Hukum Dalam
Patenlndonesia Perspektif
Konsumen
Kepentingan UntukAksesObat
Toror MennryeNro")
l. Pendahuluan
Salah satu isu cukup penting yang dibahas dalam TRIPs adalah dengan dimasukannya
produk farmasi (qharmaceuticalproduct) atau produk obat-obatan kedalam obyek yang dapat
dilindungi oleh paten. Isu ini menjadi perdebatan yang panjang antara negara-negara industri
dengan negara-negaraberkembangbersama-sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang concern terhadap posisi negara berkembang yang lebih lemah. Salah satu kekhawatiran
yang timbul adalah adanya kemungkinan kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan bagi
masyarakat di negara-negara berkembang untuk dapat mengakses obat-obatan dengan mudah
dan biaya yang murah. Kesulitan ini terjadi karena sebagian besar paten di bidang farmasi
berada di negara-negara maju, mengingat merekalah yang menguasai teknologi dan modal lebih
baik.
Mengacu kepada undang-undang paten yang berlaku saat ini, yang dimaksud dengan
paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil inverreinya di
bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri inventsinya tersebut
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.r Pemberian hak
eksklusif ini bersifat monopoli artinya bahwa pihak pemegang hak diberiican oleh negara
kewenangan untuk mengeksploitasi penemuaannya tersebut atau memberikan kepada pihak
lain biasanya melalui perjanjian lisensi untuk mengeksploitasi temuannya tersebut. Pemberian
hak ini oleh negara dimaksudkan sebagai imbalan atas segala upaya yang telah dia keluarkan
untuk penemuan atau invensinya tersebut. Dalam bidang industri suatu penemuan baru (inaen-
fion) seringkali baru dapat diperoleh setelah melalui proses penelitian dan pengembangan yang
memakan waktu yang cukup lama dan menyerap biaya yang tidak sedikit, sehingga terhadap
penemu tersebutdiberikan hakpaten. Akan tetapi meskipun demikian,perlu diperhatikanbahwa
jangan sampai suatu perlindungan paten dapat menghambat perkembangan teknologi dan
merugikan kepentingan masyarakat luas. Perlindungan paten haruslah wajar artinya tidak hanya
mengutamakan kepentingan penemu saja akan tetapi juga kepentingan masyarakat.
Apabila kita lihat perkembangan ketentuan tentang paten yang berlaku di Indonesia, yaihr
Undang-undang No. 6 Tahun l9S9yangdisempurnakan dengan Undang-undang No. 13 Tahun
'1997
dan terakhir diganti dengan Undang-undang No.14 Tahun 2001, dapat kita lihat adanya
perubahan pemikiran yang tertuang di dalam ketentuan tersebut yang lebih mengarah kepada
penyesuaian terhadap TRIPs, meskipun seringkali hal-hal yang terkait dengan kepentingan
nasional kadang kala terlewatkan. Dilihat dari kepentingan pemegang hak undang-undang
yangbaru ini memberikanperlindungan yanglebihkuatakan tetapi dilihatdari sudutkepentingan
konsumen obat-obatan ketentuan dalamundang-undangini masih kurangmemberikan jaminan
kemudahan untuk akses obat-obatan, khususnya dalam keadaan dimana jumlah obat-obatan
yang tersedia sangat terbatas dan harganya tidak terjangkau oleh masyarakat luas. Sebagai
1 Eaeh eountry in this group discovered and marketed at least on Nerr Chemical Entity [NCE] bet$een fg6L - LggE
contoh, iangka waktu perlindungan paten selama 14 tahun, kemudian mulai dengan tahun 1997
diperpanjang menjadi 20 tahun, artinya pemberian hak eksklusif kepada pemegang hak paten
meniadi lebih lama. Undang-undang No.6 Tahun 1989 menyatakan proses atau hasil produksi
makanan dan minuman (termasuk obat-obatan) tidak dapat dilindungi dengan hak paten, namun
'1997
dalam Undang-undang No.13 Tahun dan Undang-undang No.14 Tahun 2001 ketentuan
tersebut dihilangkan, sehingga akibatnya proses pembuatan dan hasil produksi yang terkait
dengan obat-obatan dapat dilindungi oleh hak paten. Selanjutnya ketentuan yang terkait dengan
impor produk paten, dimana di dalam Undang-undang No.6 Tahun 1989 pelaksanaan impor
oleh pihak lain bukan merupakan pelanggaran paten, namun Undang-undang No.13 Tahun
'1997
dan Undang-undang No. 14 Tahun 2001 melarang adanya impor oleh pihak lain tanpa
seijin pemegang paten. Kondisi ini memaksa terjadinya transfer pricing yang menjadi penyebab
masyarakat tidak dapat membeli obat-obatan dengan harga yang lebih rendah. Dari
perkembangan ketentuan tersebut tentunya dilihat dari perspektif kepentingan konsumen
menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam akses untuk memperoleh obat-obatan yang dapat
terjangkau masyarakat luas.
