Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SINDROM CUSHING (CUSHING SYNDROME)

DISUSUN OLEH :

1. AMBAR ARUM R (1602003)


2. I PUTU OKA S (1602024)
3. JANUARIA SUDIAHARTATI (1602026)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

2018/2019
KATA PENGANTAR

Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan perlindungan-Nya
terutama penyertaan, kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyusun
makalah dengan judul “Sindrom Cushing”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, terdapat banyak hambatan
yang dihadapi , namun dengan ketabahan dan kerja keras kami serta dengan
bantuan dari teman-teman sehingga Puji Tuhan segala hambatan dapat teratasi.

Kritik dan saran semua pihak akan kami terima dengan senang hati demi
kesempurnaan makalah kami.

Yogyakarta,10 September 2018

Kelompok kasus 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran ................................................................................ 1
BAB II ISI ........................................................................................................... 2
A. Konsep Medis ........................................................................................... 2
1. Definisi .............................................................................................. 2
2. Epidemiologi...................................................................................... 2
3. Anatomi Fisiologi............................................................................... 3
4. Etiologi ............................................................................................. 5
5. Klasifikasi ......................................................................................... 6
6. Patofisiologi ...................................................................................... 7
7. Manifestasi Klinis.............................................................................. 9
8. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................... 9
9. Penatalaksanaan................................................................................. 9
10. Pencegahan....................................................................................... 11
11. Komplikasi....................................................................................... 11
12. Prognosis ......................................................................................... 12
13. Legal Etik ........................................................................................ 13
B. Konsep Keperawatan.............................................................................. 14
1. Asuhan Keperawatan ...................................................................... 14
a. Pengkajian ............................................................................... 14
b. Diagnosis Keperawatan ........................................................... 15
c. Rencana Keperawatan ............................................................. 15
2. Satuan Acara Penyuluhan ............................................................... 18
3. Jurnal............................................................................................... 20
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 21
A. Kesimpulan ........................................................................................... 21
B. Saran ...................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22

LAMPIRAN ..................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona
glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan
aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak
bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis mensekresikan
kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis melalui
ACTH.
Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas
kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi
suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik berlebih
maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan
keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep medis sindrom cushing ?
2. Apa konsep keperawatan sindrom cushing?
3. Apa Satuan Acara Penyuluhan pada sindrom Cushing?
4. Apa jurnal terkait sindrom cushing ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami sindrom cushing
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep medis sindrom cushing.
b. Mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan sindrom
cushing.
c. Mahasiswa mampu Satuan Acara Penyuluhan sindrom cushing.
d. Mahasiswa mampu memahami jurnal sindrom cushing.
BAB II

