PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Departemen
Kesehatan dan keberhsilan Program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam
RPJMN Periode 2005-2009. Departemen Kesehatan sebagai sektor yang bertanggung
jawab langsung dalam percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) telah
melakukan berbagai upaya terfokus. AKI di Indinesia ini telah menunjukkan terjadinya
penurunan dari 307/100.000 kelahirn hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/100.000
KH pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka ini sudah mendekati target sasaran RPJMN
2004-2009 (226/100.000 kelahiran hidup). Namun demikian masih perlu upaya keras
untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) 102/100.000 KH pada
tahunn 2015. (Departemen kesehatan RI, 2009).
Berbagai faktor berkontribusi terhadap kematian ibu, yang secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak lngsung.
Penyebab lngsung kematian ibu adalah berbagai faktor yang berhubungan dengan
adanya komplikasi kahamilan, persalinan dan nifas. Oleh karenanya tenaga medis
mempunyai peran utama dalam penanggulangannya. Penyebab tidak langsung
kematian ibu adalah beberapa keadaan / faktor yang memperberat keadaan ibu hamil,
mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalina dan nifas (Depkes
RI, 2009).
Penyebab langsung kematian ibu antara lain perdarahan (28%), hipertensi dalam
kehamilan (24%), infeksi (11%), abortus tidak aman (5%), dan persalinan lama (5%)
(SKRT, 2001). Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain Kekurangan Energi
Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur yang mencapai 13,60% (RisKesdas, 2007) dan
Anemia Gizi pada Ibu Hamil yang mencapai 40,1% (SKRT, 2001).
Indikator antara lain yang digunakan untuk menggambarkan keberhasilan program
pelayanan kesehatan ibu adalah akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan yang
diukur dengan cakupan pelayanan antenatal (K1 dan K4). Secara nasional angka
cakupan pelayanan antenatal saat ini sudah tinggi, walaupun masih terdapat di
beberapa Kabupaten / Kota. Cakupan K1 (Kunjungan Antenatal ke-1) sudah mencapai
92,65% dan K4 (Kunjungan Antenatal ke-4) sudah mencapai 86,04% 9Laporan
Tahunan Direktorat Binkes Ibu, 2008), tetapi persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) baru
mencapai 80,36%. (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Pelayanan Antenatal Terintegasi adalah pelayanan antenatal yang diitegrasikan
dengan pelayanan lain yaitu Gizi, Imunisasi, IMS, HIV, Frambusia, TB, Kusta, Malaria,
Kecacingan, dan pemicu Intelegensia dengan pendekatan yang responsif gender dan
untuk menghindari kemungkinan kehilangan kesempatan (missed opportunity) yang
1
ada. Selanjutnya akan menuju pada pemenuhan hak reproduksi bagi setiap orang
khususnya ibu hamil. Untuk itu perlu adanya perbaikan standar pelayanan antenatal
yang terpadu, yang mengakomodasi kebijakan, strategi, kegiatan dari program terkait.
Dalam pelaksanaaknya perlu di bentuk tim pelayanan, Pelayanan Antenatal Terpadu,
bidan dengan sistem rujukan yang jelas, dilengkapi fasilitas pendukung dari masing-
masing program guna mewujudkan Making Pregnancy Safer. (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
Bila ANC terpadu ini tidak terlaksana akibatnya akan menurunkan efektifitas pola
kerja sama antar unit atau program yang diintegrasikan di masa mendatang, dan
menurunkan efek sinergi dalam rangka mencapai target penurunan angka kematian ibu
dan perinatal, maka dari itu ANC Terintegrasi sangat diperlukan dan di lakukan selama
kehamilan agar meningkatnya kualitas pelayanan Antenatal.
f. Peningkatan deteksi dini faktor resiko dan komplikasi keluhan dari Neonatus
2
i. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
E. Batasan Operasional
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah upaya percepatan penemuan
Angka Kemaian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang berfokus pada
pelaksanaan 3 pesan kesehatan yaitu:
1. Setiap persalinan di tolong ahli tenaga kesehatan.
2. Setiap komplikasi Obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang
memadai
3. Setiap wanita usia seluruh mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak tidak di inginkan dari penanganan komplikasi
keguguran
2. Melaksanankan upaya percepatan pemeriksaan Angka Kematian Ibu (AKI dan
AKB) melalui strategi Making pregency Safer (MPS) dan child survuival yang
berfokus pada:
a. Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan.
b. Membangun kemitraan yang efektif dengan lintas program dan lintas
sektor serta mitra lain.
c. Pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
d. Meningkatkan sistem survailans, monitoring dan informasi kesehatan
serta pembiayaan kesehatan dan secara berkesinambungan di
3
lanjutkan dengan upaya-upaya kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang.
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
4. Membantu kepentingan kesehatan ibu dan anak terdapat di masyarakat
Desa.
B. Distribusi ketentaraan
Keberhasiilan program pelayanan kesehatan tergantung berbagai faktor baik
sosial, lingkungan, maupun penyediaan kelengkapan pelayanan /perawatan
kesehatan Ibu dan Anak memiliki peran yang penting dalam program pelayanan
kesehatan baik di tingkat dasar maupun rujukan.
Dalam pelayanan kesehatan tingkat (pertama) primer dapat terlihat sebagai
anggota utama dalam tim, berperan dalam pelayanan kesehatan dengan
mengutamakan pelayanan pengembangan dan pemeliharaan melalui pendekatan
promotif dan preventif tanpa mengesampingkan pemulihan dengan pendekatan
kuratif dan Rehabilitation
Pada pelayanan kesehatan tingkat lanjut, fisioterapis berperan dalam
perawatan pasien dengan berbagai gangguan Euro musculer, musculoskeletal,,
cardio vaskuler, paru, serta gangguan gerak dan fungsi tubuh lainnya.
C. Jadwal Kegiatan
Senin s/d Kamis : Jam 07 00 – 14. 00 WIB
Jum’at : Jam 07 00 – 11.00 WIB
Sabtu : Jam 07 00 - 12.30 WIB
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah ruang
1. Letak
Letak ruang KIA berada di sebelah Poli Umum dan Dan Laboratorium
2. Persyaratan Ruang
Persyaratan yang diperlukan pada ruang KIA adalah:
a. Luas minimal 4 x 5 m2
Terdiri dari : Dua ruangan KIA dan KB
: Rungan 1 pencatatan / Adminstrasi
: Ruangan pelayanan / pemeriksaan ibu
: Ruangan ke 2 untuk pelayanan KB
B. Standar Fasilitas
a. Persyaratan komponen bangunan sebagai berikut:
atap-atap harus kuat terhadap kemungkinan bencana ( angin puting
beliung, gempa, dan lain-lain) tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi
tempat perteduhan tikus.
Langit-langit : langit-langit harus kuat, berwarna terang, mudah dibor
silikon, ketinggian langit-langit dari lantai minimal 2,8.
Dinding : material dinding harus keras, rata, mudah dibersihkan dan tidak
ada sambungan agar mudah dibersihkan.
Lantai : material lantai harus kuat, kedap air, permukaan rata tidak licin,
warna terang mudah dibersihkan.
Pintu dan jendela : lebar bukaan pintu minimal 90cm, bukaan jendela di
upayakan dapay dibuka secara maksimal.
b. Sanitasi
Pada ruangan konsultasi KIA harus disediakan wastafel dengan debit air
mengalir yang cukup.
Dilengkapi pula dengan tempat sampah yang dibedakan antara tempat
sampah medis dan non medis.
c. Ventilasi
Ventilasi harus cukup agar sirkulasi udara dalam ruangan tetap terjaga.
Jumlah bukaan ventilasi sebaiknya 15% terhadap luas lantai ruangan.
Arah bukaan ventilasi tidak boleh berdekatan dengan tempat pembuangan
sampah, toilet, dan sumber penularan lainnya.
d. Listrik Tersedia kotak kontak listrik yang aman untuk peralatan atau
perlengkapan dengan jumlah 2 titik
7
e. Persyaratan peralatan / perlengkapan
Peralatan atau perlengkapan yang disediakan pada ruangan KIA antara lain
Meja
Kurs
Media KIE (poster, brosur makanan sehat sesuai kelompok umur, brosur
penyakit, dll)
Standar minimal pelayanan KIA (SOP)
Standar minimal pelayanan KB.
Food model
Dapter, tensi meter, pengukur suhu badan (termometer)
Alat ukur antropometri (timbangan berat badan, microtoice, pita LILA,
ukuran Tb, methiu alat ukur TFU
Peralatan medis : ANC kit, IUD kit, Implant kit.
Obgen bed
Tempat tidur pasien
Meja Instrumen
TROLI / tempat Intrumen
Alat Stirilitator
Lampu Sorot
Tabung O2
Standart medis
Alat-alat medis
Alat-alat non medis
8
BAB IV
TATALAKSANA UPAYA PELAYANAN
B. Metode
Pelayanan kesehatan ibu dan anak di laksanakan dengan beberapa metode antara
lain :
Wawancara secara langsung kepada ibu hamil yang datang ke puskesmas maupun
ke pelayanan kesehatan yang ada di wilayah puskesmas.
Wawancara dengan alat konsling lembar balik, pengkur dll
Melakukan kunjungan rumah pada sasaran yang rentan terhadap masalah
kesehatan ( ibu hamil risti, ibu nifas risti, Neo risti, dan lain-lain).
9
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain:
Pada Ibu
Pemeriksaan pada ibu hamil sedini mugkin mulai umur kelompok < 12minggu
Membantu dan penanganan komplikasi kesehatan pada ibu hamil, bersalin
dan nifas serta bayi baru lahir.
Melayani pertolongan persalinan di Puskesmas dam dan BPS di wilayah
kerja Puskesmas dan keadaan emergency bila inpartu yang datang ke
Puskesmas yang perlu pertolongan secepatnya.
Kunjungan rumah / PHN pada ibu hamil risti, ibu hamil yang tidak datang ke
posyandu atau pos pelayanan lain dan perlu perawatan khusus.
Kunjungan rumah pada ibu nifas (PNC) sesuai dengan standart 6 jam sampai
dengan 42 hari.
Pada Anak
Pelayanan MTBS pada bayi dan balita yang harus ke puskesmas.
Pelayanan MTBM pada bayi baru lahir dan kunjungan Neonatal sehat pada
usia 0-28 hari sesuai dengan standart yang ditetapkan.
Pemantauan dan peanganan pada Neonatal pada bayi 0-28 hari.
Terselenggaranya kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dan tumbuh
kembang Bayi dan Balita di Puskesmas maupun di Posyandu.
C. LANGKAH KEGIATAN
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik 9
umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
intervensi umum dan khusus ( sesuai risiko ysng ditemukan dalam pemeriksaan).
Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus dann berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus.
10
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
11
5. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama segera
setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul
vitamin A pertama.
6. Pelayanan KB pasca salin.
12
2. Pemeriksaan Menggunakan Pendekatan MTBM
Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus,
diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir.
Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI Eksklusif,
pencegahan pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA.
Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
4. Deteksi Dini Faktor Risiko dan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus Oleh
Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi
kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap
mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh
tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta
penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam
penurunan angka kematian bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah:
1. Primigavida kurang dari 20 tahun atau lebih dai 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan
tulang belakang.
7. Riwayat Hipertensi pada kehamilan sebelmenderiumnya atau sebelum
kehamilan ini.
8. Sedang / pernah menderita penyakit kronis, antara lain: tuberkulosis, kelainan
jantung – ginjal – hati, psikosis kelainan endokrin (Diabetes Melitus, Sisitemik
Lupus Eritematosus, dll), tumor dan keganasan.
9. Riwayat kehamilan buruk : kegguran berulang, kehamilan ektopik terganggu,
mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital.
