PENDAHULUAN
1
Gardu Induk (GI) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari saluran
transmisi distribusi listrik. Dimana suatu sistem tenaga yang dipusatkan pada
suatu tempat berisi saluran transmisi dan distribusi, perlengkapan hubung bagi
transfomator, dan peralatan pengaman serta peralatan control.
Fungsi utama gardu induk :
Untuk mengatur aliran daya listrik dari saluran transmisi ke saluran
transmisi lainnya yang kemudian di distribusikan ke konsumen.
Sebagai tempat control dan pengaman operasi sistem.
Sebagai tempat untuk menurunkan tegangan transmisi menjadi
tegangan distribusi.
Oleh karena itu, jika dilihat dari segi manfaat dan kegunaan dari gardu
induk itu sendiri, maka peralatan dan komponen dari gardu induk harus
memiliki keandalan yang tinggi serta pemilihan isolasi yang tepat untuk dipakai
di peralatan tenaga listrik.
Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang
terpenting dalam teknik tenaga listrik pada umunya, dan teknik tegangan tinggi
pada khususnya, oleh karena menyangkut persoalan pokok bidang teknik dan
ekonomi. Isolasi yang dipakai dalam setiap peralatan tenaga listrik terutama
peralatan tegangan tinggi, merupakan bagian terbesar dari pada biaya yang
diperlukan untuk membuat peralatan tersebut. Oleh sebab itu pemakaian listrik
haruslah rasionil, artinya tingkat isolasi yang ada harus didasarkan atas norma-
norma tertentu dengan jumlah tingkat yang tertentu pula. Kecuali itu pemakaian
isolasi harus seekonomis mungkin dengan tidak mengurangi kemampuannya
sebagai isolator.
2
1.3 Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Nyata
Tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dari kegiatan Kerja Praktek
yaitu antara lain sebagai berikut:
Bagi Mahasiswa
(1) Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki pada
kegiatan nyata, dengan demikian mahasiswa bisa mengetahui
pebandingan antara pengetahuan di bangku kuliah dengan kenyataan
di dunia industri.
(2) Memperdalam dan meningkatkan keterampilan diri yang sesuai
dengan ilmu yang dimiliki.
(3) Menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan kerja di masa yang akan datang.
(4) Manambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman sebagai generasi
terdidik dan terlatih yang nantinya dapat terjun dalam masyarakat
terutama dalam lingkungan industri
Bagi Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
(1) Sebagai sarana pengenalan Program Studi Teknik Elektro Fakultas
Teknologi Industri kepada perusahaan terkait yang membutuhkan
lulusan atau tenaga kerja yang dihasilkan oleh Program Studi Teknik
Elektro Fakultas Teknologi Industri.
(2) Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana
kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan tenaga
kerja yang terampil di bidangnya.
Bagi Perusahaan yang Bersangkutan
(1) Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas pendidikan yang ada di
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
(2) Sebagai sarana untuk memberikan kriteria tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh badan usaha yang terkait.
(3) Sebagai kerangka acuan dalam penelitian-penelitian yang akan
datang berikutnya.
3
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan dibahas dalam laporan kerja praktek ini
adalah mencakup tentang sistem koordinasi serta sitem pengamanan gardu
induk di PT. PLN (PERSERO) UPT Cirebon Gardu Induk Tegangan Ekstra
Tinggi 500 KV Mandirancan.
4
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
5
Palembang dimana terdiri dari Cabang Palembang, Cabang Tanjung Karang,
Cabang Bengkulu, Cabang Lahat, Cabang Jambi, Tanjung Pandan dan Sektor
Keramasan. Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan tenaga listrik bagi
masyarakat, maka satuan kerja PLN Wilayah IV berkembang menjadi
Cabang Bangka, Sektor Bukit Asam, Unit Pengatur Beban Sistem Sumsel
dan Sektor Bandar Lampung.
Selanjutnya sesuai Keputusan Direksi PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero) No 079.K/023/DIR/1996 maka dibentuk PT PLN (Persero)
Pembangkitan dan Penyaluran Suamtera bagian Selatan. Dengan demikian
maka PLN Wilayah IV hanya membawahi 7 unit yaitu : Cabang Palembang,
Cabang Tanjung Karang, Cabang Jambi, Cabang Bengkulu,Cabang Lahat,
Cabang Tanjung Pandan dan Cabang Bangka.
6
Secara garis besar, sejarah perkembangan PLN berdasarkan pembagian
kurun waktu tertentu dan dibagi kedalam 7 periode, yaitu :
1. Periode sebelum tahun 1943
2. Periode 1943 – 1945
3. Periode 1945 – 1950
4. Periode 1951 – 1966
5. Periode 1967 – 1985
6. Periode 1985 – 1993
7. Periode 1994 – s/d sekarang.
7
Pada masa agresi Belanda II 19 Desember 1948 sebagian besar kantor-
kantor Jawatan Listrik dan Gas di rebut oleh pemerintah kolonial Belanda,
kecuali daerah Aceh. Tahun 1950 Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi
Jawatan Listrik dan Gas milik pemerintahan kolonial Belanda. Sedangkan
perusahaan listrik swasta di serahkan kembali kepada pemiliknya semula
sesuai hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB).
4. Periode 1951 – 1966
Jawatan Tenaga membawahi perusahaan negara untuk membangkitkan
tenaga listrik (PENUPETEL) dan diperluaskan dengan membawahi juga
perusahaan negara untuk distribusi tenaga listrik (PENUDITEL) pada tahun
1952.
Berdasarkan Keppres No. 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang
nasionalisasi perusahaan listrik milik bangsa Belanda yaitu jika konsesi
perusahaannya telah berakhir. Maka beberapa perusahaan listrik milik swasta
tersebut di ambil alih dan digabungkan ke Jawatan Tenaga. Kemudian pada
tahun 1958 DPR dan Pemerintah RI menerbitkan Undang undang tentang
nasionalisasi semua perusahaan Belanda.
Kemudian Peraturan Pemerintah RI No. 18 tentang Nasionalisasi
Perusahaan Listrik dan Gas milik Belanda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
tersebut Penguasa Perusahaan – Perusahaan Listrik dan Gas (P3LG)
menangani proses alih kepemilikannya.
Jawatan Tenaga diubah menjadi Perusahaan Listrik Negara melalui
Surat Keputusan Menteri PU dan tenaga No. P. 25 / 45 / 17 tanggal 23
September 1958, sedangkan P3LG dibubarkan pada tahun 1959 setelah
Dewan Direktur Perusahaan Listrik Negara (DDPLN) terbentuk.
Berdasarkan U.U No.19 tahun 1960 tentang perusahaan negara, melalui
Peraturan Pemerintah RI No. 67 tahun 1961 di bentuklah Badan Pimpinan
Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN) yang mengelola semua
perusahaan listrik, gas dan kokkas berada didalam satu wadah organisasi.
Untuk mewujudkan UU dan Peraturan Pemerintah tersebut Menteri PU dan
8
Tenaga pada saat itu menerbitkan Surat Keputusan Menteri PUT No. Ment.
