Disusun oleh:
I. Teori
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam
pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksud untuk digunakan sebagai obat
dalam, obat luar atau untuk dimaksukkan ke dalam rongga tubuh. Beberapa contoh
sediaan larutan adalah sirup dan eliksir (Anief, 1993: 126).
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang berfungsi
sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan obat. Kadar etanol
berkisar antara 3% dan 4% dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-10% (Syamsuni,
2006: 118).
2.2 Eliksir
1. Paracetamol
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, sedikit pahit (Dirjen
POM, 1979: 37).
Polimorfisme : 3 bentuk metastabil dari acetaminophen yaitu
orthorombik acethaminophen untuk membuat tablet, dan monoklinik
acetaminophen dengan ukuran lebih kecil dan termodinamik lebih stabil
(Codex 12th: 988).
Ukuran Partikel : 2-6 nm
Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol 95% p, 18
bagian aseton p, 40 bagian gliserol p, dan dalam 9 bagian propilenglikol p,
larut dalam larutan alkali hidroksida (Dirjen POM, 1979: 37).
Titik Lebur : 168°C – 172°C (Dirjen POM, 1979: 37).
pKa/pKb : 9,9 pada 25°C (Codex 12th: 988)
Bobot Jenis : 272,4 (Dirjen POM, 1995).
pH larutan : 5,3 – 6,5 (Codex 12th: 988).
Stabilitas : Terhadap air, dengan adanya air terhidrolisis menjadi
asam asetat dan aminofenol. Terhadap panas, pada keadaan kering dengan
suhu 45°C
Inkompatibilitas : Ikatan hidrogen sebagai mekanisme dimana
paracetamol terika dengan permukaan nilon dan rayon (codex, 1994: 989).
Kegunaan : Analgetik, antipiretik (Dirjen POM, 1979: 37).
2. Metilparaben
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa , kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Dirjen
POM, 1979: 96).
Polimorfisme : Kristal
Ukuran Partikel :-
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol 95% dalam 3 bagian aseton, mudah larut
dalam eter, dan dalam larutan alkalihidroksida, larut dalam 60 bagian
gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, dan jika
didinginkan larutn tetap jernih (Dirjen POM, 1976: 96).
Titik Lebur : 125°C – 128°C (Rowe et al, 2009: 448).
pKa/pKb : 8,4 pada 220°C (Rowe et al, 2009: 443).
Bobot Jenis : 1,352 g/cm3 (Rowe et al, 2009: 443).
pH larutan : 3 sampai 6
Stabilitas : Mudah terurai oleh cahaya
Inkompatibilitas : Dengan senyawa bentonite, magnesium triksiklat, talk,
tragakan, sorbitol, atropin ((Rowe et al, 2009: 443).
Kegunaan : Pengawet
3. Sorbitol
Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna
putih; rasa manis (Dirjen POM, 1995: 756).
Polimorfisme : Kristal dan amorf
Ukuran Partikel : 145,08 nm
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol,
dalam metanol dan dalam asam asetat (Dirjen POM, 1995: 756).
Titik Leleh : 35°C – 408°C (Rowe et al, 2009: 709).
pKa/pKb : 4,5 – 7 10% b/v
Bobot Jenis : 271,4
pH larutan : 3,5 - 7 (Rowe et al, 2009: 680).
Stabilitas : Sorbitol secara kimia relatif lembab dan kompatibel
dengan sebagian besar eksipien. Stabil diudara tanpa adanya katalis dan
dingin. Sorbitol tidak menjadi gelap/terurai pada suhu tinggi, tidak mudah
terbakar, tidak korosif dan tidak mudah menguap. Meskipun sorbitol
resisten terhadap fermentasi oleh banyak mikroorganisme, pengawet harus
ditambahkan kelarutan sorbitol (Rowe et al, 2009: 709).
Inkompatibilitas : Sorbitol akan membentuk kelat yang larut dalam air
dengan banyak ion logam dalam kondisi asam dan basa kuat (Rowe et al,
2009: 709).
Kegunaan : Pemanis dan anti caplocking
4. Syrupus simplex
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna (Dirjen POM, 1979: 567).
Polimorfisme : Kubus
Ukuran Partikel :-
Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air, mendidih, sukar
larut dalam eter (Dirjen POM, 1979: 567).
