Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit parkinson pertama kali digambarkan oleh Dr. James
Parkinson di dalam sebuah buku kecil yang berjudul “An Essay
on the Shaking Palsy” yang dipublikasi pada tahun 1817.1
Penyakit parkinson adalah suatu kelainan degeneratif sistem
saraf pusat yang sering merusak sistem motor penderita seperti
keterampilan, ucapan dan fungsi lainnya.2 Penyakit Parkinson
memiliki sekelompok kondisi yang disebut gangguan gerak. Hal
ini ditandai dengan kekakuan otot, tremor, perlambatan gerakan
fisik (bradikinesia) dan dalam kasus yang ekstrim, hilangnya
gerakan fisik (akinesia).2,3
Penyakit Parkinson menyerang jutaan penduduk di dunia
atau sekitar 1% dari total populasi dunia. Penyakit tersebut
menyerang penduduk dari berbagai etnis dan status sosial
ekonomi.4 Kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan 4,5-21
kasus per 100.000 penduduk per tahun, dan perkiraan prevalensi
berkisar 18-328 kasus per 100.000 penduduk, dengan sebagian
besar studi menghasilkan prevalensi sekitar 120 kasus per
100.000 penduduk.5 Kejadian penyakit parkinson berhubungan
dengan usia, yang berarti bahwa jumlah kasus akan meningkat
sebesar 25-30% selama 25 tahun ke depan.6
Di Skotlandia, terdapat sekitar 120 dan 230 pasien
penyakit parkinson per 100.000 orang.6 Di Indonesia,
diperkirakan sebanyak 876.665 orang dari total jumlah penduduk
sebesar 238.452.952 menderita parkinson. Total kasus kematian
akibat penyakit Parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-
12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan prevalensi
mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.4

1
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini untuk memahami aspek teori
penyakit parkinson. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

C. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
penulis maupun pembaca khususnya dari peserta P3D untuk
mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang
ditemui di lapangan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit
neurodegeneratif sistem ekstrapiramidal yang merupakan
bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia
nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).3
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan
hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin dengan
berbagai macam sebab.2,3

B. Epidemiologi
Penyakit parkinson diakui sebagai salah satu gangguan
neurologis yang paling umum, mempengaruhi sekitar 1% dari
orang yang lebih tua dari 60 tahun. Insiden dan prevalensi
penyakit Parkinson meningkat dengan usia, dan usia rata-rata
onset adalah sekitar 60 tahun. Onset pada orang yang lebih
muda dari 40 tahun relatif jarang.5
Kejadian penyakit parkinson telah diperkirakan 4,5-21
kasus per 100.000 penduduk per tahun, dan perkiraan
prevalensi berkisar 18-328 kasus per 100.000 penduduk,
dengan sebagian besar studi menghasilkan prevalensi sekitar
120 kasus per 100.000 penduduk.5 Di Indonesia, diperkirakan
sebanyak 876.665 orang dari total jumlah penduduk sebesar
238.452.952 menderita penyakit parkinson. Total kasus
kematian akibat penyakit parkinson di Indonesia menempati
peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan
prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.4

3
Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi
penyakit parkinson terjadi pada ras Kaukasian di Amerika
Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%, menengah
terdapat pada ras Asia 0,018% dan prevalensi terendah
terdapat pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%.9 Penyakit
parkinson 1,5 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
pada wanita.5

C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit parkinson dibagi menjadi 4
jenis yaitu:9
1. Idiopati (primer) merupakan penyakit parkinson secara
genetik.
2. Simptomatik (sekunder) merupakan penyakit parkinson akibat
infeksi, obat, toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor,
hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.
3. Parkinson plus (multiple system degenerasion) merupakan
parkinsonism primer dengan gejala-gejala tambahan.
Termasuk demensia lewy bodies, progresif supranuklear palsi,
atrofi multi sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi
olivopontoserebelar, sindrom Shy-Drager, degenerasi
kortikobasal, kompleks parkinson demensia ALS (Guam),
neuroakantositosis.
4. Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit wilson, penyakit
huntington, penyakit Lewy bodies.

