutan atau kehilangna gigi
5. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam katergori F.
6. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam
kategori F.
7. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi serta kehilangan
yang tidak disebabkan karies tidak diperhitungkan dalam katergori apapun.
Indeks DMFT mampu memberikan informasi mengenai gigi yang mengalami
karies, gigi yang telah ditumpat, dan gigi yang telah dicabut tetapi tidak dapat
menggambarkan kondisi karies gigi yang sebenarnya. Sebagai contoh, karies gigi
yang mengenai pulpa serta mengalami abses. Pada pengukuran indeks DMFT Klein
hanya pemberian kode D saja yang bisa diberikan untuk kondisi ini, sehingga
hasilnya kurang akurat dalam menggambarkan keadaan gigi sebenarnya.13
Indeks PUFA/pufa diperkenalkan oleh Monse et al pada tahun 2010 untuk
melengkapi kelemahan dari indeks DMFT Klein tersebut. Indeks PUFA/pufa adalah
sebuah indeks yang digunakan untuk mengukur keadaan rongga mulut akibat karies
gigi yang tidak dirawat seperti keterlibatan pulpa (P/p), ulserasi (U/u), fistula (F/f),
dan abses (A/a). Indeks ini berbeda dengan indeks DMF dan skornya hanya diberikan
pada karies gigi yang telah mengenai pulpa. Penilaian PUFA/pufa dilakukan secara

Universitas Sumatera Utara


visual tanpa menggunakan alat. Indeks ini dapat digunakan pada gigi permanen
(PUFA) maupun gigi sulung (pufa).1
Pemberian skor mengikuti kriteria seperti berikut:1
P : Keterlibatan pulpa dicatat pada saat pembukaan ruang pulpa atau ketika
struktur mahkota gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau fragmen
akar yang tersisa. Tidak ada probing dilakukan untuk mendiagnosis keterlibatan
pulpa.
U : Ulserasi karena trauma mahkota gigi yang tajam dicatat pada saat tepi tajam
dari dislokasi gigi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen akar menyebabkan ulserasi
F : Fistula dicatat ketika pus keluar dari saluran sinus yang berhubungan
dengan keterlibatan pulpa gigi.
A : Abses dicatat ketika adanya pus dan terjadi pembengkakan terkait dengan
keterlibatan pulpa gigi.
Gambaran klinis gigi akibat karies yang tidak dirawat dapat dilihat pada gambar
2: a dan b menggambarkan karies dengan keterlibatan pulpa (P/p), kamar pulpa
terlihat atau koronal gigi telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar
yang tertinggal; c dan d menggambarkan ulserasi (U/u), traumatik ulser pada
jaringan lunak (lidah dan mukosa) karena gigi atau sisa akar; e dan f
menggambarkan fistula (F/f), saluran sinus mengeluarkan nanah; g dan h
menggambarkan dento-alveolar abses, trauma jaringan lunak sekitarnya, misalnya,
lidah atau mukosa bukal.1,25

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Gambaran klinis gigi akibat karies yang tidak dirawat. (a dan b)
Keterlibatan pulpa P/p, kamar pulpa terlihat atau koronal gigi telat
hancur oleh proses karies dan hanya akar atau sisa akar yang tertinggal;
(c dan d) Ulserasi U/u, traumatik ulser pada jaringan lunak( lidah dan
mukosa) karena gigi atau sisa akar; (e dan f) Fistula F/f, saluran sinus
mengeluarkan nanah; (g dan h) dento-alveolar abses.traumatis jaringan
lunak sekitarnya, misalnya, lidah atau mukosa bukal1,25

Universitas Sumatera Utara


Cara perhitungan indeks PUFA/pufa:1
a. Mengisikan kode PUFA/pufa pada kolom tersedia. Kode diisikan sesuai
dengan kondisi gigi yang diamati. Contoh kolom yang akan diisi dengan kode PUFA
dapat dilihat pada gambar 3. Pemberian nilai terhadap kondisi gigi yang diamati
hanya dilakukan sau kali untuk setiap gigi.
b. Hitung berapa banyak gigi dalam kelompok kode tertentu.
c. Jumlahkan semua kode.
Skor PUFA seseorang dapat berkisar antara 0-32 untuk gigi permanen.
Prevalensinya dihitung sebagai persentase dari populasi dengan skor PUFA satu atau
lebih1

Gambar 3. Kolom isian untuk menghitung indeks PUFA/pufa

2.4 Dampak Karies yang Tidak Dirawat


Menurut Zelvya penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi adalah
karies gigi. Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit gigi
dan bagaimana penyakit gigi seperti karies dapat memengaruhi kesehatan umum
seseorang. Banyak kasus karies gigi yang masih diabaikan walaupun telah banyak
dilakukan penelitian tentang pegaruh karies terhadap ksehatan umum. Kerusakan
pada gigi yang disertai ketidak nyamanan atau sakit gigi dapat mempengaruhi berat

Universitas Sumatera Utara


badan, pertumbuhan dan kualitas hidup anak sebab fungsi pengunyahan gigi akan
terganggu, membuat anak rewel, gusi bengkak, anak juga akan mengalami gangguan
dalam menjalankan aktifitasnya sehari - hari, sehingga anak tidak mau makan dan
akibatnya yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi.18,19
Menurut Martapura, akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah
penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernafasan,
saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan
menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena
penyakit. Kondisi gigi anak yang rusak selama periode gigi sulung dapat
menyebabkan gigi permanen anak tidak akan sehat nantinya.18
Penelitian lain juga menyatakan bahwa karies yang tidak dirawat yang telah
mengenai pulpa dapat menyebabkan anak kurang tidur.9 Ada tiga mekanisme hingga
karies gigi dapat berdampak pada kualitas hidup anak. Pertama, karies yang tidak
ditangani akan menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman, hal ini akan menyebabkan
menurunnya selera makan karena anak merasa sakit ketika makan. Kedua, dengan
adanya rasa sakit, maka kualitas hidup anak akan terganggu dimana kemungkinan
anak tidak bisa tidur pada malam hari yang akan mempengaruhi proses pertumbuhan,
walaupun tidak semua karies gigi berpengaruh dengan kesehatan umum, namun
sangat berpengaruh pada kualitas hidup anak. Mekanisme ketiga yaitu pada karies
yang tidak dirawat dengan pulpitis akan menyebabkan inflamasi kronik dan abses
dimana akan memengaruhi pertumbuhan via inflamasi kronik.19

2.5 Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah alat ukur paling umum yang digunakan
untuk mendefinisikan status berat badan pada anak, remaja, dan dewasa. Kategori
IMT menurut umur anak usia 5 sampai 18 tahun terdiri atas: sangat kurus, kurus,
normal, gemuk, dan obesitas. Kategori tersebut sekaligus mencerminkan status gizi
26
anak tersebut. Kategori IMT pada anak-anak dan remaja usia 2 sampai 20 tahun
tergantung pada usia dan jenis kelamin anak karena pada usia 2 sampai 20 tahun
jumlah lemak tubuh anak berubah sesuai usia dan jenis kelamin anak. Penetapan IMT

Universitas Sumatera Utara


dalam kategori overweight ataupun obese tidak dihubungkan dengan usia dan jenis
kelamin pada dewasa 20,21
Penggunaan metode IMT sebagai metode pengukuran pada anak di atas 2
tahun telah direkomendasikan oleh The World Health Organization (WHO) sejak
tahun 1997, The National Institutes for Health (NIH) pada tahun 1998, dan The
Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive
Service. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan berat badan berdasarkan Indeks
Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam
meter (kg/m2).8,20 Berikut merupakan rumus untuk perhitungan IMT.9,22,23

BB (kg )
IMT=
TB x TB (m)

Keterangan : IMT = Indeks Massa Tubuh; BB = Berat badan; TB = Tinggi badan.22


Setelah IMT dihitung hasil yang didapat dimasukkan ke dalam Standar IMT
berdasarkan umur sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Nilai batas ambang atau z
score mengindikasikan posisi angka IMT seorang anak pada usia dan jenis kelamin
yang sama. Tabel IMT berdasarkan usia untuk menentukan nilai ambang atau z score
dapat dilihat dalam lampiran. Kategori IMT berdasarkan usia dikelompokkan
menjadi: diatas normal, normal, dan dibawah normal. Pembagian kategori menurut z
score dapat terlihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Kategori IMT menurut Umur Anak 5-18 Tahun Menkes RI, 2010 26
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z score)
Sangat kurus < - 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD

Universitas Sumatera Utara


Indeks massa tubuh yang rendah merupakan hasil dari faktor-faktor yang
kompleks. Kurangnya kebersihan, kurangnya makanan bernutrisi, infeksi saluran
pernafasan dan infeksi lainya juga dapat diperhitungkan sebagai penyebab rendahnya
indeks massa tubuh anak laki-laki dan perempuan.9 Penyebab indeks massa tubuh
yang tinggi juga merupakan hasil dari faktor-faktor yang kompleks. Asupan makanan
berkalori tinggi dan lemak tinggi, faktor genetic, biologi, psikologi, sosiokultural, dan
lingkungan. Subjek penelitian yang mengalami indeks massa tubuh yang tinggi faktor
asupan dan pola makan bukan merupakan faktor yang berperan tunggl, namun
berinteraksi dengan faktor lainya.20