ISI

A. Konsep Medis
1. Definisi Sarkoma Kaposi
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah
yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau
karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid.
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah
yang menetap (Price, 2005).
Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh
hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau
adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila
terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan
akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease.
Sindrom Cushing adalah sindrom yang disebabkan berbagai hal seperti
obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan
disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon
kortisol. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli
bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun
1912.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah
yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau
karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid
(Sylvia A. Price)
2. Epidemiologi Sindrom Cushing
Insiden terjadinya Sindrom Cushing bisa dikatakan relative jarang
terjadi yaitu berkisar antara 0,7 – 2,4 per satu juta populasi per tahun.
Sindrom Cushing muncul perlahan – lahan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahundan bisa hilang timbul, gejala dari sindrom ini pun
bervariasi. Setiap orang dapat mengalami sindrom cushing, seperti
halnya pasien obesitas dengan diabetes tipe 2 pada pasien tersebut akan
terjadi penurunan kontrol kadar glukosa darah dan hipertensi, dimana
prevalensi untuk terjadinya sindrom cushing berkisar antara 2%-5%.
Selain itu, sindrom cushing juga dapat terjadi akibat tumor adrenal
maupun pituitari yang mana kasusnya lebih sering terjadi pada wanita
dengan ratio kejadian 5:1 adapun sindrom ini cenderung menyerang
umur 25-40 tahun. ACTH ektopik yang diproduksi misalnya oleh
kanker paru – paru ataupun kanker lainnya juga dapat berisiko
menimbulkan sindrom cushing walaupun kasus ini jarang terjadi
sedangkan penggunaan obat-obatan glukokortikoid dengan dosis
farmakologik merupakan kasus yang sering terjadi berkaitan dengan
sindrom ini.
3. Anatomi Fisiologi Sindrom Cushing
Kelenjar adrenal terdiri dari sepasang,berbentuk piramid,terletak
retroperitoreal dibagian atas atau medial ginjal dan beratnya kira-kira 4
gram.
Kelenjar adrenal berada pada ujung ginjal kanan dan kiri yang tersusun
atas 2 lapisan,yaitu:
a. Korteks adrenal (Lapisan Luar)
Tersusun atas 3 area atau zona yaitu pada bagian luar disebut zona
glomerulosa (15% dari korteks) yang menghasilkan hormon
mineralokortikoid (aldosteron),bagian tengah disebut zona
fasikulata (78% dari korteks) yng menghasilkan glukokortikoid
(kortisol) dan lapisan paling dalam adalah zona retikularis (7,5%
dari korteks) yang mensekresi androgen dan estrogen.
Fungsi hormonnya sebagai berikut:
1) Mineralokortikoid (Aldosteron)
Hormon ini berperan dalam pengaturan keseimbangan elektrolit
dengan cara meningkatkan retensi sodium dan meningkatkan
ekskresi potasium,membantu mempertahankan tekanan darah
dan kardiak output.
2) Glukokortikoid (Kortisol)
Hormon ini berperan dalam metabolisme
karbohidrat,lemak,glukosa dan protein,keseimbangan cairan dan
elektrolit serta sebagai anti inflamasi.
3) Hormon androgen dan estrogen
Diantaranya adalah dehydroepiandrosteron (DHEA) hormon ini
merupakan prekursor-prekursor untuk konversi diperifer
menjadi hormon androgen yang aktif,testoterone dan
dihidrotestoterone.
Pada laki-laki dewasa sekresi androgen adrenal yang berlebihan
tidak mempunyai dampak klinis yang berarti,namun pada usia
anak-anak akan menyebabkan pembesaran penis premature dan
perkembangan diri ciri-cirinya seks sekunder.Pada wanita
peningkatan sekresi androgen dapat menyebabkan
akne,hirsutisme dan virilasi.
b. Medulla adrenal
Mensekresi katekolamin,epinefrin dan norepinefrin. Pada saat
terjadi stress,epinefrin bekerja dihati merubah glikogen menjadi
glukosa dan bekerja dijantung dengan meningkatkan kardiak output.
Norepinefrin berperan dalam meningkatkan kontriksi pembuluh
darah dan meningkatkan tekanan darah.
4. Etiologi Sindrom Cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron
yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia
korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak
tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga
hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH.
Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit
cusing.
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka
panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol
yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal
(spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal
terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi
adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
5. Klasifikasi Sindrom Cushing
Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis:
a. Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi
ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-
mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka
keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.
b. Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu
terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop,
masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal
balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising
hormone) oleh neurohipotalamus.

Berdasarkan penyebabya sindrom cushing di bagi menjadi 4 tipe, yaitu

a. Penyakit cushing (cushing disease), di temukan pada kira- kira 80%


sel- sel basofil menunjukkan degranulasi (crooke’s change)
sekunder terhadap glukortiroid berlebihan. Terjadi hiperplasi
belateral korteks adrenal.
b. Tumor adrenal, dijumpai pada kira-kira 15%. Biasanya adenoma
kecil, tunggal dan jinak, dapat berubah menjadi karsinoma yang
mengeluarkan kortikosteroid.
c. ACTH ectopic, salah satu sindrom cushing yang di sebabkan karena
produk etopic, yaitu acth oleh tumor maligna non endokrin biasa
dalam bentuk cat-brochial karsinoma. Gejalanyaklinis di tandai
penyakit yang cepat menjadi berat, penurunan BB dan edema serta
pigmentasi.
d. Alkoholisme, ini dapat menyebabkan sindrom cushing sementara.
6. Patofisiologi Sindrom Cushing

(Sylvia A Price, 2006)


7. Manifestasi Klinis Sindrom Cushing
Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
a. Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.
b. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis.
c. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis.
e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
f. Diabetes melitus.
g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia

Gejala hipersekresi ketosteroid :

a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).


b. Suara dalam.
c. Timbul akne.
d. Amenore atau impotensi.
e. Pembesaran klitoris.
f. Otot-otot bertambah (maskuli nisasi)

Gejala hipersekresi aldosteron.

