Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
dengan hadirnya Revolusi Industri 4.0 sekarang ini telah mengubah pola pikir
masyarakat dan menyebabkan munculnya industri-industri yang canggih. Sesuai
dengan kebutuhannya, tiap-tiap industri tersebut membutuhkan sarana-sarana
pendukung yang memadai juga agar kontinuitas usahanya tetap bertahan dan
berlangsung baik.
Kemajuan teknologi bagi proses produksi telah berkembang melalui
process control secara komputasi ataupun digital, tetapi manusia tetap sangat
berperan sebagai pengontrol atau pengawas lapangan bagi kelancaran proses
produksi. Kebutuhan ketenagakerjaan bagi industri merupakan alat vital dalam
melakukan proses produksi. Dan keahlian seorang tenaga kerja banyak
ditunjang oleh berbagai hal, diantaranya : pengetahuan dasar, pengetahuan
keahlian, kemampuan dasar nalar (analisis dan sintesis), manajemen industri,
maupun kepemimpinan di lapangan.
Maka salah satu perwujudan usaha untuk menunjang hal tersebut adalah
dengan mengadakan “Praktek Kerja”. Dimana dalam praktek kerja kami
sebagai mahasiswa diharapkan dapat mengenal lebih jauh aplikasi-aplikasi
disiplin ilmu yang telah dipelajari, yang tentu lebih kompleks dan nyata.
Praktek Kerja ini merupakan mata kuliah wajib yang harus ditempuh
setiap mahasiswa sebagai salah satu syarat kelulusan. Tujuan perguruan tinggi
mewajibkan adanya praktek kerja ini yaitu sebagai pembelajaran bagi
mahasiswa dalam dunia kerja disebuah perusahaan. Mahasiswa diwajibkan
mempelajari sistem yang ada di perusahaan, memahami bagaimana praktek
kerja sebenarnya di lapangan berdasarkan ilmu yang telah didapat selama kuliah
PT. PLN (Persero) sebagai salah satu Perusahaan Negara yang telah
memanfaatkan teknologi elektronika, instrumentasi dan kontrol serta
komputerisasi dalam proses produksi sehari-hari, terutama pada gardu induk.

1
Gardu Induk (GI) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari saluran
transmisi distribusi listrik. Dimana suatu sistem tenaga yang dipusatkan pada
suatu tempat berisi saluran transmisi dan distribusi, perlengkapan hubung bagi
transfomator, dan peralatan pengaman serta peralatan control.
Fungsi utama gardu induk :
 Untuk mengatur aliran daya listrik dari saluran transmisi ke saluran
transmisi lainnya yang kemudian di distribusikan ke konsumen.
 Sebagai tempat control dan pengaman operasi sistem.
 Sebagai tempat untuk menurunkan tegangan transmisi menjadi
tegangan distribusi.

Oleh karena itu, jika dilihat dari segi manfaat dan kegunaan dari gardu
induk itu sendiri, maka peralatan dan komponen dari gardu induk harus
memiliki keandalan yang tinggi serta pemilihan isolasi yang tepat untuk dipakai
di peralatan tenaga listrik.
Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang
terpenting dalam teknik tenaga listrik pada umunya, dan teknik tegangan tinggi
pada khususnya, oleh karena menyangkut persoalan pokok bidang teknik dan
ekonomi. Isolasi yang dipakai dalam setiap peralatan tenaga listrik terutama
peralatan tegangan tinggi, merupakan bagian terbesar dari pada biaya yang
diperlukan untuk membuat peralatan tersebut. Oleh sebab itu pemakaian listrik
haruslah rasionil, artinya tingkat isolasi yang ada harus didasarkan atas norma-
norma tertentu dengan jumlah tingkat yang tertentu pula. Kecuali itu pemakaian
isolasi harus seekonomis mungkin dengan tidak mengurangi kemampuannya
sebagai isolator.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
- Sistem koordinasi isolasi pada gardu induk
- Sistem pengamanan pada gardu induk

2
1.3 Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Nyata
Tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dari kegiatan Kerja Praktek
yaitu antara lain sebagai berikut:
 Bagi Mahasiswa
(1) Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki pada
kegiatan nyata, dengan demikian mahasiswa bisa mengetahui
pebandingan antara pengetahuan di bangku kuliah dengan kenyataan
di dunia industri.
(2) Memperdalam dan meningkatkan keterampilan diri yang sesuai
dengan ilmu yang dimiliki.
(3) Menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan kerja di masa yang akan datang.
(4) Manambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman sebagai generasi
terdidik dan terlatih yang nantinya dapat terjun dalam masyarakat
terutama dalam lingkungan industri
 Bagi Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
(1) Sebagai sarana pengenalan Program Studi Teknik Elektro Fakultas
Teknologi Industri kepada perusahaan terkait yang membutuhkan
lulusan atau tenaga kerja yang dihasilkan oleh Program Studi Teknik
Elektro Fakultas Teknologi Industri.
(2) Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana
kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan tenaga
kerja yang terampil di bidangnya.
 Bagi Perusahaan yang Bersangkutan
(1) Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas pendidikan yang ada di
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
(2) Sebagai sarana untuk memberikan kriteria tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh badan usaha yang terkait.
(3) Sebagai kerangka acuan dalam penelitian-penelitian yang akan
datang berikutnya.

3
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan dibahas dalam laporan kerja praktek ini
adalah mencakup tentang sistem koordinasi serta sitem pengamanan gardu
induk di PT. PLN (PERSERO) UPT Cirebon Gardu Induk Tegangan Ekstra
Tinggi 500 KV Mandirancan.

1.5 Waktu & Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja


Pelaksanaan Praktek Kerja dilaksanakan dari tanggal 1 Agustus 2019
s.d 31 Agustus 2019 di PT. PLN (Persero) UPT Cirebon GITET Mandirancan
yang beralamat di Jl. Raya Pancalang, Pancalang, Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat.

Tabel 1.1 Jadwal Praktek Kerja

No Hari Jam Masuk Istirahat Jam Pulang


1 Senin 07.30 12.00 - 13.00 16.00
2 Selasa 07.30 12.00 - 13.00 16.00
3 Rabu 07.30 12.00 - 13.00 16.00
4 Kamis 07.30 12.00 - 13.00 16.00
5 Jum’at 07.30 12.00 - 13.00 16.30
*waktu dalam WIB (Waktu Indonesia Barat)

4
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Latar Belakang dan Sejarah PT. PLN


Pada tahun 1942 sudah berdiri perusahaan swasta Belanda yang
mengelola kelistrikan di kota Palembang yaitu NV. Nederland Indischi Gas
Maatschapij yang disingkat NV. NIGEM yang memiliki pembangkit tenaga
listrik merk SULZER sebanyak 2 unit yang mulai dioperasikan pada tahun
1927 dan mempunyai anak perusahaan di Tanjung Karang. Saat Perang
Dunia II, perusahaan listrik di kota Palembang dikuasai oleh Jepang dan
diberi nama Denky Kyoky. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang
menyerahkan Denky Kyoky kepada Belanda dengan nama NV. OGEM. Pada
tahun 1958 pemerintah RI menerbitkan UU No. 86 tentang Nasionalisasi
perusahaan milik Belanda termasuk NV. OGEM untuk diambil alih
pemerintah RI dan dipegang oleh Perusahaan Listrik dan Gas Sumatera
Selatan. Pengambilalihan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 16 tahun
1959 yang kemudian di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga
(PUT) No. Ment.I/U/24 tahun 1959, maka tenaga listrik dikelola oleh
Perusahaan Negara Djakarta. Lalu pada Juni 1960 Menteri PUT menerbitkan
Keputusan tentang Struktur Organisasi Perusahaan Umum Listrik Negara
Eksploitasi yang meliputi area kerja Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu
dan Riau. Kemudian sesuai Keputusan Menteri PUT pada tahun 1965, maka
diadakan perubahan daerah kerja PLN Eksploitasi II meliputi Sumatera
Selatan, Lampung, Jambi dan Bengkulu. Setelah itu pada tahun 1972
dikeluarkan PP No. 18/1972 yang mengubah PLN Eksploitasi II menjadi
PLN Eksploitasi IV dengan wilayah kerja yang sama.
Nama PLN Eksploitasi IV inipun tidak bertahan lama dengan
diterbitkannya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga No.
013/PRT/1975 yang mengubah PLN Eksploitasi IV menjadi PLN Wilayah IV
masih dengan area kerja yang sama dan Kantor Wilayah berkedudukan di

5
Palembang dimana terdiri dari Cabang Palembang, Cabang Tanjung Karang,
Cabang Bengkulu, Cabang Lahat, Cabang Jambi, Tanjung Pandan dan Sektor
Keramasan. Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan tenaga listrik bagi
masyarakat, maka satuan kerja PLN Wilayah IV berkembang menjadi
Cabang Bangka, Sektor Bukit Asam, Unit Pengatur Beban Sistem Sumsel
dan Sektor Bandar Lampung.
Selanjutnya sesuai Keputusan Direksi PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero) No 079.K/023/DIR/1996 maka dibentuk PT PLN (Persero)
Pembangkitan dan Penyaluran Suamtera bagian Selatan. Dengan demikian
maka PLN Wilayah IV hanya membawahi 7 unit yaitu : Cabang Palembang,
Cabang Tanjung Karang, Cabang Jambi, Cabang Bengkulu,Cabang Lahat,
Cabang Tanjung Pandan dan Cabang Bangka.

Gambar 2.1 Logo PLN

Berdasarkan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No.


114.K/010/2001, PLN Wilayah IV berubah menjadi Unit Bisnis Sumatera
Selatan Jambi Bengkulu Bangka Belitung dan Lampung. Selang beberapa
waktu kemudian terjadi perubahan organisasi kembali sesuai Keputusan Dir
No. 089.K/010/DIR/2002 dimana Unit Bisnis diubah menjadi PT PLN
(Persero) Wilayah Sumatera Selatan Jambi dan Bengkulu yang membawahi 4
unit yakni Cabang Palembang, Cabang Lahat, Cabang Jambi dan Cabang
Bengkulu.

6
Secara garis besar, sejarah perkembangan PLN berdasarkan pembagian
kurun waktu tertentu dan dibagi kedalam 7 periode, yaitu :
1. Periode sebelum tahun 1943
2. Periode 1943 – 1945
3. Periode 1945 – 1950
4. Periode 1951 – 1966
5. Periode 1967 – 1985
6. Periode 1985 – 1993
7. Periode 1994 – s/d sekarang.

1. Periode sebelum tahun 1943


Perusahaan kelistrikan di Indonesia di rintis oleh perusahaan –
perusahaan listrik swasta Belanda yaitu oleh pabrik-pabrik dan perusahaan.
Melihat kelistrikan untuk umum di nilai menguntungkan, maka muncullah
perusahaan-perusahaan listrik milik Belanda seperti :
a. NV ANIEM
b. NV GEBEO
c. NV OGEM
d. Dan lain-lain (perusahaan listrik yang bersifat lokal)
2. Periode 1943 – 1945
Pada waktu pendudukan Jepang perusahaan – perusahaan listrik swasta
tersebut diakui secara keseluruhan oleh Jepang dan di kelola menurut situasi
suatu kondisi daerah tertentu seperti perusahaan listrik Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatra dan lain-lain.
3. Periode 1945 – 1950
Perusahaan Listrik dan Gas di rebut dari Jepang dan melalui Ketetapan
Presiden RI. No.1 / S.D / 1945 tanggal 27 Oktober 1945, di bentuk Jawatan
Listrik dan Gas yang berkedudukan di Yogyakarta.
Pada masa agresi Belanda I Perusahaan Listrik yang dibentuk dengan
Ketetapan Presiden di atas dikuasai kembali oleh pemiliknya semula.