13
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea,
ekstraksivakum / forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa
nifas, Psikosis Post Partum (post partum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat
cacat kongenital.
13. Kelaianan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14. Kelainan besar janin : pertumbuhan jamin terhambat, jani besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin : lintang / oblique, sungsang pada usia
kehamilan lebih dari 32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 – 12 kg selama
masa kehamilan.
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
1. Ketuban pecah dini.
2. Perdarahan pervaginam :
Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta.
Intra Partum : robekan jalan lahir.
Post Partum : atonie uteri, retensio plasenta, planseta inkarserata,
kelainan pembekuan darah, subinvolusi uteri.
3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK) : Tekanan darahh tinggi ( sistolik > 140
mmHg, diastolik > 90 mmHg ), dengan atau tanpa edemapre-tibal.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, sepsis.
6. Distosia : Persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal
yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi
faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah
satu upaya penting dala mecegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu hamil. Ibu
hamil yang memiliki faktor risiko akan meingkatkan risio terjadinya komplikasi pada
neonatus. Deteksi dini untuk komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda
atau gejala-gejala sebagai berikut:
1. Tidak Mau Minum / menyusu atau memuntahkan semua.
2. Riwayat Kejang.
3. Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.
14
4. Frekwensi Napas < = 30 x/menit dan > = 60x/menit.
5. Suhu tubuh < = 35,5 C dan > = 37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7. Merintih.
8. Ada pustul Kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
11. Mata cekung da cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning an atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14. BBLR: Bbayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15. Kelaiana Kogenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
15
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi :
1. Pelayanan obstetri :
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam kehamilan (pre-eklampsi dan
eklampsi).
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
d. Penanganan partus lama / macet.
e. Penanganan abortus.
f. Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
2. Pelayanan neonatus :
a. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan penanganan hipotermia
c. Peanganan bayi berat lahir rendah (BBLR)
d. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus
ringan-sedang.
e. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
f. Stabilitas komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
16
bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS / RS PONEK pada kasus
yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung Puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU
Kabupaten /Kota mampu melaksanankan pelayanan obstetri dan neonatal
emergenci komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU
harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio
sesaria, perawatan neonatus level II serta tranfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK
maka kasus-kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara
optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan neonatus.
17
8. Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual
berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana
terbetuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan
mental intelektual yang intensif dana awal pertumbuhan moral. Pada masa ini
stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan
rangsangan perkembang. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi
sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dillakukan
dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang
Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan
jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat
dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat
kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita
dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar,
salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa
MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian
balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria,
kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagian upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita,
Departemen Kesehhatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan
paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan
di Indonesia sejak tahun 1996 dan Implemetasinya dimulai 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan bayi balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit
dan sehat. Pelayanan yang diberika oleh tenaga kesehatan sesuai staandar yang
meliputi:
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat
dalam Buku KIA / KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat
badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA?KMS. bila berat
badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di
awah garis merah dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali
dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi mepantauan perkembangan
motorik kasar, motorik halus, bahasa sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali
18
pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung
(sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.
3. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita.
5. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan
MTBS.
9. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan
dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan tingkat
fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih
baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi
Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan atau menghentikan kehamilan,
dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :
KB alamiah (sistem kalender, metode amenore, coitus interuptus).
Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi, dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif ( Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan
pencapaian yang cukup tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian
metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil
dan suntik. Menurut dta SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar
31,6%, pil 13,2%, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%, vasektomi 0,2% dan
kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angkka putus pemakaian (DO) pada
metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping
itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan
“4 terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, sering dan banyak).
Untuk memertahankan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan
program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek
manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang
sesuai standar dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu
dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya
aspek manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi
analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat meberi pelayanan KB kepada
masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
19
BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan pelayanan Program KIA berasal dari
dana BOK dan ADD.
20
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM
21
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
22
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
23
BAB IX
PENUTUP
24