a. Hipertensi.
b. Hipokalemia.
c. Hipernatremia.
d. Diabetes insipidus nefrogenik.
e. Edema (jarang)
f. Volume plasma bertambah
8. Pemeriksaan diagnostik Sindrom Cushing
Pemeriksaan laboratorium
a. Pengukuran kortisol bebas dalam urine 24 jam
Urin pasien dikumpulkan dalam waktu 24 jam kemudian diukur
kortisolnya. Apabila kadarnya lebih dari 50-100 mcg/hari pada
dewasa menunjukkan sindrom cushing.
b. Pengukuran kortisol pada tengah malam
Pengukuran konsentrasi kortisol dalam darah yang dilakukan tengah
malam. Produksi kortisol normalnya tertekan/mengalami supresi
pada malam hari, tetapi pada sindrom cushing tidak terjadi supresi.
Produksi kortisol lbih dari 50 nmol/L menunjukkan suspect cushing
syndrom.
c. Tes supresi deksametason dosis rendah (low-dose dexamethasone
suppression test [LDDST]).
Tes ini untuk menilai apakah mekanisme umpan balik
glukokortikoid-ACTH masih baik. Penderita dengan sekresi ACTH
atau kortisol tinggi resistan terhadap supres deksametason. Tes
dilakukan degan memberikan 1 g deksametason pada tengah malam
selanjutnya kortisol plasma diukur pada jam 8 pagi. Dosis
deksametason <5ug/dl, sedangkan pada penderita sindrom cushing
kadarnya >5 ug/dl.
d. Tes dexamethazone-corticotropin releasing hormone (CRH)
Beberapa orang memiliki kadar kortisol tinggi tetapi tidak
berkembang atau menunjukkan tanda-tanda sindrom cushing.
Kondisi semacam ini disebut pseudo-cushing syndrome. Tes
deksametason-CRH secara cepat dapat membedaka pseudo-cushing
syndrome dengan sindrom cushing sedang. Tes ini merupakan
kombinasi antara tes LDDST dan tes stimulasi CRH. Pada tes
stmulasi CRH, injeksi CRH menyebabkan hipofisi anterior
menyekresi ACTH. Pemberian deksametason (sebelum injeksi
CRH), mencegah CRH untuk meningkatkan kortisol pada pseudo-
cushing syndrome. Sementara itu, peningkatan kortisol selama tes
ini menandakan sindrom cushing.
e. Hiperglikemia, hipernatremia, glukosuria, hipokalemia, dan
alkalosis metabolik.
Pemeriksaan Diagnostik
a. CT-Scan, USG, dan MRI
Mengetahui lokasi jaringan adrenal atau mendeteksi tumor pada
kelenjar adrenal.
9. Penatalaksanaan Sindrom Cushing
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan bergantung pada penyebab yang mendasari. Meliputi
pembedahan, radiasi, kemoteapi, atau penggunaan obat yang
menghambat kortisol (seperti ketokonazol, metirapon, dan
aminoglutethimid untuk menghambat sintesis kortisol; mitotane untuk
menghancurkan sel-sel korteks adrenal yang menyekresi kortisol; dan
bromokriptin untuk menghambat sekresi kortikotropin). Jika
penyebabnya adalah karena pengguanaan glukokortikoid jangka
panjang, maka dokter akan menurunkan dosis secara bertahap sampai
dosis terendah yang cukuo untuk mengontrol penyakit.
Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pantau TTV dengan sering, khususnya TD
b. Periksa laporan laboratorium untuk hipernatremia, hipokalemia,
hiperglikemia, dan glukosuria.
c. Pantau edema, BB, asupan cairan, dan output urine setiap hari
karena pasiendengan sindrom cushing mengalami retensi natrium
dan air
d. Awasi timbulnya infeksi yang merupakan masalah khusus pada
sindrom cushing.
e. Pasien mudah mengalami ketidakstabilan emosi, karena itu catat
situasi yang membuat pasien jengkel dan upayakan agar situasi
tersebut tidak terulang kembali
f. Jika pasien menderita osteoporosis dan harus berbaring total,
lakukan latihan rentang gerak sendi (range of motion-ROM) dengan
hati-hati, karena pasien berisiko tinggi mengalami fraktur patologis
10. Pencegahan Sindrom Cushing
Pencegahan yang diupayakan untuk menghindari Sindrom Cushing
adalah memperhatikan dosis pemakaian obat golongan steroid yang
diberikan dan hindari pemakaian obat golongan ini secara berlebihan.
Pasien bisa berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan hasil terapi
yang baik, sehingga bisa meminimkan efek untuk terkena Sindrom
Cushing.
11. Komplikasi Sindrom Cushing
Komplikasi sindrom cushing meliputi :
a. Osteoporosis.
Peningkatan kadar kortisol akan menurunkan absorpsi kalsium di
usus, sehingga terjadi penurunan kalsium serum. Apabila kalsium
serum menurun, maka sekresi hormon paratiroid (PTH) akan
meningkat dnegan tujuan untuk meningkatkan kadar kalsium dalam
batas normal dengan cara menstimulasi resorpsi (pemecahan)
tulang. Dengan demikian, kalsium tulang, menurun dan terjadi
osteoporosis serta fraktur.
b. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
c. Batu ginjal
Resorpsi tulang menyebabkan kalsium yang diekskresikan lewat
urine meningkat dan hal ini dapat memicu terbentuknya batu ginjal
atau batu pada saluran kemih.
d. Diabetes melitus
12. Prognosis Sindrom Cushing