Kajian ini akan berusaha membahas dan menganalisa ketentuan-ketentuan paten terkait
yang dapat belpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam mengakses obat-obatan. Kajian
ini akan menitik beratkan pada ketentuan yang terkait dengan larangan import oleh pihak ketiga
tanpa seijin pemegang hak (parallel import) dan ketentuan mengenai pemakaian paten oleh
pemerintah serta lisensi wajib (compulsorylicensing).Kedua ketentuan ini akan sangatberpengaruh
pada ketersediaan dan harga obat-obatan di Indonesia.
ll. LatarBelakang
2 (ConpuboryLkensing
andParallel
lnportingll,lntdotheynan?Mllil,eyinfor acc6stoessartiatdrugsforpeople
tiuingwithHM/AidsZl(Ag,
Margaret
Duckett,
halaman
r).
3 TheTRIPs
4reementandPharmaceutkals,
Reportof anASEAN
V'ibrkshop
ontheTRIPs
agreement
anditsimpact
onPharmaceuticals,
Directorate
G€neral
of Drugandfood
- Wtl0,halaman
Conkol 20
68 - rur.n..n"rnPembangunan -Juni2002
no.277April
Adanya kemungkinan timbulnya hambatan untuk memperoleh obat-obatantertentu,
baik dengan alasan ketidaktersediaannyaobat-obatantersebut maupun karena alasan harga
yang tidak terjangkau,maka perlu adanyapenyempurnaanterhadapbeberapaketentuan yang
ada di dalam Undang-undang Patenyang ada pada saatini, terutama masalah mengenaiparal-
Iel importmaupuan lisensi wajib.
WorldHealthOrganization (WHO) sebagaiorganisasikesehatandunia, mempunyai tugas
untuk menyelenggarakansekaligusmendorong terciptanyastandar kesehatanyang samabagi
negara-negaraanggotanya, termasuk di dalamnya masalah obat-obatan.Organisasi ini telah
menyusunarahanatau guidelinestentangkesehatanmasyarakatbagisemuanegaraanggotanya.
Arahan atau Guidelinestersebutdi muat dalam buku yang berjudul " Globalization and Accessto
Drugs" (Perspectiaeson the WTOITRIPsAgreement), HealthEconomics and Drugs DAP SeriesNo.7
(Reaised).Di dalam buku ini disebutkanbahwa salah satu program aksi dari WHO untuk
pemakaianessentialdrugs adalahdenganmembatasipelaksanaanexclusiae rightsdi dalamhukum
paten setiap negara, melalui penggunaan lisensi wajib (compulsorylicense)dan pelaksanaan
parallelimport.Negara anggotaWHO harus memperhatikankemungkinan adanya penyesuaian
terhadapperaturan perundang-undangannasionalnyamasing-masing.Sebagaistrategi negara
anggota,merekadiharapkan dapat melakukanpenyesuaianantarakebijakannasionaldi bidang
obat-obatandengan globalisasiperdagangandan distribusi obat-obatan.Terkait dengan hal
tersebutsalah satunya adalah denganmelakukan reformasi peraturan perundang-undangandi
bidang hak kekayaanintelektual (HKD.
3. Ferbedaanpendapatanperkapita;
4. Strategi pemasaran dari pemegang paten dan perbedaan sistem distribusi;
5. Sitem pemberian diskon dan subsidi terhadap produk obat-obatan untuk negara-negara
miskin
6. Perbedaan peraturan perundang-undangan, seperti hukum tentang pertanggungjawaban
produk, dan sistem perpajakan;
7. Perbedaan aturan perlindungan paten antar negara. a
Dengan adanya faktor-faktor tersebut di atas harga jual suatu obat pada suatu negara
kemungkinan akan berbeda dengan harga jual obat sejenisdi negara lain. Akan tetapi karena
adanya ketentuan dari undang-undang paten yang melarang konsumen untuk membeli obat-
obatan dart negara lain tanpa seijin pemegang hak dengan melalui kegiatan parallel import,
maka konsumenmau tidakmauharus membeliobatdinegaranyasendirimeskipun hargajualnya
lebih tinggi. Tertutupnya kemungkinan suatu obat-obatanyang dipasarkan secarabebaspada
suatu negaratetapi dilarang masuk ke dalam negaralain dengan alasanpelanggaranhak paten
akan dapat berpengaruhpada struktur market di negaratersebut.Kondisi ini akan menyebabkan
adanya kemungkinan suatu perusahaanobat-obatanmempunyai posisi monopoli pada suafu
negara mengingat tidak ada pesaing dari produk yang sejenis,termasuk juga kemungkinan
produk miliknya sendiri yang dipasarkandinegara lain.
Disamping hal-hal tersebutdi atas,ada tidaknya kompetitor suatu produk obat-obatandi
suatu pasar akan sangat berpengaruh terhadap harga jual dari produk obat-obatantersebut.
Dari data yang dikemukakanoleh UNAIDS, B.Samb,2000 disebutkanbahwa adanyakompetisi
sengatberpengaruh terl'radaphargajual obat tersebut.s
Dari data di atas dapat dilihat bahwa mulai tahun 1996sampai dengan tahun 2000,obat
jenislndinaufrcap400mg danSaquinaair cap 200mg prosentaseharganyarelatif tidak mengalami
penurunan mengingat kedua jenis obat ini dipasarkanpada marketyang tidak kompetitif.
Sementaraitu obat jenis I-amiaudinetabs150 mg, Zalcitabine0.75 mg, Didanosine100 mg, dan
Zidoaudine100mg dalam jangka lima tahun prosentasehargaobat-obattersebutmenurun sangat
banyak.Bahkanuntuk jenis obat Zalcitabine pada tahun 2000hargajualnya hanya sekitar10%
jika dibandingkan dengan harga jual pada tahun 1,996.Hal ini menunjukkan bahwa semakin
terbuka suatu market obat-obatanakan sangatberpengaruhpada harga jual dari obat-obatan
tersebut, yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada kemampuan konsumen untuk
memperolehobat tersebut.
Apabila kita melihat ketentuanmengenaiparallelimportpada hukum paten Indonesia,ada
perkembanganpemikiran dari masake masa.Undang-undangNo. 5 Tahun 1989tentangpaten
membatasihak eksklusif dari pemeganghak paten yaitu dengan tidak memberikan hak untuk
melakukan pelaranganimportproduk paten atau dengankata lain parallelimportdiperbolehkan.
Pasal 20 undang-undang tersebut menyatakan bahwa impor atas hasil produksi yang diberi
paten atau dibuat denganprosesyang diberi patenbukan merupakanpelaksanaanpaten,artinya
bahwa pemeganghak patentidak mempunyai hak untuk melarangadanyaparallelimporf. Namun
I TheTRIPs
agreemmt
andPharmaceuticals,
Reportof anASEAN
\frb*shopontheTRIPS
agreement
anditsimpacton Pharmaceuticals,
Directorate
General
of Drugard
- WH0.halamanl0
FoodControl
70 - P.run.rnurn
Pembangunan -)unl2002
no.27/ April
demikian pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia mengadakanpenyesuaianundang-undang
patennya dengan ketentuan TRIPs yaitu melalui penetapan UU No.13 Tahun 1,997yang
merupakan revisi dari UU No. 6 Tahun 1989.Sebagaiakibatnya ketentuan mengenai hak
pemegangpaten diubah sehinggatermasuk di dalamnya adalah hak untuk melarang adanya
impor barang paten tanpa seijin pemeganghak.
Sebagaimanaundang-undang pendahulunya, Pasal 16 Undang-undangNo. 14 Tahun
2001memberikan hak eksklusif kepada pemegangpaten untuk melarang pihak lain tanpa
persetujuannya,mengimpor produk yang terkait denganpatenmiliknya. Selanjutnyauntuk paten-
proseslarangan untuk mengimpor ini hanya berlaku untuk impor produk yang semata-mata
dihasilkan dari penggunaan paten-prosesyang bersangkutan.Adapun pengecualiandari
ketentuanini hanya terbataspada tujuan untuk pendidikan, penelitian,percobaanatau analisis.
Selanjutnyadalam pasal 19 memberikan kewenangan kepada pemegangpaten-prosesuntuk
melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor tanpa persetujuannya.Hal ini
menunjukanbahwa kewenangandari pemeganghak paten sangatbesar termasuk juga untuk
mencegahadanyapihak lain yang melakukanimpor produk yang bersangkutantanpaseijinnya.
Untuk melihat sejauh mana perlindungan hukum kepada pemegangpaten di Indonesia,
maka menurut hemat kami dapat dengan memperbandingkan ketentuan dalam TRIPs yang
padadasarnyamasih memberikanpeluang adanyaparallelimportdalam suahr negara.Article 28
TRIPsmenyatakanbahwa pemegangpaten memiliki hak eksklusif untuk melarangpihak ketiga
tanpaseijinnyamemakai,menggunakan,mejual termasukjuga mengimpor produk yang terkait
denganpaten tersebut.6Namun terhadapketentuantersebutterdapatcatatanbahwa dalam
melarangimpor terhadap produk tersebuttidakboleh bertentangandenganprinsip exhaustion of
IntellectualPropertyRights.TSelanjutnyadalam literatur, doktrinexhaustionof intellectualproperty
rightsadalah doktrin dimana pemeganghak paten "exhausts"atau kehilangan haknya setelah
penjualanpertama dari produk paten pada suatu negara.s
Dari ketentuan TRIPs tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnyaTRIPs tidak
melarangadanya praktek parallelimport.Kebijakanuntuk melarangatau membolehkanadanya
parallelimport diserahkanpada hukum nasional masing-masingnegarayang bersangkutan.
Padabeberapa negara maju praktek parallelimport memang dilarang, hal ini terutama untuk
melindungi kepentinganindustri mereka,sebagaicontohAmerika Serikattermasuknegarayang
sangatmenentangadanya parallelimportbaikdalam hal perdagangandomestik merekamauPun
perdaganganantara negara.Akan tetapi negara-negaraEropa yang tergabung dalam European
Urion memberlakukanpasartunggal antar negaraanggotanya,dan membolehkanadanyaparal-
lel import sepanjangmasih dalam lingkup pasar tunggal mereka.Indonesia sebagainegara
berkembangdengan jumlah penduduk yang cukup besar seharusnyamemperhatikan
permasalahanini, dimana adanya larangan parallelimport dalam hukum paten Indonesia akan
dapatberpengaruh terhadap ketersediaanobat-obatannasional.
7 Artkles TRlpsmenmtakan:
Fq ilp prpsesot disptesettlenat underhis&renent, subl,ed shallbeusedto address
to thepruisbnsof ktifus 3 and4 rcthingin hb Agreenent tln ksueOLhe
dhaq4in ^f ;delt h'.1n etu;dht
fV.LisensiWajib(Compulsory
Licensel
Isu lain dalam undang-undang paten Indonesia yang terkait dengan kemudahan masyarakat
dalam mengakses obat-obatan adalah ketentuan mengenai lisensi wajib dan pemakaian paten
oleh pemerintah. Secara umum pengertian lisensi wajib adalah hak dari pemerintah untuk
memberikan lisensi kepada pihak ke tiga Oaik itu swasta, badan pemerintah, atau pihak lain)
untuk menggunakan paten yang bersangkutan tanpa perlu adanya persetujuan dari pemegang
hak paten. Lisensi wajib ini harus ditetapkan oleh otoritas tertentu misalnya pemerintah melalui
putusan pengadilan untuk pihak yang memenuhi persyaratan tertentu dimana salah satu
persyaratannya tetap harus ada pembayaran sejumlah uang sebagaikompensasi bagi pemegang
hak.
Compulsorylicenseatau lisensi wajib pada dasarnya tidak dikenal di dalam TRIPs, akan
tetapi prinsip dasarnya tertampung dalam article 31 mengenai "other usewithout authorizationof
theright holder" (pemakaian paten tanpa seijin pemegang hak paten). Salah satu alasanpemakaian
lisensi wajib ini adalah karena pihak yang mengajukan lisensi telah mengajukan permohonan
untuk mendapat lisensi tersebut akan tetapi tidak berhasil meskipun pihaknya telah mengajukan
penawaran yang layak dan permohonan tersebut diajukan dalam jangka waktu yang memadai.
Disamping alasan tersebut, ketentuan article 31 juga rnembuka kemungkinan pengajuan
permohonan pemakaian paten tanpa seijin pemegang hak dengan alasan karena adanya
kepentingan nasional yang mendesak (national emergency)atau adanya kondisi yang sangat
mendesak lainnya (other circumstencesof extreme urgency) atau pemakaian non-komersial unhrk
kepentingan publik (public non-commercialuse).Dalam hal untuk kepentingan nasional yang
mendesak atau kondisi yang sangat mendesak lainnya, pemegang hak harus diberi tahu sesegera
mungkin. Sementara itu dalam hal pemakaian non-komersial untuk kepentingan publik, dimana
pemerintah atau pihak lain tanpa mengadakan pencarian paten tahu bahwa teknologi paten
tersebut akan digunakan untuk kepentingan negara maka pemegang hak paten tetap harus
diberi tahu sesegera mungkin.e Dari kondisi yang diatur dalam ketentuan TRIPs ini dapat
disimpulkan bahwa meskipun ada kemungkinan pemakaian paten oleh pihak lain tanpa seijin
pemegang hak, tetap harus ada pemberitahuan kepada pemegang hak. Pengajuan permohonan
t Article31 myatakanbahwa:
..Viherethe|awofaMembera||ousforotheruseofthesubjectmattero|apatent@inc|udingusebythegwernmentorthirdparties
authorised by the govemment, provisions
thefollowing shallbe respected
:
(a)...
(b) . ..Thisrequhement maybewaived
bya Member in thecaseof a national or otherciromstances
emergency of@-ulgenclor in casesof publicnon<ommercial
use... ."
2. Pemegang paten atau penerima lisensi telah melaksanakan hak patennya namun dalam
bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.tt APa yang dimaksud
dengan merugikan kepentingan masyaiakat sama sekali tidak diberi penjelasan, tentunya
pihak Direktur Jenderal HKI yang akan menentukan ruang lingkup dari ketentuan pasal
ini. Menuruthematkami ketidakjelasan dari ketentuan ini merupakan salah satukelemahan
dari undang-undang ini, mengapa pembuat undang-undang tidak mencantumkan secara
tegas hal-hal apa saja yang masuk dalam kategori merugikan kepentingan masyarakat,
sehingga dapat menghindari adanya interpretasi yang bermacam-macam dan dapat
menciptakan ketidakpastian hukum.
Lisensi wajib juga dapat diajukan sewaktu-waktu dengan alasan bahwa pelaksanaan
patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar paten lain yang telah ada.
Untuk menggunakan alasan ini, pemohon lisensi harus dapat membuktikan bahwa paten
yang akan dilaksanakan benar-benar mengandung unsur pembaharuan yang nyata-nyata
lebih maju dari paten yang sudah ada.rz Kondisi ini akan terjadi apabila ada dua temuan
yang saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga menyebabkan adanya
ketergantungan dari masing-masing pihak pemegang paten tersebut untuk saling membuka
teknologi yang dimilikinya agar dapat melaksanakan patennya. Ketentuan ini relatif
merupakan kemajuan jika dibandingkan dengan undang-undang paten yang lama, karena
dapat mencegah adanya building block yang dilakukan oleh pemegang hak paten agar pihak
l0 Pasal
75ayat(2) Undang-undang
No.t 4 Tahun
2001
11Pasal
75alat (3) Undangrundang
No.14 Tahun2001
12 Pasat82 Undang-undang
No.14 Tahun2OO1
Pembangunan
Perencanaan -7 3
n0,2z/ Aplil- lunl2OOz
lain yang berkepentingan atas teknologi yang bersangkutan tidak dapat untuk mengakses.
Hal ini terkait dengan isu yang ada dalam hukum persaingan usaha, dimana dikenal adanya
praktek-praktekpenggunaan hakkekayaan intelektual untukmenciptakan kondisi monopoli.
Adanya kemungkinan pemegang paten menggunakan hak eksklusifnya untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat anti kompetisi ini, misalnya dengan menciptakan hambatan
bagi pelaku usaha lain untuk masuk dalam pasar yang sama, mencegah pihak lain untuk
mengakses teknologi yang dimilikinya sehingga dia sebagai satu-satunya pihak yang
memonopoli teknologi tersebut dan menghambat kemungkinan adanya pengembangan
teknologi tersebut.
Masih terkait dengan isu pemakaian paten tanpa perlu ijin dari pemegang hak adalah
ketentuan yang terdapat dalam BAB VII tentang Pelaksanaan Paten oleh pemerintah, pasal gg
sampai dengan pasal 103. Dalam hal pemerintah melihat adanya alasan untuk pertahanan
keamanan negara dan kebutuhan yang sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, maka
pemerintah atau pihak ketiga dapat melaksanakan paten tanpa seijin pemegang hak dengan
melalui keputusan presiden. Selanjutnya dalam penjelasan dari pasal 99 disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan "kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat" adalah
seperti untuk kepentingan pengadaan obat-obatan dalam hal terjadi wabah (endemi), dan
pengadaan peptisida, dalam hal adanya serangan ham.a tanaman yang menyebabkan gagalnya
Panen secara nasional. Ketentuan ini merupakan kemajuan dilihat dari sudut pandang
kepentingan konsumen obat-obatan karen jika dibandingkan undang-undang paten terdahulu
satu-satunya alasan pemerintah untuk menggunakan paten adalah karena kepentingan
keamanan nasional.
Apabila kita melihat ketentuan lisensi wajib dengan pemakaian paten oleh pemerintah
terdapat perbedaan yang prinsipiil baik dilihat dari sudut alasan maupun prosedur
pengajuannya. Secara umum alasan pengajuan lisensi wajib lebih didasarkan pada alasan
ekonomis, sementara alasan pengajuan pemakaian paten oleh pemerintah karena kepentingan
nasional dan masyarakat luas. Dilihat dari prosedur pengajuannya lisensi wajib dimulai dari
permohonan pihak ketiga dan persetujuan pemberiannya oleh DirektoratJenderal Hak Kekayaan
Intelektual, sementara prosedur pemakaian paten oleh pemerintah melalui keputusan presiden
setelah mendengar pertimbangan dari menteri yang terkait. Ketentuan ini tidak mengatur secara
jelas bagaimana mekanisme pengajuan pemakaian paten oleh pemerintah, apakah LSM atau
masyarakat dapat mengajukan permohonan ini ke suatu departemen terkait misalnya Departemen
Kesehatan, selanjutnya departemen ini yang akan mengajukan permohonan tersebut ke Presiden.