Titik didih : 180°C
pKa/pKb :-
Bobot Jenis : 1,587 g/mol (Rowe et al, 2009: 704).
pH larutan :-
Stabilitas : Stabil diudara sejuk
Inkompatibilitas : Dalam bentuk serbuk dapat terkontaminasi oleh logam
berat yang menybabkan sukrosa tidak kompatibel terhadap zat aktif (Rowe
et al, 2009: 706).
Kegunaan : Pemanis
3.2 Eliksir
1. Etanol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas dan
rasa terbakar (Dirjen POM, 2014: 399).
Polimorfisme :-
Ukuran partikel : -
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organik (Dirjen POM, 2014: 399).
Titik lebur/Titik didih: -112°C (Rowe et al, 2009: 65).
pKa/pKb : 15,9
Bobot Jenis : 0,7904 – 0,7935 pada 20°C
pH larutan :-
Stabilitas : dapat disterilkan dengan autoclavepenyaring dan harus
disimpan dalam wadah kedap udara, dan ditempat dingin.
Inkompatibilitas : Dalam kondisi asam dapat sangat bereaksi dengan
bahan pengoksidasi campuran dengan alkali akan berwarna gelap karena
bereaksi dengan jumlah aldehid yang tersisa garam oragnik/akasia dapat
diendapkan dilarutan encer
Kegunaan : Pelarut, zat tambahan (Dirjen POM, 1995: 65).
2. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa (Dirjen POM, 1995: 96).
Polimorfisme :-
Ukuran partikel : -
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan, terutama larut dalam
pelarut polar (Dirjen POM, 1995: 96).
Titik lebur/Titik didih: 0°C / 100°C (Rowe et al, 2009: 766).
pKa/pKb : 8,4
Bobot Jenis : 0,997 at 25°C (Rowe et al, 2009: 766).
pH larutan : 7 (Dirjen POM, 1979: 96).
Stabilitas : Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas)
Inkompatibilitas : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan
eksipien lain yang mudah terhidrolisis, dan dapat bereaksi dengan zat aktif
& zat tambahan (Rowe et al, 2009: 766).
Kegunaan : Pelarut (Dirjen POM, 1979: 207).
Alat yang digunakan pada percobaan ini terdiri dari batang pengaduk, beaker
glass,botol, buret 50ml, corong kaca, gelas ukur 100ml, gelas ukur 10ml, perkamen,
pH indikator, piknometer,pipet tetes, spatel, statip, timbangan, visikometer hopler.
1. Dextrometorphan HBr
100 𝑚𝑙
Untuk 100 ml ∶ 𝑥 10 𝑚𝑔 = 200 𝑚𝑔
5 𝑚𝑙
Untuk 500 ml : 12 ml x 5 = 60 ml
3. Sirupus Simplex
10 𝑔
Untuk 100 ml ∶ 𝑥 100 𝑚𝑙 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
100 𝑚𝑙
Untuk 500 ml : 10 ml x 5 = 50 ml
65
Sukrosa = 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 6,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
35
Aquadest = 100 𝑥 10 𝑚𝑙 = 3,5 𝑚𝑙
4. Metil paraben
0,8
Untuk 100 ml ∶ 𝑥 100 𝑚𝑙 = 0,18 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
5. Sorbitol
15
Untuk 100 ml ∶ 𝑥 100 𝑚𝑙 = 15 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
5.2 Eliksir
25
% pelarut air = 25 + 12 𝑥 100% = 67,67%
Volume Etanol
b. % pelarut etanol = 𝑥 100%
V air+V etanol
12
% pelarut etanol = 25+ 12 𝑥 100% = 32,43%
c. KD = (%air x KD air) + (%eatanol x KD etanol)
KD = (67,57% x 78,5) + (32,43% x 25,7)
KD = 53,04 + 8,33 = 61,37
62,883+58,69+61,37+64,64+65,089
KD PCT = 5
312,675
KD PCT = = 62,534
5
AIR
KD PCT = (%air x KD air) + (% PPG x KD PPG)
62,534 = (a x 78,5) + ( (1-a) x 32)
62,534 = 78,5 a + ( 32 – 32 a)
62,534 - 32 = 78,5 a - 32 a
30,534 = 46,5 a
30,534
a= = 0,65
46,5
PROPILENGLIKOL
PPG = 1 – a
PPG = 1 – 0,65
PPG = 0,35
%PPG = 0,35 X 100% = 35%
Penimbangan
6.2 Eliksir
Cara Kesatu
Disiapkam alat dan bahan kemudian dilakukan kalibrasi botol 100 mL. ditimbang
paracetamol dan propilenglikol. Dilakutkan paracetamol didalam beaker glass dalam
35 gram propilenglikol diaduk sampai larut kemudian dimasukkan kedalam botol.
Ditambahkan sedikit aquadest kedalam botol kocok homogeny kemudian ditambahkan
kembali aquadest hingga tanda batas kalibrasi 100 mL kocok homogen.
Cara Kedua
Disiapkan alat dan bahan, kemudian dilakukan kalibrasi botol 100 mL dan ditimbahan
paracetamol dan propilenglikol. Dicampurkan aquadest dan propilenglikol didalam
beaker glass diaduk hingga homogen, kemudian ditambahkan paracetamol diaduk
hingga larut dan homogeny lalu dimasukkan kedalam botol.
Volume Terpindahkan
100
Botol 1 = 100 𝑥 100% = 100%
100
Botol 2 = 100 𝑥 100% = 100%
100
Botol 3 = 100 𝑥 100% = 100%
100
Botol 4 = 100 𝑥 100% = 100%
100
Botol 5 = 100 𝑥 100% = 100%
Bobot Jenis
W1 = 17,0884 gram
W2 = 28,2583 gram
Viskositas
Ƞ = K (P1 – P2) t
Ƞ = 0,017 poise
Botol 2 (P2 = 1,0665 , t = 2,43)
Ƞ = 0,019 poise
Ƞ = 0,018 poise
Ƞ = 0,017 poise
Ƞ = 0,019 poise
Organoleptis Volume
Sediaan Viskositas
pH Kejernihan Bj Terpindahkan
Larutan Bau Warna Rasa (poise)
(%)
Tidak Tidak
1 Manis 6 Jernih 0,017 1,0716 100%
Bau Berwarna
Tidak Tidak
2 Manis 6 Jernih 0,019 1,0665 100%
Bau Berwarna
Tidak Tidak
3 Manis 8 Keruh 0,018 1,0717 100%
Bau Berwarna
Tidak Tidak
4 Manis 5 Jernih 0,017 1,0682 100%
Bau Berwarna
Tidak Tidak
5 Manis 6 Jernih 0,019 1,0675 100%
Bau Berwarna
7.2 Eliksir
Volume Terpindahkan
100
Botol 1 = 100 𝑥 100% = 100%
100
Botol 2 = 100 𝑥 100% = 100%
Bobot Jenis
W1 = 17,0884
W2 = 28,2583
28,5453−17,0884
dt = 28,2583−17,0884 = 1,0256 g/cm3
28,5807−17,0884
dt = 28,2583−17,0884 = 1,028 g/cm3
Viskositas
Ƞ = K (P1 – P2) t
Ƞ = 0,023 poise
Botol 2 (P2 = 1,028 , t = 2,49)
Ƞ = 0,020 poise
Organoleptis Volume
Sediaan Viskositas
pH Kejernihan Bj Terpindahkan
Larutan Bau Warna Rasa (poise)
(%)
Tidak
Botol 1 Berbau Pahit 6 Jernih 0,023 10,256 100%
Berwarna
Tidak
Botol 2 Berbau Pahit 7 Jernih 0,020 1,028 100%
Berwarna
VIII. Pembahasan
Pada percobaan ini dibahas mengenai sediaan larutan dan juga eliksir dimana
yang pertama mengenai larutan yaitu suatu sediaan cair yang dapat larut sempurna di
dalam air selain itu juga mengandung satu jenis obat atau lebih dalam pelarut air suling
kecuali dinyatakan lain, dimaksud untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar atau
untuk dimaksukkan ke dalam rongga tubuh. Sedangkan eliksir merupakan suatu larutan
sejati dimana kelarutannya dipengaruhi oleh pelarut campur (kosolven) (Anief, 1993:
126).
8.1 Larutan
Pada percobaan pembuatan sediaan larutan yang pertama dilakukan ialah air
didihkan terlebih dahulu, kemudian didinginkan dalam keadaan tertutup karena untuk
mengurangi tumbuhnya mikroorganisme. Alat dan bahan disiapkan, kemudian bahan
ditimbang supaya jumlah zat yang digunakan sesuai dengan dosis yang diperlukan.
Selanjutnya botol dikalibrasi untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang
dilakukan akurat dan konsisten dengan instrumen lainnya. Zat aktif yang digunakan
pada percobaan ini adalah dextromethorphan. Dextrometorphan termasuk kategori obat
bebas, yang digolongkan obat antitusif atau penekan batuk, yang berkhasiat untuk
meredakan batuk kering. Dextromethorphan bekerja dengan cara menekan dorongan
untuk batuk yang berasal dari otak. Kemudian dextromethorphan sebanyak 200 mg
dilarutkan, pelarut yang digunakan ialah aquadest sebanyak 12 ml, digunakan aquadest
karena kelarutan dextromethorphan dapat larut dalam 60 bagian air artinya menurut
Farmakope edii III yaitu 1 gram dextromethorphan dapat larut dalam 60 bagian air.
Aquadest digunakan sebagai pelarut karena aquadest merupakan pelarut yang universal
dan kompatibel terhadap kondisi tubuh. Setelah dextromethorphan larut kemudian
dimasukkan ke dalam botol yang berwarna coklat, dimana menurut Farmakope edisi
III bertujuan agar zat kimia tersebut tidak mengalami perubahan pada saat terkena
cahaya matahari secara langsung. Setelah itu dikocok agar larutan homogen atau
bercampur sempurna. Kemudian metil paraben sebagai zat tambahan yang memiliki
kegunaan sebagai pengawet dilarutkan didalam 3,6 ml air panas, metil paraben
dilarutkan dalam air panas bertujuan untuk agar mudah larut, kemudian diaduk hingga
larut, setelah itu dimasukkan kedalam botol dan dikocok hingga homogen. Metil
paraben yang berkhasiat sebagai pengawet ditambahkan kedalam sediaan bertujuan
untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba dikarenakan sediaan menggunakan
air, dan air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, juga sediaan
larutan tersebut termasuk kedalam multiple dose, yaitu sediaan yang digunakan pola
pemberian berulang. Ditambahkan sorbitol kedalam botol, kemudian dikocok juga
hingga homogen. Sorbitol memiliki kegunaan sebagai anticaplocking, DAN
MENURUT (Syamsuni, 2006) anticaplocking yaitu untuk mencegah terjadinya
kristalisasi gula yang berlebih pada leher botol yang menyebabkan tutup botol sulit
untuk dibuka, dipakainya sorbitol ini karena sediaan yang dibuat menggunakan zat
tambahkan sirupus simplex yang mengandung sukrosa. Kemudian ditambahkan
sirupus simplex sebanyak 10 gr, yang terbuat dari 65% sukrosa dan 35% aquadest,
ditambahkan sirupus simplex bertujuan sebagai pemanis karena untuk menutupi rasa
pahit dan juga meningkatkan selera konsumen. Kemudian dimasukkan kedalam botol
dan dikocok hingga homogen. Setelah itu ditambahkan aquadest hingga batas kalibrasi
yaitu 100 ml. Prosedur ini dilakukkan sebanyak 5 kali.
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini melalui data pengamatan ialah yang
pertama uji organoleptis yang menurut (Syamsuni, 2006) berfungsi untuk mengetahui
pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran
daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik juga mempunyai peranan
penting dalam penerapan mutu dimana didapatkan hasil pengujian pada botol ke 1
hingga ke 5 tidak berbau, kemudian tidak berwarna dan rasanya manis. Kemudian yang
kedua pengukuran pH larutan yang berfungsi untuk mengetahui zat yang range pH
stabilitasnya kecil maka harus didapar supaya mempertahankan pH ketika suatu asam
atau basa ditambahkan. Dan didapatkan hasil pengamatan yang sangat beragam yaitu
pada botol 1 pH 6, botol 2 pH 6, botol 3 pH 8, botol 4 pH 5, dan botol 5 pH 6. pH yang
beragam disebabkan karena pada percobaan ini tidak menggunakan dapar sehingga pH
yang dtimbulkan tidak stabil. Alat yang digunakan untuk mengukur pH ialah pH
indikator. Kejernihan yang didapatkan ialah pada botol 1, 2, 4, dan 5 jernih,dan botol
3 keruh dikarenakan kemungkinan bisa disebabkan oleh faktor eksternal, karena
adanya kontaminasi pada saat pembuatan sediaan dan juga kemungkinan pada saat
pengadukan kurang kuat jadi zat aktif tidak larut secara sempurna. Didapatkan hasil
viskositas yang berfungsi untuk mengetahui derajat kekentalan dari suatu sediaan
dimana pada botol 1 yaitu 0,017, botol 2 yaitu 0,019, botol 3 yaitu 0,018, botol 4 yaitu
0,017, dan botol 5 yaitu 0,019. Perhitungan viskositas juga menggunakan alat
viskometer hopler, karena larutan ini menggunakan sistem cara newton, dimana ketika
diberi gaya viskositas tidak berubah. Kemudian untuk bobot jenis berfungsi untuk
mengetahui rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang volumenya sama selain
itu juga pada saat dilakukan pengujian bobot jenis menggunakan alat piknometer
dimana didapat hasil pengamatan pada botol 1 yaitu 1,0716, botol 2 yaitu 1,0665, botol
3 yaitu 1,0717, botol 4 yaitu 1,0682, dan botol 5 yaitu 1,0675. Dan yang terakhir
tentang volume terpindahkan yang didapat yakni 100 % artinya sediaan yang telah
dibuat sudah sesuai dan tepat volumenya yaitu 100%.
8.2 Elixir
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan untuk
penggunaan vital dan biasanya diberi ras auntuk menambah kelezatan. Eliksir bukan
obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari
senyawa obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang
manis dan kurang kental akrena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan
akibatnya kurang efektif disbanding sirup dalam menutupi rasa sneyawa obat.
Walaupuan demikian, karena sifst hidrpalkohol, eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen-kompenen larutan yang larut dalam air dan larut dalam alcohol daripada
sirup. Juga karena stabilitasnya yang khusus dan kemudahan dalma pembutannya, dari
sudut pembuatan eliksir lebih disukai daripada sirup (Ansel, 1989).
Pada percobaan pembuatan eliksir dilakukan dengan dua cara yang pertama
yaitu disiapkam alat dan bahan kemudian dilakukan kalibrasi botol 100 mL, kalibrasi
bertujuan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur
danbahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar yang tertelusur. Tujuan
kalibrasi untuk menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu
instrument ukur terhadap nilai nominalnya atau definisi dimensi nasional yang
seharusnya untuk suatu alat/bahan ukur. Sedangkan manfaatnya menjaga kondisi
instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya dan untuk
mendukung system mutu yang diterapkan di berbagai industry pada peralatan
laboratorium dan produksi yang dimiliki. Kemudian ditimbang paracetamol dan
propilenglikol, sebelum menggunakan propilenglikol digunakan terlebih dahulu
gliserol akan tetapi pada zat tersebut tidak terlarut dengan baik, dibutuhkan kekuatan
pengadukan dengan kuat dan waktu yang sedikit lebih lama agar melarutkan
paracetamol. Dilarutkan paracetamol didalam beaker glass dalam 35 gram
propilenglikol diaduk sampai larut kemudian dimasukkan kedalam botol. Ditambahkan
sedikit aquadest kedalam botol kocok homogeny kemudian ditambahkan kembali
aquadest hingga tanda batas kalibrasi 100 mL kocok homogen. Kemudian cara Kedua,
disiapkan alat dan bahan, kemudian dilakukan kalibrasi botol 100 mL dan ditimbahan
paracetamol dan propilenglikol. Dicampurkan aquadest dan propilenglikol didalam
beaker glass diaduk hingga homogen, kemudian ditambahkan paracetamol diaduk
hingga larut dan homogeny lalu dimasukkan kedalam botol. Dari hasil pengamatan
yang didapat, terlihat bahwa percobaan tersebut memberikan hasil yang cukup baik
dengan paracetamol yang terlarut dengan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari
kejernihan sediaan eliksir yang dibuat. Hal ini dapat disebabkan karena parasetamol
larut dalam 70 bagian air, dan dalam 7 bagian etanol (95%), yang berarti bahwa 1 gram
parasetamol larut dalam 70 ml air dan 1 gram paracetamol larut dalam 7 ml etanol,
sehingga parasetamol yang dilarutkan dalam etanol, parasetamol akan lebih ceoat larut.
Uji pH yang didapat dari sediaan adalah 6 dan 7. pH ini memenuhi syarat berdasarkan
data preformulasi yaitu antara 5,3 sampai 6,5. Pengontrolan pH sangat penting karena
untuk meningkatkan kelarutan zat aktif. Didapatkan juga kejernihan pada botol 1 dan
2 yang dihasilkan sediaan yang jernih hanya saja masih ada sedikit zat aktif yang tidak
terlarut dengan sempurna hal ini disebabkan mungkin saja karena factor dari kekuatan
pengadukan, kemudia kelarutan paracetamol lebih larut didalam etanol. Pada pengujian
volume terpindahkan rata-rata yang dihasilkan dari 2 botol elixir yaitu 100 mL ini
menunjukkan volume tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah yang
kurang dari 95%. Pengujian ini dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan
suspensi yang dikemas dalam wadah dosis ganda dengan volume yang tertera dalam
etiket, karena pada dasarnya sediaan cair yang diubah dari bentuk padat dengan
penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan jika
dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume sediaan yang tertera pada etiket.
Viskositas adalah ukuran tahanan (resistensi) dari suatu cairan untuk mengalir. Metode
viskositas yang digunakan pada percobaan kali ini ada viscometer hoopler, dengan
hasil botol 1 dan botol 2 ialah 0,023 cp dan 0,020 cp, hasil ini menunjukan hasil yang
baik karena jika viskositas dari sediaan terlalu tinggi maka sediaan akan sulit dituang
dan dikocok. Bobot jenis larutan diperlukan untuk mengetahui kemurnian dari suatu
sediaan khususnya yang berbentuk larutan. Bobot jenis yang didapat sesuai dengan
data pengamatan yaitu sebesar 1,026 pada botol sediaan A dan 1,028 pada botol
sediaan B. Sedangkan menurut farmakope edisi III sediaan eliksir paracetamol
memiliki bobot jenis sebesar 1,21-1,23. Hal ini tidak masuk kedalam rentan ketentuan
dalam farmakope.
Pada sediaan eliksir ini, usulan formula yang baik ialah dengan menambahkan
zat tambahan pada sediaan eliksir tersebut. Yang pertama zat aktif pada sediaan ini
adalah paracetamol dengan kekuatan 120 mg/mL, kemudian digunakan pelarut etanol
(95%) karena kelarutan paracetamol menurut farmakope edisi III, larut dalam 7 bagian
etanol (95%). Kemudian penambahan pemanis seperti sukrosa perlu ditambahkan
karena untuk menutupi rasa pahit pada sediaan tersebut, Kemudian penambahan
pewarna perlu ditambahkan karena untuk meningkatkan penampilannya. Elixir
biasanya mengandung 10-12% alkohol, dan alkohol berfungsi sebagai pengawet jadi
tidak perlu ditambahkan lagi pengawet. Flavoring agent yang ditambahkan tergantung
dari usia pasiennya agar dapat diterima dengan baik oleh pasien. Dapat juga dipakai
asam sitrat sebagai antioksidan karena parasetamol juga lebih mudah teruraidengan
adanya udara dari luar dan bahan pengawet seperti sirup dengan konsentrasi sukrosa
lebih dari 65% atau asam benzoat. Kemudian perlu ditambahkan anticaplocking karena
untuk mencegah kritalisasi gula (sukrosa) pada daerah leher botol.
IX. Kesimpulan
1. Dari sifat organoleptis sediaan larutan dan eliksir memenuhi syarat.
2. Pada rentang pH 5 sampai 8 sediaan larutan dan eliksir tersebut masih aman
digunakan.
3. Dari percobaan kejernihan, sediaan larutan dan eliksir memenuhi persyaratan
kejernihan.
4. Viskositas larutan dan eliksir tersebut kurang memenuhi persyaratan.
5. Bobot jenis sediaan larutan dan eliksir memenuhi persyaratan.
6. Volume terpindahkan sediaan larutan dan eliksir memenuhi persyaratan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1993). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta: UGM Press.
Ansel, H.C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim,
F., Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi 3.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi 4.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi 5.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lund, Walted. (1994). The Pharmaceutical Codex 12 Edition. London: The Pharm
aceutical
Rowe, Raymond C, et, al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Sixth
Edition. London: Pharmaceutical Press.