16/1/20, tanggal 20 Mei 1961 yang memuat arahan sebagai berikut :
a. BPU adalah suatu badan negara yang diserahi tugas menguasai dan
mengurus perusahaan – perusahaan listrik dan gas yang terbentuk
badan hukum.
b. Organisasi BPU PLN di pimpin oleh direksi.
c. Daerah dibentuk daerah eksploitasi yang terdiri atas :
1) 10 daerah eksploitasi listrik umum (Pembangkit dan Distribusi).
2) 2 daerah eksploitasi khusus distribusi listrik.
3) 1 daerah eksploitasi khusus pembangkit listrik.
4) 13 PLN eksploitasi proyek-proyek kelistrikan.
d. Daerah eksploitasi khusus distribusi dibagi lebih lanjut menjadi
Cabang dan Ranting.
e. Daerah eksploitasi khusus pembangkitan dibagi lebih lanjut menjadi
sektor.
Tahun 1965 BPU PLN dibubarkan dengan peraturan pemerintah No. 19
dan dibentuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara
(PGN).
Tahun 1966, BPU PLN pada masa Kabinet Ampera, PLN di tempatkan
dibawah Direktorat Jendral Tenaga Listrik (DITJEN) di dalam lingkungan
Departemen Perindustrian Dasar Ringan dan Tenaga (DEPPDAGRI).
5. Periode 1967 – 1985
Dalam Kabinet Pembangunan I Dirjen Gatrik, PLN dan Lembaga
Masalah Ketenaga Kerjaan (LMK) dialihkan ke Departemen PUTL.
LMK ditetapkan dalam pengelolaan PLN melalui Peraturan Menteri
PUTL No. 6 / PRT / 1970.
Tahun 1972, PLN ditetapkan sebagai Perusahaan Umum melalui
Peraturan Pemerintah No. 18. pemerintah juga memberikan tugas-tugas
pemerintahan di bidang kelistrikan kepada PLN untuk mengatur, membina,
mengawasi pelaksanaan perencanaan umum bidang kelistrikan nasional,
disamping tugas-tugas sebagai perusahaan.
9
Mengingat kebijaksanaan energi dipandang perlu untuk ditetapkan
secara nasional, maka pada Kabinet Pembangunan II dibentuk Departemen
Pertambangan dan Energi kemudian PLN serta PGN berpindah lingkungan
dari Departemen PUTL ke Departemen Pertambangan di bidang ketenagaan
selanjutnya ditangani oleh Direktorat Jendral Ketenagaan (1981).
Dalam Kabinet Pembangunan IV Dirjen Ketenagaan diubah menjadi
Dirjen Listrik dan Energi Baru (LEB) perubahan nama ini memperjelas tugas
dan fungsinya yaitu :
a. Pembinaan Program Kelistrikan.
b. Pembinaan Pengusahaan Kelistrikan.
c. Pengembangan Energi Baru.
Terlihat bahwa tugas-tugas Pemerintahan yang semula dipikul oleh
PLN (secara bertahap dikembalikan ke Departemen), sehingga PLN dapat
lebih memusatkan fungsinya sebagai perusahaan.
6. Periode 1985 – 1993
Mengingat tenaga listrik sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara umum serta untuk mendorong peningkatan
kegiatan ekonomi secara khusus dan oleh karena itu usaha penyediaan tenaga
listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan agar tersedia
tenaga listrik dalam jumlah yang cukup merata dengan mutu pelayanan yang
baik kemudian dalam rangka peningkatan pembangunan yang
berkesinambungan di bidang ketenagalistrikan di perlukan upaya untuk secara
optimal memanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga
listrik sehingga menyediakan tenaga listrik terjamin tetapi untuk mencapai
maksud tersebut, pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa
ketentuan dan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan di bidang
ketenagalistrikan, maka bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia menetapkan Undang undang No. 15 tahun 1985 tentang
ketenagalistrikan.
10
Kemudian sebagai pengejawatan Undang-undang tersebut pemerintah
menempatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 tahun 1989
tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Berdasarkan Undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut
ditetapkan bahwa PLN merupakan salah satu pemegang kuasa
ketenagalistrikan, berhubung dengan itu maka agar didalam pelaksanaan
operasional sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan sesuai dengan
makna yang terkandung di dalam Undang-undang dan peraturan pemerintah
tersebut di atas, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 17 tahun 1990 tentang Perusahaan Umum
(PERUM) Listrik Negara.
Peraturan ini merupakan dasar hukum pengelolaan perusahaan umum
listrik negara sebagai pemegang kuasa ketenagalistrikan.
7. Periode 1994 s/d sekarang
Mengingat listrik sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara umum, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 3 tahun 1994 tentang peralihan bentuk Perusahaan Listrik Negara
(PERUM) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) serta telah di tanda
tanganinya akta notaris Sujipto, SH No. 169 tanggal 30 Juli 1994 tentang
Pendirian Perusahaan Terbatas (PT) Perusahaan Milik Negara atau disingkat
PT. PLN (Persero) telah didirikan dengan modal Rp. 63.000.000.000.000,00
(Enam Puluh Tiga Triliun Rupiah) modal yang ditempatkan dan disetor
penuh Rp. 13.000.000.000.000,00 (Tiga Belas Triliun Rupiah) segala hak dan
kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum Listrik Negara yang
ada pada saat pembubaran beralih kepada PT. PLN (Persero).
11
ketersediaan akan energi listrik mampu memenuhi tuntutan pelanggan baik
kapasitas maupun keandalannya dalam jumlah yang cukup dan keandalan
yang tinggi.
Langkah PLN dalam memenuhi tuntutan tersebut dengan cara
membangun Pembangkit, Transmisi, GITET, dan GI baru di wilayah yang
kebutuhan akan energi listriknya meningkat pesat, untuk di pulau Jawa
dengan membangun SUTET yang membentang dari ujung barat pulau Jawa
sampai ujung timur pulau Jawa dan membangun GITET-GITET termasuk
GITET Mandirancan yang memasok energi listrik yang andal dan mencukupi
bagi wilayah III Cirebon dan sekitarnya.
GITET Mandirancan mulai dibangun pada tahun 1995 oleh konsorsium
MECA (Meta Epsi Cegelec Alsthom) dibawah pengawasan PLN PIJATET
dengan nama Proyek Cirebon Substation atau Cirebon S/S di lokasi Tower no
257 ( Dead end Tower ) SUTET arah Bandung selatan 1 ( Tower no 1
dimulai dari GITET Bandung selatan ) dan Tower no 1 ( Dead end Tower )
SUTET arah Ungaran 1 ( Tower no. 453 di GITET Ungaran ), termasuk
wilayah pemerintahan Desa Pancalang ( 15,4 Ha ) dan Desa Tajurbuntu ( 5,5
Ha ), Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan.
12
2.3.3 MOTTO
“Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik”
2.3.4 MAKSUD & TUJUAN PERSEROAN
Untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi
kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk
keuntungan dan melaksanakan penugasan pemerintah di bidang
ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan
menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Pengadaan
Barang & Jasa
SPV.BC SUB BC
13
BAB III
LANDASAN TEORI
14
memerlukan tanah yang begitu luas namun biaya kontruksinya lebih
murah dan pendinginannya murah.
