Anda di halaman 1dari 35

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebisingan

a. Definisi Kebisingan

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 tahun 2018 tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja menyatakan

kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang

pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Kebisingan diakibatkan oleh bunyi atau suara yang didengar

sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh

gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi

atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara

atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak

dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan

orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian

dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 2014).

b. Jenis Kebisingan

Suma’mur (2014) menyatakan dalam bukunya bahwa jenis

kebisingan yang sering ditemukan adalah :

6
7

1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan

spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise),

misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.

2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi

tipis (steady state, narrow band noise), misalnya: bising gergaji

sirkuler, katup gas, dan lain-lain.

3) Kebisingan terputus-putus (intermittent noise), misalnya bising

lalu-lintas, suara kapal terbang. Tambunan (2005) menyatakan

bahwa sesuai dengan terjemahannya intermittent noise adalah

kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-

ubah.

4) Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), misalnya

seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan

ledakan.

5) Kebisingan impulsive berulang, misalnya bising mesin tempa di

perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.

c. Sumber kebisingan

Umaryadi (2006) menyatakan sumber bising di industri

berasal dari mesin-mesin pembangkit tenaga, pesawat peralatan-

peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Kebisingan yang

timbul akibat penggunaan alat kerja dalam proses kerja diakibatkan

oleh adanya tumbukan atau benturan peralatan kerja yang pada


8

umumnya terbuat dari benda keras atau logam. Sedangkan kebisingan

yang ditimbulkan oleh pergerakan udara, gas, atau cairan diakibatkan

oleh adanya gesekan antara molekul gas/ udara tersebut yang

mengakibatkan timbulnya suara bising.

1) Mesin, disebabkan oleh mesin yang bergetar karena kurang

memadainya damper dan bunyi mesin itu sendiri karena gesekan

atau putaran.

2) Peralatan yang bergetar/ berputar untuk melakukan suatu proses

kerja. Bunyi timbul sebagai efek dari peralatan kerja yang

bergetar/ bergesek yang terbuat dari campuran metal.

3) Aliran udara atau gas dengan tekanan tertentu keluar melalui

outlet menimbulkan bising. Bila aliran udara terjepit, suara yang

keluar akan keras sekali.

Tambunan (2005) menyatakan bahwa ada 6 hal yang dapat

menimbulkan kebisingan pada peralatan dan mesin-mesin yaitu :

1) Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua.

2) Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas

kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

3) Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala

kadarnya. Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin

mengalami kerusakan parah.


9

4) Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial pada

komponen-komponen mesin produksi tanpa mengidahkan

kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan

komponen-komponen mesin tiruan.

5) Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara

tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada

bagian penghubung antara modul mesin (bad conection).

6) Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya

d. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 tahun 2018 tentang

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja menyatakan

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor di tempat kerja

sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat

menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8

(delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja seminggu, atau 40 jam

seminggu. NAB kebisingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Nilai Ambang Batas Kebisingan


Intensitas Kebisingan dalam Lama Pemaparan per Hari
(dBA)
85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit
10

103 7.5 menit


106 3.75 menit
109 1.88 menit
112 0.94 menit
115 28.12 detik
118 14.06 detik
121 7.03 detik
124 3.52 detik
127 1.76 detik
130 0.88 detik
133 0.44 detik
136 0.22 detik
139 0.11 detik
*catatan: tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walupun sesaat
Sumber: Permenaker No. 5 Tahun 2018

e. Pengukuran Kebisingan

Suma’mur (2014) menjelaskan maksud mengukuran kebisingan yaitu:

1) Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di

perusahaan.

2) Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk

mengurangi intensitas kebisingan tersebut.

Pengukuran kebisingan dapat digunakan dengan beberapa alat yang

memiliki kelebihan dalam fusngsinya masing-masing, yaitu:

1) Sound Level Meter

Sound Level Meter merupakan alat utama untuk mengukur

tingkat kebisingan. Alat ini berfungsi mengukur kebisingan yang

berada dalam kisaran 30-130 dB dengan frekuensi antara 20-

20.000 Hz. Sound Level Meter memiliki suatu sistem kalibrasi


11

yang terdapat dalam alat itu sendiri, namun masih memerlukan

pengecekan untuk kalibrasi mikrofon. Proses kalibrasi dapat

menggunakan alat yang memiliki intensitas tinggi (125 dB)

karena alat pengukur intensitas kebisingan Sound Level Meter

sering digunakan untuk mengukur kebisingan dengan intensitas

yang tinggi (Suma’mur, 2014).

2) Octave Band Analyzer

Octave Band Analyzer digunakan untuk menganalisis

frekuensi suatu kebisingan karena memiliki sejumlah saringan

(filter) berdasarkan oktaf. Jika spektrumnya sangat curam dan

kandungan frekuensinya berbeda banyak, dapat dipakai skala 1/3

oktaf. Untuk filter oktaf disukai frekuensi-frekuensi tengah 31,5;

63; 125; 250; 500; 1000; 2000; 4000; 8000; dan 31.500 Hz

(Suma’mur, 2014).

3) Narrow Band Analyzer

Narrow Band Analyzer (alat analisis spektrum tipis)

digunakan untuk analisis kebisingan lebih lanjut dengan latar

spektrum tetap misalnya 2-200 Hz atau melebar dengan lebih

banyak frekuensi. Alat ini juga lebih disenangi di lapangan,

mengingat komponen frekuensi kebisingan mungkin berbeda

tergantung dari frekuensi sumber kebisingan antara lain bisingnya


12

suara beraneka mesin yang dioperasikan dalam proses produksi

(Suma’mur, 2014).

4) Noise Dosimater

Noise Dosimater atau Dosimeter Kebisingan merupakan

alat pengukur kebisingan yang dipasangkan pada pekerja. Noise

Dosimeter dipasang pada sabuk pinggang dan sebuah microphone

kecil dipasang dekat telinga untuk mengukur jumlah bunyi yang

diterima pekerja (Anizar, 2009).

f. Efek Kebisingan Kepada Pekerja

Roestam (2004) menjelaskan kebisingan memiliki 5 efek

terhadap pekerja, yaitu :

1) Gangguan fisiologis

Kebisingan menimbulkan gangguan fisiologis yaitu

internal body system. Internal body system adalah sistim

fisiologis yang terpenting untuk kehidupan. Gangguan fisiologis

dapat menimbulkan kelelahan, dada berdebar, menaikkan denyut

jantung, mempercepat pernafasan, pusing, sakit kepala, dan

kurang nafsu makan. Selain itu juga dapat meningkatkan tekanan

darah, pengerutan saluran darah pada kulit,meningkatkan laju

metabolik, menurunkan keaktifan organ percernaan dan

ketegangan otot (Feidihal, 2007).


13

2) Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,

kurang konsentrasi, rasa jengkel rasa khawatir, cemas, susah

tidur, mudah marah, dan cepat tersinggung (Feidihal, 2012).

3) Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking

effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau

gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus

dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan

terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya

kesalahan karena tidak mendengar iyarat atau tanda bahaya;

gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan

keselamatan tenaga kerja.

4) Gangguan keseimbangan

Bising sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di

ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan

gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-

mual.

5) Efek pada pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius

karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif.

Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali


14

bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus

bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap

dan tidak akan pulih kembali.

g. Fisiologi Mekanisme Pendengaran

Telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu

bagian luar, bagian tengah, dan bagian dalam. Ketiga bagian telinga

tersebut memiliki komponen-komponen berbeda dengan fungsi

masing-masing dan saling berkelanjutan dalam menanggapi

gelombang suara yang berada disekitar manusia (Tigor, 2005).

Tigor (2005) menyatakan proses pendengaran dimulai dari

telinga bagian luar yaitu daun telinga dan liang telinga luar

mengangkap gelombang suara dan disalurkan ke gendang telinga.

Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan

membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut.

Getaran yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu

hammer, anvil, dan stirrup yang saling terhubung di bagian tengah

telinga yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air) dalam

organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam

telinga. Selanjutnya, gerakan fluida ini akan menggerakkan ribuan sel

berbentuk rambut halus di bagian dalam telinga yang akan

mengonversikan getaran yang diterimanya menjadi impuls bagi saraf

pendengaran. Oleh saraf pendengaran (auditory nerve), impuls


15

tersebut akan dikirim ke otak untuk diterjemahkan menjadi suara yang

kita dengar. Terakhir, suara akan “ditahan” oleh otak manusia kurang

lebih selama 0,1 detik. Pada kondisi atau aktivitas tertentu, misalnya

saat seseorang berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dengan

perbedaan tingkat ketinggian lokasi cukup besar dalam waktu relatif

singkat, akan timbul perbedaan tekanan udara antara bagian depan dan

belakang gendang telinga. Akibatnya, gendang telinga tidak dapat

bergetar secara efisien, dan sudah barang tentu pendengaran menjadi

terganggu. Selain penyebab-penyebab traumatik, lubang pada

gendang telinga juga dapat terjadi karena adanya infeksi pada bagian

tengah telinga yang menjalar hingga gendang telinga. Saat hal ini

terjadi, terkadang akan keluar darah dari telinga.

h. Pengendalian Kebisingan

Soedirman (2012) menjelaskan syarat terdengarnya bising

adalah harus ada sumber bising, media dan receiver. Oleh karena itu

pengendalian bising bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu pengendalian

bising pada sumber, pengendalian pada media, dan pengendalian pada

receiver.

1) Pengendalian bising pada sumber

a) Substitusi

Substitusi dalam pengendalian bising dilakukan dengan

mengganti seluruh alat atau mesin atau pesawat yang


16

mengeluarkan tingkat bising tinggi, dengan alat atau mesin

yang mengeluarkan tingkat bising rendah.

b) Modifikasi

Modifikasi dalam pengendalian bising dilakukan dengan

mengganti atau mengubah komponen atau komponen-

komponen tertentu dari alat atau mesin yang mengeluarkan

tingkat bising tinggi, dengan komponen yang mengeluarkan

tingkat bising rendah.

c) Silencer

Pada alat atau mesin atau pesawat yang tingkat bisingnya

tinggi dipasang peredam suara atau silencer, yang biasanya

diinstalasi secara build up, agar dapat menurutkan tingkat

bising menjadi rendah.

d) Perawatan atau maintenance

Perawatan berkala dari alat atau mesin seperti pelumasan,

overhaul dan perbaikan bagian-bagian yang rusak dapat

mengurangi tingkat bising.

2) Pengendalian bising pada media

a) Enclosure

Pengendalian bising dengan enclosure dilakukan dengan

menutup sumber bising dalam sungkup yang dilengkapi


17

peredam suara, yang memisahkan sumber bising dengan

operator.

b) Accoustic wall & ceiling

Pengendalian bising dengan pemasangan bahan akustik di

dinding dan plafon (accoustic wall and ceiling). Suara bising

dari mesin diserap oleh dinding dan plafon akustik, sehingga

telinga hanya mendengar suara langsung. Cara ini dapat

menurunkan tingkat bising cukup substansial.

c) Remote control

Pengoperasian mesin/pesawat yang merupakan sumber

bising dipisahkan dalam operation room yang dilengkapi

dengan panel-panel, meter-meter, dan tombol-tombol.

Biasanya operation room ditempatkan suatu lokasi yang

lebih tinggi, dilengkapai dengan dinding akustik dan kaca

lebar agar dapat mengamati mesin/pesawat yang

dioperasikan. Hanya sekali-sekali apabila diperlukan

operator turun ke lokasi mesin, untuk misalnya pelumasan

dan maintenance.

3) Pengendalian bising pada receiver

Pengendalian bising pada receiver dilakukan dengan Alat

Pelindung Diri (APD):


18

1) Sumbat telinga (ear plug)

Sumbat telinga terbuat dari karet atau plastik lentur dengan

bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan ke

dalam lubang telinga. Sumbat telinga dapat mengurangi

tingkat bising sampai 15 dB.

2) Tutup telinga (ear muff)

Ear muff atau tutup telinga adalah tutup telinga yang

berbentuk khusus dapat menutup seluruh telinga kiri maupun

kanan. Tutup telinga dapat mengurangi tingkat bising sampai

25 dB. Pada saat menggunakan ear muff timbul hambatan

komunikasi, sehingga perlu diusahakan cara efektif apabila

diperlukan komunikasi.

2. Kelelahan Kerja

a. Pengertian Kelelahan Kerja

Lelah (fatigue) menunjukkan keadaan fisik dan mental yang

berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan

berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Sum’mur, 2014).

Kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk

melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala

(Budiono, 2003). Kelelahan merupakan proses menurunnya efisiensi

pelaksanaan kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik


19

tubuh manusia untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan

(Soedirman dan Suma’mur P.K., 2014).

Setyawati (2010) dalam bukunya menyebutkan pengertian

kelelahan dari beberapa para ahli, yaitu:

1) Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan

kesiagaan.

2) Dari sudut neurofisiologi diungkapkan bahwa kelelahan

dipandang sebagai suatu keadann sistematik saraf sentral, akibat

aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol

oleh aktivitas berlawanan antara sistem aktivasi dan sistem

inhibisi pada batang otak.

3) Kelelahan kerja adalah fenomena kompleks yang disebabkan oleh

faktor biologi pada proses kerja dan juga dipengaruhi oleh faktor-

faktor lainnya.

4) Kelelahan kerja merupakan respon total individu terhadap stres

psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan

kelelahan kerja cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi

pekerja bersangkutan.

Perasaan lelah yang begitu tinggi dapat mengakibatkan

seseorang tidak dapat lagi untuk bekerja, sehingga berhenti dalam

bekerja sebagaimana halnya dengan kelelahan fisiologis yang

mengakibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik menghentikan


20

kegiatannya. Jika dipaksa terus bekerja, kelelahan tersebut akan

semakin bertambah, dapat mengganggu kelancaran kerja dan bahkan

dapat berefek buruk untuk pekerja (Suma’mur, 2014).

b. Fisiologi Kelelahan Kerja

Secara fisiologis, penyebab kelelahan ada dua macam, yaitu

secara sentral dan perifer. Kelelahan sentral yaitu aktivitas motor

neuron yang tidak mencukupi atau motor neuron yang mengalami

impaired excitability. Sedangkan penyebab kelelahan perifer atau

kelelahan tepi adalah terdapatnya kelainan transmisi neuromuscular

dan otot mengalami hambatan untuk kontraksi (Setyawati, 2010).

Suma’mur (2014) menyatakan bahwa kelelahan adalah reaksi

fungsional pada pusat kesadaran manusia yaitu otak (cortex cerebri),

yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis, yaitu sistem penghambat

(inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat bekerja

pada talamus (thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan

manusia dalam bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk

tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam farmasio retikularis

(farmatio reticularis) yang dapat merangsang pusat vegetative untuk

konversi ergotropis dari organ dalam tubuh kepada kegiatan bekerja,

berkelahi, melarikan diri dan lainnya. Dari keadaan tersebut maka

keadaan seseorang dalam beraktivitas tergantung pada hasil kerja dari

dua sistem antagonistis tersebut. Jika sistem penghambat berada pada


21

keadaan yang lebih kuat dari sistem penggerak, maka akan terjadi

kondisi lelah. Sebaliknya, jika sistem penggerak lebih kuat dari sistem

penghambat, maka seseorang akan berada pada kondisi segar dalam

kegiatannya, salah satunya adalah bekerja.

c. Macam-macam Kelelahan Kerja

Berdasarkan waktu terjadinya, menurut Setyawati (2010)

terdapat dua macam kelelahan, yaitu:

1) Kelelahan akut adalah kelelahan yang disebabkan oleh kerja

suatu organ atau seluruh tubuh karena kegiatan yang secara

berlebihan.

2) Kelelahan kronis adalah kelelahan yang terjadi dan berlangsung

setiap hari dan berkepanjangan.

Pembagian kelelahan berdasarkan penyebabnya dalam buku

Setyawati (2010) terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik di tempat kerja

antara lain suhu dan kebisingan

2) Kelelahan psikologis adalah kelelahan yang disebabkan faktor

psikologis.

Suma’mur (2014) menjelaskan kelelahan menurut jenisnya

dibedakan menjadi:

1) Kelelahan otot yang ditandai dengan tremor atau rasa nyeri yang

terjadi pada otot.


22

2) Kelelahan umum yaitu ditandai dengan hilangnya keinginan

untuk bekerja, yang disebabkan oleh persarafan sentral atau

kondisi psikis-psikologis.

Tarwaka (2014) dalam bukunya menjelaskan bahwa kelelahan

otot berlaku dua teori, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat.

1) Teori Kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya

kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan

meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya

efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan

syaraf adalah penyebab sekunder.

2) Teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya

penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan

dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak

yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini

menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan

sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi

berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan

kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah

kemauan menjadi lambat.

d. Gejala Kelelahan

Suatu daftar gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada

hubungannya dengan kelelahan kerja adalah :


23

1) Perasaan berat di kepala, menjadi lelah di seluruh badan, kaki

merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, mengantuk,

merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan,

tidak seimbang dalam berdiri, ingin berbaring, merasa susah

berfikir, lelah bicara, menjadi gugup, tidak dapat berkosentrasi,

tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung

untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak

dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam bekerja, sakit

kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa

pernafasan tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme

dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang

sehat (Suma’mur, 2014).

2) Penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan hambatan

persepsi, cara berfikir atau perbuatan yang ant sosial, tidak cocok

dengan lingkungan sekitar, depresi, kurang tenaga dan kehilangan

inisiatif diri (Setyawati, 2010).

3) Berkurangnya tingkat kewaspadaan, gairah untuk bekerja

menjadi kurang, serta menurunnya kinerja jasmani dan rohani

(Budiono, 2003).
24

e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

1) Faktor Internal

a) Usia

Pada usia yang meningkat akan diikuti oleh proses

degenerasi organ, sehingga dalam kemampuan ini organ

menurun. Dengan penurunan organ, maka hal ini akan

menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami

kelelahan (Suma’mur, 2014).

Faktor usia merupakan hal yang tidak dapat

diabaikan, mengingat usia berpengaruh terhadap kekuatan

fisik dan mental seseorang serta pada usia tertentu seorang

pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja (Setyawati,

2010).

Metabolisme tubuh manusia dapat menghasilkan

energi yang dikonsumsi untuk kegiatan kerja fisik. Kepastian

energi yang mampu dihasilkan oleh seseorang tentunya

dipengaruhi oleh faktor usia. Dimana dengan meningkatnya

usia, kemampuan tersebut juga akan menurun

(Wignjosoebroto, 2008).
25

Tabel 2.2. Persentase Kemampuan Fisik Berdasarkan Usia


Umur (Tahun) Persentase Kemampuan (%)
20-30 100
40 96
50 90
60 80
65 75
Sumber : Wignosoebroto (2008)

b) Status Gizi

Pemenuhan kalori yang sesuai pada tiap pekerja akan

menghasilkan status gizi yang baik yang secara langsung

dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja (Setyawati,

2010). Astanti dalam Budiono (2003) menyatakan bahwa

status gizi merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap

kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan gizi yang baik akan

memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang baik.

Sebaliknya seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang

kurang akan menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan

tubuh mereka sehingga mempercepat kelelahan. Selain

tenaga kerja dengan keadaan gizi yang kurang, pekerja yang

memiliki status gizi berlebih atau obesitas juga akan

merasakan kelelahan yang lebih berat jika dibandingkan

dengan yang tidak obesitas (Amelia, 2009).


26

Status gizi ini bisa dihitung salah satunya adalah

dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan

rumus (Depkes RI, 2003).

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)


IMT=𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)×𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

Tabel 2.3. Ambang IMT Indonesia


Kategori (IMT) (Kg/m2)
Jenis Kegemukan
Kelamin Kurus Normal Tingkat Tingkat
Ringan Berat
Pria < 18 18-25 25-27
>27
Wanita < 17 17-23 23-27
Sumber : Depkes RI, 2003

c) Jenis Kelamin

Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin wanita

dan laki-laki terletak pada ukuran tubuh dan kekuatan

ototnya. Kekuatan otot wanita relatif kurang jika

dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot

ini akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang yang

merupakan penentu dari terjadinya kelelahan. Permasalahan

wanita lebih kompleks dibandingkan laki-laki, salah satunya

adalah haid. Wanita yang sedang mengalami haid cenderung

cepat lelah dibandingkan wanita yang tidak mengalami haid

(Suma’mur, 2009).
27

d) Riwayat Penyakit

Penyakit akan mengakibatkan terjadinya hipo atau

hiper pada suatu organ, akibatnya akan mempengaruhi

rangsangan terhadap syaraf-syaraf tertentu. Rangsangan ini

akan menuju ke syaraf otak dan mempengaruhi kondisi kerja

fisik seseorang (Suma’mur, 2014). Penyakit yang

mempengaruhi kelelahan kerja yaitu :

(1) Penyakit Asma

Asma merupakan kontraksi spastis otot polos

bronkiolus yang menyumbat bronkiolus secara parsial

dan menyebabkan sukar bernafas. Orang yang menderita

asma, diameter bronkiolusnya lebih bekurang saat

ekspirasi daripada inspirasi, karena bronkiolus kolaps

selama upaya ekspirasi akibat penekanan pada bagian

luar bronkiolus. Bronkiolus pada paru asmatik sudah

tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya

merupakan akibat dari tekanan eksternal yang

menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Penderita asma biasa dapat melakukan inspirasi dengan

baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan

ekspirasi. Keadaan ini menyebabkan dispnea, atau

kekurangan udara. Pada keadaan seperti ini, orang yang


28

menderita asma harus bernafas lebih kuat (Guyton dan

Hall, 2007). Banyaknya tenaga untuk bernafas

menyebabkan terjadinya kelelahan.

(2) Penyakit Jantung

Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga

kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya

menjadi meningkat. Jika ada beban ekstra yang dialami

jantung misalnya membawa beban berat, dapat

mangakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot

jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung

menyebabkan dada sakit (Soeharto, 2004). Kekurangan

oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang

selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan

menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan

(Gempur, 2004)

(3) Penyakit Tekanan Darah Tinggi

Bila seseorang melakukan aktivitas, exited atau

sedang stres, tekanan darahnya akan meningkat.

Peningkatan ini penting karena aktivitas dan emosi

memerlukan ekstra energi dan oksigen yang disuplai dari

darah dengan jalan menaikkan tekanan dan

mempercepat sirkulasinya. Kenaikan sementara di atas


29

merupakan kejadian normal, tetapi bila tekanan darah

meningkat dan bertahan pada tekanan tersebut meskipun

dalam keadaan sudah rileks, maka yang bersangkutan

dikatakan memiliki hipertensi. Hipertensi yang sudah

mencapai taraf lanjut dalam beberapa tahun akan

menyebabkan sakit kepala, pusing, nafas pendek,

pandangan mata kabur dan mengganggu tidur (Soeharto,

2004)

(4) Penyakit Tekanan Darah Rendah

Penurunan kapasitas karena serangan jantung

mungkin menyebabkan tekanan darah menjadi sangat

rendah, sehingga menyebabkan darah tidak cukup

mengalir ke arteri koroner maupun ke bagian tubuh lain

(Soeharto, 2008). Berkurangnya jumlah suplai darah

yang dipompa dari jantung, berakibat pula pada

berkurangnya jumlah oksigen yang diedarkan ke seluruh

tubuh sehingga menyebabkan peningkatan metabolisme

secara anaerobik yang memperbanyak terbentuknya

asam laktat sehingga menyebabkan kelelahan

(Nurmianto, 2003).
30

(5) Penyakit Ginjal

Fungsi pokok ginjal adalah ekskresi

(pengeluaran semua hasil akhir metabolisme nitrogen),

pengaturan volume dan komposisi cairan tubuh dengan

mempertahankan keseimbangan dinamis di antara

penyerapan dan pengeluaaran air serta elektrolit,

pengaturan keseimbangan asam-lindih. Pengaruh

bekerja terhadap faal ginjal terutama berkaitan dengan

pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga dan

pekerjaan yang dilakukan dalam keadaan cuaca panas.

Keduanya mengurangi peredaran darah pada ginjal

dengan akibat timbulnya gangguan penyediaan zat-zat

yang diperlukan ginjal (Suma’mur, 2009). Jika terdapat

kelainan pada ginjal, maka sistem pengeluaran sisa

metabolisme terganggu sehingga tertimbun dalam darah

dan akhirnya menyebabkan kelelahan.

e) Faktor Psikologis

Faktor psikologis mempengaruhi timbulnya

kelelahan, faktor psikologis tersebut berhubungan dengan

rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan konflik-

konflik (Setyawati, 2010).


31

2) Faktor Eksternal

a) Penerangan

Penerangan yang buruk dengan intensitas

pencahayaan yang kecil akan terjadinya kelelahan karena

meningkatnya daya akomodasi mata. Demikian pula dengan

intensitas penerangan yang terlalu tinggi akan menimbulkan

kesilauan pada mata yang dapat merangsang syaraf

penglihatan untuk bekerja lebih berat, sehingga hal ini juga

dapat meningkatkan kelelahan kerja pada pekerja

(Suma’mur, 2014).

b) Tekanan Panas

Tekanan panas yang melebihi Nilai Ambang Batas

(NAB) akan menyebabkan suhu tubuh meningkat sehingga

proses pengeluaran keringat berlebihan, sehingga

mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi dan kekurangan

garam natrium, serta dapat menimbulkan kelelahan berlebih

dan tidak nyaman (Suma’mur, 2014).

Tekanan panas dapat mengakibatkan kehilangan

keringat meningkat sehingga mengakibatkan kejang panas

(heat cramp) dan denyut nadi meningkat mengakibatkan

kelelahan panas (heat stress atau heat exhaustion)

(Soedirman dan Suma’mur, 2014).


32

c) Kebisingan

Bising dengan intensitas yang terlalu tinggi dapat

berpengaruh pada telinga yaitu merusak sel-sel rambut di

dalam koklea yang mengakibatkan penurunan kemampuan

mendengar, telinga berdenging, pergeseran ambang

pendengaran dengan menimbulkan pengaruh pada perilaku

seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan keseimbangan

dan kelelahan (Ridley, 2008).

Chusid (1993) menyatakan bahwa kebisingan

menstimulasi daerah di dekat area penerimaan pendengaran

primer yang akan menyebabkan sensasi suara gemuruh dan

berdenging. Timbulnya sensasi suara ini menyebabkan reaksi

fungsional pusat kesadaran (korteks serebri) sehingga

menstimulasi nukleus ventralis lateralis talamus yang akan

menimbulkan inhibisi impuls dari kumparan otot dengan kata

lain akan menguatkan sistem inhibisi atau penghambat yang

berada pada talamus sehingga sistem aktivasi menurun yang

dapat menyebabkan kelelahan pada tubuh.

d) Getaran

Getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis yang

sebagian dari getarannya sampai ke tubuh dan dapat

menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada tubuh.


33

Menambahnya tonus otot oleh karena getaran dengan

frekuensi di bawah 20 Hertz (Hz) menyebabkan kelelahan.

Sebaliknya getaran dengan frekuensi di atas 20 Hz

menyebabkan pengenduran otot. Getaran mekanis terdiri dari

campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan

melemaskan tonus otot secara serta merta menyebabkan

kelelahan (Suma’mur, 2014)

e) Beban Kerja

Beban kerja adalah volume pekerjaan yang

dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa fisik atau mental

dan menjadi tanggungjawabnya. Seorang tenaga kerja saat

melakukan pekerjaan menerima beban sebagai akibat dari

aktivitas fisik yang dilakukan. Pekerjaan yang sifatnya berat

membutuhkan istirahat yang sering dan waktu kerja yang

pendek. Jika waktu kerja ditambah maka melebihi

kemampuan tenaga kerja dan dapat menimbulkan kelelahan

(Suma’mur, 2014).

Nurmianto (2003) manyatakan bahwa setiap individu

mempunyai keterbatasan maksimum untuk konsumsi

oksigen dalam tubuhnya. Semakin meningkatnya beban

kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara

proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban


34

kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam

kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang

tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya

terjadilah rasa lelah yang ditandai dengan meningkatnya

kandungan asam laktat.

Tabel 2.4. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme,


Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung
Kategori Konsumsi Ventilasi Suhu Denyut
Beban Oksigen Paru Rektal Jantung
Kerja (l/min) (l/min) (ºC) (denyut/min)
Ringan 0,5-1,0 11-20 37,5 75-100
37,5-
Sedang 1,0-1,5 20-31 101-125
38,0
38,0-
Berat 1,5-20 31-43 126-150
38,5
Sangat 38,5-
2,0-2,5 43-60 151-175
berat 39,0
Sangat
berat 2,5-40 60-100 >39 >175
sekali
Sumber : Tarwaka (2004)

f) Sikap Kerja

Hasil perbandingan antara kerja otot statis dan

dinamis pada kondisi yang hampir sama, dihasilkan bahwa

kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi,

denyut nadi meningkat, dan diperlukan waktu istirahat yang

lebih lama (Atiqoh dkk, 2014).


35

f. Dampak Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu

prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik yang menurun,

badan terasa tidak enak, dan semangat kerja yang menurun. Perasaan

kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja,

sehingga dapat merugikan pekerja sendiri maupun perusahaanya

karena adanya penurunan prduktivitas kerja. Kelelahan kerja terbukti

memberikan kontribusi lebih dari 60% dalam kejadian kecelakaan

kerja ditempat kerja (Setyawati, 2010).

Kelelahan kerja berdampak pada penurunan produktivitas

tenaga kerja. Tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja, produk

yang dihasilkan tidak sama dengan tenaga kerja yang kondisi

tubuhnya sehat dan tidak lelah. Tenaga kerja yang mengalami

kelelahan mengalami penurunan kesiagaan, cara berfikir, kurang

tenaga dan lamban dalam melakukan pekerjaannya sehingga

produktivitas kerja akan menurun (Setyawati, 2010).

g. Cara Mengukur Kelelahan Kerja

Parameter-parameter yang pernah diungkapkan beberapa

peneliti untuk mengukur kelelahan kerja ada bermacam-macam antara

lain:
36

1) Uji Psikomotor

Uji Psikomotor dilakukan dengan dengan melibatkan

fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara

yang dapat digunakan dengan pengukuran waktu reaksi

menggunakan alat digital reaction timer (Tarwaka, 2014).