2.6 Hubungan atara Indeks Massa Tubuh dengan Skor PUFA/pufa


Penelitian yang dilakukan oleh Shahraki T et al yang meneliti rata- rata skor
DFT anak berusia 6-11 tahun menunjukkan bahwa skor rata- rata DFT pada anak
dalam kategori overweight lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak pada kategori
underweight dan normal. Konsumsi minuman soft drink dan fast food ditambah
aktivitas dan latihan yang kurang menambah jumlah individu yang overweight di
dunia. Anak-anak yang overweight dikaitkan dengan paparan dengan karbohidrat
yang panjang. Paparan dengan karbohidrat yang berkepanjangan atau terus-menerus
meningkatkan terjadinya karies.22
Menurut Dua R et al dalam penelitiannya pada anak berusia 4-14 tahun di
india menunjukkan bahwa anak- anak dengan status sosial ekonomi yang rendah
mempunyai rata- rata skor PUFA/pufa yang lebih tinggi dan mempunyai IMT di
bawah batas normal (underweight) dibandingkan dengan anak lainnya.9
Menurut Jain et al banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menunjukkan
bahwa karies yang tidak terawat mempengaruhi kualitas hidup dan pertumbuhan
umum anak.5 Benzian et al melaporkan bahwa anak dengan infeksi odontogenik
(karies mencapai pulpa) memiliki resiko yang tinggi mengalami IMT di bawah
normal dibandingkan dengan anak tanpa infeksi odontognik. Benzian et al juga
melaporkan anak dengan karies yang belum melibatkan pulpa tidak mengalami
peningkatan resiko IMT dibawah normal dibandingkan anak dengan bebas karies.10

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan oleh Monse et al menemukan anak usia 12 tahun
dengan indeks PUFA>0 memiliki berat badan yang lebih rendah secara signifikan
dengan anak seusianya yang memiliki indeks PUFA=0. Hasil ini menunjukkan bahwa
status kesehatan mulut anak memberi pengaruh yang kuat terhadap kesehatan umum
anak.1
Menurut hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara kategori
indeks massa tubuh dengan skor PUFA ataupun insidensi terjadinya karies belumlah
jelas. Sifat multifaktorial dari penyebab karies yang menyebabkan hasil dari
penelitian dapat menjadi berbeda. Faktor kultural dan kebiasaan,22 defisiensi nutrisi,
kognitif anak, serta sosioekonomi 9 dapat mempengaruhi indeks massa tubuh anak.

Universitas Sumatera Utara


2.7 Kerangka Teori

Karies

Etiologi Faktor Resiko

• Host • Sosioekonomi
• Substrat • Biologik
• Mikroba • Tingkah Laku
• Waktu

Tidak Dirawat
Dirawat

DMFT > 2

DMFT ≤ 2

Indeks Pemeriksaan (PUFA) Dampak

• P: Keterlibatan
Pulpa
• U: Ulserasi Kualitas
Akademis Berat Perilaku
• F: Fistula Tidur Badan
• A: Abses

IMT
• Sangat kurus
• Kurus
? • Normal
• Gemuk
• Obesitas

Universitas Sumatera Utara


2.8 Kerangka Konsep

Indeks PUFA:
a. P: keterlibatan pulpa
b. U: ulserasi
c. F: fistula
d. A: abses
1. Jenis kelamin
2. Usia 12 – 14 tahun

DMFT ≤ 2 tanpa PUFA

DMFT > 2 tanpa PUFA

Kategori IMT
a. Dibawah normal
b. Normal
c. Diatas normal

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai

  • SIAK Tingkat 1 2020
    SIAK Tingkat 1 2020
    Dokumen3 halaman
    SIAK Tingkat 1 2020
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • CR-010418 (1)
    CR-010418 (1)
    Dokumen68 halaman
    CR-010418 (1)
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Bab II - 3
    Bab II - 3
    Dokumen20 halaman
    Bab II - 3
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen12 halaman
    Cover
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen12 halaman
    Cover
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen12 halaman
    Cover
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Anti Korupsi
    Anti Korupsi
    Dokumen9 halaman
    Anti Korupsi
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Komunikasi Massa PDF
    Komunikasi Massa PDF
    Dokumen5 halaman
    Komunikasi Massa PDF
    janeiro24
    Belum ada peringkat
  • 100 168 1 SM
    100 168 1 SM
    Dokumen13 halaman
    100 168 1 SM
    Anang Suherman
    Belum ada peringkat
  • Apa Itu Karies Gigi ? Proses Terjadinya Karies
    Apa Itu Karies Gigi ? Proses Terjadinya Karies
    Dokumen2 halaman
    Apa Itu Karies Gigi ? Proses Terjadinya Karies
    Rieza Zulfahmi Taftazani
    Belum ada peringkat
  • Etiologi
    Etiologi
    Dokumen24 halaman
    Etiologi
    irma rosliana
    Belum ada peringkat