7
Pada masa agresi Belanda II 19 Desember 1948 sebagian besar kantor-
kantor Jawatan Listrik dan Gas di rebut oleh pemerintah kolonial Belanda,
kecuali daerah Aceh. Tahun 1950 Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi
Jawatan Listrik dan Gas milik pemerintahan kolonial Belanda. Sedangkan
perusahaan listrik swasta di serahkan kembali kepada pemiliknya semula
sesuai hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB).
4. Periode 1951 – 1966
Jawatan Tenaga membawahi perusahaan negara untuk membangkitkan
tenaga listrik (PENUPETEL) dan diperluaskan dengan membawahi juga
perusahaan negara untuk distribusi tenaga listrik (PENUDITEL) pada tahun
1952.
Berdasarkan Keppres No. 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang
nasionalisasi perusahaan listrik milik bangsa Belanda yaitu jika konsesi
perusahaannya telah berakhir. Maka beberapa perusahaan listrik milik swasta
tersebut di ambil alih dan digabungkan ke Jawatan Tenaga. Kemudian pada
tahun 1958 DPR dan Pemerintah RI menerbitkan Undang undang tentang
nasionalisasi semua perusahaan Belanda.
Kemudian Peraturan Pemerintah RI No. 18 tentang Nasionalisasi
Perusahaan Listrik dan Gas milik Belanda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
tersebut Penguasa Perusahaan – Perusahaan Listrik dan Gas (P3LG)
menangani proses alih kepemilikannya.
Jawatan Tenaga diubah menjadi Perusahaan Listrik Negara melalui
Surat Keputusan Menteri PU dan tenaga No. P. 25 / 45 / 17 tanggal 23
September 1958, sedangkan P3LG dibubarkan pada tahun 1959 setelah
Dewan Direktur Perusahaan Listrik Negara (DDPLN) terbentuk.
Berdasarkan U.U No.19 tahun 1960 tentang perusahaan negara, melalui
Peraturan Pemerintah RI No. 67 tahun 1961 di bentuklah Badan Pimpinan
Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN) yang mengelola semua
perusahaan listrik, gas dan kokkas berada didalam satu wadah organisasi.
Untuk mewujudkan UU dan Peraturan Pemerintah tersebut Menteri PU dan

8
Tenaga pada saat itu menerbitkan Surat Keputusan Menteri PUT No. Ment.
16/1/20, tanggal 20 Mei 1961 yang memuat arahan sebagai berikut :
a. BPU adalah suatu badan negara yang diserahi tugas menguasai dan
mengurus perusahaan – perusahaan listrik dan gas yang terbentuk
badan hukum.
b. Organisasi BPU PLN di pimpin oleh direksi.
c. Daerah dibentuk daerah eksploitasi yang terdiri atas :
1) 10 daerah eksploitasi listrik umum (Pembangkit dan Distribusi).
2) 2 daerah eksploitasi khusus distribusi listrik.
3) 1 daerah eksploitasi khusus pembangkit listrik.
4) 13 PLN eksploitasi proyek-proyek kelistrikan.
d. Daerah eksploitasi khusus distribusi dibagi lebih lanjut menjadi
Cabang dan Ranting.
e. Daerah eksploitasi khusus pembangkitan dibagi lebih lanjut menjadi
sektor.
Tahun 1965 BPU PLN dibubarkan dengan peraturan pemerintah No. 19
dan dibentuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara
(PGN).
Tahun 1966, BPU PLN pada masa Kabinet Ampera, PLN di tempatkan
dibawah Direktorat Jendral Tenaga Listrik (DITJEN) di dalam lingkungan
Departemen Perindustrian Dasar Ringan dan Tenaga (DEPPDAGRI).
5. Periode 1967 – 1985
Dalam Kabinet Pembangunan I Dirjen Gatrik, PLN dan Lembaga
Masalah Ketenaga Kerjaan (LMK) dialihkan ke Departemen PUTL.
LMK ditetapkan dalam pengelolaan PLN melalui Peraturan Menteri
PUTL No. 6 / PRT / 1970.
Tahun 1972, PLN ditetapkan sebagai Perusahaan Umum melalui
Peraturan Pemerintah No. 18. pemerintah juga memberikan tugas-tugas
pemerintahan di bidang kelistrikan kepada PLN untuk mengatur, membina,
mengawasi pelaksanaan perencanaan umum bidang kelistrikan nasional,
disamping tugas-tugas sebagai perusahaan.

9
Mengingat kebijaksanaan energi dipandang perlu untuk ditetapkan
secara nasional, maka pada Kabinet Pembangunan II dibentuk Departemen
Pertambangan dan Energi kemudian PLN serta PGN berpindah lingkungan
dari Departemen PUTL ke Departemen Pertambangan di bidang ketenagaan
selanjutnya ditangani oleh Direktorat Jendral Ketenagaan (1981).
Dalam Kabinet Pembangunan IV Dirjen Ketenagaan diubah menjadi
Dirjen Listrik dan Energi Baru (LEB) perubahan nama ini memperjelas tugas
dan fungsinya yaitu :
a. Pembinaan Program Kelistrikan.
b. Pembinaan Pengusahaan Kelistrikan.
c. Pengembangan Energi Baru.
Terlihat bahwa tugas-tugas Pemerintahan yang semula dipikul oleh
PLN (secara bertahap dikembalikan ke Departemen), sehingga PLN dapat
lebih memusatkan fungsinya sebagai perusahaan.
6. Periode 1985 – 1993
Mengingat tenaga listrik sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara umum serta untuk mendorong peningkatan
kegiatan ekonomi secara khusus dan oleh karena itu usaha penyediaan tenaga
listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan agar tersedia
tenaga listrik dalam jumlah yang cukup merata dengan mutu pelayanan yang
baik kemudian dalam rangka peningkatan pembangunan yang
berkesinambungan di bidang ketenagalistrikan di perlukan upaya untuk secara
optimal memanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga
listrik sehingga menyediakan tenaga listrik terjamin tetapi untuk mencapai
maksud tersebut, pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa
ketentuan dan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan di bidang
ketenagalistrikan, maka bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia menetapkan Undang undang No. 15 tahun 1985 tentang
ketenagalistrikan.

10
Kemudian sebagai pengejawatan Undang-undang tersebut pemerintah
menempatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 tahun 1989
tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Berdasarkan Undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut
ditetapkan bahwa PLN merupakan salah satu pemegang kuasa
ketenagalistrikan, berhubung dengan itu maka agar didalam pelaksanaan
operasional sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan sesuai dengan
makna yang terkandung di dalam Undang-undang dan peraturan pemerintah
tersebut di atas, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 17 tahun 1990 tentang Perusahaan Umum
(PERUM) Listrik Negara.
Peraturan ini merupakan dasar hukum pengelolaan perusahaan umum
listrik negara sebagai pemegang kuasa ketenagalistrikan.
7. Periode 1994 s/d sekarang
Mengingat listrik sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara umum, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 3 tahun 1994 tentang peralihan bentuk Perusahaan Listrik Negara
(PERUM) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) serta telah di tanda
tanganinya akta notaris Sujipto, SH No. 169 tanggal 30 Juli 1994 tentang
Pendirian Perusahaan Terbatas (PT) Perusahaan Milik Negara atau disingkat
PT. PLN (Persero) telah didirikan dengan modal Rp. 63.000.000.000.000,00
(Enam Puluh Tiga Triliun Rupiah) modal yang ditempatkan dan disetor
penuh Rp. 13.000.000.000.000,00 (Tiga Belas Triliun Rupiah) segala hak dan
kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum Listrik Negara yang
ada pada saat pembubaran beralih kepada PT. PLN (Persero).

2.2 Sejarah GITET Mandirancan


Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan
teknologi yang semakin maju dan canggih, dengan sendirinya kebutuhan akan
energi listrik semakin meningkat. PLN sebagai penyedia energi listrik di
Indonesia bertanggung jawab penuh atas tuntutan tersebut, sehingga

11
ketersediaan akan energi listrik mampu memenuhi tuntutan pelanggan baik
kapasitas maupun keandalannya dalam jumlah yang cukup dan keandalan
yang tinggi.
Langkah PLN dalam memenuhi tuntutan tersebut dengan cara
membangun Pembangkit, Transmisi, GITET, dan GI baru di wilayah yang
kebutuhan akan energi listriknya meningkat pesat, untuk di pulau Jawa
dengan membangun SUTET yang membentang dari ujung barat pulau Jawa
sampai ujung timur pulau Jawa dan membangun GITET-GITET termasuk
GITET Mandirancan yang memasok energi listrik yang andal dan mencukupi
bagi wilayah III Cirebon dan sekitarnya.
GITET Mandirancan mulai dibangun pada tahun 1995 oleh konsorsium
MECA (Meta Epsi Cegelec Alsthom) dibawah pengawasan PLN PIJATET
dengan nama Proyek Cirebon Substation atau Cirebon S/S di lokasi Tower no
257 ( Dead end Tower ) SUTET arah Bandung selatan 1 ( Tower no 1
dimulai dari GITET Bandung selatan ) dan Tower no 1 ( Dead end Tower )
SUTET arah Ungaran 1 ( Tower no. 453 di GITET Ungaran ), termasuk
wilayah pemerintahan Desa Pancalang ( 15,4 Ha ) dan Desa Tajurbuntu ( 5,5
Ha ), Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan.

2.3 Visi dan Misi PT. PLN (PERSERO)


2.3.1 Visi Perusahaan :
“Diakui sebagai unit distribusi terbaik dengan pelayanan kelas dunia
sesuai prinsip efisien, andal dan berkualitas dilandasi potensi insani”

2.3.2 Misi Perusahaan :


a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi
pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.
b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kwlitas
kehidupan masyarakat.
c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

12
2.3.3 MOTTO
“Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik”
2.3.4 MAKSUD & TUJUAN PERSEROAN
Untuk menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi
kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk
keuntungan dan melaksanakan penugasan pemerintah di bidang
ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan
menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

2.4 Struktur Organisasi

Manager UPT CIREBON

Pengadaan
Barang & Jasa

ASMAN ASMAN ASMAN


HASSET ENGINEERING ADMUM

SPV.BC SUB BC

SPV. GITET MANDIRANCAN

13
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Gardu Induk


Gardu Induk merupakan suatu instalasi yang terdiri dari sekumpulan
peralatan listrik yang disusun menurut pola tertentu dengan pertimbangan
teknis serta ekonomis.
Fungsi dari Gardu Induk adalah sebagai berikut :
- Mentransformasikan tenaga listrik tegangan tinggi yang satu
ketegangan yang lainnya atau tegangan menengah.
- Pengukuran pengawasan operasi serta pengaturan pengamanan dari
sistem tenaga listrik.
- Pengaturan daya ke gardu-gardu lainnya melalui tegangan tinggi dan
gardu distribusi melalui feeder tegangan menengah.
Pada dasarnya gardu induk terdiri dari saluran masuk dan dilengkapi
dengan transformator daya, perlatan ukur, peralatan penghubung dan lainnya
yang saling menunjang.

3.2 Klasifikasi Gardu Induk


Gardu induk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu

3.2.1 Menurut Pemasangan Peralatan


Berdasarkan Pemasangan peralatan, Gardu induk dapat dibedakan
menjadi 4 macam yaitu :
1. Gardu Induk Pasang Luar
Gardu induk jenis pasangan luar terdiri dari peralatan tegangan
tinggi pasangan luar. Pasangan luar yang dimaksud adalah diluar
gedung atau bangunan. Walaupun ada beberapa peralatan yang lain
berada di dalam gedung, seperti peralatan panel kontrol, meja
penghubung (switch board) dan baterai. Gardu Induk jenis ini ini

14
memerlukan tanah yang begitu luas namun biaya kontruksinya lebih
murah dan pendinginannya murah.
2. Gardu Induk Pasang Dalam
Disebut Gardu induk pasangan dalam karena sebagian besar
peralatannya berada dalam suatu bangunan. Peralatan ini seperti halnya
pada gardu induk pasangan luar. Dari transformator utama, rangkaian
switchgear dan panel kontrol serta batere semuanya. Jenis pasangan
dalam ini dipakai untuk menjaga keselarasan dengan daerah sekitarnya
dan untuk menghindari bahaya kebakaran dan gangguan suara.
3. Gardu Induk Setengah Pasangan Luar
Sebagian dari peralatan tegangan tingginya terpasang di dalam
gedung dan yang lainnya dipasang diluar dengan mempertimbangkan
situasi dan kondisi lingkungan. Karena konstruksi yang berimbang
antara pasangan dalam dengan pasangan luar inilah tipe gardu induk ini
disebut juga gardu induk semi pasangan dalam.
4. Gardu Induk Pasangan Bawah Tanah
Hampir semua peralatanya terpasang dalam bangunan bawah
tanah. Hanya alat pendinginan biasanya berada diatas tanah, dan
peralatan peralatan yang tidak memungkinkan untuk ditempatkan di
bangunan bawah tanah. Biasanya di bagian kota yang sangat ramai,
dijalan-jalan pertokoan dan dijalan-jalan dengan gedung bertingkat
tinggi. Kebanyakan gardu induk ini dibangun dibawah jalan raya.

3.2.2 Menurut Tegangan


Berdasarkan tegangan, gardu induk dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu :
1. Gardu Induk Transmisi
Yaitu gardu induk yang mendapat daya dari saluran transmisi
untuk kemudian menyalurkannya ke daerah beban (industri, kota, dan
sebagainya). Gardu induk transmisi yang ada di PLN adalah tegangan
ekstra tinggi 500 KV dan tegangan tinggi 150 KV.

15
2. Gardu Induk Distribusi
Yaitu gardu induk yang menerima tenaga dari gardu induk
transmisi dengan menurunkan tegangannya melalui transformator
tenaga menjadi tegangan menengah (70KV, 20 KV, 12 KV atau 6 KV)
untuk kemudian tegangan tersebut diturunkan kembali menjadi
tegangan rendah (127/220 V) atau (220/380 V) sesuai dengan
kebutuhan.

3.2.3 Menurut Fungsinya


Berdasarkan fungsinya, gardu induk dapat dibedakan menjadi 5 macam
yaitu :
1. Gardu Induk Penaik Tegangan
Merupakan gardu induk yang berfungsi untuk menaikkan
tegangan, yaitu tegangan pembangkit (generator) dinaikkan menjadi
tegangan sistem. Gardu Induk ini berada di lokasi pembangkit
tenaga listrik. Karena output voltage yang dihasilkan pembangkit
listrik kecil dan harus disalurkan pada jarak yang jauh, maka dengan
pertimbangan efisiensi, tegangannya dinaikkan menjadi tegangan
ekstra tinggi atau tegangan tinggi.
2. Gardu Induk Penurun Tegangan
Merupakan gardu induk yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan, dari tegangan tinggi menjadi tegangan tinggi yang lebih
rendah dan menengah atau tegangan distribusi. Gardu Induk terletak
di daerah pusat pusat beban, karena di gardu induk inilah pelanggan
(beban) dilayani.
3. Gardu Induk Pengatur Tegangan
Pada umumnya gardu induk jenis ini terletak jauh dari
pembangkit tenaga listrik. Karena listrik disalurkan sangat jauh,
maka terjadi tegangan jatuh (voltage drop) transmisi yang cukup
besar. Oleh karena diperlukan alat penaik tegangan, seperti bank
capasitor, sehingga tegangan kembali dalam keadaan normal.

16
4. Gardu Induk Pengatur Beban
Berfungsi untuk mengatur beban. Pada gardu induk ini
terpasang beban motor, yang pada saat tertentu menjadi pembangkit
tenaga listrik, motor berubah menjadi generator dan suatu saat
generator menjadi motor atau menjadi beban, dengan generator
berubah menjadi motor yang memompakan air kembali ke kolam
utama.
5. Gardu Distribusi
Gardu induk yang menyalurkan tenaga listrik dari tegangan
sistem ke tegangan distribusi. Gardu induk ini terletak di dekat
pusat-pusat beban.

3.3 Fasilitas dan Peralatan Gardu Induk


Agar gardu induk dapat menjalankan fungsi dan tujuannya, maka gardu
dilengkapi dengan peralatan serta fasilitas. Secara garis besar, peralatan-
peralatan pada gardu induk tersebut adalah sebagai berikut :
3.3.1 Transformator Daya
1. Transformator Daya
Transformator Daya berfungsi untuk mentransformasikan daya
listrik, dengan merubah besaran tegangannya sedangkan frekuensinya
tetap. Transformator daya juga berfungsi sebagai pengatur tegangan.
Trafo daya dilengkapi oleh trafo pentanahan yang berfungsi untuk
mendapatkan titik netral dari trafo daya. Perlengkapan lainnya adalah
pentanahan trafo yang disebut Neutral Grounding Resistance (NGR).

Gambar 3.1 Transformator Daya

17
2. Neutral Grounding Resistance (NGR)

Gambar 3.2 Neutral Grounding Resistance

Neutral Grounding Resistance (NGR) adalah komponen yang


dipasang antara titik netral trafo dengan pentanahan. Neutral
Grounding Resistance (NGR) berfungsi untuk memperkecil arus
gangguan yang terjadi.
3. Current Transformer (CT)

Gambar 3.3 Current Transformer

Transformator Arus (CT) berfungi untuk merubah besaran arus,


dari arus yang besar ke arus yang kecil. Atau memperkecil besaran
arus listrik pada sistem tenaga listrik, menjadi arus untuk sistem
pengukuran dan proteksi.

18
4. Potential Transformer (PT)

Gambar 3.4 Potential Transformer

Transformator Tegangan (PT) berfungsi untuk merubah besaran


tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau memperkecil
besaran tegangan listrik pada system tenaga listrik, menjadi besaran
tegangan untuk pengukuran dan proteksi.

3.3.2 Alat Pengubah Fasa


Alat pengubah phasa ini dipakai untuk mengatur jatuh tegangan pada
saluran atau transformator dengan mengatur daya reaktif, atau untuk
menurunkan rugi daya dengan memperbaiki faktor daya. Alat tersebut ada
yang berputar, ada yang stationer. Yang berputar adalah kondensator sinkron
dan kondensator asinkron. Sedangkan untuk stationer adalah kondensator
statis dan reaktor shunt. Yang berputar dipakai untuk phasa terdahulu
(leading) atau terbelakang (lagging) yang dapat diatur secara terus-menerus.
Tetapi alat ini sangat mahal dan pemeliharaannya rumit. Alat yang stationer
sekarang ini banyak dipakai menggantikan alat yang berputar, sebab teknik
pembuatannya telah banyak mengalami kemajuan pesat, tegangannya dapat
diatur tanpa kesulitan dengan penyetelan daya reaktif secara bertingkat
mengikuti sistem tenaga listrik.

19
3.3.3 Peralatan Penghubung
Saluran transmisi dan distribusi dihubungkan dengan gardu induk. Jadi
gardu induk ini merupakan tempat pemutusan dari tenaga yang dibangkitkan
dari sistem interkoneksi, sistem transmisi, dan distribusi kepada pelanggan.
Saluran transmisi dan distribusi ini dihubungkan pada ril (bus) melalui
transformator utama, setiap saluran mempunyai pemutus beban (circuit
breaker) dan pemisah (disconnect switch) pada sisi keluarnya. Pemutus beban
ini dipakai untuk memutuskan atau menghubungkan beban bila terjadi
gangguan pada saluran transmisi atau alat lain, pemutus beban itu dipakai
untuk memutuskan hubungan secara otomatis. Pemutus beban dan pemisah
dinamakan peralatan penghubung (switchgear).
Peralatan penghubung terbagi dua yaitu:
a. Pemutus Tenaga (PMT)

Gambar 3.5 Pemutus Tenaga (PMT)

Berfungsi untuk memutuskan hubungan tenaga listrik dalam


keadaan gangguan maupun dalam keadaan berbeban dan proses ini
harus dilakukan dengan cepat. Pemutus tenaga listrik dalam keadaan
gangguan akan menimbulkan arus yang relatif besar, pada saat tersebut
pemutus beban bekerja sangat berat. Bila kondisi peralatan pemutus
tenaga menurun karena kurangnya pemeliharaan, sehingga tidak sesuai
lagi kemampuan dengan daya yang diputuskannya, maka pemutus
tenaga tersebut akan dapat rusak (meledak).

20
b. Pemisah (PMS)

Gambar 3.6 Pemisah (PMS)

Pemilihan jenis pemisah (disconnect switch) ditentukan oleh


lokasi, tata bangunan luar (outdoor structure) dan sebagainya. Pada
umumnya pemisah tidak dapat memutuskan arus. Meskipun ia dapat
memutuskan arus yang kecil, misalnya arus pembangkit Trafo, tetapi
pembukaan atau penutupannya harus dilakukan setelah pemutus tenaga
lebih dahulu dibuka. Untuk menjamin bahwa kesalahan urutan operasi
tidak terjadi, maka harus ada keadaan saling mengunci (interlock),
antara pemisah dengan pemutus bebannya.
Sesuai dengan fungsi dan kegunaannya, maka PMS dibagi menjadi
2 macam yaitu :
1. Pemisah Tanah, berfungsi untuk mengamankan peralatan dari
sisi tegangan yang timbul sesudah SUTT / SUTM diputuskan.
2. Pemisah Peralatan, berfungsi untuk mengisolasikan peralatan
listrik dari peralatan yang bertegangan. Pemisah ini
dioperasikan tanpa beban.

3.3.4 Panel Hubung


Panel hubung (meja, switch board) merupakan pusat syaraf sebagai
suatu GI. Pada panel hubung inilah operator dapat mengamati keadaan
peralatan, melakukan operasi peralatan serta pengukuran-pengukuran
tegangan dan arus, daya dan sebagainya.

21
Gambar 3.7 Panel Hubung

Bila terjadi gangguan, panel hubung ini membuka pemutus beban


secara otomatis melalui rele pengaman dan memisahkan bagian yang
terganggu. Karena tegangan dan arus tidak dapat diukur langsung pada sisi
tegangan tinggi, maka transformator ukur (instrument) mengubah menjadi
tegangan dan arus rendah, sekaligus memisahkan alat-alat tadi dari sisi
tegangan tinggi. Adapun tiga jenis transformator ukur yaitu transformator
tegangan, transformator arus, serta transformator tegangan dan arus.

3.3.5 Baterai

Gambar 3.8 Baterai

Sumber tenaga untuk sistem kontrol dan proteksi selalu mempunyai


keandalan dan stabilitas yang tinggi, maka baterai dipakai sebagai sumber

22
tenaga kontrol dan proteksi pada gardu induk. Peranan dari baterai sangat
penting karena pada saat gangguan terjadi, baterai sebagai sumber tenaga
untuk menggerakkan alat-alat kontrol dan proteksi.

3.3.6 Alat Pelindung


Alat - alat pelindung (protective device) dalam arti luas, disamping
pemutus beban dan rele pengaman, adalah sebagai berikut :
 Arrester mengamankan peralatan gardu induk terhadap tegangan
lebih abnormal yang bersifat kejutan, misalnya kejutan petir.
 Beberapa peralatan netral sering dipakai dititik netral transformator
untuk pengamanan pada waktu terjadi gangguan tanah.
 Bila terjadi gangguan (hubung – singkat) tanah atau gangguan petir,
potensial tanah dari gardu induk mungkin naik abnormal sehingga
membahayakan orang dan binatang yang ada didekatnya atau
menyebabkan rusaknya alat. Untuk menghindari resiko seperti ini,
ditanamlah penghantar pengtanahan dengan tahanan tanah sekecil
mungkin.

3.3.7 Peralatan Lain – Lain


Disamping peralatan diatas, ada peralatan bantu (auxiliary tool), seperti :
alat pendingin, alat pencuci isolator, batere, pengisi batere, kompresor,
sumber tenaga, alat penerangan dan sebagainya. Gardu – gardu yang tua
kebanyakan dilengkapi pula dengan peralatan yang diperlukan untuk
pemeliharaan, seperti: Ruang bongkar transformator, fasilitas untuk
pemindahan transformator, bengkel dan sebagainya.

3.3.8 Bangunan (Gedung) Gardu Induk


Gedung G.I (gardu induk) berbeda – beda tergantung pada skala dan
jenis G.I. Pada G.I pemasangan luar, disamping panel hubung dan sumber
tenaga untuk kontrol, hanyalah peralatan komunikasi dan kantor yang harus

23
ada di dalam gedung. Oleh karena itu gedungnya lebih kecil bila
dibandingkan dengan gardu induk jenis pemasangan dalam.

3.4 Transformator
Transformator adalah alat listrik yang dapat memindahkan energi listrik
dengan merubah tingkat tegangan dari suatu rangkaian listrik ke rangkaian
listrik lain melalui prinsip induksi magnetik tanpa merubah frekuensi.
Transformator bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.
Tegangan masukan bolak-balik yang membentangi primer menimbulkan
fluks magnet yang idealnya semua bersambung dengan lilitan sekunder. Fluks
bolak-balik ini menginduksikan gaya gerak listrik (ggl) dalam lilitan
sekunder. Jika efisiensi sempurna, semua daya pada lilitan primer akan
dilimpahkan ke lilitan sekunder.
3.4.1 Bagian Utama Transformator
Bagian transformator yaitu sebagai berikut:
1) Inti Besi

Gambar 3.9 Inti Besi Transformator

Inti besi berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, yang


ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui kumparan. Pada
transformator, inti besi dibuat dari lempengan-lempengan besi
tipis yang berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi
besi) yang ditimbulkan oleh “Eddy Current”.

24
2) Kumparan

Gambar 3.10 Kumparan Transformator

Beberapa lilitan kawat berisolasi akan membentuk suatu


kumparan. Kumparan tersebut di-isolasi, baik terhadap inti besi
maupun terhadap kumparan lain disebelahnya dengan isolasi
padat, seperti karton, pertinax.
3) Minyak Trafo
Sebagian besar trafo tenaga, kumparan-kumparan dan
intinya direndam dalam minyak trafo, terutama trafo-trafo
tenaga yang berkapasitas besar, karena minyak trafo mempunyai
sifat sebagai media pemindah panas (di sirkulasi), dan bersifat
sebagai isolasi (daya tegangan tembus tinggi), sehingga minyak
trafo tersebut berfungsi sebagai media pendingin dan isolasi.
4) Tangki

Gambar 3.11 Tangki Transformator

25
Pada umumnya bagian-bagian dari trafo yang terendam
minyak trafo berada (ditempatkan) dalam tangki. Untuk
menampung pemuaian minyak trafo, tangki dilengkapi dengan
konservator.
5) Bushing Transformator
Hubungan antara kumparan trafo ke jaringan luar melalui
sebuah bushing, yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh
isolator, yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara
konduktor tersebut dengan tangki trafo.