2. Gardu Induk Pasang Dalam
Disebut Gardu induk pasangan dalam karena sebagian besar
peralatannya berada dalam suatu bangunan. Peralatan ini seperti halnya
pada gardu induk pasangan luar. Dari transformator utama, rangkaian
switchgear dan panel kontrol serta batere semuanya. Jenis pasangan
dalam ini dipakai untuk menjaga keselarasan dengan daerah sekitarnya
dan untuk menghindari bahaya kebakaran dan gangguan suara.
3. Gardu Induk Setengah Pasangan Luar
Sebagian dari peralatan tegangan tingginya terpasang di dalam
gedung dan yang lainnya dipasang diluar dengan mempertimbangkan
situasi dan kondisi lingkungan. Karena konstruksi yang berimbang
antara pasangan dalam dengan pasangan luar inilah tipe gardu induk ini
disebut juga gardu induk semi pasangan dalam.
4. Gardu Induk Pasangan Bawah Tanah
Hampir semua peralatanya terpasang dalam bangunan bawah
tanah. Hanya alat pendinginan biasanya berada diatas tanah, dan
peralatan peralatan yang tidak memungkinkan untuk ditempatkan di
bangunan bawah tanah. Biasanya di bagian kota yang sangat ramai,
dijalan-jalan pertokoan dan dijalan-jalan dengan gedung bertingkat
tinggi. Kebanyakan gardu induk ini dibangun dibawah jalan raya.
15
2. Gardu Induk Distribusi
Yaitu gardu induk yang menerima tenaga dari gardu induk
transmisi dengan menurunkan tegangannya melalui transformator
tenaga menjadi tegangan menengah (70KV, 20 KV, 12 KV atau 6 KV)
untuk kemudian tegangan tersebut diturunkan kembali menjadi
tegangan rendah (127/220 V) atau (220/380 V) sesuai dengan
kebutuhan.
16
4. Gardu Induk Pengatur Beban
Berfungsi untuk mengatur beban. Pada gardu induk ini
terpasang beban motor, yang pada saat tertentu menjadi pembangkit
tenaga listrik, motor berubah menjadi generator dan suatu saat
generator menjadi motor atau menjadi beban, dengan generator
berubah menjadi motor yang memompakan air kembali ke kolam
utama.
5. Gardu Distribusi
Gardu induk yang menyalurkan tenaga listrik dari tegangan
sistem ke tegangan distribusi. Gardu induk ini terletak di dekat
pusat-pusat beban.
17
2. Neutral Grounding Resistance (NGR)
18
4. Potential Transformer (PT)
19
3.3.3 Peralatan Penghubung
Saluran transmisi dan distribusi dihubungkan dengan gardu induk. Jadi
gardu induk ini merupakan tempat pemutusan dari tenaga yang dibangkitkan
dari sistem interkoneksi, sistem transmisi, dan distribusi kepada pelanggan.
Saluran transmisi dan distribusi ini dihubungkan pada ril (bus) melalui
transformator utama, setiap saluran mempunyai pemutus beban (circuit
breaker) dan pemisah (disconnect switch) pada sisi keluarnya. Pemutus beban
ini dipakai untuk memutuskan atau menghubungkan beban bila terjadi
gangguan pada saluran transmisi atau alat lain, pemutus beban itu dipakai
untuk memutuskan hubungan secara otomatis. Pemutus beban dan pemisah
dinamakan peralatan penghubung (switchgear).
Peralatan penghubung terbagi dua yaitu:
a. Pemutus Tenaga (PMT)
20
b. Pemisah (PMS)
21
Gambar 3.7 Panel Hubung
3.3.5 Baterai
22
tenaga kontrol dan proteksi pada gardu induk. Peranan dari baterai sangat
penting karena pada saat gangguan terjadi, baterai sebagai sumber tenaga
untuk menggerakkan alat-alat kontrol dan proteksi.
23
ada di dalam gedung. Oleh karena itu gedungnya lebih kecil bila
dibandingkan dengan gardu induk jenis pemasangan dalam.
3.4 Transformator
Transformator adalah alat listrik yang dapat memindahkan energi listrik
dengan merubah tingkat tegangan dari suatu rangkaian listrik ke rangkaian
listrik lain melalui prinsip induksi magnetik tanpa merubah frekuensi.
Transformator bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.
Tegangan masukan bolak-balik yang membentangi primer menimbulkan
fluks magnet yang idealnya semua bersambung dengan lilitan sekunder. Fluks
bolak-balik ini menginduksikan gaya gerak listrik (ggl) dalam lilitan
sekunder. Jika efisiensi sempurna, semua daya pada lilitan primer akan
dilimpahkan ke lilitan sekunder.
3.4.1 Bagian Utama Transformator
Bagian transformator yaitu sebagai berikut:
1) Inti Besi
24
2) Kumparan
25
Pada umumnya bagian-bagian dari trafo yang terendam
minyak trafo berada (ditempatkan) dalam tangki. Untuk
menampung pemuaian minyak trafo, tangki dilengkapi dengan
konservator.
5) Bushing Transformator
Hubungan antara kumparan trafo ke jaringan luar melalui
sebuah bushing, yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh
isolator, yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara
konduktor tersebut dengan tangki trafo.
26
negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap
netral).
Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif
pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage).
Petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), dimana salah satu
awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif.
Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau
dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia
bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan
berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul
pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul
pada sisi sebaliknya.
Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan
terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau
sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan
ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu
menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih
sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara
mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan
arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan
bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda
muatan.
27
dari stepped leader berubah-ubah, sehingga jalannya tidak lurus dan patah-
patah.
Ketika lidah kilat menuju bumi, cabang-cabang dari lidah utama akan
terbentuk. Bial stepped leader telah dekat dengan bumi, akan terjadi saluran
muatan positif dari bumi keawan, karena ada beda potensial yang tinggi.
Saluran muatan positif ini bertemu dengan ujung stepped leader, titik
pertemuan ini disebut point of strike, berada 20-70 m diatas permukaan
bumi. Waktu dari stepped leader untuk sampai ke permukaan bumi kira-kira
20 m/detik.
28
3. Kecepatannya amat cepat, kira-kira 3% kecepatan cahaya
(C=1000 rf/udt)
Karena ciri-cirinya tidak ada percabangan, ia disebut juga lidah panah
(dart leader). Dart leader memerlukan waktu 1 mili detik untuk mencapai
bumi. Dart leader ini kemudian akan diikuti dengan return stroke berikutnya.
Interval antara return stroke sebelumnya dengan dart leader adalah 40-50
milidetik. Biasanya suatu sambaran petir terdiri dari 4 atau 10 return stroke.
Kecepatan dari stepped leader kira-kira 0,01-0,7% kecepatan cahaya.
Sedang dart leader kira-kira 0,13-10% kecepatan cahaya. Pada saat satu
pusat muatan, mulai terjadi stepped leader yang bergerak menuju bumi.
Stepped leader hampir mencapai bumi, sementara itu di bumi terjadi saluran
muatan positif yang bergerak keatas. Saluran ini akan bertemu dengan
stepped leader di titik pukulan (point of strike). Return stroke terjadi, muatan
positif bergerak keatas dengan cepat sekali.