Bagaimana jika masyarakat melihat perlu adanya tindakan pemerintah untuk pemakaian patery
akan tetapi departemen yang bersangkutan tidak melihat perlu adanya tindakan. Semestinya
dalam merancang ketentuan ini harus secara lengkap mengatur mekanisme ini, mungkin
pemerintah akan mengaturnya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan
pelaksana dari ketentuan ini, sebagaimanayang diatur dalam pasal 103Undang-undang Paten.r3
V.Perspektif
Konsumen
Kondisi perekonomian Indonesia masih belum pulih kembali dari krisis ekonomi global
yang berkepanjangan dengan ditandai oleh merosotnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan
tingkat hidup masyarakat semakin rendah. Rendahnya tingkat hidup masyarakat pada negara-
negara berkembang sangat berpengaruh pada kemampuan daya beli masyarakat pada negara-
| 3 Pasal
103Undang-undang
No.14Tahun2001
"TatacarapelalGanaan
PatenolehPemerintah
diaturdenqanPeraturan
Pemerintah."
-l
- Perencanaan
/ lf no. 27l April - Juni2002
Pembangunan
negara tersebut. Salah satu kebutuhan dasar masyarakat tersebut adalah kebutuhan akan
pelayanan kesehatan yang berupa pelayanan tenaga medis, fasilitas kesehatan dan juga termasuk
aksesuntuk memperoleh obat-obatan. Masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat tersebut
menyebabkan akses mereka untuk mendapatkan obat-obatan semakin kecil. Sementara itu obat-
obatan yang beredar di Indonesia meskipun sudah diproduksi di dalam negeri akan tetapi masih
menggunakan bahan dasar import menyebabkan harga jual dari obat-obatan tersebut relatif
masih tinggi sehingga bagi sebagian masyarakat miskin, obat-obatan merupakan barang mewah
yang sulit untuk didapatkan.
Dengan adanya kenyataan tersebut, maka perlu kebijakan pemerintah yang komprehensif
sehingga dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat luas khususnya dalam memperoleh
aksesterhadap obat-obatan. Salah satu cara untuk mengakomodasi kepentingan tersebut adalah
dengan mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yangada,
khususnya peraturan perundang-undangan di bidang paten.
Pada dasamya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau IntellectualProputy Rights(IPR) memberikan
perlindungan baik terhadap karya-karya inielektual, sastra, dan artistik melalui copyights, neighbouring
righfs, maupun penemuan-penemuan di bidang indushi melalui trademarks,patent,geographicalindics-
tions,industrial daigns, trade*crets. Hak paten sebagai salah satu bagian dari HI{, merupakan hak yang
diberikanolehnegaraterhadapseseorangyangtelahmelakukanpenemuan(lnamtions)dtbidangteknologi
untuk jangka waktu tertentu. Hak yang dimilik oleh penemu ini bersifat eksklusil dimana dia oleh
undang-undang diberikan kewenangan unhrk melarang pihak lain tanpa seijinnya menggunakan hasil
temuannya tersebut. Meskipun demikian hak tersebut tidaklah bersifat mutlals undang-undang paten
yang baik harus dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan pemegang paten dengan
kepentinganmasyarakatluasdengancaramencegahadanyapenyalahgunaanhakolehpemegangPaten.
Salah satu cara pemberian perlindungan terhadap masyarakat luas terutama dalam hal aksesterhadap
obat-obatan, adalah dengan melalui kemungkinan adanya parallel import danlisensi wajib.