3.4.2 Jenis Trafo


Transformator terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
 Transformator Step Up
Transformator Step Up adalah transformator yang digunakan untuk
menaikkan tegangan bolak-balik (AC). Pada transformator ini, jumlah
lilitan kumparan sekunder lebih banyak daripada lilitan kumparan
primer.
 Transformator Step Down
Transformator Step Down adalah transformator yang digunakan
untuk menurunkan tegangan bolak-balik (AC). Pada transformator ini,
jumlah lilitan kumparan primer lebih banyak daripada jumlah lilitan
kumparan sekunder.

3.5 Terjadinya Petir


Petir, kilat, atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul
pada musim hujan di saat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat yang
menyilaukan. Beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar
yang disebut guruh. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya
perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.
Petir merupakan gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah
kondensator raksasa, dimana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng

26
negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap
netral).
Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif
pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage).
Petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), dimana salah satu
awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif.
Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau
dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia
bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan
berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul
pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul
pada sisi sebaliknya.
Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan
terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau
sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan
ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu
menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara. Petir lebih
sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara
mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan
arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan
bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda
muatan.

3.5.1 Initial leader (Lidah Mula)


Leader dari suatu kilat didahului oleh aliran pengemudi
(pilot streamer), yang menentukan arah perambatan muatan dari awan ke
udara yang ionisasinya rendah. Karena cahayanya lemah, tidak dapat
tertangkap oleh boys camera. Sesudah pilot streamer ini terjadi, akan diikuti
oleh titik cahaya yang bergerak secara melompat- lompat, dinamakan stepped
leader. Kecepatan stepped leader kira-kira 105m/detik. Arah tiap-tiap langkah

27
dari stepped leader berubah-ubah, sehingga jalannya tidak lurus dan patah-
patah.
Ketika lidah kilat menuju bumi, cabang-cabang dari lidah utama akan
terbentuk. Bial stepped leader telah dekat dengan bumi, akan terjadi saluran
muatan positif dari bumi keawan, karena ada beda potensial yang tinggi.
Saluran muatan positif ini bertemu dengan ujung stepped leader, titik
pertemuan ini disebut point of strike, berada 20-70 m diatas permukaan
bumi. Waktu dari stepped leader untuk sampai ke permukaan bumi kira-kira
20 m/detik.

3.5.2 Return stroke (sambaran kembali)


Ketika lidah kilat mengenai bumi, suatu sambaran kembali yang sangat
terang bergerak keatas melalui jalan yang sama. Return stroke terjadi karena
aliran muatan positif dari bumi ke awan atau aliran muatan negatif dari awan
ke bumi.
Sesudah return stroke yang pertama, biasanya terjadi sambaran-
sambaran berikutnya karena ada bagian lain dari awan mempunyai cukup
banyak muatan. Arus pada setiap sambaran rata-rata 20 kA. Arus kilat ini
merupakan arus impuls dimana harga puncak dicapai dalam beberapa mikro
detik. Tempat-tempat di permukaan bumi yang kena smbaran kilat tergantung
dari gradient potensial di bumi, dibawah perjalanan dari stepped leader,
disamping tinggi dari tempat tersebut.

3.5.3 Multiple stroke (terkaman yang berulang-ulang)


Sesudah return stroke yang pertama, biasanya masih ada pusat muatan
yang lain diawan untuk memulai sambaran petir berikutnya. Sambaran ini
dimulai dengan “leader” yang mengikuti jalan yang dilalui oleh return stroke
sebelumnya.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Tidak ada percabangan,
2. Tidak dapat dilihat dengan boys camera,

28
3. Kecepatannya amat cepat, kira-kira 3% kecepatan cahaya
(C=1000 rf/udt)
Karena ciri-cirinya tidak ada percabangan, ia disebut juga lidah panah
(dart leader). Dart leader memerlukan waktu 1 mili detik untuk mencapai
bumi. Dart leader ini kemudian akan diikuti dengan return stroke berikutnya.
Interval antara return stroke sebelumnya dengan dart leader adalah 40-50
milidetik. Biasanya suatu sambaran petir terdiri dari 4 atau 10 return stroke.
Kecepatan dari stepped leader kira-kira 0,01-0,7% kecepatan cahaya.
Sedang dart leader kira-kira 0,13-10% kecepatan cahaya. Pada saat satu
pusat muatan, mulai terjadi stepped leader yang bergerak menuju bumi.
Stepped leader hampir mencapai bumi, sementara itu di bumi terjadi saluran
muatan positif yang bergerak keatas. Saluran ini akan bertemu dengan
stepped leader di titik pukulan (point of strike). Return stroke terjadi, muatan
positif bergerak keatas dengan cepat sekali.
Pusat muatan pertama telah terdischarge. Saluran muatan positif
berkembang menuju pusat muatan kedua. Discharge antara pusat muatan
pertama dengan yang kedua. Dart leader bergerak menuju bumi melalui jalan
yang telah dilalui oleh return stroke tadi. Terjadi return stroke yang kedua.
Discharge terjadi antara bumi dengan muatan negatif dibagian bawah dari
awan.

3.6 Arrester
Arrester adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi untuk melindungi
peralatan listrik terhadap tegangan lebih akibat surja petir dan surja hubung
serta mengalirkan arus surja ke tanah.
Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik menyalurkan energinya
melalui saluran transmisi udara dimana saluran transmisi tenaga listrik yang
terpasang di udara ini sangatlah rentan terhadap gangguan yang disebabkan
oleh sambaran petir. Sambaran petir ini akan menghasilkan gelombang
berjalan (Surja Tegangan) pada saluran transmisi dan pada akhirnya dapat
masuk kepusat pembangkit tenaga listrik.

29
Gambar 3.12 Arrester

Gelombang berjalan (surja tegangan) selain dihasilkan oleh gangguan


petir, juga dapat terjadi karena adanya pembukaan dan penutupan pemutus
tenaga listrik (Open Closing Circuit Breaker) atau adanya switching pada
jaringan tenaga listrik. Pada sistem Tegangan Ekstra Tinggi (TET) yang
besarnya di atas 350 kV- 500 kV untuk standar tranmisi udara tegangan
ekstra tinggi/SUTET di Indonesia), surja tegangan ini lebih banyak
disebabkan oleh switching tenaga listrik pada jaringan dibandingkan yang
disebabkan oleh gangguan petir.
Saluran udara yang keluar dari pusat pembangkit listrik merupakan
bagian instalasi pusat pembangkit listrik yang paling rawan sambaran petir
dan karenanya harus diberi lightning arrester. Selain itu, lightning arrester
harus berada di depan setiap transformator dan harus terletak sedekat
mungkin dengan transformator.
Hal ini perlu karena pada petir yang merupakan gelombang berjalan
menuju ke transformator akan melihat transformator sebagai suatu ujung
terbuka (karena transformator mempunyai isolasi terhadap bumi/tanah)
sehingga gelombang pantulannya akan saling memperkuat dengan
gelombang yang datang. Berarti transformator dapat mengalami tegangan
surja dua kali besarnya tegangan gelombang surja yang datang. Untuk

30
mencegah terjadinya hal ini, lightning arrester harus dipasang sedekat
mungkin dengan transformator.
Arrester ini akan bekerja pada tegangan tertentu di atas dari
tegangan operasi yang berfungsi untuk membuang muatan listrik dari surja
petir dan berhenti beroperasi pada tegangan tertentu di atas tegangan operasi
agar tidak terjadi arus pada tegangan operasi. Perbandingan dua tegangan
ini disebut juga rasio proteksi arrester. Tingkat isolasi bahan arrester harus
berada di bawah tingkat isolasi bahan transformator agar apabila sampai
terjadi flashover, maka flashover diharapkan terjadi pada arrester dan tidak
pada transformator.
Rating arus arrester ditentukan dengan mempelajari statistik petir
setempat. Misalnya di suatu tempat mempunyai data statistik yang
menyatakan probabilitas petir yang terbesar adalah 15 killo ampere (kA),
maka rating arrester yang dipilih adalah 15 kA.

3.6.1 Prinsip Keja Arrester


Pada prinsipnya arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh
petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Pada
kondisi normal arrester berlaku sebagai isolasi tetapi bila timbul surja,
arrester berlaku sebagai konduktor yang berfungsi melewatikan aliran arus
yang tinggi ke tanah. Setelah itu hilang arrester harus dengan cepat kembali
menjadi isolator.
Batas atas dan bawah dari tegangan percikan ditentukan oleh tegangan
sistem maksimum dan oleh tingkat isolasi peralatan yang dilindungi. Sering
kali masalah ini dapat dipecahkan hanya dengan mengeterapkan cara – cara
khusus pengaturan tegangan (voltage control) oleh karena itu sebenarnya
arrester terdiri dari tiga unsur diantaranya yaitu :
1. Sela api (spark gap)
2. Tahanan kran atau tahanan katup (valve resistor)
3. Sistem pengaturan atau pembagian tegangan (grounding system)

31
Jika hanya melindungi isolasi terhadap bahaya kerusakan karena
gangguan dengan tidak memperdulikan akibatnya terhadap pelayanan, maka
cukup dipakai sela batang yang memungkinkan terjadinya percikkan pada
waktu tegangannya mencapai keadaan bahaya.
Dalam hal ini, tegangan sistem bolak – balik akan tetap
mempertahankan busur api sampai pemutus bebannya dibuka. Dengan
menyambung sela api ini dengan sebuah tahanan, maka mungkin apinya
dapat dipadamkan. Tetapi bila tahanannya mempunyai harga tetap, maka
jatuh tegangannya menjadi besar sekali sehingga maksud untuk meniadakan
tegangan lebih tidak terlaksana, dengan akibat bahwa maksud melindungi
isolasi pun gagal.
Oleh sebab itu dipakailah tahanan kran (valve resistor), yang
mempunyai sifat khusus bahwa tahanannya kecil sekali bila tegangannya dan
arusnya besar. Proses pengecilan tahanan berlangsung cepat sekali yaitu
selama teganngan lebih mencapai harga puncaknya. Tegangan lebih dalam
hal ini mengakibatkan penurunan drastic dari pada tahanan sehingga jatuh
tegangannya dibatasi meskipun arusnya besar.
Bila tegangan lebih habis dan tinggal tegangan normal, tahanannya naik
lagi sehingga arus susulannya dibatasi kira – kira 50 ampere. Arus susulan ini
akhirnya dimatikan oleh sela api pada waktu tegangan sistemnya mencapai
titik nol yang pertama sehingga alat ini bertindak sebagai sebuah kran yang
menutup arus, dari sini didapatkan nama tahanan kran.
Pada arrester modern pemandangan arus susulan yang cukup besar
(200 – 300 A) dilakukan dengan bantuan medan magnet. Dalam hal ini, maka
baik amplitude maupun lamanya arus susulan dapat dikurangi dan
pemadamannya dapat dilakukan sebelum tegangan system mencapai harga
nol.
Dapat ditambahkan bahwa arus susulan tidak selalu terjadi tiap kali
arrester bekerja, ada tidaknya tergantung dari saat terjadinya tegangan lebih.
Hal ini dapat dimengerti karena arus susulan itu justru dipadamkan pada arus
nol yang pertama atau sebelumnya.

32
3.6.2 Syarat Pemasangan Arrester
Sebelum melakukan instalasi arrester, ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi, diantaranya adalah:
1. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya
(discharge voltage), yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu
pelepasan, harus cukup rendah, sehingga dapat mengamankan isolasi
peralatan. Tegangan percikan sering disebut juga dengan tegangan gagal
sela (gap breakdown voltage) sedangkan tegangan pelepasan disebut juga
tegangan sisa (residual voltage) atau jatuh tegangan (voltage drop).
2. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus
seperti semula. Batas dari tegangan sistem dimana arus susulan ini masih
mungkin, disebut tegangan dasar (rated voltage) dari arrester.

3.6.3 Jenis Jenis Lightning Arrester


Berdasarkan Letak Pemasangan, Arrester dibagi menjadi 3 bagian
yaitu :
a. Arrester GIS (Gas Insulated Switchgear)
Gardu Induk GIS (Gas Insulated Switchgear) adalah suatu gardu
induk yang semua peralatan - peralatan switchgearnya berisolasikan gas
SF-6 , karena sebagian besar peralatannya terpasang di dalam gedung.

Gambar 3.13 Arrester di GIS

33
b. Arrester Saluran Transmisi
Arrester ini dipasang baik parallel dengan insulator pada tower
(umumnya diserikan dengan spark gap) atau dipasang pada konduktor
sebagai pengganti damper dilengkapi dengan disconnector switch.

Gambar 3.14 Arrester di saluran transmisi


Sementara untuk arrester tanpa spark gap, dipasang pada konduktor
terhubung ke ground, dilengkapi dengan disconnector switch yang akan
bekerja bila telah terjadi arus di atas nilai nominalnya, arrester line jenis
ini juga dilengkapi dengan counter sehingga memudahkan proses
monitoring.
c. Arrester Gadrdu Induk
Merupakan Arrester kebanyakan yang terpasang di Gardu Induk,
menurut material penyusun housing, material Gardu Induk dibedakan
menjadi:
1. insulator porselen
2. insulator polimer

Gambar 3.15 Arrester di saluran transmisi

34
Adapun jenis-jenis arrester dikelompokan menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Arrester jenis ekspulsi atau tabung pelindung (Protector Tube)
Pada prinsipnya terdiri dari sela percik yang berada dalam tabung
serat dan sela percik yang berada diluar diudara atau disebut juga sela
seri. Bila ada tegangan surja yang tinggi sampai pada jepitan arrester
kedua sela percik, yang diluar dan yang berada didalam tabung serat,
tembus seketika dan membentuk jalan penghantar dalam bentuk busur
api.

Gambar 3.16 Arester jenis ekspulsi

Jadi arrester menjadi konduktor dengan impedansi rendah dan


melalukan surja arus dan arus daya sistem bersama – sama. Panas yang
timbul karena mengalirnya arus petir menguapkan sedikit bahan tabung
serat, sehingga gas yang ditimbulkannya menyembur pada api dan
mematikannya pada waktu arus susulan melewati titik nolnya.
Arus susulan dalam arrester jenis ini dapat mencapai harga yang
tinggi sekali tetapi lamanya tidak lebih dari 1 (satu) atau 2 (dua)
gelombang, dan biasannya kurang dari setengah gelombang. Arrester

35
jenis ekspulasi ini mempunyai karakteristik volt – waktu yang lebih baik
dari sela batang dan dapat memutuskan arus susulan.
Tetapi tegangan percik impulsnya lebih tinggi dari arrester jenis
katup. Arrester jenis ini banyak juga digunakan pada saluran transmisi
untuk membatasi besar surja yang memasuki gardu induk. Dalam
penggunaan yang terakhir ini arrester jenis ini sering disebut sebagai
tabung pelindung.
2. Arrester jenis katup (valve type)

Gambar 3.17 Valve Type Lightning Arrester

Arrester jenis katup ini terdiri dari sela pecik terbagi atau sela seri
yang terhubung dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik
tidak linier. Tegangan frekuensi dasar tidak dapat menimbulkan tembus
pada sela seri. Apabila sela seri tembus pada saat tibanya suatu surja
yang cukup tinggi, alat tersebut menjadi pengahantar. Sela seri itu tidak
bias memutuskan arus susulan. Dalam hal ini dibantu oleh tak linier
yang mempunyai karakteristik tahanan kecil untuk arus besar dan
tahanan besar untuk arus susulan dari frekuensi dasar terlihat pada
karakteristik volt ampere.

36
Gambar 3.18 Kontruksi Valve Type Arrester

Arrester jenis katup ini dibagi dalam tiga jenis yaitu :


a. Arrester katup jenis gardu (station)
Arrester katup jenis gardu ini adalah jenis yang paling effisien dan
juga paling mahal. Perkataan “ gardu “ disini berhubungan dengan
pemakaiannya secara umum pada gardu induk besar. Umumnya
dipasang pada sistem tegangan 3 kV – 312 kV dan dirancang untuk
mengalirkan arus petir diatas 100 kA. Dan digunakan untuk melindungi
gardu induk dan transformator dayai
b. Arrester katup jenis saluran (intermediate)
Arrester jenis saluran ini lebih murah dari arrester jenis gardu. Kata
“saluran” disini bukanlah berarti untuk saluran transmisi. Arrester jenis
saluran ini dipasang pada sistem 20 kV – 73 kV dan dirancang untuk
mengalirkan arus petir 65 – 100 kA. Dan digunakan untuk melindungi
transformator distribusi, transformator kapasitas rendah dan gardu kecil.
c. Arrester katup jenis distribusi untuk mesin – mesin (distribution)
Arrester jenis gardu ini khusus untuk melindungi mesin – mesin
berputar. Pemakaiannya untuk tegangan 2,4 kV sampai 15 kV. Arrester
jenis distribusi ini khusus melindungi mesin – mesin berputar seperti
diatas dan juga melindungi transformator dengan pendingin udara tanpa
minyak.

37
3.7 Karakteristik Arrester

Adapun karakteristik dari Arrester adalah sebagai berikut :


a. Arrester juga mempunyai karakteristik yang dibatasi oleh tegangan
(voltage - limiting) bila dilalui oleh berbagai macam arus petir.
b. Arrester mempunyai batas termis.
c. Pada sistem tegangan normal, arrester tidak boleh bekerja.
d. Arrester harus mampu melakukan arus terpa ke tanah tanpa merusak
arrester itu sendiri.

Pada keempat karakteristik ini, cirri arrester yang kedua sering kurang
mendapat perhatian yang cukup yaitu batas termisnya. Batas termis yang
dimaksud adalah kemampuan untuk melakukan arus surja yang berwaktu
lama dan terjadi berulang-ulang. Misalnya surja hubung, tanpa menaikkan
suhunya. Meskipun kemampuan arrester untuk menyalurkan arus sudah
mencapai kisaran 65.000 – 100.000 ampere, tetapi kemampuannya untuk
melakukan surja hubung, terutama bila saluran menjadi panjang dan berisi
tenaga besar adalah lebih penting lagi.

3.8 Penempatan Arrester


Meskipun yang paling baik adalah menempatkan arrester sedekat
mungkin dengan alat yang dilindungi, tetapi dalam praktek kadang-kadang
hal ini tidak memungkinkan. Arrester ditempatkan sedekat mungkin dengan
peralatan yang dilindungi dengan tujuan sebagai berikut :
1) Untuk mengurangi peluang tegangan impuls merambat pada kawat
penghubung arrester dengan peralatan yang dilindungi.
2) Saat arrester bekerja, gelombang tegangan impuls sisa merambat pada
kawat penghubung transformator dengan arrester. Setelah gelombang
tegangan itu tiba pada terminal transformator, gelombang tegangan
tersebut akan dipantulkan, sehingga total tegangan pada terminal arrester
dua kali tegangan sisa. Peristiwa ini dapat dicegah jika arrester dipasang
langsung pada terminal transformator.

38
3) Jika kawat penghubung arrester dengan transformator yang dilindungi
cukup panjang, maka induktansi kawat itu harus diperhitungkan. Jika ada
kapasitor pada terminal peralatan yang dilindungi, maka kecuraman
gelombang tegangan impuls yang menuju pera akan berkurang.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

µ𝑥
et = ea + 2
𝑣
Dimana: :
et = tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi (KV).
ea = tegangan pelepasan dari arrester (KV).
µ = kecuraman muka gelombang dari gelombang yang datang.
v = kecepatan rambat gelombang yang datang (di udara=300m/µs).
x = jarak dari arrester ke transformator (m).

3.9 Tegangan Dasar Arrester


Tegangan dasar arrester dapat ditentukan berdasarkan tegangan sistem
maksimum yang mungkin terjadi. Rumus yang digunakan adalah :

Er = α β Um
Dimana :
Er = Tegangan dasar arrester
α = Koefisien pembumian
β = Toleransi
Um = Tegangan sistem maksimum

Koefisien α akan bernilai 0,8 apabila sistem pembumiannya ditanahkan


langsung. Dan jika sistem pembumiannya tidak ditanahkan langsung, maka
nilai koefisien α adalah 1. Adapun toleransi diatas itu digunakan untuk
memperhitungkan fluktuasi tegangan yang bernilai 1,1 yang diambil 110 %
dari tegangan nominal sistem.

39
BAB IV
KOORDINASI ISOLASI

4.1 Klasifikasi dan Besarnya Tegangan Abnormal


Meskipun tidak ada standar tertentu dari tegangan abnormal yang harus
diperhitungkan dalam merancangkan GI secara umum dapat diikhtisarkan
adanya gelombang petir, tegangan frekwensu rendah, dan surja hubung.
4.1.1 Gelombang Sambaran Petir
Sambaran langsung yang mengenai ril dan peralatan GI adalah
yang paling hebat diantara gelombang berjalan lainnya yang datang ke
GI. Ia menyebabkan tegangan lebih (over voltage) sangat tinggi yang
tidak mungkin dapat ditahan oleh isolasi yang ada. Cara yang banyak
dipakai untuk mencegah hal ini adalah dengan memperkuat
perlindungan terhadap petir dengan kawat tanah (ground wire) di atas
GI dan saluran transmisi didekatnya.
Sambaran induksi dapat terjadi bila awan petir (thunder clound)
ada di atas peralatan yang berisolasi. Awan ini menginduksikan muatan
listrik dalam jumlah besar dengan polaritas yang berlawanan dengan
awan petir itu. Ini menimbulkan muatan terikat (bound charges). Bila
terjadi pelepasan muatan dari awan petir itu, maka muatan terikat itu
kembali bebas dan menjadi gelombang berjalan yang besarnya
tergantung pada keaadaan pelepasan itu. Meskipun tegangan induksi itu
berubah-ubah tergantung dari keadaan, kebanyakan besarnya antara 100
- 200 kV, muka gelombangnya (wave front) lebih dari 10 µs dan ekor
gelombang (wave tail) 50 – 100 µs. Karena itu sambaran induksi tidak
begitu berbahaya bagi peralatan tegangan tinggi, meskipun ia
merupakan ancaman bagi peralatan distribusi.
Sambaran dekat (nearby stroke) adalah gelombang berjalan yang
datang ke GI dari sambaran petir pada saluran transmisi pada titik yang
jaraknya hanya beberapa kilometer dari GI, besarnya dibatasi oleh
tegangan lompatan dari isolator saluran itu bila rambatannya sepanjang

40
saluran melalui beberapa tiang. Tetapi peredaman dari kecuraman
(steepness) muka gelombang adalah sangat kecil, sehingga gelombang
itu tetap curam jika jarak rambatan pendek. Pada beberapa keadaan,
harga puncak gelombang mencapai 120 - 130 % dari BIL dari peralatan
GI dan kecuraman muka gelombang mencapai 500 kV / µs. Namun,
karena ril GI tegangan tinggi yang besar kapasitansi statiknya mencapai
beberapa ribu atau beberapa puluh ribu pF, maka kecuraman muka
gelombang sering mengalami penurunan yang lumayan juga.
Jika perisaian (shielding) dari GI dan saluran transmisinya cukup
baik, gelombang tegangan yang mungkin datang ke GI itu adalah dari
sambaran petir yang jauh. Gelombang berjalan yang jauh ini mungkin
berasal dari sambaran langsung pada saluran, dari sambaran induksi,
dari sambaran dari lompatan (back flashover) dari tiang atau dari tengah
gawang (span). Dalam semua keadaan ini, gelombang ini berjalan
sepanjang saluran dengan kecepatan cahaya (300 m/µs). Harga puncak
dari surja aslinya dibatasi oleh tegangan lompatan dari isolator saluran.
Selama merambat itu harga puncak dan kecuramannya mengalami
penurunan yang cukup banyak oleh adanya peredaman (attenuation)
dan distorsi karena korona dan peredaman oleh efek kulit (skin effect)
pada penghantar. Makin pendek ekor gelombang, makin terasa
peredaman itu, ia berubah dengan cara yang rumit tergantung dari
polaritas (lebih besar untuk polaritas positif), harga puncak, besarnya
penghantar, adanya kawat tanah di atasnya, bentuk gelombang dan
sebagainya. Oleh Foust dan Menger dijabarkan rumus empiris sebagai
berikut :
𝑒𝑜
𝑒=
(1 + 𝐾𝑒𝑜 𝑋)
Dimana:
e = harga puncak (kV) setelah merambat X km
𝑒𝑜 = tegangan surja asal (kV)
K = faktor atenuasi (𝑘𝑚−1 𝑘𝑉 −1)

41
= 0,0001 untuk gelombang 20 µs
= 0,0002 untuk gelombang 5 µs
= 0,004 untuk gelombang terpotong (chopped)

Kecurangan gelombang berjalan dari sambaran petir yang jauh


dianggap kira-kira 200 – 300 kV / µs.

4.1.2 Tegangan Abnormal dengan Frekwensi Rendah


Tegangan abnormal dengan frekwensi rendah ini bermacam-
macam :
d. Tegangan akibat efek ferranti,
e. Tegangan yang terjadi akibat beban lepas (load rejection),
f. Penguatan sendiri dari generator,
g. Kenaikan tegangan dari fasa yang sehat pada waktu ada gangguan 1-
fasa ke tanah pada sistim,
h. Tegangan abnormal karena lepas sinkron
i. Tegangan abnormal pada waktu hilang gangguan 1-fasa ke tanah
pada sistim dengan pembumian petersen, atau pada sistim dengan
pembumian petersen yang mempunyai saluran transmisi pada satu
tiang bersama-sama dengan sistim lain yang mengalami gangguan 1-
fasa ke tanah,
j. Tegangan abnormal yang disebabkan oleh isolasi harmonis dari
rangkaian yang terganggu atau karena kejenuhan inti transformator,
dan sebagainya.
Meskipun banyak macamnya, tetapi pada umumnya tegangan
abnormal yang terjadi pada sistim tenaga listrik diperkirakan tidak
sehebat surja petir dan surja hubung, sehinggan perencanaan isolasi
peralatan kebanyakandidasarkan pada kedua surja ini. Namun, karena
tegangan abnormal frekwensi rendah pada umumnya berlangsung lebih
dari beberapa puluh milli detik, sukar mengamankannya dengan
arrester. Yang terpenting adalah mengusahakan agar tegangan abnormal

42
frekwensi rendah yang terjadi pada sistim serendah mungkin, karena
perkiraan nilai tegangan abnormal itu merupakan dasar utama dalam
penentuan tegangan dasar (rated voltage) dari arrester. Tegangan dasar
itu dipilih berdasarkan tegangan lebih dari fasa yang sehat pada saat ada
gangguan 1-fasa ke tanah, ditambah dengan suatu faktor pengamanan
(margin) tertentu.

4.1.3 Surja Hubung


Mekanisme pokok dari terjadinya surja hubung adalah sebagai
berikut:
a. Peristiwa pukulan kembali (restriking phenomena) di dalam
pemutusan arus kapasitip dari saluran transmisi tanpa beban atau
kapasitor tenaga.
b. Peristiwa terpotongnya arus pembangkitan pada transformator
tenaga.
c. Penutupan kembali dengan cepat (high-speed reclosing).
d. Pemutusan arus gangguan.
e. Penutupan yang tak serentak pada saklar pemutus tenaga 3-fasa.
Besarnya surja hubung ini, sangat berubah dengan keadaan
rangkaian dari sistimnya, cara pengetanahan titik netralnya,
kemampuan pemutus bebannya dan sebagainya. Besarnya surja ini
dinyatakan oleh suatu faktor tegangan lebih :
√3 𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠
𝑘𝑓𝑡 =
2 𝐸
Dimana :
𝑘𝑓𝑡 = faktor tegangan lebih fasa ke tanah
𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠 = tegangan maksimum sesudah operasi hubung (switching)
E = tegangan sistim fasa ke fasa sebelum operasi hubung (switching)
Faktor ini sering juga diberi nama per unit (p.u) surja hubung.
Variasi nilai faktor ini dalam praktek cukup besar, yaitu antara 1,2
sampai 4,0 p.u. Biasanya harga yang dihitung dari alat penganalisa

43
gejala peralihan (Transient Network Analyzer, disingkat TNA) lebih
tinggi dari harga pengujian sebenarnya di lapangan. Hal ini disebabkan
karena representasi pada TNA terlalu pessimistis. Hal ini perlu
diperhitungkan dalam perencanaan (design) isolasi peralatan.
Daya isolasi terhadap surja hubung (dinyatakan sebagai p.u
tegangan sistim) menurun sebagai fungsi dari tegangan sistim.
Tegangan lebih surja hubung lebih rendah dari daya isolasi tersebut.
Karena itu tegangan lebih harus dikurangi bila tegangan sistim
dinaikan. Untuk tegangan sistim maksimum 145, 245, 365, dan 765 kV
tegangan lebih yang diperbolehkan adalah, berturut-turut 4,5; 3,6; 3,0
dan 2,1 p.u. Untuk sebuah saluran 765 kV yang panjangnya 109 km
surja hubung yang terjadi pada penutupan cepat (high-speed reclosing)
saluran tersebut hanya 1,8 p.u. Dari pengalaman ini diperkirakan bahwa
penekanan surja hubung sampai 1,5 p.u pada tegangan saat tinggi sekali
(Ultra-High Voltage: UHV) dimungkinkan.
Faktor tegangan lebih yang biasa dipakai dalam praktek dalam
perencanaan isolasi saluran transmisi di Jepang adalah 2,8 p.u untuk
sistim dengan pembumian efektif dan 3,3 p.u untuk sistim dengan
impedansi tinggi dan sampai 4 p.u untuk sistim tanpa pengetanahan.
Bentuk gelombangnya yang biasa dipakai adalah yang bermuka
gelombang beberapa puluh µ detik sampai 1 m detik.

4.2 Koordinasi Isolasi


Koordinasi isolasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara daya
isolasi alat-alat dan sirkuit listrik di satu pihak dan karakteristik alat-alat
pelindungnya di lain pihak, sehingga isolasi tersebut terlindung dari bahaya-
bahaya tegangan lebih secara ekonomis. Koordinasi isolasi dinyatakan dalam
bentuk langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan
terhadap alat-alat listrik karena tegangan lebih dan membatasi lompatan
sehingga tak menimbulkan kerusakan terhadap alat-alat listrik dan
karakteristik alat-alat pelindung terhadap tegangan lebih, yang masing-

44
masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat perlindungan
impulsnya.
Tegangan lebih yang berasal dari dalam sistim jarang mencapai
beberapa kali tegangan sistim itu ke tanah, maka tidaklah ekonomis jika
seluruh peralatan sistim itu diisolasikan terhadap tegangan setinggi itu. Jadi,
yang dikehendaki adalah perencanaan isolasi yang aman dan ekonomis untuk
seluruh peralatan (dalam GI san saluran transmisi) dengan koordinasi isolasi
yang tepat dengan alat pengamannya. Untuk gelombang tegangan dari
sambaran petir, tegangan itu tinggi sekali, sehingga hampir tidak mungkin
mengisolasikan peralatan sistim terhadap tegangan tersebut. Karena itu, untuk
pengamanan terhadap sambaran petir, dipakailah kawat tanah dan tahanan
tanah yang serendah mungkin. Selain itu, dipakai alat pengaman yang cocok
(arrester) untuk gelombang yang merambat dalam GI. Peralatan sistim itupun
harus mempunyai ketahanan isolasi yang cukup, sesuai dengan sistim
pengamanannya.
Untuk meningkatkan keandalan dari saluran transmisi, cara yang
terbaik adalah dengan memperkuat isolasinya. Namun ini berarti bahwa
isolasi saluran itu menjadi jauh lebih kuat daripada isolasi peralatan GI, dan
gelombang yang merambat ke dalam GI itu menjadi terlalu besar, sehingga
membahayakan isolasi GI. Sebaliknya, jika tingkatan isolasi dari saluran itu
terlalu banyak diturunkan, maka gangguan akan lebih banyak terjadi dan
keandalan saluran menurun. Oleh karena itu perlu diperhitungkan
penyesuaian tingkat isolasi secara menyeluruh dengan mengingat
kemampuan pengamanan dari arrester, pentingnya rangkaian, keadaan
rangkaian dan faktor-faktor ekonomis.
Beberapa masalah umum dalam koordinasi isolasi akan diuraikan lebih
lanjut.
4.2.1 Banyaknya Hari Guruh
Ialah salah satu faktor terpenting dalam perencanaan isolasi suatu GI
adalah frekwensi guruh di daerah dimana GI itu ada dan dilintasan yang
dilalui oleh saluran transmisinya. Di Indonesia banyaknya hari guruh setiap

45
tahun dicatat dan banyaknya hari guruh rata-rata setiap tahun untuk setiap
tempat (IKL = Isokeraunic Level) diterbitkan oleh Lembaga Meteorologi dan
Geofisika, Departemen Perhubungan. Karena ada hubungan erat antara
banyaknya hari guruhrata-rata pada setiap tempat dan banyaknya gangguan
saluran transmisi akibat petir di tempat yang sama, maka IKL sangat
berfaedah sebagai petunjuk untuk frekwensi gangguan petir
Pada umumnya adanya GI di daerah yang banyak hari guruhnya dan
saluran transmisi yang melalui daerah itu, memerlukan usaha
penanggulangan terhadap petir yang cukup dibandingkan dengan daerah yang
kurang banyak hari guruhnya. Meskipun demikian, segi ekonomi dan
keandalan penyediaan tenaga tidak boleh diabaikan dalam usaha
penanggulangan bahaya petir. Karena akhir-akhir ini kemampuan dari
arrester banyak diperbaiki, maka perencanaan peralatan dalam usaha
penanggulangan terhadap petir dengan keandalan yang tinggi dapat
dipermudah.

4.2.2 Usaha Penanggulangan terhadap Sambaran Petir


Di antara tegangan lebih akibat petir, sambaran rangsung pada ril suatu
GI atau pada saluran transmisi dekat dengan GI merupakan bahaya terbesar
terhadap isolasi GI itu sendiri. Lagi pula sukar sekali mengamankan GI itu
sepenuhnya dengan arrester. Keboleh jadian sambaran langsung itu memang
sangat kecil tetapi sekali ia terjadi, kerusakan yang ditimbulkan sangat hebat
sekali. Karena itu gardu-gardu yang penting dan saluran-saluran di dekatnya
harus diamankan terhadap sambaran langsung dengan mengadakan
perlindungan yang cukup dengan kawat-tanah dan tahanan pengetanahan
yang rendah.

4.2.3 Usaha Penanggulangan terhadap Gelombang Petir yang Datang


dari Saluran
Penanggulangan terhadap gelombang petir yang memasuki GI dari
saluran transmisi dilakukan dengan mengamankan peralatan terhadap

46
tegangan lebih itu dengan arrester dan dengan memberikan kepada peralatan
itu kekuatan isolasi terhadap tegangan impuls, yang lebih besar dari tingkatan
pengamanan arrester.
Pedoman-pedoman pokok untuk perancangan isolasi dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Peralatan yang sama tegangan kerjanya yang ada dalam suatu GI harus
mempunyai harga BIL yang sama, meskipun macamnya berbeda dan
tempatnya berbeda pula. Menurut koordinasi isolasi tradisionil, sering
diberikan tingkatan isolasi lebih tinggi kepada suatu alat misalnya
pemutus beban, yang terletak di antara bagian-bagian sistim yang
mempunyai tingkatan isolasi berbeda (misalnya antara saluran transmisi
dan peralatan atau antara peralatan yang satu dengan yang lainnya),
dengan maksud untuk mengamankan peralatan tersebut. Tetapi karena
akhir-akhir ini karakteristik arrester berhasil diperbaiki, dengan
memasang arrester pada tempat yang tepat, tegangan lebih dalam GI itu
dapat ditekan di bawah harga tertentu. Sebab itu, sekarang mungkin
memakai kekuatan isolami yang sama untuk setiap peralatan. Untuk
isolator keramik dan bushing yang dipasang diluar, diperlukan pengujian
tegangan yang berbeda karena pengotoran udara dan keadaan basah,
meskipun harga BIL-nya sama.
b. Peralatan yang terletak di luar daerah perlindungan arrester misalnya,
trafo tegangan yang dihubungkan pada sisi saluran pemisah (disconnect
switch) dari saluran transmisi, dan kapasitas pengait (coupling capasitor)
untuk telemunikasi harus mempunyai tingkat isolasi 120% BIL. Alat-alat
ini dinaikkan tingkatan isolasinya sesuai dengan isolasi saluran, karena
alat-alat ini tidak diamankan oleh arrester dan tetap tersambung pada
saluran pada waktu pemisahnya terbuka.

4.2.4 Jarak antara Arrester dan Alat yang Dilindungi


Meskipun yang paling baik adalah menempatkan arrester sedekat
mungkin dengan alat yang dilindungi, tetapi dalam praktek kadang-kadang

47
hal ini tidak dimungkinkan. Jika jarak itu terlalu jauh, tegangan abnormal
yang sampai pada terminal dari peralatan akan lebih tinggi dari pada tegangan
pelepasan arrester. Hubungan antara tegangan terminal dari alat yang
dilindungi dan jarak dari arrester, dengan misalkan hanya ada satu saluran
(paling gawat) dan gelombang yang datang berbentuk segitiga, adalah sebagai
berikut:
µ𝑥
et = ea + 2
𝑣
Dimana: :
et = tegangan terminal dari peralatan yang dilindungi (kV).
ea = tegangan pelepasan dari arrester (kV).
µ = kecuraman muka gelombang dari gelombang yang datang (kV/µs)
v = kecepatan rambat gelombang yang datang (m)
x = jarak dari arrester ke transformator (m).
Oleh karena itu jarak (x dalam persamaan di atas) harus sekecil
mungkin supaya et tidak melebihi kekuatan isolasi alat. Sebagai contoh, untuk
sistim 154 kV, jika dimisalkan µ = 300 kV/µs, et = BIL = 750 kV dan ea =
630 kV, maka x = 60 m. Jika untuk gelombang petir yang datang dari jauh x
= 50 m adalah cukup, maka tidak demikian halnya untuk petir yang dekat
menyambarnya. Meskipun pada umumya dipakai 500 kV/µs, tetapi
kecuraman sampai 1000 kV/µs juga terjadi dalam keadaan istimewa menurut
IEC (1958). Dalam praktek, sebagian besar dari rangkaian yang ada, tidaklah
sesederhana gambaran tadi. Jika ada lebih dari satu saluran tersambung pada
gardu induk maka efeknya adalah menurunkan tegangan lebih tersebut. Oleh
karena itu x = 50 m atau lebih jauh lagi, dapat dianggap cukup aman meski
dengan petir yang dekat sekalipun. Namun, yang terpenting adalah berusaha
sejauh mungkin melindungi peralatan dari sambaran petir yang dekat.