Pusat muatan pertama telah terdischarge. Saluran muatan positif
berkembang menuju pusat muatan kedua. Discharge antara pusat muatan
pertama dengan yang kedua. Dart leader bergerak menuju bumi melalui jalan
yang telah dilalui oleh return stroke tadi. Terjadi return stroke yang kedua.
Discharge terjadi antara bumi dengan muatan negatif dibagian bawah dari
awan.
3.6 Arrester
Arrester adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi untuk melindungi
peralatan listrik terhadap tegangan lebih akibat surja petir dan surja hubung
serta mengalirkan arus surja ke tanah.
Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik menyalurkan energinya
melalui saluran transmisi udara dimana saluran transmisi tenaga listrik yang
terpasang di udara ini sangatlah rentan terhadap gangguan yang disebabkan
oleh sambaran petir. Sambaran petir ini akan menghasilkan gelombang
berjalan (Surja Tegangan) pada saluran transmisi dan pada akhirnya dapat
masuk kepusat pembangkit tenaga listrik.
29
Gambar 3.12 Arrester
30
mencegah terjadinya hal ini, lightning arrester harus dipasang sedekat
mungkin dengan transformator.
Arrester ini akan bekerja pada tegangan tertentu di atas dari
tegangan operasi yang berfungsi untuk membuang muatan listrik dari surja
petir dan berhenti beroperasi pada tegangan tertentu di atas tegangan operasi
agar tidak terjadi arus pada tegangan operasi. Perbandingan dua tegangan
ini disebut juga rasio proteksi arrester. Tingkat isolasi bahan arrester harus
berada di bawah tingkat isolasi bahan transformator agar apabila sampai
terjadi flashover, maka flashover diharapkan terjadi pada arrester dan tidak
pada transformator.
Rating arus arrester ditentukan dengan mempelajari statistik petir
setempat. Misalnya di suatu tempat mempunyai data statistik yang
menyatakan probabilitas petir yang terbesar adalah 15 killo ampere (kA),
maka rating arrester yang dipilih adalah 15 kA.
31
Jika hanya melindungi isolasi terhadap bahaya kerusakan karena
gangguan dengan tidak memperdulikan akibatnya terhadap pelayanan, maka
cukup dipakai sela batang yang memungkinkan terjadinya percikkan pada
waktu tegangannya mencapai keadaan bahaya.
Dalam hal ini, tegangan sistem bolak – balik akan tetap
mempertahankan busur api sampai pemutus bebannya dibuka. Dengan
menyambung sela api ini dengan sebuah tahanan, maka mungkin apinya
dapat dipadamkan. Tetapi bila tahanannya mempunyai harga tetap, maka
jatuh tegangannya menjadi besar sekali sehingga maksud untuk meniadakan
tegangan lebih tidak terlaksana, dengan akibat bahwa maksud melindungi
isolasi pun gagal.
Oleh sebab itu dipakailah tahanan kran (valve resistor), yang
mempunyai sifat khusus bahwa tahanannya kecil sekali bila tegangannya dan
arusnya besar. Proses pengecilan tahanan berlangsung cepat sekali yaitu
selama teganngan lebih mencapai harga puncaknya. Tegangan lebih dalam
hal ini mengakibatkan penurunan drastic dari pada tahanan sehingga jatuh
tegangannya dibatasi meskipun arusnya besar.
Bila tegangan lebih habis dan tinggal tegangan normal, tahanannya naik
lagi sehingga arus susulannya dibatasi kira – kira 50 ampere. Arus susulan ini
akhirnya dimatikan oleh sela api pada waktu tegangan sistemnya mencapai
titik nol yang pertama sehingga alat ini bertindak sebagai sebuah kran yang
menutup arus, dari sini didapatkan nama tahanan kran.
Pada arrester modern pemandangan arus susulan yang cukup besar
(200 – 300 A) dilakukan dengan bantuan medan magnet. Dalam hal ini, maka
baik amplitude maupun lamanya arus susulan dapat dikurangi dan
pemadamannya dapat dilakukan sebelum tegangan system mencapai harga
nol.
Dapat ditambahkan bahwa arus susulan tidak selalu terjadi tiap kali
arrester bekerja, ada tidaknya tergantung dari saat terjadinya tegangan lebih.
Hal ini dapat dimengerti karena arus susulan itu justru dipadamkan pada arus
nol yang pertama atau sebelumnya.
32
3.6.2 Syarat Pemasangan Arrester
Sebelum melakukan instalasi arrester, ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, diantaranya adalah:
1. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya
(discharge voltage), yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu
pelepasan, harus cukup rendah, sehingga dapat mengamankan isolasi
peralatan. Tegangan percikan sering disebut juga dengan tegangan gagal
sela (gap breakdown voltage) sedangkan tegangan pelepasan disebut juga
tegangan sisa (residual voltage) atau jatuh tegangan (voltage drop).
2. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus
seperti semula. Batas dari tegangan sistem dimana arus susulan ini masih
mungkin, disebut tegangan dasar (rated voltage) dari arrester.
33
b. Arrester Saluran Transmisi
Arrester ini dipasang baik parallel dengan insulator pada tower
(umumnya diserikan dengan spark gap) atau dipasang pada konduktor
sebagai pengganti damper dilengkapi dengan disconnector switch.
34
Adapun jenis-jenis arrester dikelompokan menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Arrester jenis ekspulsi atau tabung pelindung (Protector Tube)
Pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada dalam tabung
serat dan sela percik yang berada diluar diudara atau disebut juga sela
seri. Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arrester
kedua sela percik, yang diluar dan yang berada didalam tabung serat,
tembus seketika dan membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur
api.
35
jenis ekspulasi ini mempunyai karakteristik volt – waktu yang lebih baik
dari sela batang dan dapat memutuskan arus susulan.
Tetapi tegangan percik impulsnya lebih tinggi dari arrester jenis
katup. Arrester jenis ini banyak juga digunakan pada saluran transmisi
untuk membatasi besar surja yang memasuki gardu induk. Dalam
penggunaan yang terakhir ini arrester jenis ini sering disebut sebagai
tabung pelindung.
2. Arrester jenis katup (valve type)
Arrester jenis katup ini terdiri dari sela pecik terbagi atau sela seri
yang terhubung dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik
tidak linier. Tegangan frekuensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus
pada sela seri. Apabila sela seri tembus pada saat tibanya suatu surja
yang cukup tinggi, alat tersebut menjadi pengahantar. Sela seri itu tidak
bias memutuskan arus susulan. Dalam hal ini dibantu oleh tak linier
yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk arus besar dan
tahanan besar untuk arus susulan dari frekuensi dasar terlihat pada
karakteristik volt ampere.
36
Gambar 3.18 Kontruksi Valve Type Arrester
37
3.7 Karakteristik Arrester
Pada keempat karakteristik ini, cirri arrester yang kedua sering kurang
mendapat perhatian yang cukup yaitu batas termisnya. Batas termis yang
dimaksud adalah kemampuan untuk melakukan arus surja yang berwaktu
lama dan terjadi berulang-ulang. Misalnya surja hubung, tanpa menaikkan
suhunya. Meskipun kemampuan arrester untuk menyalurkan arus sudah
mencapai kisaran 65.000 – 100.000 ampere, tetapi kemampuannya untuk
melakukan surja hubung, terutama bila saluran menjadi panjang dan berisi
tenaga besar adalah lebih penting lagi.