Sindrom Cushing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun
oleh karena gangguan kardiovaskular dan sepsis. Setelah pengobatan
radikal kelihatan membaik, bergantung kepada apakah gangguan
kerusakan kardiovaskular irreversible. Pengobatan substitusi
permanent memberikan resiko pada waktu pasien mengalami stress dan
diperlukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya
cepat menjadi fatal oleh karena kakeksia dan/atau metastasis.
13. Legal Etik Sindrom Cushing
a. Otonomi (hak untuk membuat keputusan sendiri)
Memberikan hak kepada pasien dalam membuat berbagai keputusan
terutama dalam tindakan invasif.
b. Non-Maleficence (tidak merugikan orang lain / tidak melukai / tidak
menimbulkan bahaya maupun cidera bagi orang lain)
Perawat melakukan tindakan apapun sesuai dengan SOP pada pasien
agar tidak menimbulkan cedera yang tidak diinginkan
c. Beneficence (memaksimalkan manfaat dan meminimalkan
kerugian)
Perawat bertindak profesionla terhadap pekerjaannya selalu
menjaga kebersihan dan kesterilan alat yang akan digunakan pada
pasien.
d. Veracity (kejujuran)
Perawat melakukan pendekatan kepada pasien secara tulus dengan
jujur tanpa dibuat-buat dan dengan penuh kasih sayang agar pasien
tetap selalu merasa nyaman dan tidak merasa kesakitan dan
ketakutan
e. Fidelity (kesetiaan / ketaatan)
Perawat menjaga rahasia pasien (rekam medis) dan tetap
memberikan perhatian dengan penuh kepedulian terhadap pasien.
f. Justice (keadilan)
Perawat berlaku adil terhadap pasien yang rewel maupun yang
pendiam karena sakit yang diderita.
g. Confidentiality (kerahasiaan)
Perawat dan petugas kesehatan yang lain menjaga kerahasiaan
rekam medis pasien termasuk diagnosa pasien. Termasuk menjaga
rahasia rekam medis pasien dari tenaga kesehatan yang lain yang
tidak bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.
B. Konsep Keperawatan Sindrom Cushing
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur,
pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS.Lebih lazim sering
terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden
puncak antara usia 20 dan 40 tahun.
b. Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah, terjadi kenaikan
berat badan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan
kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom.
e. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat,pergerakan
dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar
bunyi nafas tambahan.
2) B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD
meningkat.
3) B3 (Brain)
Composmentis (456), kelabilan alam perasaan depresi sampai
mania.
4) B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
5) B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung,
terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara
redup.
6) B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot,
ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan
otot,osteoporosis, moon face, punuk bison, obesitas tunkus.
2) Diagnosis Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
akibat kortisol dalam darah meningkat
b. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan metabolisme protein
dan respons imflamasi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, keletihan
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan
pemulihan, dan kulit yang tipis dan rapuh.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan,
gannguan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas.
h. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan stress atau
depresi
3) Rencana Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
akibat kortisol dalam darah meningkat
NOC : Fluid balance
Menunjukan perubahan–perubahan BB yang lambat,
mempertahankan pembatasan diet dan cairan, menunjukan turgor
kulit normal tanpa edema,menunjukan tanda-tanda vital normal.
NIC : Fluid Management
1) Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar dan
komulatif keseimbangan cairan.
2) Catat seri berat badan, bandingkan dengan pemasukan dan
pengeluaran , timbang pasien bila abdomen kosong dari dialisat
( titik rujukan konstant )
3) Awasi TD, Nadi, perhatikan hipertensi , nadi kuat, distensi vena
leher, edema perifer, ukur CVP bila ada.
4) Peninggian menunjukan hipervolemia, kaji bunyi jantung dan
nafas perhatikan S3 dan atau gemericik, ronkhi.Kelebihan
cairan berpotensi gagal jantung kongesif ( GJK / edema paru )
5) Pembatasan cairan dapat dilanjutakn untuk menurunkan
kelebihan volume cairan.
b. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan
NOC : Risk control
1) Meminimalkan resiko cidera
NIC : Environmental management
1) Memantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk
memfasilitasi keamanan.
2) Mengientifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
cidera.
3) Anjurkan keluarga dan klien untuk menghindari cidera fisik.
4) Sediakan alat bantu bejalan seperti : tongkat dan kursi roda.
5) Bila diperlukan gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko
jatuh.
6) Tempelkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah
dijangkau klien agar klien mudah meminta bantuan.
7) Beriakan pencahayaan yang adekuat.
8) Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah cidera.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan metabolisme
protein dan respons imflamasi
NOC : Immune status
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2) Jumlah leukosit dalam batas normal.
NIC : Kontrol infeksi
1) Pertahankan teknik aseptif.
2) Kaji tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
4) Ajarkan tindakan higiene seperti mencuci tangan.
5) Batasi jumlah pengunjung bila diperlukan.
6) Jaga kebersihan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan
masing-masing pasien.
7) Berikan terapi antiboitik.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, keletihan
NOC : Energy conservation
1) Klien dapat toleransi terhadap aktifitas dengan bisa beraktivitas
seperti kehidupan sehari-hari
2) Klien dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat menimbulkan
intoleransi aktivitas
3) Klien dapat menunjukkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dengan bantuan perawat, keluarga.
NIC : Activity therapy
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.
2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
bersama.
3) Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian.
4) Bantu pasien untuk posisi berkala misalnya bersandar, duduk, dan
ambulasi sesuai toleransi.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan,
keletihan.
NOC : Activity intolerance
1) Klien mampu untuk melakukan tugas fisik paling dasar dan
aktivitas perawatan pribadi secara mandiri atau tanpa bantuan.
NIC : Self care assistance
1) Mengkaji kemampuan mandiri klien.
2) Pantau adanya peubahan kemampuan fungsi
3) Membantu klien untuk memenuhi personal hygiene.
4) Anjurkan keluarga dan klien pengguaan metode alternatif untuk
mandi dan oral hygiene.
5) Berikan bantuan sampai klien benar-benar mampu melakukan
perawatn diri.
6) Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan.
7) Dukung kemandirian klien dalam melakukan mandi dan oral
hygne, bantu klien hanya jika diperlukan.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,
gangguan pemulihan, dan kulit yang tipis dan rapuh.
NOC : Tissue integrity : skin and mucous membranes
1) Tidak terjadinya kerusakan integritas jaringan: kulit
dan membran mukosa.
NIC : Pressure Management
1) Tingkatkan kenyamanan dan keamanan serta cegah komplikasi
pada pasien yang tidak dapat turun dari tempat tidur.
2) Minimalkan penekanan pada bagian-bagian tubuh.
3) Cegah ulkus dikubitus pada pasien yang beresiko tinggi
mengalaminya.
4) Kumpukan dan analisa data pasien untuk mempertahankan
integritas kulit dan membran mukosa.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
penampilan, gannguan fungsi seksual, dan penurunan tingkat
aktivitas.
NOC : Adaptation to physical disability
1) Klien akan mengungkapkan perasaan tentang perubahan
penampilan, fungsi seksual, dan tingkat aktivitas.
NIC : Body image enhancement
1) Jelaskan bahwa perubahan fisik terjadi sebagai akibat kelebihan
kortikosteroid.
2) Jelaskan penyebeb sindrom cushings dapat diatasi dengan baik,
perubahan fisik utama akan hilang pada waktunya.
h. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan stress,
depresi
NOC : Anxiety control
1) Mencapai istirahat tidur yang adekuat.
2) Meminimalkan stress atau depresi klien.
NIC : Sleep enhancement
1) Kaji poa istirahat tidur klien
2) Anjurkan klien untuk menghindari mengkonsumsi makanan dan
minuman yang dapat mengganggu tidur klien saat tidur seperti :
kopi.
3) Hindari kebisingan dan penggunaan lampu ruangan pada waktu
tidur, ciptakan lingkuangan yang tenang dan damai serta
meminimalkan gangguan.
4) Bantu klien mengidentifikasi dan mengantisipasi faktor yang
dapat menghilangkan rasa kantuk seperti ketakutan, kecemasan,
masalah yang tidak terselesaikan, serta konflik.
5) Bantu klien membatasi waktu tidur siang dengan memberikan
aktivitas yang meningkatkan keterjagaan.
6) Ajarkan klien dan keluarga tentang faktor yang mengganggu
tidur misalkan : stress, suhu ruangan terlalu dingin atau terlalu
panas, serta kebisingan.
7) Diskusikan dengan dokter tentang penggunaan obat tidur.