4.2.5 Peniadaan Arrester


Saluran transmisi yang banyak jumlahnya yang terhubung pada GI
selalu mempunyai efek menurunkan harga puncak dari gelombang impuls
yang datang dari saluran ke alat, setelah pantulan dan perambatan sekitaran

48
ril. Sebagai contoh, jika gelombang impuls persegi (rectangular wave) dengan
harga puncak E dan dari saluran mencapai ril yang tersambung pada N
saluran maka harga puncak pada ril akan berkurang menjadi 2E/N. Pada GI
yang demikian arrester dapat ditiadakan dan sebagai gantinya dipakai sela
udara (air gap) pada tempat masuk saluran dengan memperhatikan peralatan
yang penting dan frekwensi dari petir. Selanjutnya, pada GI dimana
tersambung hanya saluran bawah tanah saja dan dimana tegangan lebih yang
berbahaya (termasuk surja hubung) diharapkan tidak terjadi dalam banyak hal
arrester ditiadakan.

4.2.6 Perlindungan terhadap Tegangan Pindah


Tegangan pindah (transfer voltage) adalah sejenis tegangan lebih yang
dipindahkan dari lilitan tegangan rendah melalui kapasitansi elektrostatik dan
kaitan (coupling) induksi antara kedua lilitan itu. Yang pertama disebut
tegangan pindah elektrostatik dan yang kedua disebut tegangan pindah
elektromagnetis. Tegangan pindah elektro-statik harus diperhatikan terutama
bila terdapat perbandingan tegangan antara lilitan yang lebih besar. Salah satu
cara penanggulangannya adalah dengan memperlengkapi Iilitan tegangan
rendah dengan penyerap surja (surge absorber), yaitu kombinasi paralel dari
arrester dan kapasitor. Sebaliknya tegangan pindah elektromagnetis sering
menimbulkan persoalan bila jumlah lilitan kedua gulungannya hampir
bersamaan dan tingkatan isolasinya sangat berbeda (misalnya, trafo dengan
l54kV Bintang / 66 kV Delta dan sebagainya). Salah satu cara untuk
mengatasinya adalah dengan memperkuat isolasi antara fasa ke fasa pada
lilitan tegangan rendahnya sesuai dengan keperluan.

4.2.7 Perlindungan Isolasi Titik Netral


Transformator dengan titik netral yang tidak ditanahkan atau yang
dibumikan melalui tahanan, mungkin mengalami tekanan yang berbahaya
pada titik netralnya ketika surja tegangan datang dari saluran ke trafo itu
(khususnya bila datangnla serentak pada ketiga fasanya). untuk trafo dengan

49
isolasi yang dikurangi (reduced) atau isolasi yang bertingkat pada titik
netralnya (untuk maksud perencanaan yang ekonomis) tegangan itu akan
lebih berbahaya lagi. Karena itu titik netral trafo sernacam itu harus
dilengkapi dengan arrester (atau sela udara) pada titik netralnya, dengan
koordinasi yang sesuai dengan tingkatan isolasinya.

4.2.8 Koordinasi Isolasi untuk Tegangan Lebih yang Lain dari Sambar-
an Petir
Dalam peninjauan koordinasi isolasi, yang ditinjau tidak hanya harga
puncak dari tegangan impuls, melainkan seluruh tegangannya sebagai fungsi
dari waktu (lengkung V-t), meliputi tegangan impuls, surja hubung, dan
tegangan dengan frekwensi rendah. Yang pokok dalam koordinasi isolasi
adalah mengusahakan koordinasi dengan selisih yang cukup untuk seluruh
jangka waktu, sekalipun isolasinya dikurangi.

Gambar 4.1 Koordinasi Isolasi dalam Gardu Induk 230 kV

50
Untuk tegangan sistim kurang dari 275kV, tingkat isolasi dari peralatan
G.I pada umumnya ditentukan oleh tegangan lebih sambaran petir: surja
hubung dan tegangan abnormal frekwensi rendah hampir selalu kurang
berbahaya dibandingkan dengan sambaran petir. Tetapi pada G.I. yang
mempunyai saluran bawah-tanah saja dimana tidak diharapkan ada sambaran
petir, BIL peralatannya dapat dikurangi dengan hanya mengingat surja
hubung dan tegangan lebih frekwensi rendah saja (terutama untuk sistim
kurang dari 33 kV). Bahaya surja hubung pada sistim dengan pembumian
langsung dengan BIL yang dikurangi sangat besar dan karenanya tugas kerja
(operating duty) dari arrester untuk surja hubung pada umumnya ditinjau.
Selanjutnya, pada sistim dengan kelas tegangan 500 kv bahaya surja
hubung menjadi lebih besar lagi dibandingkan penurunan BlL. Khususnya
dalam perencanaan isolator dan jarak-bebas isolasi surja hubung kadang-
kadang memberikan persyaratan yang lebih tinggi daripada surja petir. Oleh
sebab itu, perlindungan terhadap surja hubung oleh arrester dan usaha
penekanan tegangan surja hubung ini menjadi sangat penting. Peranan surja
hubung pada tegangan UHV lebih penting lagi.

4.2.9 Koordinasi Isolasi dengan Sela Udara


Sela udara (sela batang : rod gap) dapat dipakai dalam koordinasi
isolasi untuk keadaan-keadaan berikut :
a. Pada G.I.-G.I. yang letaknya di daerah-daerah dimana frekwensi petir
tidak begitu tinggi, atau bila banyak saluran selalu terhubung kepada ril
sela udara dapat dipakai sebagai alat pelindung menggantikan arrester.
b. Dalam hal arrester hanya dipasang di dekat alat yang paling mahal, seperti
misalnya trafo, maka alat-alat di sekitar tempat masuknya saluran ada
kemungkinan tidak mendapatkan perlindungan yang cukup. Dalam hal ini
dan bila pemutus tenaga atau pemisah dari saluran transmisi terbuka,
rnaka biasanya dipasang sela batang pada tempat masuknya saluran.
Maksudnya untuk membuat kekuatan isolasi antar kutub tetap lebih tinggi
daripada kekuatan isolasi terhadap tanah atau untuk melindungi alat-alat

51
yang tetap terhubung pada saluran, tetapi terpisahkan dari arrester dalam
GI itu sendiri.
c. Dalam hal pengisolasian lebih dari isolator atau bushing, yang
dimaksudkan untuk penanggulangan terhadap kontaminasi dan
sebagainya, sela udara dipakai untuk koordinasi antara kekuakn isolasi
antar kutub dan isolasi terhadap tanah.
d. Meskipun sela udara pada bushing dari trafo telah dipakai sebagai
perlindungan cadangan bagi arrester, perkembangan akhir-akhir ini
cenderung untuk tidak memakainya lagi karena ada perbaikan dalam
keandalan dan karakteristik arrester.
Dalam pemakaian sela udara, hal hal berikut ini perlu diperhatikan
(untuk menentukan lokasi dan panjangnya sela udara) :
(l) Karakteristik percikannya sangat berubah-ubah tergantung pada
keadaan udara dan polaritas tegangan impuls.
(2) Sela udara tidak dapat memutuskan arus susulan dan karena itu tidak
kembali normal dengan sendirinya.
(3) Karakteristik tegangan-waktu dari tegangan percikannya berbeda
dari arrester dan dari alat yang dilindungi; tegangan percikannya
naik dengan naiknya kecuraman muka gelombang.
(4) Percikan pada sela udara dapat menimbulkan tegangan osilasi
peralihan yang mungkin dapat menyebabkan tegangan osilasi yang
rebih tiiggi pada alat lain.

4.2.10 Koordinasi Isolasi dalam Gardu Induk dalam Daerah yang Ter-
cemar
Saluran udara yang dibangun di daerah yang buruk keadaannya karena
tercemar (contaminated) isolatornya (seperti daerah-dairah pantai) kadang-
kadang memerlukan pengisolasian lebih yang cukup besar. Dalam keadaan
demikian, teganian lompatan balik (back flashover voltage) akan sangat
meningkat, sehingga diperkirakan akan datang gelombang petir yang sangat
tinggi ke GI. Oleh karena itu harga puncak dari gelombang petir itu perlu

52
ditekan; ini dapat dilakukan dengan memasang tanduk busur api pada isolator
saluran transmisi yurg dekat dengan GI, dengan panjang sela udara yang
sesuai. Demikian juga halnya pada saluran transmisi yang direncanakan untuk
tegangan yang lebih tinggi yang untuk sementara bekerja dan dihubungkan
dengan peralatan dengan tegangan yang lebih rendah. Dalam hal
pengisolasian lebih dari isolator dan bushing dengan maksud untuk
perlindungan tambahan terhadap pencemaran, koordinasi isolasi dengan sela
udara seperti tersebut harus dipertimbangkan.

4.3 Kekuatan Isolasi Peralatan dan Ril


4.3.1 Kelas Isolasi dan Kekuatan Isolasi dari Peralatan
Untuk tingkat kekuatan isolasi peralatan tenaga listrik, telah ditetapkan
kelas isolasi dan tingkat dasar isolasi terhadap impuls (BlL : Basic impulse
lnsutation Level) yang harus dispesifikasikan sebagai standar kekuatan isolasi
dai kelas berikut:

Tabel 4.1 Klasifikasi Peralatan dalam Gardu Induk


Tegangan Pengujian Tegangan
Tegangan
Kelas Impuls (kV) Pengujian
Sistim BIL (kV)
Isolasi Frekwensi Rendah
Nominal (kV) A b
(kV)
3A 45 16
3,3 45
(3B) (30) (10)
6A 60 22
6,6 60
(6B) (45) (16)
10A 90
11 90 28
(10 B) (75)
20A 150
22 150 50
(20B) (125)
30A 200
33 200 70
(30B) (170)
66 60 350 350 420 140
77 70 400 400 480 160

53
[80] [450] [450] [185]
110 100 550 550 660 230
[120] [650] [650] [780] [275]
154
140 750 750 900 325
187*
220* 170 900 900 1.080 395
275* 200 1.050 1.050 1.260 460
Catatan:
1. “A” menunjukan Kelas Isolasi Standar.
2. Nomor dalam [ ] menunjukan Tingkat isolasi Sub-Standar.
3. Angka-angka dalam kolom “a” diterapkan pada umumnya, Angka-angka dalam kolom
“b” dipakai pada peralatan-peralatan khusus, a.l. kapasitor pengait power line carrier.
4. *digunakan untuk isolasi yang dikurangi pada sistim yang ditanahkan

BIL dibuat dengan memperhatikan harga puncak gelombang petir,


kemampuan pengamanan dari berbagai alat pelindung serta pengalaman dan
praktek di dunia. Kekuatan isolasi dari setiap peralatan dalam sistim dipilih
dari tabel diatas sesuai dengan kelas tegangannya dengan mengingat adanya
alat pelindung, derajat kemampuan pengaman, pentingnya sistim dan
frekwensi sambaran petir pada sistim. Pada umunya kelas yang dipilih sesuai
dengam tegangan nominal sistim yang dipilih, tetapi tidak selalu harus sama.
Tingkat isolasi yang pertama masuk tingkat isolasi penuh (full) dan yang
terakhir masuk tingkat isolasi yang dikurangi. Dalam praktek tingkat isolasi
penuh dipakai untuk Peralatan yang dihubungkan pada sistim dengan
pembumian tidak effektif, dan tingkat isolasi yang dikurangi (diturunkan)
untuk sistim dengan pengetanahan effektif. Ini disebabkan karena kenaikan
tegangan pada fasa yang sehat untuk gangguan l-fasa ke tanah pada sistim
dengan pengetanahan effektif lebih rendah dibandingkan dengan keadaan
pengetanahan tidak effektif; karena itu arrester dengan tegangan dasar yang
lebih rendah dapat dipakai. Sebagai perbandingan diberikan rekomendasi IEC
tentang tingkat isolasi seperti tertera dalam tabel berikut:

54
Tabel 4.2 Tingkat Isolasi seperti Direkomendasikan oleh International
Electrotechnical Commission
Tegangan Tegangan Pengujian Frekwensi
maksimum Tegangan Pengujian (kV)
Rendah (kV)
untuk
Perencanaan Isolasi Penuh Isolasi Isolasi Penuh Isolasi
Peralatan Um
dikurangi dikurangi
(kV)
100 450 380 185 150
123 550 450 230 185
550 230
145 650 275
450 185
660 275
170 750 325
550 230
900 395
245 1.050 825 460 360
750 325
1.175 510
300 1.050 460
900 395
1.300 570
362 1.175 510
1.050 460
1.675 740
1.550 680
420
1.425 630
1.300 570
1.800 790
1.675 740
525
1.550 680
1.425 630

Tegangan ketahanan frekwensi rendah seperti ditetapkan dalam tabel


diatas harus dapat ditahan selama 1 menit pada pengujian pabrik. Untuk
transformator tenaga dan transformator tegangan dilakukan pengujian isolasi

55
secara induksi (induced insulation test) selama t(detik) : 120 x (frekwensi
sistim/ftekwensi penguji) dengan besar tegangan sama dengan di atas. Untuk
ini digunakan generator frekwensi tinggi.
Tegangan ketahanan impuls harus dapat ditahan oleh peralatan,
pengujiannya dilakukan dengan gelombang penuh dengan harga puncak dari
gelombang standar (di Jepang: 1 x 40 µs) seperti dispesifikasikan dalam tabel
diatas untuk pengujian di pabrik. untuk trafo tenaga dan trafo tegangan,
disamping pengujian impuls gelombang penuh, diuji pula dengan gelombang
terpotong, dengan harga puncak kira-kira 1,15 kalinya.
Sampai dengan dua tahun yang lalu belum ada ketentuan yang pasti
mengenai cara pengujian untuk tegangan ketahanan terhadap surja hubung.
Waktu itu ada dua pendapat: yang pertama 1,3 kali tegangan ketahanan
frekwensi rendah, yang kedua 80% dari BlL. Pada umumnya trafo tenaga
dianggap mempunyai kekuatan isolasi surja hubung dengan harga puncak
kira-kira 83% - 85% dari tegangan ketahanan impuls. Rekomendasi IEC yang
terakhir menyatakan bahwa untuk UHV tegangan ketahanan dasar surja
hubung bersama dengan (tidak sendiri) tegangan ketahanan dasar surja petir
menentukan tingkat isolasi. Tegangan ketahanan dasar adalah nilai yang
diminta (demanded) dari:
a. Tegangan ketahanan yang konvensionil untuk isolasi yang tidak dapat
kembali normal (non self-restoring);
b. Tegangan ketahanan statistis (kebolehjadian 90%) untuk isolasi yang
dapat kembali normal (self-restoring).

4.3.2 Kekuatan Isolasi Isolator


Meskipun tegangan ketahanan impuls dari isolator umumnya ditentukan
oleh bentuknya (terutama panjang effektifnya), tapi ia juga sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain cara perlengkapannya, jarak
relatif ke tanah dan konstruksi dalam dari bushingnya. Karena tegangan
ketahanan frekwensi rendah ditentukan terutama oleh jarak bocor sepanjang
permukaan (surface leakage distance), pilihan yang tepat untuk jarak ini

56
sangat diperlukan khususnya untuk penggunaan di daerah yang tercemar.
Tetapi mengatasi kecemaran hanya dengan jarak bocor kadang-kadang
menyebabkan isolator itu menjadi terlalu panjang dan mahal. Karena itu
penentuan kekuatan isolasinya harus dilakukan dengan mempertimbangkan
semua faktor antara lain keadaan kecemaran, pentingnya sistim, kesukaran
pekerjaan pencucian isolator ketika pelayanan terhenti dan ekonomi yang
berhubungan dengan penggunaan isolator yang tahan kecemaran
(contamination proof), pencucian dalam keadaan bertegangan (hot-line
washing), penggunaan isolator tahan air (seperti campuran gemuk silicon),
instalasi pasangan dalam; atau kombinasi dari hal-hal di atas.

4.3.3 Ruang Bebas Ril


Ruang bebas ril (bus spacing) dari GI harus ditentukan kekuatan
isolasinyan terhadap tegangan lebih frekwensi rendah, surja hubung dan surja
petir sehingga selalu tidak lebih rendah daripada peralatan dalam gardu.
Dengan demikian, tidak mungkin terjadi lompatan sebelum peralatan
mengalaminya. Untuk memenuhi persyaratan ini perlu diperhatikan beberapa
ketentuan yang akan diperinci lebih lanjut.
Jarak isolasi minimum ke tanah adalah jarak minimum penghantar ke
tanah atau ke isolator yang mempunyai potensial yang sama dengan tanah.
Jarak isolasi minimum antar-fasa adalah jarak minimum antara fasa-fasa atau
isolator yang mempunyai potensial yang sama dengan fasa-fasa, jarak yang
melebihi harga ini terus tetap ada dalam keadaan operasi yang bagaimanapun
(keadaan udara apapun) serta uyunan penghantar yang disebabkan oleh angin
atau arus hubung-singkat dan sebagainya. Penentuan jarak isolasi minimum
didasarkan pada tegangan frekwensi rendah atau panjang sela batang (rod
gap) yang sesuai dengan BIL. Berdasarkan rekomendasi dan pertimbangan
Institute of Electrical Engineers of Japan, jarak isolasi minimum ke tanah
diberikan dalam Tabel 4.3 bila dimisalkan bahwa 110%, dari panjang sela
batang l0 untuk tegangan lompatan 50% dari gelombang impuls standar yang

57
sesuai dengan BIL dianggap sebagai panjang sela batang untuk tegangan
lompatan 0%. Untuk memperhitungkan distribusi kuat medan listrik, keadaan
udara dan sebagainya, maka harga tersebut diperkalikan dengan faktor
kompensasi 1,09. Dengan mengingat pengalaman dan praktek di dunia, maka
120% dari panjang sela batang l0 x 1,09 dianggap sebagai jarak isolasi
minimum seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.3 kolom 3.
Meskipun harga puncak dari surja petir yang mengenai fasa berubah
tergantung dari faktor percabangan, faktor kaitan induksi di fasa-fasa lain,
dan faktor atenuasi di saluran, beda potensial 1,5 kali dianggap cukup.
Gelombang berjalan dari tegangan lebih biasanya terbagi dalam komponen
yang mempunyai bentuk perambatan yang berbeda selama perambatannya,
ini disebut peristiwa percabangan.
Tabel 4.3 Ruang Bebas Ril untuk Berbagai Kelas Isolasi
Kelas BIL Jarak Isolasi Minimum (cm) Jarak Isolasi Standar (cm)
Isolasi (kV) Ke Tanah Antar-fasa Ke Tanah Antar-fasa
3 45 7 9 25 50
6 60 9 12 25 50
(10) (75) 12 15
10 90 14 18 30 60
(20) (125) 20 25
20 150 25 32 40 75
(30) (170) 28 35
30 200 35 44 50 95
40 250 45 56
50 300 55 69
60 350 65 81 85 150
70 400 76 95 100 170
80 450 88 110
100 550 108 135 140 230
120 650 130 160
140 750 150 190 190 300
170 900 180 225 260 400
200 1.050 210 265 330 500

58
Dalam rangkaian 3 fasa yang simetris, misalnya gelombang berjalan itu
terbagi dalam 2 komponen: gelombang antar-fasa dengan rangkaian kembali
saluran lain, dan gelombang antara fasa-ke-tanah dengan rangkaian kembali
melalui tanah. Kedua gelombang ini mempunyai atenuasi yang berbeda,
gelombang yang kembali lewat tanah atenuasinya relatif lebih besar. Oleh
karena itu, dengan memakai panjang sela batang pada tegangan loncat 50%
sebagai dasar, jarak isolasi minimum antar fasa adalah 150% kali panjang
sela batang sesuai dengan BIL-nya. Lebih lanjut, dengan mengingat
pengalaman-pengalaman di gardu-gardu, dipilih jarak isolasi minimum antar-
fasa seperti tertera pada Tabel 4.2 kolom 4.
Ruang bebas slandar adalah harga-harga standar dalam pererrcanaan ril
dan ditentukan agar supaya jarak isolasi itu selalu lebih besar dari jarak
minimum dalam keadaan yang bagaimanapun, dengan memperhitungkan
diameter penghantar, ayunan penghantar akibat angin atau arus hubung
singkat, dan sebagainya. Untuk tegangan yang kurang dari 11 kV, jarak
isolasi minimum itu sangat pendek, karena itu di sini harus diperhatikan pula
gangguan dari burung dan binatang-binatang lain serta jarak keamanan
(safety distance) seperlunya. Untuk keadaan di mana arus hulung-singkatnya
sangat besar dan untuk penghantar khusus, jarak isolasi itu harus
diperhitungkan tersendiri.

4.3.4 Kekuatan Isolasi Kabel Tenaga


Kekuatan isolasi dari kabel yang berisi minyak untuk tegangan lebih
dari 66 kV misalnya, dalam standarnya ditentukan sebagai berikut:
1. Pengujian ketahanan tegangan impuls harus dilakukan pada 110% dari BIL
pada suhu yang sesuai dengan suhu maksimum yang diizinkan dan pada
120% untuk suhu normal.
2. Untuk pengujian ketahanan tegangan frekwensi rendah ada dua macam
pengujian: pengujian ketahanan tegangan frekwensi rendah atas kabel di
dalam haspelnya (selama 10 menit) dan pengujian ketahanan tegangan

59
frekwensi rendah untuk waktu yang lama (6 jam) atas sepotong contoh.
Harga-harga tegangan penguji ditunjukan pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Pengujian Tegangan Ketahanan Frekwensi Rendah untuk Kabel Tenaga
Berisi Minyak
Tegangan Nominal (kV) 66 77 110 150 220 275
Kelas Isolasi (Nomor) 60 70 100 140 170 200
Tegangan Pengujian Haspel 90 100 140 200 240 280
(kV)
Tegangan Pengujian Contoh 130 150 210 300 360 420
(kV)

60
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil kerja praktek yang telah dilaksanakan di PT. PLN (Persero)
UPT Cirebon Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV Mandirancan
maka dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- PT. PLN (Persero) sebagai salah satu Perusahaan Negara yang telah
memanfaatkan teknologi elektronika, instrumentasi dan kontrol serta
komputerisasi dalam proses produksi sehari-hari, terutama pada gardu
induk.
- Koordinasi isolasi adalah korelasi antara daya isolasi alat-alat dan
sirkuit listrik di satu pihak dan karakteristik alat-alat pelindungnya di
lain pihak, sehingga isolasi tersebut terlindung dari bahaya-bahaya
tegangan lebih secara ekonomis. Koordinasi isolasi dinyatakan dalam
bentuk langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan
terhadap alat-alat listrik karena tegangan lebih dan membatasi lompatan
sehingga tak menimbulkan kerusakan terhadap alat-alat listrik dan
karakteristik alat-alat pelindung terhadap tegangan lebih, yang masing-
masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat
perlindungan impulsnya.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tahanan isolasi terutama dalam
sistem koordinasi isolasi adalah:
1. Gelombang sambaran petir
2. Tegangan abnormal dengan frekwensi rendah
3. Surja Hubung

5.2 Saran
1. Bagi Jurusan Teknik Elektro Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta :

61
- Guna meningkatkan kompetensi serta pengalaman mahasiswa di dunia
industri, hendaknya program Praktek Kerja Nyata I (PKN I)
dimaksimalkan dengan baik.
- Lebih memperhatikan mahasiswa yang melaksanakan program PKN I ini
agar masih terpantau oleh pihak kampus.

2. Bagi Mahasiswa
- Dianjurkan mempelajari buku ataupun literatur yang mendukung bidang
atau bagian yang ditekuni sesuai topik judul kerja praktek.
- Diharapkan dapat membuat hubungan yang baik dengan pihak industri,
sehingga dapat terbentuk hubungan kerjasama antara pihak akademis
dengan dunia industri dalam usaha meningkatkan kualitas industri dan
sumber daya manusia

3. Bagi Pihak Industri


- Lebih banyak lagi menerima mahasiswa untuk magang agar mahasiswa
dapat mengetahui praktek kerja sebenarnya di lapangan.

62
DAFTAR PUSTAKA

Tobing, Bonggas L. 2003, Dasar-Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Arismunandar, Kuswahara. 2004, Teknik Tenaga Listrik - Jilid 3: Gardu Induk.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Marsudi, Djiteng. 2005, Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Novia Fidianti. 2018. Analisis Tahanan Isolasi Peralatan Utama Gardu Induk.
Universitas Negeri Jakarta.
https://studylibid.com/doc/ 683410/koordinasi-isolasi-insulation-coordination-

63
LAMPIRAN

64

Anda mungkin juga menyukai