38
3) Jika kawat penghubung arrester dengan transformator yang dilindungi
cukup panjang, maka induktansi kawat itu harus diperhitungkan. Jika ada
kapasitor pada terminal peralatan yang dilindungi, maka kecuraman
gelombang tegangan impuls yang menuju pera akan berkurang.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
µ𝑥
et = ea + 2
𝑣
Dimana: :
et = tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi (KV).
ea = tegangan pelepasan dari arrester (KV).
µ = kecuraman muka gelombang dari gelombang yang datang.
v = kecepatan rambat gelombang yang datang (di udara=300m/µs).
x = jarak dari arrester ke transformator (m).
Er = α β Um
Dimana :
Er = Tegangan dasar arrester
α = Koefisien pembumian
β = Toleransi
Um = Tegangan sistem maksimum
39
BAB IV
KOORDINASI ISOLASI
40
saluran melalui beberapa tiang. Tetapi peredaman dari kecuraman
(steepness) muka gelombang adalah sangat kecil, sehingga gelombang
itu tetap curam jika jarak rambatan pendek. Pada beberapa keadaan,
harga puncak gelombang mencapai 120 - 130 % dari BIL dari peralatan
GI dan kecuraman muka gelombang mencapai 500 kV / µs. Namun,
karena ril GI tegangan tinggi yang besar kapasitansi statiknya mencapai
beberapa ribu atau beberapa puluh ribu pF, maka kecuraman muka
gelombang sering mengalami penurunan yang lumayan juga.
Jika perisaian (shielding) dari GI dan saluran transmisinya cukup
baik, gelombang tegangan yang mungkin datang ke GI itu adalah dari
sambaran petir yang jauh. Gelombang berjalan yang jauh ini mungkin
berasal dari sambaran langsung pada saluran, dari sambaran induksi,
dari sambaran dari lompatan (back flashover) dari tiang atau dari tengah
gawang (span). Dalam semua keadaan ini, gelombang ini berjalan
sepanjang saluran dengan kecepatan cahaya (300 m/µs). Harga puncak
dari surja aslinya dibatasi oleh tegangan lompatan dari isolator saluran.
Selama merambat itu harga puncak dan kecuramannya mengalami
penurunan yang cukup banyak oleh adanya peredaman (attenuation)
dan distorsi karena korona dan peredaman oleh efek kulit (skin effect)
pada penghantar. Makin pendek ekor gelombang, makin terasa
peredaman itu, ia berubah dengan cara yang rumit tergantung dari
polaritas (lebih besar untuk polaritas positif), harga puncak, besarnya
penghantar, adanya kawat tanah di atasnya, bentuk gelombang dan
sebagainya. Oleh Foust dan Menger dijabarkan rumus empiris sebagai
berikut :
𝑒𝑜
𝑒=
(1 + 𝐾𝑒𝑜 𝑋)
Dimana:
e = harga puncak (kV) setelah merambat X km
𝑒𝑜 = tegangan surja asal (kV)
K = faktor atenuasi (𝑘𝑚−1 𝑘𝑉 −1)
41
= 0,0001 untuk gelombang 20 µs
= 0,0002 untuk gelombang 5 µs
= 0,004 untuk gelombang terpotong (chopped)
42
frekwensi rendah yang terjadi pada sistim serendah mungkin, karena
perkiraan nilai tegangan abnormal itu merupakan dasar utama dalam
penentuan tegangan dasar (rated voltage) dari arrester. Tegangan dasar
itu dipilih berdasarkan tegangan lebih dari fasa yang sehat pada saat ada
gangguan 1-fasa ke tanah, ditambah dengan suatu faktor pengamanan
(margin) tertentu.
43
gejala peralihan (Transient Network Analyzer, disingkat TNA) lebih
tinggi dari harga pengujian sebenarnya di lapangan. Hal ini disebabkan
karena representasi pada TNA terlalu pessimistis. Hal ini perlu
diperhitungkan dalam perencanaan (design) isolasi peralatan.
Daya isolasi terhadap surja hubung (dinyatakan sebagai p.u
tegangan sistim) menurun sebagai fungsi dari tegangan sistim.
Tegangan lebih surja hubung lebih rendah dari daya isolasi tersebut.
Karena itu tegangan lebih harus dikurangi bila tegangan sistim
dinaikan. Untuk tegangan sistim maksimum 145, 245, 365, dan 765 kV
tegangan lebih yang diperbolehkan adalah, berturut-turut 4,5; 3,6; 3,0
dan 2,1 p.u. Untuk sebuah saluran 765 kV yang panjangnya 109 km
surja hubung yang terjadi pada penutupan cepat (high-speed reclosing)
saluran tersebut hanya 1,8 p.u. Dari pengalaman ini diperkirakan bahwa
penekanan surja hubung sampai 1,5 p.u pada tegangan saat tinggi sekali
(Ultra-High Voltage: UHV) dimungkinkan.
Faktor tegangan lebih yang biasa dipakai dalam praktek dalam
perencanaan isolasi saluran transmisi di Jepang adalah 2,8 p.u untuk
sistim dengan pembumian efektif dan 3,3 p.u untuk sistim dengan
impedansi tinggi dan sampai 4 p.u untuk sistim tanpa pengetanahan.
Bentuk gelombangnya yang biasa dipakai adalah yang bermuka
gelombang beberapa puluh µ detik sampai 1 m detik.
44
masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat perlindungan
impulsnya.
Tegangan lebih yang berasal dari dalam sistim jarang mencapai
beberapa kali tegangan sistim itu ke tanah, maka tidaklah ekonomis jika
seluruh peralatan sistim itu diisolasikan terhadap tegangan setinggi itu. Jadi,
yang dikehendaki adalah perencanaan isolasi yang aman dan ekonomis untuk
seluruh peralatan (dalam GI san saluran transmisi) dengan koordinasi isolasi
yang tepat dengan alat pengamannya. Untuk gelombang tegangan dari
sambaran petir, tegangan itu tinggi sekali, sehingga hampir tidak mungkin
mengisolasikan peralatan sistim terhadap tegangan tersebut. Karena itu, untuk
pengamanan terhadap sambaran petir, dipakailah kawat tanah dan tahanan
tanah yang serendah mungkin. Selain itu, dipakai alat pengaman yang cocok
(arrester) untuk gelombang yang merambat dalam GI. Peralatan sistim itupun
harus mempunyai ketahanan isolasi yang cukup, sesuai dengan sistim
pengamanannya.
Untuk meningkatkan keandalan dari saluran transmisi, cara yang
terbaik adalah dengan memperkuat isolasinya. Namun ini berarti bahwa
isolasi saluran itu menjadi jauh lebih kuat daripada isolasi peralatan GI, dan
gelombang yang merambat ke dalam GI itu menjadi terlalu besar, sehingga
membahayakan isolasi GI. Sebaliknya, jika tingkatan isolasi dari saluran itu
terlalu banyak diturunkan, maka gangguan akan lebih banyak terjadi dan
keandalan saluran menurun. Oleh karena itu perlu diperhitungkan
penyesuaian tingkat isolasi secara menyeluruh dengan mengingat
kemampuan pengamanan dari arrester, pentingnya rangkaian, keadaan
rangkaian dan faktor-faktor ekonomis.
Beberapa masalah umum dalam koordinasi isolasi akan diuraikan lebih
lanjut.
4.2.1 Banyaknya Hari Guruh
Ialah salah satu faktor terpenting dalam perencanaan isolasi suatu GI
adalah frekwensi guruh di daerah dimana GI itu ada dan dilintasan yang
dilalui oleh saluran transmisinya. Di Indonesia banyaknya hari guruh setiap
45
tahun dicatat dan banyaknya hari guruh rata-rata setiap tahun untuk setiap
tempat (IKL = Isokeraunic Level) diterbitkan oleh Lembaga Meteorologi dan
Geofisika, Departemen Perhubungan. Karena ada hubungan erat antara
banyaknya hari guruhrata-rata pada setiap tempat dan banyaknya gangguan
saluran transmisi akibat petir di tempat yang sama, maka IKL sangat
berfaedah sebagai petunjuk untuk frekwensi gangguan petir
Pada umumnya adanya GI di daerah yang banyak hari guruhnya dan
saluran transmisi yang melalui daerah itu, memerlukan usaha
penanggulangan terhadap petir yang cukup dibandingkan dengan daerah yang
kurang banyak hari guruhnya. Meskipun demikian, segi ekonomi dan
keandalan penyediaan tenaga tidak boleh diabaikan dalam usaha
penanggulangan bahaya petir. Karena akhir-akhir ini kemampuan dari
arrester banyak diperbaiki, maka perencanaan peralatan dalam usaha
penanggulangan terhadap petir dengan keandalan yang tinggi dapat
dipermudah.
46
tegangan lebih itu dengan arrester dan dengan memberikan kepada peralatan
itu kekuatan isolasi terhadap tegangan impuls, yang lebih besar dari tingkatan
pengamanan arrester.
Pedoman-pedoman pokok untuk perancangan isolasi dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Peralatan yang sama tegangan kerjanya yang ada dalam suatu GI harus
mempunyai harga BIL yang sama, meskipun macamnya berbeda dan
tempatnya berbeda pula. Menurut koordinasi isolasi tradisionil, sering
diberikan tingkatan isolasi lebih tinggi kepada suatu alat misalnya
pemutus beban, yang terletak di antara bagian-bagian sistim yang
mempunyai tingkatan isolasi berbeda (misalnya antara saluran transmisi
dan peralatan atau antara peralatan yang satu dengan yang lainnya),
dengan maksud untuk mengamankan peralatan tersebut. Tetapi karena
akhir-akhir ini karakteristik arrester berhasil diperbaiki, dengan
memasang arrester pada tempat yang tepat, tegangan lebih dalam GI itu
dapat ditekan di bawah harga tertentu. Sebab itu, sekarang mungkin
memakai kekuatan isolami yang sama untuk setiap peralatan. Untuk
isolator keramik dan bushing yang dipasang diluar, diperlukan pengujian
tegangan yang berbeda karena pengotoran udara dan keadaan basah,
meskipun harga BIL-nya sama.
b. Peralatan yang terletak di luar daerah perlindungan arrester misalnya,
trafo tegangan yang dihubungkan pada sisi saluran pemisah (disconnect
switch) dari saluran transmisi, dan kapasitas pengait (coupling capasitor)
untuk telemunikasi harus mempunyai tingkat isolasi 120% BIL. Alat-alat
ini dinaikkan tingkatan isolasinya sesuai dengan isolasi saluran, karena
alat-alat ini tidak diamankan oleh arrester dan tetap tersambung pada
saluran pada waktu pemisahnya terbuka.
47
hal ini tidak dimungkinkan. Jika jarak itu terlalu jauh, tegangan abnormal
yang sampai pada terminal dari peralatan akan lebih tinggi dari pada tegangan
pelepasan arrester. Hubungan antara tegangan terminal dari alat yang
dilindungi dan jarak dari arrester, dengan misalkan hanya ada satu saluran
(paling gawat) dan gelombang yang datang berbentuk segitiga, adalah sebagai
berikut:
µ𝑥
et = ea + 2
𝑣
Dimana: :
et = tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi (kV).
ea = tegangan pelepasan dari arrester (kV).
µ = kecuraman muka gelombang dari gelombang yang datang (kV/µs)
v = kecepatan rambat gelombang yang datang (m)
x = jarak dari arrester ke transformator (m).
Oleh karena itu jarak (x dalam persamaan di atas) harus sekecil
mungkin supaya et tidak melebihi kekuatan isolasi alat. Sebagai contoh, untuk
sistim 154 kV, jika dimisalkan µ = 300 kV/µs, et = BIL = 750 kV dan ea =
630 kV, maka x = 60 m. Jika untuk gelombang petir yang datang dari jauh x
= 50 m adalah cukup, maka tidak demikian halnya untuk petir yang dekat
menyambarnya. Meskipun pada umumya dipakai 500 kV/µs, tetapi
kecuraman sampai 1000 kV/µs juga terjadi dalam keadaan istimewa menurut
IEC (1958). Dalam praktek, sebagian besar dari rangkaian yang ada, tidaklah
sesederhana gambaran tadi. Jika ada lebih dari satu saluran tersambung pada
gardu induk maka efeknya adalah menurunkan tegangan lebih tersebut. Oleh
karena itu x = 50 m atau lebih jauh lagi, dapat dianggap cukup aman meski
dengan petir yang dekat sekalipun. Namun, yang terpenting adalah berusaha
sejauh mungkin melindungi peralatan dari sambaran petir yang dekat.
48
ril. Sebagai contoh, jika gelombang impuls persegi (rectangular wave) dengan
harga puncak E dan dari saluran mencapai ril yang tersambung pada N
saluran maka harga puncak pada ril akan berkurang menjadi 2E/N. Pada GI
yang demikian arrester dapat ditiadakan dan sebagai gantinya dipakai sela
udara (air gap) pada tempat masuk saluran dengan memperhatikan peralatan
yang penting dan frekwensi dari petir. Selanjutnya, pada GI dimana
tersambung hanya saluran bawah tanah saja dan dimana tegangan lebih yang
berbahaya (termasuk surja hubung) diharapkan tidak terjadi dalam banyak hal
arrester ditiadakan.
49
isolasi yang dikurangi (reduced) atau isolasi yang bertingkat pada titik
netralnya (untuk maksud perencanaan yang ekonomis) tegangan itu akan
lebih berbahaya lagi. Karena itu titik netral trafo sernacam itu harus
dilengkapi dengan arrester (atau sela udara) pada titik netralnya, dengan
koordinasi yang sesuai dengan tingkatan isolasinya.
4.2.8 Koordinasi Isolasi untuk Tegangan Lebih yang Lain dari Sambar-
an Petir
Dalam peninjauan koordinasi isolasi, yang ditinjau tidak hanya harga
puncak dari tegangan impuls, melainkan seluruh tegangannya sebagai fungsi
dari waktu (lengkung V-t), meliputi tegangan impuls, surja hubung, dan
tegangan dengan frekwensi rendah. Yang pokok dalam koordinasi isolasi
adalah mengusahakan koordinasi dengan selisih yang cukup untuk seluruh
jangka waktu, sekalipun isolasinya dikurangi.
50
Untuk tegangan sistim kurang dari 275kV, tingkat isolasi dari peralatan
G.I pada umumnya ditentukan oleh tegangan lebih sambaran petir: surja
hubung dan tegangan abnormal frekwensi rendah hampir selalu kurang
berbahaya dibandingkan dengan sambaran petir. Tetapi pada G.I. yang
mempunyai saluran bawah-tanah saja dimana tidak diharapkan ada sambaran
petir, BIL peralatannya dapat dikurangi dengan hanya mengingat surja
hubung dan tegangan lebih frekwensi rendah saja (terutama untuk sistim
kurang dari 33 kV). Bahaya surja hubung pada sistim dengan pembumian
langsung dengan BIL yang dikurangi sangat besar dan karenanya tugas kerja
(operating duty) dari arrester untuk surja hubung pada umumnya ditinjau.
Selanjutnya, pada sistim dengan kelas tegangan 500 kv bahaya surja
hubung menjadi lebih besar lagi dibandingkan penurunan BlL. Khususnya
dalam perencanaan isolator dan jarak-bebas isolasi surja hubung kadang-
kadang memberikan persyaratan yang lebih tinggi daripada surja petir. Oleh
sebab itu, perlindungan terhadap surja hubung oleh arrester dan usaha
penekanan tegangan surja hubung ini menjadi sangat penting. Peranan surja
hubung pada tegangan UHV lebih penting lagi.
51
yang tetap terhubung pada saluran, tetapi terpisahkan dari arrester dalam
GI itu sendiri.
c. Dalam hal pengisolasian lebih dari isolator atau bushing, yang
dimaksudkan untuk penanggulangan terhadap kontaminasi dan
sebagainya, sela udara dipakai untuk koordinasi antara kekuakn isolasi
antar kutub dan isolasi terhadap tanah.
d. Meskipun sela udara pada bushing dari trafo telah dipakai sebagai
perlindungan cadangan bagi arrester, perkembangan akhir-akhir ini
cenderung untuk tidak memakainya lagi karena ada perbaikan dalam
keandalan dan karakteristik arrester.
Dalam pemakaian sela udara, hal hal berikut ini perlu diperhatikan
(untuk menentukan lokasi dan panjangnya sela udara) :
(l) Karakteristik percikannya sangat berubah-ubah tergantung pada
keadaan udara dan polaritas tegangan impuls.
(2) Sela udara tidak dapat memutuskan arus susulan dan karena itu tidak
kembali normal dengan sendirinya.
(3) Karakteristik tegangan-waktu dari tegangan percikannya berbeda
dari arrester dan dari alat yang dilindungi; tegangan percikannya
naik dengan naiknya kecuraman muka gelombang.
(4) Percikan pada sela udara dapat menimbulkan tegangan osilasi
peralihan yang mungkin dapat menyebabkan tegangan osilasi yang
rebih tiiggi pada alat lain.
4.2.10 Koordinasi Isolasi dalam Gardu Induk dalam Daerah yang Ter-
cemar
Saluran udara yang dibangun di daerah yang buruk keadaannya karena
tercemar (contaminated) isolatornya (seperti daerah-dairah pantai) kadang-
kadang memerlukan pengisolasian lebih yang cukup besar. Dalam keadaan
demikian, teganian lompatan balik (back flashover voltage) akan sangat
meningkat, sehingga diperkirakan akan datang gelombang petir yang sangat
tinggi ke GI. Oleh karena itu harga puncak dari gelombang petir itu perlu
52
ditekan; ini dapat dilakukan dengan memasang tanduk busur api pada isolator
saluran transmisi yurg dekat dengan GI, dengan panjang sela udara yang
sesuai. Demikian juga halnya pada saluran transmisi yang direncanakan untuk
tegangan yang lebih tinggi yang untuk sementara bekerja dan dihubungkan
dengan peralatan dengan tegangan yang lebih rendah. Dalam hal
pengisolasian lebih dari isolator dan bushing dengan maksud untuk
perlindungan tambahan terhadap pencemaran, koordinasi isolasi dengan sela
udara seperti tersebut harus dipertimbangkan.
53
[80] [450] [450] [185]
110 100 550 550 660 230
[120] [650] [650] [780] [275]
154
140 750 750 900 325
187*
220* 170 900 900 1.080 395
275* 200 1.050 1.050 1.260 460
Catatan:
1. “A” menunjukan Kelas Isolasi Standar.
2. Nomor dalam [ ] menunjukan Tingkat isolasi Sub-Standar.
3. Angka-angka dalam kolom “a” diterapkan pada umumnya, Angka-angka dalam kolom
“b” dipakai pada peralatan-peralatan khusus, a.l. kapasitor pengait power line carrier.
4. *digunakan untuk isolasi yang dikurangi pada sistim yang ditanahkan
54
Tabel 4.2 Tingkat Isolasi seperti Direkomendasikan oleh International
Electrotechnical Commission
Tegangan Tegangan Pengujian Frekwensi
maksimum Tegangan Pengujian (kV)
Rendah (kV)
untuk
Perencanaan Isolasi Penuh Isolasi Isolasi Penuh Isolasi
Peralatan Um
dikurangi dikurangi
(kV)
100 450 380 185 150
123 550 450 230 185
550 230
145 650 275
450 185
660 275
170 750 325
550 230
900 395
245 1.050 825 460 360
750 325
1.175 510
300 1.050 460
900 395
1.300 570
362 1.175 510
1.050 460
1.675 740
1.550 680
420
1.425 630
1.300 570
1.800 790
1.675 740
525
1.550 680
1.425 630
55
secara induksi (induced insulation test) selama t(detik) : 120 x (frekwensi
sistim/ftekwensi penguji) dengan besar tegangan sama dengan di atas. Untuk
ini digunakan generator frekwensi tinggi.
Tegangan ketahanan impuls harus dapat ditahan oleh peralatan,
pengujiannya dilakukan dengan gelombang penuh dengan harga puncak dari
gelombang standar (di Jepang: 1 x 40 µs) seperti dispesifikasikan dalam tabel
diatas untuk pengujian di pabrik. untuk trafo tenaga dan trafo tegangan,
disamping pengujian impuls gelombang penuh, diuji pula dengan gelombang
terpotong, dengan harga puncak kira-kira 1,15 kalinya.
Sampai dengan dua tahun yang lalu belum ada ketentuan yang pasti
mengenai cara pengujian untuk tegangan ketahanan terhadap surja hubung.
Waktu itu ada dua pendapat: yang pertama 1,3 kali tegangan ketahanan
frekwensi rendah, yang kedua 80% dari BlL. Pada umumnya trafo tenaga
dianggap mempunyai kekuatan isolasi surja hubung dengan harga puncak
kira-kira 83% - 85% dari tegangan ketahanan impuls. Rekomendasi IEC yang
terakhir menyatakan bahwa untuk UHV tegangan ketahanan dasar surja
hubung bersama dengan (tidak sendiri) tegangan ketahanan dasar surja petir
menentukan tingkat isolasi. Tegangan ketahanan dasar adalah nilai yang
diminta (demanded) dari:
a. Tegangan ketahanan yang konvensionil untuk isolasi yang tidak dapat
kembali normal (non self-restoring);
b. Tegangan ketahanan statistis (kebolehjadian 90%) untuk isolasi yang
dapat kembali normal (self-restoring).
56
sangat diperlukan khususnya untuk penggunaan di daerah yang tercemar.
Tetapi mengatasi kecemaran hanya dengan jarak bocor kadang-kadang
menyebabkan isolator itu menjadi terlalu panjang dan mahal. Karena itu
penentuan kekuatan isolasinya harus dilakukan dengan mempertimbangkan
semua faktor antara lain keadaan kecemaran, pentingnya sistim, kesukaran
pekerjaan pencucian isolator ketika pelayanan terhenti dan ekonomi yang
berhubungan dengan penggunaan isolator yang tahan kecemaran
(contamination proof), pencucian dalam keadaan bertegangan (hot-line
washing), penggunaan isolator tahan air (seperti campuran gemuk silicon),
instalasi pasangan dalam; atau kombinasi dari hal-hal di atas.
57
sesuai dengan BIL dianggap sebagai panjang sela batang untuk tegangan
lompatan 0%. Untuk memperhitungkan distribusi kuat medan listrik, keadaan
udara dan sebagainya, maka harga tersebut diperkalikan dengan faktor
kompensasi 1,09. Dengan mengingat pengalaman dan praktek di dunia, maka
120% dari panjang sela batang l0 x 1,09 dianggap sebagai jarak isolasi
minimum seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.3 kolom 3.
Meskipun harga puncak dari surja petir yang mengenai fasa berubah
tergantung dari faktor percabangan, faktor kaitan induksi di fasa-fasa lain,
dan faktor atenuasi di saluran, beda potensial 1,5 kali dianggap cukup.
Gelombang berjalan dari tegangan lebih biasanya terbagi dalam komponen
yang mempunyai bentuk perambatan yang berbeda selama perambatannya,
ini disebut peristiwa percabangan.
Tabel 4.3 Ruang Bebas Ril untuk Berbagai Kelas Isolasi
Kelas BIL Jarak Isolasi Minimum (cm) Jarak Isolasi Standar (cm)
Isolasi (kV) Ke Tanah Antar-fasa Ke Tanah Antar-fasa
3 45 7 9 25 50
6 60 9 12 25 50
(10) (75) 12 15
10 90 14 18 30 60
(20) (125) 20 25
20 150 25 32 40 75
(30) (170) 28 35
30 200 35 44 50 95
40 250 45 56
50 300 55 69
60 350 65 81 85 150
70 400 76 95 100 170
80 450 88 110
100 550 108 135 140 230
120 650 130 160
140 750 150 190 190 300
170 900 180 225 260 400
200 1.050 210 265 330 500
58
Dalam rangkaian 3 fasa yang simetris, misalnya gelombang berjalan itu
terbagi dalam 2 komponen: gelombang antar-fasa dengan rangkaian kembali
saluran lain, dan gelombang antara fasa-ke-tanah dengan rangkaian kembali
melalui tanah. Kedua gelombang ini mempunyai atenuasi yang berbeda,
gelombang yang kembali lewat tanah atenuasinya relatif lebih besar. Oleh
karena itu, dengan memakai panjang sela batang pada tegangan loncat 50%
sebagai dasar, jarak isolasi minimum antar fasa adalah 150% kali panjang
sela batang sesuai dengan BIL-nya. Lebih lanjut, dengan mengingat
pengalaman-pengalaman di gardu-gardu, dipilih jarak isolasi minimum antar-
fasa seperti tertera pada Tabel 4.2 kolom 4.
Ruang bebas slandar adalah harga-harga standar dalam pererrcanaan ril
dan ditentukan agar supaya jarak isolasi itu selalu lebih besar dari jarak
minimum dalam keadaan yang bagaimanapun, dengan memperhitungkan
diameter penghantar, ayunan penghantar akibat angin atau arus hubung
singkat, dan sebagainya. Untuk tegangan yang kurang dari 11 kV, jarak
isolasi minimum itu sangat pendek, karena itu di sini harus diperhatikan pula
gangguan dari burung dan binatang-binatang lain serta jarak keamanan
(safety distance) seperlunya. Untuk keadaan di mana arus hulung-singkatnya
sangat besar dan untuk penghantar khusus, jarak isolasi itu harus
diperhitungkan tersendiri.
59
frekwensi rendah untuk waktu yang lama (6 jam) atas sepotong contoh.
Harga-harga tegangan penguji ditunjukan pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Pengujian Tegangan Ketahanan Frekwensi Rendah untuk Kabel Tenaga
Berisi Minyak
Tegangan Nominal (kV) 66 77 110 150 220 275
Kelas Isolasi (Nomor) 60 70 100 140 170 200
Tegangan Pengujian Haspel 90 100 140 200 240 280
(kV)
Tegangan Pengujian Contoh 130 150 210 300 360 420
(kV)
60
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kerja praktek yang telah dilaksanakan di PT. PLN (Persero)
UPT Cirebon Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV Mandirancan
maka dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- PT. PLN (Persero) sebagai salah satu Perusahaan Negara yang telah
memanfaatkan teknologi elektronika, instrumentasi dan kontrol serta
komputerisasi dalam proses produksi sehari-hari, terutama pada gardu
induk.
- Koordinasi isolasi adalah korelasi antara daya isolasi alat-alat dan
sirkuit listrik di satu pihak dan karakteristik alat-alat pelindungnya di
lain pihak, sehingga isolasi tersebut terlindung dari bahaya-bahaya
tegangan lebih secara ekonomis. Koordinasi isolasi dinyatakan dalam
bentuk langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan
terhadap alat-alat listrik karena tegangan lebih dan membatasi lompatan
sehingga tak menimbulkan kerusakan terhadap alat-alat listrik dan
karakteristik alat-alat pelindung terhadap tegangan lebih, yang masing-
masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat
perlindungan impulsnya.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tahanan isolasi terutama dalam
sistem koordinasi isolasi adalah:
1. Gelombang sambaran petir
2. Tegangan abnormal dengan frekwensi rendah
3. Surja Hubung
5.2 Saran
1. Bagi Jurusan Teknik Elektro Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta :
61
- Guna meningkatkan kompetensi serta pengalaman mahasiswa di dunia
industri, hendaknya program Praktek Kerja Nyata I (PKN I)
dimaksimalkan dengan baik.
- Lebih memperhatikan mahasiswa yang melaksanakan program PKN I ini
agar masih terpantau oleh pihak kampus.
2. Bagi Mahasiswa
- Dianjurkan mempelajari buku ataupun literatur yang mendukung bidang
atau bagian yang ditekuni sesuai topik judul kerja praktek.
- Diharapkan dapat membuat hubungan yang baik dengan pihak industri,
sehingga dapat terbentuk hubungan kerjasama antara pihak akademis
dengan dunia industri dalam usaha meningkatkan kualitas industri dan
sumber daya manusia
62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
64