Kenyataan menunjukan bahwa adanya undang-undang paten yang mengatur perlindungan
di bidang farmasi berpengaruh terhadap industri obat-obatan pada suafu negara. Pada beberapa
negara-negara Amerika Latin seperti Chili, Colombia dan beberapa negara latin lainnya,
menunjukan bahwa dengan ditetapkannya undang-undang paten, maka Foreign Direct Inaest-
ment (FDI) pada industri farmasi di negara-negara tersebut tidak mengalami peningkatan, kecuali
berupa pengambilalihan perusahaan farmasi lokal oleh perusahaan asing. Hal ini menunjukan
bahwa dengan adanya perlindungan paten terhadap farmasi, maka perusahaan-perusahaan
farmasi di luar negera-negara Amerika Latin lebih memilih untuk mengeksport produknya ke
negara-negara tersebut dari pada membangun industri farmasi pada negara Amerika Latin
tersebut. Sebagai akibatnya neraca perdagangannya mengalami defisit karena secara bertahap
produk obat-obatan lokal diganti oleh produk import. Kondisi seperti ini juga terjadi di Thailand,
dimana meskipun pada tahun 1989 prosentase produksi obat-obatan domestiknya mencapai
87,6% dankonsumsi, yang berarti hampir sebagian besar kebutuhan akan obat-obatan nasional
negaranya dapat dipenuhi oleh industri farmasi lokal. Namun demikian dengan adanya undang-
undang paten yang memasukan obat-obatan sebagai obyek yang dapat dipatenkan, baik sektor
industri maupun konsumen obat-obatan di Thailand tidak memperoleh banyak keuntungan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO bekerjasama dengan Centre for Health Econom-
ics, Universitas Chulalongkorn menunjukanbahwa dengan adanya undang-undang paten maka
tidak ada peningkatan alih teknologi di bidang farmasi, tidak ada alih teknologi baru di bidang
farmasi yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian dan pengembangan, adanya tendensi
peningkatan import obat-obatan dari luar negeri, tidak adanya peningkatan FDI dibidang farmasi,
dan terhadap obat-obatan yang ada di pasar tidak ada kecenderungan harganya turun.ra
Directorde
andi6 inpactonPharnaceuticals,
kpa't ol anASE{,IlhrtahoponthelqlPsagreanent
14 Iln TRtkagreanattandPharnaceutkab, of DrugandFood
General
- WH0,halaman
Control 23,24
DaftarPustaka
TheResultsoflhe UruguayRoundof MultltateralTradeNegotlatlons,
the LegalText,Ihe GATTSecretartat,
1995
UUNo.6 Tahun1989 tentangPaten
UUNo.lil Tahun1997 tentang PerubahanUUNo.6 Tahun1989 tentangpaten
UUNo.14 Tahun2001tentangPaten
CompulsotyLlcenslnrandParaltetlmpoir'(tn{Whatdotheymean?Witttheyrrnpror€accessto essenta, druEsfor peoptottvtnrwlthHw/NDS?,
ICASO, MargaretDuckett.
GlobatlzattonandAccesstoDtuEs,Perspecflvesonthewfo/tRlPsAgreement, HeatthEconomtcsandDru6sDAPSerteswo, 7 (Revised),the World
HealthOrganl2atlon (WHO),1999
tnteg/atlng Publlc Heatth Concemslnto Patent le€lisration tn Developln4Countries,SouthCentre,2OO
TheTRlPsAgeement, a GuldefortheSoutn.thellruEuayRoundMreementonnade-RetatedlntettecluatPrcpertyRrghts,SouthCentre,1997
TheTRtPsagrcementand Pharmaceuucats,Repoftof an ASEANWorkshopon the TRIPi a9reementand tts tmpacton PharmaceutlcargDlrectorate
Generalot Drugand FoodControl- WHO
15 compursorylrcenslngandParcltetlmpofing,whatdotheymean?WlttheylrnproyeaccesstoessenfrardruesforpeoptelMn9wtthHtu/AlDs
ICASO,MargaretDuckett,halaman5
7 6 ' ,ur"n""r""nPernbangunan
n0.27/ Aprll-
lunl2|J[2