C. Satuan Acara Penyuluhan


Pokok Bahasan : Sindrom Cushing
Sub Pokok Bahasan : ROM pada pasien Sindrom Cushing
Sasaran : Pasien sindrom cushing
Hari, Tanggal : Jumat, 1 Oktober 2018
Pukul : 13.00-13.30 WIB
Tempat : Ruang A
I. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit, diharapkan
pasien dan keluarga dapat mengerti dan memahami lebih jelas
tentang latihan ROM pasif pada pasien sindrom cushing
2. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit mengenal
Sindrom Cushing, diharapkan pasien dan keluarga dapat
mengetahui tentang :
a. Definisi osteoporosis pada sindrom cushing
b. Penyebab osteoporosis pada sindrom cushing
c. Cara perawatan pasien sindrom cushing dengan osteoporosis
d. Demonstrasi ROM pasif pada pasien sindrom cushing dnegan
osteoporosis
II. Metode Penyuluhan
Ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab
III. Media
Leaflet
IV. Kegiatan Penyuluhan

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH RESPON PESERTA


1. 3 menit Pembukaan :
1. Salam 1. Membalas salam
2. Perkenalan 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan 3. Memperhatikan
4. Kontrak waktu 4. Memberikan
5. Menggali pengetahuan respon
peserta 5. Memberikan
respon
2. 20 menit Inti :
1. Menjelaskan materi secara detail 1. Menyimak
mengenai :
a. Definisi osteoporosis pada a. Menyimak
sindrom cushing
b. Penyebab osteoporosis b. Menyimak
pada sindrom cushing
c. Cara perawatan pasien c. Menyimak
sindrom cushing dengan
osteoporosis
d. Demonstrasi ROM pasif d. Menyimak
pada pasien sindrom
cushing dnegan
osteoporosis
2. Sesi Tanya jawab 2. Bertanya
3. 5 menit Evaluasi materi :
Memberikan 5 pertanyaan yang Menjawab
berkaitan dengan materi pertanyaan
4. 2 menit Penutup :
1. Salam penutup 1. Menjawab salam
V. Evaluasi
1. Evaluasi Sumatif : pasien dan keluarga mampu mengetahui dan
mendemonstrasikan ROM pada pasien sindrom cushing dengan
osteoporosis
2. Evaluasi Formatif : pasien dan keluarga mampu menjelaskan :
a. Definisi osteoporosis pada sindrom cushing
b. Penyebab osteoporosis pada sindrom cushing
c. Cara perawatan pasien sindrom cushing dengan osteoporosis
d. Demonstrasi ROM pasif pada pasien sindrom cushing dnegan
osteoporosis

D. Jurnal (terlampir)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah
yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau
karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukortikoid
(sylvia A, Price)
Sindrom cushing terjadi akibat aktivitas / sekresi glukokoetikoid (kortisol)
yang berlebihan (melebihi batas normal), berupa :Obesitas, Striae,
Hipertensi, Edem, Mudah lelah, Glukosuria, Amenore, Osteoporosis,
Hirsutisme.
Sindrom cushing disebabkan pemberian kortikosteroid / ACTH yang
berlebih / akibat hiperplasia korteks adrenal.

B. Saran
Bagi tenaga kesehatan, sebagai tim kesehatan yang paling sering
berhubungan dengan pasien sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan agar mampu merawat pasien secara komprehensif dan
optimal. Mampu memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait
dengan masalah kesehatan yang dialami.Rumah sakit (bidang pelayanan).
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada pasien. Khususnya dalam bidang keperawatan, guna meningkatkan
pelayanan atau asuhan keperawatan yang lebih optimal.
Bagi Institusi pendidikan, penulis mengharapkan makalah ini dapat
digunakan sebagain bahan acuan bacaan untuk menambah pengetahuan
bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Stikes Kuningan dan karya tulis
ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahahas masalah
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan cushing sindrom.
DAFTAR PUSTAKA

Greenspan, Francis S. 2011. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. 2009. Fisiologi Kedokteran Edisi 5. Jakarta: EGC.

Harrison, dkk. 2010. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Long, Barbara. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan


IAPK.

Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai