Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidan juga harus dapat berperan sebagai advokator untuk dapat
mempengaruhi masyarakat agar terjadinya perubahan dalam kebijakan publik
secara bertahap maju & semakin baik terutama dalam bidang kesehatan.
Kepemimpinan dalam kebidanan sangatlah penting, namun untuk menjadi
pemimpin yang sesuai dengan profesi kebidanan nya tidaklah mudah, tentunya
ada beberapa hambatan-hambatan yang harus di atasi dalam rangka memperbaiki
kinerja bidan tersebut, dalam hal ini bidan harus bisa berkomitmen agar dapat
mengutamakan wanita-wanita yang berpusat tentang perawatan.

Bidan dapat mengatasi hambatan dan memastikan profesi mereka


dilengkapi dengan para pemimpin yang efektif, memerlukan upaya kolaborasi
(Tucker, 2003). Namun, para pemimpin yang ada harus mengakui bahwa dalam
profesi yang didominasi perempuan, karir pilihan dan peluang pembangunan
harus memfasilitasi kualitas bawaan biologis perempuan, dan bahwa prioritas
bidan individu akan berbeda (Pashley, 1998). Oleh karena itu, penting untuk
mengidentifikasi para bidan, untuk dapat manjadi pemimpin profesional yaitu
melalui pembangunan mereka sendiri sebagai pemimpin, dan sesama orang-orang
praktisi yang berkontribusi dengan mendukung, mentoring dan mendorong rekan-
rekan mereka.

B. Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat memahami arti kepemimpinan dalam profesi kebidanan


2. Mahasiswa dapat mengetahui tugas-tugas seorang pemimpin
3. Dapat mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan seorang
pemimpin untuk meningkatkan pengaruh kepada bawahannya
4. Untuk mengetahui model-model kepemimpinan yang banyak diterapkan
oleh pemimpin
5. Mengetahui penerapan ilmu nkepemimpinan bagi bidan yang sukses

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Issue Kebidanan di Komunitas : Kematian Ibu dan bayi


Sebagai seorang bidan yang bekerja di komunitas, harus mengetahui dan
memahami beberapa pokok permasalahan yang terjadi di komunitas, diantaranya
kematian ibu dan bayi. Kematian ibu adalah kematian perempuan selama masa
kehamilan,atau dalam 42 minggu hari setelah persalinan dari setiap penyebab
yang berhubungan dengan dan atau diperburuk oleh kehamilan atau penangannya,
tetapi bukan karena kecelakaan (WHO-SEARO, 1998). Definisi lain yaitu bahwa
kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan atau
dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat usia dan lokasi
kehamilan, oleh setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperberat oleh
kehamilan atau penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental
(faktor kebetulan) (Depkes RI, 2009).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status
kesehatan masyarakat. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi
saat hamil, bersalin dan masa nifas (dalam 42 hari) setelah persalinan.jumlah
kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai angka 307 per 100.000 kelahiran.
Berdasarkan penyebab kematian ibu bisa dibedakan menjadi langsung dan
tidak langsung.

1. Penyebab langsung
1. Perdarahan (42%)
2. Keracunan kehamilan/ Eklampsi (13%)
3. Keguguran/aborttus (11%)
4. Infeksi (10%)
5. Partus lama/ peralinan macet ((%)
6. Penyebab lain (!5%)
2. Penyebab tidak langsung
1. Pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah.

2
2. Sosial ekonomi dan sosial budaya Indonesia yang mengutamakan
bapak dibandingkan ibu.
3. “4 terlalu” dalam melahirkan, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu
sering dan terlalu banyak.
4. “3 terlambat”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat
untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat
mendapatkan pelayanan kesehatan.

Pendekatan yang dikembangkan untuk menurunkan angka kematian ibu


disebut Making Pregnancy Safer (MPS), yang mengandung 3 pesan kunci, yaitu:

1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.


2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat (memadai).
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Kegiatan yang dilakukan dalam menurunkan AKI, yaitu;

1. Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, meliputi:


1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2. Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai
standar.
3. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran.
4. Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor.
2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program.
3. Sosialisasi dan advokasi.

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat 1 tahun. Angka kematian bayi (AKB) mencapai 35 per
1.000 kelahiran hidup. Definisi lain yaitu Kematian bayi adalah kematian yang
terjadi saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat 1 tahun (Depkes RI,
2009). Penyebab kematian bayi meliputi asfiksi, infeksi, hipotermi, BBLR, trauma

3
persalinan. Penyebab lain meliputi pemberian makan secara dini, pengetahuan
yang kurang tentang perawatan bayi, tradisi (masyarakat tidak percaya pada
tenaga kesehatan), serta sistem rujukan yang kurang efektif.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian bayi yaitu:

1. Peningkatan kegiatan imunisasi pada bayi.


2. Peningkatan ASI Eksklusif, status gizi, deteksi dini dan pemantauan
tumbuh kembang.
3. Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
4. Program Manajemen Tumbuh Kembang Balita Sakit dan Manajemen
Tumbuh Kembang Balita Muda.
5. Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan tepat.
6. Diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman dan perawatan
pasca persalinan sesuai standar kesehatan.
7. Program ASUH.
8. Keberadaan bidan desa.
9. Perawatan neonatal dasar.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan tolak ukur keberhasilan kesehatan


ibu, yang manjadi indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri
dan ginekologi di suatu wilayah. Menurut SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia
tahun 2007 sebesar 248/100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI
menurut SDKI tahun 2003 sebesar 307/100.000 kelahiran hidup, AKI tersebut
sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDGs 2015 yaitu sebesar
102/100.000 kelahiran hidup. Sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua
komponen untuk mencapai target tersebut. Bidan sebagai tenaga kesehatan dalam
tatanan pelayanan kebidanan komunitas di lini terdepan, mempunyai peranan
penting dalam penurunan AKI yang dinilai masih tinggi.

Angka kematian ibu dikatakan masih tinggi karena :

1. Jumlah kematian ibu yang meninggal mulai saat hamil hingga 6 minggu
setelah persalinan per 100.000 persalinan tinggi

4
2. Angka kematian ibu tinggi adalah angka kematian yang melebihi dari
angka target nasional
3. Tingginya angka kematian, berarti rendahnya standar kesehatan dan
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan, dan mencerminkan besarnya
masalah kesehatan.

Angka kematian Ibu(AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan


Indonesia(SDKI,2003) masih cukup tinggi,yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup.
Berarti kematian ibu terjadi 18.300 setiap tahun ,1.500 setiap bulan,352 setiap
minggu,50 setiap hari dan 2 jam ,dengan estimasi ibu bersalin (Bulin)/tahun=5
juta.

Menurut SDKI tahun 2003, AKB sebesar 35/1000 kelahiran hidup.


Sedangkan berdasarkan perhitungan BPS tahun 2007 sebesar 27/1000 kelahiran
hidup. Adapun target AKB pada MDG’s 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian bayi meliputi : Gangguan perinatal (34,7%), Sistim
pernapasan (27,6 %), Diare (9,4%), Sistim pencernaan (4,3%) dan Tetanus
(3,4%).

Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena hamil


dan bersalin, yakni :

Penyebab kematian ibu Jumlah (presentasi)


1 Perdarahan 28%

2 Eklampsi 24%

3 Infeksi 11%

4 aborsi yang tidak aman 5%

5 trauma obstetric 3%

6 lain-lain 11%

5
Perdarahan 28%, eklampsi 24%, infeksi 11%,aborsi yang tidak aman 5%
persalinan lama, trauma obstetric 3 % dan lain-lain 11%. Penyebab kematian ibu
terbesar adalah perdarahan dan eklampsi, kedua sebab itu sebenarnya dapat
dicegah dengan pemeriksaan antenatal care yang memadai atau penerapan
teknolgi kesehatan yang ada. Namun demikian ,banyak factor yang
mempengaruhi baik politis maupun teknis, sehingga teknologi kesehatan kurang
dapat diterapkan secara sempurna di tingkat Masyarakat.. pada saat kesehatan
didekatkan ke masyarakat belum tentu masyarakat memanfaatkan.nya karena
berbagai alas an yang dikategorikan sebagai penyebab tidak langsung kematian
ibu,yakni social ekonomi pendidikan ,kedudukan dan peranan wanita ,social
budaya dan transportasi. Hal tersebut sangat memicu terjadinya “tiga terlambat
empat terlalu” yaitu keterbatasannya kesempatan memperoleh informasi dan
pengetahuan baru, hambatan membuat keputusan, terbatasnya akses memperoleh
informasi pendidikan memadai dan kelangkaan pelayanann kesehatan yang peka
terhadap kebutuan perempuan (Anonim, 1998).

Survey WHO tahun 2002 dan 2004 menyebutkan, kematian bayi baru lahir

No Penyebab kematian Bayi Jumlah


Asfiksia 27%
2
BBLR 210%
3
Tetanus 4%
4
Malnutrisi 54%
5
Diare 19%
6
Pneumonia 19%
7
Campak 7%,
8
Malaria 5%.

6
Departemen Kesehatan dalam empat strategi pokok yakni :

1. Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan


2. Mendekatkan akses keluarga miskin daan rentan terhadap layanan
kesehatan berkualitas
3. Meningkatkan surveilence
4. Meningkatkatk pembiayaan dibidang kesehatan.

Keselamatan dan kesejahteraan perempuan dan anak sangat penting tidak


saja bagi pemenuhan hak hidup sehat bagi mereka, tapi juga dalam mengatasi
masalah ekonomi, sosial dan tantangan pembangunan (Pesan Kunci Hari
Kesehatan Dunia, 2005).

Faktor pengaruh Hambatan Kesempatan


Dengan adanya kepercayaan
Masih banyaknya masyarakat
tersebut,bagaimana bidan dapat
Norma-norma dan hirarki yang masih mempercayai
mendekati dukun untuk
sosial dukun sebagai penolong
melakukan mitra antara bidan
persalinannya.
dan dukun
Struktur kelebagaan – –
Kebijakan pemerintah yang
khususnya dalam bidang
Banyaknya masyarakat yang
kesehatan,telah banyak
berpikir bahwa melahirkan
mengeluarkan kebijakan
pada Yankes membutuhkan
tentang kesehatan gratis,yang
biaya yang
Faktor Ekonomi diharapkan masyarakat dapat
banyak,karenabanyak
memiliki kesadaran untuk
masyarakat yang masih
memeriksakan kesehatan ibu
memiliki kemampuan
hamil dan bayinya pada
ekonomi nya yang rendah.
pelayanan kesehatan yang
terbaik
Masih banyak kepentingan
politik yang berasakan
kepentingan kelompok Dengan adanya kekuatan
sehinga bantuan yang politik,dapat diadakan
diperuntukan bagi penurunan kerjasama lintas sector,dimana
Faktor politik angka kematian ibu dan bayi masyarakat khususnya ibu dan
diselewengkan kearah sebuah bayinya dapat menerima nasihat
kekuassan sehingga dana dari pemerintahan yang
tersebut tidak tepat dianggap sebagai panutannya.
sasaran,,,dan berujung pada
kepentingan Nepotisme

7
Parameter Hukum – –
Training – –
Sikap komunitas terhadap
– –
fihak luar spt LSM

B. Sejarah Perkembangan Pelayanan dan Pendidikan Bidan Di Indonesia


Perkembangan pendidikan dan pelayanan Kebidanan di Indonesia tidak
terlepas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan
pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan
masyrakat serta kemajuan ilmu teknologi.

1. Perkembangan Pelayanan Kebidanan

Pada zaman pmerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak
sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (Zaman
Gubernur Jendral Hendrik William Deandels ) para dukun dilatih dalam
pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak
adanya pelatihan kebidanan.

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada


kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut
wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari :

1. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan


persalinan normal secara mandiri, didampingi petugas lain.
2. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes
623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu Permenkes khusus.
Dalam wewenag khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan
khusus dibawah pengawasan dokter. Hal ini berarti bahwa bidan dalam
melaksanakan tugasnya tidak tanggung jawab dan bertanggung gugat atas

8
tindakan yang dilakukannya. Pelaksanaan dari Pemenkes ini, bidan dalam
melaksanakan prakteknya perorangan dibawah pengawasan dokter.
3. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi
dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi
kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan
kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenagn tersebut
mancakup :

 pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.


 Pelayanan keluarga berencana.
 Pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Perkembangan Pendidikan Kebidanan di Indonesia

Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan hindia Belanda. Yang dimaksud
dalam pendidikan ini adalah pendidikan formal dan non formal.

 Pendidikan bidan pertama kali dibuka pada tahun 1851 oleh seorang
dokter militer Belanda (Dr.W.Bosch). pendidikan bidan ini hanya untuk
wanita pribumi dan Batavia. Tapi tidak berlangsung lama karena
kurangnya peserta pendidik dan batasan bagi wanita untuk keluar rumah.
 Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di
rumah sakit Batavia dan oada tahun 1904 dibuka pendidikan bidan bagi
wanita Indonesia di Makasar.
 Pada tahun 1911 – 1912 di mulai pendidikan tenaga keperawatan secara
terancana di Semarang dan Batavia. Calon peserta didik yang diterima SD
7 tahun ditambah pendidikan keperawatan 4 tahun (peserta didik pria) dan
pada tahun 1914 khusus bagi peserta didik wanita.
 Pada tahun 1935 – 1938 Belanda mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat
SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa
kota besar. Jakarta di RSB Budi Kemulyaan, RSB Palang Dua dan RSB
Mardi Waluyo di Semarang. Adapun lulusan didasarkan atas latar
belakang. Bidan dengan pendidikan dasar Mulyo ditambah pendidikan

9
bidan selama 3 tahun disebut bidan kelas satu (vroedvrouw eerste klas)
dan bidan lilisan dari perawat disebut bidan kelas dua (vroedvrouw
tweede) mantri.
 Pada tahun 1950-1953 di buka kursus tambahan bidan (KTB) di
Yogyakarta lamanya kursus antara 7 sampai 12 minggu dengan tujuan
memperkenalkan pengembangan program KIA. Pada tahun 1967 KTB
ditutup.
 Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan, guru perawat, perawat
kesehatan masyarakat di Bandung. Pada tahun 1972 pendidikan ini dilebur
menjadi Sekolah Guru Perawat (SPG).
 Tahun 1970 di buka program pendidikan bidan dari lulusan Sekolah
Pengatur Rawat (SPR) ditambah 2 tahun pendidikan bidan. Mengingat
jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak maka pada
tahun 1974 sekolah bidan tutup dan dibuka SPK dengan tujuan ada tenaga
multi purpose dilapangan yang dapat menolong persalinan. Tetapi hal ini
tidak berhasil.
 Pada tahun 1975 sampai 1984 pendidikan bidan ditutup selama 10 tahun.
 Pada tahun 1981 dibuka pendidikan diploma 1 kesehatan ibu dan anak,
latar belakang pendidikan SPK. Tetapi hanya berlangsung 1 tahun.
 Pada tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan A (PPB-A) yang
memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan
ini dimana lama pendidikan 1 tahun. Para lulusan ini ditempatkan di desa-
desa dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
 Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan B yang pesertanya
lulusan dari AKPER, lama pendidikan 1 tahun. Tujuan program ini adalah
untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A.
Ternyata berdasarkan penelitian dari lulusan ini tidak menunjukan
kompetensi dan berlangsung selama 2 angkatan (1995 dan 1996)
kemudian ditutup.
 Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan C (PPB-C) yang
menerima lulusan dari SMP yang dilaksanakan di 11 propinsi : Aceh,

10
Bengkulu, Lampung, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusatenggara Timur, Maluku dan
Irian Jaya.
 Pada tahun 1994-1995 pemerintah menyelenggarakan uji coba pendidikan
jarak jauh (distance leaming) di 3 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur berdasarkan SK Menkes No. 1247/Menkes/ SK/XII/1994
dengan tujuan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga
kesehatan.
 Pada tahun 1995 diadakan Diklat Jarak Jauh (DJJ). DJJ tahap 1 (1995-
1996), DJJ tahap 2 (1996-1997) dan DJJ 3 (1997-1998) dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar
mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada
penurunan AKI dan AKB.
 Pada tahun 1994 dilaksanakan penelitian pelaksanan kegawat daruratan
maternal dan neonatal, dan pelaksanaannya adalah rumah sakit propinsi
/kabupaten.
 Pada tahun 1996 IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan
American College of Nurse Midwife (ACNM) dan RS swasta mengadakan
Training of Training kepada anggota IBI dan selanjutnya melatih bidan
praktek swasta secara swadaya, juga guru/ dosen dari D3 kebidanan.
 Pada tahun 1995-1998 diadakan pelatihan dan peer review bagi bidan
rumah sakit, bidan puskesmas dan bidan di desa di propinsi Kalimantan
Selatan dimana IBI berkerja sama langsung dengan Mother Care.
 Tahun 1996 dibuka pendidikan D3 kebidanan di 6 propinsi yang menerima
calon peserta didik dari SMA
 Tahun 2000 dibuka DIV bidan pendidik di UGM kemudian bulan Febuari
UNPAD,USU Medan, STIKES Ngudi Waluyo Semarang, STIKIM Jakarta
dan tahun 2005 Poltekes Bandung. Pendidikan ini berlangsung lamanya 2
semester ( 1tahun)
 Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN)
yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Hearth (MNH) yang sampai
saat ini telah melatih APN dibeberapa propinsi/kabupaten.

11
 Bulan September 2005 dibuka DIV kebidanan Reguler di UNPAD
Bandung, menerima dari SMU dg lama pendidikan 8 semester.
 Selain itu bulan April 2006 dibuka S2 kebidanan di UNPAD, menerima
dari DIV kebidanan dgn lama pendidikan min 4- 10 semester.

C. Situasi Perempuan Pada Multi Periode


Adapun perempuan menurut pandangan sejarah memainkan banyak peran.
Perempuan sebagai ibu, istri, petani, pengelola perusahaan, pekerja su karela,
kepala desa, dll. Lebih dari itu peran perempuan di Sulawesi Utara dan Indonesia
pada umumnya, telah sangat berperan dalam bidang politik pemerintahan seperti
menjadi Presiden RI, Gubernur, Menteri, Bupati, Camat, dan lain sebagainya. Hal
ini semakin menegaskan bahwa perempuan dalam kehidupannya tidak hanya
memainkan peran ganda tetapi multi peran dalam masyarakat.. Dalam sejarah
perpolitikan di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya, peranan
perempuan memang dipandang terlambat dalam keterlibatan di dunia politik.
Stigma
stigma bahwa perempuan dalam posisi domestik dianggap sebagai salah
satu hal yang mengakibatkan perempuan terlambat berkiprah dalam dunia politik.
Sebagai salah satu indikatornya adalah jumlah perempuan yang memegang
jabatan publik masih sangat sedikit.Fenomena tersebut terjadi bukan hanya tingkat
elit atau pusat saja tetapi juga berimbas pada tingkat lokal atau daerah. Lebih
parah lagi bahwa posisi kaum perempuan masih saja mengenaskan secara politik
karena jarang sekali terlibat dalam penyelesaian permasalahan perempuan itu
sendiri.Keadaan peran dan status perempuan dewasa ini lebih dipengaruhi oleh
masa lampau, kultur, ideologi, dan praktek hidup sehari- hari. Inilah yang menjadi
kunci mengapa partisipasi perempuan dalam kehidupan masyarakat dan bernegara
mengalami kelemahan. Rendahnya keterwakilan perempuan secara kuantitatif
dalam lembaga politik formal inilah yang kemudian mendorong dan
melatarbelakangi lahirnya berbagai macam tuntutan agar perempuan lebih diberi
ruang dalam berpartisipasi.
Menyertakan perempuan dalam proses pembangunan bukanlah berarti
hanya sebagai suatu tindakan yang dipandang dari sisi humanisme belaka. Namun
peran yang

12
dilakukan oleh perempuan dalam kesertaannya di bidang pembangunan
merupakan tindakan dalam rangka mengangkat harkat serta kualitas dari
perempuan itu sendiri.Keterlibatan perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya
mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Negara tidak mungkin sejahtera
jika para perempuannya dibiarkan tertinggal, tersisihkan dan tertindas. Seperti
yang di ungkapkan oleh Vivekan anda (Darwin 2005:8) bahwa: negara dan
bangsa yang tidak menghormati kaum perempuannya tidak akan pernah menjadi
besar, baik di saat ini maupun di masa depan. Satu alasan mendasar
sebagaipenyebab kejatuhan bangsa anda secara drastis adalah karena anda tidak
memiliki rasa hormat pada kehidupan perempuan yang di lukiskan sebagai sakti
(istri).Sehingga pembangunan yang utuh dan menyeluruh dari suatu negara
menuntut peranan penuh dari kaum perempuan dalam segala bidang kehidupan.
D. Kebijakan Global Tentang Pelayanan Kebidanan
A. Pengertian bidan di Indonesia
Menurut Ikatan Bidan Indonesia, bidan adalah seorang perempuan yang
lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di
wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi
untuk diregister, sertifikasi dan secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan
praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-
awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa
nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan
kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan,
promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses
bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan
kegawatdaruratan.
Kode Etik Bidan
1. Definisi kode etik bidan
Merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai -nilai internal dan
eksternal suatu disiplin ilmu & merupakan komprehensif suatu profesi yang
memberikan tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

13
2. Isi kode etik bidan
a. Kewajiaban bidan terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannyab dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara
citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai denan kebutuhan
lklien, keluarga, dan masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan
kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai- nilai yang di
anut oleh klien.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan
identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuanyang dimilikinya .
6) Setiap budan senantiasa menciptakan siasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara
normal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
2. 1). Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.
3. 2). Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan
kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan
konsultasi dan/ atau rujukan.
4. 3). Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang di dapat dan
/ atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila di minta oleh pengadilan atau
diperluakan sehubungan dengan kepentingan klien.

14
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan profesi lainnya
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan
lainnya.
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan membrikan
pelayan yang bermutu kepada masyarakat.
2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan IPTEK.
3) Setiap bidn senantiasa serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar daoat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik.
2) Setiap bidan wajib mebingkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai
dengan perkembangan IPTEK.
3) 3Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
f. Kewajiaban bidan terhadap nusa, bangsa dan tanah air
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan- ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya
dalam Yankes Reproduksi, KB, dan kesehatan Keluarga.
2) Setiap bidan melalui profesinya beroartisipasi dan menyumbangkan
pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan
Yankesterutama pelaksanaan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

Kewenangan Bidan
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut

15
wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari :

Pelayanan Desa Siaga


Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan cumber daya
dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa yang
dimaksud di sini adalah kelurahan atau istilah lain bagi kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Arti dari Siaga
Si (siap), yaitu pendataan dan mengamati seluruh ibu hamil, siap
mendampingi ibu, siap menjadi donor darah, siap memberi bantuan kendaraan
untuk rujukan, siap membantu pendanaan, dan bidan wilayah kelurahan selalu
siap memberi pelayanan.
A (antar), yaitu warga desa, bidan wilayah, dan komponen lainnya dengan
cepat dan sigap mendampingi dan mengatur ibu yang akan melahirkan jika
memerlukan tindakan gawat-darurat.
Ga (jaga), yaitu menjaga ibu pada saat dan setelah ibu melahirkan serta
menjaga kesehatan bayi yang baru dilahirkan.
Tujuan umum desa siaga
Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat,
peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
3. Tujuan khusus desa siaga
a. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan.
b. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap
risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana,
wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya).

16
c. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan dan
kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
Ciri-ciri desa siaga
a. Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan dasar.
b. Memiliki sistem gawat-darurat berbasis masyarakat.
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri.
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
e. Sasaran pembangunan desa siaga

Standar Pendidikan Bidan


a). Standar Pendidikan Berkelanjutan Bidan
Pendidikan berkelanjutan Bidan memiliki 7 standar, yaitu tentangOrganisasi,
Falsafah, Sumber Daya Manusia, Program Pendidikan danPelatihahan, Fasilitas,
Dokumen Penyelenggaraan PendidikanBerkelanjutan dan Pengendalian Mutu.
b). Standar Pelayanan Kebidanan
Terdiri dari 7 standar, yaitu Falsafah dan Tujuan, Administrasi dan
Pengelolaan, Staf dan Pimpinan, Fasilitas dan Peralatan, Kebijakandan Prosedur,
Pengembangan Staf dan Program Pendidikan, StandarAsuhan, Evaluasi dan
Pengendalian Mutu.
c). Standar Praktik Kebidanan
Dalam melakasanakan Praktik Kebidanan, standar pelayanan yangdiberikan
mencakup Metode Asuhan, Pengkajian, DiagnosaKebidanan, Rencana Asuhan,
Tindakan, Partisipasi Klien,Pengawasan, Evaluasi dan Dokumentasi.
c.Kode Etik Bidan
Terdiri atas Deskripsi Kode Etik Bidan di Indonesia dan Kode Etik Bidan
Indonesia (kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat, kewajiban bidan
terhadap tugasnya, ke

17
D. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki


seseorang sehingga orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong
orang lain bersedia dan dapat menyelesaikan tugas – tugas tertentu yang
dipercayakan kepadanya ( Ordway Tead ).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas
seseorang atau sekelompok orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu
yang telah ditetapkan (Stogdill).
Kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang
dimiliki seseorang terhadap orang lain sehingga orang lain tersebut secara
sukarela mau dan bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (
Georgy R. Terry ).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan dalam suatu situasi tertentu ( Paul Hersay, Ken Blanchard ).
Teori Kepemimpinan
Ada beberapa yang pernah dikemukakan, antara lain :
a. Teori orang besar atau teori bakat
Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory) ini
adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa seorang
pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang diperlukan
seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.
b. Teori Situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional
theory). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang
sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi
pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa
orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi
yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk
muncul sebagai pemimpin.

18
c. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah
kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan
sehari – hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil
dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang
baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang
menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi
pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat –
bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.
Gaya Kepemimpinan
Telah disebutkan bahwa gaya kepemimpinan tersebut dipengaruhi oleh sifat dan
perilaku yang dimiliki oleh pemimpin. Karena sifat dan perilaku antara seorang
dengan orang lainnya tidak persis sama, maka gaya kepemimpinan (leadership
style) yang diperlihatkanpun juga tidak sama. Berbagai gaya kepemimpinan
tersebut jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam, yaitu :

1. Gaya Kepemimpinan Diktator


Pada gaya kepemimpinan diktator (dictatorial leadership style) ini upaya
mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman
hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap
hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
2. Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada gaya kepemimpinan ini (autocratic leadership style) segala
keputusan berada di tangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan
tidak pernah dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan
gaya kepemimpinan dictator tetapi dalam bobot yang agak kurang.
3. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis (democratic leadership style)
ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan secara musyawarah.

19
4. Gaya Kepemimpinan Santai
Pada gaya kepemimpinan santai (laissez-faire leadership style) ini
peranan pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan
diserahkan kepada bawahan, jadi setiap anggota organisasi dapat
melakukan kegiatan masing – masing sesuai dengan kehendak masing –
masing pula.

Pemimpin yang Efektif


Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang dapat
mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang
memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat. Ada beberapa
kepemimpinan yang efektif antara lain menurut :

Menurut Ruth M. Trapper (1989 ), membagi menjadi 6 komponen :

1. Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok.


Memilih pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam bidang
profesinya.
2. Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami
kebutuhan sendiri serta kebutuhan orang lain.
3. Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
4. Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan.
5. Mengambil tindakan

Pimpinan dan Kepemimpinan


Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan
proses atau fungsi manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pimpinan tingkat pertama (Lower Manager)
Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang
menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada
konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi peranan
technical skill yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil.

20
2. Pimpinan tingkat menengah (Middle Manager)
Adalah pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager.
Pimpinan ini menjadi saluran informasi dan komunikasi timbal balik
antara Lower Manager dan Top Manager, yakni pimpinan puncak (di
atas Middle Manager) sehingga pimpinan ini diutamakan memiliki
kemampuan mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill
adalah ketrampilan dalam penyusunan konsep – konsep, identifikasi,
dan penggambaran hal-hal yang abstrak. Sedangkan techmnical skill
adalah ketrampilan dalam melakukan pekerjaan secara teknik.
Hubungan antara manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan
komunikasi dengan sesama manusia lain.
3. Pimpinan puncak (Top Manager)
Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan
organisasi tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan
administrasi. Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill
yang terbesar dan technical skill yang terkecil.

Tugas – tugas pimpinan :

a) Sebagai pengambil keputusan


b) Sebagai pemikul tanggung jawab
c) Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir
konseptual
d) Bekerja dengan atau melalui orang lain
e) Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

Kepemimpinan dalam Pelayanan Kebidanan

Bidan dituntut harus mampu menerapkan aspek kepemimpinan dalam


organisasi & manajemen pelayanan kebidanan (KIA/KB), kesehatan reproduksi
dan kesehatan masyarakat di komunitas dalam praktik kebidanan (Permenkes 149
pasal 8). Bidan sebagai seorang pemimpin harus ;

21
a) Berperan serta dalam perencanaan pengembangan dan evaluasi
kebijakan kesehatan.
b) Melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan dalam praktik
kebidanan di masyarakat.
c) Mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan data serta
mengimplementasikan upaya perbaikan atau perubahan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di masyarakat.
d) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah secara proaktif,
dengan perspektif luas dan kritis.
e) Menginisiasi dan berpartisipasi dalam proses perubahan dan
pembaharuan praktik kebidanan.

E. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah suau praktik pelayanan kebidanan kesehatan
spesifik yang bersifat reflektif dan analisis ditujukan pada wanita khususnya bayi,
ibu dan balita. Dilaksanakan secara mandiri dan profesional yang didukung oleh
seperangkat ilmu pengetahuan yang saling terkait dengan menggunakan metode
ilmiah , iladsi oleh etika dan kode etik profesi.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu , keluarga dan masyarakat,
yang meliputu upaya-upaya sebagai berikut :
1) Peningkatan (promotif) : misalnya dapat dilakukan dengan adanya
promosi kesehatan (penyuluhan tentang imunisasi, himbauan kepada
masyarakat untuk pola hidup sehat)
2) Pencegahan ( preventif) : misalnya melakukan dengan imunisasi pada
bayi untuk mencegah penyakit seperti Hepatitis B, Polio, cacar dsb.
3) Penyembuhan (kuratif) : dilakukan sebagai paya pengobatan, misalnya
pemberian tranfusi darah pada ibu anemia setelah persalinan.
4) Pemulihan (rehabilatif) : contohnya pemulihan ibu post SC
Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
1. Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tenggung jawab bidan

22
2. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan bidan sebagai anggota tim yag
kegiatanya dilakukan bersama atau sebagai salah satu urutan dari sebuah
proses kegiatan pelayanan kebidanan
3. Layanan bidan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke sistem yang lebih tinggi. Misalnya Rujukan bidan ke rumah
sakit.
Pelayanan kebidanan terintegritasi dengan pelayanan kesehatan. Selama
ini pelayanan kebidanan tergantung pada sikap sosial masyarakat dan keadaan
lingkungan dimana bidan bekerja. Kemajuan sosial ekonomi merupakan
parameter yang amat penting dalam pelayanan kebidanan.
Parameter kemajuan sosial ekonomi dalam pelayanan kebidanan antara
lain :
1. Perbaikan status gizi ibu dan bayi
2. Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan
3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan
4. Menurunnya angka kematian neonatal
5. Cakupan penanganan resiko tinggi
6. Meningkatnya cakupan pemeriksaan neonatal
Bidan sebagai tenaga, pemberi pelayanan kebidanan, harus menyiapakan
diri untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kebidanan.
1. Pelayanan Kebidanan yang Adil
Keadilan dalam memberikan kebidanan adlah aspek yang poko dalam
pelayanan bidan di Indonesia. Keadilan dalam pelayanan ini dimulai dengan :
a. Pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai
b. Keadaan sumber kebidanan yang selalu siap untuk melayani
c. Adanya penelitian untuk mengembangkan/meningkatkan pelayanan
d. Adanya keterjangkauan ke tingkat pelayanan
Tingkat keersediaan tersebut adalah syarat utama untuk terlaksananya
pelayanan kebidanan yang aman. Selanjtnya diteruskan dengan sikap bidan yang
tanggap dengan klien, sesuai dengan kebutuhan klien, dan tidak membedakan
pelayanan kepada siapapun.

23
2. Metode Pemberi Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan diberikan secara holistik , yaitu : memperhatikan
aspek bio, psiko, sosio dan kultural sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelayanan
tersebut diberikan dengan tujuan kehidupan dan kelangsungan pelayanan. Pasien
memerlukan pelayanan dari provider yang memiliki kharakteristik sebagai
berikut:
a. Semangat untuk melayani
b. Simpati
c. Empati
d. Tulus ikhlas
e. Memberi kepuasan
Selain itu bidan sebagai pemberi pelayanan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Aman
b. Nyaman
c. Privacy
d. Alami
e. Tepat
Semua aspek managemen kebidanan didokumentasikan sebagai aspek
legal dan informasi dalam asuhan kebidanan.
3. Menjaga Mutu Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang
dapat
Memuaskan setiap jasa pelayanan kebidanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaranya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Dimensi kepuasan pasien dapat dibedakan atass dua macam :
1) Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik serta standar pelayanan
profesi kebidanan, mencakup :
a. Hubungan bidan dengan klien
b. Kenyamanan pelayanan
c. Kebebasan melakukan pilihan

24
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis
e. Efektivitas pelayanan
2) Kepuasan yang mengacu pada penerapa semua persyaratan pelayanan
kebidanan.
Suatu pelayanan dikatakan bermutu bila penerapan semua persyaratan
pelayanan kebidanan dapat memuaskan pasien dengan ukuran pelayanan
kebidanan yang bermutu. Mencakup :
a. Ketersediaan pelayanan kebidanan
b. Kewajaran pelayanan kebidanan
c. Kesinambungan pelayanan kebidanan
d. Penerimaan jasa pelayanan kebidanan
e. Ketercapaian pelayanan kebidanan
f. Keterjangkauan pelayanan kebidanan
g. Efisiensi pelayanan kebidanan
h. Mutu pelayanan kebidanan

G. Pengertian Nilai
Nilai – nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap atau perilaku
seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah tentang nilai – nilai yang
dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.
Nilai merupakan milik setiap pribadi yang mengatur langkah–langkah yang
seharusnya dilakukan karena merupakan cetusan dari hati nurani yang dalam dan
di peroleh seseorang sejak kecil. Nilai dipengaruhi oleh lingkungan dan
pendidikan, yang mendapat perhatian khusus, terutama bagi para petugas
kesehatan karena perkembangan peran menjadikan mereka lebih menyadari nilai
dan hak orang lain.
Klasifikasi nilai- nilai adalah suatu proses dimana seorang dapat
menggunakannya untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri. Seorang
bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanannya. Selain menggunakan ilmu
kebidanan yang ia miliki juga diperkuat oleh nilai yang ada didalam diri mereka

25
 Penyerapan / Pembentukan Nilai
1) Pengertian Dasar Etika
Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang kuliah maupun
dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dalam segi keprofesian tertentu, tetapi
menjadi kata-kata umum yang sering digunakan, termasuk diluar kalangan
cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih dimengerti sebagai filsafat moral.
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani etos dalam
bentuk tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia, adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak kata etha
mempunyai arti adat kebiasaan. Menurur filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika
sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Sehingga berdasarkan asal usul
kata, maka etika berarti : ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan.
1. Pengenalan Etika Umum
2. Hati Nurani
Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik atau buruk
berhubungan dengan tingkah laku nyata kita. Hati nurani memerintahkan atau
melarang kita untuk melakukan sesuatu sekarang dan disini. Ketika kita tidak
mengikuti hati nurani berarti kita menghancurkan integritas kepribadian kita dan
mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan
bahwa manusia mempunyai kesadaran.
Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab,
sehingga pengertian manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa
manusia itu bertanggung jawab tanpa kebebasan.
Batas-batas kebebasan meliputi :
 Faktor internal
 Lingkungan
 Kebebasan orang lain.
 Generasi penerus yang akan datang

26
H. INFORMED CHOICE DAN INFORMED CONCENT
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan
tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan
dari persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena
itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari
sudut pandang wanita (pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran
bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi
juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya
terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang dinyatakan
oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan
penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil
dari pilihannya.
Rekomendasi
a. Bidan harus terusmeningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dalam berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara
teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan dapat
memuaskan kliennya
b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk
yang dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan media
laternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap muka secara
langsung
c. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu
wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung
jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri
d. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan
berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah
mungkin
e. Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang

27
yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan suatu
tekanan positif.
Bentuk pilihan (choice) yang ada dalam asuhan kebidanan
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien
antara lain :

1) Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan


2) laboratorium/screaning antenatal
3) Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan
di RS
4) Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
5) Pendampingan waktu bersalin
6) Clisma dan cukur daerah pubis
7) Metode monitor denyut jantung janin
8) Percepatan persalinan
9) Diet selama proses persalinan
10) Mobilisasi selama proses persalinan
11) Pemakaian obat pengurang rasa sakit
12) Pemecahan ketuban secara rutin
13) Posisi ketika bersalin
14) Episiotomi
15) Penolong persalinan
16) Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat
17) Cara memberikan minuman bayi
18) Metode pengontrolan kesuburan

Informed concent bukan hal yang baru dalam bidang pelayanan kesehatan.
Informed concent telah diakui sebagai langkah yang paling penting untuk
mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik.
Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat
penjelasan/keterangan/informasi) dan concent (memberikan
persetujuan/mengizinkan. Informed concent adalah suatu persetujuan yang
diberikan setelah mendapatkan informasi.

28
Menurut Veronika Komalawati pengertian informed concent adalah suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter
terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai
upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi
mengenai segala resiko yang mungkin terjadi

Dalam PERMENES no 585 tahun 1989 (pasal 1)


Informed concent diatfsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah
persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut.

Langkah-langkah pencegahan masalah etik


Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai
berikut :

1) Informed concent
2) Negosiasi
3) Persuasi
4) Komite etik

Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau informed concent
gagal, maka butir selanjutnya perlu dipergunakan secara berurutan sesuasi dengan
kebutuhan.

Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/walinya yang


berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien
sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan
itu.

Dalam proses informed concent :


1) Dimensi yang menyangkut hukum
dalam hal ini informed concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap
bidan yang berprilaku memaksakan kehendak, dimana proses informed concent
sudah memuat :

29
1. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien
2. Informasi tersebut harus dimengerti pasien
3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan kesempatan
yang baik
2) Dimensi yang meyangkut etik
Dari proses informed concent terkandung nilai etik sebagai berikut :

1. Menghargai kemandirian/otonomi pasien


2. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila
dibutuhkan/diminta sesuai dengan informasi yang telah dibutuhkan
3. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif
maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami


perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Bidan harus dap
bat berperan sebagai advokator untuk dapat mempengaruhi masyarakat agar
terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap maju & semakin
baik terutama dalam bidang kesehatan. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang
memegang peranan penting dalam pelayanan maternal dan perinatal, sehingga
bidan dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan dalam pelayanan
kebidanan disertai dengan kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan pihak
yang terkait dalam persoalan kesehatan di masyarakat. Bidan dalam melaksanakan
peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang
diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes)..

31
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmojo,soekijo. 1990. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Glenz, Karen. 1990. Health Behavior and Health Education, Theory Research and
Practice. San Francisco,oxford: Joosey-Bas Publiser.

32
MAKALAH

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DALAM


PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Oleh :

CIPTA AFRINA
NIM:18060008P

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN DAN


PROGRAM PROFESI KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AUFA ROYHAN
PADANG SIDIMPUAN
2018

33
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga saya
berhasil menyelesaikan makalah “Mamjemen Kepemimpinan Dalam Praktik
Kebidanan Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis selesaikan ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari bersifat membangun guna kesempurnaan makalah penulis selanjutnya.

Akhir kata, penulis menyucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta
penulis berharap agar makalah ini dapat bermamfaat untuk kita semua.

Padangsidimpuan, Nopember 2018

Penulis

i
34
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Issu pelanyanan ........................................................................... 2
B. Sejarah pelayanan ....................................................................... 10
C. Kebijakan globaal ....................................................................... 15
D. Kepemimpinan ............................................................................ 18
E. Lingkungan sosial ....................................................................... 20
F. Etika profesional ......................................................................... 25
G. Informed dan informed conset .................................................... 28

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 28
B. Saran ........................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA

i
35

Anda mungkin juga menyukai