D. Patogenensis
Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya
kerusakan oksidatif dalam patogenesis penyakit parkinson,
dan khususnya kerusakan oksidatif pada lipid, protein, dan
DNA dapat diamati pada substansia nigra pars kompakta
(SNc) otak pasien penyakit parkinson sporadik. Stress

4
oksidatif akan membahayakan integritas neuron sehingga
mempercepat degenerasi neuron. Sumber peningkatan stress
oksidatif ini masih belum jelas namun mungkin saja
melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan metabolisme
dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan reactive
oxygen species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan
besi reaktif, dan gangguan jalur pertahanan antioksidan.3
Banyak bukti mengarah pada peran utama disfungsi
mitokondria sebagai dasar patogenesis penyakit parkinson,
dan khususnya defek mitokondria complex-I (complex-I) dari
rantai respirasi. Defek complex-I mungkin yang paling tepat
menyebabkan degenerasi neuron pada penyakit parkinson
melalui penurunan sintesis ATP.3

Gambar 2.1. Patogenesis penyakit parkinson8

Mutasi patogen dan faktor lingkungan diketahui


menyebabkan penyakit parkinson akibat disfungsi
mitokondria, kerusakan oksidatif, agregasi protein abnormal
dan fosforilasi protein yang mengorbankan fungsi neuronal
dopaminergik. Faktor lingkungan seperti pestisida dan racun

5
langsung menginduksi kerusakan oksidatif dan disfungsi
mitokondria. A-synuclein mengalami agregasi karena mutasi
patogen atau oksidasi katekol yang menginduksi stres ER dan
menyebabkan disfungsi mitokondria. Disfungsi mitokondria
dan kerusakan oksidatif menyebabkan defisit ATP yang dapat
mengganggu fungsi UPS untuk mempromosikan agregasi
protein abnormal.8
B-synuclein mencegah agregasi a-synuclein melalui
aktivasi Akt signaling. Parkin meningkatkan biogenesis
mitokondria dengan mengaktifkan faktor transkripsi
mitokondria A (TFAM). DJ-1 melindungi terhadap stres
oksidatif, fungsi sebagai pendamping untuk memblokir
agregasi a-synuclein dan melindungi terhadap disfungsi
mitokondria. PINK1 melindungi terhadap disfungsi mitokondria
akibat mutasi patogen, meskipun fungsi yang tepat dari PINK1
di mitokondria masih belum diketahui.8
LRRK2 berperan dalam fungsi vesikel sinaptik,
perkembangan neurite, dan lain-lain. Mutasi patogen di
LRRK2 menyebabkan abnormal fosforilasi protein yang
menginduksi kematian sel mitokondria. Selain itu, peran saraf
dari PGC-1a mencegah kerusakan oksidatif dan disfungsi
mitokondria. Familial gen parkinson-linked yaitu parkin, DJ-1
dan PINK1 berperan mengaktifkan PI3 kinase-Akt signaling.
Aktivasi jalur Nrf2/ARE mencegah kerusakan oksidatif dan
disfungsi mitokondria dan mempertahankan kelangsungan
hidup sel. PI3 kinase-Akt signaling dan sinyal Nrf2/ARE bisa
dieksplorasi sebagai target potensial untuk intervensi
terapeutik pada kematian neuronal dopaminergik.8

E. Patofisiologi
Secara umum dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi
karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di

6
pars kompakta substansia nigra sebesar 40 hingga 50 persen
yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies).3
Lesi primer pada penyakit parkinson adalah degenerasi
sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang
otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang
menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.3
Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin
dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1
(eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada
didendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke
globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars
retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur
indirek yang berkaitan dengan reseptor D2. Apabila masukan
direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan
gerakan.3
Pada penderita penyakit parkinson, terjadi degenerasi
kerusakan substansia nigra pars kompakta dan saraf
dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan
terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit parkinson
belum terlihat sampai lebih dari 50 persen sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamin berkurang sebanyak 80
persen.3
Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang
sehingga jalur langsung dengan neurotransmitter GABA
(inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak
terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus
palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang
menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus
palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf
GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nukleu

7
subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus
subtalamikus meningkat akibat inhibisi.3
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke
globus palidus segmen interna/substansia nigra pars
retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik
akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus
palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga
output ganglia basalis menjadi berlebihan ke arah talamus.
Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus
adalah GABAergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan
dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks lewat
saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik
ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokine.3

F. Manifestasi Klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non
spesifik, yang didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum,
kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal,
gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia)
dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis
penderita parkinson:9
1. Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson
dan bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai
sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain juga akan turut
terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali
pada stadium lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7
gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan istirahat
dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor akan
bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.
2. Rigiditas

8
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas
dan hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut,
rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih berat dan memberikan
tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas
timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis
dan antagonis. Salah satu gejala dini akibat rigiditas ialah
hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan
menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah
berkurang (muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis yang
terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat
kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume
suara berkurang (hipofonia).
4. Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala
utama, namun pada awal stadium penyakit parkinson gejala
ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit parkinson yang
sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini.
Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf
propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata,
pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan
kurangnya ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti
topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka
seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
6. Mikrografia