2) Uji Finger Tapping (Uji Ketuk Jari)

Grandjean dalam Setyawati (2010) menjelaskan uji

Finger Tapping adalah mengukur kecepatan maksimal

mengetukkan jari tangan dalam suatu periode waktu tertentu. Uji

ini sangat lemah, karena banyak faktor yang sangat berpengaruh

dalam proses mengetukkan jari-jari tangan dan uji ini tidak dapat

dipakai untuk menguji kelelahan kerja dalam bermacam-macam

pekerjaan.

3) Uji Flicker Fusion

Grandjean dalam Setyawati (2010) menjelaskan uji

Flicker Fusion adalah pengukuran terhadap kecepatan

berkelipnya cahaya (lampu) yang secara bertahap ditingkatkan

sampai kecepatan tertentu, sehingga cahaya tampak berbaur

sebagai cahaya yang continue. Uji ini digunakan dalam menilai

kelelahan mata saja.


37

4) Metode Blink

Metode Blink adalah pengujian untuk kelelahan tubuh

secara keseluruhan dengan melihat objek yang bergerak dengan

mata yang terkejap secara cepat dan berulang-ulang (Fukui dan

Marioka, 1971 dalam Setyawati, 2010). Cara ini juga tidak dapat

menguji jenis kelelahan kerja pada tiap pekerjaan (Setyawati,

2010).

5) Kuisioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

KAUPK2 merupakan suatu alat untuk mengukur indikator

perasaan kelelahan kerja yang di disain oleh Setyawati (1994)

khusus bagi pekerja Indonesia. KAUPK2 ada tiga macam

KAUPK2 I, KAUPK2 II, dan KAUPK2 III yang masing-masing

terdiri atas 17 butir pertanyaan, yang telah teruji kesahihan dan

kehandalannya untuk mengukur perasaan kelelahan pada pekerja

yang mengeluh adanya perasaan kelelahan (Setyawati, 2010).

h. Standar Tingkat Kelelahan

Kelelahan kerja dapat diukur dan hasilnya dibandingkan

dengan standar tingkat kelelahan, sehingga dapat dideteksi jenis

kelelahan apa yang di alami pekerja. Standar pengukuran tersebut

menurut Setyawati (2010) adalah:


38

Tabel 2.5. Tingkat Kelelahan


Kriteria Nilai Pengukuran (mili detik)
Normal Waktu reaksi 150,0 - 240,0
Kelelahan ringan Waktu reaksi >240,0 - <410,0
Kelelahan sedang Waktu reaksi 410,0 - 580,0
Kelelahan berat Waktu reaksi >580,0
Sumber: Setyawati, 2010

3. Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja

Bising dengan intensitas yang terlalu tinggi dapat berpengaruh

pada telinga yaitu merusak sel-sel rambut di dalam koklea yang

mengakibatkan penurunan kemampuan mendengar, telinga berdenging,

pergeseran ambang pendengaran dengan menimbulkan pengaruh pada

perilaku seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan keseimbangan dan

kelelahan (Ridley, 2008).

Chusid (1993) menyatakan bahwa kebisingan menstimulasi daerah

di dekat area penerimaan pendengaran primer yang akan menyebabkan

sensasi suara gemuruh dan berdenging. Timbulnya sensasi suara ini

menyebabkan reaksi fungsional pusat kesadaran (korteks serebri) sehingga

menstimulasi nukleus ventralis lateralis talamus yang akan menimbulkan

inhibisi impuls dari kumparan otot dengan kata lain akan menguatkan

sistem inhibisi atau penghambat yang berada pada talamus sehingga sistem

aktivasi menurun yang dapat menyebabkan kelelahan pada tubuh.


39

B. Kerangka Pemikiran

Kebisingan

Sensasi suara bergemuruh di


dekat area pendengaran primer

Reaksi fungsional pusat


kesadaran (korteks serebri)

Sistem penghambat dalam talamus


berada pada keadaan yang lebih kuat
dari sistem penggerak

Kelelahan kerja

Faktor internal Faktor eksternal:


1. Usia 1. Penerangan
2. Status Gizi 2. Tekanan Panas
3. Jenis Kelamin 3. Getaran
4. Riwayat Penyakit 4. Beban Kerja
5. Faktor Psikologi 5. Sikap Kerja

Keterangan:
: di teliti

: tidak di teliti

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran


40

C. Hipotesis

Ada hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja

bagian produksi di CV Valasindo Sentra Usaha Karanganyar.

Anda mungkin juga menyukai