9
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara
graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas
pada penyakit parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap
penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu
membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan
lengan tidak melenggang bila berjalan.
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot
faring, lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau
pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang
kecil dan khas pada penyakit parkinson. Pada beberapa
kasus suara berkurang sampai berbentuk suara bisikan yang
lamban.
9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom pada pasien penyakit parkinson
memperlihatkan beberapa gejala seperti disfungsi
kardiovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung),
gastrointestinal (gangguan dismotilitas lambung, gangguan
pencernaan, sembelit dan regurgitasi), saluran kemih
(frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual (impotensi
atau hypersexual drive), termoregulator (berkeringat
berlebihan atau intoleransi panas atau dingin). Prevalensi
disfungsi otonom ini berkisar 14-18%. Patofisiologi disfungsi
otonom pada penyakit parkinson diakui akibat degenerasi dan
disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti
nukleus vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary
lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla
ventromedial dan nukleus rafe kaudal.
10. Gerakan bola mata

10
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu,
konvergensi menjadi sulit, gerak bola mata menjadi
terganggu.
11. Tanda Myerson
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-
ulang. Pasien Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip
pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda “Myerson”.
12. Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi
dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini
berkembang sebagai konsekuensi patologi penyakit parkinson
disebut kompleks parkinsonism demensia. Demensia pada
penyakit parkinson mungkin baru akan terlihat pada stadium
lanjut, namun pasien penyakit parkinson telah memperlihatkan
perlambatan fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif
pada stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada penyakit
parkinson yang meliputi gangguan bahasa, fungsi
visuospasial, memori jangka panjang dan fungsi eksekutif
ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan
normal. Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.
13. Depresi
Sekitar 40% penderita penyakit parkinson terdapat gejala
depresi. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik penderita yang
mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti
kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa
dikucilkan. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya
endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa
pada penderita parkinson terjadi degenerasi neuron
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin

11
yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi
neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.

G. Diagnosa
Diagnosis penyakit parkinson didasarkan pada riwayat medis
dan pemeriksaan neurologis melalui wawancara dan
mengamati pasien secara langsung menggunakan Unified
Parkinson's Disease Skala Rating. Sebuah radiotracer untuk
mesin pemindaian SPECT yang disebut DaTSCAN dibuat
oleh General Electric untuk mendiagnosis penyakit parkinson,
tetapi hanya dipasarkan di Eropa. Oleh karena itu, penyakit ini
sulit untuk didiagnosis secara akurat, terutama pada tahap
awal.2
Diagnosis penyakit parkinson berdasarkan gejala klinis
dilihat dari gejala motorik utama yaitu tremor pada waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural.
Kriteria yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes
(1992) yaitu:3
 Possible: bila ditemukan 1 dari gejala-gejala utama
 Probable: bila ditemukan 2 dari gejala-gejala utama
 Definite: bila ditemukan 3 dari gejala-gejala utama
Untuk menentukan berat ringannya penyakit,
digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967)
yaitu: 3
 Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala
yang ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi
belum menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman).
 Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan
minimal, sikap/cara berjalan terganggu.

12
 Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan
mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum
sedang.
 Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat
berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan
bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
 Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan
total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
Penyakit parkinson adalah diagnosis klinis. Tidak
terdapat biomarker laboratorium dan temuan rutin pada
Magnetic Resonance Imaging (MRI) ataupun computed
tomography (CT) scan. Tomografi emisi positron (PET) dan
single-photon emisi CT (SPECT) mungkin menunjukkan
temuan yang konsisten dengan penyakit parkinson, dan
pengujian penciuman dapat memberikan bukti menunjuk ke
arah penyakit parkinson, namun studi ini tidak secara rutin
diperlukan.5

H. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan penyakit parkinson, pengobatan
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu bekerja pada sistem
dopaminergik, sistem kolinergik dan sistem glutamatergik.
Dari ketiga macam pengobatan mempunyai tujuan yang sama
yaitu mengurangi gejala motorik dari penyakit parkinson. 3

13
Gambar 2.2. Algoritma penatalaksanaan penyakit parkinson

Pengobatan gejala awal penyakit parkinson


Pasien dengan gejala awal penyakit parkinson dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan dengan levodopa yang
dikombinasi dengan inhibitor dopa dekarboksilase. Kombinasi
ini memberikan manfaat terbesar dengan efek merugikan
jangka pendek yang paling sedikit.5,6
1. Pasien dengan gejala awal penyakit parkinson dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan dengan
oral/transdermal agonis dopamin.6 Agonis dopamin juga
sebagai tambahan levodopa pada pasien yang memburuk
dan pada mereka yang mengalami fluktuasi dalam respon
terhadap levodopa.5
2. Pasien dengan gejala awal penyakit parkinson dapat
dipertimbangkan untuk pengobatan dengan Inhibitor

14
monoamine oxidase B.6 Inhibitor monoamine oxidase B
seperti rasagiline dan selegiline memberikan manfaat
sebagai tambahan untuk levodopa pada pasien yang
mengalami fluktuasi motorik.5
3. Obat antikolinergik sebaiknya tidak digunakan sebagai
pengobatan lini pertama pada pasien penyakit parkinson.6
Obat antikolinergik digunakan untuk pengobatan tremor
saat istirahat. Namun, tidak terlalu efektif untuk
bradikinesia, kekakuan, gangguan cara berjalan atau fitur
lain dari penyakit parkinson. Oleh karena itu, antikolinergik
biasanya disediakan untuk pengobatan tremor yang tidak
terkontrol dengan obat-obat dopaminergik.5

Pengobatan penyakit parkinson tahap lanjut


1. Agonis dopamin (oral/transdermal) dapat dipertimbangkan
untuk pengelolaan komplikasi motorik pada pasien
penyakit Parkinson lanjut.6
2. Inhibitor monoamine oxidase B dapat dipertimbangkan
untuk pengobatan komplikasi motorik pada pasien
penyakit Parkinson lanjut.6
3. Inhibitor Catekol-o-metil transferase (COMT) dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit parkinson
tingkat lanjut yang memiliki fluktuasi motorik.6 Inhibitor
catekol-o-metil transferase (COMT) seperti entacapone
dan tolcapone juga dapat digunakan untuk meningkatkan
waktu paruh levodopa, sehingga memberikan efek
levodopa ke otak dalam waktu yang lebih lama.5

I. Prognosis
Penyakit parkinson tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal
dengan sendirinya, tapi berkembang dengan waktu. Harapan
hidup rata-rata pasien penyakit parkinson pada umumnya

15
lebih rendah daripada orang yang tidak memiliki penyakit.
Pada tahap akhir, penyakit parkinson dapat menyebabkan
komplikasi seperti tersedak, pneumonia, dan jatuh yang dapat
menyebabkan kematian.2
Perkembangan gejala pada penyakit parkinson dapat
berlangsung 20 tahun atau lebih. Pada beberapa orang,
penyakit berlangsung lebih cepat. Dengan perawatan yang
tepat, kebanyakan orang dengan penyakit parkinson dapat
hidup produktif selama bertahun-tahun setelah didiagnosis.2

16
BAB 3
KESIMPULAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif


sistem ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari parkinsonism
yang secara patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia
basalis terutama di substansia nigra pars kompakta (SNC) yang
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies). Penyakit
parkinson merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling
umum, mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua dari 60
tahun dan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.
Banyak bukti menyatakan bahwa disfungsi mitokondria sebagai
dasar patogenesis penyakit parkinson ini yang ditandai dengan
gejala motorik utama seperti tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Standar emas
pengobatan penyakit parkinson adalah levodopa yang dikombinasi
dengan carbidopa, inhibitor dekarboksilase perifer (PDI). Levodopa
memberikan manfaat antiparkinson terbesar untuk tanda-tanda dan
gejala motorik, dengan efek samping paling sedikit.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Golbe, L.I. Parkinson’s disease handbook. The American


Parkinson’s Disease Association. 2010; 1-44.
2. Sunaryati, Titiek. Penyakit parkinson. Jurnal Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya. 2011; 1: 1-10.
3. Silitonga, R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas
hidup penderita penyakit parkinson di poliklinik saraf RS DR
Kariadi. Tesis Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. 2007;
1-75.
4. Noviani, E, Untung G, Joko S. Hubungan antara merokok
dengan penyakit parkinson di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Mandala of Health. 2010; 4: 1-6.
5. Hauser, RA, 2015. Parkinson disease. Medscape. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1831191-
overview#a6. [Accesed: 27 september 2015].
6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and
pharmacological management of Parkinson’s disease. 2010: 1-
68.
7. A, Basjiruddin. Manajemen dari penyakit parkinson yang lanjut.
Makalah Universitas Andalas. 2012; 1-16.
8. Thomas, B and M. Flint Beal. Parkinson’s disease. Riview issue:
Human molecular genetics. 2007; 16: 1-12.
9. Hendrik, LN. Depresi berkorelasi dengan rendahnya kualitas
hidup penderita parkinson. Tesis Universitas Udayana. 2013; 1-
118.

18

Anda mungkin juga menyukai